Anda di halaman 1dari 76

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.


Perkembangan kesehatan pada hakikatnya adalah penyelenggaraan upaya
kesehatan yang optimal baik fisik, mental dan sehat sosial. Proses keperawatan pada
klien dengan masalah kesehatan jiwa marupakan tantangan seperti pada klien yang
kesehatan fisiknya memperlihatkan gejala yang berbeda dan muncul oleh berbagai
penyebab kejadian masa lalu yang sama dengan kejadian saat ini tetapi mungkin muncul
gejala yang berbeda (Depkes RI, 1996).
Sejalan dengan berkembangnya ilmu dan teknologi dapat dikatakan makin
banyak masalah yang harus dihadapi dan diatasi sekarang dan makin sulit tercapainya
kesejahteraan hidup. Keadaan ini sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan jiwa
seseorang yang berarti meningkatkan jumlah pasien dengan gangguan jiwa, menurut
studi El-Bahar 1996 terdapat 185 gangguan kesehatan jiwa dari 1000 penduduk. Hal ini
menimbulkan suatu peningkatan kebutuhan masyarakat dalam pelayanan perawat
kesehatan jiwa.
Manusia adalah makhluk Sosial dalam kehidupan, mereka harus membina
hubungan interpersonal yang positif.Hubungan interpersonal yang sehat terjadi jika
individu yang terlibat saling merasakan kedekatan.Sementara identitas pribadi masih
tetap dipertahankan juga perlu untuk membina perasaan saling ketergantungan yang
merupakan keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam suatu
hubungan (Stuart and Sundeen, 2001).
Penyebab menarik diri adalah individu yang merasakan tidak berharga lagi
sehingga merasa tidak aman dalam berhubungan dengan orang lain, tidak dapat
mendapatkan kontak fisik, antara individu dengan orang lain, individu berasal dari
lingkungan yang penuh masalah individu, merasa tidak terima dan ditolak sebelum
mencoba, individu tidak mempelajari cara berhubungan dengan orang lain yang
menimbulkan rasa aman.
Salah satu penyebab yang ditimbulkan dari menarik diri adalah klien dapat
mengalami halusinasi, perilaku yang dapat diamati pada klien dengan menarik diri

1
adalah tidak mau bergaul atau berdiam diri dan kegiatannya yang merepleksikan
menarik diri seperti harga diri rendah.
Menurut Organisasi kesehatan dunia (WHO), bahwa 10% dari populasi
mengalami gangguan jiwa, hal ini didukung oleh laporan dari hasil studi bank dunia dan
hasil survei Badan Pusat Statistik yang melaporkan bahwa penyakit yang merupakan
akibat masalah kesehatan jiwa mencapai 8,1% yang merupakan angka tertinggi
dibanding prosentase penyakit lain.
Data riset kesehatan dasar tahun 2007 menunjukkan bahwa gangguan mental
emosional (depresi dan kecemasan) di alami oleh sekitar 11,6% populasi usia di atas 15
tahun sedangkan sekitar 0,48% populasi mengalami gangguan jiwa berat atau psikosis
(Depkes, 2012). Gangguan ansietas lebih sering di alami oleh wanita individu berusia
kurang dari 45 tahun, bercerai atau berpisah, dan individu yang berasal dari status sosial
– ekonomi rendah (Videbeck. 2008)
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera
(Isaacs, 2002). Persepsi merupakan tanggapan indera terhadap rangsangan yang datang
dari luar, dimana rangsangan tersebut dapat berupa rangsangan penglihatan, penciuman,
pendengaran, pengecapan dan perabaan. Interpretasi (tafsir) terhadap rangsangan yang
datang dari luar itu dapat mengalami gangguan sehingga terjadilah salah tafsir
(missinterpretation). Salah tafsir tersebut terjadi antara lain karena adanya keadaan afek
yang luar biasa, seperti marah, takut, excited (tercengang), sedih dan nafsu yang
memuncak sehingga terjadi gangguan atau perubahan persepsi (Triwahono, 2004).
Konsep diri merupakan konsep dasar yang perlu diketahui oleh perawat untuk
mengerti perilaku dan pandangan klien terhadap dirinya,masalah serta
lingkunganya.dalam pemberian asuhan keperawatan, perawat harus menyakini bahwa
klien adalah makluk bio-psiko-sosial-spiritual yang utuh dan unik sebagai satu kesatuan
dalam berinteraksi terhadap lingkunganya dan dirinya sendiri. Setiap individu berbeda
dalam menginterprestasikan stimulus dalam lingkunganya yang diperoleh melalui
pengalaman yang unik dengan dirinya sendiri dan orang lain
Dalam merencanakan asuhan keperawatan berkualitas perawat dapat
menganalisis respon individu terhadap stimulus atau stressor dari berbagai komponen
konsep diri yaitu citra tubuh, ideal diri, harga diri, identitas dan peran. Dalam

2
memberikan asuhan keperawatan ada lima perinsip yang harus diperhatikan yaitu
memperluas kesadaran diri, menggali sumber-suumber diri, menetap tujuan yang
realistic serta bertanggung jawab terhadap tindakan.
Konsep diri adalah semua ide, pikiran kepercayaan dan pendirian yang diketahui
individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang
lain. Ide-ide, pikiran, perasaan dan keyakinan ini merupakan persepsi yang
bersangkutan tentang karakteristik dan kemampuan interaksi dengan orang lain dan
lingkungan, nilai yang dikaitkan dengan pengalaman dan objek sekitarnya serta tujuan
dan idealisme
Konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh baik fisik,
emosi, intelektual, social dan spiritual.

1.2 Tujuan.
1.2.1 Tujuan Umum.
Agar mahasiswa mengetahui konsep teori dan konsep asuhan keperawatan pada
klien dengan isolasi sosial : menarik diri, gangguan harga diri, cemas, halusinasi
dan gangguan konsep diri
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Agar mahasiswa dapat menjelaskan konsep teori dan konsep asuhan
keperawatan isolasi sosial menarik diri
2. Agar mahasiswa dapat menjelaskan konsep teori dan konsep asuhan
keperawatan harga diri rendah
3. Agar mahasiswa dapat menjelaskan konsep teori dan konsep asuhan
keperawatan cemas (ansietas)
4. Agar mahasiswa dapat menjelaskan konsep teori dan konsep asuhan
keperawatan halusinasi
5. Agar mahasiswa dapat menjelaskan konsep teori dan konsep asuhan
keperawatan gangguan konsep diri

3
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Isolasi Sosial


2.1.1 Pengertian Isolasi sosial
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang
karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Twondsend,
1998 dikutip Farida Kusumawati dan Yudi Hartono, 2012).
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Pawlin, 1993 dikutip
Farida Kusumawati dan Yudi Hartono, 2012).
Perilaku isolasi sosial menarik diri merupakan suatu gangguan hubungan
interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang
menimbulkan perilaku maladaptive dan mengganggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosial (Depkes RI, 2000).
2.1.2 Penyebab Isolasi sosial
Menurut Budi Anna Keliat (2009), salah satu penyebab dari menarik diri
adalah harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang
pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal
diri.Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi diantaranya
perkembangan dan sosial budaya.Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak
percaya pada diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus
asa terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa
tertekan.Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi
dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan
kegiatan sehari-hari terabaikan (Farida Kusumawati dan Yudi Hartono, 2012).

4
2.1.3 Rentang Respon Isolasi sosial
Manusia adalah mahluk Sosial untuk mencapai kepuasan dalam
kehidupan mereka harus membina hubungan interpersonal yang
positif.Hubungan interpersonal yang sehat terjadi jika individu yang terlibat
saling merasakan kedekatan sementara identitas pribadi masih tetap
dipertahankan.Juga perlu untuk membina perasaan saling ketergantungan dan
kemandirian dalam suatu hubungan. Perilaku yang teramati pada respon Sosial
maladaptive mewakili supaya individu untuk mengatasi ansietas yang
betrhubungan dengan kesepian, rasa takut , kemarahan, malu, bersalah dan
merasa tidak aman. Seringkali respon yang terjadi meliputi manipulasi, narkisme
dan impulsive.
Menurut Stuart (2007). Gangguan kepribadian biasanya dapat dikenali
pada masa remaja atau lebih awal dan berlanjut sepanjang masa dewasa.
Gangguan tersebut merupakan pola respon maladaptive, tidak fleksibel, dan
menetap yang cukup berat menyababkan disfungsi prilaku atau distress yang
nyata.

PENDAHULUAN
Respon Adatif Respon Maladatif

Menyendiri Kesepian Manipulasi


Otonomi Menarik Diri Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narsisisme
Saling Ketergantungan
1. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
masih dapat  diterima oleh norma-norma sosial budaya yang umum
berlaku atau individu tersebut masih dalam batas normal dalam
menyelesaikan masalahnya. Respon ini meliputi :
a. Menyendiri (solitude)
Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan
apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan merupakan

5
suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah-langkah
selanjutnya.
b. Otonomi
Merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
c. Kebersamaan
Merupakan suatu kondisi dalam hubungan interpersonal di mana
individu mampu untuk saling memberi dan menerima.
d. Saling ketergantungan
e. Merupakan suatu hubungan saling tergantung antara individu dengan
orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
2. Respon maladaptive
Respon maladaptiveadalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya lingkungan.
Respon maladaptif yang paling sering ditemukan adalah :
a. Menarik diri
Merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan
dalam membina hubungan secara terbuka dengan seseorang.
b. Tergantung (dependent)
Terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri atau
kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.
c. Manipulatif
Merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu
yang menganggap orang lain sebagai objek. Individu tersebut tidak
bisa membina hubungan sosial secara mendalam.
d. Impulsif
Individu impulsive tidak mampu membicarakan sesuatu, tidak mampu
belajar dari pengalaman, tidak dapat diandalkan.

6
e. Narcisisme
Pada individu narcisisme terdapat harga diri yang rapuh secara terus-
menerus, berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap
egosentris, pencemburu, marah jika orang lain tidak mendukung.
2.1.4 Manifestasi Perilaku Isolasi social
Menurut Budi Anna Kelia (2009), tanda dan gejala ditemuiseperti :
1. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
2. Menghindar dari orang lain (menyendiri).
3. Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan
klien lain/perawat.
4. Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.
5. Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas.
6. Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan
atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
7. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
8. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap
penyakit (rambut botak karena terapi).
9. Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri).
10. Gangguan hubungan sosial (menarik diri).
11. Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan).
12. Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.
2.1.5 Penerapan Proses Keperawatan Isolasi sosial
1. Memenuhi kebutuhan Biologis
a. Monitor intake dan output
b. Memperhatikan kebersihan diri
2. Komunikasi verbal dan non verbal
a. Sikap empati
b. Pilih topik pembicaraan dari klien
c. Kontak mata
d. Sentuhan halus

7
3. Melibatkan orang lain dengan klien
Awal hubungan perawat klien kemudian lanjut dengan orla.
4. Intervensi Keluarga
a. Bantu untuk mengerti kebutuhan klien
b. Bantu untuk selalu berkomunikasi dengan klien
c. Beri penjelasan proses pengobatan

2.2 Konsep Harga Diri Rendah


2.2.1 Definisi Harga Diri Rendah
Harga diri adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. ( Keliat, B A,2002)
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga,tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena
tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri. ( Keliat, 1998 dalam buku
Yosep,2009)
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri sendiri
atau kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak
langsung diekspresikan. ( Towsend,2008)
2.2.2 Rentang Respon Harga Diri Rendah

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi Harga diri Keracunan


Konsep diri Depersonalisasi
diri rendah identitas

1. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah
yang dihadapinya.
a. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif
dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat
diterima

8
b. Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai pengalaman
yang positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif
maupun yang negatif dari dirinya. (Eko P, 2014)
2. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketika dia tidak
mampu lagi menyelesaikan masalah yang dihadapi.
a. Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai
dirinya yang negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.
b. Keracunan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas sehingga
tidak memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.
c. Depersonalisasi (tidak mengenal diri) tidak mengenal diri yaitu
mempunyai kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu berhubungan
dengan orang lain secara intim. Tidak ada rasa percaya diri atau tidak
dapat membina hubungan baik dengan orang lain. (Eko P, 2014)
2.2.3 Proses terjadinya masalah Harga Diri Rendah
1. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronis menurut Herman
(2011) adalah penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang
kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada
orang lain, ideal diri yang tidak realistis. Faktor predisposisi citra tubuh
adalah :
a. Kehilangan atau kerusakan bagian tubuh
b. Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh akibat penyakit
c. Proses penyakit dan dampaknya terhadap struktur dan fungsi tubuh
d. Proses pengobatan seperti radiasi dan kemoterapi. Faktor predisposisi
harga diri rendah adalah :
1) Penolakan
2) Kurang penghargaan, pola asuh overprotektif, otoriter, tidak
konsisten, terlalu dituruti, terlalu dituntut
3) Persaingan antar saudara
4) Kesalahan dan kegagalan berulang

9
5) Tidak mampu mencapai standar. Faktor predisposisi gangguan
peran adalah :
a) Stereotipik peran seks
b) Tuntutan peran kerja
c) Harapan peran kultural. Faktor predisposisi gangguan identitas
adalah : ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari peer gruup
dan perubahan struktur social (Herman, 2011)
2. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya sebagian
anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh, mengalami
kegagalan, serta menurunnya produktivitas. Harga diri kronis ini dapat
terjadi secara situasional maupun kronik.
a. Trauma adalah masalah spesifik dengan konsep diri dimana situasi yang
membuat individu sulit menyesuaikan diri, khususnya trauma emosi
seperti penganiayaan seksual dan phisikologis pada masa anak-anak
atau merasa terancam atau menyaksikan kejadian yang mengancam
kehidupannya.
b. Ketegangan peran adalah rasa frustasi saat individu merasa tidak
mampu melakukan peran yang bertentangan dengan hatinya atau tidak
merasa sesuai dalam melakukan perannya. Ketegangan peran ini sering
dijumpai saat terjadi konflik peran, keraguan peran dan terlalu banyak
peran. Konflik peran terjadi saat individu menghadapi dua harapan
peran yang bertentangan dan tidak dapat dipenuhi. Keraguan peran
terjadi bila individu tidak mengetahui harapan peran yang spesifik atau
bingung tentang peran yang sesui
1) Trauma peran perkembangan
2) Perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan
3) Transisi peran situasi
4) Perubahan jumlah anggota keluarga baik bertambah atau berkurang
5) Transisi peran sehat-sakit

10
6) Pergeseran konsidi pasien yang menyebabkan kehilangan bagian
tubuh, perubahan bentuk , penampilana dan fungsi tubuh, prosedur
medis dan keperawatan. (Herman, 2011)
c. Perilaku
1) Citra tubuh
Yaitu menolak menyentuh atau melihat bagian tubuh tertentu,
menolak bercermin, tidak mau mendiskusikan keterbatasan atau
cacat tubuh, menolak usaha rehabilitasi, usaha pengobatan ,mandiri
yang tidak tepat dan menyangkal cacat tubuh.
2) Harga diri rendah diantaranya mengkritrik diri atau orang lain,
produkstivitas menurun, gangguan berhubungan ketengangan
peran, pesimis menghadapi hidup, keluhan fisik, penolakan
kemampuan diri, pandangan hidup bertentangan, distruktif kepada
diri, menarik diri secara sosial, khawatir, merasa diri paling
penting, distruksi pada orang lain, merasa tidak mampu, merasa
bersalah, mudah tersinggung/marah, perasaan negatif terhadap
tubuh.
3) Keracunan identitasdiantaranya tidak ada kode moral, kepribadian
yang bertentangan, hubungan interpersonal yang ekploitatif,
perasaan hampa, perasaan mengambang tentang diri, kehancuran
gender, tingkat ansietas tinggi, tidak mampu empati pada orang
lain, masalah estimasi.
4) Depersonalisasi meliputi afektif, kehidupan identitas, perasaan
terpisah dari diri, perasaan tidak realistis, rasa terisolasi yang kuat,
kurang rasa berkesinambungan, tidak mampu mencari kesenangan.
Perseptual halusinasi dengar dan lihat, bingung tentang seksualitas
diri, sulit membedakan diri dari orang lain, gangguan citra tubuh,
dunia seperti dalam mimpi, kognitif bingung, disorientasi waktu,
gangguan berfikir, gangguan daya ingat, gangguan penilaian,
kepribadian ganda. (Herman, 2011)

11
2.2.4 Jenis Harga Diri Rendah
Harga diri rendah merupakan penilaian individu tentang nilai personal
yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai
dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam
penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan,
dan kegagalan, tetapi merasa sebagai seseorang yang penting dan berharga.
Gangguan harga diri rendah merupakan masalah bagi banyak orang dan
diekspresikan melalui tingkat kecemasan yang sedang sampai berat. Umumnya
disertai oleh evaluasi diri yang negatif membenci diri sendiri dan menolak diri
sendiri. Gangguan diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara :
1. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus dioperasi, kecelakaan,
dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja. Pada pasien yang
dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena prifasi yang kurang
diperhatikan. Pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang
tidak sopan, harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak
tercapai karena dirawat/penyakit, perlakuan petugas yang tidak menghargai.
(Makhripah D & Iskandar, 2012)
2. Kronik
Yaitu perasaan negativ terhadap diri telah berlangsung lama,yaitu sebelum
sakit/dirawat. Pasien mempunyai cara berfikir yang negativ. Kejadian sakit
dan dirawat akan menambah persepsi negativ terhadap dirinya. Kondisi ini
mengakibatkan respons yang maladaptive, kondisi ini dapat ditemukan pada
pasien gangguan fisik yang kronis atau pada pasien gangguan jiwa.
(Makhripah D & Iskandar, 2012).
2.2.5 Tanda dan gejala Harga Diri Rendah
Menurut Carpenito dalam Keliat (2002) perilaku yang berhubungan dengan
harga diri rendah antara lain :
1. Mengejek dan mengkritik diri
2. Merasa bersalah dan khwatir, menghukum atau menolak diri sendiri.

12
3. Mengalami gejala fifk misalnya : tekanan darah tinggi, gangguan
penggunaan zat.
4. Menunda keputusan
5. Sulit bergaul
6. Menghindari kesenangan yang dapat member rasa puas
7. Menarik diri dari realitas, cemas panic, cemburu, curiga, halusinasi
8. Merusak diri, harga diri rendah menyokong klien untuk mengakhiri hidup
9. Merusak
10. /melukai orang lain
11. Perasaan tidak mampu
12. Pandangan hidup yang pesimistis
13. Tidak menerima pujian
14. Penurunan produktifitas
15. Penolakan terhadap kemampuan diri
16. Kurang memerhatikan perawatan diri
17. Berpakaian tidak rapi
18. Berkurang selera makan
19. Tidak berani menatap lawan bicara
20. Lebih banyak menunduk
21. Bicara lambat dengan nada suara lemah
Sedangkan menurut Stuart (2006) tanda- tanda klien dengan harga diri rendah
yaitu :
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri adalah akibat penyakit dan akibat
tindakan terhadap penyakit
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri
3. Merendahkan martabat
4. Gangguan hubungan sosial seperti menarik diri
5. Percaya diri kurang
6. Menciderai diri

13
2.2.6 Akibat Harga Diri Rendah
Harga diri rendah dapat diakibatkan oleh rendahnya cita-cita seseorang.
Hal ini mengakibatkan berkurangnya tantangan dalam mencapai tujuan.
Tantangan yang rendah menyebabkan upaya yang rendah. Selajutnya hal ini
menyebutkan penampilan seseorang yang tidak optimal. Harga diri rendah
muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari
kemampuanya.
Ketika seseorang mengalami harga diri rendah,maka akan berdampak pada
orang tersebut mengisolasi diri dari kelompoknya. Dia akan cenderung
menyendiri dan menarik diri.( Eko P,2014)
Harga diri rendah dapat berisiko terjadi isolasi sosial yaitu menarik
diri. Isolasi sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel
pada tingkah laku yang maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosial. (DEPKES, 2003)
2.2.7 Mekanisme koping Harga Diri Rendah
Mekanisme koping termasuk pertahanan koping jangka pendek atau jangka
panjang serta penggunaan mekanisme pertahanann ego untuk melindungi diri
sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan. Pertaahanan tersebut
mencakup berikut ini :
Jangka pendek :
Aktivitas yang memberikan pelarian semestara dari krisis identitas diri
( misalnya, konser musik, bekerja keras, menonton tv secara obsesif)
1. Aktivitas yang memberikan identitas pengganti semestara ( misalnya, ikut
serta dalam klub sosial, agama, politik, kelompok, gerakan, atau geng)
2. Aktivitas yang sementara menguatkan atau meningkatkan perasaan diri yang
tidak menentu ( misalnya, olahraga yang kompetitif, prestasi akademik,
kontes untuk mendapatkan popularitas)
Pertahanan jangka panjang mencakup berikut ini :
1. Penutupan identitas : adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang
terdekat tanpa memerhatikan keinginan, aspirasi, atau potensi diri individu

14
2. Identitas negatif : asumsi identitas yang tidak sesuai dengan nilai dan
harapan yang diterima masyarakat. Mekanisme pertahanan ego termasuk
penggunaan fantasi, disosiasi, isolasi, proyeksi, pengalihan ( displacement,
berbalik marah terhadap diri sendiri, dan amuk ). (Stuart, 2006)
2.2.8 Penatalaksanaan Harga Diri Rendah
Terapi pada gangguan jiwa skizofrenia dewasa ini sudah dikembnagkan
sehingga penderita tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih
manusiawi dari pada masa sebelumnya. Terapi yang dimaksud meliputi :
1. Psikofarmaka
Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang hanya
diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu
golongan generasi pertama (typical) dan golongan kedua (atypical). Obat
yang termasuk golongan generasi pertama misalnya chlorpromazine HCL
(psikotropik untuk menstabilkan senyawa otak), dan Haloperidol
(mengobati kondisi gugup). Obat yang termasuk generasi kedua misalnya,
Risperidone (untuk ansietas), Aripiprazole (untuk antipsikotik). (Hawari,
2001)
2. Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, penderita lain, perawat dan dokter, maksudnya supaya ia tidak
mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk
kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau
latihan bersama. (Maramis,2005)
3. Terapi Kejang Listrik (Electro Confulsive Terapi)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmal secara artifisial
dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang satu atau
dua temples. Terapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia yang tidak
mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang
listrik 4 – 5 joule/detik. (Maramis, 2005)

15
4. Terapi Modalitas
Terapi modalitas/ perilaku merupakan rencana pengobatan untuk skizofrenia
yang ditunjukan pada kemampuan dan kekurangan pasien. Teknik perilaku
menggunakan latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan
sosial. Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan praktis dalam
komunikasi interpersonal. Terapi kelompok bagi skizofrenia biasnya
memusatkan pada rencana dan masalah dalam hubungan kehidupan yang
nyata.
Terapy aktivitas kelompok dibagi empat yaitu terapi aktivitas kelompok
stimulus kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulus sensori, terapi
aktivitas kelompok stimulus realita, dan terapi aktivitas kelompok
sosialisasi. (Keliat dan Akemat, 2005).

2.3 Konsep Halusinasi


2.3.1 Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan
(stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya
padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001).
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca
indera (Isaacs, 2002). Persepsi merupakan tanggapan indera terhadap rangsangan
yang datang dari luar, dimana rangsangan tersebut dapat berupa rangsangan
penglihatan, penciuman, pendengaran, pengecapan dan perabaan. Interpretasi
(tafsir) terhadap rangsangan yang datang dari luar itu dapat mengalami gangguan
sehingga terjadilah salah tafsir (missinterpretation). Salah tafsir tersebut terjadi
antara lain karena adanya keadaan afek yang luar biasa, seperti marah, takut,
excited (tercengang), sedih dan nafsu yang memuncak sehingga terjadi gangguan
atau perubahan persepsi (Triwahono, 2004).
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan

16
dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik (Stuart & Sundenn,
1998).
Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada panca
indera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar/terbangun. (Maramis,
hal 119)

2.3.2 Proses Terjadinya Halusinasi.


Menurut Stuart (2007), Ada 2 faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah :
1. Faktor Predisposisi
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut :
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah
frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh
otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau
tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

17
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam)
dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor
dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan
(Keliat, 2006).
Sedangkan menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
2.4.3 Tahapan/Tingkatan Halusinasi
Menurut Stuart dan Laraia (2001), terdiri dari 4 fase :
Tahapan 1 :
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah
dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk
meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik
sendiri.
Tahapan 2 :

18
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan
mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat
ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan
tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan
untuk membedakan halusinasi dengan realita.

Tahapan 3 :
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada
halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain,
berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada
dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan
dengan orang lain.
Tahapan 4 :
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah
halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu
berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari
1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
2.4.4 Jenis-Jenis Halusinasi.
Menurut Stuart, (2007) jenis-jenis halusinasi dibedakan menjadi 7 yaitu
Halusinasi pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan, perabaan,
senestetik, dan kinestetik. Adapun penjelasan yang lebih detail adalah sebagai
berikut :
1. Halusinasi pendengaran
Karakteristik : Mendengar suara atau bunyi, biasanya orang. Suara dapat
berkisar dari suara yang sederhana sampai suara orang bicara mengenai
klien. Jenis lain termasuk pikiran yang dapat didengar yaitu pasien
mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang
dipikirkan oleh klien dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu yang
kadang-kadang berbahaya.
2. Halusinasi penglihatan

19
Karakteristik : Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar
geometris, gambar karton, atau panorama yang luas dan kompleks.
Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan atau yang
menakutkan seperti monster.

3. Halusinasi penciuman
Karakteristik : Mencium bau-bau seperti darah, urine, feses, umumnya bau-
bau yang tidak menyenangkan. Halusinasi penciuman biasanya
berhubungan dengan stroke, tumor, kejang, dan dimensia.
4. Halusinasi pengecapan
Karakteristik : Merasakan sesuatu yang busuk, amis, dan menjijikan seperti
darah, urine, atau feses.
5. Halusinasi Perabaan
Karakteristik : Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang
jelas, rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang
lain.
6. Halusinasi Senestetik
Karakteristik : Merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena
dan arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
7. Halusinasi Kinestetik
Karakteristik : Merasa pergerakan sementara bergerak tanpa berdiri.
2.4.5 Tanda dan Gejala Halusinasi
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah
sebagai berikut:
1. Bicara sendiri.
2. Senyum sendiri.
3. Terttawa sendiri.
4. Menggerakkan bibir tanpa suara.
5. Pergerakan mata yang cepat

20
6. Respon verbal yang lambat
7. Menarik diri dari orang lain.
8. Berusaha untuk menghindari orang lain.
9. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
10. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
11. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
12. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
13. Sulit berhubungan dengan orang lain.
14. Ekspresi muka tegang.
15. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
16. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
17. Tampak tremor dan berkeringat.
18. Perilaku panik.
19. Agitasi dan kataton.
20. Curiga dan bermusuhan.
21.   Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
22. Ketakutan.
23. Tidak dapat mengurus diri.
24. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.

2.5 Konsep Teori


2.5.1 Defenisi Konsep Diri
Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan
kepercayaan yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan
mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Konsep diri tidak terbentuk
waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang dalam
dirinya sendiri, dengan orang terdekat, dan dengan realitas dunia. (Budi Anna
Keliat, dkk. 2002).
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, perasaan, kepercayaan, serta
pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan memengaruhi individu
dalam berhubungan dengan orang lain. Konsep diri belum muncul saat bayi,

21
tetapi mulai berkembang secara bertahap. Bayi mampu mengenal dan
membedakan dirinya dengan orang lain serta mempunyai pengalaman dalam
berhubungan dengan orang lain. Konsep diri dipelajari melalui pengalaman
pribadi setiap individu, hubungan dengan orang lain, dan interaksi dengan dunia
di luar dirinya.Memahami konsep diri penting bagi perawat karena asuhan
keperawatan diberikan secara utuh bukan hanya penyakit tetapi menghadapi
individu yang mempunyai pandangan, nilai dan pendapat tertentu tentang
dirinya. ( Ah,Yusuf.2014 )
Kesimpulannya konsep diri adalah : Semua ide, pikiran, perasaan dan
keyakinan yang kuat dan merupakan persepsi yang bersangkutan tentang
karakteristik dan kemampuan interaksi dengan orang lain dan lingkungan serta
nilai yang dikaitkan dengan pengalaman dan objek sekitarnya serta tujuan dan
idealisme.
2.5.2 Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri
Individu semenjak lahir dan mulai tumbuh mula-mula mengenal dirinya
dengan mengenal dahulu orang lain. Saat kita masih kecil, orang penting yang
berada di sekitar kita adalah orang tua dan saudara-saudara. Bagaimana orang
lain mengenal kita, akan membentuk konsep diri kita, konsep diri dapat
terbentuk karena berbagai faktor baik dari faktor internal maupun eksternal.
Faktor-faktor tersebut menjadi lebih spesifik lagi dan akan berkaitan erat sekali
dengan konsep diri yang akan dikembangkan oleh individu. Faktor-faktor yang
mempengaruhi konsep diri tersebut yaitu:
1. Teori perkembangan
diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara bertahap
sejak lahir seperti mulai mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain.
Dalam melakukan kegiatannya memiliki batasan diri yang terpisah dari
lingkungan dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan melalui
bahasa, pengalaman atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pangalaman
budaya dan hubungan interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang
dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan
merealisasi potensi yang nyata.

22
2. Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat )
Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman
dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu
dengan cara pandangan diri merupakan interprestasi diri pandangan orang
lain terhadap diri, anak sangat dipengaruhi orang yang dekat, remaja
dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan dirinya, pengaruh orang
dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan
sosialisasi.
3. Self Perception (persepsi diri sendiri)
Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannnya, serta
persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri
dapat dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman yang
positif.Sehingga konsep diri merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari
perilaku individu.Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi
lebih efektif, yang dapat dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan
intelektual dan penguasaan lingkungan.Sedangkan konsep diri yang negatif
dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang terganggu.
Adapun faktor predisposisi pasien dengan gangguan konsep diri yaitu :
1. Faktor pridesposisi gangguan citra tubuh
a. Kehilangan atau kerusakan bagian tubuh (anatomi dan fungsi).
b. Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh (akibat perubahan dan
pertumbuhan dan perkembangan atau penyakit).
c. Proses patologik penyakit dan dampaknya terhadap struktur maupun
fungsi tubuh.
d. Prosedur pengobatan maupun radiasi, kemoterapi, transplantasi.
2. Faktor predisposisi gangguan harga diri
a. Penolakan dari orang lain
b. Kurang penghargaan
c. Pola asuh yang salah
d. Persaingan antar-saudara
e. Kesalahan dan kegagalan yang berulang

23
f. Tidak mampu mencapai standar yang ditentukan
3. Faktor predisposisi ideal diri
a. Cita-cita yang terlalu tinggi.
b. Harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan.
c. Ideal diri samar atau tidak jelas.

4. Faktor predisposisi gangguan peran


a. Transisi peran yang sering terjadi pada perose perkembangan, perubahan
situasi dan keadaan sehat sakit.
b. Ketegangan pean,ketika individu menghadapi dua harapan yang
bertentangan secara terus menerus yang tidak terpenuhi
c. Keraguan peran, ketika individu kurang pengetahuan tentang harapan
peran yang spesifik dan bingung tentang tingkah laku peran yang sesuai
d. Peran yang terlalu banyak.
5. Faktor predisposisi gangguan identitas diri:
a. Ketidakpercayaan orang tua kepada anak
b. Tekanan dari teman sebaya
c. Ptrubahan struktur social
6. Faktor presipitasi
Stresor pencetus dapat berasal dari sumber internal atau eksternal.
1. Trauma
Masalah spesifik sehubungan dengan konsep diri adalah situasi
yang membuat individu sulit menyusaikan diri atau tidak dapat menerima
khususnya trauma emosi seperti penganiayaan fisik, seksual dan
psikologis pada masa anak-anak atau merasa terancam kehidupanya atau
menyaksiakan kejadianberupa tindakan kejahatan.Trauma seperti
penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan peristiwa yang
mengancam kehidupan
2. Ketegangan peran
Ketegangan peran adalah perasaan frustasi ketika individu tidak
adekuat melakukan peran yang bertentangan dengan hatinya atau tidak

24
merasa cocok dalam melakukan peranya, ketegangan peran ini sering
dijumpai saat terjadi konflik peran, keraguan peran dan terlalu banyak
peran.Konflik peran terjadi saat indiviidu menghadapi dua harapan yang
bertentangan dan tidak dapat dipenuhi.
Pada Perjalanan kehidupan, individu sering mengalami transisi
peran yang beragam. Transisi peran yang sering terjadi adalah
perkembangan, situasi dan sehat sakit.
Transisi peran perkembangan.Setiap perkembangan dapat
menimbulkan ancaman terhadap identitas. Ketegangan Peran
berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dan individu
mengalaminya sebagai frustrasi.
Ada 3 jenis transisi :
a. Transisi Peran Perkembangan adalah perubahan normatif yang
berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap
perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-
norma budaya, nilai-nilai, serta tekanan untuk menyesuaikan diri.
b. Transisi Peran Situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c. Transisi Peran Sehat-sakit terjadi akibat pergeseran dari keadaan
sehat ke keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh
:Kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan
atau fungsi tubuh, perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh
kembang normal, prosedur medis dan keperawatan.
2.5.3 Rentang Respon Konsep Diri
Konsep diri seseorang terletak pada suatu rentang respons antara ujung adaptif
dan ujung maladaptif, yaitu aktualisasi diri, konsep diri positif, harga diri rendah,
kerancuan identitas, dan depersonalisasi.

Respons adaptif Respons maladaptif

25
Aktualisasi Konsep diri Harga diri Keracunan
Depersonalisasi
diri positif rendah identitas

Sumber : ( Keliat, B A,2002)

Rentang respons konsep diri yang paling adaptif adalah aktualisasi diri.
Menurut Maslow karakteristik aktualisasi diri meliputi:
1. Realistik,
2. Cepat menyesuaikan diri dengan orang lain,
3. Persepsi yang akurat dan tegas,
4. Dugaan yang benar terhadap kebenaran/kesalahan,
5. Akurat dalam memperbaiki masa yang akan datang,
6. Mengerti seni, musik, politik, filosofi,
7. Rendah hati,
8. Mempunyai dedikasi untuk bekerja,
9. Kreatif, fleksibel, spontan, dan mengakui kesalahan,
10. Terbuka dengan ide-ide baru,
11. Percaya diri dan menghargai diri,
12. Kepribadian yang dewasa,
13. Dapat mengambil keputusan,
14. Berfokus pada masalah,
15. Menerima diri seperti apa adanya,
16. Memiliki etika yang kuat,
17. Mampu memperbaiki kegagalan
2.5.4 Pembagian Konsep Diri
Sumber : ( Keliat, B A,2002)
CITRA TUBUH

IDEAL DIRI KONSEP DIRI HARGA DIRI

PERAN IDENTITAS DIRI

26
1. Citra Tubuh
Citra tubuh adalah kumpulan sikap individu baik yang disadari
maupun tidak terhadap tubuhnya, termasuk persepsi masa lalu atau sekarang
mengenai ukuran, fungsi, keterbatasan, makna, dan objek yang kontak
secara terus-menerus (anting, make up, pakaian, kursi roda, dan sebagainya)
baik masa lalu maupun sekarang. Citra tubuh merupakan hal pokok dalam
konsep diri. Citra tubuh harus realistis karena semakin seseorang dapat
menerima dan menyukai tubuhnya ia akan lebih bebas dan merasa aman
dari kecemasan sehingga harga dirinya akan meningkat. Sikap individu
terhadap tubuhnya mencerminkan aspek penting dalam dirinya misalnya
perasaan menarik atau tidak, gemuk atau tidak, dan sebagainya.
2. Ideal Diri
Persepsi individu tentang seharusnya berperilaku berdasarkan
standar, aspirasi, tujuan, atau nilai yang diyakininya. Penetapan ideal diri
dipengaruhi oleh kebudayaan, keluarga, ambisi, keinginan, dan kemampuan
individu dalam menyesuaikan diri dengan norma serta prestasi masyarakat
setempat. Individu cenderung menyusun tujuan yang sesuai dengan
kemampuannya, kultur, realita, menghindari kegagalan dan rasa cemas,
serta inferiority. Ideal diri harus cukup tinggi supaya mendukung respek
terhadap diri tetapi tidak terlalu tinggi, terlalu menuntut, serta samar-samar
atau kabur. Ideal diri akan melahirkan harapan individu terhadap dirinya
saat berada di tengah masyarakat dengan norma tertentu. Ideal diri berperan
sebagai pengatur internal dan membantu individu mempertahankan
kemampuannya menghadapi konflik atau kondisi yang membuat
bingung.Ideal diri penting untuk mempertahankan kesehatan dan
keseimbangan mental.
3. Harga Diri

27
Penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dan menganalisis
seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri. Harga diri diperoleh dari diri
sendiri dan orang lain. Individu akan merasa harga dirinya tinggi bila sering
mengalami keberhasilan. Sebaliknya, individu akan merasa harga dirinya
rendah bila sering mengalami kegagalan, tidak dicintai, atau tidak diterima
lingkungan. Harga diri dibentuk sejak kecil dari adanya penerimaan dan
perhatian. Harga diri akan meningkat sesuai meningkatnya usia dan sangat
terancam pada masa pubertas. Coopersmith dalam buku Stuart dan Sundeen
(2002) menyatakan bahwa ada empat hal yang dapat meningkatkan harga
diri anak, yaitu:
a. Memberi kesempatan untuk berhasil,
b. Menanamkan idealisme,
c. Mendukung aspirasi/ide,
d. Membantu membentuk koping.
4. Peran
Serangkaian pola sikap, perilaku, nilai, dan tujuan yang diharapkan
oleh masyarakat sesuai posisinya di masyarakat/kelompok sosialnya. Peran
memberikan sarana untuk berperan serta dalam kehidupan sosial dan
merupakan cara untuk menguji identitas dengan memvalidasi pada orang
yang berarti. Hal-hal yang memengaruhi penyesuaian individu terhadap
peran antara lain sebagai berikut.
a. Kejelasan perilaku yang sesuai dengan peran dan pengetahuannya
tentang peran yang diharapkan.
b. Respons/tanggapan yang konsisten dari orang yang berarti terhadap
perannya.
c. Kesesuaian norma budaya dan harapannya dengan perannya.
d. Perbedaan situasi yang dapat menimbulkan penampilan peran yang
tidak sesuai.
5. Identitas Diri
Identitas adalah kesadaran tentang “diri sendiri” yang dapat
diperoleh individu dari observasi dan penilaian terhadap dirinya, serta

28
menyadari individu bahwa dirinya berbeda dengan orang lain. Pengertian
identitas adalah organisasi, sintesis dari semua gambaran utuh dirinya, serta
tidak dipengaruhi oleh pencapaian tujuan, atribut/jabatan, dan peran.Dalam
identitas diri ada otonomi yaitu mengerti dan percaya diri, hormat terhadap
diri, mampu menguasai diri, mengatur diri, dan menerima diri.
Ciri individu dengan identitas diri yang positif adalah sebagai berikut :
a. Mengenal diri sebagai individu yang utuh terpisah dari orang lain.
b. Mengakui jenis kelamin sendiri.
c. Memandang berbagai aspek diri sebagai suatu keselarasan.
d. Menilai diri sesuai penilaian masyarakat.
e. Menyadari hubungan masa lalu, sekarang dan yang akan datang.
f. Mempunyai tujuan dan nilai yang disadari.
Ciri individu yang berkepribadian sehat antara lain sebagai berikut :
a. Citra tubuh positif dan sesuai.
b. Ideal diri realistis.
c. Harga diri tinggi.
d. Penampilan peran memuaskan.
e. Identitas jelas.
Respon konsep diri sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari
status aktualisasi diri yang paling adaptif sampai status kerancuan identitas
serta depersonalisasi yang lebih maladaptif. Kerancuan identitas ini
merupakan suatu kegagalan individu untuk mengintegrasikan berbagai
identifikasi masa kanak-kanak ke dalam kepribadian psikososial dewasa
yang harmonis. Depersonalisasi ialah suatu perasaan tidak realistis dan
mereka asing dengan diri sendiri. Hal ini berhubungan dengan tingkat
ansietas panik dan kegagalan dalam uji realitas. Individu mengalami
kesulitan membedakan diri sendiri dari orang lain, dan tubuhnya sendiri
terasa tidak nyata dan asing baginya.
2.5.5 Gangguan Konsep Diri
1. Perubahan perilaku
Perubahan perilaku pada gangguan citra tubuh:

29
a. Menolak menyentuh atau melihat bagian tubuh tertentu
b. Menolak bercermin
c. Tidak mau mendiskusikan keterbatasan atau cacat tubuh
d. Menolak usaha rehabilitasi
e. Usaha pengobatan mandiri yang tidak tepat
f. Menyangkal cacat tubuh
2. Perubahan prilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah
a. Mengkritik diri sendiri
b. Merasa bersalah dan khawatir
c. Merasa tidak mampu
d. Menunda keputusan
e. Gangguan berhubungan
f. Menarik diri dari realita
g. Merusak diri
h. Membesar-besarkan diri sebagai orang penting
i. Prasaan negatif terhadap tubuh
j. Ketegangan peran
k. Pesimis menghadapi hidup
l. Keluhan fisisk
m. Penyalagunaan zat
3. Perubahan prilaku yang berhubungan dengan kerancuan identitas:
a. Tidak melakukan kode moral
b. Kepribadian yang bertentangan
c. Hubungan interpersonal yang eksploitatif
d. Perasaan hampa
e. Perasaan mengambang tentang diri
f. Kekacauan identitas seksual
g. Kecemasan yang tinggi
h. Ideal diri tidak realistis
i. Tidak mampu berempati terhadap orang lain
4. Perubahan prilaku yang berhubungan dengan depresonalisasi:

30
a. Afektif
1) Kehilangan identitas diri
2) Merasa asing dengan diri sendiri
3) Perasan tidak nyata
4) Merasa sangat terisolasi
5) Tidak ada perasaan berkesinambungan
6) Tidak mampu mencari kesenangan
b. Persepsi
1) Halusinasi penglihatan/pendengaran
2) Kekacauan identitas seksual
3) Sulit membedakian diri dengan orang lain
4) Gangguan citra tubuh
5) Menjalani kehidupan seperti dalam mimpi
c. Kongnitif
1) Bingung
2) Disorientasi waktu
3) Gangguan berpikir
4) Gangguan daya ingat
5) Gangguan penilaian
d. Perilakku
1) Pasif
2) Komunikasi tidak sesuai
3) Kurang spontanisasi
4) Kurang pengendalian diri
5) Kurang mampu membuat keputusan
6) Menari diri dari hubungan social

31
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Isolasi Sosial Menarik Diri


3.1.1 Pengkajian.
1. Identitas.
Nama klien, umur, jenis kelamin, pendidikan klien, alamat, dan agama.
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan, hubungan
dengan klien.
3. Keluhan utama :Keluhan utama yang menyebabkan pasien dibawa ke
rumah sakit biasanya akibat adanya kemunduran kemauan dan kedangkalan
emosi.
4. Faktor Predisposisi.
Faktor predisposisi sangat erat kaitannya dengan faktor etiologi yakni
keturunan, endokrin, metabolisme, susunan saraf pusat, dan kelemahan ego.
5. Psikososial.
a. Genogram Keluarga
b. Konsep Diri.
c. Hubungan Sosial.
d. Spiritual.
e. Aktivitas spiritual.
6. Status Mental.
a. Penampilan diri.
b. Pembicaraan.
c. Aktivitas Motorik.
d. Emosi.

32
e. Efek.
f. Interaksi selama wawancara.
g. Persepsi.
h. Proses Berfikir
i. Kesadaran.
j. Memori.
k. Kemampuan Penilaian.
l. Tilik Diri.
m. Kebutuhan Sehari-hari.
3.1.2 Diagnosis Keperawatan.
Diagnosa yang sering muncul antara lain :
1. Isolasi sosial berhubungan dengan kurangnya rasa percaya kepada orang
lain, panik, regresi ke tahap perkembangan sebelumnya, sukar berinteraksi
dengan orang lain pada masa lampau.
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan denganketidakmampuan untuk
percaya kepada orang lain, panik, regresi ke tahap perkembangan
sebelumnya, menarik diri.
3. Sindrom kurang perawatan diri berhubungan denganmenarik diri, regresi.
3.1.3 Intervensi Keperawatan.
Diagnosa 1 : Isolasi sosial berhubungan dengankurangnya rasa percaya kepada
orang lain, panik, regresi ke tahap perkembangan sebelumnya, sukar berinteraksi
dengan orang lain pada masa lampau.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan klien
mampu mendemontrasikan keinginan dan hasrat untuk bersosialisasi dengan
orang lain.
Kriteria Hasil :
1. Klien mampu mendemontrasikan keinginan dan hasrat untuk bersosialisasi
dengan orang lain.
2. Klien mampu mengikuti aktivitas kelompok tanpa disuruh.

33
3. Klien mampu melakukan pendekatan interaksi satu-satu dengan orang lain
dengan cara yang sesuai / dapat diterima.
Intervensi dan rasional :
1. Perlihatkan sikap menerima dengan cara melakukan kontak yang sering tapi
singkat.
R/ :Sikap menerima dari orang lain akan meningkatkan harga diri pasien
dan memfasilitasi rasa percaya kepada orang lain.
2. Perlihatkan penguatan positif pada pasien.
R/: Penguatan akan meningkatkan harga diri pasien dan mendorong
pengulangan perilaku tersebut.
3. Temani pasien untuk memperlihatkan dukungan selama aktivitas kelompok
yang mungkin merupakan hal yang menakutkan atau sukar bagi pasien.
R/: Kehadiran seseorang yang dipercaya akan memberikan rasa aman bagi
pasien.
4. Berikan pengakuan dan penghargaan tanpa disuruh pasien dapat berinteraksi
dengan orang lain.
R/: Pasien merasa menjadi orang yang berguna.
5. Berikan obat-obat penenang sesuai program pengobatan pasien.
R/: Obat-obat anti psikosis menolong orang untuk menurunkan gejala psikosis
pada seseorang sehingga memudahkan interaksi dengan orang lain.

Diagnosa 2 : Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan


ketidakmampuan untuk percaya kepada orang lain, panik, regresi ke tahap
perkembangan sebelumnya, menarik diri.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan Klien
mampu berkomunikasi dengan cara yang dapat dimengerti dan diterima orang
lain.
Kriteria Hasil :
1. Klien mampu berkomunikasi dengan cara yang dapat dimengerti dan
diterima orang lain.

34
2. Pesan non verbal klien sesuai dengan verbalnya.
3. Klien mampu mengakui bahwa disorganisasi pikiran dan kelainan
komunikasi verbal terjadi pada saat adanya peningkatan ansietas.
Intervensi dan rasional :
1. Gunakan teknik validasi dan klarifikasi untuk mengerti pola komunikasi
pasien.
R/: Teknik ini menyatakan kepada pasien bagaimana klien dimengerti oleh
orang lain, sedangkan tanggung jawab untuk mengerti ada pada perawat.
2. Pertahankan konsistensi perawat yang bertugas.
R/ :Memudahkan rasa percaya dan kemampuan untuk mengerti tindakan
dan komunikasi pasien.
3. Jelaskan kepada pasien dengan cara yang tidak mengancam bagaimana
perilaku dan pembicaraannya diterima dan mungkin juga dihindari oleh
orang lain.
R/ :Teknik ini untuk meningkatkan hubungan saling percaya antara perawat
dan pasien, serta pasien dengan lingkungannya.
4. Jika pasien tidak mampu atau tidak ingin bicara (autisme), gunakan teknik
mengatakan secara tidak langsung.
R/ :Hal ini menyampaikan rasa empati, mengembangkan rasa percaya dan
mendorong pasien mendiskusikan hal-hal yang menyakitkan dirinya.
5. Antisipasi dan penuhi kebutuhan pasien sampai pola komunikasi yang
memuaskan kembali.
R/ :Kenyamanan dan keamanan pasien merupakan prioritas keperawatan.

Diagnosa 3 : Sindrom kurang perawatan diri b.d. menarik diri, regresi.


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan Klien
makan sendiri tanpa bantuan.
Kriteria Hasil :
1. Klien makan sendiri tanpa bantuan.

35
2. Klien memilih pakaian yang sesuai, berpakaian merawat dirinya tanpa
bantuan.
3. Klien mempertahankan kebersihan diri secara optimal dengan mandi setiap
hari dan melakukan prosedur defekasi dan berkemih tanpa bantuan.
Intervensi dan rasional :
1. Dukung pasien untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari sesuai tingkat
kemampuan pasien.
R/ :Keberhasilan menampilkan kemandirina dalam melakukan aktifitas akan
meningkatkan harga diri.
2. Dukung kemandirian pasien, tetapi berikan bantuan saat pasien tidak dapat
melakukan beberapa kegiatan.
R/ :Kenyamanan dan keamanan pasien merupakan prioritas dalam
keperawatan.
3. Berikan pengakuan dan penghargaan positif untuk kemampuannya mandiri.
R/ :Penguatan positif akan meningkatkan harga diri dan mendukung
pengulangan perilaku yang diharapkan.
4. Perlihatkan secara konkret, bagaimana melakukan kegiatan yang menurut
pasien sulit melakukannya.
R/ :Penjelasan harus sesuai dengan tingkat pengertian yang nyata.
5. Buat catatan secara rinci tentang makanan dan cairan.
R/ :Informasi penting untuk mendapatkan gambaran nutrisi yang adekuat.

3.2 Harga Diri Rendah


3.2.1 Pohon Masalah Harga Diri Rendah

Effeck

Isolasi Sosial : Menarik diri

Core Problem

Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah


Kronik Causa

Koping Individu Inefektif


36
Gambar : Mukhripah D& Iskandar (2012)

3.2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa Keperawatan yang sering muncul
1. Isolasi sosial menarik diri b/d harga diri rendah
2. Gangguan konsep diri: Harga diri rendah berhubungan dengan koping
individu inefektif

3.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan


TUJUAN INTERVENSI

Tujuan umum :
Pasien memiliki konsep diri yang positif Bina hubungan saling percaya dengan mengung
Tujuan khusus : kapkan prinsip komunikasi terapeutik:
TUK 1 : 1. Sapa pasien dengan ramah baik verbal
Pasien dapat membina hubungan saling maupun non verbal
percaya dengan perawat 2. Perkenalkan diri dengan sopan
kriteria hasil: 3. Tanyakan nama lengkap pasien dan nama
setelah…..x interaksi, pasien menunjuk panggilan yang disukai pasien
kan ekspresi wajah bersahabat, menunjuk 4. Jelaskan tujuan pertemuan
kan rasa senang, ada kontak mata, mau 5. Jujur dan menepati janji
berjabat tangan, mau menyebut nama, 6. Tunjukkan sikap empati dan menerima pasien
mau menjawab salam, pasien mau duduk, apa adanya
berdampingan dengan perawat, mau 7. Beri perhatian kepada pasien dan perhatikan
mengutarakan masalah yang dihadapi kebutuhan dasar pasien

TUK 2 : 1. Diskusikan kemampuan aspek positif ,


Pasien dapat mengidentifikasi kemampu keluarga dan lingkungan yang dimiliki pasien
an dan aspek positif yang dimiliki 2. Bersama pasien membuat daftar
Kriteria hasil: tentang :
Setelah.….x interaksi pasien dapat a. Aspek positif pasien, keluarga, dan
menyebutkan: lingkungan
a. Kemampuan yang dimiliki pasien b. Kemampuan yang dimiliki pasien
b. Aspek positif keluarga 3. Utamakan memberi pujian yang realistik dan
c. Aspek positif lingkungan hindarkan penilaian negatif
TUK 3 : 1. Diskusikan dengan pasien kemampuan yang

37
Pasien dapat menilai kemampuan yang di masih dapat dilaksanakan dan digunakan
miliki untuk digunakan, kriteria hasil: selama sakit
Setelah…..x interaksi pasien dapat menye 2 Diskusikan kemampuan yang dapat
butkan kemampuan yang dapat digunakan dilanjutkan penggunaannya
1. Rencanakan bersama pasien aktivitas yang
TUK 4 :
dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
Pasien dapat (menetapkan)
a. Kegiatan mandiri
merencanakan kegiatan sesuai
b. Kegiatan dengan bantuan
dengan kemampuan yang dimiliki
c. Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
Kriteria hasil:
2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi
Setelah…..x interaksi, pasien
kondisi pasien
mampu membuat rencana kegiatan
3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang
harian
boleh pasien lakukan
TUK 5 : 1. Beri kesempatan pada pasien untuk mencoba
Pasien dapat melakukan kegiatan kegiatan yang telah direncanakan
sesuai dengan rencana yang telah 2. Pantau kegiatan yang dilaksanakan pasien
dibuat 3. Beri pujian atas keberhasilan pasien
Kriteria hasil : 4. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan
Setelah…..x pertemuan,pasien dapat mela kegiatan setelah pasien pulang
kukan kegiatan jadwal yang telah dibuat
TUK 6 :
1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga ten
Pasien dapat memanfaatkan system
tang cara merawat pasien dengan harga diri
pendukung yang ada
rendah
Kriteria hasil:
2. Bantu keluarga memberikan dukungan selama
Setela…..x pertemuan, pasien memanfa-
pasien dirawat
at kan system pendukung yang ada di
3. Bantu keluaga menyiapkan lingkungan rumah
keluarga
TUK 7 : Diskusikan dengan pasien dan keluarga tentang
Pasien dapat memanfaatkan obat dengan dosis , frekuensi dan manfaat obat
baik. Kriteria hasil: 1. Anjurkan pasien meminta sendiri obat pada
Setelah….. pertemuan perawat, dan merasakan manfaatnya
1. Pasien dan keluarga dapat menyebutkan 2. Anjurkan pasien dengan bertanya kepada
manfaat, dosis dan efek samping obat dokter tentang efek dan efek samping obat
2. Pasien dapat mendemonstrasikan yang dirasakan.
penggunaan obat 3. Diskusikan akibat berhentinya tanpa
3. Pasien termotivasi untuk berbicara konsultasi
dengan perawat apabila dirasakan ada 4. Bantu pasien menggunakan obat dengan
efek samping obat prinsip 5 benar
4. Pasien memahami akibat berhentinya
obat
5. Pasien dapat menyebutkan prinip 5

38
benar penggunaan obat
(Eko prabowo,konsep dan aplikasi asuhan keperawatan jiwa, 2014:213-214)

3.3 Ansietas (Cemas)


3.3.1 Pengkajian
Dalam bagian ini perawat harus dapat memahami dan menangani pasien
yang mengalami diagnosis keperawatan ansitas, baik menggunakan cara
individual maupun kelompok. Bagian ini juga memberikan pedoman dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga pasien dengan kecemasan.
Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang
berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini
tidak memiliki objek yang spesifik. Ansietas dialami secara subjektif dan di
komunikasikan secaar interpersonal.
Adapun tanda dan gejala dari ansietas:
a. Perilaku gelisah
b. Ketegangan fisik
c. Tremor
d. Kurang koordinasi
e. Cenderung mengalami cedera
f. Menarik diri dari hubungan interpersonal
g. Kreativitas menurun

1. Data dasar
Pengkajian ini penting dilakukan untuk mengetahui latar belakang, status
sosial ekonomi, adat/kebudayaan, dan keyakinan spiritual, sehingga mudah
dalam komunikasi dan menentukan tindakan keperawatan yang sesuai.
a. Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama,
suku bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan,
alamat,nomor register, diagnosa medis, sumber biaya, dan sumber
informasi). Terjadi pada semua umur baik laki-laki maupun perempuan.

39
b. Identitas Penanggung jawab (nama, jenis kelamin, umur, status
perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan,
pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan pasien).

2. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi secara umum yang mempengaruhi terjadinya
ansietas:
a. Panik
b. Ketegangan menghadapi sesuatu
c. Kurang percaya diri
d. Ketakutan kehilangan
e. Preoperasi
f. Obsesius
Menurut beberapa teori terjadinya faktor predisposisi, yaitu:
a. Teori Psikoanalisa
Ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara antara 2 elemen
kepribadian – id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan
impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan hati nurani
seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego
berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan dan
fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
b. Teori Interpersonal
Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan
dan penolakan interpersonal. Ansietas berhubungan dengan
perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang
menimbulkan kelemahan spesifik. Orang yang mengalami harga diri
rendah terutama mudah mengalami perkembangan ansietas yang berat.
c. Teori Perilaku
Ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Pakar perilaku menganggap sebagai dorongan belajar

40
berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan.
Individu yang terbiasa dengan kehidupan dini dihadapkan pada
ketakutan berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas dalam
kehidupan selanjutnya.
d. Kondisi keluarga
Ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam keluarga. Ada
tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan antara gangguan ansietas
dengan depresi. Faktor ekonomi, latar belakang pendidikan
berpengaruh terhadap terjadinya ansietas.
e. Keadaan Biologis
Keadaan biologis menunjukkan bahwa otak megandung reseptor
khususuntuk benzodiasepin, obat-obatan yang meningkatkan
neuroregulator inhibisi asam-asam gama-aminobutirat (GABA), yang
berperan penting dalam mekanisme biologis yang berhubungan dengan
ansietas
3. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dibedakan menjadi:
a. Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan
fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
b. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan
identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.
4. Mekanisme Koping
Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan dua jenis mekanisme
koping sebagai berikut :
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang di sadari dan
berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realistik tuntutan
situasi stres, misalnya perilaku menyerang untuk mengubah atau
mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan, Menarik diri untuk
memindahkan dari sumber stress, Kompromi untuk mengganti tujuan
atau mengorbankan kebutuhan personal.

41
b. Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi ansietas ringan dan
sedang, tetapi berlangsung tidak sadar dan melibatkan penipuan diri dan
distorsi realitas dan bersifat maladaptif.

5. Perilaku
Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologi
dan perilaku dan secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau
mekanisme koping dalam upaya melawan kecemasan. Intensietas perilaku
akan meningkat sejalan dengan peningkatan tingkat kecemasan.
Respon fisiologis terhadap ansietas meliputi:
a. Sistem kardiovaskuler: jantung berdebar, palpitasi, tekanan darah
meningkat, rasa ingin pingsan, tekanan darah menurun, denyut nadi
menurun.
b. Sistem respirasi: napas cepat, sesak napas, tekanan pada dada, napas
dangkal, sensasi tercekik.
c. Neuromuskuler: reflex meningkat, reaksi terkejut, mata berkedip-kedip,
insomnia, kelemahan umum.
d. Gangguan intestinal : kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa
tidak nyaman pada abdomen, nyeri abdomen, mual, nyeri, ulu hati,
diare.
e. Perkemihan: sering berkemih
f. Kulit: berkeringat setempat, gatal, rasa panas dan dingin pada kulit,
wajah pucat.
Respon perilaku meliputi: motorik, afektif, dan kognitif.
6. Data yang perlu di kaji
a. Data subyektif:
b. Data obyektif:
7. Status kesehatan mental
a. Kebenaran data:
Apakah semua informasi yang diberikan oleh klien sesuai dengan apa
yang disampaikan oleh keluarganya saat melakukan kunjungan rumah.

42
b. Status sensorik:
Kaji apakah ada gangguan pada penglihatan, pendengaran, penciuman,
dan pengecapan dan perabaan.

c. Status persepsi
Klien mendengarkan suara-suara yang membisik di telinganya, klien
sering melamun, menyendiri, senyum sendiri karena mendengar
sesuatu,atau kadang-kadang mata menatap tajam seperti mengawasi
sesuatu.
d. Status motorik
Motorik kasar: cara klien berjalan, berpakaian, dan berbicara apakah
masih terkontrol atau tidak.
Motorik halus : misalnya Klien mampu menulis, menggenggam
sesuatu, memasukan kancing ke dalamlubang kancing tanpa tremor.
e. Efek
Emosi yang ditunjukan sesuai dengan apa yang di ungkapkan.
Misalnya jika klien menceritakan hal-hal yang lucu, klien turut tertawa.
f. Orientasi
Klien mengenal orang yang ada di sekitarnya, Klien mengetahui tentang
waktu.
g. Ingatan
Apakah Klien masih mengingat apa yang di alaminya selama ini,
Apakah klien kehilangan sebagaian memori yang di ingatnya.
8. Pengkajian psikologis
a. Status emosi
Suasana hati yang menonjol adalah tampak purtus asa. Ekspresi muka
tampak datar. Saat berinteraksi, klien mampu menjawab pertanyaan
perawat dengan jawaban sejelas-jelasnya. Apakah Perasaan klien saat
ini cukup baik.
b. Konsep diri

43
Tanyakan apa yang di inginkan oleh kilen, pandangan hidup yang
bertentangan, menarik diri dari realitas dll.
c. Gaya komunikasi
Apakah klien berbicara secara santai, sulit di ajak berkomunikasi
dll.Perhatikan juga ekspresi nonverbal saat berinteraksi tampak serius
dan antusias, ada kontak mata.
d. Pola interaksi
Bagaimana cara klien berinteraksi dengan perawat, dengan anggota
keluarga yang lain di rumah.
e. Pola pertahanan
Bila mengatasi situasi yang sangat menekan atau sedih, klien lebih suka
berdiam diri di kamar, melamun. Klien mengatakan tidak
9. Pengkajian social
a. Pendidikan dan pekerjaan
b. Hubungan social
c. Faktor sosial budaya
d. Gaya hidup
3.3.2 Pohon Masalah
1. Gangguan pola tidur
2. Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain
3. Resiko gangguan persepsi sensori dan audiotori : halusinasi
4. Resiko perilaku kekerasan
5. Mudah lelah
6. Intoleransi aktivitas
7. Defisit perawatan diri
8. Koping individu tidak efektif
9. Ansietas (Core problem)
 
3.3.3 Diagnosa Keperawatan
1. Resiko menciderai diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan ansietas
2. Ansietas berhubungan dengan koping individu tidak efektif.

44
3.3.4 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Perencanaan Intervensi Rasional
Resiko TUM: 1. Melihat/observasi ada 1. Intervensi diperlukan jika klien
mencederai Klien menahan tidaknya perilaku melakukan tindak kekerasan ter
diri sendiri diri untuk tidak kekerasan. hadap diri sendiri dan orang lain.
dan orang membahayakan
lain b/d diri dan orang 2. Diskusikan ansietas, 2. Ansietas hebat sering kali mengaki
ansietas lain. perasaan, dan bagaimana batkan hilangnya kontrol diri dan
peningkatan ketegangan sering menimbulkan tindakan
TUK 1: dapat menyebabkan permusuhan.
Klien mengatakan permusuhan.
perasaan agresif 3. Bantu merawat diri 3. Membicarakan tentang rasa marah
tetapi tidak dengan cara mengikuti akan menurunkan kecenderu ngan
melakukannya kecemasan. klien untuk menindaklanjuti.

TUK 2 : 4. Bantu klien untuk 4. Identifikasi dini terhadap peningka


Klien mengidentifikasi isyarat tan ketegangan dapat mencegah
memperagakan yang mengindikasikan klien kehilangan kontrol dan
keterampilan peningkatan frustasi yang melukai diri sendiri dan orang lain
koping yang dapat menimbulkan
sesuai untuk prilaku merusak
mengatasi distres 5. Dorong klien untuk 5. Kesadaran diri adalah langkah awal
yang hebat. membentuk kesadaran diri untuk memfasilitasi kontrol diri.
akan prilaku non verbal
dan pernyataan verbal
yang menunjukkan
memuncaknya ansietas
6. Ajari klien tentang cara- 6. Penyaluran energi fisik yang
cara penyaluran ansietas nyaman akan memampukan klien
secara fisik. mengurangi ansietas dengan cara
yang konstruktif
7. Bantu klien mempelajari 7. Keterampilan asertif dan ekspresi
keterampilan asertif dan emosi yang sesuai akan membantu
ekspresi yang sesuai untuk klien menyelesaikan masalah, jika
emosinya yang kuat. masalah tersebut muncul dan
menyebarkan kemungkinan agresi.
8. Bersama dengan klien 8. Intervensi ini memberi waktu
melakukan upaya kepada klien untuk mengatasi
pengembangan toleransi situasi stres dan dapat mencegah
terhadap frustasi dan episode kekerasan.
kekecewaan.

45
9. Dorong klien untuk 9. Bantuan berkelanjutan memampu
meminta bantuan dari kan klien untuk tetap berada dalam
sumber-sumber ansietas. kontrol dalam situasi stres dan me
mikul tanggung jawab atas
perilakunya.
Ansietas TUM: 1. Dorong pasien 1. Perasaan sakit yang tidak diakui
b/d koping Klien mengungkapkan secara adalah stressor, mengungkapkan
individu menunjukkan verbal perasaan yang kuat, perasaan yang tidak nyaman
tidak kemampuan
tidak nyaman, khususnya membantu meredakan stres
efektif. mengatasi panik
dengan ansietas, rasa bersalah, &
mengurangi frustasi.
perilaku penyebab 2. Bantu klien mengidentifi 2. Sebelum klien dapat memperoleh
panik kasi stressor internal yang kendali terhadap serangan, stressor
umumnya terjadi sebelum yang b/d panik harus di
TUK 1: serangan. identifikasi.
Pasien bercerita
tentang stressor
kehidupan, yang 3. Diskusikan dan analisa si 3. Analisis stimulus eksternal yang
b.d serangan tuasi panik dengan klien, menyertai panik membantu klien
panik di masa berfokus pada stimulus mengantisipasi dan pada akhirnya
lalu. eksternal yang merang mengontrol serangan.
sang serangan.
TUK 2: Klien 4. Diskusikan mekanisme 4. Klien perlu mengetahui metode
meunjukkan
koping, seperti gerakan koping klien yang dapat digunakan
perulaku yang
membantu fisik dan latihan nafas untuk mengatasi ansietas yang
mengontrol dalam yang lambat, dan tidak dapat ditoleransi akibat
keadaan panik bagaimana mekanisme serangan panik.

5. Ajari klien strategi untuk 5. Memiliki pengetahuan tentang cara


mengatasi stressor internal alternatif untuk menangani stres
seperti ketakutan atau akan meningkatkan kendali
perasaan tidak menentu. perilaku.

6. Ajari klien tentang cara 6. Keterampilan ini memampukan


perpindah dari keadaan klien untuk melepas ansietas
internal ke keadaan melalui fokus keluar.
eksternal.
7. Diskusikan hubungan 7. Memfasilitasi daya tilik klien
antara ansietas dengan kedalam hubungan antara ansietas
respon fisiologis yang dan gejala fisik akibat serangan
secra khas ditunjukkan panik.
dalam serangan panik.

46
8. Bantu klien untuk 8. Klien perlu mengetahui akibat
memodifikasi situasi yang gejala fisiologis ansieta diikuti oleh
dapat dirubah. pikiran spontan yang mengganggu
penilaian tentang apa yang sedang
terjadi.
9. Dorong klien membentuk 9. Mengembangkan dan
sistem pendukung dan menggunakan sistem pendukung
mencari bantuan ketika meningkatkan tanggung jawab
tanda dan gejala ansietas pribadi dan pengakuan pribadi
muncul. tentang kebutuhan memperoleh
bantuan terhadap stres.

3.4 Halusinasi
3.4.1 Pengkajian Pasien Halusinasi
1. Identitas klien meliputi Nama, umur, jenis kelamin, tanggal dirawat, tanggal
pengkajian, nomor rekam medic
2. Faktor predisposisi merupakan factor pendukung yang meliputi factor
biologis, factor psikologis, social budaya, dan factor genetic
3. Factor presipitasi merupakan factor pencetus yang meliputi sikap persepsi
merasa tidak mampu, putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, merasa
malang, kehilangan, rendah diri, perilaku agresif, kekerasan, ketidak
adekuatan pengobatan dan penanganan gejala stress pencetus pada umunya
mencakup kejadian kehidupan yang penuh dengan stress seperti kehilangan
yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang
lain dan menyebabkan ansietas.
4. Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan social dan
spiritual
5. Status mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas motorik,
alam perasaan, afek pasien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses
pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat kosentrasi dan berhitung,
kemampuan penilaian, dan daya tilik diri.

47
6. Mekanisme koping: koping yang dimiliki klien baik adaptif maupun
maladaptive
7. Aspek medic yang terdiri dari diagnose medis dan terapi medis
8. Pada proses pengkajian, data penting yang perlu diketahui saudara dapatkan
adalah:
a. Jenis halusinasi
Berikut adalah jenis-jenis halusinasi, data objektif dan subjektifnya. Data
objektif dapat dikaji dengan cara melakukan wawancara dengan pasien.
Melalui data ini perawat dapat mengetahui isi halusinasi pasien.
Jenis Data objektif Data subjektif
halusinasi
Halusinasi 1. Bicara atau tertawa sendiri. 1. Mendengar suara
dengar 2. Marah-marah tanpa sebab atau kegaduhan.
3. Menyedengkan telinga kearah 2. Mendengar suara yang
tertentu bercakap-cakap
4. Menutup telinga 3. Mendengar suara menyu
ruh melakukan sesuatu
yang berbahaya
Halusinasi 1. Menunjuk-nunjuk kearah tertentu 1. Melihat bayangan, sinar,
Penglihatan 2. Ketakutan pada sesuatu yang bentuk geometris, bentuk
tidak jelas kartoon, melihat hantu
atau monster
Halusinasi 1. Menghidu seperti sedang 1. Membaui bau-bauan
penghidu membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin,
2. Menutup hidung feces, kadang-kadang
bau itu menyenangkan
Halusinasi 1. Sering meludah 1. Merasakan rasa seperti
pengecapan 2. Muntah darah, urin atau feces
Halusinasi 1. Menggaruk-garuk permukaan 1. Mengatakan ada serang
Perabaan kulit ga dipermukaan kulit
2. Merasa seperti
tersengat listrik

b. Isi halusinasi
Data tentang halusinasi dapat dikethui dari hasil pengkajian tentang jenis
halusinasi.
c. Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi

48
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya
halusinasi yang dialami oleh pasien. Kapan halusinasi terjadi? Apakah
pagi, siang, sore atau malam? Jika mungkin jam berapa? Frekuensi
terjadinya halusinasi apakah terus menerus atau hanya sekal-kali? Situasi
terjadinya apakah kalau sendiri, atau setelah terjadi kejadian tertentu. Hal
ini dilakukan untuk menetukan intervensi khusus pada waktu terjadinya
halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi.
Sehingga pasien tidak larut dengan halusinasinya. Sehingga pasien tidak
larut dengan halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya
halusinasinya dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk mencegah
terjadinya halusinasi.
d. Respon halusinasi
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu
muncul. Perawat dapat menanyakan pada pasien hal yang dirasakan atau
dilakukan saat halusinasi timbul. Perawat dapat juga menanyakan kepada
keluarga atau orang terdekat dengan pasien. Selain itu dapat juga dengan
mengobservasi perilaku pasien saat halusinasi timbul.

3.4.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa Keperawatan yang sering muncul adalah :
1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
2. Kerusakan Interaksi Sosial.
3. Resiko perilaku mencederai diri
3.4.3 Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa 1 : Gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran.
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi :
1. Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
2. Pasien dpat mengontrol halusinasinya
3. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
Tindakan keperawatan :
1. Bantu pasien mengenali halusinasi

49
Untuk membantu pasien mengenali halusinasi pendengarannya, perawat dapat
melakukannya dengan cara berdiskusikan dengan pasien tentang isi halusinasi
(apa yang didengar), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi,
situasi yang menyebabkan halusiansi muncul dan respon pasien saat muncul.
2. Latih pasien mengontrol halusinasi.
Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol halusinasi pendengarannya,
perawat dapat melatih pasien dengan menggunakan empat cara yang sudah
terbukti dapat mengendalikan halusinasi. Keempat cara tersebut meliputi :
a. Menghardik halusinasi.
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap
halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap
halusinasi yang muncul atau tidak mempedulikan halusinasinya. Kalau ini
dapat dilakukan, pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak
mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi tetap ada namun
dengan kemampuan ini pasien tidak akan larut untuk menuruti apa yang
ada dalam halusinasinya.
Tahapan tindakan meliputi :
1) Menjelaskan cara menghardik halusinasi
2) Memperagakan cara menghardik
3) Meminta pasien memperagakan ulang
4) Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien.
b. Bercakap-cakap dengan orang lain
Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan
halusinasi orang lain. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain
maka terjadi distraksi; focus perhatian pasien akan beralih dari halusiansi
adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain.
c. Melakukan aktifitas yang terjadwal
Untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan
menyibukkan diri dengan aktifitas yang teratur. Dengan beraktifitas secara
terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang
seringkali mencetuskan halusinasi. Untuk itu pasien mengalami halusinasi

50
biasa dibantu untuk mengatasi halusinasinya dengan cara beraktifitas
secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam
seminggu.
Tahapan intervensinya sebagai berikut :
1. Menjelaskan pentingnya aktifitas yang teratur untuk mengatasi
halusinasi
2. Mendiskusikan aktifitas yang dilakukan pasien
3. Melatih pasien melakukan aktiftas
4. Menyusun jadwal aktifitas sehari-hari sesuai dengan aktifitas yang
telah dilatih. Upayakan pasien mempunyai aktifitas dari bangun pagi
sampai tidur malam, 7 hari dalam seminggu.
5. Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, memberikan penguatan
terhadap perilaku pasien yang positif.
d. Menggunakan obat secara teratur
Untuk mampu mengontrol halusinasi pasien juga harus dilatih untuk
menggunakan obat secara teratur sesuai dengan program. Pasien gangguan
jiwa yang dirawat dirumah seringkali mengalami putus obat sehingga
akibatnya pasien mengalami kekambuhan. Bila terjadi kekambuhan maka
untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit. Untuk itu pasien
perlu dilatih menggunakan obat sesuai program dan berkelanjutan.
Berikut ini tindakan keperawatan agar pasien patuh menggunakan obat:
1) Jelaskan guna obat
2) Jelaskan akibat bila putus obat
3) Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat
4) Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar obat,
benar pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis)

Diagnosa 2 : Kerusakan Interaksi Sosial.


Tujuan tindakan untuk pasien meliputi :
1. Pasien dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitar dengan baik
2. Pasien dapat berbicara kepada perawat dan keluarganya

51
3. Pasien dapat mematuhi anjuran yang diberikan
Tindakan keperawatan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik
2. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
3. Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perawat berkenalan
4. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien
5. Buat kontrak yang jelas
6. Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali interaksi
7. Tunjukan sikap empati dan menerima apa adanya
8. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
9. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
10. Dengarkan ungkapan klien dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien
Rasional : Pasien yang sudah percaya kepada perawat akan membantu
mempermudah kerjasama sehinggapasien lebih kooperatif.

Diagnosa 3 : Resiko perilaku mencederai diri.


Tujuan tindakan untuk pasien meliputi :
1. Pasien dapat mengontrol amarahnya.
4. Pasien tidak marah saat diberi minum obat.
5. Pasien tidak kebingungan
Tindakan keperawatan :
1. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika kemarahan.
2. Diskusikan cara yang digunakan klien :
a. Jika cara yang digunakan adaptif beri pujian.
b. Jika cara yang digunakan maladaptif diskusikan kerugian cara tersebut
3. Diskusikan cara baru untuk memutus/ mengontrol timbulnya amarah :
4. Bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk
mencobanya.
5. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang di pilih dan dilatih.
6. Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil beri pujian

52
3.5 Konsep Diri
3.5.1 Pengkajian
1. Perilaku
Pengumpulan data yang dilakukan oleh perawat meliputi perilaku
yang objektif dan dapat diamati serta perasaan subjektif dan dunia dalam
diri pasien sendiri.Perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah,
kerancuan identitas, dan masa depersonalisasi terdapat pada kotak 1 sampai
3. Dan perilaku yang berhubungan dengan citra tubuh
Kotak 1 Perilaku yang Berhubungan dengan Harga Diri Rendah
1. Mengkritik diri sendiri dan orang lain
2. Penurunan produktivitas
3. Destruktif yang diarahkan pada orang lain
4. Gangguan dalam berhubungan
5. Rasa diri penting yang berlebihan
6. Perasaan tidak mampu
7. Merasa bersalah
8. Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan
9. Perasaan negatif tentang tubuhnya sendiri
10. Ketegangan peran yang dirasakan
11. Pandangan hidup yang pesimis
12. Keluhan fisik
13. Pandangan hidup yang bertentangan
14. Penolakan terhadap kemampuan personal
15. Destruktif terhadap diri sendiri
16. Pengurangan diri
17. Penarik diri secara sosial
18. Penyalahgunaan zat
19. Penarik diri dari realitas

Kotak 2 Perilaku yang Berhubungan dengan Kerancuan Identitas


2. Tidak ada kode moral
3. Sifat kepribadian yang bertentangan
4. Hubungan interpersonal eksploitatif
5. Perasaan hampa
6. Perasaan yang berfluktuasi tentang diri sendiri
7. Kerancuan gender
8. Tingkat ansietas yang tinggi
9. Ketidakmampuan untuk empati terhadap orang lain
10. Kehilangan keautentikan
11. Masalah intimasi

53
Kotak 3 Perilaku yang Berhubungan dengan Depersonalisasi
 Afektif
1. Perasaan asing dengan diri sendiri
2. Perasaan tidak aman, rendah, takut, malu
3. Perasaan tidak realistis
4. Rasa isolasi yang kuat
5. Ketidakmampuan untuk mendapatkan kesenangan atau perasaan
mencapai sesuatu
6. Kurang rasa kesinambungan dalam diri
7. Kehilangan identitas

 Persepsi
1. Halusinasi pendengaran dan penglihatan
2. Kebingungan tentang seksualitas diri sendiri
3. Kesulitan membedakan diri sendiri dari orang lain
4. Gangguan citra tubuh
5. Mengalami dunia seperti dalam mimpi

 Kognitif
1. Bingung
2. Disorientasi waktu
3. Gangguan berpikir
4. Gangguan memori
5. Gangguan penilaian
6. Kepribadian yang terpisah dalam diri orang yang sama

 Perilaku
1. Efek tumpul
2. Emosi yang pasif dan tidak berespon
3. Komunikasi yang tidak sesuai atau idiosinkratik
4. Kurang spontanitas dan animasi
5. Kehilangan kendali terhadap impuls
6. Kehilangan inisiatif dan kemampuan membuat keputusan
7. Menarik diri secara sosial

1 Faktor Predisposisi
Barbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri
seseorang. Faktor ini dapat dibagi sebagai berikut :
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang,

54
kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada
orang lain, dan ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah steroitip peran
gender, tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi
ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan
perubahan struktur sosial.
4. Faktor Presipitasi
a. Trauma.
b. Ketegangan peran.
c. Transisi peran perkembangan.
d. Transisi peran situasi.
e. Transisi peran sehat-sakit.
5. Mekanisme koping
Dalam kehidupan sehari-harinya, individu mengalami pengalaman
yang mengganggu ekuilebrium kongnitif dan efektifnya. Individu dapat
mengalmi perubahan hubungan dengan orang lainn dalam harapanya
terhadap diri sendiri dengan cara negatif. Munculnyaketegangan dalam
kehidupan menyebabkan perilaku pemecahan masalah(mekanisme
koping) yang bertujuan untuk meredahkan ketegangan tesebut.
Klien gangguan konsep diri menggunakan mekanisme yang dapat
dikategorikan menjadi dua yaitu koping jangka pendek dan koping jangka
panjang.
6. Koping jangka pendek
Karakteristik koping jangka pendek:
a. Aktivitas yang memberikan kesempatan lari sementara dari
krisis.misalnya, menonton televisi,kerja keras,olahraga berat.
b. Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara
misalnya ikut kegiatan sosial politik, agama

55
c. Aktivitas yang memberikan kekuatan atau dukungan sementara
terhadap konsep diri misalnya aktivitas yang berkompetensi yaitu
pencapaian akademik atau olahraga.
d. Aktivitas yang mewakili jarak pendek untuk membuat masalah
identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan misalnya
penyalagunaan zat.
7. Koping jangka panjang
Koping jangka panjang dikategorikan dalam penutupan identitas dan
identitas negatif.
a. Penutupan identitas
Adopsi identitas perilaku yang dinginkan oleh orang yang penting bagi
individutanpa memperhatikan keinginan, aspirasi dan potensi individu.
b. Identitas negatif
Asumsi identitas yang tidak wajar untuk dapat diterima oleh nilai-nilai
dan harapan masyarakat.
8. Mekanisme pertahanan ego
Mekanisme pertahanan ego yang sering dipakai adalah :
a. Fantasi,untuk menciptakan tanggapan kemampuan menggunakan
tanggapan-tanggapan yang sudah ada (dimiliki)untuk menciptakan
tanggapan baru.
b. Disosisasi, respon yang tidak sesuai dengan stimulus
c. Isolasi, menghindarkan diri dari interaksi dengan lingkungan luar
d. Projeksi, kelemahan dan kekurangan pada diri sendiri dilontarkan pada
orang lain.
e. Displacement, mengeluarkan perasaan yang tertekan pada orang yang
kurang mengancam menimbulkan reaksi emosi.

3.5.2 Dianosa dan Intervensi Keperawatan


The North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) didirikan
sebagai badan formal untuk meningkatkan, mengkaji kembali dengan
mengesahkan daftar terbaru dari diagnosis keperawatan yang digunakan oleh

56
perawat praktisi termasuk dalam asuhan yang berhubungan dengan asuhan
keperawatan jiwa antara lain:
1. Penyesuaian, kerusakan
2. Ansietas
3. Gangguan citra tubuh
4. Komunikasi, kerusakan verbal
5. Koping, individu tidak efektik
6. Gangguan penyaluran energy
7. Berduka, disfungsi
8. Keputusasaan
9. Gangguan identitas personal
10. Ketidakberdayaan
11. Penampilan peran, perubahan
12. Defisit perawatn diri
13. Gangguan harga diri
14. Perubahan persepsi sensori
15. Pola seksualitas, perubahan
16. Interaksi sosial, kerusakan
17. Isolasi social
18. Distress spiritual
19. Kesejahteraan spiritual, potensial untuk ditingkatkan
20. Proses pikir, perubahan
21. Amuk, risiko terhadap
22. Gangguan harga diri rendah

Diagnosis keperawatan yang mungkin ditemukan pada klien dengan gangguan


konsep diri adalah:
1. Gangguan konsep diri: citra tubuh yang b.d kekhawatiran menjadi gemuk
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah yang b.d kematian pasangan

57
3. Ketidakefektifan penampilan peran yang b.d ketidakcocokan dengan
penerimaan peran baru
4. Gangguan identitas diri yang b.d harapan orang tua yang tidak realisaatik
5. Gangguan konsep diri: citra tubuh berhubungan dengan koping keluarga
inefektif.
6. Gangguan konsep diri: identitas personal berhubungan dengan perubahan
penampilan peran.

Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan
yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan diagnosa
keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan
pasien.
Tujuan umum intervensi keperawatan tearhadap masalah keperawatan diatas
adalah klien dapat b.d orang lain secara bertahap
Dan tujuan khusus:
1. Kliendapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
2. Klien dapat menilai kemampuan diri yang dapat digunakan
3. Klien dapat membuat rencana sesuai kemampuan yang dimiliki
4. Klien dapat melaksanakan sesuai jadwal secara bertahap
5. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Kriteria evaluasi terhadap intervensi yang diberikan
1. Klien dapat menyebutkan minimal dua aspek positif fisiknya
2. Klien dapat menyebutkan minimal dua aspek positif intelektualnya
3. Klien dapat menyebutkan minimal dua kegiatan yang dapat dilakukan
dirumah dan dirumah sakit
4. Klien dapat menjelaskan masalah yang dihadapi
5. Klien dapat menyebutkan koping yang digunakan
6. Klien dapat menjelaskan keefektifan koping yang digunakan
7. Klien dapat memutuskan rencana kegiatan yang akan dilakukan secara
bertahap

58
8. Klien dapat menyusut jadwal kegiatan selama satu minggu
9. Klien dapat menunjukan kegiatan yang telah dicontohkan
10. Klien dapat mendemonstrasikan kembali kegitan yang telah dicontohkan
11. Klien dapat menyebutkan manfaat kegiatan yang dilakukan
12. Klien dapat memanfaatkan keluarga
13. Klien dapat memanfaatkan sarana/fasilitas kesehatan
14. Klien dapat memanfaatkan sarana yang ada dilingkungan tempat
tinggalnya
3.5.3 Tindakan Keperawatan
Tindakan Keperawatan pada Pasien :
1. Tujuan
a. Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
b. Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
c. Pasien dapat menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai kemampuan.
d. Pasien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan.
e. Pasien dapat merencanakan kegiatan yang sudah dilatihnya.
2. Tindakan Keperawatan
b. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki
pasien.
1) Mendiskusikan bahwa pasien masih memiliki sejumlah kemampuan
dan aspek positif seperti kegiatan pasien di rumah, serta adanya
keluarga dan lingkungan terdekat pasien.
2) Beri pujian yang realistik/nyata dan hindarkan setiap kali bertemu
dengan pasien penilaian yang negatif.
c. Membantu pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
1) Mendiskusikan dengan pasien kemampuan yang masih dapat
digunakan saat ini setelah mengalami bencana.
2) Bantu pasien menyebutkannya dan memberi penguatan terhadap
kemampuan diri yang diungkapkan pasien.

59
3) Perlihatkan respons yang kondusif dan menjadi pendengar yang
aktif.
d. Membantu pasien dapat memilih/menetapkan kegiatan sesuai dengan
kemampuan.
1) Mendiskusikan dengan pasien beberapa aktivitas yang dapat
dilakukan dan dipilih sebagai kegiatan yang akan pasien lakukan
sehari-hari.
2) Bantu pasien menetapkan aktivitas yang dapat pasien lakukan secara
mandiri, aktivitas yang memerlukan bantuan minimal dari keluarga,
dan aktivitas yang perlu bantuan penuh dari keluarga atau
lingkungan terdekat pasien. Berikan contoh cara pelaksanaan
aktivitas yang dapat dilakukan pasien. Susun bersama pasien dan
buat daftar aktivitas atau kegiatan sehari-hari pasien.
e. Melatih kegiatan pasien yang sudah dipilih sesuai kemampuan.
1) Mendiskusikan dengan pasien untuk menetapkan urutan kegiatan
(yang sudah dipilih pasien) yang akan dilatihkan.
2) Bersama pasien dan keluarga memperagakan beberapa kegiatan yang
akan dilakukan pasien.
3) Berikan dukungan dan pujian yang nyata setiap kemajuan yang
diperlihatkan pasien.
e. Membantu pasien dapat merencanakan kegiatan sesuai kemampuannya.
1) Memberi kesempatan pada pasien untuk mencoba kegiatan yang
telah dilatihkan.
2) Beri pujian atas aktivitas/kegiatan yang dapat dilakukan pasien
setiap hari.
3) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan
setiap aktivitas
4) Susun daftar aktivitas yang sudah dilatihkan bersama pasien dan
keluarga.
5) Berikan kesempatan mengungkapkan perasaanya setelah
pelaksanaan kegiatan.

60
6) Yakinkan bahwa keluarga mendukung setiap aktivitas yang
dilakukan pasien.
Tindakan Keperawatan pada Keluarga
1. Tujuan
a. Keluarga dapat membantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang
dimiliki.
b. Keluarga memfasilitasi aktivitas pasien yang sesuai kemampuan.
c. Keluarga memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan sesuai dengan
latihan yang dilakukan.
d. Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan
pasien.
2. Tindakan keperawatan
a. Diskusi dengan keluarga kemampuan yang dimiliki pasien.
b. Anjurkan memotivasi pasien agar menunjukkan kemampuan yang
dimiliki.
c. Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien dalam melakukan kegiatan
yang sudah dilatihkan pasien dengan perawat.
d. Ajarkan keluarga cara mengamati perkembangan perubahan perilaku
pasien.
Fokus tindakannya adalah untuk menolong klien memahami dirinya
secara utuh sehingga ia mampu menggali kemampuan yang dimiliki dan
menggunakan untuk mencapai prilaku yang kongtruktif. Prinsip asuhan
yang diberikan adalah pemecahan masalah yang terlihat dari peningkatan
kemapuan klien yang tardirri dari 5 tingkat:
1. Memperluas kesadaran diri (expanded self awareness)
2. Menyelidiki/eksplorasi (self exploration)
3. Mengevaluasi diri (self evaluation)
4. Perencanaan yang realistik(realistic planning)
5. Pengambilan keputusan untuk melakuka tindkan (commitment)

Intervensi Keperawatan untuk Perubahan Konsep Diri Tingkat 1

61
Prinsip Rasional Intervensi Keperawatan
Tujuan : Memperluas Kesadaran Diri Pasien
Membina Mengurangi ancaman yang 1. Tawarkan penerimaan tanpa syarat.
hubungan diperlihatkan perawat 2. Dukung pembahasan tentang pikiran
terbuka dan tentang pasien, membantu dan perasaan pasien.
saling percaya pasien untuk memperluas 3. Berespons tanpa mendakwa.
dan menerima semua aspek 4. Sampaikan bahwa pasien adalah
kepribadian seseorang yang berharga dan
bertanggung jawab serta mampu
menolong dirinya sendiri.
Membantu Beberapa tingkat kekuatan Identifikasi kekuatan ego pasien.
pasien apa pun ego, seperti kapasitas untuk Gunakan pedoman untuk pasien dengan
kekuatan ego uji realitas, kontrol diri, atau sumber ego yang terbatas :
yang tingkat integritas 1. mulai dengan meyakinkan identitas
ditunjukkannya. ego,dibutuhkan sebagai pasien
dasar Askep selanjutnya. 2. Berikan dukungan untuk mengurangi
tingkat ansietas panik
3. Dekasi pasien dengan cara yang tidak
menuntut
4. Terima dan upayakan klarifikasi
komunikasi verbal atau nonverbal
5. Cegah pasien dari pengisolasian diri
6. Bina rutinitas yang sederhana bagi
pasien
7. Tetapkan betasan untuk perilaku yang
tidak tepat
8. Orientasikan pasien terhadap realitas
9. Kuatkan perilaku yang sesuai
10. ingkatkan aktivitas dan tugas yang
memberikan pengalaman positif
secara bertahap
11.Bantu dalam higiene personal dan
berhias
12.Dukung pasien dalam perawatan diri
Memaksimalka Timbal balik diperlukan 1. Tingkatkan peran serta pasien secara
n peran serta bagi pasien untuk memikul bertahap dalam membuat keputusan
pasien dalam tanggung jawab pokok yang berkaitan dengan perawatan.
hubungan terhadap perilakunya sendiri 2. Sampaikan bahwa pasien adalah
terapeutik dan respons koping individu yang bertanggung jawab
maladaptif

Intervensi Keperawatan untuk Perubahan Konsep Diri Tingkat 2


Prinsip Rasional Intervensi Keperawatan
Tujuan : Memperluas Eksplorisasi Diri Pasien
Membantu Dengan menunjukkan minat Perhatikan dan dukung ekspresi emosi,
pasien untuk dan menerima perasaan dan keyakinan, perilaku, dan pikiran pasien

62
menerima pikiran pasien, perawat secara verbal, nonverbal, simbolis atau
perasaan dan membantu pasien untuk langsung.
pikirannya melakukan hal yang sama Gunakan ketrampilan komunikasi
terapeutik dan respon empati.
Catat penggunaan pemikiran logis dan
tidak logis pasien serta laporkan dan
amati respons emosinya.
Membantu Pengungkapan diri dan Bangkitkan persepsi pasien tentang
pasien pemahaman terhadap kelebihan dan kekurangan diriyang
mengklarifikasi persepsi diri diperlukan dimiliki.
konsep diri dan untuk membawa perubahan Bantu pasien untuk menggambarkan
hubungan yang akan datang; ideal diri.
dengan orang pengungkapan diri dapat Identifikasi kritik dari pasien.
lain melalui mengurangi ansietas Bantu pasien untuk menggambarkan
pengungkapan keyakinan tentang begaimana ia
diri berhubungan dengan orang lain dan
dengan peristiwa.
Menyadari dan Kesadaran diri Terbuka terhadap perasaan sendiri.
mengendalikan memungkinkan perawat Terima perasaan positif dan negatif.
perasaan sendiri memberikan model perilaku Gunakan diri secara terapeutik dengan :
autentik dan membatasi 1. Mengungkapkan perasaan anda
potensi pengaruh negatif terhadap pasien
kontertransferens dalam 2. Mengungkapkan tentang apa yang
hubungan mungkin orang lain rasakan
3. Mencerminkan persepsi anda
tentang perasaan pasien

Berespon Simpati dapat menimbulkan Gunakan respons empatik dan pantau diri
empatik, bukan rasa kasihan pasien pada diri anda terhadap perasaan simpati atau
simpatik, yang sendiri; sebaliknya, perawat kasihan.
menekankan harus mengomunikasikan Tegaskan bahwa pasien bukan tidak
bahwa kekuatan bahwa situasi kehidupan berdaya atau tidak kuasa dalam
untuk berubah pasien adalah subjek untuk menghadapi masalah.
bergantung pada pengendalian diri Tunjukkan pada pasien baik secara verbal
pasien sendiri maupun melalui perilaku bahwa pasien
bertanggung jawab terhadap perilakunya
sendiri, termasuk memilih respons koping
yang adaptif ataupun maladaptif.
Bahas lingkup pilihan pasien, area
kekuatan ego dan sumber koping yang
tersedia.
Gunakan sistem pendukung keluarga dan
kelompok untuk memfasilitasi eksplorasi
diri pasien
Bantu pasien dalam sifat konflik dan
respons koping maladaptif.

63
Intervensi Keperawatan untuk Perubahan Konsep Diri Tingkat 3
Prinsip Rasional Intervensi Keperawatan
Tujuan : Memperluas Evaluasi Diri Pasien
Membantu Hanya setelah masalah Identifikasi stresor yang relevan dan
pasien untuk didefinisikan dengan benar, penilaian pasien terhadap stresor.
mendefinisikan pilihan alternatif dapat Klasifikasi bahwa keyakinan pasien
masalah secara diusul. mempengaruhi perasaan dan
jelas. perilakunya .
Identifikasi bersama keyakinan yang
salah, persepsi yang keliru, distorsi, ilusi,
dan tujuan yang tidak realistis.
Identifikasi bersama area kekuatan.
Tempatkan konsep keberhasilan dan
kegagalan dalam perspektif yang tepat.
Kaji penggunaan sumber koping pasien.
Jelaskan pada pasien bahwa semua
respons koping bebas dipilih dan
memiliki konsekuensi positif dan negatif.
Bandingkan respons adaptif dan
maladaptif.
Identifikasi bersama kerugian respons
koping maladaptif pasien.
Identifikasi bersama keuntungan atau
hasil respons koping maladaptif pasien.
Bahas bagaimana hasil tersebut
mendukung penggunaan respons
maladaptif.
Gunakan berbagai ketrampilan
terapeutik, seperti :
Komunikasi fasilitatif
Komunikasi suportif
Klarifikasi peran
Reaksi transferens dan kontertransferens
dalam hubungan perawat pasien
Psikodrama

Intervensi Keperawatan untuk Perubahan Konsep Diri Tingkat 4


Prinsip Rasional Intervensi Keperawatan
Tujuan : Membantu Pasien dalam Merumuskan Rencana Tindakan yang Realistis
Membantu pasien Hanya setelah semua Bantu pasien memahami bahwa hanya
mengidentifikasi alternatif yang dia yang dapat mengubah dirinya
solusi alternatif. memungkinkan dievaluasi, sendiri, bukan orang lain.
perubahan dapat terjadi Jika pasien berpegang pada persepsi
yang tidak konsisten, bantu pasien untuk
melihat bahwa dia dapat mengubahnya.
64
1. Keyakinan atau ideal mendekati
suatu kenyataan
2. Lingkungan sehingga sesuai
dengankeyakinan pasien
Jika konsep diri tidak sesuai dengan
perilaku, bantu pasien untuk melihat
bahwa ia dapat mengubah :
1. Perilaku yang sesuai dengan
konsep diri
2. Keyakinan yang
melatarbelakangi konsep diri
termasuk perilaku
3. Ideal diri
Tinjau bersama bagaimana pasien dapat
lebih baik menggunakan sumber
koping.
Membantu pasien Penetapan tujuan harus Dorong pasien untuk merumuskan
mengonseptualisasi mencakup definisi yang tujuannya sendiri (bukan tujuan
tujuan yang jelas tentang perubahan perawat).
realistis. yang diharapkan Bahas bersama konsekuensi yang
bersifat emosiaonal, praktis, dan
realistis dari tiap tujuan.
Bantu pasien untuk mendefinisikan
secara jelas perubahan kongkret yang
dilakukan.
Dorong pasien untuk memasuki
pengalaman baru untuk potensi
pertumbuhannya.
Gunakan latihan peran, model peran,
bermain peran dan visualisasi jika tepat.

Intervensi Keperawatan untuk Perubahan Konsep Diri Tingkat 5


Prinsip Rasional Intervensi Keperawatan
Tujuan : Membantu Pasien agar Bertekad Membuat Keputusan dan Mencapai
Tujuannya Sendiri
Membantu pasien Tujuan utama meningkatkan Berikan kesempatan kepada pasien
melakukan pemahaman adalah untuk mengalami suatu kebersihan.
tindakan yang membuat pasien mengganti Dukung kekuatan, ketrampilan, dan
diperlukan untuk respons koping maladaptif aspek yang sehat dari kepribadian
mengubah dengan yang lebih adaptif. pasien.
respons koping Dukung pasien untuk memperoleh
maladaptif dan bantuan (pekerjaan, finansial, pelayanan
mempertahankan masyarakat).
respons koping Gunakan kelompok untuk
adaptif. meningkatkan harga diri pasien.
Tingkatkan perbedaan diri pasien dalam

65
keluarga asalnya.
Beri waktu yang cukup kepada pasien
untuk berubah.
Beri sejumlah dukungan yang tepat dan
umpan balik positif untuk membantu
pasien mempertahankan kemajuannya.

66
DAFTAR PUSTAKA

Budi Anna Keliat, dkk. 2009. Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa. Jakarta.
ECG

Doenges, E, M. at all. 2006. Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri.Edisi 3. Jakarta :


EGC

Herdman. (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Iskandar, M. D. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika


Aditama.

Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta :
Salemba Medika

Mahayuni, Ni Putu Indri dan Gaudensia B. Moron. 2005. Buku Konsep Dasar
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Penerbit:Raja Grafido Perkasa.

Prabowo, E. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta : Nuhamedika.

Suliswati, dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:EGC

Suhron, Muhamad. 2017. Terapi dan Asuhan Keperawatan Konsep Diri . Jakarta:
Mitra Wacana Media

Sundeen, S. &. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.


Townsend. (2008). Nursing Diagnosis in Psuchiatric Nursing a Pocket Guide for
Care Plan Construction. jakarta: EGC.

Sari, Kartika. (2015).Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa.


Jakarta: CV.Trans Info Media

Stuart, G. W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa.Edisi 5. Jakarta : EGC.

Yusuf, Ah, dkk. 2014. Buku ajar keperawatan kesehatan jiwa. Salemba
medika:Jakarta selatan.

Tomb, Davit A. (2003). Buku Saku Psikiatri. Jakarta : EGC


67
Townsend, M.C. (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan
Psikiatrik :Pedoman untuk Pembuatan Rencana Perawatan (3rd ed). Jakarta : EGC.

2.3 Konsep Cemas/Ansietas


2.3.3 Definisi Ansietas
Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang
berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini
tidak memiliki objek yang spesifik. Ansietas di alami secara subjektif dan
dikomunikasikan secara interpersonal. (Gail W. Stuart, 2006).
Ansietas adalah respons emosional terhadap penilaian intelektual
terhadap bahaya. (Gail W. Stuart, 2006).
Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan yang tidak di dukung
oles situasi ( Videbeck. 2008)
Ansietas merupakan satu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir
disertai dengan gejala somatik yang menandakan suatu kegiatan berlebihan dari
Susunan Saraf Autonomic (SSA). Ansietas merupakan gejala yang umum tetapi

68
non-spesifik yang sering merupakan satu fungsi emosi. Sedangkan depresi
merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam
perasaan yang sedih dan gejala penyertanya termasuk perubahan pola tidur dan
nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya,
serta gagasan bunuh diri.
Kecemasan memiliki nilai yang positif. Menurut (Gail W. Stuart, 2006)
aspek positif dari individu berkembang dengan adanya konfrontasi, gerak maju
perkembangan dan pengalaman mengatasi kecemasan. Tetapi pada keadaan
lanjut perasaan cemas dapat mengganggu kehidupan seseorang.
2.3.4 Penyebab Ansietas
Meski penyebab ansietas belum sepenuhnya diketahui, namun gangguan
keseimbangan neurotransmitter dalam otak dapat menimbulkan ansietas pada
diri seseorang. Faktor genetik juga merupakan faktor yang dapat menimbulkan
gangguan ini. Ansietas terjadi ketika seseorang mengalami kesulitan
menghadapi situasi, masalah dan tujuan hidup (Videbeck, 2008).
Setiap individu menghadapi stres dengan cara yang berbeda-beda,
seseorang dapat tumbuh dalam suatu situasi yang dapat menimbulkan stres berat
pada orang lain.
Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi ansietas adalah (Gail W. Stuart,
2006) :
1. Faktor Predisposisi
a. Dalam pandangan psikoanalisis, ansietas adalah konflik emosional yang
terjadi antara dua elemen kepribadiani yaitu id, ego dan superego. Id
mewakili dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan superego
mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma budaya,
sedangakan ego di gambarkan sebagai mediator antara tuntunan dari id
dan super ego
b. Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan takut
terhadap ketidak setujuan dan penolakan interpersonal.

69
c. Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk frustasi yaitu
segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai
tujuan yang di inginkan.
d. Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal
yang biasa di temui dalam suatu keluarga.
e. Kajian biologis menunjukkan bahwa otak megandung reseptor khusus
untuk benzodiasepin, obat-obatan yang meningkatkan neuroregulator
inhibisi asam-asam gama-aminobutirat (GABA), yang berperan penting
dalam mekanisme biologis yang berhubungan dengan ansietas.
2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang
dapatmencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stresor
presipitasikecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
a. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam
integritas fisik yang meliputi :
1) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem
imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya :
hamil).
2) Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan
bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak
adekuatnya tempat tinggal.
b. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
1) Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di
rumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai
ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
2) Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian,
perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.
2.3.5 Klasifikasi Ansietas
1. Tingkatan Ansietas (Menurut Gail W. Stuart , 2006) :
a. Ansietas Ringan

70
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari.
Menyebabkan individu menjadi lebih waspada dan meningkatkan lapang
persepsinya. Ansietas ini dapat memotivasi belajar dan menghasilakn
pertumbuhan serta kreativitas.
b. Ansietas Sedang
Memungkinkan individu unutk berfokus pada hal yang penting dan
mengesampingkan hal yang lain. Mempersempit lapang persepsi
individu. Sehingga individu mengalami tidak perhatian yang selektif
namun dapat lebih berfokus pasda area jika diarahkan untuk
melakukannya.
c. Ansietas Berat
Sangat mengurangi lapang persepsi individu, cenderung berfokus ada
sesuatu yang rinci dan spesifik sehingga tidak memikirkan hal yang lain.
Semua perilaku ditujukkan untuk mengurangi ketegangan. Individu
memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada hal lain.
d. Tingkat Panik dari Ansietas
Berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Individu yang
mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu meskipun dengan
arahan, karena mengalami kehilangan kendali.
2.3.6 Rentang respon ansietas :
Gambar 1 : Rentang respon kecemasan(Gail W. Stuart, 2006).

PENDAHULUAN
Respon Adatif Respon Maladatif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik


2.3.7 Manifestasi Klinis Ansietas
Manifestasi dengan gejala setiap kategori yaitu, ansietas ringan, ansietas sedang,
ansietas berat, dan ansietas panik.
1. Ansietas Ringan

71
a. Berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari.
b. Lapang persepsi meluas/melebar dan individu berhati-hati serta
waspada.
c. Individu terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan pertumbuhan
dan kreatifitas.

Respon Ansietas Ringan :


b. Fisiologis
Kadang nafas pendek, nadi dan TD naik, gejala ringan pada lambung,
muka berkerut dan bibir bergetar.
c. Kognitif
Lapang persepsi meluas/melebar, mampu menerima rangsangan yang
kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara
efektif.
d. Perilaku dan Emosi
e. Tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang
meninggi.
2. Ansietas Sedang
Pada tingkat ini lapang pandang terhadap linngkungan menurun, individu
lebih memfokuskan pada hal penting saat itu dn mengesampingkan hal lain.
Respon Ansietas Sedang :
a. Fisiologis
Sering nafas pendek, nadi dan TD naik, mulut kering, anoreksia,
diare/konstipasi, gelisah
b. Kognitif
1) Lapang persepsi menyempit
2) Rangsang luar tidak mampu diterima
3) Berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya
c. Perilaku dan Emosi

72
1) Gerakan tersentak-sentak (meremas tangan)
2) Bicara banyak & lebih cepat
3) Susah tidur
4) Perasaan tidak aman
3. Ansietas Berat
Pada tingkat ini lapang persepsi menjadi sangat sempit, individu cenderung
memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang lain. Individu
tidak mampu berpikir berat lagi dan membutuhkan banyak pengarahan/
tuntunan.
Respon Ansietas Berat :
a. Fisiologis
Nafas pendek, nadi dan TD naik, berkeringat dan sakit kepala,
penglihatan kabur, ketegangan.
b. Kognitif
1) Lapang persepsi sangat sempit
2) Tidak mampu menyelesaikan masalah
c. Perilaku dan Emosi
1) Perasaan ancaman tinggi
2) Verbalisasi cepat
3) Blocking
4. Ansietas Panik
Terganggu sehingga individu sudah tidak dapat mengendalikan diri lagi dan
tidak dapat melakukan apa-apa walaupun sudah diberi pengarahan/ tuntunan
Respon Ansietas Panik
a. Fisiologis
Nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada, pucat, hipotensi,
koordinasi motorik rendah.
b. Kognitif
1) Lapang pandang persepsi sangat sempit
2) Tidak dapat berpikir logis
c. Perilaku dan Emosi

73
1) Agitasi mengamuk dan marah
2) Ketakutan dan berteriak-teriak, blocking
3) Kehilangan diri kendali/ kontrol diri
4) Persepsi kacau

2.3.8 Patofisiologi Ansietas


Berdasarkan proses perkembangannya:
1. Bayi/anak-anak
a. Berhubungan dengan perpisahan
b. Berhubungan dengan lingkungan atau orang yang tidak dikenal
c. Berhubungan dengan perubahan dalam hubungan teman sebaya
2. Remaja
Berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri sekunder akibat:
a. Perkembangan seksual
b. Perubahan hubungan dengan teman sebaya
3. Dewasa
Berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri sekunder akibat :
a. Kehamilan
b. Menjadi orang tua
c. Perubahan karir
d. Efek penuaan
4. Lanjut usia
Berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri sekunder akibat:
a. Penurunan sensori
b. Penurunan motorik
c. Masalah keuangan
d. Perubahan pada masa pension
2.3.9 Penatalaksanaan Ansietas

74
Penatalaksanaan ansietas pada tahap pencegahaan dan terapi memerlukan suatu
metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik (somatik),
psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius (Hawari, 2008)
selengkapnya seperti pada uraian berikut :
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
a. Makan makan yang bergizi dan seimbang.
b. Tidur yang cukup.
c. Cukup olahraga.
d. Tidak merokok.
e. Tidak meminum minuman keras.
2. Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai
obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter
(sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi
psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu
seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl,
meprobamate dan alprazolam.
3. Terapi somatic
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau
akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-
keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada
organ tubuh yang bersangkutan.
4. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan
dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan
diberi keyakinan serta percaya diri.
b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila
dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.

75
c. Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali
(rekonstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat
stressor.
d. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu
kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
e. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses
dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak
mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
f. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar
faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga
dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.
5. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan
kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan
yang merupakan stressor psikososial.

76

Anda mungkin juga menyukai