Khulu
Khulu
( KHULU’ )
Fiqh Munakahat.
Syari’ah MEPI 2 / VI
Rika Ariska
( 14112220188 )
KEMENTERIAN AGAMA RI
CIREBON 2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan suami istri hanya bisa tegak kalau ada dalam ketenangan, kasih
sayang, pergaulan yang baik, dan masing-masing pihak menjalankan hak dan
kewajibannya dengan baik. Tetapi adakalanya terjadi suami membenci istri atau
istri membenci suami. Dalam keadaan seperti ini islam berpesan agar bersabar
dan sanggup menahan diri dan menasehati dengan obat penawar yang dapat
menghilangkan sebab-sebab timbulnya rasa kebencian.
Dan Islam memberikan solusi yang terbaik kepada kedua pasangan(suami-
istri). Jika istri bermasalah maka solusinyan dengan Thalaq. Dan jika suami yang
bermasalah maka solusinya dengan khulu’.
Khulu’ terdiri dari lafazkha-la-‘a yang berasal dari bahasa Arab, secara
etimologi bearti menanggalkan atau membuka pakaian. Dihubungkan dengan kata
khulu’ dengan perkawinan karena dalam Al-Qur’an disebutkan suami itu sebagai
pakaian istri dan istri merupakan pakaian bagi suaminya.
Khulu’ itu perceraian kehendak istri. Hukumnya menurut jumhur ulama
adalah boleh atau mubah.
Tujuan dari kebolehan khulu’ adalah menghindarkan si istri dari kesulitan
dan kemudaratan yang dirasakan bila perkawinan dilanjutkan tanpa merugikan
pihak si suami karena ia sudah mendapat iwadh dari istrinya atas permintan cerai
dari istrinya itu.
Hikmah dari hukum khulu’ adalah tampaknya keadilan Allah sehubungan
dengan hubungan suami istri.
B. Rumusan Masalah
2
1. Apa yang dimaksud dengan Khulu’ ?
2. Apa sajakah syarat dan rukun Khulu’ ?
3. Bagaimana akibat hukum Khulu’ ?
4. Bagaimana pemberlakuannya hukum khulu’ dan KHI ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu khulu’.
2. Untuk mengetahui syarat dan rukun khulu’.
3. Untuk mengetahui akibat hukum khulu’.
4. Untuk mengetahui hukum khulu’ dan menurut KHI.
D. Manfaat
1. Dapat mengetahui khulu’ itu apa.
2. Mengetahui syarat dan rukun khulu’.
3. Mengetahui akibat hukum khulu’.
4. Mengetahui hukum khulu’ dan menurut KHI seperti apa.
3
BAB II
PEMBAHASAN
KHULU’
A. Pengertian Khulu’
atau memisahkan. ل ثوبه99ع الرج99“خلPria itu melepaskan pakaian-nya.”1 Dan
khulu’ disebut juga Fidyah (Pemberian sebagian besar), Shulh (Pemberian
sebagiannya), dan Mubara’ah (Istri menggugurkan hak yang di miliki dari
suami).2
Khulu’ yang terdiri dari lafadz kha-la-‘a yang berasal dari bahasa Arab
secara etimologi berarti menanggalkan atau membuka pakaian.3 Karena seorang
wanita merupakan pakaian bagi lelaki, dan sebaliknya sebagaimana dinyatakan
dalam Al-Qur’an:
“…mereka (wanita) adalah pakaian bagimu (lelaki), dan kamu pun adalah
pakaian bagi mereka (wanita)…”. (QS. 2:187).4
Khulu’ menurut terminologi adalah akad yang di lakukan oleh suami istri
untuk membebaskan istri dari pernikahannya, dengan syarat si istri membayarkan
sejumlah harta (atau maskawin yang dahulu diberikan), lalu suami methalaqnya
1
Jannati, Fiqh Perbandingan Lima Madzhab, Penerjemah Ibnu Alwi Bafaqih (Jakarta: Cahaya, 2007)
jil. 3, hlm. 560.
2
Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Penerjemah Fathur Rakhman (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007) hlm. 133.
3
Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia (jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009,
cet.3), hlm. 231.
4
Rahman, Perkawinan Dalam Syariat Islam (jakarta: Rineka Cipta, 1996, cet.2), hlm. 122.
4
atau mengkhulu’nya. Juga berarti tebusan yang di berikan oleh istri kepada suami
supaya mengkhulu’nya.5
Terdapat pada buku lain yakni dalam bukunya Jaih Mubarok yang
berjudul “Modifikasi Hukum Islam”, khulu’ dengan bahasa kiasan. Dalam fikih
dikenal istilah khulu’, secara bahasa, Khulu’ berarti melepas. Sedangkan secara
istilah, khulu’ adalah perceraian yang dilakukan oleh seorang istri terhadap
suaminya dengan membayar tebusan ‘iwadh.6
5
Mujieb dkk, Kamus Istilah Fiqh (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), hlm. 163.
6
Mubarok, Modifikasi Hukum Islam (jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, cet.1), hlm. 259.
7
Syarifuddin, op.cit, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia., hlm.197.
8
Rahman, op.cit, hlm.112-113.
5
B. Syarat dan Rukun Khulu’
Di dalam khulu’ terdapat beberapa unsur yang merupakan rukun yang
menjadi karakteristik dari khulu’ itu dan di dalam setiap rukun terdapat beberapa
syarat yang hampir keseluruhannya menjadi perbincangan dikalangan ulama.
Adapun yang menjadi syarat khulu’ itu adalah:
1. Suami yang menceraikan istrinya dengan tebusan
2. Istri yang meminta cerai dari suaminya dengan uang tebusan
3. Uang tebusan atau iwadh, dan
4. Alasan untuk terjadinya khulu’
a. Suami. Syarat suami yang menceraikan istrinya dalam bentuk khulu’
sebagaimana yang berlaku dalam thalaq adalah seseorang yang
ucapannya telah dapat diperhitungkan secara syara’, yaitu akil, baligh,
dan bertindak atas kehendaknya sendiri dan dengan kesengajaan.
b. Istri yang di khulu’. Istri yang mengajukan khulu’ kepada suaminya
disyaratkan hal-hal sebagai berikut:
1) Ia adalah seseorang yang berada dalam wilayah si suami dalam
arti, istrinya atau yang telah diceraikan, namun masih berada
dalam iddah raj’iy.
2) Ia adalah seorang yang telah dapat bertindak atas harta, karena
untuk pengajuan khulu’ ini ia harus menyerahkan harta. Untuk
syarat ini ia harus seorang wanita yang telah baligh, berakal, tidak
berada di dalam pengampuan, dan sudah cerdas dalam bertindak
atas harta.
Khulu’ boleh terjadi dari pihak ketiga, seperti walinya
dengan persetujuan istri. Khulu’ ini disebut khulu’ ajnabi.
Pembayaran iwadh dalam khulu’ seperti ini ditanggung oleh pihak
ajnabi tersebut.
6
3) Adanya uang tebusan, atau ganti rugi atau iwadh.
4) Shighat atau ucapan cerai yang disampaikan oleh suami yang
dalam ungkapan tersebut dinyatakan “uang ganti” atau ‘iwadh.
Menurut ulama ucapan khulu’ terdapat dua macam. Pertama,
menggunakan lafadz yang jelas dan terang atau shahih. Kedua,
menggunakan lafadz kinayah yaitu lafadz lain yang tidak langsung
berarti perceraian tapi dapat digunakan untuk itu.
5) Adanya alasan untuk terjadinya khulu’
9
Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam (PT Bumi Aksara: Jakarta, 2004, cet.5), hlm. 164.
10
ibid, Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, hlm. 202.
7
Sebagaimana hadis yang di riwayatkan oleh Ibnu Majah dan Tirmidzi:
Dari Tsauban ra. bahwa Rasulullah saw bersabda:
“ Setiap wanita yang minta Thalaq kepada suaminya tanpa alasan yang di
benarkan agama, maka haram baginya mencium semerbak (wanginya)
surga.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi).
11
Al-Khalafi, hlm. 638.
12
Sabiq, Fiqh Al-Sunnah, Penerjemah Dr. M. Thalib, jil. 8, (Bandung: Al-Ma’arif, 1990), hlm. 111.
8
a) Jumhur ulama membolehkan sighah khulu’ di ucapkan dengan kata jelas
atau kiasan, seperti khulu’ atau fasakh seperti 9 بارئتك (Aku melepaskan-
Mu) dan suami berkata kepada istrinya بعتك نفسي بكذا “Aku menjual diri-
engkau menthalaq-Ku” lalu suami berkata: الق99أنت ط99ف ك99خعلتك على ذل
”aku mengkhulu’-Mu atas hal itu maka kamu tercerai”13
1. Hukum khulu’
Khulu’ itu perceraian kehendak istri. Hukumnya menurut jumhur
ulama adalah boleh atau mubah. Dasar dari kebolehannya terdapat dalam Al-
Qur’an dan hadis nabi. Adapun dasarnya Firman Allah swt dalam surat Al-
Baqarah ayat 229.
…
…
13
Jannati, op.cit, hlm. 569-570.
9
“ Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya
tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya”.14
Ayat diatas yang menjadi dasar hukum khulu' dan penerimaan 'iwadh.
Kulu' Yaitu permintaan cerai kepada suami dengan pembayaran yang disebut
'iwadh.
ول99ا رس99 ي:الت99لم فق99عن ابن عباس أن امرأة ثابت بن قيس أتت النبي صلى هللا عليه وس
ال99 فق,الم99ر فى اإلس99ره الكف99 ولكنى أك, ثابت بن قيس ما أعيب عليه فى خلق وال دين,هللا
ال99ه فق99رددت علي99 ف, نعم: فقالت,)) ((أتردين عليه حديقه:رسول هللا صلى هللا عليه وسلم
.] ((اقبل الحديقة وطلقها تطليقة)) [رواه البخارى:رسول هللا صلى هللا عليه وسلم
Artinya: “Dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Istri Tsabit bin Qais bin Syammas
datang kepada Rasulullah saw. lalu berkata, “ Ya Rasulullah, aku tidak
membenci Tsabit (suami) bukan karena agamanya dan bukan (pula) karena
perangainya (akhlaq), melainkan sesungguhnya aku khawatir kufur.”
Kemudian Rasulullah bersabda: “ Maka maukah engkau mengembalikan
kebun kepadanya (maksudnya harta yang pernah dahulu di berikan) ?
Jawabnya,” Ya (mau)” kemudian ia mengembalikan kepadanya dan
selanjutnya Rasulullah memerintahkan suaminya (Tsabit) agar
menceraikanya” (HR. Al- Bukhari).15
14
QS. Al-Baqarah (02) : 229.
15
Al-Khalafi, Al- Wajiz, Penerjemah Ma’ruf Abdul Jalil (Jakarta: Pustaka Al- Sunnah, 2006), hlm.
639.
10
akhlaqnya, suka menyakiti istri dan tidak menunaikan kewajiban sebagai
suami, atau dengan bersuamikan dia wanita itu khawatir lalai akan perintah
Allah swt. Jadi kalau tidak ada alasan yang memaksa, hal itu tentu tidak di
bolehkan.16
Demi menghindari masalah bila terjadi ketidak cocokkan antara suami
istri karena hal fisik, agama atau selainnya. Karena itu, semua ulama fiqh
membolehkannya.
2. Menurut KHI
Khulu’ sebagai salah satu bentuk putusnya perkawinan tidak diatur
sama sekali dalam UU Perkawinan. Namun KHI ada mengaturnya dalam dua
tempat, yaitu pasal 1 ayat (I) dan pasal 124.
Pasal 1 ayat (I): khulu’ adalah perceraian yang terjadi atas permintaan
istri dengan memberikan tebusan dan atau iwadh kepada dan atas persetujuan
suaminya.
Pasal 124: khulu’ harus berdasarkan atas alasan perceraian sesuai
ketentuan pasal 116.17
11
mengakibatkan fasakh perkawinan, karena kata-kata kinayah dalam talak
tidak memerlukan niat begitu pula khulu’. 18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
18
http://salingpengertian.blogspot.com/2011/04/pendahuluan.html.9:00.29/03/2014.
12
Khulu’ dapat diartikan talak yang dijatuhkan suami terhadap istrinya atas
permintaan istri dengan pembayaran sejumlah harta kapada suami. Mengkhulu’
istri dapat dilakukan sewaktu-waktu.
Hukumnya menurut jumhur ulama adalah boleh atau mubah. Dasar dari
kebolehannya terdapat dalam Al-Qur’an Al-Baqarah ayat 229 dan hadis nabi.
Tujuan dari kebolehan khulu’ adalah untuk menghindarkan si istri dari
kesulitan dan kemudaratan. Sedangkan hikmah dari hukum khulu’ adalah
tampaknya keadilan Allah sehubungan dengan hubungan suami istri.
Selain itu khuluk mempunyai rukun dan syarat khuluk. Dan khlu’ itu
dapat dilakukan sendiri antara suami dan istri dan tidak harus di depan hakim atau
oleh hakim.
B. Saran
Dengan sadar bahwa apa yang ada ditangan pembaca saat ini jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kami senantiasa mengharapkan uluran tangan yang
sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini dikemudian hari. Saya
hanya berharap bahwa makalah ini mampu menjadi sebuah referensi yang ideal
dalam hal pengkajian tentang Khulu’. Terkhusus dalam menyelesaikan dilema-
dilema yang sering muncul dalam kalangan masyarakat awam mengenai khulu’
yang sesuai dengan syariat Islam. Mudah-mudahan dengan adanya makalah ini
dapat memudahkan kita, khususnya dalam proses pengamalannya.
Mudah-mudahan Allah swt. Senantiasa meridhai segala aktivitas kita dan
dapat bernilai ibadah di sisis-Nya. Aamiin…
Billahi Taufik Walhidayah. Assalamu ‘Alaikum Wr. Wb.
DAFTAR PUSTAKA
13
Al-Jamal, Ibrahim Muhammad. 1981. Fiqh Wanita. Penerjemah Anshori
Umar Sitanggal. Semarang: Asy-Syifa’.
Al-Khalafi, Abdul ‘Azhim bin Badawi. 2006. Al-Wajiz. Penerjemah Ma’ruf
Abdul Jalil. Jakarta: Pustaka Al-Sunnah.
Jannati, Muhammad Ibrahim. 2007. Fiqh Perbandingan Lima Madzhab.
Penerjemah Ibnu Bafaqih, Alwi. Jakarta: Cahaya. jil. 3.
Mubarok, Jaih. 2002. Modifikasi Hukum Islam. jakarta: PT Raja Grafindo
Persada. cet.1.
Mujieb, M. Abdul dkk. 1994. .Kamus Istilah Fiqh. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Rahman, Abdul. 1996. Perkawinan Dalam Syariat Islam. jakarta: Rineka
Cipta. cet.2.
Ramulyo, Moh. Idris. 2004. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: PT Bumi
Aksara. cet.5.
14