Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ibadah merupakan suatu perkara yang perlu adanya perhatian dengannya,
karena ibadah itu tidak bisa dibuat main-main apalagi disalahgunakan. Dalam islam
ibadah harus berpedoman pada apa yang telah Allah perintahkan dan apa yang telah
diajarkan oleh Nabi agung  Muhammmad SAW kepada umat islam yang dilandaskan
pada kitab yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad  berupa kitab suci Al-
Qur’an dan segala perbuatan, perkataan, dan ketetapan nabi atau dengan kata lain
yang disebut dengan hadits nabi.1
Kita sebagai umat islam tentunya mengetahui apa itu ibadah dan bagaimana
cara pelaksanaan ibadah tersebut. Oleh karena itu, kita harus mengikuti ibadah yang
dicontohkan dan dilakukan oleh nabi kepada kita dan tidak boleh membuat ibadah-
ibadah yang tidak berdasar pada Al-Qur’an dan Hadits.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti kemukakan diatas, maka dalam
hal ini peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah dasar hukum pelaksanaan ibadatullah
2. Apa saja ayat-ayat dan hadits yang memerintahkan untuk beribadah kepada
Allah

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui dasar hukum pelaksanaan ibadatullah
2. Untuk mengetahui ayat-ayat dan hadits yang memerintahkan untuk beribadah
kepada Allah
BAB II
1
Mita Sari, Dasar Hukum Pelaksanaan Ibadah,
https://mitasari55.wordpress.com/2016/04/10/dasar-hukum-pelaksanaan-ibadah/ (online). Diakses 11
Juni 2021

1
PEMBAHASAN
A. Dasar Hukum Pelaksanaan Ibadatullah
1. Al-Qur’an Sebagai Dasar Hukum Utama
Ibadah yang diterima harus didasarkan pada ketauhidan, keikhlasan, dan
sesuai dengan syariat Islam. Sumber syariat Islam yang utama adalah Al-Qur’an.
Oleh karena itu, dasar hukum beribadah yang pertama adalah ayat-ayat Al-Qur’an.
Sebagaimana telah diuraikan dalam memberikan pengertian kata “ibadah”, ayat-ayat
yang memerintahkan hamba allah untuk beribadah hanya kepada Allah adalah
sebagai berikut:2
1. Dalam surat Al-Fatihah ayat 5, Allah SWT berfirman:
    
Artinya: “Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami
meminta pertolongan”

2. Dalam surat Yasin ayat 60, Allah SWT berfirman:


          
    
Artinya: “Bukankah aku telah memerintahkan kepadamu Hai Bani Adam supaya
kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh
yang nyata bagi kamu”,

3. Al-Mu’min ayat 60, Allah SWT berfirman:


         
    
Artinya: “Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang

2
Abdul Hamid dkk,Fiqh Ibadah Refleksi ketundukan HAmba Allah Kepada Al-Khaliq
Perspektif Al-Qur’an dan As-Sunnah, (Bandung, 2009) , h. 103

2
menyombongkan diri dari menyembah-Ku3 akan masuk neraka Jahannam
dalam Keadaan hina dina”.

4. Az-Zariyat ayat 56, Allah SWT berfirman:


      
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.”
5. An-Nahl ayat 36, Allah SWT berfirman:
         
           
        
Arinya: “Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut4 itu", Maka di
antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada
pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka
berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan
orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)”.5

6. Al-Isra’ ayat 23, Allah SWT berfirman:


        
Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya.”

7. An-Nisa ayat 36:


       
3
Yang dimaksud dengan menyembah-Ku di sini ialah berdoa kepada-Ku.

4
Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t.

5
Abdul Hamid dkk,Fiqh Ibadah Refleksi ketundukan…, h. 105

3
Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun.”

8. Al-An’am ayat 151:


           
 
Artinya: “Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh
Tuhanmu Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia,”

9. Al-Kafirun ayat 1-6:


          
           
        
Artinya: “Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, [1]. Aku tidak akan menyembah apa
yang kamu sembah.[2] Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku
sembah.[3] Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu
sembah, [4] Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang
aku sembah.[5] Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku[6]."

10. Al-baqarah ayat 256:


            
       
      
Artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah
jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa
yang ingkar kepada Thaghut6 dan beriman kepada Allah, Maka
Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang
tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”

6
Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t.

4
11. Al-Isra ayat 22:
         
Artinya: “Janganlah kamu adakan Tuhan yang lain di samping Allah, agar kamu tidak
menjadi tercela dan tidak ditinggalkan (Allah).”

12. Al-Isra ayat 39:


           
       
Artinya: “Itulah sebagian Hikmah yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu. dan
janganlah kamu Mengadakan Tuhan yang lain di samping Allah, yang
menyebabkan kamu dilemparkan ke dalam neraka dalam Keadaan tercela
lagi dijauhkan (dari rahmat Allah).”
Ayat-ayat tersebut merupakan dasar hukum atau dalil yang menjadi pedoman
dalam beribadah. Beribadah artinya menolak kemusyrikkan. Semua bentuk
menyekutukan Allah menciptakan penolakan Allah terhadap ibadah manusia. Dengan
demikian, ayat-ayat yang melarang hamba Allah berbuat syrik, dalam perspektif
mafhum mukholifah-nya merupakan ayat-ayat al-qur’an yang memerintahkan
manusia untuk beribadah secara murni kepada Allah. Ayat-ayat yang dimaksut adalah
sebagai berikut:

1. An-nahl ayat 120:


          


5
Artinya: “Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan
lagi patuh kepada Allah dan hanif7. dan sekali-kali bukanlah Dia Termasuk
orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan),”

2. Al-mu’minun ayat 23:


         
       
Artinya: “Dan Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia
berkata: "Hai kaumku, sembahlah oleh kamu Allah, (karena) sekali-kali
tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertakwa
(kepada-Nya)?”

3. An-Nisa ayat 48:


             
       
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka
sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.”

Ayat-ayat tersebut adalah dasar-dasar ibadah kepada Allah dan mengharapkan


kemusrikan. Dasar hukum ibadah adalah dalil yang menjadi pijakan umat islam
melaksanakan ibadah. Semua bentuk peribadahan dipersembahkan hanya kepada
Allah. Oleh karena itu, jika ada yang mempersembahkan pujian dan pujian kepada
selain Allah, ia dinyatakan sebagai orang yang syirik.

2. As-Sunnah Sebagai Dasar Hukum Kedua

7
Hanif Maksudnya: seorang yang selalu berpegang kepada kebenaran dan tak pernah
meninggalkannya.

6
Dasar hukum kedua dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT adalah
As-Sunnah atau Al-Hadis. Hadis-hadis yang memerintahkan manusia untuk
beribadah kepada Allah adalah sebagai berikut.8
1. Dari Mu’adz bin Jabal telah berkata:

“Saya pernah mengikuti Nabi SAW.naik keledai bersama beliau, beliau bersabda
kepada saya, ‘wahai Muaz! Tahukah kamu apa yang menjadi tugas dan kewajiban
hamba terhadap Allah SWT. Dan apa janji Allah terhadap hamba?’ Saya menjawab,’
Allah dan Rasul-Nyalah yang lebih mengetahui. ‘ beliau menjawab,’Tugas dan
kewajiban hamba terhadab Allah adalah agar beribadah kepada-Nya dan tidak
menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan janji Allah kepada hamba ialah
bahwasannya Allah tidak akan menyiksa orang yang tidak menyekutukannya dengan
sesuatu apapun’. ‘Saya bertanya,’ Ya Rasulullah! Bolehkah saya menyampaikan
kabar gembira ini kepada orang-orang? ‘ Rasulullah SAW menjawab, ‘Janganlah
kamu menyampaikan kabar gembira ini kepada mereka, agar mereka tidak bersifat
apatis’.’’ (H.R. Imam Bukhari dan Imam Muslim)9

2. Hadis dari Ibnu Mas’ud sebagai berikut:

“Barang siapa mati dalam keadaan menyeru (berdoa atau beribadah) kepada
selainAllah maka ia akan masuk neraka.” (H.R. Imam Bukhari)10

8
Abdul Hamid dkk,Fiqh Ibadah Refleksi ketundukan…, h. 111
9
Ahmad Mudjab Mahalli, Hadis-Hadis Muttafaq ‘Alaih Bagian Ibadat, (Jakarta, 2003), hal.
44

10
Ahmad Mudjab Mahalli, Hadis-Hadis Muttafaq ‘Alaih Bagian Ibadat…, h. 70

7
3. Hadis dari Sahal bin Sa’ad, berbunyi sebagai berikut:

“Besok pagi aku akan berikan bendera komando perang kepada seseorang yang
mencintai Allah dan Rasul-Nya dan dia juga dicintai Allah dan Rasulnya, semoga
Allah memberikan kemenangan ditangannya. Semalam suntuk orsng-orang terlibat
perbincangan mengenai siapa gerangan diantara mereka yang esok akan diberi
bendera komando perang itu. Esok harinya mereka bergegas menghadap Rasulullah
SAW, lalu bertanyalah nabi SAW., ‘Mana Alibin Abi Thalib?’ Orang-orang
menjawab, ‘Dia sakit mata’, kemudian Rasulullah SAW menyuruh mereka agar
memanggil Ali. Ali pun menghadab Nabi SAW, kemudian Nabi SAW meludahi
kedua mata Ali yang sedang sakit sambil berdoa. Seketika itu mata Ali yang sakit
menjadi sembuh seakan-akan tak ada sedikitpun tersisa rasa sakit. Kemudian Nabi
SAW menyerahkan bendera komando perang itu kepada Ali sambil memberikan
intruksi, ‘bertindaklah tenang, jangan terburu-buru sampai kamu tiba di daerah
mereka. Kemudian ajaklah mereka masuk agama islam dan beri tahukanlah
kewajiban mereka terhadap Allah. Demi Allah, jika Allah menunjukkan seorang saja
dengan sebab ajakanmu itu, niscaya hal iyu lebih baik daripada humrun na’am (unta
merah yang mahal harganya yang menjadi kebanggaan orang-orang Arab masa itu).
(H.R Bukhari dan Muslim)

4. Dalam kitab Shahih Muslim Rasulullah SAW bersabda sebagai berikut:

8
“Barang siapa mengucapkan ‘la ilaha illallah’ dan ia mengingatkan semua
penyembahan kepada selain Allah maka haramlah harta dan darahnya serta
perhitungannya nanti ada pada Allah ‘Azza wajalla semata.”
Hadis diatas berisi seruan kepada seluruh hamba Allah untuk beribadah hanya
kepada Allah dan haram hukumnya melakukan segala bentukperbuatan syirik yang
mengakibatkan manusia masuk kedalam api neraka.
Dasar hukum semua bentuk ibadah kepada Allah adalah Al-Qur’an dan As-
Sunnah karena semua sahabat dan dan para pengikutnya , para ulama dan semua umat
Islam sepakat bahwa ibadah yang berhubungan langsung dengan Allah harus
didasarkan pada nash al-qur’an dan as-sunnah. Tidak ada bentuk ibadah yang
didasarkan pada dalil akal karena akal cenderung subjectif dan dipengaruhi oleh hawa
nafsu, kecuali dalam ibadah yang bersifat substantive yang berkaitan dengan
hubungan manusia .Misalnya perintah berzakat adalah ibadah yang telah ditetapkan
landasan hukumnya secara formal dalam al-qur’an dan as-sunnah maka semua bentuk
pemberian harta benda yang kesatuannya tidak serupa dengan zakat, dikategorikan
sebagai sedekah atau infak. Infak yang hukumnya wajib disebut dengan zakat
sedangkan infak yang hukumnya sunnah disebut dengan sedekah.
Secara aqliyah, beribadah merupakan kebutuhan spiritual umat manusia yang
beriman kepada Allah karena ibadah merupakan bagian dari tata cara berterima kasih
kepada rahman dan rahimnya Allah. Akan tetapi disisi lain ,Allah dan Rasul-Nya
mewajibkan kepada seluruh hambanya untuk beribadah dengan tujuan agar semua
hamba Allah merdeka dan tidak terbelenggu oleh sikap-sikap yang menghambakan
diri kepada sesama hamba Allah.
Dengan pandangan tersebut ,makna ibadah bukan semata-mata menggugurkn
kewajiban, melainkan suatu system ber-taqarrub kepada Allah karena Allah yang
menciptakan semua makhluk, bumi dan langit serta segala isinya.

9
Taqarrub merupakan upaya mendekatkan diri secara intensif kepada Allah
agar semua doa orang yang beriman didengar dan dikabulkan. Taqarrub yang paling
ideal adalah dengan cara melaksanakan seluruh perintahnya dan menjauhi seluruh
larangannya. Beribadah sesuai dengan izin Allah yang semua ketentuan dan teknik-
tekniknya dicontohkan Rasulullah SAW. Tidak ada ibadah yang dibuat oleh rekayasa
manusia, kecuali dalam bidang-bidang kemuamalahan.
Melaksakan sholat adalah ibadah ukhrawiyah yang ketentuan dan teknik-
teknik pelaksanaannya sudah pasti, tetapi tujuan diwajibkannya mendirikan shalat
adalah agar manusia menghindarkan diri dari perbuatan jahat dan mungkar selama ia
menjalani kehidupan di dunia. Demikian pula, dalam kehidupan dunia yang bernilai
ukhrawi, seperti diwajibkannya mendirikan masjid untuk shalat berjamaah, kemudian
masjid dibentuk dan digambar oleh artistic, sehingga menjadi sangat mewah dan
mengagumkan, sebagaimana masjid dengan kubah emas. Padahal, tidak ada perintah
mendirikan dari al-qur’an maupun as-sunnah agar membangun masjid mewah dah
kubahnya dari emas, yang ada hanyalah perintah mendirikan shalat dan
memakmurkan masjid.
Ada perintah untuk kaum muslimah agar menutup aurat atau mengenakan
jilbab. Semua tubuh kaum wanita wajib tertutup kecuali muka dan telapak tangan.
Kemudian, dengan perkembangan fashion dan model pakaian muslimah yang
semakin modern, bentuk bentuk jilbab dan polanya bermacam-macam, dengan
harganya yang sangat mahal. Padahal, tidak ada perintah dari Allah maupun Rasullah
SAW agar membuat jilbab dengan model dan pola modern dengan kain yang
harganya mahal. Yang ada hanyalah perintah agar kaum wanita menutup auratnya
dengan jilbab dan terlarang memperlihatkan perhiasannya, kecuali yang tampak pada
bagian tubuhnya yang tidak termasuk aurat.11

11
Abdul Hamid dkk,Fiqh Ibadah Refleksi ketundukan HAmba Allah Kepada Al-Khaliq
Perspektif Al-Qur’an dan As-Sunnah, Bandung, 2009 , hal.116

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas mengenai “Dasar Hukum Pelaksanaan
Ibadatullah”, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:
Sumber syariat Islam yang utama adalah Al-Qur’an. Oleh karena itu, dasar
hukum beribadah yang pertama adalah ayat-ayat Al – Qur’an. Ayat-ayat yang
memerintahkan hamba allah untuk beribadah hanya kepada Allah adalah 
 Qs.Al-fatihah: 5
 Qs.yasin: 60
 Qs.az-Zariyat: 56
  Qs.An-nahl: 36
 Qs.Al-Isra : 23

11
 Qs.An-Nisa: 36
 Qs Al-an’am: 151.
 Al-Kafirun ayat 1-6
 Al-baqarah ayat 256
 Al-Isra ayat 22
 An-nahl ayat 120
 Al-mu’minun ayat 23
 An-Nisa ayat 48
Dasar hukum kedua dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT adalah
As-Sunnah atau Al-Hadis seperti yang disebutkan di atas.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hamid dkk,Fiqh Ibadah Refleksi ketundukan HAmba Allah Kepada Al-Khaliq
Perspektif Al-Qur’an dan As-Sunnah, Bandung, 2009
Ahmad Mudjab Mahalli, Hadis-Hadis Muttafaq ‘Alaih Bagian Ibadat, Jakarta, 2003

12

Anda mungkin juga menyukai