Anda di halaman 1dari 383

Tabel 1.

Daftar Penyakit Sistem Reproduksi


Tingkat
No Daftar Penyakit Editor Halaman
Kemampuan
Infeksi
1 Toxoplasmosis 3A Aisyah 1
Sindrom discar genital (gonore dan Daffa dan 3
2 4
non gonore) Haidar
Devi Ayu dan 14
3 Infeksi virus Herpes tipe 2 4
Zulfan
Infeksi saluran kemih bagian bawah Amanda A. 20
4 4
non komplikata dan Poppy
Ajeng dan 25
5 Vulvovaginitis candida 4
Reftin
7 Vaginitis 4 Laras 27
Tika dan 32
8 Vaginosis bakterialis 4
Aryodipo
Tintan dan 35
9 Servisitis 4
Hasna
10 Penyakit radang panggul 3A Cendekia 40
11 Trikomoniasis 3A Desma 43
12 Lympho granuloma venereum 2 Tea 46
Gangguan pada Kehamilan
13 Infeksi intra-uterin: korioamnionitis 3B Nanda 49
Infeksi pada kehamilan: TORCH, Sajidah 50
14 3A
hepatitis B, malaria
15 Aborsi mengancam 3B Albin 55
Gregia dan 57
16 Aborsi spontan inkomplit 4
Hana
Zulfani Najmi 65
17 Aborsi spontan komplit 4
dan Faizal
18 Hiperemesis gravidarum 3B Lian 67
19 Inkompatibilitas darah 2 Yustika 70
20 Mola hidatidosa 2 Ayu Rantika 72
21 Kehamilan ektopik 3B Farid 74
22 Hipertensi pada kehamilan 3A Bai 76
23 Preeklampsia 3B Nadia Alma 79
24 Eklampsia 3B Nadia Aflah 80
25 Diabetes gestasional 3A Ruti 83
26 Kehamilan posterm 2 Ibnu 87
27 Insufisiensi plasenta 2 Khansa 92
28 Plasenta previa 2 Rere 94
29 Vasa previa 2 Ilham A. 98
Kivlan dan 99
30 Abrupsio plasenta 3B
Adib
31 Inkompeten serviks 2 Intan 104
Tingkat
No Daftar Penyakit
Kemampuan
32 Polihidramnion 2 Hidayatika S. 106
Kelainan letak janin setelah 36 Fathoni 107
33 2
minggu
34 Kehamilan ganda 2 Qahhar 110
Kembar siam 2 Farisan 111
35 Pertumbuhan janin terhambat 2 Odi 113
36 Kelainan janin 2 Afianto 115
37 Diproporsi kepala panggul 2 Rahmadhani 118
38 Anemia pada kehamilan 3A Ayu Laksmi 121
Persalinan dan Nifas
Kematian Janin Intra Uterin/ Intra- 126
39 2 Navis
Uterine Fetal Death (IUFD)
Zidan dan 128
40 Persalinan preterm 3B
Axel
41 Ruptur uteri 3B Eva 131
Uwam dan 135
42 Ketuban pecah dini (KPD) 3B
Fajar
Surya dan 137
43 Distosia 3B
Faizal
44 Malpresentasi 2 Layyin 141
Wysta dan 146
45 Partus lama 3B
Fakhri R.
46 Prolaps tali pusat 3B Rayhan 161
47 Hipoksia janin 3B Hamdan 165
Amel Mbak 171
48 Robekan serviks 3B
Hana
Efan dan 187
49 Ruptur perineum tingkat 1-2 4
Emer
50 Ruptur perineum tingkat 3-4 3B Afita 189
51 Retensi plasenta 3B Ilma Nafisa 192
52 Inversio uterus 3B Wahyu Budi 195
53 Perdarahan post partum 3B Haykal 199
54 Syok pada kehamilan/ persalinan 3B Vania 205
55 Infeksi nifas 4 Aida 211
56 Inkontinensia urin pasca persalinan 2 Dewi Diana 218
Inkontinensia feses pasca Zharfa 222
57 2
persalinan
Tromboflebitis pada kehamilan dan Endras 224
58 2
pasca persalinan
Aldy Fitrah 226
59 Subinvolusio uterus 3B
dan Jasmine
Kelainan Organ Genital
60 Kista dan abses kelenjar bartolini 3A Faishal Azhar 227
Tingkat Editor
No Daftar Penyakit
Kemampuan
Abses folikel rambut atau kelenjar Taufiqurrahm 240
61 4
sebasea an dan Yaw
Malformasi kongenital organ Lovy 243
62 1
reproduksi
63 Sistokel 1 Gildan 248
64 Rektokel 1 Aqiel 249
Rio dan 251
65 Corpus alienum vaginae 3A
Nanang
66 Kista Gartner 3A Salma 253
Fistula (vesiko-vaginal, uretero- Bella 255
67 2
vagina, rektovagina)
68 Kista Nabotian 2 Tiffani 257
69 Polip endoserviks 2 Ragil 258
Hikmah dan 263
70 Vulnus pada vulva dan vagina 3B
Rivaldi
71 Prolaps uterus, sistokel, rektokel 3A Dhimas 267
72 Endometriosis 2 Richa 271
73 Perdarahan uterus abnormal 3A Gusta 275
Menopause, Perimenopausal Nadira 295
74 2
syndrome
75 Polikistik ovarium 2 Ulfi 296
Tumor dan Keganasan pada
Organ Genital
76 Karsinoma serviks 2 Aulia 297
77 Karsinoma endometrium 2 Nopita 301
78 Karsinoma ovarium 2 Ruri 302
79 Teratoma ovarium (kista dermoid) 2 Swastika 304
80 Kista ovarium 2 Rifky 305
Novita dan 308
81 Torsi dan ruptur kista 3B
Yumna
82 Koriokarsinoma 2 Oka 312
83 Adenomiosis, mioma 2 Suci 314
Payudara
84 Inflamasi, abses 2 Kiky 318
Daffa R. dan 321
85 Breast engorgement/ galaktokel 4
Mustika
86 Pubertas terlambat 2 Afifatul L 324
Wafa dan 325
87 Mastitis 4
Lingga
Herjuna dan 330
88 Cracked nipple 4
Sandy
Wahyu Eka 333
89 Inverted nipple 4
dan Silvia
90 Fibroadenoma mammae (FAM) 2 Yasmine 339
91 Karsinoma payudara 2 Gina 346
92 Ginekomastia 2 Iftitah 349
Tingkat
No Daftar Penyakit
Kemampuan
93 Hipomastia 2 Hafidz A. 352
Masalah Reproduksi Pria
Iqbal dan 353
94 Infertilitas 3A
Kevin
Yani dan 358
95 Gangguan ereksi 3A
Fatihah
Faza dan 365
96 Gangguan ejakulasi 3A
Luthfi Qolbi
97 Gigantomastia 2 Dewi Alfika 370
TOXOPLASMOSIS hampir mengeliminasi risiko penularan
vertikal. Namun, infeksi pada wanita
Di seluruh dunia, infeksi secara histori dengan gangguan imunitas dapat
merupakan penyebab penting morbiditas dan
menyebabkan ensefalitis ataupun lesi
mortalitas ibu dan janin. Toxoplasmosis sendiri massa.
merupakan infeksi akibat protozoa toxoplasma Sebagian besar neonatus dengan ibu
gondii. terinfeksi lahir tanpa stigma
Toxoplasma gondii memiliki daur toksoplasmosis. Sedangkan neonatus yang
hidup kompleks dengan 3 bentuk : memperlihatkan gejala klinis biasanya
mengalami penyakit generalisata dengan
(a) Takizoit : bentuk yang menginvasi dan
berat lahir rendah, hepatosplenomegali,
bereplikasi di dalam sel selama infeksi.
ikterus, dan anemia. Neonatus yang
(b) Bradizoit : membentuk kista di jaringan
terinfeksi berisiko mengalami penyulit
selama infeksi laten
jangka panjang.
(c) Sporozoit : ditemukan dalam ookista
yang tahan terhadap pengaruh
lingkungan.

Protozoa ini dapat ditularkan melalui C. Diagnosis


konsumsi daging mentah atau setengah Tes aviditas digunakan dalam
matang yang telah terinfeksi oleh kista pemeriksaan serum ibu guna
jaringan, melalui kontak dengan ookista tinja mengecek adanya IgG. IgG merupakan
kucing yang terinfeksi dalam air, tanah, atau anti-toxoplasma yang terbentuk 1-2
sampah yang tercemar. minggu setelah infeksi, dan memuncak
pada 1-2 bulan, biasanya menetap
A. Epidemiologi
seumur hidup. Aviditas IgG rendah
Insiden dankeparahan infeksi
pada infeksi primer dan meningkat
kongenitan bergantung pada usia janin
dalam beberapa minggu dan bulan
saat infeksi terjadi pada ibu. Risiko
kemudian Jika ditemukan IgG
meningkat saat usia kehamilan 13 minggu
beraviditas tinggi maka infeksi dalam 3-
(6%) dan pada 36 minggu (72%).
5 bulan sebelumnya dapat
disingkirkan.
B. Gambaran Klinis
Antibodi IgM muncul dalam 10
Sebagian besar infeksi akut pada ibu
hari dan negatif dalam 3-4 bulan.
dan neonatus bersifat subklinis dan hanya
Antibodi IgM tidak boleh digunakan
dapat dideteksi melalui pemeriksaan
secara tersendiri untuk mendiagnosis
penapisan serologis pranatal /neonatus.
toksoplasmosis akut. Antibodi IgA dan
Ibu mungkin mengalami gejala berupa
IgE juga baik digunakan untuk
lesu, demam, nyeri otot, dan kadang ruam
diagnosis infeksi akut.
makulopapular dan limfadenopati serviks
Diagnosis prenatal
posterior. Pada orang dewasa
toxoplasmosis dilakukan dengan
imunokompeten, infeksi awal memicu
menggunakan teknik amplifikasi PCR
kekebalan, dan infeksi sebelum kehamilan

1
dan evaluasi sonografik. Igm dan IgA dan menjaga agar kucing tidak masuk
spesifik toksoplasma mungkin terdapat ke dalam rumah.
dalam cairan amnion tetapi keduanya
Vaksin spesifik untuk toksoplasmosis
tidak menyingkirkan infeksi. Bukti
belum ada
sonografik kalsifikasi intrakranium,
hidrosefalus, kalsifikasi hati, asites,
penebalan plasenta, usus hiperekoik,
dan hambatan pertumbuhan dapat
digunakan untuk membantu
menegakkan diagnosis pranatal.

D. Penatalaksanaan

Terapi wanita hamil kemungkinan akan


mengurangi, tetapi tidak menghilangkan risiko
infeksi kongenital.

(a) Spiramisin diperkirakan mengurangi


risiko infeksi kongenital, tetapi tidak
digunakan untuk mengobati infeksi janin
yang sudah terjadi.
(b) Terapi presumtif (pirimetamin &
sulfonamid) untuk infeksi ibu primer pada
kehamilan tahap lanjut dengan pemeriksaan
cairan amnion negatif.

Terdapat keterkaitan yang lemah antara terapi


dini dengan penurunan risiko toksoplasmosis
kongenital.

E. Pencegahan
(a) Memasak daging hingga suhu aman
(b) Mengupas/mencuci bersih buah dan
sayuran
(c) Membersihkan permukaan alat
memasak yang mungkin mengandung
daging mentah, telur, makanan laut,
buah, dan sayuran yang belum dicuci
(d) Menggunakan sarung tangan ketika
membersihkan kotoran kucing atau
mendelegasikan tugas ini
(e) Menghindari memberi kucing makan
daging mentah atau setengah matang

2
SINDROM DISCAR GENITAL (GONORRHAE)

I. DEFINISI

Gonorrhae merupakan penyakit yag berasal dari bakteri gram negatif


diplokokkus yaitu N.Gonorrhae yang berbentuk seperti biji kopi dengan pewarnaan
metilen biru alkalis Loeffler ditambah dengan carbol fuchsin dan pironin. Pada
manusia bakteri ini akan menimbulkan benda penangkis yang dapat
didemonstrasikan dan ia juga dapat menyerang selaput mukosa yang mempunyai
epitel torak, sendi, endokardium, konjungtiva, dan epitel vagina pada wanita yang
belum menginjak usia dewasa dan pada wanita usia lanjut cukup rentan terkena
infeksi Gonorrhae ini.

II. PATOSFISIOLOGI

Infeksi penyakit menular seksual pada perempuan biasanya terjadi karena


jalan berhubungan intim, pada vulvovaginitis gonoroika di anak perempuan terjadi
lewat tangan, handuk dan sebagainya dari penderita Gonorrhae dengan masa
inkubasi dalam hitungan jam bahkan sampai 2 atau 3 hari lamanya. Uretra, kelenjar
skene, kelenjar bartholini dan serviks menjadi bagian genitalia pertama yang terkena
infeksi, yang mana jaringan endometrium sebagian nekrotik bercampur dengan
darah menjadi tempat pertumbuhan kuman yang sangat baik dan akhirnya akan ada
peradangan akut (endometritis acuta) dapat sembuh dari gonorrhae, akan tetapi ia
dapat menyebar ke bagian tuba fallopi, ovarium, dan peritoneum

Pada infeksi orifisium uretra eksterna, ia akan menjadi memerah disertai


pembengkakan dan adanya eksudat atau nanah di dalamnya. Kelenjar skene juga
dapat terlibat pada bagian salurannya yang menyebabkan timbulnya nanah dan
terkadang ada pembentukan abses. Pada muara salurannya akan dikelilingi areola
yang memerah (macula gonorrhae sangar.

Saluran kelenjar bartholini dapat juga meradang dan ia dapat selalu terbuka
atau tersumbat karena adanya pembengkakan dan perlekatan juga berubah menjadi
abses dapat pecah spontan atau menjadi kista. Vagina hanya mudah terinfeksi
gonorrhae pada anak-anak, ibu hamil dan monopause, sedangkan pada masa
reproduksi yang tidak hamil ia akan kebal terhadap gonorrhae, karena epitel uterus
akan menebal dan kuat pertahanan tubuhnya. Pada bagian serviks menjadi tempat
yang paling sering terinfeksi gonorrhae dan menjadi meradang (servisitis acuta)
dengan adanya pengeluaran cairan mukopurulen dan serviks dapat menyimpan

3
patogen tersebut dalam waktu yang lama dan menjadi sebab adanya kekambuhan
yang tak terlihat gejala-gejalanya.

Schroeder menyatakan dalam penelitiannya bahwa gonorrhae pada korpus


uterus dapat sembuh dalam beberapa minggu setelah adanya perubahan siklus di
lapisan fungsional endometrium, tetapi infiltrat radang yang kecil-kecil dapat
bertahan pada waktu yang lama di lapisan basal uterus. Sedangkan kelainan yang
paling terlihat ialah pada mukosa tuba fallopi yang pada stadium akutnya dijumpai
pembengkakan dari dindingnya hingga membentuk benjolan di lipatan tuba fallopi,
hilangnya silia, epitel dan ada eksudat purulen.

Ostium tuba abdominalis tertutup oleh eksudat peritoneum bersifat


fibrinopurulen, akan tetapi paling sering oleh fimbria tuba yang membelok ke dalam
atau yang melekat. Pada perkembangannya ia akan aglutinasi membentuk ruang
kosong (pseudofollicular salphingitis) dan dapat obliterasi di isthmus, proliferasi
mukosa di interstisial dan menebal menjadi noduler dapat kembali bila ada resorbsi
eksudat atau berubah menjadi pyosalphing / hydrosalphing dan serosa tuba melekat
ke bagian belakang ligamentum latum, peritoneum cavum douglas dan ovarium /
usus-usus di dekatnya.

Ovarium biasanya menunjukan kelainan radang hanya pada permukaannya,


kelainan tersebut menyebabkan kecenderungan melekat pada daerah sekitarnya.
Kadanga dijumpai abses dan apabila bersatu dengan piosalphing terjadilah abses
tubo ovarial dan begitu pula dengan hidrosalphing bila bersatu menjadi kista tubo
ovarial. Radang peritoneum pelvis biasanya dijumpai bersamaan dengan salphingo
ooforitis dan peritonitis jarang terjadi karena gonorrhae cenderung di bagian pelvis
dan membuat adhesi multipel, kadang-kadang terjadi akumulasi abses di cavum
douglas. Infeksi rektum oleh gonococcus terjadi pada 10 % dari kasus kejadian dan
terbatas hanya pada bagian bawah rektum dan menunjukan gejala proktitis.

III. GAMBARAN KLINIS

Gejala klinis dari infeksi gonorrhae ialah rasa nyeri sewaktu berkemih disertai
sekret yang purulen dari uretra, kelenjar para uretralis dan bartholini dan sekresi
mukopurulen dari serviks juga dijumoai pada kasus-kasus yang tidak ada gejala sama
sekali atau tanda radang tidak terlalu menonjol. Adanya rasa nyeri di bagian perut
bawah, demam tidak terlalu tinggi dan nyeri tekan pada uterus menunjukan
keterlibatan bagian korpus uterus. Penyebaran infeksi ke tuba diikuti gejala-gejala
seperti nyeri yang lebih hebat di kedua lapang perut bagian bawah, hipogastrium
yang tegang, dan nyeri tekan pada cavum douglas juga demam yang tidak teratur.

IV. DIAGNOSIS

4
Pada penegakan diagnosis gonorrhae ialah dengan cara membiakan patogen pada
medium selektif, yang mana lidi kapas steril dimasukan ke dalam kanal endoserviks
selama 15-30 detik, kemudian spesimen diusap ke medium selektif dan dapat juga
digunakan kulturet tapi mjngkin sensitivitasnya lebuh rendah. Diagnosis ditegakkan
pada pengecatan gram terlihat diplococci intraseluler tetapi sensitivitasnya hanya
60%.

V. TINDAKAN PREVENTIF

Cara profilaksis terbaik menghindari infeksi gonorrhae ialah menghindari hubungan


seksual diluar nikah. Tetapi, pencegahan gonorrhae tersebut tidak selalu dapat
dilaksanakan. Ada beberapa cara yang dapat digunakan :
• Anak muda harus diberi edukasi mengenai penyakit menular seksual dan cara
pencegahannya
• Koitus tanpa kondom diluar perkawinan harus segera diikuti pemberian obat-
obatan efektif dalam dosis terapeutik dalam jangka 24 jam
• Asrama-asrama militer kondom-kondom dan cara profilaktik lain harus
disediakan dengan Cuma-Cuma
• Pessarium oklusivum tidak dapat melindungi uretra dan vulva dari infeksi,
tapi dapat mencegah infeksi pada serviks
• Mengadakan pengobatan gratis pada orang-orang dengan oenyakit menular
seksual dan meminta pertolongan

VI. TERAPI

Ada beberapa terapi yang di rekomendasikan menurut CDC :

• Seftriakson 125 mg i.m (dosis tunggal)


• Sefiksim 400 mg per oral (dosis tunggal)
• Ciprofloxacin 500 mg per oral (dosis tunggal)
• Ofloxacin 400 mg per oral (dosis tunggal)
• Levofloxacin 250 mg per oral (dosis tunggal)

Terapi untuk klamidia jika infeksi klamidia jika tidak dapat dikesampingkan,
penelitian untuk menguji kerentanan antibiotik dilakukan pada 122 isolat
N.Gonorrhae yang diperoleh dari 400 PSK di jakarta di dapatkan kerentanan
terhadap ciprofloxacin, cefuroxim, cefotaxim, ceftriakson, cloramfenicol dan
spektinomisin tapi semua isolat resisten terhadap tetrasiklin. Penurunan kerentanan
menurun pada erytromycin, tiamfenicol, canamicyn, penisilin, gentamisin, dan
norfloxacin.

5
Pada gonorrhae akut dapat juga diberikan :

• Penisilin G-Prokain 4,8 jt IU I.M pada gluteus kanan dan kiri didahului dengan
1 gr probenesid per oral.
• Ampisilin 3,5 gr per oral ditambah probenesid 1 gr per oral.
• Tetrasiklin 1,5 gr per oral diikuti dengan pemberian 500mg 4x1, namun
beberapa kasus bisa menjadi resisten.
• Spektinomisin 2 gr I.M dianjurkan bila terapi tetrasiklin dan ampisilin gagal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham F, Grant N, Leveno K. William’s Obstetrics USA: The Mc Graw – Hill


Company; 2005.
2. Wiknjosastro, H., 2006. Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga, Cetakan kedelapan, Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta: 323–338.

6
Sindrom Discharge Genital

I. Sifilis
Sifilis merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik yang disebabkan oleh Treponema
palidum. Penularan sifilis melalui hubungan seksual. Penularan juga dapat terjadi secara vertikal
dari ibu kepada janin dalam kandungan atau saat kelahiran, melalui produk darah atau transfer
jaringan yang telah tercemar, kadang-kadang dapat ditularkan melalui alat kesehatan.
Angka kejadian sifilis mencapai 90% dinegara-negara berkembang. World Health
Organization (WHO) memperkirakan sebesar 12 juta kasus baru terjadi di Afrika,Asia Selatan, Asia
Tenggara, Amerika Latin dan Caribbean. Angka kejadian sifilis di Indonesia berdasarkan laporan
Survey Terpadu dan Biologis Perilaku (STBP) tahun 2011 Kementrian Kesehatan RI terjadi
peningkatan angka kejadian sifilis di tahun 2011 dibandingkan tahun 2007. Di provinsi Lampung
khususnya di kota Bandar Lampung jumlah kasus infeksi menular seksual termasuk sifilis tahun
2012 sebesar 3.153 kasus dengan penderita wanita sebanyak 2.942 kasus dan pria sebesar 419
kasus, merupakan jumlah kasus terbanyak dibanding kota-kota lain di provinsi Lampung
Berdasarkan hal tersebut maka Treponema palidum masuk melalui selaput lendir yang utuh, atau
kulit yang mengalami abrasi, menuju kelenjar limfe, kemudian masuk ke dalam pembuluh darah,
dan diedarkan ke seluruh tubuh. Setelah beredar beberapa jam, infeksi menjadi sistemik walaupun
tanda-tanda klinis dan serolois belum jelas. Kisaran satu minggu setelah terinfeksi Treponema
palidum, ditempat masuk timbul lesi primer berupa ulkus. Ulkus akan muncul selama satu hingga
lima minggu, kemudian menghilang.
Uji serologis masih akan negatif ketika ulkus pertama kali muncul dan baru akan reaktif
setelah satu sampai empat minggu berikutnya. Enam minggu kemudian, timbul erupsi seluruh
tubuh pada sebagian kasus sifilis sekunder. Ruam ini akan hilang kisaran dua sampai enam
minggu, karena terjadi penyembuhan spontan. Perjalanan penyakit menuju ke tingkat laten,
dimana tidak ditemukan tanda-tanda klinis, kecuali hasil pemeriksaan serologis yang reaktif.
Masa laten dapat berlangsung bertahun- tahun atau seumur hidup.

A. Stadium sifilis

Sifilis dalam perjalanannya dibagi menjadi tiga stadium yaitu sifilis stadium primer, sekunder dan
tersier yang terpisah oleh fase laten dimana waktu bervariasi, tanpa tanda klinis infeksi. Interval
antara stadium primer dan sekunder berkisar dari beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Interval antara stadium sekunder dan tersier biasanya lebih dari satu tahun
1. Sifilis stadium primer
Lesi awal sifilis berupa papul yang muncul di daerah genitalia kisaran tiga minggu setelah
kontak seksual. Papul membesar dengan ukuran 0,5 – 1,5 cm kemudian mengalami ulserasi,
membentuk ulkus. Ulkus sifilis yang khas berupa bulat, diameter 1-2 cm , tidak nyeri, dasar ulkus

7
bersih tidak ada eksudat, teraba indurasi, soliter tetapi dapat juga multipel. Hampir sebagian
besar disertai pembesaran kelenjar getah bening inguinal medial unilateral atau bilateral
Manifestasi akan timbul pada beberapa minggu atau bulan, muncul gejala sistemik berupa
demam yang tidak terlalu tinggi, malaise, sakit kepala, adenopati, dan lesi kulit atau mukosa. Lesi
sekunder yang terjadi merupakan manifestasi penyebaran Treponema pallidum secara
hematogen dan limfogen.

2 Stadium sekunder
Manifestasi klinis sifilis sekunder dapat berupa berbagai ruam pada kulit, selaput lendir,
dan organ tubuh. Lesi kulit biasanya simetris, dapat berupa makula, papula, folikulitis,
papuloskuamosa, dan pustul, jarang disertai keluhan gatal. Lesi dapat ditemukan di trunkus dan
ekstermitas, termasuk telapak tangan dan kaki. Papul biasanya merah atau coklat kemerahan,
diskret, diameter 0,5 – 2 cm, umumnya berskuama tetapi kadang licin. Lesi vesikobulosa dapat
ditemukan pada sifilis kongenital. Gambaran lesi kulit pada sifilis sekunder dapat dilihat pada
gambar 5.
Kondiloma lata merupakan istilah untuk lesi meninggi (papul), luas, putih atau abu-abu di
daerah yang hangat dan lembab. Gambaran dapat dilihat pada gambar 6. Lesi sifilis sekunder
dapat muncul pada waktu lesi sifilis primer masih ada. Diagnosis sifilis sekunder ditegakkan
berdasarkan hasil pemeriksaan serologis yang reaktif dan pemeriksaan lapangan gelap positif.
Treponema pallidum banyak ditemukan pada lesi selaput lendir atau basah seperti kondiloma
lata
Ruam kulit pada sifilis sekunder sukar dibedakan dengan pitiriasis rosea, psoriasis, terutama jika
berskuama, eritema multiforme dan erupsi obat. Diagnosis sifilis sekunder cukup sulit. Pada
umumnya diagnosis ditegakkan berdasarkan kelainan khas lesi kulit sifilis sekunder ditunjang
pemeriksaan serologis Sifilis Laten

3 Sifilis laten
yaitu apabila pasien dengan riwayat sifilis dan pemeriksaan serologis reaktif yang belum
mendapat terapi sifilis dan tanpa gejala atau tanda klinis. Sifilis laten terbagi menjadi dini dan
lanjut, dengan batasan waktu kisaran satu tahun. Dalam perjalanan penyakit sifilis akan melalui
tingkat laten, selama bertahun-tahun atau seumur hidup. Tetapi bukan bearti penyakit akan
berhenti pada tingkat ini, sebab dapat berjalan menjadi sifilis tersier

4 Sifilis stadium tersier

Sifilis tersier terdiri dari tiga grup sindrom yang utama yaitu neurosifilis, sifilis kardiovaskular, dan
sifilis benigna lanjut. Pada perjalanan penyakit neurosifilis dapat asimptomatik dan sangat jarang
terjadi dalam bentuk murni. Pada semua jenis neurosifilis, terjadi perubahan berupa endarteritis
obliterans pada ujung pembuluh darah disertai degenerasi parenkimatosa yang mungkin sudah

8
atau belum menunjukkan gejala saat pemeriksaan.
Sifilis kardiovaskular disebabkan terutama karena nekrosis aorta yang berlanjut ke katup.
Tanda-tanda sifilis kardiovaskuler adalah insufisiensi aorta atau aneurisma, berbentuk kantong
pada aorta torakal. Bila komplikasi ini telah lanjut, akan sangat mudah dikenal
Sifilis benigna lanjut atau gumma merupakan proses inflamasi proliferasi granulomatosa yang
dapat menyebabkan destruksi pada jaringan yang terkena. Disebut benigna sebab jarang
menyebabkan kematian kecuali bila menyerang jaringan otak. Gumma mungkin terjadi akibat
reaksi hipersensitivitas infeksi Treponema palidum. Lesi sebagian besar terjadi di kulit dan
tulang. Lesi pada kulit biasanya soliter atau multipel, membentuk lingkaran atau setengah
lingkaran, destruktif dan bersifat kronis, penyembuhan di bagian sentral dan meluas ke perifer.
Lesi pada tulang biasanya berupa periostitis disertai pembentukan tulang atau osteitis gummatosa
disertai kerusakan tulang. Gejala khas ialah pembengkakan dan sakit. Lokasi terutama pada tulang
kepala, tibia, dan klavikula. Pemeriksaan serologis biasanya reaktif dengan titer tinggi

B Diagnosis
Secara garis besar uji diagnostik sifilis terbagi menjadi tiga kategori pemeriksaan
mikroskopik langsung pada sifilis stadium dini, uji serologis, metode berdasar biologi molekuler.
Untuk menegakkan diagnosis sifilis, diagnosis klinis harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan
laboratorium. Pemeriksaan mikroskop lapangan gelap (dark field) merupakan metode paling
spesifik dan sensitif untuk memastikan diagnosis sifilis primer adalah menemukan treponema
dengan gambaran karakteristik yang terlihat pada pemeriksaan mikroskop lapangan gelap dari
cairan yang diambil pada permukaan chancre. Ruam sifilis primer dibersihkan dengan larutan NaCl
fisiologis. Serum diperoleh dari bagian dasar atau dalam lesi dengan cara menekan lesi sehingga
serum akan keluar. Kemudian diperiksa dengan mikroskop lapangan gelap menggunakan minyak
emersi. Treponema pallidum berbentuk ramping, gerakan aktif
Uji serologis sifilis pada sifilis meliputi Uji serologis non treponema seperti pemeriksaan Rapid
Plasma Reagen (RPR), pemeriksaan Venereal Disease Research Laboratory (VDRL), dan
pemeriksaan Automated Reagin Test (ART), ketiganya merupakan pemeriksaan untuk
mendeteksi ”reagin” terhadap antibodi dimana antigennya disebut cardiolipin. Antibodi
cardiolipin dapat dideteksi pada serum pasien dengan sifilis aktif dan dibeberapa kondisi lain.
Namun, pada beberapa individu yang memiliki riwayat sifilis dengan kesuksesan terapi
mempertahankan kadar antibodi cardiopilin rendah untuk waktu yang lama, dengan demikian
individu tersebut tergolong ”serofast”. Uji serologis non treponema berfungsi untuk
mengidentifikasi sifilis kasus baru, untuk memantau progresifitas dari sifilis, dan memantau
respon dari terapi antibiotik.
Uji serologis treponema meliputi Enzym Immunioassay (EIA), Chemiluminescence
Immunoassay (CIA), Flurescent Treponema Antibody ”Absorbed” Assay (FTA-ABS), Treponema
Palidum Particle Agglutination Assay (TP-PA) dan Treponema Palidum Hemaglinination Assay
(MHA-TPA). Uji serologis treponema adalah pemeriksaan terhadap antigen antibodi yang spesifik

9
terhadap treponema. Digunakan untuk identifikasi sifilis dan monitoring terhadap terapi
antibiotik.

Uji serologik Anti-T.Palidum IgM antibodi spesifik seperti EIA atau IgM, 19S- IgM-FTA-abs
test, IgM-immunoblot untuk T. Palidum. Sensivitas dari uji tersebut rendah pada sifilis aktif. IgM
tidak efektif dalam mengetahui stadium dari sifilis maupun montitoring terapi. Uji serologis
tersebut digunakan pada penilaian sifilis pada bayi baru lahir dan CSF. Many rapid Point of Care
(POC) digunakan untuk mendeteksi antigen treponemal pada individu dengan riwayat sifilis 20
tahun sebelumnya. Namun uji serologis ini tidak untuk mendeteksi antibodi cardiopilin (pada
pasien dengan sifilis aktif). Tatalaksanaan sifilis dibagi berdasarkan stadiumnya yaitu tertera pada
table

C Terapi

Tabel 4. Tatalaksana sifilis berdasarkan klasifikasinya

Alternatif terapi pada alergi penisilin


Klasifikasi sifilis Terapi anjuran Alternatif terapi

Hamil Tidak Hamil

Early syphilis Benzatin Prokain benzilpenisilin, Eritromisin, Dosisiklin, 100 mg


(sifilis stadium benzilpenisilin, 2,4 juta 1,2 juta IU injeksi IM 500mg oral (4 (2 kali sehari) atau;
dini), sifilis IU injeksi IM (setiap hari selama 10 kali sehari
(pemberian dengan hari berturut-turut). selama 14 Tetrasiklin, 500 mg
primer, sifilis
dua kali injeksi hari). oral (4 kali sehari)
skunder.
ditempat berbeda). selama 14 hari.

Late Laten Benzatin Prokain benzilpenisilin, Eritromisin, 500 Dosisiklin 100 mg


benzilpenisilin, 2,4 juta 1,2 juta IU injeksi IM mg oral (4 kali oral (2 kali sehari),
Syphilis (sifilis
IU (total 7,2 juta IU) (setiap hari selama 20 sehari selama 30 atau;
stadium lanjut)
injeksi IM, (sekali hari berturut-turut). hari).
seminggu selama 3 Tetrasiklin, 500 mg
minggu berturut-turut
di hari ke 1, 8 dan (4 kali sehari)

15). selama 30 hari,

atau 21-28

hari.

10
Neurosyphilis Aquaous
Prokain benzilpenisilin, Dosisiklin, 200 mg
benzylpenicillin, 18-24
1,2-2,4 juta IU, injeksi IM oral (2 kali sehari)
juta IU injeksi
setiap hari dan selama 30 hari,
Ipemberian dengan 3-4
Probenesid, 500 mg oral atau;
juta IU. Setiap 4 jam
(4 kali sehari) selama 10-
selama 14 hari
14 hari) atau; Tetrasiklin, 500 mg
oral, (4 kali sehari
selama 30 hari).
Ceftriaxone 1-2 g IV
setap hari selama 10-14
hari (apabila tiak ada
penisilin).

Siflis kongenital Usia < 2 tahun dan Usia > 20; Aquaous Eritromisin 7,5-
benzylpenicillin 200 000-
infant dengan 12,5 mg/kg oral (4

11
abnormal CSF dengan; 300 000 juta IU/kg/hari kali sehari) selama
Aquaous injeksi IM. Dengan 30 hari (pada bayi
benzylpenicillin pemberian 50000 juta diawal bulan
kehidupa
100000-150000 juta IU/kg/dosis setiap 4-6
jam selama 10-14 hari.
IU/kg/hari injeksi IV
setiap 12 jam, selama 7
hari awal kehidupan
dan setelah itu setiap 8
jam, totalnya selama 10
hari. Atau;

Prokain benzilpenisilin
50000 juta IU/kg injeksi
IM dosis tunggal
(selama 10 hari

12
13
INFEKSI VIRUS HERPES TIPE 2 Janin terinfeksi oleh virus yang
keluar dari serviks atau saluran
I. Definisi,etiologi dan epidemiologi genitalia bawah, virus menginfeksi
uterus setelah ketuban pecah atau
Infeksi virus herpes simplex ditularkan melalui kontak dengan
(hsv)genital adalah salah satu penyakit janin saat pelahiran. Angka penularan
menular seksual tersering, diperkirakan adalah 1 dalam 2300 sampai 1 dalam
terdapat 50 juta remaja dan dewasa yang 30.000 persalinan, bergantung pada
saat ini terinfeksi (centers for disease populasi yang diteliti (brown, 2005;
control and prevention, 2006b). Pada mahnert, 2007; whitley, 2007 dkk.,).
tahun 2006 saja, terjadi 371.000 Herpes neonatus disebabkan oleh hsv
kunjungan rawat jalan untuk herpes 1 dan hsv 2 meskipun infeksi hsv 2
genitalis(centers for disease control and lebih dominan. Sebagian besar bayi
prevention, 2009b). Meskipun yang terinfeksi lahir dari ibu tanpa
kebanyakan wanita tidak menyadari riwayat infeksi hsv.
infeksi ini namun sekitar satu dari lima Risiko infeksi neonatur berkolerasi
memperlihatkan bukti serologis infeksi dengan keberadaan hsv di saluran
hsv 2 (xu dkk, 2006, 2007). Karena genital, jenis hsv, tidakan obstetris
sebagian besar kasus hsv ditularkan oleh invasif, dan stadium infeksi pada ibu
orang yang asimtomatik atau tidak (brown dkk., 2005, 2007). Bayi yang
menyadari penyakitnya maka hal ini lahir dari wanita yang terjangkit hsv
menjadi masalah kesehatan masyarakat menjelang persalinan memiliki 30-50%
yang besar. Diperkirakan bahwa 0,5 kemungkinan terinfeksi. Hal ini
sampai 2% wanita hamil memperoleh hsv disebabkan oleh tingginya jumlah virus
1 atau 2 selama kehamilan (brown dkk., dan kurangnya antibodi protektif
1997). transplasenta (brown dkk., 1997).
II. Patogenesis dan penularan Wanita dengan hsv rekuren memiliki
risiko menginfeksi neonatusnya
Hsv tipe 2 ditemukan hampir kurang dari 1% (brown dkk., 1997;
hanya dari saluran genitalia dan biasanya prober dkk., 1987).
ditularkan melalui hubungan seks. III. Manifestasi klinis
Sebagian besar kekambuhan lebih dari Setelah ditularkan melalui kontak
90% disebabkan hsv tipe 2. genital-genital atau orogenital hsv 2
bereplikasi ditempat masuk. Setelah
Penularan ke neonatus terjadi
infeksi mukokutis, virus bergerak
melalui 3 rute: (kimberlin, 2004; kimberlin
retrograd disepanjang saraf sensorik
dan rouse,2004)
tempat virus ini kemudian laten di
1. Intrauterus pada 5% ganglion spinal dorsal atau saraf
2. Peripartum pada 85% kranialis. Infeksi hsv dapat dibagi
3. Pascanatal pada 10% menjadi 3 kelompok:

14
1. Episode pertama infeksi primer serumnya. Secara umum, infeksi
adalah kasus hsv 2 diisolasi dari ini ditandai oleh lesi yang lebih
sekresi genital tanpa adanya sedikit, manifestasi sistemik yang
antibodi hsv 2. Hanya sepertiga lebih ringan,kurang nyeri dan
dari infeksi genital hsv 2 yang baru durasi lesi dan pelepasan (
didapat menimbulkan shedding) virus yang lebih singkat.
gejala(langenberg dkk., 1999). Hal ini mungkin disebabkan oleh
Masa tunas biasanya adalah 2 adanya imunitas parsial dari
sampai 10 hari yang kemudian antibodi yang dapat bereaksi
diikuti oleh “gambaran klasik” silang, misalnya dari infeksi hsv 1
berupa erupsi papular disertai yang diperoleh ketika masa kanak.
gatal atau kesemutan, yang 3. Reaktivasi penyakit ditandai oleh
kemudian menjadi nyeri dan isolasi hsv 2 dari saluran genital
vesikular. Lesi-lesi di vulva dan wanita yang memiliki antibodi
perineum dapat menyatu dan dengan serotipe sama. Selama
adenopati inginal yang terjadi masa laten, dimana partikel virus
mungkin parah. Sering terjadi berdiam diganglion saraf,
gejala sistemik mirip flu dan reaktivasi sering terjadi akibat
diperkirakan disebabkan oleh berbagai rangsangan yang masih
viremia. Hepatitis, ensefalitis atau belum sepenuhnya dipahami.
penumonia dapat timbul, namun Reaktivasi disebut infeksi rekuren
infeksi diseminata jarang dijumpai dan menyebabkan pengeluaran
. Serviks sering terkena meskipun virus herpes. Sebagian besar
secara klinis mungkin tidak herpes genitalis rekuren
terlihat. Beberapa kasus cukup disebabkan oleh virus tipe
parah sehingga pasien perlu 2(centers for disease control and
dirawat inap. Dalam 2 sampai 4 prevention, 2006b). Lesi umumnya
minggu semua gejala dan tanda lebih sedikit, kurang nyeri dan
infeksi lenyap. Banyak wanita tidak mengeluarkan virus lebih singkat
memperlihatkan lesi tipikal saat 2-5 hari daripada infeksi primer.
pertama kali datang mungkin Kekambuhan biasanya terjadi
dijumpai erosi atau fisura yang ditempat yang sama. Rekurensi
gantal maupun nyeri. terjadi paling sering pada tahun
2. Episode pertama infeksi non- pertama setelah infeksi awal, dan
primer didiagnosis jika hsv dapat frekuensinya berkurang dalam
diisolasi pada wanita yang hanya beberapa tahun.
memiliki antibodi anti hsv yang lain Pengeluaran virus asmitomatik
dalam serumnya. Sebagai contoh didefinisikan sebagai deteksi hsv
hsv 2 diisolasi dari sekresi genital dengan dibiakkan atau pcr tanpa
wanita yang telah memiliki gejala atau tanda. Sebagian besar
antibodi anti hsv 1 dalam wanita yang terinfeksi

15
mengeluarkan virus secara dengan pemeriksaan
intermiten, dan kebanyakan laboratorium. Pemeriksaan hsv
penularan hsv kepada pasangan yang tersedia adalah pemeriksaan
seksual terjadi selama periode virologis atau serologis spesifik
pengeluaran virus asimtomatik. tipe. Pemeriksaan virologis
Gradella dkk., (2005) melaporkan dilakukan pada spesimen lesi
angka biakan hsv positif pada 0,5% mukokutis , biakan sel dianjurkan
dan angka pcr positif pada 2,7% namun sensitifitas hsv relatif
wanita asimtomatik yang datang rendah, jika vesikel telah
untuk melahirkan. Diperlukan lebih mengalami ulserasi atau krustasi,
banyak data untuk memastikan dan isolasi virus kadang baru
efek pengeluaran virus diketahui hasilnya setelah 1-2
asimtomatik pada penularan minggu. Meskipun pemeriksaan
neonatus. pcr lebih sensitif dan hasilnya
Infeksi neonatus dapat tersedia dalam 1 atau 2 hari
bermanifestasi dalam beberapa namun saat ini belum disetujui
cara. Infeksi mungkin terbatas di untuk spesimen genital oleh fda.
mata atau mulut pada sekitar 35% Namun pemeriksaan pcr
kasus. Penyakit desminata disertai merupakan pemeriksaan yang
keterlibatan banyak organ utama lebih dianjurkan untuk deteksi hsv
ditemukan pada 25%. Infeksi lokal dicairan spinal. Apapun
biasanya berkaitan dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan, tipe
akhir yang baik. Sebaliknya, hsv perlu dibedakan karen tipe hsv
bahkan dengan terapi asiklovir, mempengaruhi konsultasi dan
infeksi diseminata memperlihatkan prognosis jangka panjang. Hasil
angka kematian mendekati biakan atau pcr yang negatif tidak
30%(kimberlin, 2004; kimberlin menyingkirkan keberadaan infeksi.
dkk., 2001a, b). Hal yang utama, Hasil positif palsu jarang dijumpai.
gangguan perkembangan dan
Tersedia beberapa sistem
susunan saraf pusat serius
pemeriksaan serologis untuk
dijumpai pada 20-50% neonatus
mendeteksi antibodi terhadap
yang selamat dari infeksi
glikoprotein hsv g1 dan g2
diseminata atau otak.
(anzivion dkk., 2009). Protein-
protein ini memicu respon
IV. Diagnosis
antibodi spesifik terhadap infeksi
Menurut centers for hsv 1 dan hsv 2 (ashley, 2001).
disease control and prevention Pemeriksaan-pemeriksaan ini
(2006b), diagnosis klinis herpes dapat digunakan untuk
genitalis kurang sensitif dan tidak membedakan antibodi hsv 1 dan
spesifik serta perlu dipastikan hsv 2 dan memungkinkan

16
konfirmasi infeksi klinis serta untuk universal akan menurunkan angka
indentifikasi pembawa kematian perinatal dan sekuele
asimtomatik. Fda telah menyetujui berat akibat hsv neonatus.
tes-tes spesifik tipe yang
merupakan jenis enzyme- VI. Penatalaksanaan
linkedimmunosorbent assay (elisa)
Terapi antivirus dengan asiklovir,
atau blot-style. Peeriksaan-
famsiklovir, atau valasiklovir telah
pemeriksaan ini mencakup
digunakan untuk mengobati herpes
herpeselect elisa, herpeselect
genitalis episode pertama pada pasien
immunoblot dan captia hsvtype
tak hamil. Preparat oral atau
spesific test kit terinfeksi (centers
parenteral memperingan gejala klinis
for disease control and prevention,
dan durasi pengeluaran virus. Terapi
2006b). Fda juga telat menyetujui
supresif juga pernah diberikan untuk
dua pemeriksaan cepat untuk
menekan infeksi rekuren dan
pemakaian ditempat biokit hsv 2
mengurangi penularan heteroseks
rapid test dan sure vue hsv 2 rapid
(corey dkk., 2004). Untuk mengatasi
test. Sensitifitas untuk berbagai
nyeri, pasien dapat diberikan analgesik
pemeriksaan ini dilaporkan adalah
dan anestetik topikal, dan retensi urin
91-100% (greer, 2008; laderman,
diltasi dengan kateter kandung kemih.
2008; wald dan ashley morrow
dkk., 2002). Hampir semua infeksi Asiklovir tampaknya aman
hsv 2 diperoleh melalui hubungan digunakan untuk wanita hamil
seks sehingga deteksi antobodi hsv (ratanajami dkk., 2003). Produsen
2 hampir diagnostik untuk infeksi siklovir dan valasiklovir bekerjasama
genital (wald, 2004). dengan centers for disease control
and prevention, telah membuat
registrasi hasil akhir pascapajanan ke
V. Penapisan serologis pranatal
obat golongan ini selama kehamilan
Brown (2000) serta wald dan
sepanjang tahun 1999. Lebih dari 700
ashley morrow (2002)
neonatus yang terpajan selama
menganjurkan penapisan serologis
trimester pertama dievaluasi, dan
antibodi hsv 2 pranatal terhadap
tidak dijumpai evek merugikan (reif
pasangan. Hal ini dimaksudkan
eldridge dkk., 2000;scot; 1999).
utuk mendorong pentingnya seks
Terdapat kekhawatin teoretis tentang
yang aman serta untuk pemberian
kemungkinan neutropenia yang
supresi antivirus seandainya
serupa dengan bayi yang diberi terapi
terdapat ketidaksesuaian yaitu
supresif jangka panjang (kimberlin,
pasangan seropositif sementara
2004). Pada saat ini belum cukup data
pasangan lainnya seronegatif.
untuk famsiklovir meskipun telah
Cleary dkk., (2005) menghitung
dibuat suatu registri kehamilan.
bahwa penapisan pranatal

17
Wanita yang mengalami dan pengeluaran virus
penyakit primer selama kehamilan amiptomatik.
dapat diberi terapi antivirus untuk Saat pelahiran wanita dengan
memperlemah dan mengurangi riwayat hsv perlu ditanyai tentang
lama gejala dan pengeluaran virus. gejala prodromal, misalnya rasa
Wanita dengan ko infeksi hiv panas atau gatal pada vulva.
mungkin memerlukan pengobatan Pemeriksaan yang cermat atas
yang lebih lama. Mereka yang vulva, vagina dan serviks perlu
menderita hsv berat atau dilakukan dan lesi yang
diseminata diberi asiklovir mencurigakan dibiak. Bedah cesar
intravena, 5-10mg/kg setiap 8 jam diindikasikan bagi wanita dengan
selama 2-7 hari sampai diamati lelsi genital aktif atau gejala
perbaikan klinis. Hal ini diikuti oleh prodromal (american college of
terapi antivirus oral untuk obstetricians and gynecologysts,
menuntaskan paling sedikit 10 hari 2007a). Perlu dicatat 10-15% bayi
terapi total(centers for disease dengan hsv lahir dari wanita yang
control and prevention, 2006b). menjalani bedah cesar. Bedah
Infeksi hsv berulang selama cesar tidak dianjurkan untuk
kehamilan diterapi hanya secara wanita yang memiliki riwayat
simtomatis. Sejumlah penelitian infeksi hsv tetapi tanpa lesi gential
memperlihatkan bahwa supresi aktif saat persalinan. Selain itu lesi
asiklovir atau valasiklovir yang aktif didaerah non-genital bukan
dimulai pada 36 minggu akan indikasi untuk bedah cesar . Dalam
menurunkan jumlah kekambuhan hal ini lesi dapat ditutup dengan
hsv pada aterm sehingga kassa oklusif dan janinn dapat
menurunkan kebutuhan akan dilahirkan pervagina.
bedah caesar (hollier dan wende,l
2008). Terapi supresif ini juga Obat antivirus untuk inveksi virus
mengurangi pengeluaran virus herpes selama kehamilan
yang dibuktikan dengan biakan Indikasi Rekomendasi
dan teknik pcr. Suatu pembahasan pada wanita
menyeluruh tentang profilaksis hamil
asiklovir yang diberikan dari 36 Infeksi primer Asiklovir, 400mg
minggu hingga persalinan atau episode peroral tiga kali
dilakukan oleh sheffield pertama sehari selama 7-
dkk.,(2003). Mereka mendapatkan 10 hr atau
bahwa terapi supresif tersebut Valasiklovir, 1
menyebabkan penurunan gram peroral dua
bermakna angka rekurensi klinis kali sehari selama
hsv, bedah caesar atau indikasi 7-10 hari
rekurensi hsv , deteksi hsv total Infeksi rekuren Asiklovir, 400mg

18
simtomatik peroral tiga kali simples virus (HSV) serostatus and
sehari selama HSV type on risk of neonatal
5hari atau herpes. Acta Obstet Gynecol
Asiklovir, 800mg 86:253, 2007
peroral dua kali Brown ZA: HSV-2 spesific serology
sehari selama 5 shoul be offered routinely to
hari atau antenatal patients. Rev Med Virol
Valasiklovir, 10(3):141, 2000
500mg peroral Brown ZA, Baker DA: Acyclovir
dua kali sehari therapy during pregnancy. Obstet
selama 3 hari Gynecol 73:526, 1989
atau Brown ZA, Gardella C, Wald A, et
Valasiklovir, 1 al: Genital herpes complicating
gram peroral pregnancy. Obstet Gynecol
sekali sehari 106:845, 2005
selama 5hari Brown ZA, Selke SA, Zeh J, et al :
Supresi harian Asiklovir, 400mg Acquisitionof herpes simplex virus
peroral tiga kali during pregnancy, N Engl J Med
sehari dari 36 337:509, 1997
minggu sampai Corey L, Wald A, Patel R, et al:
pelahiran atau Oncedaily valacyclovir to reduce
Valasiklovir, the risk of transmission of genital
500mg peroral herpes. N Engl J Med 350:11, 2004
dua kali sehari Eskild A, Jeansson S, Stray-
dari 36 minggu Pedersen B, et al: Herpes simplex
sampai pelahiran virus type-2 infection in
atau pregnancy. No risk of fetal death:
Di adaptasi dari centers for disease results from a nested case-control
control and prevention sexually study within 35940 women. Br J
transmitted diseases treatment Obstet Gynaecol 109:1030, 2002
guidelines (2006b) Fagnant RJ, Monif GRG: How rare
is congenital herpes simplex? A
DAFTAR PUSTAKA literature review. J Reprod Med
Braig S, Luton D, Sibony O, et al; 34:417, 1989
Acyclovir prophylaxis in late Gardella C, Brown ZA, Wald A, et
pregnancy prevents reccurent al: Poor correlation between
genital herpes and viral shedding. genital lession and detection of
Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol herpes simplex virus in women in
96:55, 2001 labor. Obstet Gfynecol 106:268,
Brown EL, Gardella C, Malm G, et 2005
al: Effect of maternal herpes

19
INFEKSI SALURAN KEMIH BAGIAN BAWAH NON KOMPLIKATA
I. Defenisi ISK

Infeksi ini merupakan ISK yang disebabkan Organ lain yang dapat terlibat adalah
kondisi lain , salah satunya penggunaan kandung kemih, perineum, vestibula ,
katetrisasi . Angka kejadian bakteriuria vagina, ureta, dan jaringan parauretral .
karena pemasangan kateter urin berkisar Infeksi asendens melalui uretra adalah
3-10% dan lamanya pemasangan menjadi keluhan yang paling sering dijumpai , yang
salah satu faktor resiko terjadinya infeksi . dapat terjadi secara spontan atau terjadi
Pada ibu hamil dengan bakteriuria tanpa setelah hubungan seksual atau
gejala terdapat peningkatan resiko kateterisasi. Daerah periuretral akan
komplikasi perinatal seperti persalinan dipenuhi oleh koloni besar bakteri, yang
kurang bulan , infeksi dengan keluhan , kemudian akan menjalar ke atas melalui
peilonefritis di kemudian hari . Infeksi uretra untuk memasuki kandung kemih
saluran kemih bagian bawah non dan melekat pada urotelium. Cara
komplikata biasanya terjadi pada orang masuknya kuman belum diketahui secara
dewasa, termasuk didalamnya episode pasti, hanya diduga bakteri akan
sporadik yang didapat dari komunitas dan mengalami refluks setelah berkemih,
menyebabkan sistitis akut dan dapat menjalar berlawanan dengan arah
pielonefritis akut pada orang yang sehat . aliran kemih karena terjadinya arus
Fakor risiko yang mendasari ISK jenis ini turbulensi, atau aliran balik ke arah
adalah faktor risiko yang tidak diketahui, kandung kemih.
infeksi berulang dan faktor risiko diluar
III. Mekanisme pertahanan dari ISK
traktus urogenitalis. ISK ini banyak
diderita oleh wanita tanpa adanya Kandung kemih memiliki beberapa
kelainan struktural dan fungsional di mekanisme untuk mencengah terjadinya
dalam saluran kemih, maupun penyakit infeksi. Salah satu di antaranya adalah
ginjal atau faktor lain yang dapat kemampuan hidrokinetik atau
memperberat penyakit. Pada pria ISK non kemampuan untuk menguras habis
komplikata hanya terdapat pada sedikit kandung kemih sehingga pengeluaran
kasus. kemih akan mengurangi jumlah bakteri
dan membersihkan organisme penyebab
II. Patogenesis ISK
infeksi.
Saluran kemih pada umumnya steril di
IV. Faktor resiko
atas uretra sebelah distal walaupun
bakteri dapat masuk terutama dari organ Faktor resiko terjadinya infeksi saluran
yang berdekatan. Infeksi yang teriadi kemih terbagi menjadi faktor resiko
melalui fekal-perineal-uretral adalah salah kongenital yaitu kandung kemih panggul
satu alternatif penularan. E. coli yang dan susunan syaraf pusat . Sementra
terdapat dalam jumlah banyak di rektum faktor resiko didapat untuk ISK yaitu
menjadi salah satu penyebab utama ISK.

20
traumatik , inflamasi , metabolik , obat , berkemih, golongan darah,
anatomik . kateterisasi dan status fungsional
yang memburuk pada wanita tua
V. Contoh ISK non komplikata
di rumah jompo. Pada pria, angka
A. Sistitis Non Komplikata kejadiannya hanya sedikit dan
paling sering terjadi pada usia 15-
1. Definisi
50 tahun.
Sistitis adalah infeksi kandung
4. Pemeriksaan Laboratorium
kemih dengan sindroma klinis yang
terdiri dari disuria, frekuensi, Pengujian urin dengan dipstik
urgensi dan kadang adanya nyeri adalah sebuah alternatif dari
pada suprapubik. pemeriksaan

2. Gejala dan Tanda urinalisis dengan mikroskop untuk


diagnosis sistitis akut non
Gejala iritatif berupa disuria,
komplikata.
frekuensi, urgensi, berkemih
dengan jumlah urin yang sedikit, Kultur urine direkomendasikan
dan kadang disertai nyeri supra hanya untuk mereka yang:
pubis. Sistitis ditandai dengan
a. Diduga menderita pielonefritis
adanya leukosituria, bakteriuria,
akut
nitrit, atau leukosit esterase positif
pada urinalisis. Bila dilakukan b. Gejala yang tidak hilang atau
pemeriksaan kultur urin positif. terjadi kembali dalam 2-4
minggu setelah, penyelesaian
3. Faktor Risiko
terapi
Pada wanita faktor risiko
c. Wanita yang menunjukkan
terjadinya sistitis berbeda pada
gejala tidak khas
usia muda dan usia tua. Pada
wanita usia muda dan d. Wanita hamil atau
premenopause faktor risikonya
e. Pria yang diduga ISK.
berupa hubungan seksual,
penggunaan spermatisida, partner Jumlah koloni bakteri uropatogen
seksual baru, ibu dengan riwayat ≥103 /mL adalah diagnostik secara
ISK, riwayat ISK pada masa kanak-
mikrobiologis pada wanita yang
kanak. Sedangkan pada wanita tua
menunjukkan gejala sistitits akut
dan post menopause faktor risiko
nonkomplikata.Wanita yang
terjadinya sistitis adalah riwayat
menunjukkan gejala yang tidak
ISK sebelum menopause,
spesifik dan gagal dalam terapi
inkontinensia, vaginitis atrofi
perlu dilakukan pemeriksaan
karena defisiensi estrogen,sistokel,
penunjang lainnya. Pada pria
peningkatan volume urin pasca
dengan ISK harus dilakukan

21
evaluasi urologis termasuk penyebab yang kompleks pada
pemeriksaan colok dubur untuk wanita hamil, USG atau magnetic
menentukan antara lain apakah resonance imaging (MRI) dijadikan
terdapat kelainan pada prostatitis. pilihan untuk menghindari risiko
radiasi pada janin.
B. Pielonefritis Akut Non Komplikata

1. Definisi
VI. Penegakan Diagnosis Infeksi Saluran
Pielonefritis akut non komplikata Kemih
adalah infeksi akut pada parenkim
Diagnosis infeksi saluran kemih (ISK)
dan pelvis ginjal dengan sindroma
berdasarkan pada hasil anamnesis dan
klinis berupa demam, menggigil
pemeriksaan fisik yang mendukung
dan nyeri pinggang yang
adanya tanda dan gejala tipikal terjadinya
berhubungan dengan bakteriuria
ISK (Agpoa et al., 2015). Pemeriksaan
dan piuria tanpa adanya faktor
penunjang yang merupakan protokol
risiko. Faktor risiko yang dimaksud
standar untuk pendekatan diagnosis ISK
adalah kelainan struktural dan
bisa berupa analisis urin rutin,
fungsional saluran kemih atau
pemeriksaan mikroskopis urin segar
penyakit yang mendasari yang
tanpa putar, kultur urin serta jumlah
meningkatkan risiko infeksi atau
bakteri/mL urin (Sukandar, 2014). Selain
kegagalan terapi antibiotika.
itu untuk penunjang lain untuk
2. Gejala dan Tanda menegakkan diagnosis ISK bisa
menggunakan berbagai metode antara
Pielonefritis akut ditandai oleh
lain (Tjay et al., 2007):
menggigil, demam (>38oC), nyeri
pada daerah pinggang yang diikuti A. Tes sedimentasi
dengan bakteriuria dan piuria yang Untuk mendeteksi secara mikroskopis
merupakan kombinasi dari infeksi adanya bakteri dan leukosit dalam
bakteri akut pada ginjal. endapan urin.
B. Tes nitrit (Nephur R)
3. Pemeriksaan radiologi
Menggunakan strip mengandung
Evaluasi saluran kemih bagian atas nitrat yang dicelupkan ke urin. Hanya
dengan USG dan foto BNO untuk untuk mendeteksi bakteri gram
menyingkirkan kemungkinan negative.
obstruksi atau batu saluran kemih. C. Dip-slide test (Uricult)
Pemeriksaan tambahan, seperti Menggunakan persemaian bakteri di
IVP/CT-scan, seharusnya kaca objek, sesuai dengan inkubasi
dipertimbangkan bila pasien masih yang kemudian ditentukan jumlah
tetap demam setelah 72 jam untuk koloninya secara makroskopis.
menyingkirkan faktor komplikasi D. Pembiakan lengkap
yang lebih jauh seperti abses
ginjal. Untuk diagnosis faktor

22
Terutama dilakukan sesudah Antimikroba yang memiliki spectrum
terjadinya residif 1-2 kali, terlebih cukup luas, mencapai konsentrasi tinggi
pada ISK anak-anak dan pria. dalam saluran kemih serta memiliki
E. Tes ACB (Antibody Coated Bacteria) kemungkinan resistensi rendah. Bila
Tes imunologi untuk menentukan ISK kuman pathogen dapat dikenali, maka
yang letaknya lebih tinggi. Dalam hal dapat digunakan antibiotika dengan
ini, tubuli secara local membentuk spectrum lebih sempit.
antibodi-antibodi terhadap bakteri, B. Amoksisilin
yang bereaksi dengan antigen yang Amoksisilin merupakan turunan
berada di dinding bakteri tersebut. ampisilin, sudah jarang digunakan
Kompleks yang terbentuk dapat sebagai pengobatan awal oleh karena
diperlihatkan dengan teknik resistensi terhadap Enterobactericeae.
imunofluoresens. Co-amoxiclav merupakan campuran
F. Pemeriksaan renal imaging amoksisilin dan asam klavunalat yang
procedures akan menghanncurkan enzim β-
Harus berdasarkan pada indikasi klinis laktamase. Obat ini tidak efektif untuk
yang kuat untuk investigasi faktor pengobatan bakteria dengan resistensi
predisposisi ISK, pemeriksaan tersebut terhadap amoksisilin.
misalnya ultrasonografi (USG), C. Sefalosporin
radiografi dan isotope scanning Generasi pertama sefalosporin yang
(Sukandar, 2014). digunakan untuk semua uropatogen,
kecuali Enterobacter dan Pseudomonas.
D. Trimetropim
VII. Pengobatan Infeksi Saluran Kemih Trimetropim secara luas digunakan
sebagai obat baku, tetapi harus dihindari
Pengelolaan infeksi saluran kemih bagian
penggunaannya pada kehamilan oleh
bawah terutama ditujukan untuk mengobati
karena efek teratogeniknya.
infeksi yang terjadi dan mencegah terjadinya
E. Tetrasiklin
infeksi berulang. Tujuan pengobatan :
Tetrasiklin memiliki kemampuan untuk
➢ Menghilangkan keluhan menghilangkan infeksi hampir semua
➢ Mengobati secara klinis uropatogen, tetapi merupakan
➢ Mengobati secara mikrobiologis kontraindikasi pada kehamilan dan
➢ Mendeteksi faktor predisposisi menyusui, dan akan tersimpan didalam
➢ Mencegah keterlibatan saluran kemih tulang dan gigi.
bagian atas F. Fluorokuinolon
➢ Mengelola infeksi kronis Fluorokuinolon seperti siprofloksasin,
➢ Mencegah kekambuhan ofloksasin dan norfloksasin bermanfaat
untuk bakteria Gram-negatif, karena
Obat-obat yang digunakan antara lain :
dapat mencapai konsentrasi tinggi dalam
A. Antimikroba urin. Antibiotika oral jenis ini juga

23
digunakan untuk pengobatan
P.aeruginosa.
G. Nitrofurantoin
Nitrofurantoin dapat mencapai
konsentrasi tinggi dalam urin, tetapi tidak
pada serum dan jaringan, sehingga
bermanfaat untuk pengobatan ISK bagian
bawah. Aman pada pemakaian dalam
kehamilan, tetapi kontraindikasi pada
janin cukup bulan karena risiko hemolysis
neonatal.
H. Azitromisin
Azitromisin adalah antibiotika
menyerupai makrolid, efektif pada
pengobatan klamidia.

I. Pola Resistensi terhadap Antibiotika


Amoksisilin resisten untuk E.coli dan
Enterobacteriaceae, resistensi terhadap
trimetroprim juga meningkat. Pada
umumnya masih sensitive terhadap
sefalosporin dan coamoksiklav dengan
penggunaan dosis tunggal selama 3 hari,
kecuali pada beberapa kasus di rumah
sakit.

VIII. Upaya Pencegahan

Pencegahan primer dilakukan dengan cara


menjaga kebersihan, kecukupan asupan
cairan dan keteraturan frekuensi berkemih.
Kekuatan arus air kemih yang dikeluarkan
akan membantu pengenceran serta
pengeluaran organisme penyebab infeksi.
Dengan cara ini gejala akan berkurang sekitar
40%.

(Sumber : Sarwono-Buku Ilmu Kandungan


Edisi 3)

24
VULVOVAGINITIS CANDIDA

Vulvaginitis candida bukan infeksi menular Diagnosis.


seksual karena candida merupakan penghuni Diagnosis dibuat kalua preparat KOH cairan
vagina normal. Pada 25% perempuan bahkan vagina menunjukan hife dan kuncup (larutan
dijumpai di rectum dan rongga mulut dalam KOH 10% sampai 20% menyebabkan lisis sel
persentase yang lebih besar. Candida albicans darah merah dan putih sehingga mempermudah
menjadi pathogen pada 80% sampai 95% kasus identifikasi jamur). Mungkin diperlukan untuk
kandidiasis vulvovaginitis, dan sisanya adalah melihat banyak lapangan pandang agar dapat
candida glabrata dan candida tropicalis. Factor menemukan pathogen. Preparat KOH negatif
resiko infeksi meliputi imunosupresan, diabetes
tidak mengesampingkan infeksi. Pasien dapat
millitus, perubahan hormonal (missal diterapi berdasarkan gambaran klinis. Dapat
kehamilan), terapi antibiotika spektrum luas, dibuat biakan dan hasilnya bias diperoleh dalam
dan obesitas. waktu 24 sampai 72 jam.
Keluhan dan gejala. Terapi.
Beratnya keluhan tidak ada hubungannya
Terapi terdiri dari aplikasi topical imidasol atau
dengan jumlah organisme. Keluhan yang triasol, seperti mikonasol, klotrinasol,
menonjol adalah pruritus, seringkali disertai butokonasol atau terjonasol. Obat-obat yang
iritasi vagina, dysuria, atau keduanya. Cairan diresepkan sebagai krim, supositoria, atau
vagina klasik berwarna putih seperti susu yang keduanya. Lama pengobatan bervariasi
menjendal dan tidak berbau. Pemeriksaan tergantung obat yang dipilih. Dosis tunggal
speculum seringkali memperlihatkan eritema flukonasol 150mg per oral mempunyai tingkat
dinding vulva dan vagina, kadang-kadang kemanjuran tinggi.
dengan plak yang menempel.

Diagnosis diferensial infeksi vagina


Kriteria diagnostik Sindroma
normal Vaginosis Vaginosis Vulvovaginitis
bakterial trikomonas kandida

pH vagina 3,8 - 4,2 >4,5 >4,5 >4,5 (usually)

Cairan vagina Putih, jernih, halus Tipis, homogen, Kuning-hijau, Putih, seperti
putih, abu-abu, berbuih, lengket, keju,kadang-
lengket, seringkali tambah banyak kadang tambah
tambah banyak banyak

25
Bau amis (KOH) Tidak ada Ada (amis) Mungkin ada Tidak ada
(amis)
Uji whiff
Keluhan utama Tidak ada Keputihan, bau Keputihan, Gatal/panas,
pasien busuk (mungkin berbuih, bau keputihan
tambah tidak enak bususk, pruritus
setelah vulva, disuria
senggama),
kemungkinan gatal
Mikroskopik 1 laktobasili, 2 3 sel clue 4 trikomonas, 5 6 kuncup jamur, 7
epitel lekosit pseudohifa

26
VAGINITIS
dan eksfoliasi sel-sel epitel, membentuk sekret
I. Pengertian Vaginitis yang kental dan banyak.
Pada kehamilan, peningkatan jumlah
Vaginitis adalah peradangan pada vagina. sekret vagina cukup sering dikeluhkan. Tidak
Pada wanita premenopause, infeksi adalah ditemukan adanya penyebab patologis pada
penyebab paling umum. Setelah menopause, sebagian besar kasus. Faktor yang mendasari
kadar estrogen yang rendah sering peningkatan sekret vagina dan serviks adalah
menyebabkan atrofi vagina (atrophic hiperestrogenemia. Sekret vagina yang di
vaginitis). Vaginitis juga bisa merupakan hasil keluarkan khas, merupakam sekret mukoid
dari reaksi alergi terhadap bahan kimia yang kental keputihan, dengan jumlah sedang, dan
mengiritasi, seperti spermisida, douche atau bersifat asam (pH antara 3,5-6). Sifat asam ini
sabun mandi. dihasilkan oleh peningkatan produksi asam
Vaginitis ditandai dengan pruritus, laktat dari glikogen di epitel vagina, berkat
keputihan, dispareunia, dan disuria. Tiga kerja laktobasilus asidofilus. pH asam inilah
penyebab vaginitis yang paling sering yang mengontrol kecepatan multiplikasi
ditemukan adalah Vaginosis bakterialis / BV bakteri patogen di vagina dan mampu
(44-45%), Kandidiasis (25-27%), dan memberikan proteksi kepada wanita hamil
Trikomoniasis (13-25%). Beberapa faktor terhadap infeksi naik (ascending infection)
dikaitkan dengan timbulnya keputihan adalah membran korioamniotik dan kavum uteri
memiliki pasangan seksual lebih dari satu, (mencegah persalinan prematur). Namun
status sosioekonomi, penyakit menular tidak jarang peningkatan sekret vagina pada
seksual, kontrasepsi IUD, usia < 25 tahun, wanita hamil didasari adanya infeksi.
vaginal douching, merokok, etnik tertentu, Diagnosis ditegakkan dengan melakukan
HIV, diabetes melitus (DM) dan obesitas. pemeriksaan non mikroskopik (anamnesis,
Vagina dilindungi oleh flora normal, antara pemeriksaan ginekologik umum, pemeriksaan
lain Lactobacillus acidophilus, Difteroid, KOH serta pH) dan mikroskopik (pemeriksaan
Candida, dan beberapa flora lain; yang sekret vagina serta tes sensitivitas kultur).
berperan sebagai mekanisme pertahanan Keluhan utama dan gejala yang dinilai adalah
melawan infeksi. Laktobasilus banyaknya sekret, adanya gatal dan bau.
mempertahankan pH normal vagina antara
3,8-4,2. Bila mekanisme pertahanan ini II. Penyebab Vaginitis
terganggu, akan bertambah banyaklah
mikroorganisme anaerob yang akan diikuti A. Vaginosis Bak
oleh produksi enzim-enzim proteolitik. Enzim- B. terial (Vaginitis Nonspesifik)
enzim ini bekerja pada peptida vagina,
melepaskan berbagai produk biologik, Vaginosis bakterial (VB) adalah penyebab
termasuk poliamin. Pada keadaan alkali (basa), vaginitis paiing biasa. Tidak ada penyebab
poliamin menjadi tidak stabil dan infeksi tunggal tetapi lebih merupakan
mengeluarkan bau yang tidak sedap. Poliamin pergeseran komposisi flora vagina normal
juga memfasilitasi transudasi cairan vagina dengan peningkatan bakteri anerobik sampai
sepuluh kali dan kenaikan dalam konsentrasi

27
Gardnerella vaginalis. Dalam waktu yang - Metronidazol per vagina 2x sehari selama 5
bersamaan terjadi penurunan konsentrasi hari.
laktobasili.
VB juga meningkatkan risiko penyakit C. Trikomonas
radang panggul (PID). Pada ibu hamil dengan
VB meningkatkan infeksi klamidia dua kali Infeksi trikomonas adalah infeksi oleh
(19,5% vs 8,2%) dan gonorea enam kali. Di protozoa Trichomonas vaginalis yang
samping itu, ada hubungan kuat antara VB ditularkan secara seksual. Merupakan sekitar
yang didiagnosis pada umur kehamilan 16 25% vaginitis karena infeksi. Trikomonas
sampai 20 minggu dengan kelahiran prematur adalah organisme yangtahan dan mampu
(umur kehamilan kurang dari 37 minggu) (OR hidup dalam handuk basah atau permukaan
2,0; IK 1.0-3.9). lain. Masa inkubasinya berkisar 4 sampai 28
hari.
Keluhan dan gejala
Ciri-ciri keputihan VB adalah tipis, homogen, Keluhan dan gejala
warna putih abuabu, dan berbau amis. - Keputihan berwarna kuning-hijau-abu abu-
Keputihannya bisa banyak sekali dan pada putih,
pemeriksaan dengan spekulum lengket di - berbau busuk
dinding vagina. Pruritus atau iritasi vulva dan - vagina berbuih
vagina jarang terjadi. - Nyeri vagina atau gatal-gatal
- Iritasi dan peradangan di sekitar lubang
Diagnosis vagina
- Identifikasi mikroskopik sel-sel clue pada - Ketidaknyamanan di perut bagian bawah
usapan basah (lebih dari20%). Sel-sel clwe - Nyeri vagina selama hubungan seksual
adalah sel-sel epitel vagina dengan - Rasa tidak nyaman terbakar saat buang air
kerumunan bakteri menempel pada kecil
membran sel. Tampak juga beberapa se1 - Eritema atau edema vulva dan vagina
radang atau laktobasili.
- pH cairan vagina sama atau lebih dari 4,5. Diagnosis
- Uji whiff positif yang berarti keluar bau - Preparat kaca basah memperlihatkan
seperti anyir (amis) pada waktu protozoon fusiformis uniseluler yang sedikit
ditambahkan larutan potasium hidroksida lebih besar dibanding sel darah putih. Ia
(KOH) 10% sampai 20% pada cairanvagina. mempunyai flagela dan dalam spesimen
- Eritema vagina jarang dapat dilihat gerakannya. Biasanya
adabanyak sel radang.
Terapi - Cairan vagina mempunyai pH 5,0 sampai
- Metronidazol 500 mg per oral 2x sehari 7,0.
selama 7 hari. - Pasien yang terinfeksi tapi tidak ada
- Metronidazol per vagina 2x sehari selama 5 keluhan mungkin diketahui terinfeksi
hari. dengan diketemukannya Trichomonas pada
usapan Pap / Pap Smear.

28
dan hasilnya bisa diperoieh dalam waktu 24
Terapi sampai 72 )am.
- metronidazol 2 g per oral (dosis tunggal)
Terapi
D. Kandida - Topikal imidasol atau triasol: mikonasol,
klotrimasol, butokonasol, terjonasol
Vaginitis kandida bukan infeksi menular - Dosis tunggal flukonasol 150 mg per oral
seksual karena Candida merupakan penghuni - Nistatin pessari 200.000 IU dimasukkan
vagina normal. Candida albicans menjadi tinggi ke dalam vagina setiap malam selama
patogen pada 80% Sampai 95% kasus 2 minggu (di beberapa wilayah geografis,
kandidiasis vulvovaginalis, dan sisanya adalah dosis malam setinggi 1 juta IU mungkin
C. glabrata dan C. tropicalis. Faktor risiko diperlukan). Administrasi harus dilanjutkan
infeksi meliputi imunosupresi, diabetes selama 48 jam setelah penyembuhan klinis.
mellitus, perubahan hormonal (misal Dosis yang lebih tinggi dan periode
kehamilan), terapi antibiotika spektrum luas, pengobatan yang lebih lama mungkin
dan obesitas. diperlukan pada pasien dengan sistem imun
yang terganggu.
Keluhan dan Gejala
- Gatal atau nyeri pada vagina Selain terapi medikamentosa, beberapa
- Disuria, pruritus tindakan berikut perlu diperhatikan dalam
- Keputihan seperti keju tebal atau putih susu rangka mencegah berulangnya vaginitis, yaitu
yang menjendal hygiene vagina; menghindari pakaian ketat,
- Rasa tidak nyaman terbakar di sekitar obat semprot / spray atau antiseptik vagina;
lubang vagina, terutama jika urin tindakan sterilisasi aplikator terapi (untuk
menyentuh daerah tersebut terapi diafragma atau tablet vagina);
- Eritema dinding vulva dan vagina penggunaan kondom selama terapi;
- Rasa sakit atau tidak nyaman selama mengurangi penggunaan antibiotika yang
hubungan seksual tidak tepat; serta kontrol gula darah dan berat
badan. Penggunaan pre dan probiotik
Diagnosis dikaitkan dengan pencegahan vaginitis
Diagnosis dibuat kalau preparat KOH cairan berulang, namun masih perlu penelitian lebih
vagina menunjukkan hife dan kuncup (larutan lanjut. Leukorea (nama gejala yang diberikan
KOH 10% sampai 20% menyebabkan lisis sel pada cairan yang dikeluarkan dari alat genital
darah merah dan putih sehingga yang tidak berupa darah) bukan suatu
mempermudah identifikasi jamur). Diperlukan penyakit. Tapi merupakan gejala penyakit
untuk melihat banyak lapangan pandangan tertentu; baik kanker maupun infeksi. Jadi
agar dapat menemukan patogen. Preparat tujuan terapi leukorea, apada dasarnya terdiri
KOH negatif tidak mengesampingkan infeksi. dari tiga tahap, yaitu menghilangkan gejala,
Pasien dapat diterapi berdasar gambaran memberantas penyebabnya dan mencegah
klinis. Dapat dibuat biakan. timbulnya kembali leukorea.

29
Beberapa saran dapat diberikan untuk sekali bagi yang pernah melakukan
menghindari leukorea di antaranya adalah hubungan seksual.
- Gunakan pakaian dalam yang bersih dan
kering, mudah menyerap keringat. Satu hal ini yang perlu diingat jangan
- Bersihkan dan keringkan vagina hanya menundanya sampai parah. Mengingat
dengan cara benar sehabis buang air. dampaknya. Infeksi bisa naik ke atas. Yang
- Ganti pakaian dalam 2-3 kali shari, tadinya sekadar di vulva bisa naik ke vagina
khususnya setelah olah raga. (vaginitis), naik lagi ke cervix (cervicitis). Naik
- Saat menjemur pakaian dalam, jangan lagi ke endometrium (endometritis) naik lagi
hanya diangin-anginkan, melainkan jemur ke saluran tuba salpingitis) bahkan bisa keluar
di bawah terik matahari. dan masuk ke rongga abdomen (perutenitis /
- Hindari menggunakan cairan pembersih radang dari selaput lendir perut) sehingga
vagina. Apabila tidak sedang menderita tidak jarang wanita yang menderita leukore
leukorea, bersihkan vagina dan sekitarnya yang kronis bisa menjadi mandul bahkan bisa
dengan air bersih saja, tidak usah yang berakibat kematian. Kematian ini bisa
mengandung sabun, apabila antiseptik yang terjadinya karena kehamilan di luar
cenderung membunuh “flora normal” di kandungan. Kehamilan di luar kandungan ini
vagina. mengakibatkan terjadi pendarahan, sehingga
- Hindari duduk di toilet umum jika tidak mengakibatkan kematian pada ibu-ibu. Selain
terpaksa sekali. Sediakan tisu alasi dulu itu leukorea juga merupak gejala awal dari
tempat toiletnya, baru duduk. Atau lebih kanker mulut rahim.
baik bawa cairan penyemprot praktis yang
mengandung desinfektan.
- Hindari menggunakan douches Sumber:
(penyemprotan vagina) yang dijual umum, Ilmu Kandungan Sarwono
tampon mengandung pewangi atau produk Harvard Medical School. Vaginitis. 2019.
lain yang mengandung parfum. https://www.health.harvard.edu/a_to_z/vaginitis-
- Setelah berhubungan seks, bersihkan a-to-z
bagian luar vagina. WHO. Vaginitis. 2001.
- Pastikan pasangan tidak punya sekret
https://apps.who.int/medicinedocs/en/d/Js5406e
/11.4.html
(cairan) mencurigakan atau luka di organ
Kemenkes. Keputihan Biang Keresahan. 2019.
genitalnya. Jika pasangan dicurigai
http://yankes.kemkes.go.id/read-keputihan-
mengidap penyakit menular seksual, biang-keresahan-6749.html
lakukan terapi.
- Gunakan kondom untuk berhubungsn seks
guna mencegah penularan penyakit
menular seksual.
- Hindari seks berganti-ganti pasangan dan
lakukan pemeriksaan ginekologi termasuk
pemeriksaan deteksi dini kanker leher
rahim (Pap Smear) setidaknya setahun

30
Kriteria Sindroma
Diagnostik Normal Vaginosis Vaginosis Vaginosis
Bakterial Trikomonas Kandida
pH Vagina 3.8 – 4.2 >4.5 >4.5 >4.5 (biasanya)
Cairan Vagina Putih, jernis, Tipis, homogen, Kuning-hiijau, Putih seperti
halus putih, abu abu, berbuih, keju, kadang
lengket, lengket, lambah tambah banyak
seringkali banak
tambah banyak
Bau amis (KOH) - Ada (amis) Mungin ada -
uji whiff (amis)
Keluhan utama - Keputihan, bau Keputihan Gatal/panas,
pasien busuk (tidak berbuih, bau keputihan
enak setelah busuk, disuria,
senggama), pruritus vulva
gatal
Mikroskopik Laktobasili, sel Sel sel clue Trikomonas, Kuncup jamur,
sel epitel dengan bakteri leukosit >10 hifa, pseudohifa
kokoid yang lapangan (preparat basah
melekat, tidak pandang kuat dengan KOH)
ada leukosit
1 laktobasili 2 3 sel clue 4 trikomonas 5 6 kuncup jamur
epitel leukosit 7 pseudohifa

31
VAGINOSIS BAKTERIALIS

I. Definisi
Sindrom klinik akibat perubahan flora normal (Lactobassilus Sp) yang dapat
menghasilkan H2O2 pada vagina menjadi bakteri anaerob dengan konsentrasi tinggi.

II. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh invasi bakteri anaerob, seperti :
1. Bacteriodes Sp
2. Mobiluncus Sp
3. Gardnerella Vaginalis
4. Mycoplasma Hominis

III. Faktor Resiko


Vaginosis bakteri memiliki kemungkinan tinggi untuk ditemukan pada pasien dengan
faktor resiko :
1. Abortus spontan pada trisemeseter 1 dan 2.
2. Kelahiran prematur
3. Ruptur membran yang prematur
4. Persalinan prematur
5. Bayi lahir berat rendah
6. Korioamnionitis
7. Endometritis pasca persalinan
8. Infeksi luka pasca operasi.
Oleh sebab itu dibutuhkan skrinning pada kunjungan pertama prenatal untuk
mengetahui kemungkinan pasien meiliki resiko vaginosis bakteri.

IV. Tanda & Gejala


Saat melakukan pemeriksaan fisik lokalis, pasien yang mengidap vaginosis bakteri
daat ditemu tanda dan gejala yang khas seperti :
1. Gejala
Bau vagina yang khas, yaitu amis seperti bau ikan/amnion. Umumnya disadari saat
sedang melakukan senggama. Hal ini terjadi karena didapatkan zat amin yang dapat
menguap bila pH pada vagina menjadi basa.
2. Tanda
• Terdapat sekret homogen yang tipis.
• Warna keabu-abuan.
• Tidak menggumpal.
• Tidak ada tanda inflamasi baik di vagina maupun vulva.

32
Sekret yang muncul merupakan sekret yang dihasilkan di vagina bukan berasal dari
serviks.
V. Penegakan Diagnosis
Terdapat beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam menegakkan diagnosis dari
vaginosis bakterialis, yaitu :
A. Kriteria Amsel
1. Sekret vagina berwarna putih yang homogen.
2. pH cairan vagina > 4,5.
3. Pada tes Whiff terdapat adanya fishy odor (bau amis) dari cairan vagina yang
ditetesi KOH 10%.
4. Pada pemeriksaan mikroskop ditemukan Clue cells.

B. Kriteria Nugent
No. Jenis bakteri Jumlah Skor
1 Bakteri batang Gram negatif/Gram variable >30 4
kecil (Garnerella vaginalis) 6-30 3
1-5 2
1 1
0 0
2 Bakteri batang Gram-positif besar 0 4
(Lactobacillus) 1 3
1-5 2
6-30 1
>30 0
3 Bakteri batang Gram berlekuk-variabel >5 2
(Mobiluncus sp.) <5 1
0 0

Nilai
>7 = Infeksi Vaginosis Bakterialis
4-6 = Intermediate
0-3 = Normal

VI. Terapi
Farmakoterapi yang digunakan untuk Vaginosis bakterialis pada
A. Wanita tidak hamil :
Metronidazol 500 mg yang diberikan dua kali sehari selama 7 hari.
atau
Metronidazol 0,75% intravagina yang diberikan satu kali sehari selama 5 hari.
atau

33
Klindamisin krim 2% intravagina yang diberikan pada malam hari selama 7 hari.

Regimen alternatif (Komposisi yang menunjukkan jenis dan jumlah obat yang
diberikan serta frekuensi dalam terapi obat) :
Tinidazol 2 gram yang diberikan satu kali sehari selama 2 hari.
atau
Tinidazol 1 gram yang diberikan satu kali sehari selama 5 hari.
atau
Klindamisin 300 mg yang diberikan dua kali sehari selama 5 hari.
atau
Klindamisin ovula 100 mg satu kali sehari pada malam hari selama 3 hari.

B. Wanita hamil
Metronidazol 500 mg yang diberikan dua kali sehari selama 7 hari.
atau
Metronidazol 250 mg yang diberikan tiga kali sehari selama 7 hari.
atau
Klindamisin 300 mg yang diberikan dua kali sehari selama 7 hari.

Konsumsi alkohol harus dihindari selama pengobatan dengan nitroimidazol. Untuk


mengurangi kemungkinan reaksi seperti disulfiram, pantang dari penggunaan alkohol harus
dilanjutkan selama 24 jam setelah selesainya metronidazole. Krim klindamisin berbasis
minyak dan dapat melemahkan kondom dan diafragma lateks selama 5 hari setelah
penggunaan.

VII. Edukasi
1. Tidak melakukan aktivitas seksual atau menggunakan kondom secara konsisten dan
benar selama rejimen pengobatan.
2. Menghindari douching atau menggunakan busa mandi atau produk-produk kesehatan
vagina lain yang dijual bebas. Cuci hanya dengan sabun hypoallergenic atau tanpa sabun
sama sekali. Hindari sabun cair dan sabun mandi.

VIII. Sumber
1. Buku Sarwono “Ilmu Kebidanan” halaman 927-928
2. Center for Disease Control and Prevention, 2015 STD Treatment Guidelines
3. Medscape, Bacterial Vaginosis Treatment & Management

34
KELAINAN KONGENITAL PADA SISTEM REPRODUKSI

I. Kelainan pada Genitalia Eksterna

A. Hipertrofi Labialis

Pembesaran pada salah satu atau kedua labia dapat mengakibatkan terjadinya iritasi, infeksi
kronik, dan nyeri yang dapat mempengaruhi aktivitas seksual atau segala kegiatan yang akan
menimbulkan penekanan pada daerah vulva. Selain itu, kelainan bentuk pada vulva tersebut juga dapat
menimbulkan stress psikososial. Untuk menghindari terjadinya masalah-masalah klinis tadi penderita
dianjurkan untuk tidak menggunakan pakaian yang terlampau ketat dan selalu menjaga kebersihan
daerah vulva. Namun, apabila gejala-gejala tersebut selalu timbul dan menimbulkan keluhan yang
berulang, maka dapat dianjurkan untuk dilakukan labioplasti. Pasca tindakan pembedahan labioplasti
penderita juga perlu diingatkan untuk menghindari gesekan antara daerah vulva dengan paha pada
saat berjalan dan selalu menjaga daerah vulva tersebut dalam keadaan kering dan bersih untuk
menjamin proses penyembuhan berjalan dengan baik.

B. Himen Imperforatus

Himen imperforatus adalah selaput dara yang tidak memiliki lubang (hiatus heminalis) sama
sekali. Umumnya kelainan ini tidak akan disadari sebelum perempuan tersebut mengalami menarke.
Kejadian hymen imperforatus diperkirakan berkisar antara 1 : 1.000 sampai dengan 1 : 10.000. Akibat

243
tidak adanya hiatus himenalis, darah menstruasi yang dihasilkan tiap bulannya tidak dapat mengalir
dan terkumpul di vagina. Semakin banyak darah haid yang terkumpul di vagina akan menyebabkan
hymen menonjol keluar dan tampak kebiruan. Pengumpulan darah haid di dalam vagina disebut
sebagai hematokolpos. Apabila keadaan ini dibiarkan terus-menerus, maka jumlah darah haid yang
tertampung akan semakin banyak, dan darah haid akan mengisi kavum uteri (hematometra) , bahkan
dapat mengisi tuba falopii (hematosalping). Diagnosis kelainan ini tidak sukar dan penanganannya
cukup dilakukan himenektomi dengan perlindungan antibiotika. Pasca tindakan pasien diletakkan
dalam posisi Fowler sehingga akan membiarkan darah haid yang terkumpul di organ genitalia akan
mengalir keluar.

II. Anomali pada Uterus, Serviks, dan Vagina

Anomali organ genitalia perempuan dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme yang
disingkat sebagai CAFÉ yang merupakan kepanjangan dari Canalization, Agenesis, Fusio, Embryonic
rests. Anomali pada organ genitalia perempuan diakibatkan oleh karena terjadinya defek pada proses
fusi lateral dan vertical dari sinus urogenitalis dan duktus Muller. Proses fusi (penggabungan) duktus
Muller kanan dan kiri akan selesai pada usia kehamilan 12 minggu. Sementara itu , proses kanalisasi
akan selesai pada usia kehamilan 5 bulan. Kegagalan fusi vertical antara ductus Muller dan sinus
urogenital akan menyebabkan kelainan gangguan kanalisasi organ genitalia. Selanjutnya, kegagalan

244
untuk melakukan fusi lateral akan menyebabkan terjadinya duplikasi organ. Gangguan resorpsi akan
mengakibatkan terbentuknya septum. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa anomali pada
duktus Muller dapat disebabkan oleh mekanisme agenesis/hypoplasia, gangguan fusi vertical atau
lateral. The American Society of Reproductive Medicine (ASRM) telah menciptakan suatu sistem
klasifikasi untuk anomali pada duktus Muller. Sistem klasifikasi dari ASRM ini tidak melibatkan kelainan
pada vagina, sedangkan untuk kelainan vagina telah dibuat klasifikasinya.

245
A. Sindrom Mayer – von Rokitansky - Hause (MRKH)

Kegagalan dalam pembentukan akan mengakibatkan organ genitalia tersebut tidak akan
terbentuk sama sekali. Apabila melibatkan kedua duktus Müller, maka tidak akan terdapat uterus,
kedua tuba Falopii, dan sepertiga bagian atas vagina. Tidak terbentuknya vagina yang disertai dengan
kelainan pada duktus Müller yang bervariasi, dan diikuti kelainan pada sistem ginjal, rangka dan
pendengaran disebut sebagai Sindrom Mayer – von Rokitansky – Kuster – Hauser (MRKH). Kejadian
tersebut diperkirakan dapat ditemukan pada 1 dari 5.000 persalinan bayi perempuan. Namun apabila
kegagalan pembentukan hanya melibatkan satu sisi duktus Müller, maka akan terbentuk uterus yang
memiliki satu tanduk dan satu tuba Falopii (uterus unikornis). Meski kejadiannya jarang, dapat terjadu
serviks tidak terbentuk tetapi uterus dan vaginanya normal. Hal tersebut dapat menimbulkan masalah
karena darah haid yang terbentuk dalam kavum uteri tidak dapat keluar sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya hematometra, bahkan hematosalping.

B. Kegagalan dalam Proses Fusi Duktus Müller Kanan dan Kiri

Kegagalan dalam proses fusi duktus Müller kanan dan kiri dapat menyebabkan didapatkannya
(1) uterus terdiri atas 2 bagian yang simetris, dimana dapat ditemukan uterus dengan septum pada
bagian tengah yang dapat bersifat komplit atau parsial, atau terdapat dua hemiuterus yang masing-
masing memiliki kavum uteri sendiri-sendiri atau satu kavum uteri terbagi dalam dua bagian, yaitu :
uterus didelfis, uterus bikornus, uterus arkuatus (2) uterus terdiri atas 2 bagian yang tidak simetris.
Tidak jarang salah satu duktus Müller tidak berkembang akan tetapi mengalami kelambatan dalam
pertumbuhannya. Dalam hal ini hemiuterus akan tumbuh normal sementara sisi yang tidak
berkembang akan menjadi rudimenter. Tanduk yang bersifat rudimenter tersebut perlu dibedakan
apakah memiliki kaisan endometrium atau tidak dan apakah memiliki hubungan (komunikasi) dengan
duktus Müller sisi lainnya atau tidak. Hal ini terkait dengan fungsi tanduk rudimenter tersebut dalam
hal menghasilkan darah haid. Apabila tanduk rudimenter tersebut memiliki komunikasi dengan
hemiuterus yang normal, maka darah haid yang dihasilkan dapat dialirkan keluar. Namun, apabila
tanduk rudimenter tersebut tidak dapat dialirkan keluar dan terkumpul di dalam tanduk rudimenter
tersebut membentuk suatu tumor.

Septum yang berjalan melintang (transverse) pada daerah vagina diperkirakan disebabkan oleh
adanya kegagalan pada proses fusi dan/atau kanalisasi antara duktus Müller dengan sinus urogenitalis.
Septum vagina tersebut dapat berlokasi pada vagina bagian atas (45%), tengah (40%), ataupun bawah
(14%). Pada inspeksi genitalia eksterna tampak normal. Namun, apabila dilakukan pemeriksaan yang
seksama, maka akan didapatkan vagina yang buntu atau pendek. Ketebalan septum vagina umumnya

246
kurang dari 1 cm. Umumnya masih memiliki lubang pada bagian tengahnya sehingga masih mampu
mengalirkan darah haid dari uterus. Akan tetapi, jika septum tersebut tidak memiliki lubang, maka
dapat terjadi hematokolpos.

Tidak semua perempuan yang memiliki anomali pada organ genitalia akan menemui masalah.
Sebagian dapat hamil normal, bahkan melahirkan biasa. Apabila kehamilan terjadi pada hemiuterus
yang normal kadangkala dapat terjadi abortus, persalinan preterm, kelainan letak janin, distosia, dan
perdarahan pascapersalinan.

Anamnesis yang cermat mengenai kelainan haid, gangguan dalam kehamilan dan proses
persalinan disertai pemeriksaan ginekologi yang teliti dapat mengarahkan kecurigaan ke arah kelainan
kongenital organ genitalia. Penggunaan pemeriksaan penunjang seperi ultrasonografi,
histerosalfingografi, hingga yang tercanggih seperti histeroskopi ataupun laparoskopi. Namun, perlu
diingat secara embriologis perkembangan organ-organ genitalia sangat erat dengan perkembangan
organ-organ traktus urinarius. Oleh karena itu disarankan untuk melakukan pemeriksaan pielogram
intravena untuk dapat mengetahui apakah juga terdapat kelainan pada organ-organ traktus urinarius.

Tindakan pembedahan pada kasus kelainan organ genitalia hanya akan dilakukan apabila ada
indikasi berupa kejadian abortus berulang, infertilitas, gangguan proses persalinan, atau adanya gejala-
gejala yang menunjukkan pengumpulan darah haid pada vagina, kavum uteri, tuba falopii, atau tanduk
rudimenter yang tidak memiliki komunikasi dengan hemiuterus yang normal.

247
SERVISITIS
Servisitis ialah radang dari selaput lendir kanalis servikalis. Karena epitel selaput lender servikalis
hanya terdiri dari satu lapisan sel silindris maka mudah terkena infeksi dibandingkan dengan selaput
lender vagina. Terjadinya servisitis dipermudah oleh adanya robekan serviks, terutama yang
menimbulkan ektropion. Servisitis merupakan sindrom peradangan serviks dan manifestasi umum
dari IMS seperti Neisseria gonorrhoeae dan Chlamidya trachomati.

I. Gonorhea
II. Klamidia Trakomatis
A. Definisi
Klamidia adalah mikroorganisme intraseluler obligat gram negatif, yang menginfeksi
sel-sel epitel skuamokolumnar. Bakteri ini biasanya menyebar melalui aktivitas seksual.
Infeksi saluran genital adalah presentasi klinis yang paling umum. Masa inkubasi 1-3
minggu. Koinfeksi antara klamidia dan gonore

adalah yang paling umum terjadi.

B. Epidemiologi dan Faktor Resiko


Data dari WHO memperkirakan jumlah kasus baru dari empat IMS pada
tahun 2008 pada orang dewasa antara usia 15 sampai 49 diperkirakan 498.900.000
kasus. Infeksi Chlamydia trachomatis sebanyak 105,7 juta kasus. Selain itu, pada
pengidap yang telah terinfeksi ini pada
tahun 2008 diperkirakan bahwa 100.4 juta orang dewasa terinfeksi Chlamydia
trachomati. Sedangkan di Amerika Serikat insiden jumlah kasus baru dari empat IMS
pada tahun 2008 diperkirakan 125.700.000: 26.4juta kasus Chlamydia
trachomatis.

C. Tanda dan Gejala


Pada umumnya paling sering terjadi di serviks. Umumnya tidak
menunjukkan gejala. Sebagian kecil dengan keluhan keluarnya duh tubuh vagina,
disuria ringan, sering kencing, nyeri di daerah pelvis dan dispareunia. Pada
serviks terlihat tanda servisitis, yang disertai adanya folikel-folikel kecil yang
mudah berdarah. Ada beberapa tanda klinis yang nampaknya lebih mengarah
kepada infeksi serviks. Pengamatan klinis secara konsisten menemukan kaitan
dengan infeksi serviks bila ditemukan mukopus di serviks, erosi serviks,
kerapuhan dan perdarahan serviks diantara masa menstruasi atau selama
bersenggama.

D. Penegakkan Diagnosis
Penegakkan diagnosis terbaik adalah dengan Pemeriksaan Laboratorium
Dengan menggunakan usapan/swab dari duh tubuh genital. Kemudian melakukan
pemeriksaan langsung/mikroskopis :

35
Usapan duh tubuh genital diperiksa dengan sediaan apus dengan
pewarnaan gram untuk melihat diplokokus pada servisitis gonore, dan biasanya
ini disertai dengan lekosit polimorfonukleus (PMN) yang banyak. Batas nilai
jumlah lekosit polimorfonukleus yang digunakan adalah 30 atau lebih per
lapangan pandang dengan pembesaran 1000 kali pada spesimen yang berasal dari
mukosa servik yang terkait dengan infeksi klamidia atau gonokokus.

E. Tatalaksana
Azitromisin 1 g oral dalam dosis tunggal
- Doksisiklin 100 mg oral 2x sehari selama 7 hari
Pasien-pasien ini juga harus diobati bersamaan untuk infeksi gonokokus di daerah
dengan prevalensi gonore tinggi atau jika individu berisiko tinggi.
Pengobatan untuk servisitis gonokokus :
- Sefiksim 400 mg dosis tunggal
- Levofloksasin 500 mg dosis tunggal
- Kanamisin 2 g injeksi dosis tunggal
- Tiamfenikol 3,5 g peroral dosis tunggal
- Seftriakson 250 mg injeksi IM dosis tunggal

SERVISITIS
Servisitis ditandai oleh peradangan berat mukosa dan submukosa serviks. Secara histologik, dapat
dilihat infiltrasi sel-sel peradangan akut yang kadang disertai dengan nekrosis sel-sel epitel. Patogen
utama servisitis mukopurulen adalah C. trachomatis dan Neisseria Gonorrhoeae, keduanya
ditularkan secara seksual. Servisitis mukopurulen dapat didiagnosis dengan pemeriksaan kasar.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan pengecatan Gram.
I. Klamidia Trakomatis
II. Gonorea
A. Definisi
N. Gonorrhoeae adalah bakteri diplokokus gram negatif yang menginfeksi epitel
kolumner atau pseudostratified, sehingga tak jarang bakteri ini menginfeksi traktus
urogenitalis. Manifestasi lain dari infeksi bakteri ini adalah gonorea faringeal. Masa
inkubasi bakteri adalah 3 sampai 5 hari.
B. Epidemiologi dan Faktor Risiko
Gonorea merupakan 7% dari penyakit menular seksual di delapan rumah sakit umum
di Indonesia pada tahun 1986-1988. Faktor risiko infeksi ini sama dengan faktor risiko
infeksi klamidia, yaitu usia di bawah 25 tahun dan aktif secara seksual, status sosial
ekonomi rendah, pasangan seksual banyak, dan status tidak kawin. Insidensi
gonorea pada populasi secara keseluruhan lebih tinggi pada laki-laki dengan rasio 1,5
dibanding 1. Risiko penularan dari laki-laki ke perempuan sebesar 80% sampai 90%,
sedangkan risiko penularan dari perempuan ke laki-laki ± 25%.

36
C. Tanda dan Gejala
Seringkali pasien tidak memiliki keluhan. Akan tetapi, mereka biasa datang dengan
cairan vagina, disuria, atau perdarahan uterus abnormal.
D. Penegakan Diagnosis
Uji terbaik untuk gonorea adalah biakan dengan medium selektif. Lidi kapas steril
dimasukkan ke dalam kanal endoserviks selama 15 sampai 30 detik kemudian
spesimen diusap pada medium. Dapat juga digunakan kulturet, namun kemungkinan
sensitivitasnya lebih rendah. Diagnosis ditegakkan jika pada Pengecatan Gram terlihat
diplokoki intraseluler (sensitivitas 60%).
E. Tatalaksana
Rekomendasi terapi menurut CDC :
1. Seftriakson 125 mg i.m. (dosis tunggal) atau
2. Sefiksim 400 mg per oral (dosis tunggal) atau
3. Siprofloksasin 500 mg per oral (dosis tunggal) atau
4. Ofloksasin 400 mg per oral (dosis tunggal) atau
5. Levofloksasin 250 mg per oral (dosis tunggal)
Terapi dapat disertai dengan terapi klamidia jika infeksi klamidia tidak dapat
dikesampingkan.
Penelitian untuk menguji kerentanan antibiotika dilakukan pada 122 isolat N.
gonorrhoeae yang diperoleh dari 400 pekerja seks komersial di Jakarta. Didapatkan
kerentanan terhadap siprofloksasin, sefuroksim, sefoksitin, sefotaksim, seftriakson,
kloramfenikol, dan spektinomisin tetapi semua isolat resisten terhadap tetrasiklin.
Penurunan kerentanan terlihat pada eritromisin, tiamfenikol, kanamisin, penisilin,
gentamisin, dan norfloksasin.

Daftar Pustaka :
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2008.

37
SERVISITIS 90%, sedangkan risiko penularan
dari perempuan ke laki-laki ± 25%.
Servisitis ditandai oleh peradangan berat
C. Tanda dan Gejala
mukosa dan submukosa serviks. Secara
Seringkali pasien tidak memiliki
histologik, dapat dilihat infiltrasi sel-sel
keluhan. Akan tetapi, mereka
peradangan akut yang kadang disertai dengan
biasa datang dengan cairan
nekrosis sel-sel epitel. Patogen utama
vagina, disuria, atau perdarahan
servisitis mukopurulen adalah C. trachomatis
uterus abnormal.
dan Neisseria Gonorrhoeae, keduanya
D. Penegakan Diagnosis
ditularkan secara seksual. Servisitis
Uji terbaik untuk gonorea adalah
mukopurulen dapat didiagnosis dengan
biakan dengan medium selektif.
pemeriksaan kasar. Diagnosis dapat
Lidi kapas steril dimasukkan ke
ditegakkan dengan pengecatan Gram.
dalam kanal endoserviks selama
I. Klamidia Trakomatis
15 sampai 30 detik kemudian
II. Gonorea
spesimen diusap pada medium.
A. Definisi
Dapat juga digunakan kulturet,
N. Gonorrhoeae adalah bakteri
namun kemungkinan
diplokokus gram negatif yang
sensitivitasnya lebih rendah.
menginfeksi epitel kolumner atau
Diagnosis ditegakkan jika pada
pseudostratified, sehingga tak
Pengecatan Gram terlihat
jarang bakteri ini menginfeksi
diplokoki intraseluler (sensitivitas
traktus urogenitalis. Manifestasi
60%).
lain dari infeksi bakteri ini adalah
E. Tatalaksana
gonorea faringeal. Masa inkubasi
Rekomendasi terapi menurut CDC:
bakteri adalah 3 sampai 5 hari.
1. Seftriakson 125 mg i.m. (dosis
B. Epidemiologi dan Faktor Risiko
tunggal) atau
Gonorea merupakan 7% dari
2. Sefiksim 400 mg per oral (dosis
penyakit menular seksual di
tunggal) atau
delapan rumah sakit umum di
3. Siprofloksasin 500 mg per oral
Indonesia pada tahun 1986-1988.
(dosis tunggal) atau
Faktor risiko infeksi ini sama
4. Ofloksasin 400 mg per oral
dengan faktor risiko infeksi
(dosis tunggal) atau
klamidia, yaitu usia di bawah 25
5. Levofloksasin 250 mg per oral
tahun dan aktif secara seksual,
(dosis tunggal)
status sosial ekonomi rendah,
Terapi dapat disertai dengan
pasangan seksual banyak, dan
terapi klamidia jika infeksi
status tidak kawin. Insidensi
klamidia tidak dapat
gonorea pada populasi secara
dikesampingkan.
keseluruhan lebih tinggi pada laki-
Penelitian untuk menguji
laki dengan rasio 1,5 dibanding 1.
kerentanan antibiotika dilakukan
Risiko penularan dari laki-laki ke
pada 122 isolat N. gonorrhoeae
perempuan sebesar 80% sampai

38
yang diperoleh dari 400 pekerja
seks komersial di Jakarta.
Didapatkan kerentanan terhadap
siprofloksasin, sefuroksim,
sefoksitin, sefotaksim, seftriakson,
kloramfenikol, dan spektinomisin
tetapi semua isolat resisten
terhadap tetrasiklin. Penurunan
kerentanan terlihat pada
eritromisin, tiamfenikol,
kanamisin, penisilin, gentamisin,
dan norfloksasin.

Daftar Pustaka :
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kandungan.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2008.

39
Penyakit Radang Panggul
Definisi
Penyakit radang panggul adalah gangguan inflamasi traktus genitalia atas perempuan, dapat
meliputi endometritis, salpingitis, abses tuboovaria dan peritonitis pelvik.

Epidemiologi
Satu dari 7 wanita Amerika telah menjalani perawatan karena infeksi ini dan kurang lebih satu
juta kasus baru terjadi setiap tahun.Penyakit radang panggul sebagian besar (90%) terjadi
karena infeksi asenden, selebihnya dapat terjadi karena tindakan medis, atau penyebaran
limfogen atau hematogen.

Patofisiologi
Infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhea dan Chlamydia
Trachomatis. Flora normal vagina seperti Gardnerella vaginalis, Haemophilus influenzae,
batang ram negatif dari usus dan streptococcus agalactiae.Dapat juga disebabkan oleh CMV,
Mycoplasma hominis, Ureaplasma urelayticum.Infeksi asenden berasal dari infeksi alat
genitalia bagian bawah, seperti sistitis, uretritis, vulvitis, vaginitis, vaginosis bakterial,
servisitis, infeksi kelenjar Bartholin, serta terjadi karena pemasangan IUD, tindakan biopsi,
sondase, kuretase, pascasalin dan pasca operasi yang tidak memperhatikan upaya - upaya
pencegahan infeksi. Bisa juga terjadi penyakit radang panggul karena penularan dari infeksi
traktus intestinalis, paling sering karena apendisitis.

PID biasanya dimulai oleh servisitis (A). Hal ini diikuti oleh perubahan kondisi mikroba di
vagina dan serviks (B). Mengakibatkan vaginosis bakterial (C) Patogen (baik yang awal
maupun BV akan naik ke traktus genital atas. Bagian yang berwarna abu-abu adalah bagian
yang terkena.

Diagnosis
• Gejala sangat bervariasi, tergantung lokasi, intensitas, serta daya tahan tubuh.
• Nyeri/ketegangan abdomen bagian bawah
• Demam

40
• Gangguan berkemih
• Nyeri goyang serviks
• Nyeri pada adneksa
• Discharge vagina yang berlebihan
• Massa di pelvik pada pemeriksaan USG
• Diagnosis klinis PRP mempunyai nilai duga positif 65-90% dibandingkan dengan laparoskopi.

Pemeriksaan Penunjang
• Laboratorium
– Leukosit darah
– LED
– CRP
– Pewarnaan Gram
– Kuldosentesis purulenta
– Kultur
• USG
• Laparoskopi : Cairan purulen dari fimbrae

Gambaran PID pada laparoskopi

A. Tampak tuba yang


meradang
(salpingitis)
B. Perihepatitis pada
infeksi klamidia
C. PID berat dengan
perlekatan
D. PID berat dengan
perlekatan
E. Piosalping

41
Tatalaksana
CDC menganjurkan ambang terapi yang rendah pada wanita usia reproduksi yang
dicurigai menderita PRP Terapi empiris untuk PRP perlu diberikan pada wanita seksual
aktif dengan nyeri perut bawah yang disertai dengan satu atau lebih gejala

• Nyeri goyang porsio

• Nyeri tekan uterus

• Nyeri adneksa

• Pada wanita dengan PRP ringan terapi rawat jalan

Pasien dengan PRP dirawat bila

• Kecurigaan kedaruratan bedah

• Pasien dalam keadaan hamil

• Tidak respon terapi oral

• Tidak dapat meminum terapi oral

• Tampak sakit berat, mual dan muntah atau demam yang tinggi

• Pasien dengan abses tuboovaria

Prognosis

• Pasien yang ditatalaksana dengan tepat menunjukkan prognosis yang baik

• Namun bila tidak teratasi dapat menimbulkan komplikasi jangka panjang, yaitu
nyeri pinggang kronik, infertilitas, dan kehamilan ektopik

42
TRIKOMONIASIS
1. DEFINISI
Trikomoniasis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Trichomonas
vaginalis. T. vaginalis adalah parasit anaerobik bergerak dengan flagela yang pertama kali
dilaporkan pada tahun 1836 oleh Donne (Donne, 1836) yang menemukannya pada sekret
vagina wanita yang mengalami keputihan. Parasit ini dapat ditemukan secara kosmopolit,
termasuk di Indonesia. Berbentuk buah pir atau ovoid dengan panjang 10–30 μm dan lebar
5–10 μm dan mempunyai membrane bergelombang (undulating membrane) yang menempel
pada kosta yang terletak di separuh badan bagian anterior dan berfungsi untuk bergerak.
Parasit ini mempunyai 4 flagela anterior, yang juga berfungsi untuk pergerakan, dan 1 flagela
menempel pada undulating membrane. Infeksi dimulai dari hubungan seksual dengan orang
yang mengandung T. vaginalis. Tempat hidup parasit ini pada perempuan di vagina dan
uretra, sedangkan pada laki-laki di uretra, vesika seminalis, dan prostat. Bila pH dan fisiologi
vagina memungkinkan untuk hidup, T.vaginalis akan berkembangbiak dengan cepat dan
menimbulkan degenerasi dan deskuamasi sel epitel vagina yang dapat menyebabkan fluor
albus atau keputihan (leucorrhoea).
Pada perempuan sering ada tanda-tanda colpitis macularis (strawberry cervix) yang
khas pada trikomoniasis dan eritema pada vagina dan vulva. Pada pemeriksaan in speculo,
tampak kelainan berupa vaginitis, dinding vagina dan porsio tampak merah meradang, dan
tampak pula perdarahan kecil (petechiae) pada infeksi berat. McClelland et al. (2007)
menyatakan bahwa trikomoniasis terkait dengan peningkatan sebanyak 1,52 kali lipat
terhadap risiko penularan HIV setelah disesuaikan terhadap faktor yang berpotensi
mengacaukan, misalnya penggunaan kondom, kontrasepsi, jumlah pasangan seks, dan infeksi
kelamin lainnya.

2. ETIOLOGI
Infeksi trikomonas adalah infeksi oleh protozoa Trichomonas vaginalis yang ditularkan
secara seksual. Merupakan sekitar 25o/o vaginitis karena infeksi. Trikomonas adalah
organisme yangtahan dan mampu hidup dalam handuk basah atau permukaan lain. Masa
inkubasinya berkisar 4 sampai 28 hari. Keluhan dan gejala bisa sangat bervariasi. Klasik cairan

43
vagina berbuih, tipis, berbau tidak enak, dan banyak. Warnanya bisa abu-abu, putih, atau
kuning kehijauan. Mungkin ada eritema atau edema mlva dan vagina. Mungkin serviks juga
tampak eritematus dan rapuh.

3. EPIDEMIOLOGI
Ada sekitar 58 juta kasus trikomoniasis pada 2013. Ini lebih sering terjadi pada wanita (2,7%)
daripada pria (1,4%). Ini adalah IMS non-viral paling umum di AS, dengan perkiraan 3,7 juta
kasus umum dan 1,1 juta kasus baru per tahun. Diperkirakan bahwa 3% dari populasi umum
AS terinfeksi, dan 7,5-32% dari populasi risiko sedang hingga tinggi (termasuk dipenjara).

4. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis dilakukan setelah melakukan anamnesis secara mendalam,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang terkait dengan masalah atau aspek. Beberapa
pemeriksaannya diatnaranya adalah tes kultur, mikroskop, dan NAAT

5. PENATALAKSANAAN
• Berikan metrodinazole 3 x 500 mg oral selama 5 hari
• Perhatiakn bahwa pada beberapa pasien, obat ini akan menimbulkan mual/muntah
sehingga perlu diberikan dosis ulangan atau ganti pemberian oral dengan supositoria.
• Warna urin akan menjadi sedikit gelap dan keruh, hal ini disebabkan ekskresi metabolit
urin dan akan segera kembali normal setelah pengobatan dihentikan.
• Lakukan konseling terhadap upaya preventif lanjutan dan pengobatan tuntas.
• Buat jdwal kunjungan ulang untuk pemantauan dan asuhan antenatal.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Preparat kaca basah memperlihatkan protozoon fusiformis uniseluler yang sedikit lebih
besar dibanding sel darah putih. Ia mempunyai flagela dan dalam spesimen dapat dilihat
gerakannya. Biasanya adabanyak sel radang. Cairan vagina mempunyai pH 5,0 sampai 7,0.
Pasien yang terinfeksi tapi tidak ada keluhan mungkin diketahui terinfeksi dengan

44
diketemukannya Trichomonas pada usapan Pap. Terapi dengan metronidazol 2 gper oral
(dosis tunggal). Pasangan seks pasien sebaiknya juga diobati.

7. KOMPLIKASI
Trikomoniasis terkait dengan dua komplikasi serius.
• Trikomoniasis dikaitkan dengan peningkatan risiko penularan dan infeksi HIV .
• Trikomoniasis dapat menyebabkan wanita melahirkan bayi dengan berat badan lahir
rendah atau prematur
• Peran infeksi trichomonas dalam menyebabkan kanker serviks tidak jelas, walaupun
infeksi trichomonas mungkin terkait dengan koinfeksi dengan jenis HPV risiko tinggi.
• Infeksi T. vaginalis pada pria diketahui menyebabkan uretritis asimptomatik dan
prostatitis. Di prostat, itu dapat membuat peradangan kronis yang pada akhirnya
dapat menyebabkan kanker prostat.

45
LIMFOGRANULOMA Penyebab Limfogranuloma venereum
(LGV) adalah Chlamydia trachomatis, yang
VENEREUM merupakan salah satu organisme dari 4
spesies dari genus Chlamydia, yang memiliki
I. Pengertian siklus pertumbuhan yang unik . Chlamydia
trachomatis memiliki sifat sebagian seperti
Limfogranuloma venereum (LGV)
bakteri dalam hal pembelahan sel,
merupakan suatu penyakit menular seksual
metabolisme, struktur, maupun kepekaan
yang disebabkan oleh Chlamydia
terhadap antibiotika dan kemoterapi, dan
trachomatisserovar L1, L2 dan L3. Serovar LGV
sebagian bersifat seperti virus yaitu
ini bersifat invasif dan sering diikuti oleh
memerlukan sel hidup untuk berkembang
respon inflamasi berat. Limfogranuloma
biaknya (parasit obligat intrasel).
venereummengenai sistem pembuluh limfe
dan kelenjar limfe tertentu. Perjalanan klinis Spesies Chlamydia trachomatis terdiri
penyakit ini dibagi menjadi 3stadium. Stadium dari dua biovars yaitu trachoma atau
primer ditandai oleh lesi berupa papul yang organisme TRIC dan organisme LGV.
tidak nyeri dandapat sembuh sendiri dalam Organisme LGV sendiri terdiri atas 3 serovars
waktu sekitar 1 minggu. Stadium sekunder yaitu L1, L2, L3.
berupa proktitis, limfadenitis, limfadenopati
Chlamydia berukuran lebih kecil dari
dan stadium tersier berupa limfedema,
bakteri, berdiameter 250-550 mm, namun
striktur anal. Mekanisme terjadinya LGV
lebih besar dari ukuran virus pada ummunya.
melibatkan proses trombolimfangitis dan
Di dalam jaringan pejamu , membentuk
perilimfangitis.
sitoplasma inklusi yang merupakan
Limfogranuloma venereum bersifat patognomoni infeksi Chlamydia.
endemic pada negara yang sedang
Penyakit yang segolongan dengan
berkembangseperti Afrika, Asia Tenggara,
Limfogranuloma venereum ialah psitakosis,
India, Amerika Selatan dan Karibia. Insiden
trakoma, dan Inclusion conjunctivitis.
LGV mencapai 2-10% di Afrika dan India. Pada
kurun waktu 1997-2001 telah dilaporkan 57
kasus LGV di Indonesia dengan 47 kasus
II. Diagnosis
ditemukan pada laki-laki dan 10 kasus pada
wanita. Secara historis angka kejadian LGV Diagnosis LGV umumnya berdasarkan
sangat rendah pada negara-negara industri atas anamnesis adanya koitus suspektus
sejak pertengahan tahun 1960. Puncak disertai gambaran klinis yang khas, dan hasil
insiden terjadi pada usia dengan aktivitas pemeriksaan penunjang antara lain:
seksual yang tinggi sekitar 15-40 tahun. Laki-
1. Tes Frei positif
laki memiliki risiko 5kali lebih besar
2. Pemeriksaan laboratorium untuk
dariwanitaterkena penyakit ini. Wabah LGV
mendeteksi klamidia.
dilaporkan muncul kembali sejak tahun 2003
3. Tes fiksasi komplemen atau tes
di Belanda dan negara Eropa lainnya, Amerika
serologi lain untuk LGV positif
serta Kanada.

46
4. Isolasi Chlamydia dari jaringan serologis sifilis, CFT dan adanya
yang terinfeksi pada kultur spirochaeta.
jaringan
3. ulkus mole:
5. Pemeriksaan histology ditemukan
Chlamydia dalam jaringan yang Ulkus pada ulkus mole dapat
terinfeksi bervariasi dari satu sampai multipel
6. Biopsi kelenjar limfe. yang disertai ulserasi. Bila
7. Pemeriksaan laboratorium darah menyebabkan limfadenitis maka lesi
untuk mengevaluasi adanya primer masih tampak, kelima tanda
bakteri penyebab LGV. radang juga terdapat namun
8. CT scan untuk mendeteksi perlunakannya serentak. Pada
jangkauan dan banyaknya pemeriksaan laboratorium ditemukan
limfadenopati yang terjadi. H. Ducreyi.

B. Sindrom Inguinal

Diagnosis banding penyakit LGV 1. Granuloma Inguinalis:


dilakukan berdasarkan stadium penyakit
Lesi pada kulit lebih khas, lebih
yaitu:
besar dan lebih persisten daripada
A. Stadium Primer Genital LGV, ditemukan Donovan bodies.
Limfadenitis inguinal pada granuloma
1. Herpes genital:
inguinale tidak khas. Dapat dijumpai
Penyakit ini bersifat residif esthiomene.
dapat disertai gatal atau nyeri, lesi
2. Limfadenopati inguinal:
berupa vesikel di atas kulit yang
eritematosa, berkelompok. Bila pecah Dapat merupakan kelanjutan
tampak kelompok erosi dan tidak dari suatu trauma pada kaki,
terdapat indurasi. keganasan pada daerah genital,
rektum dan abdominal, lifoma
2. Sifilis:
maligna, tuberculosis dan herpes
Lesi primer yang berlanjut genital.
pada limfogranuloma venereum dapat
3. TBC kulit:
dikelirukan dengan lesi primer pada
sifilis. Didiagnosis dengan menemukan Bila mengenai daerah inguinal
Treponema pallidum pada terdapat persamaan dengan LGV.
pemeriksaan mikroskopis lapangan Keduanya terdapat limfadenitis pada
gelap. Adenitis inguinal akibat sifilis beberapa kelenjar, periadenitis sera
nampak kecil, keras dan tidak nyeri. pembentukan abses dan fistel yang
Fase lanjut dari LGV berupa estiomene multipel. Pada TBC kulit tidak terdapat
yang disertai ulserasi dan sikatrik kelima tanda radang akut kecuali
dapat dibedakan dari sifilis dapat tumor, dan biasanya pada inguinal
dibedakan dari sifilis dengan tes

47
lateral dan femoral sedangkan pada B. Pembedahan
LGV terdapat pada inguinal medial. Tindakan pembedahan dilakukan
pada stadium lanjut di samping
pemberian antibiotika. Pada abses
III. Pengobatan multipel yang berfluktuasi dilakukan
Penderita LGV akut dianjurkan aspirasi berulang karena insisi dapat
untuk istirahat total dan diberikan memperlambat penyembuhan.
terapi untuk gejala sistemik yang Tindakan bedah antara lain vulvektomi
timbul yaitu meliputi terapi berikut: lokal atau labiektomi pada elefantiasis
A. Pengobatan labia. Dilatasi dengan bougie pada
- Rejimen yang direkomendasikan struktur rekti atau kolostomi bila
oleh National Guideline for the terjadi obstruksi total, abses perianal
management of Lymphogranuloma dan perirektal. Proses ini mempunyai
Venereum dan U.S Departement risiko untuk terjadinya perforasi usus,
of health and Human Services, harus dibatasi pada yang lunak,
Public Health Service Center for struktur yang pendek tidak berada di
disease control and Prevention bawah peritoneum, dan jangan
adalah doksiklin yang merupakan dilakukan striktur muda terlepas (licin)
pilihan pertama pengobatan LGV atau jika terjadi perdarahan. Tindakan
dosis 2 X 100 mg/hari selama 14- pembedahan untuk mengalirkan
21 hari atau tetrasiklin 2 gr/ hari nanah keluar atau untuk mengangkat
atau minosiklin 300 mg diikuti 200 kelenjar getah bening yang membesar.
mg 2X/hari. Setelah menjalani prosedur ini,
- Sulfonamid: dosis 3-5 gr/hari pengidap akan diberikan obat pereda
selama 7 hari. nyeri dan pencegah terbentuknya
- Eritromisin: pilihan kedua, dosis 4 ulkus. Pembedahan juga dapat
X 500 mg/hari selama 21 hari, dilakukan kepada pengidap LGV
terutama pada kasus-kasus alergi dengan komplikasi penyempitan
obat golongan tetrasiklin pada rektum.
wanita hamil dan menyusui.
- Eritrhomycin ethylsuccinate 800
Sumber:
mg 4 X / hari selama 7 hari.
- Kotrimoksasol (Trimetropin 400 - Buku Acuan Nasional Pelayanan
mg dan sulfametoksasol 80 mg) 3 Kesehatan Dan Neonatal
X 2 tablet selama 7 hari. - Ilmu Kebidanan Sarwono
- Ofloxacin 400 mg 2 X / hari selama Prawirohardjo
7 hari.
- Levof loxacin 500 mg 4 X / hari
selama 7 hari
- Azithromycin 1 gr dosis tunggal

48
INFEKSI INTRA-UTERIN : KORIOAMNIONITIS

I. Definisi
Korioamnionitis adalah peradangan ketuban, biasanya berkaitan dengan pecah ketuban
lama dan persalinan lama. Berbagai organisme dapat menginfeksi membran, umbilical cord, dan
akhirnya janin. Jalur infeksi secara ascending yaitu dari saluran genital bawah, hematogen
menyebar dari darah ibu, penyebaran langsung dari endometrium atau tuba fallopi, dan
kontaminasi iatrogenik selama prosedur invasif. Dari semua ini, infeksi secara ascending adalah
yang paling umum sering dan dikaitkan dengan ketuban pecah berkepanjangan dan persalinan
lama. Organisme kemudian dapat menyebar di sepanjang permukaan korioamnion dan menginfeksi
cairan amnion. Secara spesifik, sepsis neonatus, distress pernapasan, perdarahan intraventrikel,
kejang, leukomalasia periventrikel, dan palsi serebral lebih sering terjadi pada bayi yang lahir dari
ibu dengan korioamnionitis.

II. Diagnosis
Korioamnionitis secara klinis bermanifestasi sebagai demam pada ibu dengan suhu 38°C
atau lebih, biasanya berkaitan dengan pecah ketuban. Demam pada ibu selama persalinan atau
setelah ketuban pecah biasanya disebabkan oleh korioamnionitis kecuali dibuktikan lain. Demam
sering disertai oleh takikardia ibu dan janin, lokia berbau busuk, dan nyeri tekan fundus.
Leukositosis sering mendukung diagnosis korioamnionitis.

III. Penatalaksanaan
Korioamnionitis terdiri atas pemberian antimikroba, antipiretik, dan pelahiran janin,
sebaiknya melalui vagina. Terapi antibiotik harus dapat memberi perlindungan terhadap lingkungan
polimikroba yang terdapat di vagina dan serviks. Salah satu regimen korioamnionitis adalah
ampisilin, 2 g intravena setiap 6 jam. Dan gentamisin, 2 mg/lg dosis awal serta selanjutnya 1,5
mg/kg intravena setiap 8 jam. Klindamisin, 900 mg setiap 8 jam, digunakan untuk wanita yang alergi
terhadap penisilin. Berbagai regimen antimikroba spectrum luas lainnya juga dapat digunakan.
Antibiotik biasanya dilanjutkan setelah persalinan sampai wanita yang bersangkutan tidak demam.

Daftar Pustaka:

1. Obstetri Williams Panduan Ringkas Edisi 21


2. Obstetri Williams Edisi 23

49
INFEKSI PADA KEHAMILAN : TORCH , HEPATITIS B,
MALARIA
3A – mendiagnosis, penatalaksanaan awal (bukan gawat darurat), dan merujuk
I. TORCH
A. Infeksi Sitomegalovirus
1. Definisi & Patogenesis
Sitomegalovirus (CMV) termasuk golongan virus herpes DNA. Hal ini berdasarkan
struktur dan cara virus CMV pada saat melakukan replikasi. Virus ini menyebabkan
pembengkakan sel yang karakteristik sehingga terlihat sel membesar (sitomegali) dan
tampak sebagai gambaran mata burung hantu.
Infeksi CMV yang terjadi karena pemaparan pertama kali atas individu disebut infeksi
primer. Infeksi primer berlangsung simptomatis ataupun asimptomatis serta virus akan
menetap dalam jaringan hospes dalam waktu yang tidak terbatas. Selanjutnya virus masuk
ke dalam sel-sel dari berbagai macam jaringan. Proses ini disebut infeksi laten.
Pada keadaan tertentu eksaserbasi terjadi dari infeksi laten disertai multipiklasi virus.
Keadaan tersebut misalnya terjadi pada individu yang mengalami supresi imun karena
infeksi HIV, atau obat-obatan yang dikonsumsi penderita transplan-resipien ataupun
penderita dengan keganasan.
Infeksi rekuren (reaktivasi/reinfeksi) yang dimungkinkan karena penyakit tertentu serta
keadaan supresi imun yang bersifat iatrogenik. Dpaat diterangkan bahwa kedua keadaan
tersebut menekan respons sel limfosit T sehingga timbul stimulasi antigenik yang kronis.
Dengan demikian, terjadi reaktivasi virus dari periode laten disertai berbagai sindroma.
2. Diagnosis
Metode Serologik :
Perubahan dari seronegatif menjadi seropositif (tampak adanya IgM dan IgG anti CMV)
sebagai hasil pemeriksaan serial dengan interval kira-kira 3 minggu. Dalam metode
serologik infeksi primer dapat pula ditentukan dengan Low IgG Avidity, yaitu antibodi klas
IgG menunjukkan fungsional aviditasnya yang rendah serta berlangsung kurang lebih 20
minggu setelah infeksi primer. Dalam hal ini lebih dari 90% kasus infeksi primer
menunjukkan IgG aviditas rendah (Low Avidity IgG) terhadap CMV.
Metode Virologik :
Viremia maternal dapat ditegakkan dengan menggunakan uji imunofluorosen. Uji ini
menggunakan monolonal antibodi yang mengikatantigen Pp 65, suatu protein (lipoprotein
degan berat molekul 65 dalton) dari CMV di dalam sel leukosi dalam darah ibu.
Diagnosis Pranatal :
Harus dikerjakan terhadap ibu dengan kehamilan yang menunjukkan infeksi primer pada
umur kehamilan sampai 20 minggu agar dapat mencegah terminasi kehamilan yang tidak
perlu terhadap janin yang sebenarnya tidak terinfeksi sehingga kehamilan tersebut daoat
berlangsung.
Diagnosis pranatal dilakukan dengan mengerjakan metode PCR dan isolasi virus pada
cairan ketuban yang diperoleh setelah amniosintesis. Amniosintesis dalam hubungan ini
paling baik dikerjakan pada umur kehamilan 21-23 minggu karena tiga hal berikut:

50
• Mencegah hasil negatif palsu sebab diuresis janin belum sempurna sebelum umur
kehamilan 20 minggu sehingga janin belum optimal mengekskresi viruus CMV melalui
urin ke dalam cairn ketuban.
• Dibutuhkan waktu 6-9 minggu setelah terjadinya infeksi maternal agar virus dapat
ditemukan dalam cairan ketuban.
• Infeksi janin yang berat karena transmisis CMV pada umumnya bila infeksi maternal
terjadi pada umur kehamilan 12 minggu.
Pemeriksaan ultrasound yang merupakan bagian dari perawatan antenatak sangat membantu
dalam mengidentifikasi janin yang berisiko tinggi/diduga terinfeksi CMV. Klinisi harus
memikirkan adanya kemungkinan infeksi CMV intrauterin bila didapatkan hal-hal berikut
ini pada janin. Oligohidroamnion, polihidroamnion, hidrops nonimun, asites janin,
gangguan pertumbuhan janin, mikrosefali, ventrikulomegali serebral (hidrosefalus),
kalsifikasi intrakranial, hepatospleonmehali, kalsifikasi intrahepatik.
3. Tatalaksa Awal
Dalam konseling infeksi primer yang terjadi pada umur kehamilan  20 minggu
setelah memperhatikan hasil diagnosis prenatal kemungkinan dapat dipertimbangkan
terminasi kehamilan. Terapi diberikan guna mengobati infeksi CMV yang serius seperi
retinitis, esofagitis pada penderita dengan AIDS serta tindakan profilaksis untuk mencegah
infeksi CMV setelag transplantasi organ. Obat yang digunakan untuk anti CMV untuk saat
ini adalah Ganciclovir, Foscarnet,, Cidofivir, dan Valaciclovir, tetapi sampai saat ini belum
dilakuakn evaluasi di samping obat tersebut dapat menimbulkan intoksikasi serta resistensi.
Pengembangan vaksin perlu dilakukan guna mencegah morbiditas dan mortalitas akibat
infeksi konginetal.

B. Toksoplasmosis Konginetal
1. Definisi & Patogenesis
Transimisi toksoplasma kongenital hanya terjadi bila infeksi toksoplasma akut terjadi
selama kehamilan. Keadaan parasitemia yang ditimbulkan oleh infeksi maternal
menyebabkan parasit dapat emncapai plasenta. Selama invasi dan menetap di plasenta
parasit berkembang biak serta sebagian yang lain berhasil memperoleh akses ke sirkulasi
jaringan.
2. Diagnosis
Diagnosis pranatal umumnya dilakukan pada usia kehamilan 14-27 minggu (trimester
II). Aktivitas diagnosis pranatal meliputi:
• Kordosentesis (pengambilan sampel darah janin melalui tali pusat) ataupun
amniosintesis (aspirasi cairan ketuban)
• Pembiakan darah janin ataupun cairan ketuban dalam kultur sel fibroblast, ataupun
diinokulasi ke dalam ruang peritoneum tikus diikuti isolasi parasit.
• Pemeriksaan tambahan = enzim liver, platelet, leukosit (monosit dan eosinofil) dan
limfosit khususnya radio CD4 dan CD 8.
Diagnosis toxoplasma konginetal ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan yang
menunjukkan adanya IgM janin spesifik (antitoksoplasma) dari darah janin. Ditemukan

51
parasit pad kultur maupun inokulasi tikus dan DNA dari T gondii dengan PCR dari janin
ataupun cairan ketuban.
3. Tatalaksana Awal
Terapi diberikan terhadap 3 kelompok penderita berikut.
• Kehamilan dengan infeksi akut
- Spiramisin
Di jarinan obat ini ditemukan kadar/konsentrasi yang tinggi terutama plasenta tanpa
melewatinya serta aktif membunuh takizoit sehingga menekan transplasental.
Spiramisin pada orang dewasa diberikan 2-4 g/hari per oral dibagi dalam 4 dosis
untuk 3 minggu, diulangi setelah 2 minggu sampai kehamilan aterm.
- Piremitamin
Piremitamin, adalah fenilpirimidin obat antimalaria. Pemberian obat dianjurkan
setiap 3-4 hari. piremitamin dan sulfadiazin bekerja sinergik menghasilkan jalur
metabolisme asam folat dan asam para aminobenzoat parasit karena menghambat
kerja enzim dihidrofolat reduktase dengan akibat terganggunta pertumbuhan
stadium takizoit parasit.
• Toksoplasma konginetal
Sulfadiazin dengan dosis 50-100 mg/kg/hari dan piremitamin 0,5-1 mg/kg diberikan
setiap 2-4 hari selama 20 hari. disertakan juga injeksi intramuskular asam folinik 5 mg
setiap 2-4 hari untuk mengatasi efek toksik piremitamin terhadao multiplikasi sel.
Pengobtan dihentikan ketika anak berumur 1 tahun karena diharapkan imunitas
selulernya telah memadai untuk melawan penyakit pada masa tersebut.
• Penderita imunodefisiensi
Kondisi penderita akan cepat memburuk menjadi fatal bila tidak diobati. Pengobatan
disini sama halnya dengan toksoplasmosis kongenital yaitu menggunakan piretamin,
sulfadiazin, dan asam folinik dalam jangka panjang. Piremitamin dan sulfadiazin dapat
melalui barier otak.

C. Herpes Simplex Virus


1. Definisi & Patogenesis
Infeksi yang terjadi pada bayi relatif jarang, berupa infeksi paru, mata, dan kulit. Kini
terbukti jika ibu sudah mempunyai infeksi (vesikel yang nyeri pada vulva secara kronik),
kemungkian infeksi pada bayi hampir tidak terbukti, jadi diperbolehkan persalinan
pervaginam. Tetapi, sebaliknya infeksi yang baruterjadi pada kehamilan akan mempunyai
risiko sehingga dianjurkan persalinan dengan seksio sesario. Penularan ke neonatus terjadi
melalui 3 rute : (1) intrauterus pada 5 persen, (2) peripartum pada 85 persen, atau (3)
pascanatal pada 10 persen.
2. Diagnosis
Pemeriksaan HSV yang tersedia adalah pemeriksaan virologis atau serologis spesifik
tipe. Pemeriksaan virologis dilakukan pada spesimen lesi mukokutis. Namun, sensitivitas
isolasi HSV lebih rendah jika vesikel telah mengalami ulserasi atau krustas, dan isolasi virus
kadang baru diketahui hasilnya setelah 1-2 minggu.
3. Tatalaksana Awal

52
Terapi menggunakan antivirus dengan asiklovir, famsiklovir, atau valsiklovir telah
digunakan untuk mengobati herpes genitalia episode pertama pada pasien tak hamil.
Preparat oral atau parenteral memperingan gejala klinis dan durasi pengeluaran virus. Terapi
suportif juga diberikan untuk mengurangi infeksi rekuren dan mengurangi penularan
heteroseks. Untuk mengatasi nyeri, pasien dapat diberikan analgesik dan anastesi topikal,
dan retensi urin diatasi dengan kateter kandung kemih.
II. Hepatitis B
1. Definisi & Patogenesis
Kehamilan tidak memperberat infeksi virus hepatitis, akan tetapi, jika terjadi infeksi
akut pada kehamilan bisa mengakibatkan terjadinya hepatitis fulminan yang dapat
menimbulkan mortalitas tinggi pada ibu dan bayi. Beberapa faktro predisposisi terjadinya
penularan vertikal antara lain titer DNA-VHB tinggi pada ibu (makin tinggi titer makin
tinggi kemungkinan bayi tertular), terjadinya infeksi akut pada kehamilan trimester ketiga,
persalinan lama dan mutasi VHB. VHB mudah menimbulkan infeksi nosokomial pada
tenaga medik dan paramedik melalui pertolongan persalinan atau operasi, karena tertusuk
jarum suntik atau luka lecet, terutama pada pasien dengan HbsAg dan HbeAg positif. VHB
lebih besar berpotensi untuk menimbulkan infeksi nosokomial di rumah sakit dibandingkan
HIV.
2. Diagnosis
Diagnosis melalui penanda serum imunologis. Virus hepatitis B-partikel Dane, antigen
inti hepatitis B (HbcAg), antigen permukaan hepatitis B (HbsAg), antigen e hepatits B
(HbeAg), dan antibodi-antibodi padanannnya dapat dideteksi dengan berbagai teknik.
Konsentrasi antigen dan partikel virus dalam serum dan cairan tubuh lain dapat mencapai
1012/mL.
3. Tatalaksana Awal
Pencegahan
• Kewaspadaan universal (universal precaution)
Hindari hubungan seksual dan pemakaina alat atau bahan dari pengidap.
• Skrinning HbsAg pada ibu hamil
• Imunisasi
Pemerintal melalui program pemberian vaksinasi HB bagi semua bayi yang lahir di
fasilitas pemerintah dengan dosis 5 mikrogram pada hari ke 0, umur 1, dan 6 bulan,
tanpa mengetahui bayi tersebut lahir dari ibu dengan Hbsag positif atau tidak.
Penanganan
• Padainfeksi akut VHB dan adanya hepatitis fulminan persalinan pervaginam usahakan
dengan trauma sekecil mungkin dan rawat bersama dengan spesialis Penyakit Dalam
(Spesialis Hepatologi)
• Pada ibu hamil dengan Viral load tinggi dapat dipertimbangkan pemberian HBIG atau
Lamivudin pada 1-2 bulan sebellum persalinan.
• Persalinan sebaiknya janhan dibiarkan berlangsung lama, khususnya pada ibu dengan
HbsAg positif.
• Menyusui bayi, tidak merupakan masalah.

53
III. Malaria
1. Definisi & Patogenesis
Malaria merupakan salah satu penyakit re-emerging yang masih menjadi ancaman
sering menimbulkan wabah. Morbiditas dan mortalitas ibu hamil yang menderita malaria
tinggi, terutama pada primigravida, akan menimbulkan anemia dan mortallitas perinatal
yang tinggi. infeksi akan lebih berat jika disebabkan P.Falsifarum dan P.Vivaks.
2. Diagnosis
• Klinis
- Anamnesis
 Demam, menggigil (dapat dsertai mual, muntah, diare, nyeri otot, dan pegal)
 Riwayat sakit malaria, tinggal di daerah endemik malaria, minum ibat malaria 1
bulan terakhir, transfusi darah
 Untuk tersangka malaria berat, dpaat disertai satu dari gejala di bawa; gangguan
kesadaran, perdarahan hidung, gusi, saluran cerna, muntah, warna urin seperti
teh tua, oliguria, pucat
- Pemeriksaan fisik : panas, pucat, splenomegali, hepatomegali
• Pemeriksaan mikroskopik ; sediaan darah (tetes tebal/tipis) untuk menentukan ada
tidaknya parasit malaria, spesies, dan kepadatan parasit.
3. Tatalaksana Awal
• Pasien dengan dugaan malaria karena P. Falsiparum sebaiknya dirawat.
• Pilih obat berdasarkan: berat ringannya penyakit, hindari obat yang merupakan
kontraindikasi, pilih dosis adekuat, beri cairan adekuat, perhatikan nutrisi yang cukup
kalori.
• Pilihan obat antimalaria
Lini pertama : artemisisn parentenal (+ amidokuin + primakuin)
Lini kedua : kina parenteral ( + primakuin + doksisiklin/tetrasiklin)
• Pencegahan : mengurangi risiki terinfeksi malaria, bila terinfeksi, maka gejala kliniknya
tidak berat.

54
ABORTUS MENGANCAM
I. Definisi Abortus
Adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat akibat tertentu ) pada atau sebelum
kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup
diluar kandungan.
II. Abortus spontan
Apabila abortus terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk mengosongkan uterus.
III. Abortus iminens.
IV. Diagnosis abortus iminens dipikirkaan apabila terjadi perdarahan atau rabas (discharge)
per vaginum pada paruh pertama kehamilan. Umumnya perdarahn sedikit tapi dapat
menetap hingga beberapa hari. Terdapat resiko kehamilan yang suboptimal dalam bentuk
pelahiran preterm, berat lahir rendah, dan kematian perinatal. Terdapat tanda klinis yang
dapat membedakan dengan suatu keganasan adalah tidak disertainya nyeri perut bawah
atau nyeri punggung bawah yang menetap. Tanda yang pertama kali muncul adalah
perdarahan, dan beberapa jam sampai beberapa hari kemudian terjadi nyeri kram perut.
Nyeri abortus mungkin terasa di anterior dan jelas bersifat ritmis. Nyeri dapat berupa
nyeri punggung bawah yang menetap disertai perasaan tertekan di panggul, rasa tidak
nyaman atau nyeri di suprapubic. Pemeriksaan serviks diperlukan untuk menetukan
abortus sudah tidak dapat lagi terhindarkan.
V. Pemeriksaan penunjang dibutuhkan untuk menentukan apakah kehamilan dapat
dilanjutkan. Perdarahan ringan selama beberapa minggu perlu dilanjutkandengan
pemeriksaan sonografi vagina, pemeriksaan kuantitatif serial kadar gonadotropin
korionik (hCG) serum, dan kadar progesterone serum, baik diperiksa sendiri maupun
kombinasi.
VI. Penatalaksanaan awal : untuk penanganan yang memadai segera lakukan penilain :
A. Keadaan umum pasien
B. Tanda tanda syok ( pucat, berkeringat banyak, pingsan , tekanan sistolik < 90
mmHg, Nadi > 112 X/Menit
C. Bila syok disertai dengan masa lunak di adneksa, nyeri perut bawah, adanya cairan
bebas dalam kavum pelvis, pikirkan kemungkinan kehamilan ektopik yang
terganggu.
D. Tanda tanda infeksi atau sepsis
E. Tentukan melalui evaluasi medis apakah pasien bisa ditatalaksana pada fasilitas
kesehatan setempat.
I. Penanganan spesifik
A. Tidak diperlukan tindakan medis yang khusus perlu tirah baring secara total.
B. Anjurkan untuk tidak melakukan aktifitas fisik secara berlebihan
C. Bila perdarahan :
1. Berhenti : lakukan asuhan antenatal terjadual dan penilaian ulang bila
terjadi perdarahan awal

55
2. Terus berlangsung : nilai kondisi janin, lakukan konfirmasi untuk
menentukan kemungkinan penyebab lain (hamil ektopik atau mola).
3. Pada fsilitas kesehatan dengan sarana terbatas, pemantauan hanya
melalui gejala klinik dan genikologi.

56
ABORTUS studi terhadap 221. perempuan yang diikuti
selama 207 siklus haid total. Didapatkan
Abortus adalah ancaman atau total 198 kehamilan, di mana 43 (22 %)
pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mengalami abortus sebelum saat haid
dapat hidup di luar kandungan. Sebagai berikutnya.
batasan ialah kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500
2. Etiologi
gram. Abortus yang berlangsung tanpa Penyebab abortus (early pregnanqt
tindakan disebut abortus spontan, loss) bervariasi dan sering diperdebatkan.
sedangkan abortus yang terjadi dengan IJmumnya lebih dari satu penyebab.
sengaja dilakukan tindakan disebut abortus Penyebab terbanyak di anraranya adalah
provokatus. sebagai berikut:

1. Epidemiologi ➢ Faktor genetik. Transiokasi parental


keseimbangan genetik
Abortus spontan dan tidak jelas
- Mendelian
umur kehamilannya, hanya sedikit
- Multifaktor
memberikan gejala atau tanda sehingga
- Robertsonian
biasanya ibu tidak melapor atau berobat.
- Resiprokal .
Sementara itu, dari kejadian yang diketahui,
➢ Kelainan kongenital uterus
15-20% merupakan abortus spontan atau
- Anomali duktus Mulleri
kehamilan ektopik. Sekitar 5 % dari
- Septum uterus
pasangan yang mencoba hamil akan
- uterus bikornis
mengalami 2 keguguran yang berurutan,
- Inkompetensi serviks uterus
dan sekitar 1% dari pasangan mengalami 3
- Mioma uteri
atau lebih keguguran yang berurutan.
- Sindroma Asherman .
Rata-rata terjadi 114 kasus abortus ➢ Autoimun
per jam. Sebagian besar studi menyatakan - Aloimun
kejadian abortus spontan antara 15 - 20 % -Mediasi imunitas humoral
dari semua kehamilan. Kalau dikaji lebih - Mediasi imunitas seiuler .
jauh kejadian abortus sebenarnya bisa ➢ Defek fase luteal
mendekai 50 %. Hai ini dikarenakan - Faktor endokrin eksternal
tingginya angka chemical pregnancy loss - Antibodi antitiroid hormon
yang tidak bisa diketahui pada 2 - 4 minggu - Sintesis LH yang tinggi .
setelah konsepsi. Sebagian besar kegagalan ➢ Infeksi
kehamilan ini dikarenakan kegagalan gamet ➢ Hematologik
(misalnya sperma dan disfungsi oosit). Pada ➢ Lingkungan
1988 Wilcox dan kawan-kawan melakukan

57
Usia kehamilan saat terjadinya abortus timbul akibat dari nondisjuntion
bisa memberi gambaran tentang meiosis selama gametogenesis pada
penyebabnya. Sebagai contoh, pasien dengan kariotip normal.
antiphospbolipid syndrome (APS) dan Untuk sebagian besar trisomi,
inkompetensi serviks sering terjadi setelah gangguan meiosis maternal bisa
trimester pertama. berimplikasi pada gametogenesis.
Insiden trisomi meningkat dengan
2. I. Penyebab Genetik
bertambahnya usia. Trisomi 16,
Sebagian besar abortus dengan kejadian sekitar 30 % dari
sponran disebabkan oleh kelainan seluruh trisomi, merupakan
kariotip embrio. Paling sedikit 50 % penyebab terbanyak. Semua
kejadian abortus pada trimester kromosom trisomi berakhir abortus
pertama merupakan kelainan kecuali pada trisomi kromosom 1.
sitogenetik. Bagaimanapun, Sindroma Turner merupakan
gambaran ini belum termasuk penyebab 20 - 25 % keiainan
kelainan yang disebabkan oleh sitogenetik pada abortus. Sepertiga
gangguan gen tunggal (misalnya dari fetus dengan Sindroma Down
kelainan Mendelian) atau mutasi (trisomi 21) bisa bertahan.
pada beberapa lokus (misalnya Pengelolaan standar
gangguan poligenik atau multifaktor) menyarankan untuk pemeriksaan
yang tidak terdeteksi dengan genetik amniosentesis pada semua
pemeriksaan kariotip. Kejadian ibu hamil dengan usia yang lanjut,
tertinggi kelainan sitogenetik yaitu di atas 35 tahun. Risiko ibu
konsepsi terjadi pada awal terkena aneuploidi adalah 1 : 80,
kehamilan. Kelainan sitogenetik pada usia di atas 35 tahun karena
embrio biasanya berupa aneuploidi angka kejadian kelainan
yang disebabkan oleh kejadian kromosom/trisomi akan meningkat
sporadis, misalnya nondisjunction setelah usia 35 tahun. Kelainan lain
meiosis atau poliploidi dari fertilitas umumnya berhubungan dengan
abnormal. fertilisasi abnormal (terapioidi,
Separuh dari abortus karena triploidi). Kelainan ini tidak bisa
kelainan sitogenetik pada trimester dihubungkan dengan kelangsungan
pertama berupa trisomi autosom. kehamilan. Tetraploidi terjadi pada 8
Triploidi ditemukan pada 16 % % kejadian abortus akibat kelainan
kejadian abortus, di mana terjadi kromosom, di mana terjadinya
fertilisasi orum normal haploid oleh kelainan pada fase sangat awal
2 sperma (dispermi) sebagai sebelum proses pembelahan.
mekanisme patologi primer. Trisomi Struktur kromosom merupakan

58
kelainan kategori ketiga. Kelainan abortus, ditemukan anomali uterus
struktural terjadi pada sekitar 3 % pada 27 % pasien.
kelainan sitogenetik pada abortus.
Studi oleh Acien (1996)
Ini menunjukkan bahwa kelainan
terhadap 170 pasien hamil dengan
struktur kromosom sering
malformasi uterus, mendapatkan
diturunkan dari ibunya. Kelainan
hasil hanya 18,8 % yang bisa
struktur kromosom pada pria bisa
bertahan sampai melahirkan cukup
berdampak pada rendahnya
bulan, sedangkan 36,5% mengalami
konsentrasi sperma, infertilitas, dan
persalinan abnormal (prematur,
bisa mengurangi peluang kehamilan
sungsang). Penyebab terbanyak
dan terjadinya keguguran. Kelainan
abortus karena kelainan anatomik
sering juga berupa gen yang
uterus adalah seprum uterus (40 -
abnormal, mungkin karena adanya
80 %), kemudian uterus bikornis
mutasi gen yang bisa mengganggu
atau uterus didelfis atau unikornis
proses implantasi bahkan
(10 - 30 %). Mioma uteri bisa
menyebabkan abortus. Contoh
menyebabkan baik infertilitas
untuk kelainan gen tunggal yang
maupun abortus berulang. Risiko
sering menyebabkan abortus
kejadiannya antara 10 - 30 % pada
berulang adalah myotonic
perempuan usia reproduksi.
dystrophy, yang berupa autosom
Sebagian besar mioma tidak
dominar dengan penetrasi yang
memberikan gejala, hanya yang
tinggi, kelainan ini progresif, dan
berukuran besar atau yang
penyebab abortusnya mungkin
memasuki kavum uteri
karena kombinasi gen yang
(submukosum) yang akan
abnormal dan gangguan fungsi
menimbulkan gangguan. Sindroma
uterus. Kemungkinan juga karena
Asherman bisa menyebabkan
adanya mosaik gonad pada ovarium
gangguan tempat implantasi serta
atau testis.
pasokan darah pada permukaan
endometrium. Risiko abortus antara
2. II. Penyebab Anatomik
25 - 80 %, bergantung pada berat
Defek anatomik uterus ringannya gangguan. Untuk
diketahui sebagai penyebab mendiagnosis kelainan ini bisa
komplikasi obstetrik, seperti abortus digunakan histerosalpingografi
berulang, prematuritas, serta (HSG) dan ultrasonografi.
malpresentasi janin. Insiden
kelainan bentuk uterus berkisar
1/200 sampai 1/600 perempuan.
Pada perempuan dengan ri:wayat

59
2. III. Penyebab Infeksi sung pada janin atau unit
fetoplasenta. .
Teori peran mikroba infeksi
✓ Infeksi janin yang bisa
terhadap kejadian abortus mulai
berakibat kematian janin atau
diduga sejak 1917, ketika DeForest
cacat berar sehingga janin sulit
dan kawan-kawan melakukan
bertahan hidup.
pengamatan kejadian abortus
✓ Infeksi plasenta yang berakibat
berulang pada perempuan yang
insufisiensi plasenta dan bisa
ternyata rerpapar brucellosis.
berlanjut kematian janin.
Beberapa jenis organisme tertentu
✓ Infeksi kronis endometrium
diduga berdampak pada kejadian
dari penyebaran kuman
abortus antara lain:
genitalia bawah (misal
o Bakteria Mikoplasma bominis, Klamidia,
- Listeria monositogenes Ureaplasma urealitileum, HSV)
- Klamidia trakomatis yang bisa mengganggu proses
- Ureaplasma urealitikum implantasi.
- Mikoplasma hominis ✓ Amnionitis (oleh kuman gram-
- Bakterial vaginosis positif dan gram-negatif,
o Virus Listeria monositogenes).
- Sitomegalovirus ✓ Memacu perubahan genetik
- Rubela dan anatomik embrio,
- Herpes simpieks virus (FISV) umumnya oleh karena virus
- Human immunodeficiency virus selama kehamilan awal
(HIV) (misalnya rubela, parvovirus
- Parvovirus . B19, sitomegalovirus, koksakie
o Parasit virus B, varisela-zoster, kronik
- Toksoplasmosis gondii sitomegalovirus CMV, HSV).
- Plasmodium falsiparum .
o Spirokaeta 2. IV. Faktor Hormonal
- Treponema pallidum
Ovulasi, implantasi, serta
kehamilan dini bergantung pada
Berbagai teori diajukan
koordinasi yang baik sistem
untuk mencoba menerangkan
pengaturan hormon maternal. Oleh
abortus/EPl, di antaranya
karena itu, perlu perhatian langsung
sebagaiberikut.
terhadap sistem hormon secara
✓ Adanya metabolik toksik,
keseluruhan, fase luteal, dan
endotoksin, eksotoksin, atau
gambaran hormon setelah konsepsi
sitokin yang berdampak lang
terurama kadar progesteron.

60
▪ Diabetes mellitus ▪ Pengaruh hormonal terhadap
Perempuan dengan diabetes yang imunitas desidua
dikelola dengan baik risiko Perubahan endometrium jadi
abortusnya tidak lebih Jelek jika desidua mengubah semua sel
dibanding perempuan yang tanpa pada mukosa uterus. Perubahan
diabetes. Akan tetapi perempuan morfologi dan fungsional ini
diabetes dengan kadar HbAlc mendukung proses implantasi
tinggi pada trimester pertama, juga proses migrasi trofoblas dan
risiko abortus dan malformasi mencegah invasi yang berlebihan
janin meningkat signifikan. pada jaringan ibu.
Diabetes jenis insulin-dependen Disini berperan penting interaksi
dengan kontrol glukosa tidak antara trofoblas ekstravillous dan
adekuat punya peluang 2 - 3 kali infiltrasi leukosit pada mukosa
lipat mengalami abortus. uterus. Sebagian besar sel ini
▪ Kadar progesteron yang rendah berupa Large Granular
Progesteron punya peran penting Lymphocytes (LGL) dan makrofag,
dalam mempengaruhi dengan sedikit sel T dan sel B.
reseptivitas endometrium Sel NK dijumpai dalam jumlah
terhadap implantasi embrio. Pada banyak, terutama pada
tahun 1929, Allen dan Corrier endometrium yang terpaPar
mempublikasikan tentang proses progesteron. Peningkatan sel NK
fisiologi korpus luteum, dan sejak pada tempat implantasi saat
itu diduga bahwa kadar trimester pertama mempunyar
progesteron yang rendah peran penting dalam
berhubungan dengan risiko kelangsungan proses kehamilan
abortus. SUpport fase luteal karena ia akan mendahului
punya peran kritis pada membunuh sel target dengan
kehamilan sekitar 7 minggu, yaitu sedikit atau tanpa ekspresi HLA.
saat di mana trofoblas harus Trofoblas ekstravillous (dengan
menghasilkan cukup steroid pembentukan cepat HLA1) tidak
untuk menunjang kehamilan. bisa dihancurkan oleh sel NK
Pengangkatan korpus luteum desidua, sehingga memungkinkan
sebelum usia 7 minggu akan terjadinya invasi optimal untuk
menyebabkan abortus. Dan bila plasentasi yang normal.
progesteron diberikan pada
pasien ini, kehamilan bisa
diselamatkan.

61
3. Klasifikasi dan Gambaran Klinis kemudian disiapkan tindakan
kuretase. Pemeriksaan USG hanya
A. Abortus Inkompletus
dilakukan bila kita ragu dengan
Sebagian hasii konsepsi telah diagnosis secara klinis. Besar uterus
keluar dari karum uteri dan masih ada sudah lebih kecil dari umur kehamilan
yang tertinggal. dan kantong gestasi sudah sulit
dikenali, di karum uteri tampak massa
Perdarahan terjadi jika plasenta hiperekoik yang bentuknya tidak
secara keseluruhan atau sebagian beraturan. Bila terjadi perdarahan
terlepas dari uterus. Batasan ini juga yang hebat, dianjurkan segera
masih terpancang pada umur melakukan pengeluaran sisa hasil
kehamilan kurang dari 20 minggu atau konsepsi secara manual agar jaringan
berat janin kurang dari 500 gram. Pada yang mengganjal terjadinya kontraksi
abortus inkomplet, ostium internum,
uterus segera dikeluarkan, kontraksi
serviks membuka dan menjadi tempat
uterus dapat berlangsung baik dan
lewatnya darah. Janin dan plasenta
perdarahan bisa berhenti. Selanjutnya
mungkin tetap berada in utero atau
dilakukan tindakan kuretase. Tindakan
sebagian keluar melalui ostium yang
kuretase harus dilakukan secara hati-
terbuka.. Sebagian jaringan hasil
hari sesuai dengan keadaan umum ibu
konsepsi masih tertinggal di dalam
dan besarnya uteruss. Tindakan yang
uterus di mana pada pemeriksaan
dianjurkan ialah dengan karet vakum
vagina, kanalis servikalis masih
menggunakan kanula dari plastik.
terbuka dan teraba jaringan dalam
Pascatindakan perlu diberikan
kamm uteri atau menonjol pada
uterotonika parenteral ataupun per
ostium uteri eksternum. Perdarahan
oral dan antibiotika.
biasanya masih terjadi jumlahnya pun
bisa banyak atau sedikit bergantung B. Abortus mengancam
pada jaringan yang tersisa, yang Jika terdapat perdarahan atau
menyebabkan sebagian placental site pengeluaran discharge berdarah dari os
masih terbuka sehingga perdarahan serviks yang tertutup selama paruh
berjalan terus. pertama kehamilan. Sejauh ini,
perdarahan selama kehamilan menjadi
Pasien dapat jatuh dalam keadaan
faktor resiko paling prediktif untuk
anemia atau syok hemoragik sebelum
kegagalan kehamilan. Jika abortus tidak
sisa jaringan konsepsi dikeluarkan.
mengalami perdarahan dini, maka janin
Pengelolaan pasien harus diawali
akan mengalami resiko persalinan
dengan perhatian terhadap keadaan
kurang bulan, berat bayi lahir rendah,
umum dan mengatasi gangguan
serta kematian perinatal. Pada abortus
hemodinamik yang terjadi untuk
biasanya perdarahan terjadi disertai

62
kram abdomen beberapa jam atau C. Abortus Tak-terelakkan
hari kemudian. Nyeri bermanifestasi Terdapat ruptur besar pada
sebagai kram ritmik yang terasa di membran yang ditandai dengan
anterior sebagai nyeri punggung bawah keluarnya cairan amnion disertai
persisten, disertai perasaan tertekan di dilatasi serviks, merupakan tanda
panggul atau rasa tidak nyaman di garis bahwa abortus hampir terjadi.
tengah suprapubis. Umumnya konstraksi uterus segera
dimulai sehingga terjadi abortus atau
Jika terjadi perdarahan menetap infeksi. Selain itu, dapat terjadi
atau banyak perlu dilakukan pengeluaran cairan vagina dalam
pemeriksaan hematokrit untuk jumlah besar selama paruh pertama
mengetahui apakah terdapat anemia kehamilan. Jika tidak berasal dari
atau hipovolemia signifikan maka kandung kemih, cairan ini telah lama
diindikasikan evakuasi kehamilan. terkumpul di antara amnion dan
Terapi yang biasanya disarankan untuk korion. Karena itu, jika terjadi
abortus mengancam adalah tirah pengeluaran cairan mendadak pada
baring. Analgesia dengan kehamilan dini sebelum nyeri, demam,
asetaminofen diberikan untuk atau perdarahan, pasien dapat
mengurangi nyeri. Lalu dilakukan dianjurkan untuk istirahat dan
pemeriksaan terhadap sonografi diobservasi. Setelah 48 jam, jika tidak
transvagina, pemeriksaan kadar ada lagi cairan amnion yang keluar dan
gonadotropin korion manusia (hCG) tidak ada perdarahan, demam, atau
serum, dan kadar progesteron yang nyeri bisa berakivitas kembali kecuali
digunakan sendiri atau kombinasi segala bentuk penetrasi ke dalam
untuk memastikan janin masih hidup vagina. Namun jika pengeluaran cairan
dan berada di dalam uterus. Perlu diikuti perdarahan, nyeri, demam,
dilakukan evaluasi berulang untuk abortus dianggap tak-terelakkan dan
memastikan kematian janin. uterus dikosongkan.

Wanita dengan perdarahan 4. PENATALAKSANAAN


abnormal atau nyeri panggul yang a. Apabila muncul tanda-tanda
disertai kadar β-hCG serum rendah, keguguran:
kehamilan ekstrauterus harus dijadikan 1. Plasebo
diagnosis banding dari kehamilan 2. PGE1 400 µg per vagina
normal atau abostus mengancam. b. Abortus spontan inkomplet atau
missed abortus spontan:
1. Menunggu

63
2. PGE1 800 µg per vagina ± 200
mg mifepriston
3. Kuretase hisap
c. Kegagalan kehamilan:
1. PGE1 800 µg per vagina
2. Aspirasi vakum
d. Abortus spontan inkomplet:
1. PGE1 600 µg per vagina atau
oral
2. Aspirasi vakum

64
ABORTUS SPONTAN KOMPLIT
Kompetensi 4

1. Definisi
Abortus: Abortus ialah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup diluar kandungan, dan sebagai batasan digunakan kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat anak kurang dari 500 gram.
Abortus spontan komplit: Perdarahan pada kehamilan muda dimana seluruh dari hasil
konsepsi telah dikeluarkan dari kavum uteri, sehingga uterus kosong dan tidak ada sisa
janin yang tertinggal.
2. Tanda dan Gejala
• Perdarahan bercak-sedang
• Serviks tertutup atau terbuka
• Uterus lebih kecil dari usia kehamilan normal
• Riwayat ekspulsi hasil konsepsi
• Nyeri perut bawah sedikit atau tidak ada
3. Faktor resiko
• Penyakit infeksi
• Gangguan nutrisi berat
• Konsumsi alkohol dan rokok
• Anomali uterus dan serviks
• Trauma fisik dan psikologis
4. Tatalaksana
Penilaian awal
• Keadaan umum pasien
• Tanda-tanda syok (pucat, berkeringat banyak, pingsan, tekanan sistolik < 90
mmHg, nadi > 112x/menit
• Bila syok disertai dengan massa lunak di adneksa, nyeri perut bawah, adanya
cairan bebas dalam kavum pelvis, pikirkan kehamilan ektopik
• Tanda-tanda infeksi atau sepsis
• Tentukan melalui evaluasi medik apakah pasien dapat ditatalaksana pada fasilitas
kesehatan setempat atau dirujuk (setelah dilakukan stabilisasi)
Penanganan spesifik abortus spontan komplit
• Tidak perlu evaluasi
• Observasi untuk melihat adanya perdarahan banyak
• Bila kondisi baik, cukup berikan ergometrin 3×1 tablet/hari selama 3 hari
• Tetap pantau kondisi ibu setelah penanganan
• Bila terjadi anemia sedang berikan sulfas ferrosus tablet 600 mg/hari selama 2
mingg dan anjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi (susu, sayuran
segar, ikan, daging, telur)
• Untuk anemia berat lakukan transfusi darah

65
• Bila tidak terdapat tanda-tanda infeksi tidak perlu diberikan antibiotika atau
apabila khawatir akan infeksi dapat diberi antibiotika profilaksis
• Lakukan konseling pasca abortus dan lakukan pemantauan lebih lanjut.

Bagan diagnosis Abortus

66
Hiperemis gravidarum dari 100-140x kali per menit, tekanan
darah sistolik kurang dari 80 mmhg,
apatis, kulit pucat, lidah kotor, kadang
icterus, aseton, bilirubin dalam urin
I. Pengertian dan berat badan cepat menurun.
hiperemis gravidarum adalah muntah yang C. Tingkat iii
terjadi pada awal kehamilan sampai umur Walaupun kondisi pada tingkat ini
kehamilan 20 minggu. Keluhan muntah
sangat jarang, yang mulai terjadi
kadang-kadang begitu hebat dimana segala
apa yang dimakan dan diminum dimuntahkan adalah gangguan kesadaran (delirium-
sehingga dapat mempengaruhi keadaan koma), muntah berkurang atau
umum dan mengaggu pekerjaan sehari-hari, berhenti, tetapi dapat terjadi icterus,
berat badan menurun, dehidrasi, dan sianosis, nystagmus, gangguan jantung,
terdapat aseton dalam urin bahkan seperti bilirubin, dan proteinuria dalam urin.
penyakit appendicitis, pielititis dsb.
mual dan muntah mempengaruhi > 50%
kehamilan.kebanyakan perempuan mampu III. Diagnosis
memperthankan kebutuhan cairan dan nutrisi A. Diagnosis hiperemis gravidarum:
dengan diet, dan symptom akan teratasi • Amenore yang disertai muntah
hingga akhir trimester pertama. Penyebab hebat, pekerjaan sehari-hari
penyakit ini masih belom diketahui secara terganggu
pasti tetapi diperkirakan erat hubunganya
• Fungsi vital : nedi meningkat
dengan endokrin, biokimiawi, dan psikologis.
100x per menit, tekanan darah
II. Klasifikasi menurun pada keadaan berat,
Secara klinis, hiperemis gravidarum subfebris dan gangguan
dibedakan atas 3 tingkatan, yaitu : kesadaran (apatis-koma)
A. Tingkat 1 • Fisik : dehidrasi, kulit pucat,
Muntah yang terus menerus, timbul icterus, sianosis, berat badan
intoleransi terhadap makanan dan menururn, pada vaginal
minuman, berat badan menurun, nyeri toucher uterus besar sesuai
epigastrium, muntah pertama keluar besar kehamilan, konsistensi
makanan, lendir dan sedikit cairan lunak, pada pemeriksaan
empedu, dan yang terakhir keluar inspekulo serviks berwarna
darah. Nadi meningkat sampai 100 kali biru (livide)
permenit dan tekanan darah sistolik • Pemeriksaan usg : untuk
menurun. Mata cekung dan lidah mengetahui kondisi kesehatan
kering, turgor kulit berkurang, dan urin kehamilan juga untuk
sedikit tetapi masih normal. mengetahui kemungkinan
adanya kehamilan kembar
B. Tingkat ii ataupun kehamilan
Gejala lebih berat, segala yang dimakan molahidatidosa.
dan diminum akan dimuntahkan, haus • Laboratorium : kenaikan
hebat, sub-febris, nadi cepat dan lebih relative hemoglobin dan

67
hematokrit, shift to the left, - Antiemetic : prometazin
benda keton dan proteinuria (avopreg0 2-3 kali 25 mg per hari
• Pada keluhan hiperemis yang per oral atau proklorperazin
berat dan berulang perlu (stemetil) 3 kali 3 mg per hari
dipikirkan untuk konsultasi per oral atau mediameter b6 3 x
psikologi. 1 per hari per oral.
- Antasida: asidrin 3 x 1 tablet
B. Gejalan klinik perhari per oral atau milanta 3 x
Mulai terjadi pada trimester 1 tablet per hari per oral atau
pertama. Gejala klinik yang sering magnam 3 x 1 tablet per hari
dijumpai adalah nausea, muntah, per oral.
penurunan berat badan, ptialism
(salivasi yg berlebihan), tanda- • Diet sebaiknya meminta advis ahli
tanda dehidrasi termasuk gizi
hipotensi postural dan takikardi. - Diet hiperemis 1 diberikan pada
Pemeriksaan laboratorium dapat hoperemis tingkat iii. Makanan
dijumpai hiponatremi, hanya berupa roti kering dan
hypokalemia, dan peningkatan buah-buahan. Cairan tidak
hematokrit. Hipertiroid dan lft diberikan bersama dengan
yang abnormal juga dapat makanan tetepi 1-2 jam
dijumpai. sesudahnya. Makanan ini kurang
mengandung zat gizi, kecuali
vitamin c sehingga hanya
IV. Penatakaksanaan awal diberikan selama beberapa hari.
• Untuk keluhan hiperemis yang - Diet hiperemis ii diberikan bila
berat pasien dianjurkan untuk rasa mual dan muntah
dirawat dirumah sakit dan berkurang. Secara berangsur
membatasi pengunjung mulai diberikan bahan makanan
• Stop makanan per oral 24-48 jam yang bernilai gizi tinggi.
• Infus glukosa 10% atau 5% : rl = 2 : Minuman tidak diberikan
1, 40 tetes permenit. bersama makanan, makanan ini
• Obat rendah dalam semua zat gizi,
- Vitamin b1, b2, b6, masing masing kecuali vitamin a dan d
50-100 mg/hari/infus. - Diet hiperemis iii diberikan
- Vitamin b12, 200 g/hari/infus, kepada penderita dengan
vitamin c 200 mg/hari/infus. hiperemis ringan. Menurut
- Fenobarbital 30 mg i.m. 2-3 kali kesanggupan penderita
per hari atau klorpromazin 25-50 minuman boleh diberikan
mg/hari i.m atau kalau bersama makanan. Makanan ini
diperlukan diazepam 5 mg 2-3 cukup dalam semua zat gizi
kali perhari i.m> kecuali kalsium.

68
• Rehidrasi dan suplemen vitamin
Pilihan cairan adalah normal salin
(nacl 0,9%). Cairan dextrose tidak
boleh diberikan karena tidak
mengandung sodium yang cukup
untuk mengoreksi hyponatremia.
Suplemen potassium boleh
diberikan secara intravena
sebagai tambahan. Suplemen
tiamin diberikan secara oral 50
atau 150 mg atau 100 mg
dilarutkan kedalam 100 cc nacl.
Urin output juga harus dimonitor
dan perlu dilakukan pemeriksaan
dipstick untuk mengetahui
terjadinya ketonuria.
• Antiemesis
Tidak dijumpai adanya
teratogenitas dengan
menggunakan dopamine
antagonis (metoklopramid,
domperidone), fenotiazin
(klorpromazin, proklorperazin),
antikolinergik (disiklomin) atau
antihistamin h1-reseptor
antagonis (prometazin, siklizin).
Namun, bila masih tetap tidak
memberikan respon, dapat juga
digunakan kombinasi
kortikosteroid dengan reseptor
antagonis 5-hidrokstriptamin (5-
ht3) (ondansetron, sisaprid)

Sumber : sarwono_ ilmu


kebidanan

69
INKOMPATIBILITAS DARAH lahir seolah-olah mereka adalah bakteri atau
penyerang virus. Respon imun ini cukup
(KETIDAKCOCOKAN DARAH) lambat untuk berkembang dan jarang menjadi
masalah serius pada kehamilan pertama.
Golongan darah dikategorikan oleh A, B, dan Namun, kehamilan berikutnya dengan
O, dan diberi faktor rhesus(Rh) positif atau inkompatibilitas Rh adalah risiko yang jauh
negatif. Inkompatibilitas darah menjadi lebih tinggi. Pada inkompatibilitas rhesus, janin
masalah setelah seorang ibu mengembangkan menunjukkan gejala hidrops fetalis dan
antibodi terhadap sel darah bayinya. Antibodi plasentomegali. Plasenta menjadi lebih tebal
ini tidak berkembang sampai seorang ibu dari biasanya sering ditemukan pada
“peka,” yang terjadi ketika darah ibu dan bayi kehamilan. Kalsifikasi plasenta terjadi lebih
bercampur selama kehamilan. Dimungkinkan lambat pada ibu dengan inkompatibilitas
bagi sel darah merah ibu untuk masuk ke rhesus. Pada inkompatibilitas rhesus atau
plasenta atau janin selama kehamilan. Ketika ABO, tali pusat perlu dipotong dan diikat kira-
ini terjadi, sel-sel darah ibu mengembangkan kira 10 cm dari pusar. Hal ini untuk persiapan
antibodi yang dapat menyerang sel-sel darah bila diperlukan transfusi tukar
bayi baru lahir dan menyebabkan penyakit darah. Pemotongan tali pusat dilakukan
kuning. Risiko ini paling tinggi dekat atau secepat mungkin, khususnya pada
selama persalinan. inkompatibilitas rhesus. Bila pemotongan tali
pusat dilakukan seteiah tali iusat
Gejala-gejala yang dapat timbul pada pasien tak berdenyut, apa lagi kalau diletakkan lebih
inkompatibilitas darah: rendah dari ibu, maka bayi akan
▪ Demam mendapat tambahan darah 30-90 cc.
▪ Sesak nafas
▪ Nyeri otot Inkompatibilitas golongan darah dapat
▪ Mual dan muntah dicegah sekaligus untuk keperluan diagnosis ,
▪ Nyeri pada perut, dada, atau punggung yaitu dengan tes darah di awal kehamilan. Tes
▪ Urin disertai darah darah biasanya akan menunjukkan: tingkat
▪ Pembengkakan atau infeksi pada area bilirubin tinggi. Hitung darah lengkap
suntik untuk tranfusi darah menunjukkan kerusakan sel darah merah atau
anemia. Darah penerima dan donor tidak
Inkompatibilitas A-B-O terjadi ketika: cocok. Jika ditemukan inkompatibilitas Rh,
• ibunya tipe O dan bayinya B, A, atau AB pengobatan globulin Rh-imun diberikan
• ibu itu tipe A dan bayinya B atau AB sekitar 28 minggu setelah kehamilan. Jika
• ibu adalah tipe B dan bayinya A atau AB inkompatibilitas tidak terdeteksi, bayi baru
lahir dapat mengembangkan penyakit kuning
Inkompatibilitas rhesus terjadi ketika seorang parah yang menyebabkan kerusakan otak.
ibu memiliki darah Rh-negatif dan bayinya Meskipun dapat memiliki konsekuensi serius,
memiliki darah Rh-positif. Tubuh ibu akan penyakit kuning pada bayi baru lahir adalah
menghasilkan respons autoimun yang umum dan dapat diobati; perhatian medis
menyerang janin atau sel darah bayi yang baru

70
diperlukan pada tanda pertama perubahan
warna kekuningan pada kulit atau mata.

Setelah terdiagnosis, pasien dengan


inkompatibilitas segera dilakukan rujukan
imunohematologi. Inkompatibilitas Rh dan
ABO pada bayi menyebabkan ikterus, yang
dirawat melalui hidrasi dan fototerapi.
Biliblankets dan peralatan fototerapi lainnya
membantu tubuh bayi mengeluarkan bilirubin,
penyebab penyakit kuning.

Referensi:
1. Buku Sarwono Ilmu Bedah Kebidanan
2. Buku Sarwono Ilmu Kebidanan
3. https://www.cerebralpalsy.org/about-
cerebral-palsy/risk-factors/blood-
incompatibility

71
MOLAHIDATIDOSA / HAMIL
ANGGUR
I. Pengertian

Molahidatidosa adalah plasenta dengan


vili korialis yang berkembang tidak sempurna
dengan gambaran adanya pembesaran, edema,
dan vili vesikuler sehingga menunjukkan berbagai
ukuran trofoblas profileratif tidak normal.
Molahidatidosa parsial merupakan triploid
Molahidatidosa terdiri dari: molahidatidosa
yang mengandung dua set kromosom paternal dan
komplit dan molahidatidosa parsial; perbedaan
satu set kromosom maternal, tetapi pada triploid
antara keduanya adalah berdasarkan morfologi,
akibat dua set kromosom maternal tidak menjadi
gambaran klinikopatologi, dan sitogenetik.
molahidatidosa parsial. Pada molahidatidosa
Di Asia, insiden molahidatidosa komplit
parsial, seringkali terdapat mudigah atau jika
tertinggi adalah di Indonesia yaitu 1 dari 77
ditemukan sel darah merah berinti pada pembuluh
kehamilan dan 1 dari 52 persalinan. Faktor risiko
darah vili korialis.
molahidatidosa adalah nutrisi, sosioekonomi
(asupan karoten rendah, defisiensi vitamin A), dan II. Diagnosis
usia maternal. Molahidatidosa komplit hanya Diagnosis ultrasonografi (USG)
mengandung DNA paternal sehingga bersifat
kehamilan dini molahidatidosa komplit
androgenetik tanpa adanya jaringan janin. Hal ini
seringkali dihubungkan dengan abortus
terjadi karena satu sel sperma membawa
atau kehamilan nirmudigah.
kromosom 23,X- melakukan fertilisasi terhadap sel
telur yang tidak membawa gen maternal (tidak Molahidatidosa komplit dapat
aktif), kemudian mengalami duplikasi membentuk berhubungan dengan kelainan USG
46XX homozigot. Namun, fertilisasi juga dapat plasenta. Namun, USG memiliki
terjadi pada dua spermatozoa yang akan keterbatasan dalam memprediksi
membentuk 46XY atau 46XX heterosigot. Secara molahidatidosa parsial. Pada kehamilan
makroskopik, pada kehamilan trimester dua ganda dengan janin yang dapat hidup dan
molahidatidosa komplit berbentuk seperti anggur suatu kehamilan mola, maka kehamilan
karena vili korialis mengalami pembengkakan tersebut dianjurkan untuk diteruskan.
secara menyeluruh. Pada kehamilan trimester
pertama, vili korialis mengandung cairan dalam
jumlah lebih sedikit, bercabang dan mengandung
sinsitiotrofoblas dan sitotrofobias hiperplastik
dengan banyak pembuluh darah.

Setelah diagnosis ditegakkan dan


dilakukan pemeriksaan penunjang
(pemeriksaan darah lengkap, phcg, dan foto

72
toraks), maka dilakukan evakuasi dengan
kuret isap dilanjutkan dengan kuret tumpul
kavum uteri. Selama dan setelah prosedur
evakuasi, diberikan oksitosin intravena.
Namun kita hanya sampai diagnosisnya
saja,selanjutnya dirujuk .

III. Pasca Rujukan

Pemantauan ketat pascaevakuasi mola


sangat penting untuk mengidentifikasi pasien
berisiko keganasan. Pemeriksaan kadar hcg
dilakukan tiap minggu hingga diperoleh tiga kali
kadar negatif, kemudian enam kali kadar hcg
normal yang diperiksa sebanyak enam kali disertai
pemeriksaan panggul. Jika kadar hcg meningkat,
maka perlu dilakukan pemeriksaan foto toraks.
Penting dilakukan pemantauan kadar hcg
pascapembedahan. Pascakehamilan dengan
penyakit trofoblas gestasional, pasien tidak
dianjurkan hamil hingga kadar hcg normal selama
6 bulan.

Sumber : Sarwono- Ilmu Kandungan edisi 3

73
KEHAMILAN EKTOPIK perdarahan moderat
menyebabkan tidak adanya
perubahan tanda-tanda vital,
Ovum yang telah dibuahi (blastosit) secara sedikit peningkatan tekanan
normal akan melakukan implantasi pada darah, atau respons vasovagal
lapisan endometrium di dalam kavum uteri. dengan bradikardi dan
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan hipotensi. Tekanan darah akan
yang terjadi di luar kavum uteri. turun dan nadi akan naik hanya
jika perdarahan terus berlanjut
dan hipovolemia menjadi
I. Diagnosis
signifikan
A. Gejala dan Tanda
B. Pemeriksaan Penunjang
Presentasi klasik
1. Hemoglobin, Hematokrit
ditandai oleh trias yaitu
dan Leukosit
menstruasi yang tertunda,
Hemoglobin dan
nyeri, dan perdarahan atau
hematocrit hanya
bercak vagina. Dengan ruptur
memperlihatkan sedikit
tuba, biasanya ada nyeri parah
penurunan.
pada abdomen bagian bawah
2. Pemeriksaan B-hCG serum
dan panggul. Adanya nyeri saat
Uterus kosong dengan
palpasi abdomen dan
konsentrasi serum β-hCG
pemeriksaan pelvis bimanual,
>= 1500 mIU / mL adalah
terutama saat serviks
100 persen akurat dalam
digerakkan, menyebabkan rasa
menyingkirkan
sakit yang luar biasa. Forniks
kemungkinan kehamilan
vagina posterior dapat
normal (positif hamil
membesar akibat adanya darah
ektopik).
di rectouterine cul-de-sac
3. Progesterone Serum
(cavum douglas), atau massa
10-25ng/mL serum
yang lunak dapat dirasakan
progesterone menunjukan
pada satu sisi uterus. Uterus
kehamilan ektopik.
juga kemudian dapat
4. Transvaginal Sonography
terdorong ke satu sisi oleh
Endometrium: terdapat
massa ektopik. Uterus juga
gambaran pola trilaminar,
mungkin sedikit membesar
pseudogestational sac
karena stimulasi hormone
(cairan diantara lapisan
plasenta.
endometrium yang
Beberapa bercak atau
membentuk seperti
pendarahan vagina dilaporkan
kavum), kista desidua
oleh 60 hingga 80 persen
Adneksa: gambaran massa
wanita dengan kehamilan pada
adneksa yang terpisah dari
tuba. Respons terhadap

74
ovarium. Yolk sac, embrio, NS atau RL (500 mL dalam 15
atau janin yang menit pertama) atau 2L dalam
teridentifikasi di luar 2 jam pertama
uterus. B. Segera rujuk ke rumah sakit
5. Ultrasound Doppler Warna (akan segera dilakukan terapi
dan Berpulsa medikamentosa atau
Pada teknik ini dilakukan pembedahan)
identifikasi warna vaskuler
dalam bentuk khas yang
disebut ring of fire. Jika Daftar Pustaka
pola ini terlihat di luar Cunningham FG, dkk. Williams Obstetric, ed.
rongga uterus maka 23. McGraw-Hill; 2010
ditegakkan diagnosis Sarwono Ilmu Kandungan Edisi Ketiga
kehamilan ektopik. http://edunakes.bppsdmk.kemkes.go.id/imag
6. Kuldosentesis es/pdf/Obsgin_4_Juni_2014/Blok%2011/Keha
Kuldosentesis adalah teknik milan%20ektopik%20ppt.pdf
sederhana untuk
mengidentifikasi
hemoperitoneum (cairan
hipo/anekoik) dengan cara
serviks ditarik kearah
simfisis dengan sebuah
tenakulum dimasukkan
sebuah jarum ukuran 16
atau 18 melalui forniks
posterior ke dalam cul-de-
sac (cavum douglas). Jika
ada, cairan dapat
diaspirasi. Potongan
bekuan darah dalam cairan
atau cairan mengandung
darah yang tidak membeku
menunjukan
hemoperitonemum akibat
kehamilan ektopik.

II. Penatalaksanaan Awal


A. Setelah diagnosis ditegakkan,
upaya stabilisasi dilakukan
dengan merestorasi cairan
tubuh dengan larutan kristaloid

75
HIPERTENSI PADA KEHAMILAN
Komplikasi yang umum terjadi dalam • SPGT (ALT) atau SGOT (AST)
kehamilan salah satunya adalah gangguan meningkat
hipertensi. • Nyeri kepala menetap atau gangguan
serebrum atau gangguan pengelihatan
Terdapat 5 jenis penyakit hipertensi dalam
lainnya
kehamilan, antara lain:
• Nyeri epigastrium menetap
1. Hipertensi gestasional EKLAMSIA
2. Preeklamsia Kejang yang tidak disebabkan oleh hal lain
3. Eklamsia pada wanita dengan preeklamsia
4. Preeklamsia yang terjadi pada PREEKLAMSIA PADA HIPERTENSI KRONIK
pengidap hipertensi kronik
Proteinuria awitan-baru ≥300mg/24 jam pada
(superimposed) wanita pengidap hipertensi tetapi tanpa
5. Hipertensi kronik proteinuria sebelum gestasi 20 minggu
Peningkatan proteinuria atau TD atau angka
Tabel diagnosis gangguan hipertensi pada
trobosit <100.000/mm3 secara mendaak pada
kehamilan wanita dengan hipertensi dan proteinuria
sebelum gestasi 20 minggu
HIPERTENSI GESTASIONAL
HIPERTENSI KRONIK
TD ≥140/90 mmHg untuk pertama kali selama
TD ≥ 140/90 mmHg sebelum gestasi 20
kehamilan
minggu atau hipertensi yang pertama kali
Tidak ada proteinuria
didiagnosis setelah gestasi 20 minggu dan
TD kembali normal < 12 minggu postpartum menetap setelah 12 minggu postpartum
Diagnosis akhir hanya dapat dibuat
postpartum
Mungkin memperlihatkan tanda-tanda lain Karena gangguan Preeklamsia dan Eklamsia
preeklamsia, missal nyeri epigastrium atau akan dibahas lebih jauh sebagai materi
trombositopenia
tersendiri, jadi disini hanya akan dijelaskan
PREEKLAMSIA
Kriteria Minimum materi Hipertensi Gestasional dan Hipertensi
• TD ≥140/90 mmHg setelah gestasi 20 Kronik ya☺
minggu
I. HIPERTENSI GESTASIONAL
• Proteinuria ≥300mg/24 jam atau ≥+1
I. Pengertian
pada dipstick
Peningkatan kepastian preeklamsia Peningkatan tekanan darah pada
• TD ≥160/100/mmHg ibu hamil tanpa disertai
• Proteinuria ≥2,0g/24 jam atau ≥+2 proteinuria. Keadaan ini meliputi
pada dipstick ibu hamil dengan preeklamsi yang
• Kreatinin serum ≥1,2mg/dL kecuali belum timbul proteinuria atau
telah diketahui meningkat sebelumnya memang bukan termasuk
• Trombosit < 100.000 mm3 preeklamsi.
• Hemolisis mikroangiopatik (LDH II. Diagnosis
meningkat)

76
1. TD ≥ 140/90mmHg untuk 1. Hipertensi (140/90mmHg atau
pertama kalinya selama lebih) sebelum hamil
kehamilan, tetapi belum 2. Hipertensi (140/90mmHg atau
mengalami proteinuria lebih) yang terdeteksi sebelum
2. Bila preeklamsi tidak timbul usia kehamilan 20 minggu
dan tekanan darah kembali (kecuali pada penyakit
normal sebelum 12 minggu trofoblastik gestasional)
postterm/pascasalin maka 3. Hipertensi yang menetap lama
diagnosisnya menjadi setelah melahirkan
Hipertensi Transien III. FAKTOR RESIKO
II. HIPERTENSI KRONIK A. Primigravida
A. Pengertian B. Hiperplantosis: mola
Hipertensi kronik adalah hipertensi hidatidosa, kehamilan ganda,
yang timbul sebelum usia dm, hidrops fetalis, bayi besar.
kehamilan 20 minggu dan C. Umur yg ekstrim.
hipertensi menetap sampai 12 D. Rpk preeklamsia/eklamsia.
minggu pasca persalinan. E. Peny. Ginjal & hipertensi
Ciri-ciri: sebelum hamil.
1. Usia ibu > 35 th F. Obesitas
2. Td sangat tinggi IV. TATALAKSANA AWAL
3. Multipara.
Obat antihipertensi lini pertama:
4. Kmgkn ada kelainan
nifedipin
jantung, ginjal, dm.
5. Obesitas Obat antihipertensi lini kedua:
6. Obat antihipertensi sodium nitroprusside & diazokside
sebelum kehamilan. Sikap thd kehamilan: terminasi
7. Hipertensi yg menetap
pascapersalinan V. RUJUKAN
Rujukan ke spesialis penyakit dalam
B. Diagnosis
Diagnosis adanya hipertensi kronik
diisyaratkan oleh:

77
78
PREEKLAMSIA

Sebuah komplikasi pada kehamilan pada ▪ Tidak perlu diuretic, kecuali


usia 20 minggu yang ditandai dengan jika terdapat edema paru,
tekanan darah tinggi (hipertensi) dan dekompensasi kordis atau
tanda-tanda kerusakan organ, misalnya gagal ginjal akut
kerusakan ginjal yang ditunjukkan oleh ▪ Jika tekanan diastolic turun
tingginya kadar protein pada urine sampai normal pasien
(proteinuria). dapat dipulangkan :
o Nasehatkan untuk
Kriteria gejala preeklampsia yang diadopsi istiraht, dan
dari The Working of the National High perhatikan tanda-
Blood Pressure Education Program 2000 tanda preeklampsia
dapat ditegakkan bila ditemukan tanda- berat
tanda di bawah ini: o kontrol 2 kali
a. Tekanan darah sistolik >140 mmHg atau seminggu
tekanan diastolik > 90 mmHg o jika tekanan
b. Proteinuria > 0,3 g/24 jam atau +1 pada diastolic naik maka
pemeriksaan kualitatif dirawat lagi
c. Timbulnya hipertensi setelah usia ▪ jika tidak ada tanda tanda
kehamilan 20 minggu pada wanita yang perbaikan, tetap dirawat
sebelumnya normotensi ▪ jika terdapat tanda tanda
perhambatan pertumbuhan
Preeklamsia Ringan janin, pertimbangkan
Jika kehamilan <37 minggu, dan tidak ada terminasi kehamilan
tanda tanda perbaikan, lakukan penilaian 2 ▪ jika proteinuria meningkat,
kali seminggu secara rawat jalan : tangani sebagai
• Pantau Tekanan Darah, preeklampsia berat.
proteinuria, reflex dan kondisi
janin Jika kehamilan >37 minggu,
• Lebih banyak istirahat pertimbangkan terminasi :
• Diet biasa • jika serviks matang, lakukan induksi
• Tidak perlu diberi obat-obatan dengan oksitosin 5 IU dalam 500 ml
• Jika rawat jalan tidak mungkin , dekstrose IV 10 tetes/menit atau
maka rawat inap : dengan prostaglandin
▪ Diet biasa • jika serviks belum matang, berikan
▪ Pantau tekanan darah 2x prostaglandin, misoprostol, atau
sehari, proteinuria 1x kateter folley, atau terminasi
sehari dengan seksio sesarea.
▪ Tidak perlu obat – obatan

79
EKLAMSIA kasus yang jarang, eklampsia terjadi pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu. Sektar 75%
Timbulnya kejang pada perempuan kejang eklampsia terjadi sebelum melahirkan,
dengan preeklamsia yang tidak disebabkan 50% saat 48 jam pertama setelah melahirkan,
oleh penyebab lain disebut eklamsia. Kejang tetapi kejang juga dapat timbul setelah 6
yang timbul merupakan kejang umum dan minggu postpartum.
dapat terjadi sebelum, saat, atau setelah
Pada umumnya serangan kejang didahului
persalinan. Pada laporan yang lebih lama,
dengan memburuknya preeklampsia dan
hingga 10 persen perempuan yang mengalami
terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah
eklamsia, khususnya nulipara, tidak mengalani
frontal, gangguan penglihatan, mual keras,
kejanghingga setelah 48 jam pascapartum
nyeri di daerah epigastrium, dan
(Sibai, 2005). Peneliti lain melaporkan bahwa
hiperrefleksia. Menurut Sibai terdapat
hingga seperempat kasus kejang eklamtik
beberapa perubahan klinis yang memberikan
timbul setelah 48 jam pascapartum (Chames
peringatan gejala sebelum timbulnya kejang,
dkk., 2002). Berdasarkan pengalaman penulis
adalah sakit kepala yang berat dan menetap,
di Parkland Hospital, eklamsia pascapartum
perubahan mental sementara, pandangan
tertunda masih terus terjadi pada kurang dari
kabur, fotofobia, iritabilitas, nyeri epigastrik,
10 persen kasus, seperti yang dilaporkan
mual, muntah. Namun, hanya sekitar 50%
pertama kali lebih dari 20 tahun yang lalu
penderita yang mengalami gejala ini.
(Alexander dkk., 2006; Brown dkk., 1987).
Laporan serupa juga diperoleh dari Gerakan kejang biasanya dimulai dari
pengamatan 222 perempuan dengan eklamsia daerah mulut sebagai bentuk kejang di daerah
selama periode 2 tahun yang baru-baru ini wajah Beberapa saat kemuadian seluruh
dilakukan di Belanda (Zwart dkk., 2008). tubuh menjadi kaku karena kontraksi otot
yang menyeluruh, fase ini dapat berlangsung
10 sampai 15 detik. Pada saat yang bersamaan
rahang akan terbuka dan tertutup dengan
keras, demikian juga hal ini akan terjadi pada
kelopak mata, otot-otot wajah yang lain dan
akhirnya seluruh otot mengalami kontraksi
dan relaksasi secara bergantian dalam waktu
yang cepat. Setelah kejang diafragma menjadi
kaku dan pernapasan berhenti. Selama
beberapa detik penderita seperti meninggal
karena henti napas, namun kemudian
Sumber : Obstetri Williams Edisi 23 penderita bernapas panjang dan dalam,
Eklampsia dibedakan menjadi eklampsia selanjutnya pernapasan kembali normal.
gravidarum (antepartum), eklampsia Apabila tidak ditangani dengan baik, kejang
partuirentum intrapartum), dan eklampsia pertama ini akan diikuti dengan kejang-kejang
puerperale (postpartum), berdasarkan saat berikutnya yang bervariasi dari kejang yang
timbulnya serangan. Eklampsia banyak terjadi ringan sampai kejang yang berkelanjutan yang
pada trimester terakhir dan semakin disebut status epilepticus.
meningkat saat mendekati kelahiran. Pada I. Insiden dan Faktor Risiko

80
Eklampsia termasuk dari tiga besar dapat diberikan dengan loading dose 4 gram
penyebab kematian ibu di Indonesia. Insiden diencerkan dalam 10 ml cairan aquades
eklampsia bervariasi antara 0,2% - 0,5% dari diberikan selama 15 hingga 20 menit bolus
seluruh persalinan dan lebih banyak lambat. Selanjutnya dapat memulai dosis
ditemukan di negara berkembang rumatan MgSO4 6 gram dalam 500 mL cairan
dibandingkan negara maju. Insiden yang Ringer laktat dengan kecepatan dosis
bervariasi dipengaruhi antara lain oleh paritas, 1gram/jam atau sekitar 28 tetes makro
gravida, obesitas, ras, etnis, geografi, faktor permenit. Penatalaksanaan hipertensi dan
genetik dan faktor lingkungan yang pencegahan kejang dapat menurunkan risiko
merupakan faktor risikonya. komplikasi. Pemberian obat anti hipertensi
yang direkomendasikan ialah nifedipin
II. Etiologi dan Patofisiologi
sebanyak 10 mg diberikan setiap 20 menit
Eklampsia
sampaitekanan darah turun mencapai 25%
Hingga saat ini etiologi dan patogenesis dari mean arterial pressure(MAP) (Andalas &
dari hipertensi dalam kehamilan masih belum Ramadana, 2017).
diketahui dengan pasti. Telah banyak hipotesis
III. Etiologi dan Patofisiologi Kejang Eklamptik
yang diajukan untuk mencari etiologi dan
patogenesis dari hipertensi dalam kehamilan Patofisiologi kejang eklamptik belum
namun hingga kini belum memuaskan diketahui secara pasti. Kejang eklamptik dapat
sehinggan Zweifel menyebut preeklampsia disebabkan oleh hipoksia karena
dan eklampsia sebagai “the disease of theory”. vasokonstriksi lokal otak, dan fokus
Teori-teori tersebut di antaranya adalah : perdarahan di korteks otak. Kejang juga
sebagai manifestasi tekanan pada pusat
1. Teori iskemia plasenta, radikal bebas,
motorik di daerah lobus frontalis. Beberapa
dan disfungsi endotel
mekanisme yang diduga sebagai etiologi
2. Teori intoleransi imunologik antara ibu kejang adalah sebagai berikut :
dan janin,
a) Edema serebral
3. Teori kelainan pada vaskularisasi
b) Perdarahan serebral
plasenta
c) Infark serebral
4. Teori adaptasi kardiovaskular
d) Vasospasme serebral
5. Teori inflamasi
e) Pertukaran ion antara intra dan ekstra
6. Teori defisiensi gizi, dan g. Teori genetik.
seluler
Salah satuteori etiologi preeklampsia
f) Koagulopati intravaskuler serebral
yang saat ini cukup banyak dianut yaitu teori
iskemiaplasenta, radikal bebas, dan disfungsi g) Ensefalopati hipertensi
endotel. Penatalaksanaan preeklampsia lebih
Sumber :
ditekankan pada pencegahan kejang dan
pengontrolan hipertensi. Pemberian anti Obstetri Williams Edisi 23
kejang Magnesium sulfat (MgSO4) merupakan eprints.undip.ac.id | Tinjauan Pustaka Eklamsia
pilihan pertama dalam tatalaksana KTI Winda Anggraeni
preeklamsia berat, pemberian jalur intravena

81
Andalas, M., & Ramadana, A. K. (2017).
EKLAMPSIA POSTPARTUM: SEBUAH
TINJAUAN KASUS. 17, 5.

82
DIABETES GESTASIONAL
I. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik dengan penyebab yang beragam, ditandai
adanya hiperglikemi kronis serta perubahan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
akibat defek sekresi atau kerja insulin, atau keduanya.
( Ilmu Kebidanan : Sarwono Praworohajdo : 2008 )

Diabetes merupakan komplikasi medik yang sering terjadi pada kehamilan. ada dua macam
perempuan hamil dengan diabetes, yaitu :
• Perempuan hamil dengan diabetes yang sudah diketahui sejak sebelum perempuan
tersebut hamil ( pregestasional ).
• Perempuan hamil dengan diabetes yang baru diketahui setelah perempuan tersebut
hamil ( diabetes mellitus gestasional ).
(Ilmu Kebidanan : Sarwono Praworohajdo : 2008 )

Diabetes Gestasional adalah gangguan dari glukosa yang dipacu oleh kehamilan, biasanya
menghilang setelah melahirkan ( Murray et al.,2002 ). Diabetes yang dialami oleh seorang ibu
yang pernah menderita DM sebelum hamil dan ibu mengalami DM pada saat hamil disebut
diabetes mellitus gestasional. ( syafei Pilialing,1993 ).
( Asuhan Keperawatn Maternitas :2009 )

Diabetes mellitus gestasional didefinisikan sebagai intoleransi karbohidrat dengan berbagai


tingkat keparahan, yang awitannya atau pertama kali dikenali selama masa hamil saat ini.
( Keperawatn Maternitas : Bobak :2005 )

II. Etiologi
Penyakit diabetes mellitus yang terjadi selama kehamilan disebabkan karena kurangnya
jumlah insulin yang dihasilkan oleh tubuh yang dibutuhkan untuk membawa glukosa
melewati membran sel.
( Asuhan Keperawatn Maternitas :2009 )

Faktor Resiko
• Hal-hal yang menjadi faktor resiko pada diabetes mellitus adalah sebagai berikut :
• Riwayat keluarga dengan DM
• Glukosuria dua kali berturut-turut
• Kegemukan
• Keguguran kehamilan yang tidak bisa dijelaskan ( abortus spontan )
• Adanya hidramnion
• Kelahiran anak sebelumnya besar
(Asuhan Keperawatn Maternitas :2009 )

83
III. Klasifikasi Diabetes
1. Ada beberapa macam klasifikasi, salah satunya menurut White ( 1965 ) :
• Kelas A : diabetes kimiawi disebut juga diabetes laten/subklinus atau diabetes kehamilan
dengan kadar gula darah normal setelah makan, tetapi terjadi peningkatan kadar glukosa
1 atau 2 jam. Ibu tidak memerlukan insulin, cukup diobati dengan pengaturan diet.
• Kelas B : diabetes dewasa, terjadi setelah usia 19 tahun dan berlangsung selama 10 tahun,
tidak disertai kelainan pembuluh darah.
• Kelas C : diabetes yang diderita pada usia 10-19 tahun dan berlangsung selama 10-19
tahun dengan tidak disertai penyakit vaskuler.
• Kelas D : diabetes yang sudah lebih dari 20 tahun, tetapi diderita sebelum usia 10 tahun
disertai dengan kelainan pembuluh darah.
• Kelas E : diabetes yang disertai pengapuran pada pembuluh darah panggul, termasuk
arteri uterusna.
• Kelas F : diabetes dengan nefropati, termasuk glomerulonefritis dan pielonefritis.
(Asuhan Keperawatn Maternitas :2009 )

Terdapat 4 macam klasifikasi diabetes, yaitu :


• Diabetes Type 1 : disebabkan oleh destruksi sel yang akan menyebabkan defisiensi
absolut insulin.
• Diabetes Type 2 : disebabkan oleh defek sekresi insulin yang progresif karena adanya
insulin yang resisten.
• Type Spesifik Diabetes lainnya : disebabkan oleh faktor genetik, penyakit eksokrin
pankreas, atau obat-obatan.
• Diabetes Mellitus Gestasional
(Ilmu Kebidanan : Sarwono Praworohajdo : 2008 )

2. Patofisiologis
Metabolisme karbohidrat selama kehamilan karena insulin yang berlebih masih banyak
dibutuhkan sejalan dengan perkembangan kehamilan. progesteron dan HPL
menyebabkan jaringan ibu resisten terhadap insulin dan menghasilkan enzim yang
disebut insulinase yang dihasilkan oleh plasenta, sehingga mempercepat terjadinya
insulin.
Bila pankreas tidak dapat memproduksi insulin secara adekuat, maka akan timbul suatu
keadaan yang disebut hiperglikemia, sehingga dapat menimbulkan kondisi kompensasi
tubuh seperti meningkatnya rasa haus ( polidipsi ), mengekskresikan cairan ( poliuri ), dan
mudah lapar ( polifagi ).
(Asuhan Keperawatn Maternitas :2009 )

A. Pengaruh DM pada kehamilan :


1. Hiperemesis gravidarum

84
2. Pemakaian glikogen bertambah
3. Meningkatnya metabolisme basal
( Asuhan Keperawatn Maternitas :2009 )

B. Dampak DM pada kehamilan adalah sebagai berikut :


1. Abortus dan partus prematurus
2. Preeklamsia
3. Hidramnion
4. Kelainan letak janin
5. Insufisiensi
( Asuhan Keperawatn Maternitas :2009 )

C. Pengaruh DM pada bayi yang dilahirkan adalah sebagai berikut :


1. Kematian hasil konsepsi dalam kehamilan muda mengakibatkan abortus
2. Cacat bawaan
3. Dismaturitas
4. Janin besar
5. Kelainan neurologis
( Asuhan Keperawatn Maternitas :2009 )

D. Tanda dan Gejala Klinis menurut Mansjoer, (2000) :


1. Polifagia
2. Poliuria
3. Polidipsi
4. Lemas
5. BB menurun
6. Kesemutan
7. Gatal
8. Mata kabur
9. Pruritus vulva
10. Ketonemia
11. Glikosuria
12. Gula darah sewaktu > 200 mg/dl
13. Gula darah puasa > 126 mg/dl
14. Penanganan
15. Diet

3. Tata Laksana
Penyuluhan gizi merupakan landasan utama dalam penatalaksanaan. Tujuan terapi ini adalah :
Untuk memberikan zat gizi yang diperlukan bagi ibu dan janinnya
Untuk mengendalikan kadar glukosa
Untuk mencegah ketosis akibat kelaparan
Olahraga

85
Pasien bebas melakukan program olahraga apapun. Jovanovicpeterson dkk membuktikan bahwa
suatu program latihan pengondisian kardiovaskuler memperbaiki kontrol glikemik apabila
dibandingkan dengan diet saja. Olahraga yang sesuai adalah yang menggunakan otot-otot tubuh
bagian atas tidak banyak menimbulkan stress mekanis pada daerah badan selama latihan.
Insulin
Biasanya pemberian insulin mengharuskan pasien dirawat inap agar dosis dapat dititrasi dengan
aman dan pasien dapat dididik untuk melakukan sendiri penyuntikan dan pengukuran kadar glukosa
kapiler.
Obat Hipoglikemik Oral
Obat-obat penurun kadar glukosa oral tidak dianjurkan bagi wanita hamil karena efek
teratogenitasnya yang tinggi dan dapat diekskresikan dalam jumlah besar melalui ASI.
( Obstetri William eds 21: 2002 )

86
KEHAMILAN POSTTERM
I. Pengertian dan primigravida tua (kehamilan
pertama diatas 35 tahun) atau terjadi
Kehamilan Normal terjadi pada grandemultiparitas (sudah
selama 38 – 41 minggu yang terjadi melahirkan 5 kali atau lebih baik janin
sekitar 80% ibu hamil. Istilah lebih keadaan hidup atau meninggal).
bulan, memanjang, lewat waktu Tingkat kematian perinatal dari semua
(postdates), dan posamatur sering kondisi diatas sama – sama
dipakai bergantian secara bebas untuk menunjukkan peningkatan 2 -3 kali
mendeskripsi kehamilan yang telah angka kematian perinatal.
melebihi durasi yang dianggap di atas
batas normal yaitu diatas 42 minggu II. Etiologi
atau 294 hari dari hari pertama haid
terakhir. Lama masa kehamilan sangat Ada beberapa hal yang
berpengaruh terhadap angka berpengaruh terhadap kejadian
morbilitas dan mortalitas bayi yang serotinus, antara lain sebagai berikut:
dikandungnya. a. Faktor potensial Adanya
hormon adrenokortikotropik
(ACTH) pada fetus atau
defisiensi enzim sulfatase
plasenta. Kelainan sistem saraf
pusat pada janin sangat
berperan, misalnya pada
keadaan anensefal.
b. Semua faktor yang mengganggu
mulainya persalinan baik faktor
ibu, plasenta maupun anak.
Kehamilan terlama adalah 1
tahun 24 hari yang terjadi pada
keadaan dengan anensefal.
c. Herediter hal ini disebabkan
Dari grafik diatas didapatkan semakin post maturitas sering dijumpai
tingginya angka kematian perinatal di pada keluarga tertentu
usia kehamilan diatas 43 minggu. d. Kurangnya air ketuban air
ketuban normal pada kehamilan
Kehamilan postterm atau 34 –37 minggu adalah 1.000 cc,
disebut juga serotinus (kehamilan aterm 800 cc, dan lebih dari 42
lewat bulan) sering terjadi pada minggu 400 cc.
primigravida muda (kehamilan
pertama kali di usia dibawah 20 tahun) III. Patofisiologi

87
Pada kehamilan lewat waktu diketahui wanita hamil, diagnosis tidak
terjadi penurunan oksitosin sehingga sukar, namun bila wanita hamil lupa
tidak menyebabkan adanya his, dan atau tidak tahu, hal ini akan sukar
terjadi penundaan persalinan. memastikan diagnosis. Pada
Permasalahan kehamilan lewat waktu pemeriksaan USG dilakukan untuk
adalah plasenta tidak sanggup memeriksa ukuran diameter
memberikan nutrisi dan pertukaran biparietal, gerakan janin dan jumlah
CO2/O2 sehingga janin mempunyai air ketuban
resiko asfiksia sampai kematian dalam
rahim Umur kehamilan melewati 294
hari genap 42 minggu saat dilakukan
Sindroma postmaturitas yaitu palpasi teraba bagian – bagian janin
kulit keriput dan telapak tangan lebih jelas karena berkurangnya air
terkelupas, tubuh panjang dan kurus, ketuban. Kemungkinan dijumpai
vernic caseosa menghilang, wajah abnormalitas detak jantung janin,
seperti orang tua, kuku panjang, tali dengan pemeriksaan auskultasi
pusat dan selaput ketuban berwarna maupun kardiotokografi (KTG). Air
kehijauan. Fungsi plasenta mencapai ketuban berkurang dengan atau tanpa
puncaknya pada kehamilan 34 – 36 pengapuran (kalsifikasi) plasenta
minggu dan setelah itu terus diketahui dengan pemeriksaan USG.
mengalami penurunan. Pada
kehamilan post term dapat terjadi V. Diagnosis
penurunan fungsi plasenta sehingga
bisa menyebabkan gawat janin. Bila Diagnosis kehamilan serotinus sebagai
keadaan plasenta tidak mengalami berikut:
insufisiensi maka Asuhan Kebidanan a. UltraSonoGrafi (USG) di
Ibu. janin post term dapat tumbuh trimester pertama (usia
terus namun tubuh anak akan menjadi kehamilan antara 11- 14
besar (makrosomia) dan dapat minggu) sebaiknya ditawarkan
menyebabkan distosia bahu kepada semua ibu hamil untuk
menentukan usia kehamilan
IV. Tanda dan gejala kelahiran lewat dengan tepat.
b. Bila terdapat perbedaan usia
waktu kehamilan lebih dari 5 hari
berdasarkan perhitungan hari
Tanda dan gejala dari pertama haid terakhir dan
serotiunus tidak terlalu dirasakan, USG, trimester pertama, waktu
hanya dilihat dari tuanya kehamilan. taksiran kelahiran harus
Biasanya terjadi pada masyarakat di disesuaikan berdasarkan hasil
pedesaan yang lupa akan hari pertama USG
haid terakhir. Bila tanggal hari
pertama haid terakhir di catat dan

88
c. Bila terdapat perbedaan usia a. Bila wanita hamil tidak tahu
kehamilan lebih dari 10 hari atau lupa dengan haid terakhir
berdasarkan perhitungan hari setelah persalinan yang lalu,
pertama haid terakhir dan dan ibu menjadi hamil maka
USG, trimester kedua, waktu ibu harus memeriksakan
taksiran kelahiran harus kehamilannya dengan teratur,
disesuaikan berdasarkan hasil dapat diikuti dengan tinggi
USG fundus uteri, mulainya gerakan
d. Ketika terdapat hasil USG janin dan besarnya janin dapat
trimester pertama dan kedua, membantu diagnosis.
usia kehamilan ditentukan b. Pemeriksaan ultrasonografi
berdasarkan hasil USG yang dilakukan untuk memeriksa
paling awal ukuran diameter biparietal,
e. Jika tidak ada USG, lakukan gerakan janin dan jumlah air
anamnesis yang baik untuk ketuban.
menentukan hari pertama haid c. Pemeriksaan berat badan ibu,
terakhir, waktu DJJ pertama dengan memantau kenaikan
terdeteksi, dan waktu gerakan berat badan setiap kali periksa,
janin pertama dirasakan. terjadi penurunan atau
kenaikan berat badan ibu.
d. Pemeriksaan amnioskopi
VI. Pemeriksaan Penunjang dilakukan untuk melihat
derajat kekeruhan air ketuban
Pemeriksaan penunjang yaitu
menurut warnanya yaitu bila
USG untuk menilai usia kehamilan,
keruh dan kehitaman berarti
oligohidramnion, derajat maturitas
air ketuban bercampur
plasenta. KTG untuk menilai ada atau
mekonium dan bisa
tidaknya gawat janin. Penilaian warna
mengakibatkan gawat janin
air ketuban dengan amnioskopi atau
amniotomi (tes tanpa tekanan dinilai
apakah reaktif atau tidak ada dan tes
VII. Pengaruh Kehamilan lewat waktu
tekanan oksitosin). Pemeriksaan
sitologi vagina dengan indeks A. Bagi Ibu
kariopiknotik. Morbiditas atau mortalitas ibu
Pemeriksaan penunjang sangat dapat meningkat sebagai akibat
penting dilakukan, seperti dari makrosomia janin dan tulang
pemeriksaan berat badan ibu, diikuti tengkorak menjadi lebih keras
kapan berkurangnya berat badan, yang menyebabkan terjadi distosia
lingkaran perut dan jumlah air persalinan, incoordinate uterine
ketuban. Pemeriksaan yang dilakukan action, partus lama, meningkatkan
seperti: tindakan obstetrik dan persalinan

89
traumatis/perdarahan postpartum Terdapat 3 stadium kelahiran
akibat bayi besar. postmaturitas

Stadium I: Kulit menunjukkan


B. Bagi bayi
kehilangan verniks caseosa dan
Jumlah kematian janin/bayi
maserasi berupa kulit kering, rapuh,
pada kehamilan 43 minggu 3 kali
dan mudah mengelupas
lebih besar dari kehamilan 40
minggu, karena postmaturitas Stadium II: Gejala disertai pewarnaan
akan menambah bahaya pada mekonium (kehijauan) pada kulit
janin. Pengaruh postmaturitas
Stadium III: terdapat pewarnaan
pada janin bervariasi seperti berat
kekuningan pada kuku, kulit, dan tali
badan janin dapat bertambah
pusat
besar, tetap dan ada yang
berkurang sesudah kehamilan 42
minggu. Ada pula yang terjadi
kematian janin dalam kandungan,
kesalahan letak, distosia bahu,
janin besar, moulage.

Berat janin, bila terjadi


perubahan anatomi yang besar pada
plasenta, maka terjadi penurunan
berat janin. Namun, seringkali
plasenta masih dapat berfungsi
VIII. Komplikasi
dengan baik sehingga berat janin
bertambah terus sesuai dengan
Komplikasi yang dapat terjadi antara
bertambahnya umur kehamilan.
lain:
Sindrom prematuritas, dapat dikenali
a. Kematian janin dalam rahim
pada neonatus dengan ditemukannya
b. Akibat insufisiensi plasenta
beberapa tanda seperti gangguan karena menuanya plasenta
pertumbuhan, dehidrasi, kulit kering,
dan kematian neonatus yang
keriput seperti kertas (hilangnya
tinggi
lemak subkutan), kuku tangan dan
c. Asfiksia adalah penyebab
kaki panjang, tulang tengkorak lebih utama kematian dan
keras, hilangnya verniks caseosa dan morbiditas neonates
lanugo, maserasi kulit terutama
d. Pada otopsi neonatus dengan
daerah lipat paha dan genetalia luar,
serotinus didapatkan tanda-
warna coklat kehijauan atau
tanda hipoksia termasuk
kekuningan banyak dan tebal. adanya petekie pada pleura
dan perikardium dan

90
didapatkan adanya partikel- terlalu besar, kecuali
partikel mekonium pada paru kemungkinan persalinan
e. Sindroma aspirasi dengan tindakan seperti
mekonium,gawat janin dalam induksi persalinan, sampai
persalinan dengan seksio sesarea.

IX. Kerugian dan Bahaya X. Tata Laksana

Kerugian dan bahaya kehamilan lewat Tata laksana untuk kehamilan


waktu sebagai berikut: serotinus sebagai berikut:
a. Janin yang kekurangan nutrisi A. Tata laksana Umum
dan oksigen akan 1. Sedapat mungkin rujuk pasien
mengalami pengrusakan diri ke rumah sakit.
sendiri sehingga 2. Apabila memungkinkan,
metabolisme jaringan lemak tawarkan pilihan membrane
bawah kulit tampak tua dan sweeping antara usia
keriput (gejala janin dengan kehamilan 38-41 minggu
hamil lewat waktu). setelah berdiskusi mengenai
b. Air ketuban yang makin kental, risiko dan keuntungannya.
akan sulit dibersihkan 3. Tawarkan induksi persalinan
sehingga dapat mulai dari usia kehamilan 41
menimbulkan gangguan minggu
pernapasan saat 4. Pemeriksaan antenatal untuk
kelahirannya mengawasi kehamilan usia 41-
c. Bila gangguan terlalu lama dan 42 minggu sebaiknya meliputi
berat, janin dapat non-stress test dan
meninggal dalam rahim pemeriksaan volume cairan
d. Mungkin plasenta cukup baik amnion.
tumbuh kembangnya 5. Bila usia kehamilan telah
sehingga dapat memberi mencapai 42 minggu, lahirkan
nutrisi cukup dan janin bayi.
menjadi besar e. Dengan
makin besarnya janin dalam B. Tata laksana Khusus: tidak ada
rahim memerlukan tindakan
operasi persalinan f.
Kerugian pada ibu tidak
XI. Sumber

Prawirohardjo, Sarwono.2009.Ilmu Kebidanan.Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo


F Gary Cunningham, William.2014 William obstetric 24th edition

91
27_Insufisiensi Plasenta_2_Khansa Adzima Greenhill menyarankan partus spontan
dengan pemantauan yang ketat.
INSUFISIENSI PLASENTA
YANG BERHUBUNGAN INSUFISIENSI
PLASENTA
Insufisiensi plasenta dapat dimaksud
1. Nonstress test
juga dengan disfungsi plasenta adalah
Tidak adanya akselerasi selama periode
keadaan di mana plasenta baik secara
perekaman 80 menit, terutama jika
anatomic maupun fisiologik tidak mampu
disertai penurunan osilasi basal denyut
memberi makan dan oksigen kepada fetus
jantung janin (variabilitas), atau adanya
juga memberikan pertumbuhan dan
deselerasi lambat setelah kontraksi
perkembangan secara normal.
uterus spontan. == berhubungan dengan
Hal ini dapat menyebabkan gangguan
insufisiensi plasenta berkaitan dengan
pada bayi dalam bentuk fetal dismatury atau
kondisi jannin.
intrauterine growth retardation sehingga
2. Contraction Stress Test
menghasilkan small for date baby atau
Disebut juga sebagai oxytocin challenge
kematian intra uterine.
test, didasarkan bahwa uterus dapat
Bayi small for date tidak mempunyai
menyebabkan peningkatan tekanan
vornix casseosa sehinga tampak:
miometrium dan amnion yang cukup
- Kering
besar sehingga mengakibatkan pembuluh
- Kurus
myometrium kolaps. Terjadi gangguan
- Berkeriput
saat pertukaran oksigen dan jika terdapat
- Lapisan lemak yang tipis
patologi uteroplasenta maka kontraksi
- Warna kuning pada kulit, tali pusat,
dapat memicu deselerasi lambat denyut
dan selaput janin (karena
jantung janin. Uji ini dianggap positif jika
kekurangan oksigen terjadi
terjadi deselerasi lambat denyut jantung
pengeluaran meconium)
janin yang berulang setelah kontraksi
Disfungsi plasenta pada umumnya
lambat atau induksi. == berhubungan
terjadi pada kehamilan dengan risiko tinggi
dengan insufisiensi plasenta berkaitan
seperti ibu dengan diabetes, hipertensi pada
dengan fungsi uteroplasenta.
kehamilan, penyakit jantung, serotinus. Pada
3. Pertumbuhan janin tidak sesuai dengan
kelompok ini perlu diadakan pemantauan
usia kehamilan.
janin dalam uterus dengan pemeriksaan
estiol, HCG, HPL, USG, stress test, non stress
Notes:
test, kardiotokografi, dan lain-lain.
Perubahan denyut jantung janin
Hubungan insufisiensi plasenta dengan
periodic berhubungan dengan Insufisiensi
serotinus masih kontrovesional. Sebagian
Plasenta. Penurunan denyut jantung disebut
besar serotinus lahir normal, tetapi di Inggris
deselerasi. Pada insufisiensi plasenta terjadi
dianggap berbahaya karena berkurangnya
deselerasi lambat (tipe II). Deselerasi lambat
pemasokan oksigen bagi janin secara cepat.
adalah penurunan denyut jantung janin (DJJ)
Mereka melakukan induksi persalinan dan bila
yang bersifat halus, bertahap, simetris dimulai
tidak berhasil dilakukan persalinan sesarea.

92
pada awal atau setelah puncak kontraksi dan
kebali ke baris basal sesaat setelah kontraksi.
Banyak keadaan klinis yang
menyebabkan deselerasi lambat. Umumnya
setiap proses menyebabkan hipotensi ibu,
aktivitas uterus berlebihan, atau disfungsi
plasenta dapat menyebabkan deselerasi
lambat. Penyakit ibu seperti hipertensi,
diabetes, dan gangguan vascular kolagen
dapat menyebabkan disfungsi plasneta
kronik.

DAFTAR PUSTAKA
Suwarno, Ilmu Kebidanan halaman 356
William, Volume 1 halaman 129, 438-440

93
PLASENTA PREVIA
I. Definisi Plasenta previa
Berbagai sumber yang telah dirangkum, pengertian dari plasenta previa, yaitu plasenta
yang berimplantasi pada sigmen bawah uterus atau berimplitasi rendah sehingga letaknya
menutupi sebagian atau seluruh os internum dan sangat dekat dengan os internum atau tidak
menutupi ostium uteri internum.

II. Etiologi
Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan yang endometriumnya
kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vasikularisasi desidua
pada sigmen atas uterus. maka placenta akan meluas dalam upanyanya untuk mendapatkan
suplai darah yang lebih memadai.
Multipara, terutama jika jarak antara kehamilannya pendek serta kalau placentanya
lebar serta tipis. Jumlah kehamilan sebelumnya (multiparitas). Plasenta previa terjadi pada 1
dari 1500 wanita yang baru pertama kali hamil. Pada wanita yang telah 5 kali hamil atau lebih,
maka resiko terjadinya plasenta previa adalah 1 diatra 20 kehamilan.
Usia kehamilan ( umur lanjut >35th) diantara wanita-wanita yang berusia kurang dari 19
th, hanya 1 dari 1500 yang mengalami plasenta previa. Pada wanita yang berusia lebih dari 35
th, 1 dari 100 wanita hamil akan mengalami plasenta previa.

III. Patofisiologi
Perdarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20 minggu saat
segman bawah uterus telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Umumnya terjadi
pada terimester ketiga karena segmen bawah uterus mengalami banyak perubahan.
Pelebaran segman bawah uterus dan pembukaan servik menyebabkan sinus robek karena
lepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dan plasenta.
Perdarahan tidak dapat diarahkan karena ketidak mampuan serabut otot segmen bawah
uterus untuk berkontraksi seperti plasenta letak normal. Keadaan endometrium yang kurang
baik menyebabkan plasenta harus tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin.
Plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati atau menutup ostium uteri internum.
Endomertium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari tempat implantasi yang
lebih baik, yaitu di tempat yang rendah dekat ostium uteri internum.
Berkembangnya segmen bawah uterus dan dengan menipisnya serta membukanya
servik, plasenta terlepas dari dinding uterus. Keadaan ini disertai ruptura pembuluh-pembuluh
darah yang terletak di bawahnya. Jika pembuluh darah yang pecah berukuran bersar,
perdarahan akan banyak sekali.

IV. Tanda dan Gejala

95
Beberapa tanda dan gejala plasenta previa yaitu pasien mengalami perdarahan
sewaktu tidur dan sama sekali tidak terbangun, setelah terbangun baru merasa bahwa kainnya
basah. Biasanya perdarahan karena plasenta previa baru timbul setelah bulan ketujuh. Hal ini
disebabkan oleh perdarahan sebelum bulan ketujuh yang memberi gambaran dimana
pergerakan antara plasenta dan dinding rahim. Setelah bulan ke 4 terjadi renggangan pada
dinding rahim karena isi rahim lebih cepat tumbuhnya dari rahim sendiri, akibatnya istimus
uteri tertarik menjad bagian dinding korpus uteri yang disebut sigmen bawah rahim. Pada
plasenta previa, tidak mungkin terjadi pergeseran antara plasenta dan Dinding rahim. Saat
perdarahan bergantung pada kekuatan insirsi plasenta dan kekuatan tarikan pada istimus uteri.
Jadi, dalam kehamilan tidak perlu ada his untuk Menimbulkan ada perdarahan, tetapi sudah
jelas dalam persalinan his pembukaan menyebabkan perdarahan karena bagian plasenta diatas
atau dekat dengan ostium akan terlepas dari dasarnya. Perdarahan pada plasenta previa terjadi
karena terlepasnya plasenta dari dasarnya.
Perdarahan pada plasenta previa bersifat berulang-ulang karena setelah terjadi
pergeseran antara plasenta dan dinding rahim. Oleh karena itu, regangan dinding rahim dan
tarikan pada serviks berkurang, tetapi dengan majunya kehamilan regangan bertambah lagi
dan menimbulkan perdarahan baru.
Darah terutama berasal dari ibu ialah dari ruang intervilosa, tetapi dapat juga berasal
dari anak jika jonjot terputus atau pembuluh darah plasenta yang lebih besar terbuka. Biasanya
bagian terendah anak sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub bawah rahim sehingga
bagian terendah tidak dapat mendekati pintu atas panggul. Pada plasenta previa, ukuran
panjang rahim berkurang sehingga lebih sering disertai kelainan letak jika perdarahan
disebabkan oleh plasenta previa lateral dan marginal serta robekannya marginal, sedangkan
plasenta letak rendah, robekannya beberapa kilo meter dari tepi plasenta. Uterus lunak,
abdomen tidak tegang, tanpa nyeri tekan, umumnya tanpa kontraksi persalinan atau hanya
sedikitkeadaan umum berhubungan dengan kehilangan darah, sebagian besar bunyi jantung
janin baik, bunyi jantung fetus yang tak memuaskan atau tidak ada hanya pada kasus ruptura
plasenta atau perlepasan yang luas. Pada plasenta previa mungkin sekali terjadi perdarahan
pasca persalinan karena, plasenta lebih erat melekat pada dinding rahim (plasenta akerta). Juga
dapat disebabkan karena kontraksi segmen bawah rahim kurang sehingga mekanisme
penutupan pembuluh darah pada insersi plasenta tidak baik. Kemungkinan infeksi nifas besar
karena luka plasenta lebih dekat pada ostium, dan merupakan porte d’entree yang mudah
tercapai. Pasien biasanya anemis karena perdarahan sehingga daya tahan lemah. Keadaan
yang menyertai plasenta previa yaitu kegagalan penurunan bagian terendah janin, biasanya
lebih sering terjadi presentasi abnormal seperti presentasi bokong dan letak lintang mungkin
karena plasenta menempati bagian bawah uterus, anomali fetus kongenital, plasenta accerta,
insidennya lebih tinggi dari pada kalau plasenta tertanam pada bagian atas uterus, dan lebih
sering dijumpai perdarahan pospartum.

96
V. Komplikasi
Komplikasi pada ibu adalah syok hipovolemik, infeksi / sepsis, emboli udara namun
jarang terjadi, kelainan koagulopati sampai syok, dan kematian ibu. Sedangkan, komplikasi
pada janin adalah hipoksia, anemia, hingga kematian.
Hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan kepada pasien meliputi, pasien tidak merasa
nyeri, kecuali persalinan telah dimulai, uterus lembek dan tidak ada nyeri tekan, bagian
terendah janin tinggi, denyut jantung janin biasanya terdengar, dan syok jarang terjadi.
Perdarahan yang terjadi pada seorang wanita hamil trimester ketiga harus dipikirkan
penyebabnya yaitu plasenta previa atau solusi plasenta. Bila ditemukan oleh bidan atau dokter
di tempat peraktek harus segera mengirim pasien tersebut ke rumah sakit besar tanpa terlebih
dahulu melakukan pemeriksaan dalam atau pemasangan tampon. Karena kedua tindakan
tersebut menambah perdarahan dan kemungkinan infeksi. Perdarahan pada wanita hamil
kadang-kadang disebabkan oleh varises yang pecah dan kelainan serviks, polip, erosi.

VI. Tatalaksana
Merujuk pasien ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas operasi. Dalam keadaan
terpaksa, misalnya pasien tidak mungkin untuk diangkut, sedang tindakan darurat harus segera
diambil maka seorang dokter atau bidan dapat melakukan pemeriksaan dalam setelah
melakukan persiapan yang secukupnya dimeja operasi untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya perdarahan yang banyak. Penanganan ekspektatif dilakukan apabila janin masih
kecil sehingga kemungkinan hidup di dunia luar baginya kecil sekali. Penanganan ini hanya
dapat dibenarkan jika keadaan ibu baik dan perdarahan sudah berhenti atau sedikit sekali.
Syarat melalukan terapi ini adalah usia kehamilan belum optimal atau kurang dari 37 minggu,
perdarahan sedikit, kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti,
belum ada tanda inpartu, janin masih hidup, keadaan umum baik dengan Hb >8,0% .
VII. Referensi
1. Sarwono
2. William obstetri
3. Jurnal NCB

97
VASA PREVIA berarti hemoglobin fetal (tes APT, kliehauser-
betke). Angka kematian janin karena vasa
Vasa Previa merupakan salah satu previa sebesar 60%. Tindakan yang harus
pendarahan antepartum yang masih belum dilakukan adalah segera menyelesaikan
jelas sumbernya. Kondisi ini termasuk persalinan dengan seksio sesarea.
komplikasi dalam kehamilan dimana
Vasa previa jarang terdiagnosis
pembuluh darah janin melintasi atau berada di
sebelum persalinan, namun bisa diduga bila
dekat ostium uretri internum. Dalam hal ini,
usg antenatal dengan color doppler
pembuluh darah umbilikalis janin berinsersi
memperlihatkan adanya pembuluh darah
dengan vilamentosa yakni pada selaput
pada selaput ketuban di depan ostium uteri
ketuban. Pada umumnya, tali pusat bernsersi
internum. Diagnosis bisa dipastikan dengan
di bagian sentral atau para-sentral plasenta.
pemeriksaan selaput ketuban dan plasenta
Beberapa keadaan tali plasenta tidak
pasca persalinan.
berinsersi pada jaringan plasenta, tetapi pada
selaput janin sehingga pembuluh darah
II. Pencegahan ‘
umbilikus berjalan diantara amnion dan korion
menuju plasenta. Kelainan ini disebut inversi Sampai saat ini belum ada yang dapat
velamentosa. Kalau pembuluh darah berjalan dilakukan untuk mencegah vasa previa.
melalui pembukaan serviks disebut vasa Walaupun demikian, beberapa pemeriksaan
previa. Hal ini bisa berbahaya bagi janin dan perhatian yang dilakukan pada
karena bila ketuban pecah pada permulaan pengawasan antenatal mungkin dapat
persalinan pembuluh darah dapat ikut robek mengurangi kesulitan yang terjadi.
sehingga terjadi pendarahan intrapartum.
Keadaan bayi bisa menjadi buruk karena
kehilangan darah atau asfiksi yang terjadi
karena penekanan pembuluh darah
velamentosa

I. Penegakan diagnosis

Perdarahan Vasa Previa sering dikira


sebagai plasenta previa atau solusio plasenta.
Untuk membedakannya bisa dilakukan tes
berikut ini. 2 atau 3 cc darah yang keluar
dicampur air dalam jumlah yang sama lalu
disentrifusi dengan kecepatan 2000 rpm
selama 2 menit. Supernatan dipisahkan, lalu
dicampur dengan NaOH 0.25 mg dgn
perbandingan 5:1. Dalam 1 atau 2 menit akan
kelihatan perubahan warna. Warna kuning
cokelat (alkaline heme) menunjukan bahwa
darah itu berasal dari ibu sedang warna merah

98
SOLUSIO PLASENTA

I. Definisi
Solusio plasenta ialah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal
pada uterus, sebelum janin dilahirkan. Definisi ini berlaku pada kehamilan dengan masa
gestasi di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram. Proses solusio plasenta dimulai
dengan terjadinya perdarahan dalam desidua basalis yang menyebabkan hematoma
retroplasenter.
Hematoma dapat semakin membesar ke arah pinggir plasenta sehingga jika
amniochorion sampai terlepas, perdarahan akan keluar melalui ostium uteri (perdarahan
keluar), sebaliknya apabila amniochorion tidak terlepas, perdarahan tertampung dalam
uterus (perdarahan tersembunyi).

II. Patofisiologi
Solusio plasenta dimulai oleh perdarahan ke dalam desidua basalis. Desidua kemudian
memisah meninggalkan lapisan tipis yang melekat ke myometrium. Karena itu, proses dalam
tahap paling awal terdiri dari atas pembentukan hematoma desidua yang menyebabkan
pemisahan, kompresi, dan akhirnya penghancuran plasenta yang ada di dekatnya. Nath dkk
(2007) telah menemukan histologis peradangan lebih banyak terlihat pada kasus solusio
plasentadi bandingkan dengan kontrol normal.
Dalam tahap dini, mungkin tidak di temukan gejala klinis, dan pemisahan hanya
ditemukan saat pemeriksaan plasenta yang baru di lahirkan. Pada kasus kasus seperti
initerdapat cekungan berbatas tegas pada permukaan maternal plasenta. Cekungan ini
biasanya berdiamtere beberapa centimeter dan di tutupi oleh darah yang telah membeku
dan berwarna gelap. Karena di perlukan beberapa menit untuk memunculkan perubahan
anatomis ini,plasenta yang sangat baru mengalami pemisahan dapat tampat sepenuhnya
normal saat di lahirkan. Menurut benirsckhe dan kaufman (2000), usia pebukan retro
plasenta tidak dapat di tentukan secara pasti.
Pada kondisi tertentu arteria spiralis desidua pecah dan menimbulkan hematoma
retroplasenta, yang saat bertambah besar akan merusak lebih banyak lagi pembuluh darah
sehingga lebih banyak plasenta yang ter[isah. Daerah terpisahnya plasenta dengan cepat
meluas dan mencapai tepi plasenta. Karena uterus masih membesar akibat produk konsepsi,
uterus tidak mampu berkontraksi secara adekuat untuk menekan pembuluh darah yang
robek yang mendarahi lokasi plasenta. Darah yang keluar menyebabkan diseksi membrane
dari dinding uterus dan akhirnya Nampak dari luar atau dapat tertahan sepenuhnya dalam
uterus.

III. Etiologi
A. Usia, paritas, ras dan factor familial.
B. Hipertensi
C. Ketuban pecah dini dan kelahiran kurang bulan

99
D. Merokok
E. Kokain
F. Solusio traumatic
G. Leiomyoma
H. Gagal ginjal akut
I. Sindrom sheean.

IV. Klasifikasi
A. Solusio plasenta ringan
1. Terlepasnya plasenta kurang dasri 1/4 bagian.
2. Tidak memberikan gejala klinik dan ditemukan setelah persalinan.
3. Keadaan umum ibu dan janin tidak mengalami gangguan.
4. Persalinan berjalan dengan lancer pervaginam.

B. Solusio plasenta sedang


1. Terlepasnya plasenta lebih dari 1/4 tetapi belum mencapai 2/3 bagian.
2. Dapat menimbulkan gejala klinik :
a. Perdarahan dengan rasa sakit.
b. Perut terasa tegang.
c. Gerak janin kurang.
d. Palpasi bagian janin sulit diraba.
e. Auskultasi jantung janin dapat terjadi asfiksia ringan dan sedang.
f. Pada pemeriksaan dalam ketuban menonjol.
g. Dapat terjadi gangguan pembekuan darah.

C. Solusio plasenta berat


1. Lepasnya plasenta lebih dari 2/3 bagian.
2. Terjadi perdarahan disertai rasa nyeri.
3. Penyulit pada ibu.

V. Diagnosis
Dalam banyak hal diagnosis bisa ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda klinik yaitu
perdarahan melalui vagina, nyeri pada uterus, dan pada solusio plasenta yang berat terdapat
kelainan denyut jantung janin pada pemeriksaan dengan KTG. Namun kadang pasien datang
dengan gejala perdarahan tidak banyak dengan perut tegangan tetapi janin telah meninggal.
Diagnosis pasti hanya bisa ditegakkan dengan melihat adanya perdarahan retroplasenta setelah
partus.
Pemeriksaan dengan USG berguna untuk membedakan dengan plasenta previa, tetapi
pada solusio plasenta pemeriksaan dengan USG tidak memberikan kepastian berhubung
kompleksitas gambaran retroplasenta yang normal mirip dengan gambaran perdarahan
retroplasenta pada solusio plasenta. Pemeriksaan ulang pada perdarahan baru sering bisa

100
membantu karena gambaran USG dari darah yang telah membeku akan berubah menurut waktu
menjadi lebih ekogenik pada 48 jam kemudian menjadi hipogenik dalam waktu 1 sampai 2
minggu.
Penggunaan color Doppler bisa membantu diagnosis solusio plasenta di mana tidak
terdapat sirkulasi darah yang aktif padanya, sedangkan pada kompleksitas lain, baik kompleksitas
retroplasenta yang hiperekoik maupun yang hipoekoik seperti mioma dan kontraksi uterus,
terdapat sirkulasi darah yang aktif padanya.
Pulsed-wave Doppler dinyatakan tidak menjadi alat yang berguna untuk menegakkan
diagnosis solusio plasenta berhubung hasil pemeriksaan yang tidak konsisten
MRI bisa mendeteksi darah melalui deteksi methemoglobin, tetapi dalam situasi darurat
seperti pada kasus solusio plasenta tidaklah merupakan perangkat diagnosis yang tepat.
Alfa-feto-protein serum ibu (MSAFP) dan hCG serum ibu ditengarai bisa melewati
plasenta dalam keadaan di mana terdapat gangguan fisiologik dan keutuhan anatomic dari
plasenta.
Uji coba Kleihauer-Betke untuk mendeteksi darah atau hemoglobin janin dalam darah ibu
tidak merupakan uji coba yang berguna pada diagnosis solusio plasenta karena perdarahan pada
solusio plasenta kebanyakan berasal dari belakang plasenta, bukan berasal dari ruang intervillus
di mana darah janin berdekatan sekali dengan darah ibu.

VI. Terapi Spesifik


A. Atasi syok
1. Infus larutan NS/RL untuk restorasi cairan berikan 500ml dalam 15
menitpertama dan 2 L dalam 2 jam pertama
2. Berikan tranfusi dengan darah segar untuk memperbaiki factor pembekuan
akibat koagulopati
B. atasi hipofibrinogemia
1. Restorasi cairan/darah sesegera mungkin dapat menghindarkan terjadinya
koagulopati
2. Lakukan uji beku darah untuk menilai fungsi pembekuan darah
3. Bila darah segar tidak dapat diberikan, berikan plasma beku segar
(15ml/kgBB).
4. Bila plasma beku segar tidak tersedia berikan krio pesipitat fibrinogen.
5. Pemberian fibrinogen dapat memperberat terjadinya koagulasi desiminata
intravaskuler yang berlanjut dengan pengendapan fibrin, pembendungan
mikrosirkulasi di dalam organ organ vital seperti ginjal, glandula adrenalis,
hipofisis dan otak.
C. Atasi anemia
1. Darah segar merupakan bahan terpilih untuk mengatasi anemia karena di
samping mengandung butir butir darah merah, juga mengandung unsur
pembekuan darah.

101
2. Bila restirasi cairan telah tercapai dengan baik terapi pasien masih dalam
kondisi anemia berat, berikan packed cell.
VII. Tindakan obstetric
Persalinan diharapkan dapat terjadi dalam 3 jam, umumnya dapat pervaginam

A. Seksio sesarea
1. Seksio sesarea dilakukan apabila:
a. Janin hidup dan pembukaan belum lengkap
b. Janin hidup, gawat janin tetapi persalinan pervaginam tidak dapat
dilaksanakan dengan segera
c. Janin mati tetapi kondisi serviks tidak memungkinkan persalinan
pervaginam dapat berlangsung dalam waktu yang singkat.
2. Persiapan untuk seksio sesarea, cukup dilakukan penanggulangan awal
(stabilisasi dan tatalaksana komplikasi) dan segera lahirkan bayi karena operasi
merupakan satu-satunya cara efektif untuk menghentikan perdarahan.
3. Hematoma myometrium tidak menganggu kontraksi uterus.
4. Observasi ketat kemungkinan perdarahan ulangan (koagulopati).

B. Partus pervaginam
1. Partus pervaginam dilakukan apabila:
a. Janin hidup, gawat janin, pembukaan lengkap dan bagian terendah di dasar
panggul.
b. Janin telah meninggal dan pembukaan serviks > 2 cm
2. Pada kasus pertama, amniotomy (bila ketuban belum pecah) kemudian
percepat kala II dengan ekstrasi forceps (atau vakum).
3. Untuk kasus kedua, lakukan amniotomy (bila ketuban belum pecah) kemudian
akselerasi dengan 5 unit oksitosin dalam dekstrose 5% atau RL, tetesan diatur
sesuai dengan kondisi kontraksi uterus.
4. Setelah persalinan, gangguan pembekuan darah akan membaik dalam waktu
24 jam, kecuali bila jumlah trombosit sangat rendah (perbaikan bar terjadi
dalam 2-4 hari kemudian).

VIII. Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta berasal dari perdarahan retroplasenta yang terus
berlangsung sehingga menimbulkan berbagai akibat pada ibu seperti anemia, syok
hipovolemik, isufisiensi fungsi plasenta, gangguan pembekuan darah, gagal ginjal
mendadak, dan uterus Couvelaire di samping komplikasi sindroma insufisiensi fungsi
plasenta pada janin berupa angka kematian perinatal yang tinggi. Sindroma Sheehan
terdapat pada beberapa penderita yang terhindar dari kematian setelah mederita
syok yang berlangsung lama yang menyebabkan iskemia dan nekrosis adenohipofisis
sebagai akibat solusio plasenta.

102
Kematian janin, kelahiran premature dan kematian perinatal merupakan
komplikasi yang paling sering terjadi pada solusio plasenta. Solusio plasenta berulang
dilaporkan juga bisa terjadi pada 25% perempuan yang pernah menderita solusio
plasenta sebelumnya. Solusio plasenta kronik dilaporkan juga terjadi di mana proses
pembentukan hematom retroplasenta berhenti tanpa dijelang oleh persalinan.

IX. Prognosis

Solusio plasenta memiliki prognosis yang buruk baik bagi ibu hamil dan lebih buruk
lagi bagi janin jika dibandingkan dengan plasenta previa. Solusio plasenta ringan masih
mempunyai prognosis yang baik bagi ibu dan janin karena tidak ada kematian dan
morbiditasnya rendah. Solusio plasenta sedang mempunyai prognosis yang lebih buruk
terutama terhadap janinnya karena mortalitas dan morbiditas perinatal yang tinggi di
samping morbiditas ibu, yang lebih berat. Solusio plasenta berat mempunyai prognosis paling
buruk baik terhadap ibu lebih-lebih terhadap janinnya. Umumnya dalam keadaan demikian
janinnya telah mati dan mortilitas maternal meningkat akibat salah satu komplikasi. Pada
solusio plasenta sedang dan berat prognosisnya juga bergantung pada banyak dengan segera
dan terminasi kehamilan tepat waktu sangat menurunkan morbiditas dan mortalitas
maternal dan perinatal.

103
INKOMPETENSI SERVIKS
I. Definisi

Inkompetensi serviks didefinisikan sebagai kelemahan pada integritas


jaringan serviks dimana leher rahim mengalami penipisan dan dilatasi sebelum
waktunya tanpa rasa sakit, dengan prolaps dan ballooning membrane ke dalam
vagina, diikuti oleh pengeluaran janin belum matang. Dampak dari inkompeten
serviks sendiri bisa mengakibatkan kelahiran prematur, hamil tidak sehat, bahkan
keguguran.

II. Diagnosis

Diagnosis inkompeten serviks umumnya ditegakkan berdasarkan riwayat satu


atau lebih kegagalan kehamilan pada timester kedua atau riwayat keguguran
berulang pada trimester kedua, dengan keraguan masing-masing terjadi pada usia
kehamilan lebih awal dari yang sebelumnya dan kurang kotraksi yang menyakitkan
atau peristiwa berkaitan lainnya. Inkompetensi serviks sering tidak memberikan
gejala sampai persalinan prematur terjadi. Namun ada beberapa wanita memiliki
gejala sebelumnya, seperti :

1. Tekanan pada vagina atau tekanan pada panggul


2. Perubahan cairan vagina
3. Perdarahan vagina atau bercak,
4. Nyeri perut tidak spesifik atau nyeri punggung bawah
5. Keputihan

Ultrasonografi transvaginal adalah metode yang aman untuk secara objektif


menilai panjang serviks dan menjadi gold standard untuk evaluasi serviks.

III. Penatalaksanaan

Terapi untuk inkomtensi serviks adalah dengan cara non bedah dan bedah
1. Non bedah
Pengurangan aktivitas atau istirahat total di tempat tidur, menghindari
hubungan seksual, dan penghentian penggunaan narkotin atau rokok. Penggunaan
indomethasin (100mg sekali, diikuti dengan 50mg setiap 6 jam selama 48 jam telah
dihubungkan dengan persalinan sebelum 35 minggu dan penurunan kelahiran

104
prematur sebesar 86% pada wanita dengan pemendekan serviks menjelang usia
kehamilan 24 minggu.

2. Bedah
Penguatan serviks yang lemah dengan jahitan yang disebut “cerclage”.
Perdarahan, kontraksi uterus, atau rupture membrane biasanya merupakan
kontraindikasi untuk pembedahan.

105
POLIHIDRAMNION III. Faktor Predisposisi
Ibu hamil dengan diabetes melitus
dan/ memiliki riwayat
I. Pengertian
polihidramnion dalam keluarganya
Polihidramnion atau hidramnion
memiliki resiko lebih besar
adalah kondisi cairan amnion
mengalami polihidramnion.
dalam jumlah yang berlebihan
yaitu biasanya >2000 cc.
IV. Tatalaksana
Polihidramnion dapat terjadi
Pasien dengan kecurigaan
karena duksi air ketuban yang
polihidramnion dirujuk ke Rumah
bertambah yang berasal dari epitel
Sakit untuk mendapatkan
amnion namun juga bisa
tatalaksana yang memadai.
bertambah karena cairan lain
Tatalaksana polihidramnion
masuk ke dalam ruang amnion,
meliputi amnioreduksi, amniotomi,
pengaliran air ketuban terganggu
atau pemberian indometasin
karena janin tidak menelan cairan
(konsultasikan dengan dokter
air ketuban. Polihidramnion
spesialis obstetri dan ginekologi).
berhubungan dengan peningkatan
mortalitas dan morbiditas
perinatal, serta komplikasi
maternal seperti abrupsio
plasenta, disfungsi uterus, dan
perdarahan pascasalin.

II. Diagnosis
Penegakan diagnosis
polihidramnion dengan adanya
temuan klinis yang utama pada
polihidramnion, yaitu ukuran
uterus yang besar dan tegang
disertai kesulitan meraba bagian
janin atau mendengarkan denyut
jantung janin. Pada keadaan berat,
ibu hamil dapat mengalami
kesulitan bernapas,
pembengkakan tungkai, dan
oliguria.
Diagnosis ditegakkan bila jumlah
cairan amnion lebih dari 2000ml.
Diagnosis pasti dapat dilakukan
dengan pemeriksaan USG.

106
KELAINAN LETAK JANIN SETELAH 36 MINGGU

I. PENDAHULUAN B. PRESENTASI PUNCAK KEPALA, MUKA,


DAHI
A. POSISI OKSIPITALIS POSTERIOR Pada persalinan normal, kepala janin
PERSISTEN saat melewati jalan lahir berada dalam
Pada persalinan presentasi belakang keadaan fleksi.
kepala, kepala janin turun melalui pintu atas Dalam keadaan tertentu dapat terjadi
panggul dengan sutura sagitalis melintang defleksi. Bergantung pada derajat defleksinya
atau miring sehingga ubun-ubun kecil dapat maka dapat terjadi 3 presentasi :
berada di kiri atau kanan melintang, kiri atau 1. Presentasi puncak kepala/ sinsiput, terjadi
kanan depan, kiri atau kanan belakang. jika derajat defleksi ringan sehingga ubun-
Dalam keadaan fleksi, bagian kepala ubun besar merupakan bagian terendah.
yang mencapai dasar panggul ialah oksiput. 2. Presentasi dahi, terjadi jika derajat defleksi
Oksiput akan memutar ke depan karena dasar berat sehingga dahi merupakan bagian
panggul dengan m. Levator ani membentuk terendah.
ruang pada oksiput yang lebih luas di depan. 3. Presentasi muka, terjadi jika derajat
Keberadaan ubun-ubun kecil di defleksi maksimal sehingga muka merupakan
belakang masih dapat dianggap sebagai bagian terendah.
variasi persalinan biasa. Pada <10% kasus
kadang-kadang ubun-ubun kecil tidak
berputar ke depan dan tetap di belakang.
Keadaan itu disebut posisi oksipitalis
posterior persiten.
Penyebab utamanya ialah usaha
penyesuaian kepala terhadap bentuk dan
ukuran panggul. Sedangkan penyebab lainnya
ialah otot-otot dasar panggul yang sudah
lembek pada multipara atau kepala janin yang
kecil dan bulat.

II. KELAINAN LETAK JANIN

A. LETAK SUNGSANG
Letak sungsang merupakan keadaan
janin terletak memanjang dengan kepala di
fundus uteri dan bokong di bagian bawah
kavum uteri. Terdapat beberapa jenis yaitu :
1. Presentasi bokong = kedua kaki janin
terangkat ke atas akibat ekstensi kedua sendi

107
lutut sehingga ujungnya setinggi bahu atau Dari anamnesis, seringkali wanita
kepala. hamil menyatakan bahwa kehamilannya
terasa lain dibanding kehamilan terdahulu
karena terasa penuh di bagian atas dan
gerakan terasa lebih banyak di bagian bawah.
Pada pemeriksaan fisik luar, di bagian
bawah uterus tidak dapat diraba bagian keras
dan bulat yakni kepala, yang teraba di fundus
uteri. Kadang-kadang bokong teraba bulat
dan dapat terkesan seperti kepala (yang
membedakan ialah bokong tidak dapat
2. Presentasi bokong kaki sempurna = pada digerakkan semudah kepala). Denyut Jantung
keadaan ini dapat diraba kedua kaki di Janin (DJJ) umumnya ditemukan setinggi atau
samping bokong. sedikit lebih tinggi dari umbilikus.
Apabila kesulitan karena dinding perut
tebal, uterus mudah berkontraksi atau
banyaknya air ketuban, maka diagnosis
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik
dalam. Setelah ketuban pecah, dapat diraba
lebih jelas bokong dengan adanya sakrum,
kedua tuber ossis ichii, dan anus. Bila dapat
diraba kaki, maka harus dibedakan dengan
tangan.
Apabila masih ragu, dapat
3. Presentasi bokong kaki tidak sempurna dipertimbangkan pemeriksaan USG atau MRI.
dan presentasi kaki = hanya terdapat satu
kaki di samping bokong sedangkan kaki
lainnya terangkat ke atas serta bagian paling B. LETAK LINTANG
rendah ialah satu atau kedua kaki. Letak lintang ialah keadaan janin
melintang di dalam uterus dengan kepala
pada sisi satu sedangkan bokong di sisi lain
(umumnya sedikit lebih tinggi dari kepala).

Diagnosis berdasarkan hasil


anamnesis dan pemeriksaan fisik.

108
Etiologi : multiparitas disertai dinding Diagnosis berdasarkan pemeriksaan
uterus dan perut yang lembek. Sering juga luar saja sulit ditentukan, sedangkan pada
ditemui pada kehamilan prematur, pemeriksaan dalam di samping kepala atau
hidramnion, dan kehamilan kembar. Dapat bokong dapat diraba tangan, lengan atau kaki.
pula karena ada tumor di daerah panggul dan Pada kasus ini umumnya tidak ada
plasenta previa serta kelainan bentuk uterus indikasi untuk tindakan karena ukuran
seperti uterus arkuatus atau subseptus. panggul normal dan persalinan dapat spontan
per vaginam.
Diagnosis berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik.
Inspeksi : uterus tampak lebih melebar dan Sumber :
fundus uteri lebih rendah tidak sesuai umur Buku Ilmu Kebidanan Sarwono Edisi Ketiga
kehamilan. Cetakan Ketujuh
Palpasi : fundus uteri kosong, kepala janin
berada di samping, dan di atas simfisis juga
kosong (kecuali bila bahu sudah turun ke
dalam panggul, maka dapat diraba bahu dan
tulang iga). DJJ di sekitar umbilikus.

C. PRESENTASI GANDA
Presentasi ganda adalah keadaan di
samping kepala janin di dalam rongga panggul
dijumpai tangan, lengan atau kaki ATAU
keadaan di samping bokong dijumpai tangan.
Jarang ditemukan, seringnya tangan atau
lengan di samping kepala.

Kasus ini dapat terjadi karena pintu


atas panggul tidak tertutup sempurna oleh
kepala atau bokong.

109
KEHAMILAN GANDA
I. Pengertian
Kehamilan ganda adalah kejadian bila fertilisasi menghasilkan janin lebih dari satu.Kejadian ini
dipengaruhi oleh faktor genetic,umur dan parietas,ras/suku bangsa dan obat pemicu
ovulasi.Terdapat 2 jenis kehamilan ganda yaitu : Hamil ganda monozigotik dan hamil dizigotik.

II. Masalah
A. Partus prematurus,Preeklampsia,eklampsia
B. Bila janin kedua tidak lahir secara spontan dalam 30 menit setelah janin pertama maka
akan membahayakan risiko kehidupan terhadap janin kedua
III. Anamnesis
A. Riwayat adanya turunan kembar
B. Mendapatkan pengobatan infertilitas
C. Uterus yang cepat membesar
D. Gerakan anak yang terlalu ramai
IV. Pemeriksaan
A. Besarnya uterus melebihi lamanya amenorrhea
B. Uterus cepat membesar pada pemeriksaan ulangan
C. Bertambahnya berat badan dengan cepat tanpa diikuti obesitas dan edema
D. Teraba 2 balotemen atau lebih
E. Teraba 3 bagian besar janin
F. Terdengar 2 denyut jantung janin dengan perbedaan 10 denyut permenit atau lebih
V. Pemeriksaan Penunjang ( USG)
Terlihat bayangan 2 janin dengan 1 atau 2 amnion.Diagnosis dengan USG dapat ditegakan pada
kehamilan 10 minggu.
VI. Penanganan Kehamilan Ganda
A. Melakukan asuhan antenatal
B. Menegakan diagnosis secara klinis
C. Merujuk bila ada kelainan pada kehamilan
D. Mencegah anemia dan komplikasi yang mungkin timbul saat kehamilan
E. Merujuk bila pasien in partu

Daftar Pustaka :
Sarwono.2018.Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal.Jakarta:PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

110
b. Monochorionic-diamniotic = Yang
KEMBAR SIAM memiliki satu chorion untuk semua
Kompetensi : 2; Farisan Kusniadi; Kehamilan
embrio, namun memiliki amnion
Ganda
sendiri-sendiri. Mereka memiliki satu
1. Perkembangan Embrio plasenta.
c. Monochorionic-monoamniotic =
Berawal dari fetalogenesis, kembar
Kembar yang memiliki satu chorion
siam berkembang dari satu monozigot yang dan satu amnion untuk semua
membelah seusai masa perkembangan 13 hari
embrio. Mereka memiliki satu
sejak fertilisasi. Perkembangan zigot agar plasenta
menjadi kembar siam memerlukan beberapa
tahap dan memiliki waktu yang berbeda, Saat pemeriksaan USG perlu dilihat;
berikut adalah tanda waktu pemisahan zigot
• Twin peak sign = melihat adanya titik
menjadi 2 fetus
membrane yang terbagi (untuk
• 72 jam = 2 embrio, 2 amnion, 2 kebutuhan janin) pada permukaan
chorion, dan kembar diamnionic plasenta.
dichorionic • T Sign = Jika pada janin kembar
o Memiliki 2 versi, dimana versi monochorionic, akan susah untuk
pertama tiap emnrio memiliki melihat twin peak sign karena
plasenta nya sendiri, versi membrannya sangat tipis dan hanya
kedua memiliki 1 plasenta dapat terlihat pada trimester kedua.
yang bergabung untuk semua Maka dicek dengan T sign, melihat
embrio yang ada. hubungan antara plasenta dan
• 8 hari = 2 embrio dengan satu amnion membrane yang tipis.
sac. Yang dinamakan monoamnionic,
monochorionic kembar.
o Memiliki satu amnion sac dan 3. Diagnosis Kembar
berasal dari satu chorion a. Dengan kembar, TFU lebih besar
• Lebih dari 8 hari, (Pada gambar daripada ukuran normal pada
menyatakan 13 hari) = kemungkinan trimester kedua (lebih tinggi 5cm
untuk kembar siam lebih besar, daripada janin tunggal)
karena pemisahan embrio yang sudah b. Palpasi dirasakan adanya 2 kepala
berkembang cukup baik, akan fetus mengindikasikan kuat adanya
menyulitkan pemisahan embrio yang kehamilan kembar
sempurna. c. Adanya DJJ yang terdengan berbeda
dari ibu dan kedua fetus. (DJJ dicek
pada masa 18-20 minggu)
2. Kembar Siam dengan ANC d. Kembar Siam, paling baik diberikan
imaging berupa MRI. Agar dapat
Pengecekan pertama untuk kembar ialah menentukan organ mana yang
mengetahui kondisi chorion dan kondisi dempet.
amnion sac saat pemeriksaan dengan USG
Ada 3 jenis kembar

a. Dichorionic-diamniotic = memiliki 4. Kembar Siam


chorion dan amnion masing masing,
Paling sering dempet pada thoracopagus.
dan plasenta masing-masing
Kemungkinan hidup akan lebih tinggi jika

111
organ ‘berbagi; bukanlah organ vital seperti
jantung, paru, otak dan lainnya.

Kembar Siam jika dilanjutkan harusnya


dilakukan persalinan abdominal

5. External Parasitic Twin

Secara umum merupakan gambaran ‘bagian


fetus yang menempel pada bayi kembar
normal’. Biasanya terihat dari ekstremitas
yang lebih dan kuncinya adalag tidak ada
jantung/organ otak yang fungsional. EPT
merupakan hasil dari kembar dengan defek
yang memiliki sebagian jaringannya
menempel dan divaskularisasi oleh si bayi
kembar

Sumber :

William Obstetri 23rd

Gambar :

TERTERA DALAM EMAIL, Terimakasih luv

Semoga Ujian lancar~, Aaamiin

112
PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT(PJT)-IUGR
(INTRAUTERINE GROWTH RETARDATION DAN INTRAUTERINE
GROWTH RESTRICTION)
Rafid Moya Barodi_2010310074

I. Level Kompetensi Atau Tingkat Kemampuan gestasional atau SGA (small for gestational
Pada kasus PJT/IUGR, tingkat age).
kemampuan yang tertulis pada SKDI ialah IUGR dibagi menjadi IUGR simetris
tingkat kemampuan 2 yang berarti Lulusan atau primer dan IUGR asimetris atau
dokter mampu membuat diagnosis klinik sekunder. IUGR simetris adalah hambatan
terhadap penyakit tersebut berdasarkan pertumbuhan janin yang proporsional dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik dan arti keseluruhan tubuh janin kecil atau di
menentukan rujukan yang paling tepat bagi bawah rata-rata, termasuk ukuran dalam
penanganan pasien selanjutnya. Lulusan tubuhnya. IUGR asimetris adalah kondisi yang
dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah menyebabkan janin tidak berkembang
kembali dari rujukan. Ketrampilan diagnosis merata. Memiliki arti ukuran kepala dan otak
klinis dicapai melalui : Melakukan anamnesis, janin dalam keafaan normal namun bagian
Melakukan pemeriksaan fisik, Melakukan tubuh lainnya berukuran lebih kecil dari yang
rujukan dan Menindaklanjuti perawatan seharusnya.
setelah dilakukan rujukan. III. Etiologi
II. Definisi a. Plasenta previa.
Pertumbuhan janin terhambat b. Preeklampsia dan hipertensi
memiliki beberapa istilah dalam bahasa ssat hamil.
inggris yang disingkat IUGR. IUGR dapat c. Penyakit ginjal, diabetes,
diartikan dengan Intrauterine Growth penyakit jantung, anemia,
Retardation dan Intrauterine Growth penyakit paru-paru dan
Restriction. Intrauterine growth retardation gangguan pembekuan darah
adalah janin yang mengalami pertumbuhan yang terjadi sebelum dan
yang terhambat , janin yang mengalami setelah kehamilan.
kegagalan dalam mencapai berat standar atau d. Merokok, minum alkohol dan
ukuran standar yang sesuai dengan umur memakai narkoba sejak
kehamilannya. Sedangkan Intrauterine sebelum hamil.
Growth Restriction adalah keadaan dimana e. Penyakit menular seksual.
terjadi gangguan nutrisi dan pertumbuhan f. Malnutrisi (kelebihan atau
janin yang mengakibatkan berat badan lahir di kekurangan nutrisi) selama
bawah batas tertentu dari usia kehamilannya , hamil yang dapat menghambat
janin lebih kecil dari yang diharapkan untuk pertumbuhan.
jumlah bulan kehamilan. Bayi dengan IUGR
seringkali digambarkan kecil untuk usia

113
IV. Tanda dan gejala • Rujukan permasalahan
a. Ukuran dan berat badan janin anak baru lahir
yang di bawah rata-ratabereat diarahkan kepada
seharusnya berdasarkan usia dokter spesialis anak
kandungannya. d. Menindaklanjuti perawatan
b. Janin tidak bergerak setelah dilakukan rujukan
c. Hasil USG trimester pertama untuk kasus IUGR
dan ketiga tidakmenunjukkan • Pemantauan
adanya perkembangan perkembangan bayi
d. Kadar HCG ibu menurun dari pertumbuhan dan
e. Jantung bayi tidak berdetak perkembangannya,
f. Setelah lahir, bayi IUGR pemberian ASI dan juga
memeiliki ciri kulit putih pucat, pemenuhan nutrisi
kering dan longgar. Tali pusar untuk bayi dan ibu.
bayi terlihat tipis dan berwarna
kusam.
V. Faktor predisposisi atau faktor faktor
resiko
a. Hamil kembar dua atau lebih
b. Penggunaan antikonvulsan
untuk gangguan saraf
c. Terlalu kurus atau berat badan
di bawah rata-rata normal
VI. Ketrampilan diagnosis klinis
a. Anamnesis kasus IUGR
b. Pemeriksaan fisik, lanjutan dan
laboratorium kasus IUGR
• Antenatal care (ANC)
• Ultrasonography (USG)
• USG doppler
• Pemeriksaan berat
badan
• Tes amniosis tes cairan
ketuban
c. Melakukan rujukan untuk
kasus IUGR
• Rujukan permasalahan
obstetrik diarahkan
kepada dokter spesialis
obsgyn

114
KELAINAN JANIN
I. Masalah janin dan bayi baru lahir
A. KEHAMILAN POSTTERM/KEHAMILAN SEROTINUS/PROLONGED PRAGNANCY
Adalah kondisi kehamilan melebihi waktu normal 40 minggu atau biasa di sebut kehamilan
lebih dari 42 minggu di hitung dari hari pertama haid terakhir.

B. Penyebab terjadinya kehamilan postterm


1. Pengaruh hormon progesteron
Banyak dugaan terjadinya kehamilan postterm di akibatkan dari pengaruh
hormon Progresteron yang berlebih yang menyebabkan peningkatan
sensitivitas uterus terhadap oksitosin.
2. Teori Oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm
memberi kesan atau dipercaya memegang peranan penting dalam
menimbulkan persalinan. pelepasan oksitosin dari neurohipofisis yang
jumlahnya kurang pada usia kehamilan lanjut menjadi salah satu penyebab
kehamilan postterm
3. Teori Kortisol /ACTH janin
Peningkatan Kortisol pada janin sering di gunakan sebagai penanda waktu
persalinan. Kortisol nantinya akan merangsang plasenta agar produksi
progesteronnya diturunkan dan meningkatkan sekresi estrogen dan
selanjutnya akan meningkatkan produksi prostaglandin. Namun pada cacat
bawaan seperti anesefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar
hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak di produksi
sehingga menimbulkan postterm.

C. Pemeriksaan
1. Riwayat Haid: kehamilan postterm sangat sulit diketahui bila HPTH tidak diketahui
dengan pasti. Kriteria haid yang dapat dipercaya atau digunakan:
• Penderita harus yakin betul HPHT nya
• Siklus 28 hari dan teratur
• Tidak mengkonsumsi pil antihamil (Pil KB) minimal 3 bulan terakhir

Selanjutnya setelah semua terpenuhi baru bisa digunakan rumus Naegele


2. Riwayat pemeriksaan antenatal
• Tes kehamilan
• Gerak janin/ quickening : umumnya pada usia kehamilan 18-20 minggu.
Pada primigravida 18 minggu dan untuk muligravida pada 16 minggu

115
• Denyut jantung janin (DJJ): pada stetoskop laennec dapat di dengar pada
usia kehamilan 18 -20 minggu sedang dengan Doppler pada usia kehamilan
10-12 minggu
3. Pemeriksaan USG: pada trimester pertama pemeriksaan kepala-tungging (crown-
rump length/CRL) memberikan ketepatan kurang lebih hari dari taksiran
persalinan. Pada umur kehamilan 16-26 minggu, ukuran biparietal dan panjang
femur memberikan ketepatan 7 hari dari taksiran persalinan. Trimester ketiga di
pakai untuk menentukan berat janin, keadaan air ketuban, ataupun keadaan
plasenta yang sering berkaitan dengan kehamilan postterm.

II. Pertumbuhan janin terhambat (PTJ)


Merupakan suatu entitas penyakit yang membutuhkan perhatian lebih mengingat
dampak yang ditimbulkan jangka pendek berupa resiko kematian 6-10 kali lebih tinggi
di bandingkan dengan bayi normal. Dalam jangka panjang dapat mengakibatkan
beberapa permasalahan berupa hipertensi,stroke,diabetes,obesitas,kanker, resistensi
insulin dan sebagainya. Hal itu merupakan barker hipotesis penyakit pada orang
dewasa yang sudah terprogram sejak dalam uterus.
A. Penyebab
• Hipertensi dalam kehamilan
• Gemeli
• Anomali janin/ trisomi
• Sindrom antifosfolipid
• SLE
• Penyakit jantung
• Asma
• Gaya hidup : merokok, narkoba
• Kekurangan gizi- ekonomi rendah
B. Patologi
Terjadi akibat adanya kelainan sirkulasi uteroplasenta akibat perkembangan plasenta
yang abnormal sehingga pasokan oksigen, masukan nutrisi, dan pengeluaran hasil
metabolik menjadi abnormal.janin akan kekurangan nutrisi dan oksigen pada
trimester akhir dan menyebabkan timbulnya PTJ yang asimetrik yaitu lingkar perut
jauh lebih kecil daripada lingkar kepala. Pada keadaan lebih parah dapat
menyebabkan kerusakan tingkat seluler berupa kelainan mitokondria dan nucleus.
III. Kelainan genetik
Penyakit genetik pada masa perinatal merupakan kelainan yang dapat bermanifestasi
sejak konsepsi sampai lahir dengan segala infertilitas,abortus,kemattian janin, serta
penyakit kecacatan pada masa neonatus, bayi, dan anak. Karena kasus genetik sangat
banyak sedangkan sangat susah untuk di deteksi maka pendekatan diagnosis atau
skrining berdasarkan beberapa kriteria seperti RPK,usi ibu saat kehamilan,abortus
berulang,atau infertilitas sangat perlu dilakukan

116
117
DISPROPORSI KEPALA antara promontorium sakrum yang palsu
(abnormal) ini dan simfisis pubis.
PANGGUL Sebelum persalinan, telah terbukti
diameter biparietal janin rata-rata berukuran
Disproporsi kepala pangggul / 9,5 cm sampai 9,8 cm. Dengan demikian,
disproporsi sefalopelvik / disproporsi fetopelvik sebagian janin mungkin sangat sulit atau
(CPD) adalah suatu keadaan yang timbul karena mustahil melewati pintu atas dengan diameter
bayi terlalu besar, pelvis kecil atau anteroposterior yang kurang dari 10 cm.
berkurangnya ukuran panggul, atau dapat juga Normalnya, pembukaan serviks
kombinasi keduanya. Setiap penyempitan pada dipermudah oleh efek hidrostatik selaput
diameter panggul yang mengurangi kapasitas ketuban yang belum pecah atau, setelah pecah,
panggul dapat menyebabkan distosia oleh persentuhan langsung bagian terbawah
(perlambatan saat persalinan/partus macet). janin ke serviks. Namun, pada panggul yang
Kemungkinan yang dapat terjadi adalah sempit, saat kepala tertahan di pintu atas
penyempitan pintu atas panggul, pintu tengah panggul, seluruh gaya yang ditimbulkan oleh
panggul, pintu bawah panggul, atau panggul kontraksi uterus bekerja secara langsung pada
yang menyempit seluruhnya akibat kombinasi bagian selaput ketuban yang menutupi serviks
tadi. yang membuka. Akibatnya, besar kemungkinan
terjadinya pecah selaput ketuban. Setelah
I. Penyempitan Pintu Atas Panggul selaput ketuban pecah, tidak adanya tekanan
Pintu panggul biasanya dianggap oleh kepala terhadap serviks dan segmen
menyempit apabila diameter anteroposterior bawah uterus memudahkan terjadinya
terpendeknya kurang dari 10,0 cm atau apabila kontraksi yang infeketif. Karena itu, pembukaan
diameter transversal terbesarnya kurang dari lebih lanjut berjalan sangat lambat atau tidak
12 cm. Diameter anteroposterior pintu atau sama sekali.
panggul sering diperkirakan dengan mengukur Adaptasi mekanis janin terhadap bagian
konjugata diagonal secara manual yang tulang jalan lahir berperan penting dalam
biasanya lebih panjang 1,5 cm. Dengan menentukan efisiensi kontraksinya. Semakin
demikian, penyempitan pintu atas panggul baik adaptasinya, semakin efisien kontraksinya.
biasanya didefinisikan sebagai konjugata Karena pada panggul yang sempit adaptasinya
diagonal yang kurang dari 11,5 cm. buruk, sering terjadi pemanjangan waktu
Dengan menggunakan pelvimetri klinis persalinan. Pada derajat penyempitan panggul
dan, kadang-kadang pelvimetri radiologi, kita yang tidak memungkinkan pelahiran janin per
perlu mengidentifikasi diameter antero- vaginam, serviks jarang memubuka lengkap.
posterior paling pendek yang harus dilewati Pada wanita yang panggulnya sempit,
kepala janin. Kadang-kadang korpus vertebra presentasi wajah dan bahu dijumpai tiga kali
sakralis pertama bergeser ke depan sehingga lebih sering, dan prolaps tali pusat terjadi
jarak terpendek sebenarnya mungkin terletak empat sampai enam kali lebih sering.

118
apabila jumlah diameter interspinarum
II. Penyempitan Pintu Tengah Panggul ditambah diameter sagitalis posterior panggul
Hal ini lebih sering dijumpai dibanding tengah (normal, 10,5 cm ditambah 5 cm, atau
penyempitan pintu atas panggul. Penyempitan 15,5 cm) adalah 13,5 cm atau kurang. Jadi, kita
pintu tengah panggul ini sering menyebabkan patut mencurigai adanya penyempitan panggul
terhentinya kepala janin pada bidang tengah apabila diameter interspinaru kurang
transversal, yang dapat menyebabkan perlunya dari 10 cm. Apabila lebih kecil daripada 8 cm,
tindakan forseps tengah yang sulit atau seksio panggul tengah sudah pasti dikatakan sempit.
sesarea.
Bagian obstetris di panggul bagian III. Penyempitan Pintu Bawah Panggul
tengah membentang dari batas inferior simfisis Hal ini biasa diddefinisikan sebagai
pubis, melalui spina-spina iskiadika, dan pemendekan diameter intertuberosum hingga
menyentuh sakrum dekat pertemuan antara 8 cm atau kurang. Pintu bawah panggul secara
vertebra keempat dan kelima. Secara teoritis, kasar dapat dianggap sebagai dua segitiga
sebuah garis transversal yang menghubungkan dengan diameter intertuberosum sebagai dasar
kedua spina iskiadika membagi panggul tengah keduanya. Sisi-sisi segitiga anterior dibentuk
menjadi bagian anterior dan posterior. Panggul oleh kedua ramus pubis dan puncaknya adalah
tengah anterior dibatasi di sebelah anterior permukaan posterior inferior simfisis pubis.
oleh batas bawah simfisis pubis dan sebelah Segitiga posterior tidak dibatasi oleh tulang di
lateral oleh ramus isiopubik. Bagian posterior sisinya tetapi di apeksnya dibatasi oleh ujung
dibatasi di sebelah dorsal oleh sakrum dan vertebra sakralis terakhir (bukan ujung
sebelah lateral oleh ligamentum koksigis).
sakrospinosum, membentuk batas-batas bawah Menyempitnya diameter dari
takik sakrioskiadika. intertuberosum yang menyebabkan
Rata-rata ukuran diameter pintu tengah penyempitan segitiga anterior akan mendorong
panggul adalah sebagai berikut : janin ke arah posterior. Dengan demikian,
- diameter transversal (interspinarum) 10,5 penentuan apakah janin dapat lahir sebagian
cm bergantung pada ukuran segitiga posterior,
- diameter anteroposterior (dari batas bawah atau secara lebih spesifik pada diameter
simfisis pubis ke perbatasan antara intertuberosum dan diameter sagitalis
verterbra keempat dan kelima) 11,5 cm posterior pintu bawah panggul. Pintu bawah
- diameter sagitalis posterior (dari titik yang sempit dapat menyebabkan distosia
tengah garis interspinarum ke titik tengah di bukan sebagai penyebab tunggal karena
sakrum) 5 cm. sebagian besar disertai penyempitan pintu
Walaupun definisi penyempitan panggul tengah panggul. Penyempitan pintu bawah
tengah belum ditentukan secara pasti seperti panggun tanpa disertai penyempitan pintu
pada penyempitan atas panggul, pintu tengah tengah panggul, jarang terjadi.
panggul kemungkinan besar dikatakan sempit

119
Bahkan apabila disproporsi antara
kepala janin dengan pintu bawah panggul tidak
terlalu besar untuk menimbulkan distosia
berat, hal ini dapat berperan penting dalam
menimbulkan robekan perineum. Dengan
semakin sempitnya arkus pubis, oksiput tidak
dapat keluar tepat di bawah simfisis pubis
tetapi dipaksa semakin ke bawah menuju
ramus iskiopubik. Pada kasus yang ekstrim,
kepala harus berputar mengelilingi sebuah garis
yang menghubungkan tuberosis iskiadika.
Karena itu, perineum akan sangat teregang dan
menyebabkannya mudah robek.

DAFTAR PUSTAKA
1. William obstetric
2. Sarwono (maternal dan neonatal)

120
ANEMIA PADA KEHAMILAN
I. Definisi

Anemia adalah keadaan massa eritrosit dan/atau massa hemoglobin yang beredar
tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh atau
dapat juga disimpulkan sebagai penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, atau hitung
eritrosit di bawah normal. 1 Seorang perempuan hamil didiagnosis mengalami anemia
apabila memiliki kadar hemoglobin dibawah 11 g/dl (WHO,2008).
Anemia adalah suatu keadaan dimana tubuh memiliki jumlah sel darah merah (eritrosit)
yang terlalu sedikit, yang mana sel darah merah itu mengandung hemoglobin yang
berfungsi untuk membawa oksigen ke seluruh jaringan tubuh (Proverawati, 2013).

II. Prevalensi

Prevalensi anemia diperkirakan 9 persen di negara-negara maju, sedangkan di negara


berkembang prevalensinya 43 persen. Anak-anak dan wanita usia subur (WUS) adalah
kelompok yang paling berisiko, dengan perkiraan prevalensi anemia pada balita sebesar
47 persen, pada wanita hamil sebesar 42 persen, dan pada wanita yang tidak hamil usia
15-49 tahun sebesar 30 persen (WHO, 2002) World Health Organization (WHO)
menargetkan penurunan prevalensi anemia pada WUS sebesar 50 persen pada tahun
2025 (McLean E, Cogswell M, Egli I, Wojdyla D, de Benoist B, 2009). World Health
Organization (WHO) memerkirakan sebanyak 1,62 milyar penduduk dunia mengalami
anemia dan 56,4 juta dari penderita anemia tersebut merupakan perempuan hamil. WHO
memperkirakan jumlah perempuan hamil yang menderita anemia di Asia Tenggara
sebanyak 18,1 juta. Asia Tenggara memiliki prevalensi tertinggi dibanding dengan Afrika,
Amerika, Eropa, Asia Pasifik, dan Mediterania Timur. (WHO,2008).

III. Etiologi

Beberapa penyebab anemia pada kehamilan yaitu :


1. Defisiensi zat zat nutrisi yang bersifat multiple dengan manifestasi klinis yang disertai
infeksi, gizi buruk, atau kelainan herediter seperti hemoglobinopati.
2. Asupan tidak cukup, absorbsi yang tidak adekuat, bertambahnya zat gizi yang hilang,
kebutuhan yang berlebihan, dan kurangnya utilisasi nutrisi hemopoietik
3. Defisiensi zat besi, asam folat atau vitamin B12.

IV. Faktor Resiko

121
a. Umur ibu
Menurut Amiruddin (2007), bahwa ibu hamil yang berumur kurang dari 20 tahun dan
lebih dari 35 tahun yaitu 74,1% menderita anemia dan ibu 9 hamil yang berumur 20 –
35 tahun yaitu 50,5% menderita anemia. Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun
atau lebihdari 35 tahun, mempunyai risiko yang tinggi untuk hamil, karena akan
membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu hamil maupun janinnya, beresiko
mengalami pendarahan dan dapat menyebabkan ibu mengalami anemia.
b. Paritas
Menurt Herlina (2006), Ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai resiko 1.454 kali
lebih besar untuk mengalami anemia di banding dengan paritas rendah. Adanya
kecenderungan bahwa semakin banyak jumlah kelahiran (paritas), maka akan
semakin tinggi angka kejadian anemia.
c. Kurang Energi Kronis (KEK)
Pengukuran lingkar lengan atas (LILA) adalah suatu cara untuk mengetahui resiko
Kurang Energi Kronis (KEK) Wanita UsiaSubur (WUS). Pengukuran LILA tidak dapat
digunakan untuk memantau perubahan tatus gizi dalam jangka pendek. Pengukuran
lingkar lengan atas (LILA) dapat digunakan untuk tujuan penapisan status gizi Kurang
Energi Kronis (KEK). Ibu hamil KEK adalah ibu hamil yang mempunyai ukuran LILA yang
rendah mencerminkan kekurangan energi dan protein dalam intake makanan sehari
hari yang biasanya diiringi juga dengan kekurangan zat gizi lain, diantaranya besi.
Dapat diasumsikan bahwa ibu hamil yang menderita KEK berpeluang untuk menderita
anemia (Darlina, 2003).
d. Jarak Kehamilan
Menurut Ammirudin (2007) proporsi kematian terbanyak terjadi pada ibu dengan
prioritas 1 – 3 anak dan jika dilihat menurut jarak kehamilan ternyata jarak kurang dari
2 tahun menunjukan proporsi kematian maternal lebih banyak. Jarak kehamilan yang
terlalu dekat menyebabkan ibu mempunyai waktu singkat untuk memulihkan kondisi
rahimnya agar bisa kembali ke kondisi sebelumnya. Pada ibu hamil dengan jarak yang
terlalu dekat beresiko terjadi anemia dalam kehamilan. Karena cadangan zat besi ibu
hamil pulih. Akhirnya berkurang untuk keperluan janin yang dikandungnya.

V. Manifestasi Klinis

Gejala Anemia Defisiensi Besi Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3
golongan besar yaitu gejala umum anemia, gejala khas akibat defisiensi besi, gejala
penyakit dasar :

122
a. Gejala umum anemia Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata
berkunang- kunang, serta telinga berdenging. Anemia bersifat simtomatik jika
hemoglobin telah turun dibawah 7 g/dl. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang
pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan dibawah kuku.

b. Gejala Khas Defisiensi Besi, gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak
dijumpai pada anemia jenis lain adalah koilonychia, atropi papil lidah, stomatitis
angularis, disfagia, atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia, pica.

c. Gejala penyakit dasar. Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejalagejala penyakit
yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya pada anemia akibat
cacing tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan
berwarna kuning seperti jerami. Gejala anemia pada kehamilan yaitu ibu mengeluh cepat
lelah, sering pusing, palpitasi, mata berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan
turun (anoreksia), konsentrasi hilang, nafas pendek (pada anemia parah) dan keluhan
mual muntah lebih hebat pada hamil muda, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan
sistem neurumuskular, lesu, lemah, lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar limpa.

VI. Tatalaksana Awal

A. Program Pencegahan Anemia


Program pemerintah saat ini, setiap ibu hamil mendapatkan tablet besi 90 tablet
selama kehamilannya. Tablet besi yang diberikan mengandung FeSO4 320 mg (zat besi
60 mg) dan asam folat 0,25 mg. Program tersebut bertujuan mencegah dan
menangani masalah anemia pada ibu hamil. Adapun program pemerintah dalam hal
ini Departemen Kesehatan dalam mencegah anemia meliputi:
a. Pemberian tablet besi pada ibu hamil secara rutin sebanyak 90 tablet untuk
meningkatkan kadar hemoglobin secara tepat. Tablet besi untuk ibu hamil sudah
tersedia dan telah didistribusikan ke seluruh provinsi dan pemberiannya dapat
melalui Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Posyandu dan Bidan di Desa. Dan secara
teknis diberikan setiap bulan sebanyak 30 tablet.
b. Diterbitkannya buku pedoman pemberian zat besi bagi petugas tahun 1995, dan
poster-poster mengenai tablet besi sudah dibagikan.
c. Diterbitkan buku Pedoman Operasional Penanggulangan Anemia Gizi bagi petugas
tahun 1996.

B. Pedoman Gizi Pada Anemia Defisiensi Besi

123
Kebutuhan besi pada ibu hamil dapat diketahui dengan mengukur kadar hemoglobin.
Kadar Hb < 11 mg/dL sudah termasuk kategori anemia defisiensi besi. Namun
pengukuran yang lebih spesifik dapat dilakukan dengan mengukur kadar feritin,
karena walaupun kadar Hb normal belum tentu kadar feritin tubuh dalam keadaan
normal. Kadar feritin memberikan gambaran cadangan besi dalam tubuh. Beberapa
hal yang bisa dipakai sebagai pedoman untuk mencukupi kebutuhan besi antara lain :
a. Pemberian suplement Fe untuk anemia berat dosisnya adalah 4-6mg/Kg BB/hari
dalam 3 dosis terbagi. Untuk anemia ringan-sedang : 3 mg/kg BB/hari dalam 3 dosis
terbagi.
b. Mengatur pola diet seimbang berdasarkan piramida makanan sehingga kebutuhan
makronutrien dan mikronutrien dapat terpenuhi.
c. Meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber besi terutama dari protein hewani
seperti daging, sehingga walaupun tetap mengkonsumsi protein nabati diharapkan
persentase konsumsi protein hewani lebih besar dibandingkan protein nabati.
d. Meningkatkan konsumsi bahan makanan yang dapat meningkatkan kelarutan dan
bioavailabilitas besi seperti vitamin C yang berasal dari buah-buahan bersama-sama
dengan protein hewani.
e. Membatasi konsumsi bahan makanan yang dapat menghambat absorbsi besi
seperti bahan makanan yang mengandung polifenol atau pitat.
f. Mengkonsumsi suplemen besi ferro sebelum kehamilan direncanakan minimal tiga
bulan sebelumnya apabila diketahui kadar feritin rendah.
Semua pedoman di atas dilakukan secara berkesinambungan karena proses
terjadinya defisiensi besi terjadi dalam jangka waktu lama, sehingga untuk dapat
mencukupi cadangan besi tubuh harus dilakukan dalam jangka waktu lama pula.

VII. Rujukan
Pemeriksaan Hb di puskesmas, bidan melakukan rujukan ke laboratorium dan diperiksa
oleh analis. Pelaksanaan pemeriksaan Hb yang dilakukan sesuai dengan pernyataan bidan
terkait dengan jadwal pelaksanaannya dan dilakukan oleh petugas laboratorium. Rujukan
internal dalam penelitian ini meliputi rujukan ke laboratorium, poli gizi dan poli umum. Jika
ditemukan anemia pada ibu hamil dilakukan rujukan ke poli gizi. Anemia 3 bulan berturut-
turut ibu hamil diberikan rujukan ke laboratorium untuk cek feses dilanjutkan rujukan ke poli
umum untuk diperiksa lebih lanjut. Rujukan eksternal yaitu rumah sakit, dilakukan rujukan
ekternal jika terjadi anemia berat.

VIII. Kesimpulan

124
Anemia didefinisikan sebagai kadar Ht, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit
dibawah “normal”. Seorang perempuan hamil didiagnosis mengalami anemia apabila
memiliki kadar hemoglobin dibawah 11 g/dl. Penyebab terjadinya anemia pada ibu hamil
meliputi defisiensi zat zat nutrisi, defisiensi besi, asam folat dan vitamin B12. Gejala anemia
defisiensi besi yang mungkin timbul pada ibu hamil di antaranya adalah yaitu ibu mengeluh
cepat lelah, sering pusing, palpitasi, mata berkunang-kunang, malaise, lidah luka,
nafsu makan turun (anoreksia). Sehingga penegakan diagnosis dapat dilakukan
dengan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang berupa darah
rutin. Tatalaksana anemia pada ibu hamil yaitu pemberian suplemen Fe, pengaturan
pola makan seperti meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung zat besi dan
meningkatkan absorbs besi seperti vitamin C.

Daftar Pustaka
• Buku Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo
• Gambaran Anemia Pada Kehamilan Di Bagian Obstetri Dan Ginekologi RSUP Dr. M. Djamil
Padang Periode 1 Januari 2012 sampai 31 Desember 2012
• Kejadian Anemia pada Ibu Hamil Ditinjau dari Paritas dan Usia, AISYAH: JURNAL ILMU
KESEHATAN 2 (2) 2017, 123 – 130
• PEMBERIAN ZAT BESI (Fe) DALAM KEHAMILAN Oleh : Is Susiloningtyas Staf Pengajar Prodi
D III Kebidanan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Islam Sultan Agung Semarang

125
INTRA UTERINE FETAL DEATH (IUFD)

Intrauterine Fetal Death merupakan kematian perinatal. Menurut WHO dan The American College of
Obstetricians and Gynecologist kematian janin (Intrauterine Fetal Death) adalah janin yang mati dalam
rahim dengan berat badan 350 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20
minggu atau lebih.

Intrauterine Fetal Death (IUFD) dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal dan kelainan patologis
plasenta. Salah satu faktor maternal yang menyebabkan terjadinya IUFD adalah umur ibu tua. Selain
itu, salah satu faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan terjadinya kematian janin dalam rahim
adalah usia ibu > 40 tahun saat kehamilan.

Kematian janin dalam rahim adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 350 gram atau
lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. 6,7 IUFD merujuk pada
kematian janin di dalam rahim setelah 24 minggu usia kehamilan.11 Prinsip dasar dari kematian janin
merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, kegawatdaruratan janin, atau akibat infeksi
yang tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak terobati.

Penyebab kematian janin pada 25-60% kasus masih belum jelas namun dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain faktor maternal, fetal, atau kelainan patologis plasenta. Faktor-faktor
tersebut adalah sebagai berikut:

1. Faktor maternal
Kehamilan post term (> 42 minggu), umur ibu tua, diabetes melitus tidak terkontol, sistemik lupus
eritematosus, infeksi, hipertensi, preeklampsia, eklampsia, hemoglobinopati, penyakit rhesus,
ruptura uteri, antifosfolipid sindrom, hipotensi akut ibu, kematian ibu.

2. Faktor fetal
Hamil tumbuh terhambat, kelainan kongenital, kelainan genetik, infeksi.

3. Faktor plasental
Kelainan tali pusat, lepasnya plasenta, ketuban pecah dini dan vasa previa.

Faktor resiko terjadinya fetal death atau kematian janin meningkat pada usia ibu >40 tahun, ras
Afrika-Amerika, pada ibu infertil, riwayat bayi dengan berat badan lahir rendah, infeksi ibu
(ureplasma urealitikum), obesitas, dan ayah berusia lanjut.

Diagnosis pasti Intrauterine Fetal Death ditegakkan melalui pemeriksaan USG. Riwayat dan
pemeriksaan fisik memiliki nilai terbatas dalam menegakkan diagnosis IUFD. Pada kebanyakan
pasien, satu-satunya keluhan adalah berkurangnya pergerakan janin dan pada pemeriksaan fisik
tidak terdengar denyut jantung janin. Diagnostik pasti ditegakkan dengan pemeriksaan
ultrasonografi.

Melalui anamnesis didapatkan gerakan janin menghilang. Pada pemeriksaan pertumbuhan janin
didapatkan tinggi fundus uteri tidak sesuai usia kehamilan, berat badan ibu menurun, dan lingkar
perut ibu mengecil. Selain itu, jika diperiksa dengan fetoskopi dan Doppler tidak dapat didengar
adanya bunyi jantung janin. Jika dilihat menggunakan USG maka didapatkan gambaran janin tanpa
tanda kehidupan. Dengan foto radiologik setelah 5 hari tampak tulang kepala kolaps, saling tumpang
tindih, tulang belakang hiperfleksi, edema sekitar tulang kepala, gambaran gas pada jantung dan

126
pembuluh darah. Jika dilakukan pemeriksaan hCG maka didapatkan kadarnya akan negatif setelah
beberapa hari kematian janin. Untuk diagnosis pasti sebaiknya dilakukan otopsi janin dan
pemeriksaan plasenta serta selaput. Untuk mencari penyebab kematian janin dilakukan evaluasi
secara komprehensif termasuk analisis kromosom dan kemungkinan terpapar infeksi untuk
mengantisipasi kehamilan selanjutnya.

Apabila diagnosis kematian janin telah ditegakkan maka dilakukan:

1. Pemeriksaan tanda-tanda vital.


2. Pemeriksaan darah perifer, fungsi pembekuan, golongan darah ABO, Rhesus, dan gula darah.
3. Menjelaskan seluruh prosedur pemeriksaan dan hasilnya serta rencana tindakan yang akan
dilakukan kepada pasien dan keluaraganya. Bila belum ada kepastian penyebab kematian,
hindari memberikan informasi yang tidak tepat.
4. Memberikan dukungan mental dan emosional kepada pasien. Sebaiknya pasien didampingi oleh
orang terdekatnya dan yakinkan bahwa besar kemungkinan dapat lahir pervaginam.
5. Membicarakan rencana persalinan pervaginam dengan cara induksi maupun ekspektatif pada
keluarga pasien sebelum pengambilan keputusan.
6. Bila pilihan ekspektatif: tunggu persalinan spontan hingga 2 minggu dan yakinkan bahwa 90%
persalinan spontan terjadi tanpa komplikasi.
7. Bila pilihan manajemen aktif: induksi persalinan menggunakan oksitosin atau misoprostol. Seksio
sesarea dipilih jika bayi letak lintang.
8. Memberikan kesempatan pada keluarga untuk melihat dan melakukan ritual keagamaan pada
janin yang meninggal.

Pada kematian janin usia kehamilan 24- 28 minggu dapat digunakan misoprostol pervaginam
sebanyak 50-100 μg tiap 4-6 jam dan induksi oksitosin. Sedangkan pada kehamilan di atas 28 minggu
dosis misoprostol diberikan sebanyak 25 μg pervaginam setiap 6 jam. Setelah bayi lahir dapat
dilakukan ritual keagamaan merawat bayi dan dapat dilakukan otopsi atau pemeriksaan patologi
plasenta yang akan membantu mengungkap penyebab kematian janin dalam rahim.

127
KELAHIRAN PRETERM

Persalinan preterm merupakan persalinan yang terjadi pada kehamilan 37 minggu atau
kurang. Merupakan keadaan yang berbahaya bagi bayi dan ibunya, dapat membuat bayi lahir
meninggal atau premature. Kelahiran bayi premature dilihat dari berat bayi, bisa dikarenakan
kelahiran preterm dan atau pertumbuhan janin yang lambat. Terdapat beberapa factor yang dapat
menimbulkan terjadinya kelahiran preterm:

I. Kondisi yang menimbulkan partus preterm


A. Hipertensi (dapat mengancam jiwa ibu, sehingga harus diberi tindakan persalinan
preterm),
B. Perkembangan janin terhambat (dapat disebabkan pasokan nutrisi dan atau oksigen
ke janin tidak maksimal, sehingga diperlukan persalinan preterm),
C. Solusio plasenta (terlepasnya plasenta dari dinding uterus, harus dilakukan
persalinan segera, kejadian solusio plasenta sering terjadi ketika kelahiran aterm
sekitar 65%, dan akan meningkat 11% pada kelahiran selanjutnya),
D. Plasenta previa (pendarahan dibagian plasenta karena lesi, dapat dilakukan
penanganan dengan menghentikan pendarahan, jika pendarahan terlalu banyak
harus segera dilakukan persalinan supaya janin dan ibu terselamatkan),
E. Kelainan rhesus (sebelum ditemukannya anti D immunoglobulin maka kejadian
induksi menjadi berkurang, meskipun demikian hal ini masih dapat terjadi),
F. Diabetes (khususnya pada ibu dengan diabetes yang tak terkendali)

II. Kondisi yang menimbulkan kontraksi


Beberapa kondisi ibu yang menimbulkan kontraksi spontan, kemungkinan telah terjadi
produksi prostaglandin.
A. Kelainan bawaan uterus,
B. Ketuban pecah dini (dapat terjadi kontraksi. Dengan adanya infeksi ascenden dapat
menimbulkan amnionitis yang kemudian dapat membuat ketuban pecah),
C. Serviks inkompeten (menyebabkan abortus dan kelahiran preterm, disebabkan oleh
pernah dilakukan tindakan medik pada daerah serviks. MacDonald menemukan 59%
pasien mengalami dilatasi kuretasi dan 8% mengalami konisasi. Chamberlain dan
Gibbings menemukan 60% dari pasein serviks inkompeten pernah mengalami
abortus spontan dan 49% mengalami pengakhiran kelahiran pervaginam),
D. Kehamilan ganda (10% pasien partus preterm adalah kehamilan ganda dan secara
umum kehamilan ganda mempunyai panjang usia gestasi lebih pendek).

III. Perkiraan persalinan preterm


Faktor-faktor lainnya yang meningkatkan kemungkinan kelahiran preterm: usia semakin tua,
tinggi badan, tingkat sosio-ekonomi, riwayat preterm, riwayat lahir mati, tidak menikah dan
perokok berat. Riwayat berat lahir rendah mempunyai perkitraan persalinan preterm

128
sebanyak 17,7%. Kelas sosio-ekonomi yang rendah mempunyai resiko relative hamper 2 kali.
Berat badan rendah pada ibu hamil meningkatkan resiko terjadinya kelahiran preterm.
Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pekerjaan ibu terhadap kejadian preterm.

IV. Pemeriksaan klinik


Dapat melakukan pemeriksaan inspeksi serviks pada antenatal, namun kurang lazim, dengan
pemeriksaan serviks dapat diihat apakah ibu mempunyai serviks yang pendek dan berapa
derajat pembukaan serviks. Selain pemeriksaan serviks dapat juga memeriksa disekitar
serviks seperti adanya infeksi vagina atau tidak, agar infeksi tersebut dapat segera diatasi dan
tidak terjadi infeksi ascenden yang kemungkinan terjadi amnionitis.

V. Pencegahan persalinan preterm


Dengan cara penurunan berat lahir rendah, yaitu:
1. Penyuluhan kepada masyarakat melalui media yang ada tentang bahaya dan kerugian
kelahiran preterm dan berat lahir rendah. Masyarakat diharuskan menghindari faktor
resiko seperti menjarangkan kelahiran menjadi lebih dari 3 tahun, memnunda usia
hamil sampai 22-23 tahun,
2. Menggunakan kesempatan pemeriksaan hamil ke dokter dan memperoleh pelayanan
antenatal yang baik,
3. Mengusahakan makan yang baik sehingga terhindar dari kekurangan gizi dan anemia,
4. Menghindari kerja berat selama hamil
Cara tersebut dapat dilakukan untuk yang mempunyai riwayat persalinan preterm atau
gemelli, tidak bisa digunakan pada ibu hamil yang menderita hipertensi atau pendarahan yang
hebat pervaginam. Dapat pula mneggunakan terapi tokolisis, jika pasien merasakan kontraksi
lebih dari sama dengan 4x/jam dan pemeriksaan serviks didapatkan sudah matang. Sebelum
terapi tokolisis dilakukan perhatikan adanya his (sebaiknya dengan tokografi), dalam keadaan
pasien berbaring miring dan diberikan minum, apabila kontraksi menghilang tidak perlu
dilakukan terapi tokolisis. Pengobatan tokolisis dimulai dengan pemberian infus dan
kemudian dilanjutkan dengan pemberian obat oral. Kontraindikasi pemberian obat beta
mimetic kepada pasien dengan penyakit jantung, edema paru, obat anti-prostaglandin
(indomethacin) harus diperhatikan penggunaan nya karena obat ini dapat menimbulkan
komplikasi pada janin seperti sindrom gawat nafas dan kelainan ginjal.

Obat beta mimetic


Nama genetic Nama dagang Dosis intravena/mnt Dosis oral mg/hari
Isoxuprine Duvadilan, Vasodilan 50-200 ug 4-8x10 mg
Salbutamol Ventolin 20-50 ug 2-4x4 mg
Terbutaline Bricasma 10-20 ug 3x5 mg
Hexoprenaline Ipradol 0,075-0,3 ug 8x0,5 mg

129
VI. Managemen persalinan
Informasi yang harus didapatkan ketika tindakan persalinan harus dilakukan
1. Berapa besar kemampuan klinik menjaga kehidupan bayi preterm atau berapa persen
yang akan hidup menurut berat dan usia gestasi
2. Bagaimana persalinan yang dapat dipakai, pervaginam atau seksio
3. Komplikasi apa yang akan timbul, contoh sindrom gawat nafas, pendarahan otak
4. Bagaimana pendapat pasien dan keluarganya mengenai konsekuensi perawatan bayi
preterm dan kemungkinan hidup atau cacat

130
PERLUKAAN AKIBAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN

I. Perlukaan pada Uterus

A. Robekan Uterus dalam Kehamilan


Faktor predisposisi:
1. Adanya luka parut pada uterus bekas seksio sesarea terdahulu.
2. Adanya luka parut pada uterus bekas miomektomi.
3. Adanya luka parut pada uterus bekas histerorafi.

B. Robekan Uterus dalam Persalinan


Faktor predisposisi:
1. Adanya luka parut pada uterus bekas seksio sesarea terdahulu.
2. Adanya luka parut pada uterus bekas miomektomi.
3. Adanya luka parut pada uterus bekas histerorafi.
4. Panggul sempit temtama panggul sempit absolut.
5. Kelainan letak: letak lintang, letak dahi, letak muka.
6. Kelainan pada janin berupa anak besar (BB anak > 4000 gram), (Hidrosepalus)
dan/atau Makrosomia.
7. Persalinan anjuran/induksi dan augmentasi persalinan dengan pemberian oxy'tocin drip.
8. Persalinan anjuran/ induksi persalinan dengan Misoprostol.
9. Ekspresi Kristeller (dorongan pada fundus uteri pada kala II) yang salah.
10. Persalinan buatan per vaginam dengan versi ekstraksi.
11. Persalinan buatan per vaginam dengan menggunakan forseps atau perforator.

II. Mekanisme Terjadinya Robekan


Bermacam-macam mekanisme terjadinya robekan uterus. Uterus dapat robek secara
spontan ataupun terjadi akibat ruda paksa (trauma; violent rupture). Tempat robekan dapat
terjadi pada korpus uteri atau segmen bawah rahim. Robekan uterus dalam ke hamilan terjadi
padabagian yang iemah pada dinding uterus, seperti pada iaringan parut baik bekas seksio
sesarea, miomektomi, maupun histerorafi.

Robekan spontan bisa pula terjadi pada utems yang utuh tanpa ada pamt bekas operasi.
Hal ini bisa terjadi karena dalam persalinan terutama padakala II segmen bawah uterus sangat
tipis dan teregang. Kondisi di atas akan bertambah parah bila janin mengalami kesulitan untuk
dapat melalui jalan lahir baik karena adanya kesempitan panggul maLrpun karena adanya
patologi pada janin seperti adanya kelainan letak, anak besar, atau patologi lain pada janin.

131
Robekan uterus akibat ruda paksa tiolent rupture) umumnya ter)adi pada persalinan buatan,
misalnya pada ekstraksi dengan cunam (Ekstraksi forseps) atau pada Versiekstraksi; begitu
pula bila dorongan Kristeller tidak dikerjakan sebagaimana mestinya. Di negara-negara
berkembang di manersalinan masih banyak ditolong oleh tenaga yang tidak terlatih (di
Indonesia disebut dukun beranak); ruptura uteri akibat ruda paksa tidak jarang terjadi akibat
dorongan pada fundus uteri yang dilakukan oleh dukun pada persalinan.

A. Robekan uterus yang terjadi ketika persalinan dapat didahului gejala ancaman robekan rahim
(Threatened Uterine Rupture) berupa:
1. Adanya lingkaran Bandl (lingkaran retraksi patologis) yang tampak berupa adanya
cekungan pada dinding abdomen di atas simfisis pubis.
2. Segmen bawah rahim tegang dan nyeri tekan.
3. Terdapat gawat janin atau BJA tak terdengar (anak mati).
4. Bila dilakukan kateterisasi urin hemoragis.

Bentuk ruptura uteri jenis ini terjadi padakala II persalinan; sebagai akibat anak
tidakdapat melalui jalan lahir karena adanya tahanan pada turunnya anak dalam jalan lahir;
yang bisa terjadi baik karena panggul sempit; karena adanya kelainan letak janin, maupun
karena anak besar (BB anak > 4000 gram).

B. Robekan dapat berlangsung mendadak tanpa didahului gejala-gejala ancaman robekan rahim.
Ini umumnya terjadi pada uterus yang sudah punya luka parut walaupun bisa juga terjadi pada
uterus yang utuh (pada induksi ataupun augmentasi persalinan) dan bisa terjadi baik pada kala
I ataupun pada kala II persalinan.

C. Secara anatomik robekan uterus dapat dibagi dalam dua jenis berikut ini.
1. Robekan komplet, yakni bila robekan mengenai baik endometriurn, miometrium, maupun
perimetrium, sehingga terdapat hubungan langsung antara rongga rahim dan rongga perut.
2. Robekan inkomplet, yakni robekan yang hanya mengenai endometrium dan miometrium,
tetapi perimetrium masih utuh.

D. Bila terjadi ante - atau intrapartum gejala - gejala dan tanda-tanda ruptura uteri komplet adalah
sebagai berikut.
1. Pasien tiba - tiba mengeluh merasa sakit yang menyayat. Pasien jatuh ke dalam syok,
tekanan darah tak terukur, nadi kecil dan cepat.
2. His hilang
3. Terdapat tanda-tanda akut abdomen: pada palpasi dinding perut nyeri dan keras (Defens
musculaire-French), pekak pindah dan pekak sisi positif.
4. Pada palpasi bagian-bagian janin teraba langsung di bawah dinding perut, serta teraba
massa tumor (uterus) di samping janin.

132
5. Pada auskultasi bunyi jantung anak tak terdengar.
6. Pada kateterisasi urin hemoragis.

E. Bila baru terdeteksi setelah anak lahir adalah sebagai berikut.


1. Terdapat tanda-tanda akut abdomen: dinding perut nyeri dan keras, pekak pindah dan pekak
sisi positif.
2. Pasien jatuh ke dalam syok, tekanan darah tak rerukur, nadi kecil dan cepat.
3. Pada kateterisasi urin hemoragis.
4. Pada pemeriksaan dalam (eksplorasi jalan lahir) terdapat robekan pada dinding uterus dan
tangan dalam dapat meraba permukaan uterus melalui robekan ini.

F. Gejala-gejala robekan uterus inkomplet umumnya lebih ringan, bahkan kadang- kadang tidak
terdeteksi sama sekali (Silent rupture) sehingga adanya ruptura uteri baru diketahui saat
dilakukan laparotomi atas indikasi akut abdomen. Bila terjadi ante- atau intrapartum gejala-
gejala ruptura uteri inkomplet yang klasik adalah sebagai berikut.
1. Pasien tiba-tiba mengeluh merasa sakit yang menyayat.
2. Pada palpasi dinding perut bagian bawah nyeri dan keras, bagian-bagian anak sulit
ditentukan.
3. Pasien jatuh ke dalam syok tekanan darah tak terukur, nadi kecil dan cepat.
4. Pada auskultasi bunyi jantung anak tak terdengar.
5. Pada kateterisasi urin hemoragis.

G. Bila terdeteksi setelah anak lahir adalah sebagai berikut:


1. Pasien tiba – tiba mengeluh merasa sakit.
2. Terdapat tanda - tanda akut abdomen: dinding perut bagian bawah nyeri.
3. Pasien jatuh ke dalam syok, tekanan darah tak terukur, nadi kecil dan cepat.
4. Pada kateterisasi urin hemoragis.
5. Pada pemeriksaan dalam (eksplorasi jalan lahir) terdapat robekan pada dinding uterus,
tetapi tangan dalam tidak dapat meralsa permukaan uterus melalui robekan ini karena
perimetrium masih utuh.

Kita harus curiga terhadap kemungkinan adanya ruptura uteri bila setelah anak lahir
penderita terlihat pucat dan syok, sedang perdarahan keluar tidak banyak. Untuk memastikan
hal ini, sebaiknya dilakukan eksplorasi jalan lahir, tangan masuk ke jalan lahir sampai ke
rongga uterus dan diperiksa apakah jalao lahir utuh atau tidak. Eksplorasi jalan lahir dianjurkan
pula sesudah selesai melakukan persalinan buatan per vaginam yang sulit, untuk mengetahui
sedini mungkin ada tidaknya robekan urerus.

133
III. Pengelolaan Ruptura Uteri
Perbaiki keadaan umum dan atasi syok dengan pemberian infus 2 jalur dan usahakan
transfusi darah dengan segera.

A. Laparotomi
Jenis operasi yang dilakukan selanjutnya tergantung pada keadaan umum pasien, tempat
robekan, dan luasnya robekan pada uterus, bisa dilakukan histerorafi atau hiserektomi supra
vaginal maupun histerektomi totalis. Tujuan utama operasi adalah menghentikan perdarahan.
Pada histerorafi robekan pada dinding uterus dijahit selanjutnya dilakukan tubektomi bilateral
(Sterilisasi Pomeroy). Pada histerektomi dilakukan pengangkatan uterus baik pengangkatan
sebagian dari uterus (supravaginal) maupun diangkat seluruhnya (histerektomi totalis) dengan
mempertahankan salah satu atau kedua ovariumnya.
B. Rujukan pada Pasien dengan Dugaan atau Diagnosis Pasti Ruptura Uteri:
1. Dilakukan bila tidak tersedia sarana ataupun tenaga yang memadai pada institusi kesehatan
yang pertama kali mengelola atau menerima pasien.
2. Dilakukan pertolongan pertama untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi syok
yang terjadi disertai pemberian oksigen yang optimal.
3. Penderita dirujuk dengan didampingi tenaga kesehatan dari institusi kesehatan yang
merujuk.
4. Bila sudah ada hot line dengan rumah sakit tujuan; rumah sakit tujuan diberi tahu tentang
kondisi pasien yang dirujuk agar mereka dapat mempersiapkan segala sesuatu yang
dibutuhkan lebih dulu.
5. Sebaiknya pasien dirujuk ke rumah sakit terdekat dan punya sarana perawatan intensif.

134
KETUBAN PECAH DINI • Tentukan adanya tanda infeksi
(demam>38 c, air ketuban keruh dan
bau)
I. PENGERTIAN
• Leukosit darah> 15.000/mm3
• Ketuban dinyakan pecah dini apabila
• Janin takikardi-> mungkin infeksi
terjadi sebelum proses persalinan
intrauterine.
berlangsung.
• Tentukan tanda persalinan, tentukan
• Ketuban pecah dini merupakan
adanya kontraksi yang teratur
masalah penting dalam obstetric dan
• Periksa dalam(speculum) hanya
berkaitan dengan penyulit kelahiran
apabila akan dilakukan penanganan
premature dan pemicu terjadinya
aktif (terminasi).
khorioamnionitis sampai sepsis, yang
meningkatkan morbiditas dan
mortalitas perinatal, dan IV. PENANGANAN KONSERVATIF
menyebabkan infeksi ibu. • Beri antibiotic (ampisilin 4x500 mg atau
• Ketuban pecah dini disebabkan karena eritromisin) dan metronidazole 2x500
berkurangnya kekuatan membrane mg selama 7 hari
atau meningkatnya tekanan intrauterin • Jika umur kehamilan< 32-34 minggu,
atau oleh keduanya. Berkurangnya dirawat selama air ketuban masih
kekuaran membrane bias disebabkan mengalir atau sampai air ketuban tidak
karena infeksi yang dapat berasal dari keluar lagi
vagina atau serviks. • Jika umur kehamilan 32-37 minggu,
• Penanganannya dengan belum in partu, tidak ada infeksi, tes
memperhatikan usia gestasi; adanya busa negative: deksametasone,
infeksi pada komplikasi ibu dan janin, observasi tanda infeksi, dan
dan adanya tanda-tanda persalinan. kesejahteraan janin. Terminasi pada
usia kehamilan 37 minggu.
II. FAKTOR RESIKO • Jika usia kehamian 32-37 minggu,
• Berkurangnya asam askorbat sebagai sudah inpartu, tidak ada tanda infeksi,
komponen kolagen berikan tokolitik(salbutamol),
• Kekurangan tembaga dan asam deksametason, dan induksi setelah 24
askorbat yang berakibat pertumbuhan jam
struktur abnormal karena antara lain • Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada
merokok. infeksi, beri antibiotic dan lakukan
induksi
III. DIAGNOSIS • Nilai tanda-tanda infeksi
• Tentukan pecahnya selaput ketuban, • Pada usia kehamilan 32-34 minggu,
dengan adanya cairan ketuban di berikan kortikosteroid untuk memacu
vagina. Jika tidak ada dapat dicoba kematangan paru janin, dan kalua
dengan menggerakan sedikit bagian sudah memungkinkan periksa kadar
terbawah janin atau meminta pasien lesitin dan spingomielin tiap minggu.
untuk mengejan. Penentuan cairan Dosis betametason 12 mg sehari dosis
ketuban dapat ditentukan dengan tunggal selama 2 hari, deksametason
menggunakan kertas lakmus merah IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
jadi biru.
• Tentukan usia kehamilah (USG)

135
V. PENANGANAN AKTIF
• Kehamilan > 37 minggu, induksi
dengan oksitosin, bila gagar seksio
sesarea. Dapat pula diberikan
misoprostol 50 mikrogram intravaginal
tiap 6 jam maksimal 4 kali.
• Bila ada tanda infeksi, berikan
antibiotic dosis tinggi dan persalinan
diakhiri bila skor pelvic < 5, lakukan
pematangan serviks lalu induksi. Jika
tidak berhasil, akhiri persalinan dengan
sesar; bila skor pelvic > 5, indusi
persalinan, partus pervaginam.

VI. KOMPLIKASI
• Persalinan premature: setelah ketuban
pecah, biasanya disusul oleh
persalinan. Periode laten tergantung
umur kehamilan. Pada kehamilan
aterm, 90% terjadi dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamian
antara 28-34 minggu, 50% persalinan
dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang
dari 26 minggu persalinan terjadi dalam
1 minggu.
• Infeksi: resiko infeksi meningkat pada
ibu dan anak. Pada ibu terjadi
korioamnionitis. Pada bayi terjadi
septicemia, pneumonia, omfalitis.
• Hipoksia dan Asfiksia: dengan
pecahnya ketuban, terjadi
oligohidroamnion (jumlah air ketuban
sedikit) yang menekan tali pusat hingga
terjadi hipoksia. Terdapat hubungan
antara terjadinya gawat janin dan
derajat oligohidroamnion, semakin
sedikit air ketuban, semakin janin
gawat.
• Sindrom deformitas janin: ketuban
pecah dini yang terlalu dini dapat
menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan
kompresi muka dan anggota badan
janin, serta hipoplasi pulmonar.

136
DISTOSIA

I. Definisi

Distosia bahu adalah suatu keadaann diperlukannya tambahan manuver obstetrik


dikarenakan tarikan biasa ke arah belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan bayi
dan merupakan kondisi kegawatdaruratan. Pada persalinan dengan presentasi kepala, setelah
kepala lahir bahu tidak dapat diterima dengan cara pertolongan biasa dan tidak diperoleh sebab
lain dari kesulitan tersebut. Insidensi distosia bahu sebesar 0,2 - 0,3% dari keseluruhan
persalinan vaginal presentasi kepala.

Pada persalinan normal, ketika kepala dilahirkan, maka bahu memasuki panggul dalam
posisi oblik. Bahu posterior memasuki panggul lebih dulu sebelum bahu anterior. Saat kepala
melakukan putaran paksi luar, bahu posterior berada di cekungan tulang sacrum atau di sekitar
spina iskhiadika, dan menyediakan ruang yang cukup bagi bahu anterior untuk memasuki panggul
melalui belakang tulang pubis atau berotasi dari formen obturator. Apabila bahu berada dalam
posisi antero-posterior ketika hendak memasuki pintu atas panggul, maka bahu posterior dapat
tertahan promontorium dan bahu anterior tertahan tulang pubis. Dalam keadaan seperti ini
kepala yang sudah dilahirkan tidak dapat melakukan putar paksi luar, dan tertahan akibat adanya
tarikan yang terjadi antara bahu posterior dengan kepala.

II. Manifestasi Klinis

Tanda klinis untuk mendiagnosa:

1. Turtle sign adalah kepala bayi tertarik kembali ke perineum ibu setelah keluar dari vagina.
2. Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan.
3. Kepala bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kecang
4. Dagu tertarik dan menekan perineum.
5. Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap tertahan di karnial simfisis
pubis.

137
III. Faktor Risiko

Antepartum Intrapartum

Riwayat distosia bahu sebelumnya Kala I persalinan memanjang


Usia ibu>35 tahun Secondary arrest
Makrosomia Kala II persalinan memanjang
Diabetes (melitus atau gestasional) Augmentasi oksitosin
IMT >30kg/m2 Persalinan pervaginam yang ditolong
dengan instrumen (forceps atau vakum)
Disporporsi sefalopelvik relatif
Induksi persalinan
Kehamilan post-term

IV. Penaganan Awal / Tatalaksana


Terdapat beberapa singkatan untuk mengingat prinsip ini, seperti BE CALM ataupun
HELPERR. Singkatan BE CALM berasal dari ACOG Optimizing Obstetric Protocols .
Breathe. Do not push
Elevate the legs into McRoberts position
Call for help
Apply suprapubic pressure (do not use fundal pressure)
enLarge the vaginal opening. Cut an episiotomy if more room is needed for maneuvers
Maneuvers deliver the posterior arm or perform rotational maneuvers
1. Langkah Pertama: Manuver McRobert

Posisi ibu dalam keadaan telentang, memfleksikan kedua paha sehingga lutut dekat
dengan dada, dan rotasikan kedua kaki kea rah luar (abduksi). Lakukan episiotomy yang cukup
lebar. Mintalah asisten menekan suprasimfisis kea rah posterior menggunakan pangkal
tangannya untuk menekan bahu anterior agar mau masuk di bawah simfisis. Sementara itu
lakukan tarikan pada kepala janin ke arah posterokaudal. Setelah bahu anterior dilahirkan
langkah selanjutnya sama dengan pertolongan persalinan presentasi kepala. Dapat mengatasi
distosia bahu derajat ringan sampai sedang.

2. Langkah Kedua: Manuver Rubin


- Pemeriksaan vagina
- adduksi bahu depan dengan menekan bagian belakang bahu (bahu didorong ke arah
dada)
- Pikirkan tindakan episiotomy
- Tidak boleh menekan fundus

138
3. Langkah ketiga: Melahirkan bahu posteriror, posisi merangkak, atau maneuver wood

Melahirkan bahu posterior dilakukan pertama kali dengan mengidentifikasi dulu posisi
punggung bayi. Masukkan tangan penolong yang berseberangan dengan punggung bayi
(punggung kanan berarti tangan kanan, punggung kiri berarti tangan kiri) ke Temukan bahu
posterior, telusuri lengan atas dan buatlah sendi siku menjadi fleksi (bisa dilakukan dengan
menekan fossa kubiti). Peganglah lengan bawah dan buatlah 2 mengusap ke arah dada bayi.
Langkah ini akan membuat bahu posterior lahir de memberikan ruang cukup bagi bahu anterior
masuk ke bawah simfisis. Dengan banr tekanan suprasimfisis ke arah posterior, lakukan tarikan
kepala ke arah posterokaudal dengan mantap untuk melahirkan bahu anterior.

Pada posisi telentang atau litotomi, sendi sakroiliaka menjadi terbatas mobilitasnya.
Pasien menopang tubuhnya dengan kedua tangan dan kedua lututnya. Pada manuver ini bahu
posterior dilahirkan terlebih dahulu dengan melakukan tarikan kepala. Berdasarkan hal itu,
memutar bahu akan mempcrmudah melahirkan Manuver Wood dilakukan dengan menggunakan
dua jari dari tangan yang berseberang-an dengan punggung bayi (punggung kanan berarti tangan
kanan, punggung kiri berarti cangan kiri) yang diletakkan di bagian depan bahu posterior. Bahu
posterior dirotasi 180 derajat. Dengan demikian, bahu posterior menjadi bahu anterior dan
berada di bawah arkus pubis, sedangkan bahu anterior memasuki pintu atas panggul dan
berubah menjadi bahu posterior. Dalam posisi seperti itu, bahu anterior akan dengan mudah
dapat dilahirkan. Setelah melakukan prosedur pertolongan distosia bahu, tindakan selanjutnya
adalah melakukan proses dekontaminasi dan pencegahan infeksi pascatindakan serta perawat-
an pascatindakan. Perawatan pascatindakan termasuk menuliskan laporan di lembar posisinya
catatan medik dan memberikan konseling pascatindakan.

V. Komplikasi

Ibu Fetus

Perdarahan post-partum Palsi pleksus brakialis


Laserasi derajat III-IV Kematian fetus
Pemisahan simfisis (akibat simfisiotomi), Hipoksia fetus, dengan atau tanpa kerusakan
dengan atau tanpa neuropati femoral transien neurologis
Fistula rekto-vaginal Fraktur klavikula dan humerus
Ruptur uterus

139
VI. Kesimpulan
Distosia bahu merupakan kondisi dimana tubuh bayi tidak lahir segera setelah kepala karena
terjadi impaksi bahu bayi terhadap inlet pelvis ibu. Faktor risiko meliputi faktor antepartum dan
intrapartum. Komplikasi dapat mengenai ibu dan bayi termasuk yang paling berat adalah
kematian perinatal seperti dalam kasus. Prinsip penanganan sesuai dengan pedoman distosia
bahu.

Sumber :

• Ilmu kebidanan (suwarno)


• KEHAMILAN ATERM DENGAN DISTOSIA BAHU (jurnal)

140
MALPRESENTASI DAN MALPOSISI

Malpresentasi adalah bagian terendah janin yang berada di segmen bawah rahim,
bukan belakang kepala. Malposisi adalah penunjuk (presenting part) tidak berada di
anterior. Secara epidemilogis pada kehamilan tunggal didapatkan presentasi kepala sebesar
96,8%, bokong 2,7%, letak lintang 0,3%, majemuk 0,1%, muka 0,05% dan dahi 0,01?%.
Persalinan normal dapat terjadi manakala terpenuhi keadaan-keadaan tertentu dari
faktor-faktor persalinan : jalan lahir (passage), janin (passanger), dan kekuatan (power).
Dalam keadaan normal, presentasi janin adalah belakang kepala dengan penunjuk ubun-
ubun kecil dalam posisi transversal (saat masuk pintu atas panggul), dan posisi anterior
(setelah melewati pintu tengah panggul).
Apabila janin dalam keadaan malpresentasi atau malposisi, maka dapat terjadi
persalinan yang lama atau bahkan macet. Malpresentasi adalah semua presentasi janin
selain presentasi belakang kepala. Malposisi adalah posisi abnormal ubun-ubun kecil
relative terhadap panggul ibu-ibu. Persalinan lama dalah persalinan kala I fase aktif dengan
kontraksi uterus regular selama lebih dari 12 jam.

PRESENTASI DAHI
Presentasi dahi terjadi apabila kepala janin dalam sikap ekstensi sedang. Pada
pemeriksaan dalam dapat diraba daerah sinsiput yang berada diantara ubun-ubun besar
dan pangkal hidung. Bila menetap, janin dengan presentasi ini tidak dapat dilahirkan oleh
karena bsarnya diameter oksipitomental yang harus melalui panggul.

Diagnosis presentasi dahi dapat ditegakkan apabila pada pemeriksaan vaginal dapat diraba
pangkal hidung, tepi atas orbita, sutura frontalis, dan ubun-ubun besar, tetapi tidak dapat
meraba dagu atau mulut janin. Apabila mulut dan dagu janin dapat teraba, maka
diagnosisnya adalah presentasi muka.

Mekanisme Persalinan. Pada umumnya presentasi dahi bersifat sementara untuk kemudian
dapat berubah menjadi presentasi belakang kepala, presentasi muka, atau tetap presentasi
dahi. Mekanisme persalinan pada presentasi dahi menyerupai mekanisme persalinan pada
presentasi muka. Saat lahir melalui pintu bawah panggul, kepala akan fleksi sehingga
lahirlah dahi, sinsiput, dan oksiput. Proses selanjutnya terjadi ekstensi sehingga lahirlah
wajah.
Penanganan. Sebagian besar presentasi dahi memerlukan pertolongan persalinan secara
bedah cesarean untuk menghindari manipulasi vaginal yang sangat meningkatkan mortalitas
perinatal. Pemberian simulasi oksitosin pada kontraksi uterus yang lemah harus dilakukan
dengan sangat hati-hati dan tidak boleh dilakukan bila tidak terjadi penurunan kepala atau
dicurigai adanya dispropporsi kepala-panggul. Jangan melahirkan menggunakan bantuan

141
ekstraksi vakum, forceps atau simpisiotomi karena hanya akan meningkatkan morbiditas
dan mortalitas.

PRESENTASI MUKA
Presentasi muka terjadi apabila sikap janin ekstensi maksimal sehingga oksiput
mendekat kearah punggung janin dan dagu menjadi bagian presentasinya.

Diagnosis presentasi muka ditegakkan apabila pada pemeriksaan vaginal dapat diraba
mulut, hidung, tepi orbita dan dagu. Pada palpasi abdomen kadang-kadang dapat diraba
tonjolan kepala janin di dekat punggung janin.

Mekanisme Persalinan presentasi muka serupa dengan persalinan presentasi belakang


kepala. Secara berurutan akan terjadi proses kepala mengalami penurunan (descent), rotasi
internal, fleksi, ekstensi, dan rotasi eksternal.
Penanganan. Posisi dagu di anterior adalah syarat yang harus dipenuhi apabila janin
presentasi muka hendak dilahirkan per-vaginal. Apabila tidak ada gawat janin dan persalinan
berlangsung dengan kecepatan normal, maka cukup dilakukan observasi terlebih dahulu
sehingga terjadi pembukaan lengkap. Apabila setelah pembukaan lengkap dagu berada di
anterior maka persalinan vaginal dilanjutkan seperti persalinan dengan presntasi belakang
kepala. Bedah sesar dilakukan apabila setelah pembukaan lengkap posisi dagu masih
posterior, didapatkan tanda-tanda disproporsi, atau indikasi obstetric lainnya.
Stimulasi oksitosin akhirnya diperkenankan pada posisi dagu anterior dan tidak ada
tanda-tanda disproporsi. Melakukan perubahan posisi dagu secara manual ke arah anterior
atau mengubah presentasi muka menjadi presentasi belakang kepala. Kepala sebaiknya
tidak dilakukan karena lebih banyak menimbulkan bahaya. Melahirkan bayi presentasi muka
menggunakan ekstraksi vakum tidak diperkenankan dilakukan. Pada janin yang meninggal,
kegagalan melahirkan pervaginal secara spontan dapat diatasi dengan bedah sesar.

PRESENTASI MAJEMUK
Presentasi majemuk adalah terjadinya prolaps satu atau lebih ekstremitas pada
presentasi kepala maupun bokong. Kepala memasuki panggul bersamaan dengan kaki atau
tangan. Presentasi majemuk juga dapat terjadi manakala bokong memasuki panggul
bersamaan dengan tangan. Dengan pengertian presentasi majemuk tidak termasuk
presentasi bokong-kaki, presentasi bahu atau prolaps tali pusat. Apabila bagian terendah
janin tidak menutupi dengan sempurna pintu atas panggul, maka presentasi majemuk dapat
terjadi.
Faktor yang meningkatkan presentasi majemuk adalah prematuritas, multiparitas, panggul
sempit, kehamilan ganda, atau pecahnya selaput ketuban denga bagian terendah janin yang
masih tinggi.

142
Diagnosis. Kemungkinan adanya presentasi majemuk dapat dipikirkan apabila terjadi
kelambatan kemajuan persalinan pada persalinan fase aktif, bagian terendah janin (kepala
atau bokong) tidak dapat masuk panggul terutama setelah terjadi pecah ketuban. Apabila
pada presentasi kepala teraba juga tangan atau kaki dan apabila presentasi bokong teraba
juga tangan atau lengan. Maka diagnosis presentasi majemuk dapat kita tegakkan.
Penanganan presentasi majemuk dimulai dengan menetapkan adanya prolaps tali pusat.
Adanya prolaps tali pusat menimbulkan keadaan emergensi bagi janin, dan penanganan
melakukan bedah sesar disetujukan untuk mengatasi akibat prolaps tali pusat tersebut
dariapada presentasi majemuk. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah presentasi janin,
ada tidaknya prolaps tali pusar, pembukaan serviks, keadaan selaput ketuban, kondisi dan
ukuran janin, serta ada tidaknya kehamilan kembar.
Apabila tidak ada prolaps tali pusar, maka dilakukan pengamatan kemajuan persalinan
dengan seksama. Pada kasus – kasus majemuk dengan kemajuan persalinan yang baik. Pada
fase aktif pembukaan serviks minimal 1 cm/jam atau pada kala 2 tejadi penurunan kepala.
Umumnya akan terjadi reposisi spontan. Setelah pembukaan lengkap, dengan semakin
turunnya kepala, maka ekstremitas dan prolaps akan tertinggal dan tidak memasuki
panggul. Selanjutnya pertolongan persalinan dilakukan sebagaimana biasanya ,
Pada keadaan terjadinya kemajuan persalinan lambat atau macet dilakukan upaya reposisi
ekstremitas dan prolaps. Tekanan ekstremitas yang prolaps oleh bagian terendah janin
(kepala / bokong) dilonggarkan dulu dengan cara membuat ibu dengan posisi (knee-chest
position). Dorongan ektremitas yang prolaps kearah cranial tahan hingga his yang akan
menekan kepala atau bokong memasuki panggul seiring dengan turunnya bagian terendah
janin, jari penolong dikeluarkan perlahan-lahan. Apabila tindakan reposisi tersebut gagal
maka dia akan dilakukan bedah sesar.

PRESENTASI BOKONG
Presentasi bokong adalah janin letak memanjang dengan terendahnya bokong-kaki
atau kombinasi keduanya. Sebelum umur kehamilan 28 minggu kejadian presentasi bokong
berkisar antara 25-30% dan sebagian besar akan berubah menjadi presentasi kepala pada
umur kehamilan 34 minggu. Penyebab terjadinya presentasi bokong tidak diketahui, tetapi
terdapat beberapa faktor resiko selain prematuritas, yaitu abnormalitas structural uterus,
polihidramnion, plasenta previa, multiparitas, mioma uteri, kehamilan multiple, anomaly
janin dan riwayat presentasi bokng sebelumnya.
Presentasi bokong dapat diketahui melalui pemeriksaan palpasi abdomen. Manuver
Leopold perlu dilakukan pada setiap kunjungan perawatan antenatal bila umur kehamilan
kuranglebih 34 minggu. Varian presentasi kaki adalah presentasi bokong inkomplit, kaki
komplit, kaki inkomplit, dan lutut.

Mekanisme Persalinan. Kepala adalah bagian janin yang terbesar dan kurang elastic. Pada
presentasi kepala apabila kepala dapat dilahirkan, maka bagian janin relative mudah
dilahirkan. Bokong akan memasuki panggul dengan diameter bitrokanter dalam posisi oblik.

143
Pinggul janin bagian depan mengalami penurunan lebih cepat dibanding pinggul
belakangnya. Dengan demikian panggul depan akan mencapai pintu tengah panggul terlebih
dahulu. Penurunan bokong berlangsung terus setelah terjadinya putaran paksi dalam.
Perineum akan meregang, vulva membuka, dan pinggul depan akan lahir terlebih dahulu.
Pada saat itu, tubuh janin mengalami putaran paksi dalam dan penurunan, sehingga
mendorong pinggul bagian bawah menekan perineum. Dengan demikian, lahirlah bokong
dengan posisi diameter bitrokanter dari anteroposterior menjadi transversal.
Persalinan pada Presentasi Bokong
· Persalinan vaginal pada presentasi bokong
· Menetukan cara persalinan
· Melahirkan bayi presentasi bokong

Prosedur Melahirkan Bokong dan Kaki :


1. Biarkan persalinan berlangsung dengan sendirinya hingga bokong tampak di vulva.
2. Pastikan bahwa pembukan sudah benar-benar lengkap sebelum memperkenankan ibu
mngejan.
3. Perhatikan hingga bokong membuka vulva.
4. Lakukan episiotomy bila perlu. Gunakan anestesi lokal sebelumnya.
5. Biarkan bokong lahir, bila tali pusat sudah tampak kendorkan. Perhatikan hingga tampak
tulang belikat (scapula) janin mulai tampak di vulva.
6. Dengan lembut peganglah bokong dengan cara kedua ibu jari penolong sejajar sumbu
panggul, sedangkan jari-jari yang lain memgang belakang pinggul janin.
7. Tanpa melakukan tarikan, angkatlah kaki, bokong dan badan janin dengan kedua tangan
penolong disesuaikan dengan sumbu panggul ibu (melengkung ventrokranial ke arah perut
ibu) sehingga berturut-turut lahir perut, dada, bahu dan lengan, dagu, mulut, dan seluruh
kepala.
8. Tentukan posisi lengan janin dengan cara merabanya di depan dada, di atas kepala, atau
di belakang leher.
9. Selanjutnya lakukan langkah melahirkan lengan dan kepala spontan.

Prosedur Melahirkan Lengan di Depan Dada


1. Biarkan bahu dan lengan anterior lahir sendirinya dengan cara bokong ditarik ke arah
berlawanan (posterior). Bila tidak bisa lahir spontan, keluarkan lengan dengan cara
mengusap lengan atas janin menggunakan 2 jari penolong berfungsi sebagai bidai. Awas:
perhatikan cara melakukan yang benar untuk menghindari fraktur lengan atas.
2. Angkatlah bokong janin ke arah perut ibu untuk melahirkan bahu dan lengan posterior.
Teknik yang serupa dengan melahirkan bahu dan lengan anterior dapat dipakai bila bahu
dan lengan posterior tidak dapat lahir secara spontan. Apabila kesulitan dalam melahirkan
bahu dan lengan anterior, maka dilahirkan dahulu bahu dan lengan posteriornya.

144
Prosedur Melahirkan Lengan di Atas Kepala atau di Belakang Leher (Manuver Lovset)
1. Pegang janin pada pinggulnya (perhatikan cara pegang yang benar).
2. Putarkan badan bayi setengah lingkaran dengan arah putaran mengupayakan punggung
yang berada di atas (anterior).
3. Sambil melakukan gerakan memutar, lakukan traksi kebawah sehingga lengan posterior
berubah menjadi anterior, dan melahirkannya dengan menggunakan dua jari penolong di
lengan atas bayi.
4. Putar kembali badan janin kearah berlawanan (punggung tetap berada diatas) sambil
melakukan traksi ke arah bawah. Dengan demikian, lengan yang awalnya adalah anterior
kembali lagi ke posisi anterior untuk dilahirkan dengan cara yang sama.

Prosedur Melahirkan Kepala (Manuver Mauriceau-Smellie-Veit)


Pastikan tidak ada lilitan tali pusat di leher janin. Kalau ada, tali pusat dipotong dulu di dekat
pusar janin.
1. Janin dalam posisi telungkup menghadap ke bawah, letakkan tubuhnya di tangan dan
lengan penolong sehingga kaki janin berada di kiri kanan tangan tersebut (atau bila janin
belum dalam posisi telungkup, gunakan tangan yang menghadap wajah janin).
2. Tempatkan jari telunjuk dan jari manis di tulang pipi janin.
3. Gunakan tangan yang lain untuk memegang bahu dari arah punggung dan dipergunakan
untuk malakukan traksi.
4. Buatlah kepala fleksi dengan cara menekan tulang pipi ke arah dadanya.
5. Bila belum terjadi paksi dalam, penolong melakukan gerakan putar paksi dengan tetap
menjaga kepala tatap fleksi dan traksi pad abahu mengikuti arah sumbu panggul.
6. Bila sudah terjadi putar paksi dalam, lakukan traksi ke bawah dengan suprasimpisis.
7. Setelah suboksiput lahir di bawah simpisis, badan janin sedikit demi sedikit dielevasi ke
atas (ke arah perut ibu) dengan suboksiput sebagai hipimoklion. Berturut-turut akan lahir
dagu, mulut, dan seluruh kepala

145
PERSALINAN LAMA
Gambar 41-1 memperlihatkan bahwa,
Persalinan lama, disebut juga "distosia",
gambar uterus yang besar di sebelah kiri
didefinisikan sebagai persalinan yang
menunjukkan
abnormal/sulit. Sebab-sebabnya dapat dibagi
4 tempat di mana dipasang mikrobalon untuk
dalam 3 golongan berikut ini :
mengukur atau mencatat tekanan dalam
o Kelainan tenaga (kelainan his). His yang tidak
miometrium. Pada deretan gambar uterus di
normal dalam kekuaran arau sifatnya
atas dapat dilihat bagaimana kontraksi mulai,
menyebabkan kerintangan pada jalan lahir
menyebar, dan menjadi kuat dan akhirnya
yarrglazim terdapat pada setiap persalinan,
mengurang dan menghilang. Fase kontraksi
tidak dapat diatasi sehingga persalinan
digambarkan dengan garis tebal, sedangkan
mengalami hambatan arau kemaceran.
garis relaksasi dengan garis lebih tipis.
o Kelainan janin. Persalinan dapat mengalami
Bandingkan gambar his normal dan bila ada
ganBguan atau kemaceran karena kelainan
kelainan dalam his.
dalam letak atau dalam bentuk janin.
o Kelainan jalan lahir. Kelainan dalam ukuran
Jenis-jenis kelainan His
atau bentuk jalan lahir bisa menghalangi
kemajuan persalinan atau menyebabkan
1. Inersia Uteri
kemacetan.
Di sini his bersifat biasa dalam arti bahwa
fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dahulu
daripada bagian-bagian lain, peranan fundus
tetap menonjol. Kelainannya terletak dalam hal
kontraksi uterus lebih aman, singkat, dan jarang
daripada biasa. Keadaan umum penderita
biasanya baik dan rasa nyeri tidak seberapa.
Selama ketuban masih utuh umumnya tidak
berbahaya, baik bagi ibu maupun janin, kecuaii
persalinan berlangsung terlalu lama dalam hal
terakhir ini morbiditas ibu dan mortalitas janin
baik. Keadaan ini dinamakan inersia uteri
primer atau Hypotonic Uterine contraction.
Kalau timbul seteiah berlangsung his kuat untuk
waktu yang lama, dan hal itu dinamakan inersia
uteri sekunder.

146
2. His Terlampau Kuat lebih keras dan lama bagi ibu dapat pula
His terlampau kuat atau disebut juga menyebabkan hipoksia pada janin. His jenis ini
Hypertonic uterine reduction. His yang terlalu juga disebut sebagai incoordinated Hypertonic
kuat dan terlalu efisien menyebabkan uterine contraction. Kadang-kadang pada
persalinan selesai dalam waktu yang sangat persalinan lama dengan ketuban yang sudah
singkat. Partus yang sudah selesai kurang dari 3 lama pecah, kelainan his ini menyebabkan
jam dinamakan parrus presipiratus yang spasmus sirkuler setempat, sehingga terjadi
ditandai oleh sifat his yang normal, tonus otot penyempitan kal'um uteri pada tempat itu. Ini
di luar his juga biasa, keiainannya terletak pada dinamakan lingkaran kontraksi atau lingkaran
kekuatan his. Bahaya panus presipitatus bagi konstriksi. Lingkaran konstriksi tidak dapat
ibu ialah terjadinya perlukaan luas pada jaian diketahui dengan pemeriksaan dalam, kecuali
lahir, khususnya vagina dan perineum. Bayi bisa kalau pembukaan sudah lengkap, sehingga
mengalami perdarahan dalam tengkorak tangan dapat dimasukkan ke dalam kavum
karena bagian tersebut mengalami tekanan uteri. Oleh sebab itu, jika pembukaan belum
kuat dalam waktu yang singkat. Batas antara lengkap, biasanya tidak mungkin mengenal
bagian atas dan segmen bawah rahim atau kelainan ini dengan pasti. Ada kalanya
lingkaran retraksi menjadi sangat jelas dan persalinan tidak maju karena kelainan pada
meninggi. Dalam keadaan demikian lingkaran serviks yang dinamakan distosia servikalis.
ini dinamakan lingkaran retraksi patologik atau Kelainan ini bisa primer atau sekunder. Distosia
lingkaran Bandl. Ligamenta rotunda menjadi servikalis dinamakan primer kalau serviks tidak
regang serta lebih jelas teraba, penderita membuka karena tidak mengadakan relaksasi
merasa nyeri tems-menerus dan menjadi berhubung dengan incoordinate uterine
gelisah. Akhirnya, apabila action.
tidak diberi pertolongan, regangan segmen Penderita biasanya seorang
bawah utems melampaui kekuatan jaringan primigravida. Kala I menjadi lama, dan dapat
sehingga dapat menyebabkan terjadinya diraba jelas pinggir serviks yang kaku. Kalau
ruptura uteri. keadaan ini dibiarkan, maka tekanan kepala
terus menerus dapat menyebabkan nekrosis
3. Incoordinate Uterine Action jaringan serviks dan dapat mengakibatkan
Di sini sifat his berubah. Tonus otot uterus lepasnya bagian tengah serviks secara sirkuler.
meningkat, juga di luar his, dan kontraksinya Distosia servikalis sekunder disebabkan oleh
tidak berlangsung seperti biasa karena tidak kelainan organik pada serviks, misalnya karena
ada sinkronisasi kontraksi bagian-bagiannya. jaringan parut atau karena karsinoma. Dengan
Tidak adanya koordinasi antara kontraksi his kuat serviks bisa robek dan robekan ini
bagian atas, tengah, dan bawah menyebabkan dapat menjalar ke bagian bawah uterus.
his tidak efisien dalam mengadakan
pembukaan. Di samping itu, tonus otot uterus Etiologi
yang menaik menyebabkan rasa nyeri yang

147
Kelainan his terutama ditemukan pada dalam mengandung bahaya infeksi. Apabila
primigravida, khususnya primigravida tua. Pada persalinan berlangsung 24 jam tanpa kemajuan
multipara lebih banyak ditemukan kelainan yang berarti, perlu diadakan penilaian yang
yang bersifat inersia uteri. Faktor herediter saksama tentang keadaan. Selain penilaian
mungkin memegang peranan pula dalam keadaan umum, perlu ditetapkan apakah
kelainan his. Sampai seberapa jauh faktor persalinan benar-benar sudah mulai atau masih
emosi (ketakutan dan lain-Iain) mempengamhi dalam tingkat false labour, apakah ada inersia
kelainan his, khususnya inersia uteri apabila uteri atau incoordinate uterine action dan
bagian bawah janin tidak berhubungan rapat apakah tidak ada disproporsi sefalopelvik walau
dengan segmen bawah uterus seperti pada ringan. Untuk menetapkan hal yang terakhir ini,
kelainan letak janin atau pada disproporsi jika perlu dilakukan pelvimetri roentgenologik
sefalopelvik. Peregangan Rahim yang atau Magnetic Resonance Imaging (MRI).
berlebihan pada kehamilan ganda ataupun Apabila serviks sudah terbuka untuk sedikit-
hidramnion juga dapat merupakan penyebab sedikitnya 3
inersia uteri yang murni. cm, dapat diambil kesimpulan bahwa
persalinan sudah mulai.
PENANGANAN Dalam menentukan sikap lebih lanjut
Dalam menghadapi persalinan lama perlu diketahui apakah ketuban sudah atau
oleh sebab apa pun, keadaan ibu harus diawasi belum pecah. Apabila ketuban sudah pecah,
dengan saksama. Tekanan darah diukur tiap maka keputusan untuk menyelesaikan
empat jam, bahkan pemeriksaan ini perlu persalinan tidak boieh ditunda terlalu lama
dilakukan lebih sering apabila ada gejala berhubung dengan bahaya infeksi. Sebaiknya
preeklampsia. Denyut jantung janin dicatat dalam 24 jam setelah ketuban pecah sudah
setiap setengah jam dalam kala I dan lebih dapat diambil keputusan apakah perlu
sering dalam kala II. Kemungkinan dehidrasi dilakukan seksio sesarea dalam waktu singkat
dan asidosis harus mendapat perhatian atau persalinan dapat dibiarkan berlangsung
sepenuhnya. Karena ada persalinan lama selalu terus.
ada kemungkinan untuk melakukan tindakan
pembedahan dengan narkosis, hendaknya ibu A. Inersia Uteri
jangan diberi makan biasa melainkan dalam Setelah diagnosis inersia uteri ditetapkan,
bentuk cairan. Sebaiknya diberikan infus harus diperiksa keadaan serviks, presentasi
larutan glukosa 5 % dan larutan NaCl isotonik serta posisi janin, turunnya kepala janin dalam
secara intravena berganti-ganti. Untuk panggul, dan keadaan panggul. Kemudian harus
mengurangi rasa nyeri dapat diberikan petidin disusun rencana menghadapi persalinan yang
50 mg yang dapat diulangi; pada permulaan lamban ini. Apabila ada disproporsi sefalopelvik
kala I dapat diberikan 10 mg morfin. yang berarti, sebaiknya diambil keputusan
Pemeriksaan dalam perlu dilakukan, tetapi untuk melakukan seksio sesarea. Apabila tidak
harus selalu disadari bahwa setiap pemeriksaan ada disproporsi atau ada disproporsi ringan

148
dapat diambil sikap lain. Keadaan umum grande multipara dan kepada penderita yang
penderita sementara itu diperbaiki dan pernah mengalami seksio sesarea atau
kandung kencing serta rektum dikosongkan. miomektomi, karena memudahkan terjadinya
Apabila kepala atau bokong janin sudah masuk ruprura uteri. Pada penderita dengan partus
ke dalam panggul, lama dan gejala-gejala dehidrasi dan asidosis, di
penderita disuruh berjalan-jalan. Tindakan samping pemberian oksitosin dengan jalan
sederhana ini kadang-kadang menyebabkan his infus intravena gejala-gejala tersebut perlu
menjadi kuat dan selanjutnya persalinan diatasi.
berjalan lancar. Pada waktu pemeriksaan dalam
ketuban boleh dipecahkan. Memang sesudah
tindakan ini persalinan tidak boleh berlangsung B. His Terlalu Kuat
terlalu lama. Namun, tindakan tersebut dapat Pada partus presipitatus tidak banyak
dibenarkan karena dapat merangsang his yang dapat dilakukan karena biasanya bayi
sehingga mempercepat jalannya persalinan. sudah lahir tanpa ada seorang yang
Kalau diobati dengan sitosin, 5 satuan oksitosin menolong. Kalau seorang ibu pernah
dimasukkan dalam larutan glukosa 5% dan mengalamipartus presipitatus,
diberikan secara infus intravena dengan kemungkinan kejadian ini akan berulang
kecepatan kira-kira 12 tetes per menit dan pada persalinan berikutnya. OIeh karena
perlahan-lahan dapat dinaikkan sampai kira- itu, sebaiknya ibu tersebut dirawat sebelum
kira 50 tetes, bergantung pada hasilnya. Kalau persalinan, sehingga pengawasan dapat
50 tetes tidak memberikan hasil yang dilakukan dengan baik. Pada persalinan
diharapkan, maka tidak banyak gunanya keadaan diawasi dengan cermat dan
memberikan oksitosin dalam dosis yang lebih episiotomi dilakukan pada waktu yang tepat
tinggi. Bila infus oksitosin diberikan, penderita untuk menghindari terjadinya rupture
harus diawasi dengan ketat dan tidak boleh perinei tingkat ke-3. Bilamana his kuat dan
ditinggalkan. Kekuatan dan kecepatan his dan ada rintangan yang menghalangi lahirnya
keadaan denyut jantung janin harus janin, dapat timbul lingkaran retraksi
diperhatikan dengan teliti. Infus harus patologik, yang merupakan tanda bahaya
diberhentikan apabila kontraksi uterus akan terjadi ruptura uteri. Dalam keadaan
berlangsung lebih dari 60 detik atau kalau demikian janin harus dilahirkan dengan cara
denl'ut janung janin menjadi cepat atau yangmemberikan trauma minimal bagi ibu
menjadi lambat. dan anak.
Menghentikan infus umumnya akan C. Incoordinate Uterine Action
segera memperbaiki keadaan. Sangat Kelainan ini hanya dapat diobati secara
berbahaya memberikan oksitosin pada panggul simptomatis karena belum ada obat yang
sempit dan pada adanya regangan segmen dapat memperbaiki koordinasi fungsional
bawah uterus. Demikian pula oksitosin jangan antara bagian-bagian uterus. Usaha yang
diberikan pada dapat dilakukan ialah mengurangi tonus

149
otot dan mengurangi ketakutan penderita. sedasi dan anestesia regional. Tahap
Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian pembukaan/dilatasi (dilatational division),
analgetika, seperti morfin dan petidin. Akan saat pembukaan berlangsung paling cepat,
tetapi, persalinan tidak boleh berlangsung tidak dipengaruhi oleh sedasi atau anestesia
berlarut-larut apalagi kalau ketuban sudah regjonal. Tahap Panggul (pelvic division)
pecah. Dalam hal ini pada pembukaan berawal dari fase deselerasi pembukaan
belum lengkap, perlu dipenimbangkan serviks. Mekanisme klasik persalinan yang
seksio sesarea. Lingkaran konstriksi dalam melibatkan gerakan-gerakan pokok janin
kala I biasanya tidak diketahui, kecuali kalau pada presentasi kepala, masuknya janin ke
lingkaran ini terdapat di bawah kepala janin panggul (engagement), fleksi, Penurunan
sehingga dapar diraba melalui kanalis rotasi internal (putaran
servikalis.Jika diagnosis lingkaran konstriksi paksi dalam), ekstensi, dan rotasi eksternal
dalam kala I dapat dibuat, persalinan harus (putaran paksi luar) terutama berlangsung
diselesaikan dengan seksio sesarea. selama tahap panggul.
Biasanya lingkaran konstriksi dalam kala II
baru diketahui setelah usaha melahirkan
dengan cunam gagal. Dengan tangan yang
dimasukkan ke dalam kavum uteri untuk
mencari sebab kegagalan cunam, lingkaran
konstriksi mungkin dapat diraba. Dengan
narkosis dalam, Iingkaran tersebut kadang-
kadang dapat dihilangkan dan janin dapat
dilahirkan dengan cunam. Apabila tindakan
gagal dan janin masih hidup,terpaksa
dilakukan seksio sesarea.

Kelainan Kala Satu Pola pembukaan serviks selama tahap


persiapan dan pembukaan persalinan
normal adalah kurva sigmoid. Dua fase
1. Fase Laten Memanjang
pembukaan serviks adalah fase laten yang
Friedman mengembangkan konsep tiga
sesuai dengan tahap persiapan dan fase
tahap fungsional pada persalinan untuk
aktif yang sesuai dengan tahap
menjelaskan tujuan-tujuan fisiologis
pembukaan. Friedman membagi lagi fase
persalinan. Walaupun pada tahap
aktif menjadi fase akselerasi, fase lereng
persiapan (preparatory division) hanya
(kecuraman) maksimum, dan fase
terjadi sedikit pembukaan serviks, cukup
deseleras
banyak perubahan yang berlangsung di
komponen jaringan ikat serviks. Tahap
persalinan ini mungkin peka terhadap

150
fase aktif pada nulipara adalah 4,9 jam.
Deviasi standar 3,4 jam cukup lebar. Dengan
Friedman dan Sachtleben
demikian, fase aktif dilaporkan memiliki
mendefinisikan fase laten berkepanjangan
maksimum statistik sebesar 11.,7 jam
apabila lama fase ini lebih dari 20 jam pada
(rerata +2 SD) dengan durasi yang cukup
nulipara dan 1,4 jam pada ibu multipara.
bervariasi. Memang, kecepatan pembukaan
Kedua patokan ini adalah persentil ke-95.
serviks berkisar antara 1,2 sampai 6,8
Dalam laporan sebelumnya, Friedman
cm/jam. Dengan demikian, apabila
menyajikan data mengenai durasi fase
kecepatan pembukaan yang dianggap
laten pada nulipara. Durasi raa-rataiya
normal untuk persalinan pada nulipara
adalah 8,6 1am (+2 SD 20,6jam) dan
adalah 1,2 cm/jam, maka kecepatan normal
rentangnya dari 1 sampai 44 jam. Dengan
minimum 1,5cm/jam.
demikian, lama fase laten sebesar 20 jam
Kriteria saat ini yang diajukan oleh
pada ibu nulipara dan 14 jam pada ibu
American College of Obstetricians and
multipara mencerminkan nilai maksimun
Gynecologists untuk diagnosis partus lama
secara statistik.
dan partus macet diperlihatkan dalam
tabel di bawah ini.
2. Fase Aktif Memanjang
Kemajuan persalinan pada ibu nullipara
memiliki makna khusus karena kurva-kurva
memperlihatkan perubahan cepat dalam
kecuraman pembukaan serviks antara 3 - 4
cm. Dalam hai ini, fase 'aktif' persalinan,
dari segi kecepatan pembukaan serviks
tertinggi, secara konsistensi berawal saat
serviks mengalami pembukaan 3 sampai 4
cm. Kemiripan yang luar biasa ini digunakan
untuk menentukan fase aktif dan memberi
petunjuk bagi penatalaksanaan. Dengan
demikian, pembukaan serviks 3 - 4 cm atau
lebih, disertai adanya kontraksi uterus,
dapat secara meyakinkan digunakan
sebagai baras awal persalinan aktif.
Demikian pula, kurva-kurva ini
memungkinkan para dokter mengajukan
pertanyaan, karena awal persalinan dapat
secara meyakinkan didiagnosis secara pasti,
berapa lama fase aktif harus berlangsung.
Menurut Friedman, rerata durasi persalinan

151
berkaitan dengan penurunan kepala janin yang
lebih tinggi diatas bidang tengah panggul
(station 0). Tidak masuknya kepala janin saat
Hauth dkk. melaporkan bahwa agar permulaan persalinan, walaupun secara
induksi atau akselerasi persalinan dengan statistik merupakan faktor resiko distosia,
oksitosin efektif, 90 persen ibu mencapai seyogyanya tidak dianggap pasti
200 sampai 250 satuan Montevideo, dan 40 mengisyaratkan adanya disproporsi sealopelfik.
persen mencapai paling sedikit 300 satuan Hal ini utama untuk ibu multipara karena
Montevideo. Hasil-hasil ini mengisyaratkan penurunan kepala janin saat persalinan
bahwa terdapat batas-batas minimal biasanya terjadi relatif belakangan.
tertentu pada aktivitas utems yang harus
Kelainan Kala Kedua
dicapai sebelum dilakukan seksio sesarea
atas indikasi distosia. Oleh karena itu, Kala kedua Memanjang
American College of Obstetricians and
Tahap dimana pembukaan serviks
Gynecologists menyarankan bahwa sebelum
lengkap dan berakhir keluarnya janin. Median
ditegakkan diagnosis kemacetan pada
durasinya 50 menit untuk nulipara dan 20
persalinan kala satu, kedua kriteria ini harus
menit unutk multipara, tetapi umumnya
dipenuhi.
bervariasi. Pada ibu dengan paritas tinggi yang
1. Fase laten telah selesai, dengan serviks
vagina dan perineumnya sudah melebar, dua
membuka 4 cm atau lebih.
atau tiga kali usaha mengejan setelah
2. Sudah terjadi pola kontraksi uterus
pembukaan lengkap mungkin cukup untuk
sebesar 200 satuan Montevideo atau lebih
mengeluarkan janin. Sebaliknya, pada seorang
dalam periode 10 menit selama 2 jam anpa
ibu dengan panggul sempit atau janin besar,
perubahan pada serviks.
atau dengan kelainan gaya ekspulsif akibat
Penurunan kepala janin pada persalinan aktif anesthesia regional atau sedasi yang berat,
maka kala dua dapat sangat memanjang.
Penurunan kepala janin smpai spina ischiadika Killpatrick dan Laros melaporkan bahwa rata-
panggul ibu (station 0) disebut engagement. rata persalinan kala II, sebelum pengeluaran
Friedman dan Sachtleben melaporkan janin spontan, memanjang sekitar 25 menit
keterkaitan yang bermakna antara station oleh anestesia regional. Seperti telah
(penurunan) yang tinggi saat awitan peralinan disebutkan, tahap panggul atau penurunan
dengan distosia pada tahap selanjutnya. janin pada persalinan umumnya berlangsung
Mereka melaporkan bahwa semakin tinggi setelah pembukaan lengkap. Selain itu, kala II
station saat awal persalinan dimulai pda melibatkan banyak gerakan pokok yang penting
nulipara, semakin lama persalinan. Handa dan agar janin dapat melewati jalan lahir. Selama ini
laros juga melaporkan bahwa penurunan janin terdapat aturan-aturan yang membatasi durasi
pada persalinan macet merupakan penyebab kala II. Kala II persalinan pada nulipara dibatasi
distosia. Prognosis untuk distosia tidak 2 jam dan diperpanjang sampai 3 Jam apabila

152
digunakan analgesia regional. Untuk multipara lahir secara spontan melalui vagina. Sedasi
satu jam adalah batasnya diperpanjang menjadı berat atau anestesia regional-epidural lumbal,
2 jam pada penggunaan analgesia regional. kaudal, atau intratekal- kemungkinan besar
mengurangi dorongan refleks untuk mengejan,
Pemahaman kita tentang durasi normal
dan pada saat yang sama mungkin mengurangi
persalinan manusia mungkin tersamar oleh
kemampuan pasien mengontraksikan otot-otot
banyaknya variabel klinis yang mempengaruhi
abdomen. Pada beberapa kasus, keinginan
pimpinan persalinan. Kilpatrick dan Laros
alami untuk mengejan dikalahkan oleh
melaporkan bahwa rata-rata lama persalinan
menghebatnya nyeri yang timbul akibat
kala I dan kala II adalah sekitar 9 jam pada
mengejan.
nulipara tanpa analgesia regional, dan bahwa
batas atas persentil 95 adalah 18,5 jam. Waktu Pemilihan jenis analgesia yang cermat
yang serupa untuk ibu multipara adalah sekitar dan waktu pemberiannya sangat penting untuk
6 jam dengan persentil 95 adalah 13.5 jam. menghindari gangguan upaya ekspulsif
Mereka mendefinisikan awitan persalinan voluntar. Dengan sedikit pengecualian,
sebagai waktu saat ibu mengalami kontraksi analgesia atau anestesia umum jangan
teratur yang nyeri setiap 3 sampai 5 menit diberikan sampai semua kondisi untuk
menyebabkan pembukaan serviks. pelahiran dengan forseps pintu bawah panggul
(outlet forceps) yang aman telah terpenuhi.
Setelah pembukaan lengkap, sebagian
Pada analgesia epidural kontinu, efek paralitik
besar ibu tidak dapat menahan keinginan untuk
mungkin perlu dibiarkan menghilangkan sendiri
"mengejan" atau "mendorong" setiap kali
sehingga yang bersangkutan dapat
uterus berkontraksi. Biasanya, mereka menarik
menghasilkan tekanan intraabdomen yang
napas dalam, menutup glotisnya, dan
cukup kuat untuk menggerakkan kepala janin
melakukan kontraksi otot abdomen secara
ke posisi yang sesuai untuk pelahiran dengan
berulang dengan kuat untuk menimbulkan
forseps pintu bawah panggul. Pilihan lain,
peningkatan tekanan intraabdomen sepanjang
pelahiran dengan forseps tengah yang mungkin
kontraksi. Kombinasi gaya yang ditimbulkan
sulit atau seksio sesarea, merupakan pilihan
oleh kontraksi uterus dan otot abdomen akan
yang kurang memuaskan apabila tidak terdapat
mendorong janin ke bawah. Menuntun ibu
tanda-tanda gawat janin.
yang bersangkutan untuk mengejan yang kuat,
atau membiarkan mereka mengikuti keinginan Bagi ibu yang kurang dapat mengejan
mereka sendiri untuk mengejan, dilaporkan dengan benar setiap kontraksi karena nyeri
tidak memberi manfaat. hebat, analgesia mungkin akan memberi
banyak manfaat. Mungkin pilihan paling aman
Penyebab Kurang Adekuatnya Gaya Ekspulsif
untuk janin dan ibunya adalah nitrose oksida,
Kekuatan gaya yang dihasilkan oleh yang dicampur dengan volume yang sama
kontraksi otot abdomen dapat terganggu dengan oksigen dan diberikan saat setiap kali
secara bermakna sehingga bayi tidak dapat kontraksi. Pada saat yang sama dorongan dan

153
instruksi yang sesuai kemungkinan besar simfisis dan umbilikus. Apabila dijumpai
memberi manfaat. keadaan ini, dündikasikan persalinan
perabdominam segera.
Dampak Persalinan Lama pada Ibu-Janin
Cincin Retraksi Patologis
Persalinan lama dapat menimbulkan
konsekuensi serius bagi salah satu atau Walaupun sangat jarang, dapat timbul
keduanya sekaligus. konstriksi atau cincin lokal uterus pada
persalinan yang berkepanjangan. Tipe yang
Infeksi Intrapartum
paling sering adalah cincin retraksi patologi
Infeksi adalah bahaya yang serius yang Bandl, yaitu pembentukan cincin retraksi
mengancam ibu dan janinnya pada partus lama, normal yang berlebihan. Cincin ini sering timbul
terutama bila disertai pecahnya ketuban. akibat persalinan yang terhambat, disertai
Bakteri di dalam cairan amnion menembus peregangan dan penipisan berlebihan segmen
amnion dan menginvasi desidua serta bawah uterus. Pada situasi semacam ini cincin
pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia dapat terlihat jelas sebagai suatu indentasi
dan sepsis pada ibu dan janin. Pneumonia pada abdomen dan menandakan ancaman akan
janin, akibat aspirasi cairan amnion yang rupturnya segmen bawah uterus. Konstriksi
terinfeksi, adalah konsekuensi serius lainnya. uterus lokal jarang dijumpai saat ini karena
Pemeriksaan serviks dengan jari tangan akan terhambatnya persalinan secara
memasukkan bakteri vagina ke dalam uterus. berkepanjangan tidak lagi dibiarkan. Konstriksi
Pemeriksaan ini harus dibatasi selama lokal ini kadang-kadang masih terjadi sebagai
persalinan, terutama apabila dicurigai terjadi konstriksi jam pasir (bourglass constriction)
persalinan lama. uterus setelah lahirnya kembar pertama. Pada
keadaan ini, konstriksi tersebut kadang-kadang
Ruptura Uteri
dapat dilemaskan dengan anestesia umum yang
Penipisan abnormal segmen bawah uterus sesuai dan janin dilahirkan secara normal,
menimbulkan bahaya serius selama partus tetapi kadang-kadang seksio sesarea yang
lama, terutama pada ibu dengan paritas tinggi dilakukan dengan segera menghasilkan
dan pada mereka dengan riwayat seksio prognosis yang lebih baik bagi kembar kedua.
sesarea. Apabila disproporsi antara kepala janin
Pembentukan Fistula
dan panggul sedemikian besar sehingga kepala
tidak cakap (engaged) dan tidak terjadi Apabila bagian terbawah janin menekan kuat
penurunan, segmen bawah uterus menjadi ke pintu atas panggul, tetapi tidak maju untuk
sangat teregang kemudian dapat menyebabkan jangka waktu yang cukup lama, bagian jalan
ruptura. Pada kasus ini, mungkin terbentuk lahir yang terletak di antaranya dan dinding
cincin retraksi patologis yang dapat diraba panggul dapat mengalami tekanan yang
sebagai sebuah krista transversal atau oblik berlebihan. Karena gangguan sirkulası, dapat
yang berjalan melintang di uterus antara terjadi nekrosis yang akan jelas dalam beberapa

154
hari setelah melahirkan dengan munculnya mengurangi peregangan terhadap otot dan
fistula vesikovaginal, vesikoservikal, atau saraf pada persalinan kala dua dan untuk
rektovaginal. Umumnya nekrosis akibat melindungi dasar panggul serta fasia di
penekanan ini pada persalinan kala dua yang dekatnya dari peregangan berlebihan. Namun,
berkepanjangan. Dahulu, saattindakan operasi kemajuan dalam bidang obstetri pada abad 20
ditunda selama mungkin, penyulit ini sering umumnya difokuskan untuk memperbaiki
dijumpai, tetapi saat ini jarang terjadi kecuali di prognosis neonatus serta morbiditas dan
negara-negara yang belum berkembang. mortalitas ibu akibat preeklampsia, infeksi, dan
perdarahan obstetri.
Cedera Otot-otot Dasar Panggul
Contoh klasik cedera melahirkan adalah
Suatu anggapan yang telah lama dipegang
robekan sfingter ani yang terjadi saat
adalah bahwa cedera otot-otot dasar panggul
persalinan pervaginam. Robekan ini terjadi
persarafan atau fasia penghubungnya
pada 3 sampai 6 persen persalinan dan sekitar
merupakan konsekuensi yang tidak terelakkan
separuh dari mereka kemudian mengeluhkan
pada persalinan pervaginam, terutama apabila
adanya inkontinensia alvi atau gas. walaupun
persalinannya sulit. Saat kelahiran bayi, dasar
proses persalinan jelas berperan penting
panggul mendapat tekanan langsung dari
dalarm cedera dasar panggul, insiden dan jenis
kepala janin serta tekanan ke bawah akibat
cedera yang dilaporkan sangat bervariasi antara
upaya mengejan ibu. Gaya-gaya ini
beberapa penelitian. Saat ini masih terdapat
meregangkan dan melebarkan dasar panggul
ketidakjelasan mengenai insiden cedera dasar
sehingga terjadi perubahan fungsional dan
panggul akibat proses melahirkan dan informasi
anatomik otot, saraf, dan jaringan ikat.
tentang peran relatif proses obstetrik yang
Terdapat semakin besar kekhawatiran bahwa
mendahuluinya masih terbatas.
efek-efek pada otot dasar panggul selama
melahirkan ini akan menyebabkan Efek pada Janin
inkontinensia urin dan alvi serta prolaps organ
Partus lama itu sendiri dapat merugikan.
panggul. Karena kekhawatiran ini, dalam
Apabila panggul sempit dan juga terjadi
sebuah jajak pendapat baru-baru ini terhadap
ketuban pecah lama serta infeksi intrauterus,
ahli kebidanan perempuan di Inggris, 30 persen
risiko janin dan ibu akan muncul. Infeksi
menyatakan kecenderungan melakukan Seksio
intrapartum bukan saja merupakan penyulit
sesarea daripada persalinan pervaginam dan
yang serius pada ibu, tetapi juga merupakan
menyebut alasan pilihan mereka yaitu
penyebab penting kematian janin dan
menghindari cedera dasar panggul.
neonatus. Hal ini disebabkan bakteri di dalam
Sepanjang sejarah obstetri, intervensi cairan amnion menembus selaput amnion dan
yang ditujukan untuk mencegah cedera dasar menginvasi desidua serta pembuluh korion,
panggul telah lama dilakukan. Sebagai contoh, sehingga terjadi bakterimia pada ibu dan janin.
pada tahun 1920 Delee menyarankan Pneumonia janin, akibat aspirasi cairan amnion
Persalinan dengan forseps profilaktik untuk

155
yang terinfeksi, adalah konsekuensi serius suboksipitobregmatika dan besarnya rata-rata
lainnya. 0,3 cm dengan kisaran sampai 1,5 cm. Diameter
biparietal tidak dipengaruhi oleh molase
Kaput Suksedaneum
kepaala janin. Faktor-faktor berkaitan dengan
Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan molase adalah nuliparitas, stimulasi persalinan
sering terjadi kaput suksedaneum yang besar di dengan oksitosin, dan pengeluaran janin
bagian terbawah kepala janin. Kaput ini dapat dengan ekstraksi vakum. Carlan dkk.
berukuran cukup besar dan menyebabkan melaporkan suatu mekanisme penguncian
kesalahan diagnostik yang serius. Kaput dapat (locking mechanism) saat tepi-tepi bebas tulang
hampir mencapai dasar panggul sementara kranium saling terdorong ke arah yang lainnya,
kepala sendiri belum cakap. Dokter yang kurang mencegah molase lebih lanjut dan mungkin
berpengalaman dapat melakukan upaya secara melindungi otak janin. Mereka juga mengamati
prematur dan tidak bijak untuk melakukan bahwa molase kepala janin yang parah dapat
ekstraksi forseps. Biasanya kaput suksedaneum, terjadi sebelum persalinan. Holland melihat
bahkan yang besar sekalipun, akan menghilang bahwa molase yang parah dapat menyebabkan
dalam beberapa hari. perdarahan subdura fatal akibat robeknya
septum duramater, terutama tentorium
Molase Kepala Janin
serebeli. Robekan semacam ini dijumpai
Akibat tekanan his yang kuat, lempeng- komplikasi maupun persalinan normal.
lempeng tulang tengkorak saling bertumpang
Bersamaan dengan molase, tulang
tindih satu sama lain di sutura-sutura besar,
parietal, yang berkontak dengan
suatu proses yang disebut molase (molding
promontorium, memperlihatkan tanda-tanda
moulage). Biasanya batas median tulang
mendapat tekanan besar, kadang-kadang
parietal yang berkontak dengan promontonum
bahkan menjadi datar. Akomodasi lebih mudah
bertumpang tindih dengan tulang di
terjadi apabila tulang-tulang kepala belum
sebelahnya; hal yang sama terjadi pada tulang-
mengalami osifikasi sempurna. Proses penting
rulang frontal. Namun, tulang oksipital
ini mungkin dapat menjadi salah satu
terdorong ke bawah tulang parietal.
penjelasan adanya perbedaan dalam proses
Perubahan-perubahan ini sering terjadi tanpa
persalinan dari dua kasus yang tampak serupa
menimbulkan kerugian yang nyata. Di lain pihak
dengan ukuran-ukuran panggul dan kepala
apabila distorsi yang terjadi mencolok, molase
identik. Pada satu kasus, kepala lebih lunak dan
dapat menyebabkan robekan tentorium,
mudah mengalami molase sehingga janin dapat
laserasi pembuluh darah janin, dan perdarahan
lahir spontan. Pada yang lain, kepala yang
intrakranial pada janin.
mengalami osifikasi tahap lanjut tetap
Sorbe dan Dahlgren mengukur diameter mempertahankan bentuknya sehingga terjadi
kepala janin saat lahir dan membandingkannya distosia.
dengan pengukuran yang dilakukan 3 hari
kemndian. Molase paling besar pada diameter

156
Tanda-tanda khas penekanan dapat
terbentuk di kulit kepala, pada bagian kepala
yang melewati promontorium. Dari lokasi
tanda-tanda tersebut, kita sering dapat
memastikan gerakan yang dialami kepala
sewaktu melewati pintu atas panggul.
Walaupun jarang, tanda-tanda serupa timbul di
bagian kepala yang pernah berkontak dengan
simfisis pubis. Tanda-tanda ini biasanya lenyap
dalam beberapa hari. Fraktur tengkorak
kadang-kadang dijumpai, biasanya setelah
dilakukan upaya paksa pada persalinan. Fraktur
ini juga dapat terjadi pada persalinan spontan
atau bahkan seksio sesarea. Fraktur mungkin
tampak sebagai alur dangkal atau cekungan
berbentuk sendok tepat di posterior sutura
koronaria. Alur dangkal relatif sering dijumpai,
tetapi karena hanya mengenai lempeng tulang
eksternal, fraktur ini tidak berbahaya. Namun,
yang berbentuk sendok, apabila tidak diperbaiki
secara bedah dapat menyebabkan kematian
neonatus karena fraktur ini meluas mengenai
seluruh ketebalan tengkorak dan membentuk
tonjolan-tonjolan permukaan dalam yang
melukai otak. Pada kasus ini, bagian tengkorak
yang cekung sebaiknya dielevasi atau
dihilangkan.

157
PENANGANAN oksitosin dengan 5 unit dalam 500 cc
dekstrose (atau NaCl) mulai dengan 8
False Labor (persalinan palsu/ belum in partu) tetes per menit, setiap 3 menit
ditambah 4 tetes sampai his adekuat
Bila his belum teratur dan porio masih tertutup,
(maksimum 40 tetes per menit) atau
pasien boleh pulang. Periksa adanya infeksi
berikan preparat prostaglandin. Lakukan
saluran kencing, ketuban pecah dan bila
penilaian ulang 4 jam. Bila ibu tidak
didapatkan adanya infeksi obati secara adekuat.
masuk ke fase aktif setelah dilakukan
Bila tidak pasien tidak boleh rawat jalan.
pemberian okstosin, lakukan sekssio
Prolonged latent phase (fase laten yang sesarea.
memanjang) • Pada
daerah yang prevalensi HIV tinggi,
Diagnosis fase laten yang memanjang dibuat
dianjukan membiarkan ketuban tetap
secara retrospektif. Bila his terhenti disebut
utuh selama pemberian oksitosin untuk
persalinan palsu atau belum in partu. Bila
mengurangi kemungkinan terjaddinya
kontraksi makin teratur dan pembukaan
penularan HIV.
bertambah sampai 3 cm passien kita sebut fase
laten. • Bila
didapatkan tanda adanya amnionitis,
Kekeliruan melakukan diagnosis persalinan berikan induksi dengan oksitosin 5 U
palsu menjadi fase laten menyebabkan dalam 500 cc dokstrose mulai dari 8
pemberian induksi yang tidak perlu yang tetes permenit, setiap 15 menit
biasanya sering gagal. Hal ini menyebabkan ditambah 4 tetes sampai his adekuat
tindakan operasi seksio sesarea yang kurang (maksimal 40 tts/menit) atau diberi
perlu dan sering menyebabkan amnionitis. preparat prostaglandin; serta infeksi
dioobati dengan ampisilin 2 g IV sebagai
Apabila ibu berada dalam fase laten lebih dari 8 dosis awal dan 1 g IV setiap 6 jam dan
jam dan tak ada kemajuan, lakukan gentamisin 2 x 80 mg.
pemeriksaan dengan jalan melakukan
pemeriksaan serviks : Prolonged active phase (fase aktif memanjang)
• Bila tidak Bila tidak didapatkan adanya tanya CPD
ada perubahan penipisan dan (Chepalo Pelvic Disproportion) atau adanya
pembukaan serviks serta taj didapatkan obstruksi :
tanda gawat janin, kaji ulang
• Beri
diagnisisnya. Kemungkinan ibu belum
penanganan umum yang kemungkinan
dalam keadaan in partu.
akan memperbaiki kontraksi dan
• Bbila
memperccepat kemajuan persalinan.
didaptkan perubahan dalam penipisan
• Bila
dan pembukaan serviks, dilakkukan drip
ketuban intak, pecahkan ketuban.

158
Bila kecepatan pembukaan serviks pada paling banyak partus lama adalah kontraksi
waktu fase aktif kurang dari 1 cm per jam, uterus yang tidak adekuat.
lakukan penilaian kontraksi uterusnya.
Pada multigravida kontraksi uterus yang tidak
Kontraksi uterus adekuat adekuat lebih kurang didapatkan daripada pada
primigravida; sehingga lakukan evaluasi lebih
Bila kontrakssi uterys adekuat(3 dalma 10
dahulu apakah bisa menyingkirkan faktor
menit dan lamanya lebih dari 40 detik)
disproporsi sebelum melakukan tindakan
pertimbangkan adanya kemungkinan CPD
oksitosin drip pada multigravida.
obstruksi malposisi atau malpersentasi.
• Lakukan indunksi dengan
Disproporsi sefalopelvik (CPD)
oksitosin 5 unit dalam 500 cc dekstrosa
CPD terjadi karena bayi terlalu besar atau pelvis (atau NaCl) atau prostaglandin.
kecil. Bila dalam persalinan terjadi CPD akan • Evaluasi ulang dengan
kita dapatkan persalinan yang macet. Cara pemeriksaan vaginal setiap 4 jam :
penlaian serviks yang baik adaalah dengan - Bila garis tindakan dilewati
melakukan partus percobaan (trial of labor). (memotong) lakukan sekssio sesarea
Kegunaaan perlvimetri klinis terbatas. - Bila adda kemajuan evalusi tiap 2
jam.
• Bila diagnosis CPD ditegakkan, lahirkan
bayi dengan sekssio sesarea Kala II memajang (prolonged expulsive phase)
• Bila bayi mati lakukan kraniotomi atau
Upaya mengedan ibu menambah resiko pada
embriotomi (bila tidak mungkin lakukan
bayi karena mengurangi jumlah oksigen ke
seksio sesarea).
plasent. Maka dari itu sebaiknya dianjurkan
mengedan secara spontan; mengedan dan
Obstruksi (Partus macet) menahan napas yang terlalu lama tidak
dianjurkan. Perhatikan denyut jantung janin;
Bila ditemukan tanda tanda obstruksi :
bradikardia yang lama mungkin terjadi akibat
• Bayi hidup lakukan seksio sesarea lilitan tali pusat. Dalam hal ini lakukan tindakan
• Bayi mati lahirkan dengan ekstraksi vakum/forseps bila syarat dipenuhi.
kraniotomi/embriotomi
• Bila malpresentassi dan tanda
Malposisi dan mal presentasi obstruksi bisa disingkirkan, berikan
oksitosin drip.
Bila didapatkan malposisi atau malpresentasi
• Bila pemberian oksitosin drip
lihat bab malposisi/malpresentasi.
tidak ada kemajuan dalam 1 jam,
Kontraksi uterus tidak adekuat (inersia utreri) lahirkan dengan bantuan vakum atau
Bila kontraksi uterus lemah dan disproporsi forseps bila persyaratan dipenuhi.
atau obstruksi bisa disingkirkan, penyebab

159
• Lahirkan dengan seksio sesarea
bila persyaratan vakum dan forseps
tidak dipenuhi.

160
PROLAPS TALI PUSAT
Dalam kehamilan trimester akhir atau awal persalinan, talipusat atau bagian-bagian kecil janin
(ekstremitas) dapat tampil di jalan lahir melalui bagian terbawah janin atau turun bersama-sama
dengannya ke dalam panggul. Prolapse tali pusat hendaklah dianggap sebagai suatu keadaan darurat
yang cukup serius. Keadaan inidapat menyebabkan terjadinya penjepitan atau kompresi talipusat,
sehingga dapat timbul gangguan sirkulasi utero plasenta. Janin akam kekurangan oksigen atau hipoksia
dan mati.

Talipusat menumbung (prolapse), bila jerat talipusat mendahului bagian terbawah janin dan menjulur
ke dalam vagina dan menjulur ke dalam vagina sampai kadang tampak di luar vulva, pada kondisi ketuban
yang sudah pecah.
A. Penampilan Tali Pusat
1. Talipusat menumbung pada janin dalam presentasi kepala merupakan penyulit obstetric yang
gawat, karena dikaitkan dengan insidensi kematian perinatal yang tinggi. Begitu diagnosis
ditegakkan, secepat mungkin bayi harus dilahirkan.

2. Talipusat menumbung pada presentasi sungsang tidak segawat pada presentasi kepala,
kecuali kalua talipusat itu dinaiki oleh janin, karena dengan semakin turunnya bokong,
talipusat dapat begitu teregang sehingga dapat mengganggu aliran darah talipusat yang akan
berakibat fatal bagi janin.

3. Begitu pula talipusat menumbung pada presentasi bahu tidak segawat pada presentasi
kepala, kecuali kalua talipusat itu disandang oleh janin seperti orang sedang menyangdang
senapan. Karena dengan semakin turunnya bahu selain janin sendiri semakin tertekuk di jalan
lahir, letak janin yang melintang menjadi kasip, juga talipusat akan sangat teregang dan
tertekan, sehingga akan mengganggu aliran darah umbilical yang dapat berakibat fatal bagi
janin.
B. Etiologi
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa setiap faktor yang mengganggu adaptasi bagian terendah
janin dengan pintu atas panggul akan memberi kecendeungan (predisposisi) terjadinya talipusat
menumbung.
C. Predisposisi
1. Letak janin yang tidak normal seperti letak lintang terutama pada letak punggung janin di
fundus uteri, letak sungsang, presentasimuka atau dahi, juga pada presentasi ganda. Pada
keadaan di atas biasanya jalan lahir tidak dapat terisi penuh, sehingga memudahkan
timbulnya prolapse talipusat.

161
2. Pada keadaan di mana presentasi janin masih tinggi atau belum masuk pintu atas panggul,
seperti pada multi paritas, prematuritas, panggul patologik atau sempit.

3. Pada hidramnion dan kehamilan ganda, di mana air ketuban lebih banyak dari normal, maka
pada waktu ketuban pecah, air ketuban akan keluar banyak dengan cepat dan sering disertai
prolapse talipusat.

D. Diagnosis
1. Talipusat tersembunyi dan letak terkemuka sukar di diagnosis. Untuk ini diperlukan alat bantu
seperti alat doppler, kardiotokograf, ultrasonografi dan sebagainya.

2. Pada pemantauan yang menunjukkan adanya gawat janin dengan pola deselerrasi variabel
sebagai konsekuensi dari kompresi talipusat, harus segera dilakukan pemeriksaan dalam
untuk menegakkan diagnosis kemungkinan adanya talipusat tersembunyi, letak terkemuka
atau talipusat menumbung.

3. Diagnostik talipusat menumbung jauh lebih gampang, yakni dengan terlihat atau terabanya
jerat talipusat dalam vagina. Kadang-kadang malahan sudah menjulu sampai di luar vulva.

4. Pada janin yang masih hidup talipusat itu berdenyut, pada yang sudah mati tidak lagi. Oleh
sebab itu pada setiap ketuban pecah dalam persalinan, lebih-lebih bila bagian terbawah janin
belum masuk panggul, merupakan indikasi kuat untuk segera melakukan pemeriksaan dalam
guna apakah ada talipusat yang menumbung.

E. Penanganan
1. Sebelum kita mengambil tindakan untuk mengakhiri persalinan segera, terutama pada janin
yang masih hidup, perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengurangi kompresi terhadap
talipusat yang menumbung, misal dengan:
a. Mengubah sikap berbaring ibunya.
b. Memberi posisi ibu menungging (knee-chest position).
c. Ibu dalam letak Trendelenburg sambal mendorong bagian terendah janin ke kranial untuk
mengurangi kompresi talipusat.
d. Memantau terus denyut jantung janin dan pulsasi jerat talipusatnya
e. Resusitasi intrauterine melalui oksigenasi pada ibu dengan tekanan.

2. Pada presentasi kepala ada sementara penolong yang berusaha melakukan reposis talipusat
dengan mendorong jerat talipusat yang menumbung dan masih berdenyut itu dengan tangan
obstetrik melalui jalan lahir setinggi-tingginya melewati kepala janin, sambal tangan lainnya

162
berada di luar mengangkat dan mempertahankan kepala janin untuk selanjutnya
menurunkan perlahan-lahan kepala itu kembali menutup pintu atas panggul setelah usaha
reposisi mendorong jerat talipusat tadi berhasil dimasukkan ke dalam kavum uterus jauh
melewati kepala janin.

3. Banyak penulis yang keberatan denga upaya reposisi talipusat itu, karena pada talipusat yang
menumbung sebagai akibat kompresi akan terjadi spasmed dari pembuluh-pembuluh darah
di dalamnya, dan usaha memegang dan mendorongnya sewaktu tindakan reposisi akan
memperberat kondisi spastik dari pembuluh-pembuluh darah umbilical tersebut.

F. Tindakan Penyelesaian Persalinan


Ada 2 hal penting yang perlu dipertimbangkan sebelum bertindak.

1. Kondisi serviks: selain konsistensi dan pendataran, yang terutama adalah pembukaan.
a. Pada pembukaan yang belum lengkap, apapun letak dan presentasinya pada janin yang
masih hidup (denyut jantung janin jelas dan teratur), seksio sesarea merupakan pilihan
utama untuk mengakhiri persalinan pad atalipusat menumbung. Pada janin yang sudah
mati sebaiknya persalinan diselesaikan pervaginam.

b. Pada pembukaan yang sudah lengkap atau praktis lengkap, perlu dipertimbangkan hal
berikut

2. Kondisi janin, ialah letak, presentasi dan turunnya bagian terendah serta maturitas dan hidup
atau matinya janin.
a. Pada janin yang telah mati, maka persalinan normal dapat diharapkan atau diakhiri sesuai
dengan keadaan.

b. Pada pembukaan yang sudah lengkap atau praktis lengkap dengan talipusat menumbung
yang masih berdenyut (janin hidup) persalinan segera diakhiri sedapat mungkin
pervaginam dalam waktu kurang dari setengah jam.

c. Pada presentasi kepala, yang kepala janin dalam batas-batas normal besar dan ukurannya,
serta kepala masi tinggi di atas pintu atas panggul, persalinan dapat diakhiri dengan versi
dan ekstraksi. Bila sekiranya janin besar dan ketuban sudah agak lama pecah, kepala
masih tinggi di atas pintu atas panggul, talipusat yang menumbung masih berdenyut baik,
maka seksio sesarea tetap masih merupakan pilihan utama.

163
d. Pada presentasi kepala dengan kepala bersama jerat talipusat yang sudah jauh turun
dalam panggul dan kepala sudah cakap (engaged) denga jerat talipusat yang masih
berdenyut, maka ekstraksi cunam harus segera dilaksanakan.

e. Pada presentasi sungsang dengan talipusat menumbung dan janin masih hidup atau pun
mati, persalinan diselesaikan secara ekstraksi kaki/bokong.

f. Pada presentasi bahu, letak lintang belum kasip (janin mati atau hidup) terminasi secara
versi dan ekstraksi. Pada letak lintang yang sudah kasip (janin sudah meninggal) dapat
dipertimbangkan untuk diakhiri dengan embriotomi seperti spondilotomi, dekapitasi,
atau eviserasi.

Referensi:

Wiknjosastro, H.Ilmu Bedah Kebidanan.Edisi1, cet.VI. Jakarta:Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2005,p.154-159

164
GAWAT JANIN Lactogen), pemeriksaan estriol, amnioskopi
tidak akan dibahas dalam tulisan ini.
PRINSIP DASAR
Patofisiologi
HIPOKSIA JANIN
Dahulu diperkirakan bahwa janin mempunyai
Definisi
tegangan oksigen yang lebih rendah karena ia
Yang dimaksud gawat janin ialah keadaan hidup di lingkungan hipoksia dan asidosis yang
hipoksia janin. kronik. Tetapi pemikiran itu tidak benar karena
bila tidak ada tekanan (stress), janin hidup dalam
Filosofi
lingkungan yang sesuai dan dalam kenyataannya
1. Kematian perinatal terbanyak disebabkan konsumsi oksigen per gram berat badan sama
oleh asfiksia. Hal ini ditemukan baik di lapangan dengan orang dewasa. Meskipun tekanan
maupun di rumah sakit rujukan di Indonesia. Di oksigen parsial (pO2) rendah, penyaluran
Amerika diperkirakan 12.000 bayi meninggal oksigen pada jaringan tetap memadai.
atau menderita kelainan akibat asfiksia
2. Afinitas terhadap oksigen, kadar hemoglobin,
perinatal. Retardasi mental dan kelumpuhan
dan kapasitas angkut oksigen pada janin lebih
syaraf sebanyak 20-40% merupakan akibat dari
besar dibandingkan dengan orang dewasa.
kejadian intrapartum.
Demikian juga halnya dengan curah jantung dan
2. Belum dapat dipastikan bahwa ada kecepatan arus darah lebih besar dari pada
kemungkinan perbaikan struktur otak, bahkan orang dewasa. Dengan demikian penyaluran
sebaliknya lesi otak yang terjadi berakibat oksigen melalui plasenta kepada janin dan
kelainan yang menetap. Penyakit pada ibu jaringan perifer dapat terselenggara dengan
misalnya hipertensi, perdarahan antepartum relatif baik. Sebagai hasil metabolism oksigen
merupakan bahaya yang dapat menimbulkan akan terbentuk asam piruvat, CO, dan air
hipoksia pada janin. Tingkat bahaya kematian diekskresi melalui plasenta. Bila plasenta
janin menjadi meningkat bila faktor-faktor lain mengalami penurunan fungsi akibat dari perfusi
juga berinteraksi, misalnya paritas lebih dari 4, ruang intervili yang berkurang, maka penyaluran
kelainan letak, pertumbuhan janin terhambat, oksigen dan ekskresi CO, akan terganggu yang
dan sebagainya. berakibat penurunan pH atau timbulnya
asidosis. Hipoksia yang berlangsung lama
3. Adanya cara untuk mengetahui tingkat
menyebabkan janin harus mengolah glukosa
hipoksia pada gawat janin akan sangat berguna
menjadi enersi melalui reaksi anerobik yang
untuk menyelamatkan janin. Kini dengan
tidak efisien, bahkan menimbulkan asam
pengawasan denyut jantung secara elektronik,
organik yang menambah asidosis metabolik.
dan pemeriksaan darah janin, tingkat hipoksia
Pada umumnya asidosis janin disebabkan oleh
dapat diketahui lebih dini. Beberapa cara lain
gangguan arus darah uterus atau arus darah tali
yang dapat dilakukan dalam masa antenatal
pusat.
misalnya pemeriksaan HPL (Human Placental

165
3. Bradikardia janin tidak harus berarti 3. Anestesi epidural. Blokade sistem simpatik
merupakan indikasi kerusakan jaringan akibat dapat berakibat penurunan arus dan vena, curah
hipoksia, karena janin mempunyai kemampuan jantung dan penyaluran darah uterus. Obat
redistribusi darah bila terjadi hipoksia, sehingga anestesi epidural dapat menimbulkan kelainan
jaringan vital (otak dan jantung) akan menerima pada denyut jantung janin yaitu berupa
penyaluran darah yang lebih banyak penurunan variabilitas, bahkan dapat terjadi
dibandingkan jaringan perifer. Bradikardia deselerasi lambat. Diperkirakan obat-obat
mungkin merupakan mekanisme perlindungan tersebut mempunyai pengaruh terhadap otot
agar jantung bekerja lebih efisien sebagai akibat jantung janin dan vasokonstrike arteri uterina.
hipoksia. Yang akan dibahas di sini ialah Obat-obatan yang banyak mempengaruhi hal
diagnosis gawat janin dalam persalinan yang tersebut ialah mepivacaine, lidocaine,
dapat diketahui dengan teknik pengawasan atau sedangkan bupivacaine sedikit pengaruhnya.
pemantauan elektronik jantung janin dan teknik Chlorprocaine diduga tidak mempengaruhi
pemeriksaan darah janin (PDJ). sama sekali. Selain itu ternyata obat anestesi
dapat mempengaruhi neurologi/perilaku yang
Gawat janin iatrogenik
dapat diukur dengan sistem nilai yaitu Early
Gawat janin iatrogenik ialah gawat janin yang Neonatal Neurobehavioral Score (ENNS). Tes ini
timbul akibat tindakan medik atau kelalaian yang di antaranya mengukur tonus otot, daya
penolong. Risiko dari praktek yang dilakukan mengisap, diajukan oleh Scanlon dan
telah mengungkapkan patofisiologi gawat janin membuktikan adanya penurunan bermakna
iatrogenik akibat dari pengalaman pemantauan pada bayi, terutama yang dilahirkan dari ibu
jantung janin. dalam anestesi epidural dengan mepivacain.
Pemberian cairan dan posisi tidur lateral dapat
Kejadian berikut dapat menimbulkan gawat
memperbaiki kerugian teknik tersebut.
janin iatrogenik.
PEMANTAUAN DENYUT JANTUNG JANIN
1.posisi tidur ibu. Posisi terlentang dapat
SECARA ELEKTRONIK
menimbulkan tekanan pada aorta dan vena kava
sehingga timbul hipotensi. Oksigenisasi dapat 1. Denyut jantung janin aterm normal berkisar
diperbaiki dengan perubahan posisi tidur antara 120-160 per menit dan variabilitas
menjadi miring ke kiri atau semilateral. meningkat karena pengaruh maturitas sistem
syaraf otonom. Variabilitas dipengaruhi interaksi
2. Infus oksitosin. Bila kontraksi uterus menjadi
sistem syaraf simpatik maupun parasimpatik.
hipertonik atau sangat kerap, maka relaksasi
Disamping itu sistem tersebut mempengaruhi
uterus terganggu, yang berarti penyaluran arus
pula curah jantung dan denyut jantung. Melalui
darah uterus mengalami kelainan. Hal ini disebut
teknik ultrasonik dapat diperoleh hasil
sebagai hiperstimulasi. Pengawasan kontraksi
pencatatan yang lebih baik pada variabilitas dan
harus ditujukan agar kontraksi dapat timbul
bradikardia yang seringkali berhubungan
seperti kontraksi fisiologik.
dengan kejadian hipoksia. Pada janin yang

166
preterm dapat terjadi penurunan varnabilitas
baik yang normal maupun akibat pemberian
obat seperti atropin. Juga pada janin yang
sedang tidur dapat menunjukkan penurunan
variabilitas yang menunjukkan bahwa janin
bukan dalam keadaan hipoksia. Kecepatan
Denyut Jantung (KD) pada hipoksia bermacam-
macam tergantung pada frekuensi kontraksi dan
patologi asfiksia.

2. Takikardia mungkin bukan akibat hipoksia


ringan saja, tetapi bila tanpa deselerasi. pada
umumnya berhubungan dengan peningkatan
suhu ibu. Selain hipoksia bradikardia masih
dapat disebabkan oleh kompresi tali pusat,
anestesi blok paraservikal, anestesi epidural
atau obat propanol. Bradikardia yang menetap
disertai penurunan variabilitas pada umumnya Gambaran tersebut dapat timbui lebih sering
disebabkan oleh hipoksia berat. pada penyakit diabetes melitus, preeklampsia,
pertumbuhan janin terhambat, hipotensi ibu
3. Bentuk atau pola sinusoidal yang jarang akibat anesresi, dan solusio plasenta.
dijumpai dilaporkan sebagai hubungannya Variabilitas yang menurun juga memperburuk
dengan hipoksia berat, terutama dijumpai pada hasil persalinan dengan deselerasi lambat.
janin dengan isoimunisasi Rlhesus. Atas dasar 6. Deselerasi variabel ialah deselerasi yang tidak
pola gelombang deselerasi dan saat deselerasi seirama dengan kontraksi uterus. Kompresi tali
dihubungkan dengan kontraksi uterus Hon dan pusat antara bagian janin dengan dinding uterus
Quilligan mengajukan 1 pola deselerasi.(Lihat mungkin penyebab dari pola ini. Bradikardia
gambar bawah) yang ringan mungkin tidak ada pengaruhnya,
4. Deselerasi dini yaitu bradikardia yang terjadi sebaliknya bradikardia yang lama dapat erat
segera pada saat kontraksi, tidak disebabkan hubungannya dengan kejadian asidosis bila
oleh hipoksia dan tidak berhubungan dengan variabilitas menurun. Deselerasi yang lama yaitu
hasil yang buruk. bradikardia lebih dari penurunan 30 denyut per
menit dan lamanya 2 menit atau lebih, sering
5. Deselerasi lambat ialah bradikardia simetrik kali dihubungkan dengan keadaan janin yang
yang timbul lebih dari 20 detik setelah terjadinya tetap baik bila disebabkan oleh kontraksi
kontraksi uterus, dan dihubungkan dengan hipertonik, pemeriksaan dalam, pemeriksaan
insufisiensi plasenta. darah janin, anestesi blok para-servikal, asalkan
janin normal dan variabilitas normal.

167
7. Pola denyut jantung yang normal merupakan Interpretasi hasil pemeriksaan pH darah janin
ramalan yang sangat baik untuk mendapatkan ialah sepertidalam tabel 2.
bayi yang sehat, sebaliknya des(lerasi variabel
dan lambat meningkatkan kemungkinan (tidak
semua) bayi lahir dengan nilai Apgar yang
rendah dan bayi tersebut mungkin
mendapatkan risiko kelainan neurologik.
3. Pengambilan darah janin harus dilakukan di
luar his dari sebaiknya ibu dalam posisi tidur
miring. Pemeriksaan darah janin dan
pemantauan denyut jantung janin adalah saling
menunjang dan telah dibuktikan mempunyai
korelasi yang erat. PDJ terutama berguna untuk
menera atau memasrikan keadaan janin bila
terdapat gambaran denyut jantung janin yang
abnormal. Meskipun demikian perlu diingat
bahwa hasil PDJ tersebut adalah sesaar dan
mungkin perlu diulangi. Sirkulasi janin mungkin
berubah dengan penyaluran darah yang lebih
baik ke organ vital, yaitu otak dan jantung pada
PEMERIKSAAN DARAH JANIN
keadaan asidosis. Dengan adanya mekanisme ini
1. Pemeriksaan darah janin (PDJ) dengan
tidak selalu keadaan janin buruk bila hasil PDJ
maksud memeriksa pH darah janin telah
menunjukkan asidosis.
dibuktikan mempunyai hubungan erat dengan
tingkat asidosis janin. Indikasi PDJ adalah seperti
yang tertera dalam tabel 1.
PENANGANAN
Resusitasi intrauterus
1. Meskipun gawat janin memerlukan tindakan
segera untuk melahirkan bayi, tetapi
sering kali cukup waktu untuk bertindak
memberikan terapi untuk menolong
2. Tentu saja keadaan yang dapat menimbulkan bayi yang dalam keadaan gawat tersebut agar
gejala gawat janin iatrogenik harus dihindarkan terhindar dari pengaruh yang lebih
sebelum melakukan PDJ. Keadaan tersebut ialah buruk. Tindakan tersebut ialah resusitasi
posisi ibu dan infus oksitosin. Jadi dengan intrauterus yang telah dilaporkan
menghentikan infus oksitosin dan mengubah mempunyai dampak yang positif, sebagaimana
posisi tidur ibu menjadi miring ke kiri, tampak dalam tabel 3.
diharapkan gejala gawatjanin menghilang.

168
Tindakan seksio sesarea yang akan dilakukan
pada kasus yang sudah dipastikan mengalami
asidosis, harus dapat terlaksana dalam waktu
singkat, bila mungkin dalam 10 menit. Bila tidak
dilakukan inrervensi, maka dikhawatirkan terjadi
kerusakan neurologik akibat keadaan asidosis
yang progresif.
Bila pasien daiam terapi infus oksitosin, maka 2. Kecepatan dan ketepatan tindakan
upaya yang pertama kali ialahmenghentikan memerlukan pengembangan sistem yang
pemberian oksitosin dan dilanjutkan dengan meliputi organisasi, manajemen, kemampuan
pemberian obat tokolisis. Pasien ditidurkan medik dan sarana. Dalam menangani gawat
miring ke kiri dan diberi oksigen 4-6 liter/menit. janin maka tim perinatal perlu dipersiapkan
2. Kontraksi yang terlalu kuat atau sering akan terutama dalam menghadapi kemungkinan
memperburuk sirkulasi uteroplasenta. Dengan resusitasi bayi dan perawaran intensif.
menghilangkan kontraksi diharapkan sirkulasi 3. Setiap kamar bersalin yang lengkap harus
menjadi lebih baik. Dengan pemberian oksigen memiliki insrrumen bedah, inkubator, meja
telah dibuktikan meningkatkan tekanan oksigen resusitasi (dengan pemanas radiasi) dan
parsial janin, meskipun hanya sedikit. laboratorium. Bila bayi lahir, segera dilakukan
3. Bila pasien akan dilakukan seksio sesarea pengisapan jalan napas agar bersih dan
maka menjelang operasi pasien tetap dalam dilakukan penilaian Apgar untuk menentukan
posisi tidur miring. Tindakan cunam atau vakum klasifikasi asfiksia (tabel 4). Hal ini dilakukan
dapat dilakukan bila terdapat syarat untuk dalam 1 menit Pertama.
melakukan tindakan tersebut.

Tindakan definitif
1. Tindakan definitif pada gawat janin dapat
dilakukan secara Per vaginam atau seksio
4.Bayi yang depresif harus segera dibantu dalam
sesarea, tergantung kepada syarat pada saat itu.
pernapasannya, dengan cara pemompaan
Bila akan dilakukan tindakan ekstraksi cunam,
inspirasi dengan tekanan 25-30 cm dir selama 15
maka ada keuntungan dalam hal waktu yang
detik, yaitu 4-5 napas yang pertama. Setelah itu
lebih singkat. Masih terdapat keraguan akan
tekanan pompa diusahakan 15-20 cm air saja.
manfaat ekstraksi cunam tinggi, terutama pada
Bila ternyata pernapasan belum normal, perlu
janin yang sudah mengalami asidosis. Meskipun
dilakukan intubasi. Bila denyut jantung kurang
demikian ada pula penulis yang menemukan
dari 60/menit, maka pijatan jantung luar perlu
hasil yang tidak berbeda dalam hal kelainan
dilakukan yaitu sebanyak 60- 100 kali/menit di
neurologik dan mortalitas bayi dibandingkan
samping ventilasi sebanyak 3O-40/menit.
dengan yang dilahirkan dengan seksio sesarea.
Pengobatan yang diberikan biasanya ialah

169
natrium bikarbonas, tetapi sebaiknya baru
diberikan bila upaya tersebut di atas tidak
memberikan hasil pada menit ke 4 untuk
klasifikasi II. Pada kias III dapat diberikan lebih
avzal. Tentu saja pemeriksaan diagnostik seperti
analisis gas darah, foto toraks, mutlak
diperlukan untuk menentukan tindakan lebih
lanjut.

5. Pertanyaan mengenai berapa tingkat hipoksia


yang dapat dianggap aman agar tidak
mengakibatkan kerusakan neurologik yang
ireversibel pada manusia belum dapat
dipastikan saat ini. Nilai pH darah di bawah 7,25
berhubungan _dengan keadaan depresi
morbiditas dan mortalitas bayi. Tujuan utama
dalam pelayanan perinatal iaiah menghindarkan
keadaan hipoksia sampai pada suatu iingkat di
mana ddak menambah penderitaan ibu dan
bayi. Di samping teknologi canggih untuk deteksi
gawat janin, upaya pencegahan pengenalan dini
dalam Proses persalinan patotgik amatlah
penting, misalnya penggunaan formulir
penilaian iiriko tirggi, partogram,
mengendalikan pemakaian obat yang dapat
menimbulkan gawat janin iatrogenik (oksitosin,
obat anestesi).

170
ROBEKAN SERVIKS
1. Anatomi Perineum

Perineum yang dalam bahasa Yunani disebut Perineos adalah daerah antara kedua belah paha,
yang pada wanita dibatasi oleh vulva dan anus, dengan simpisis pubis di bagian anterior, tuber
ishiadikum dibagian lateral dan os koksigeus dibagian posterior.

Perineum terdiri dari otot dan fasia urogenitalis serta diafragma pelvis. Perineum merupakan
bagian yang sangat penting dalam kebutuhan fisiologis, tidak hanya berperan atau menjadi
bagian penting dari proses persalinan, tetapi juga diperlukan untuk mengontrol proses buang air
besar dan buang air kecil, menjaga aktivitas peristaltic agar tetap normal (dengan menjaga
tekanan intra abdomen) dan fungsi seksual yang sehat setelah bersalin. Anatomi organ perineum
dapat dilihat dibawah ini:

Anatomi Perineum
Gambar 1. Anatomi Perineum

Sumber : Manavata3

Anatomi P 2
Gambar 2. Anatomi Perineum

171
Sumber : Hanrettty, P.44 (2010)4

Sedangkan anatomi vulva dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Vulva
Gambar 3. Anatomi Vulva

Sumber : Hanretty, P.39 (2010)4

172
2. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Robekan Perineum

Cedera perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik secara spontan maupun
dengan menggunakan alat atau tindakan. Robekan perineum umumnya terjadi pada garis tengah
dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat.

Ruptur perineum sering terjadi pada seorang nulipara yakni memiliki risiko lebih besar untuk
mengalami ruptur perineum daripada ibu dengan paritas lebih dari satu. Hal ini dikarenakan
karena jalan lahir yang belum pernah dilalui oleh kepala bayi sehingga otot-otot perineum belum
meregang. Selain itu ras juga berhubungan dengan robekan perineum. Wanita Asia dilaporkan
cenderung lebih tinggi prevalensi robekan perineum dibandingkan dengan wanita kulit hitam.
Tindakan operatif vagina saat persalinan seperti vakum dan forsep, panjang perineum, bayi yang
besar dan diameter kepala bayi juga berisiko terhadap robekan perineum.5-7

Senada dengan informasi diatas, Hirayama juga melaporkan bahwa terdapat hubungan antara
ras dengan kejadian rupture perineum derajat ketiga dan keempat. Prevalensinya juga sangat
bervariasi. Robekan perineum dejajat III dan IV di China, Kamboja dan India mulai dari 0,1%,
sementara itu di Filiina mulai dari 15%. di Jepang dari laporan persalinan diluar fasilitas
kesehatan, prevalensi robekan perineum derajat III dan IV sebesar 1,4% sedangkan di Uganda
sebesar 0,1%. Faktor nulipara, tindakan forcep dan vakum ekstraksi, berat bayi yang besar
merupakan faktor yang signifikan terhadap terjadinya robekan perineum.

Williams dan Chames (2006) dari studi mereka yang dilakukan di Michigan menginformasikan
bahwa kala dua yang lama (>1 jam), tindakan operatif saat persalinan (vakum dan forsep (OR 3,6
IK 95% 1,8-7,3), episiotomy mediolateral (OR 6,9 IK 95% 2,6-18,7) berhubungan dengan robekan
perineum. Sementara itu persalinan pervaginam sebelumnya merupakan faktor protektif
terhadap laserase perineum (OR 6,36 IK 95% 2,18-18,57).9 Faktor Protektif lain terhadap kejadian
robekan perineum adalah BMI diatas rata-rata. Hal ini disebabkan karena adanya ekstra lemak
pada bagian perineum wanita dengan berat badan berlebih/obesitas sehingga melindungi dari
robekan perineum saat persalinan.

Selain faktor tersebut diatas, table berikut ini memaparkan tentang faktor risiko terjadinya
robekan perineum.

Tabel 1. Faktor Risiko Terjadinya Robekan Perineum saat Persalinan

RISK FACTOR ODDS RATIO


Nulliparity (primigravidity) 3–4
Short perineal body 8
Instrumental delivery, overall 3
Forceps-assisted delivery 3–7
Vacuum-assisted delivery 3

173
Forceps vs vacuum 2.88
Forceps with midline episiotomy 25
Prolonged second stage of labor (>1 hour) 1.5–4
Epidural analgesia 1.5–3
Intrapartum infant factors:
Birthweight over 4 kg 2
Persistent occipitoposterior position 2–3
Episiotomy, mediolateral 1.4
Episiotomy, midline 3–5
Previous anal sphincter tear 4
All variables are statistically significant at P< 0,05
Sumber : Brinsmead (2003) 2

3. Upaya Pencegahan Cedera perineum

Review dari Cochrane menyebutkan bahwa tindakan episiotomy secara liberal atau tanpa
indikasi tidak dapat menurunkan insiden robekan sfingter anus dan berhubungan dengan
meningkatnya trauma perineum. Carroli dan Belizan juga melaporkan bahwa tindakan operatif
vakum ekstraksi lebih sedikit menimbulkan robekan sfingter dibanding tindakan forsep dengan
perbandingan 1:18 persalinan.

Dari Studi Randomized Control Trial (RCT) dengan besar sampel 5001 ibu serta studi longitudinal
/cohort pada 6463 ibu, studi metaanalisis melaporkan bahwa episiotomi yang tidak
rutin/restricted lebih sedikit mengalami trauma persalinan (RR 0,87 IK 0,83-0,91) tetapi lebih
banyak trauma anterior (RR 1,75 IK 1,52 – 2,01).

Beberapa studi juga melaporkan bahwa secara keseluruhan dengan tidak dilakukannya
episiotomi secara rutin akan lebih banyak menghasilkan persalinan dengan perineum yang utuh,
berkurangnya nyeri perineum, lebih cepat kembalinya pola aktivitas seksual dan self esteem yang
tinggi, dan sebaliknya lebih banyak robekan sfingcter anus pada penggunaan episiotomi rutin,
namun tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap fungsi seksual pada 3 bulan
pertama dan fungsi kandung kemih dalam 3 tahun mendatang.

Rekomendasi dari NICE adalah episiotomi yang rutin juga tidak dianjurkan pada partus spontan
dan seharusnya dilakukan hanya dengan indikasi sebagai contoh misalnya pada bayi besar,
perinem yang kaku atau perineum yang pendek. Episiotomi jenis mediolateral lebih dianjurkan,
dimulai pada bagian belakang fourchette pada sudut 45-60 derajat.

Dibawah ini adalah rangkuman dari beberapa studi yang telah di publis terkait pencegahan
robekan perineum antara lain:

Tidak dilakukannya episiotomi (adanya pembukaan serviks secara alami sejak usia gestasi
36 minggu) secara signifikan meningkatkan angka persalinan pada ibu nulipara dengan perineum
yang utuh.

174
Pada tahun 2001 – studi kohor prospektif yang dipublis di Jerman melaporkan bahwa terjadi
penurunan tindakan episiotomi sebesar 50% pada 50 ibu nulipara, lebih sedikit yang mengalami
robekan perineum (2% vs 4%), dan kala II yang lebih pendek (mean 29 vs 54 minutes)
Studi di Melbourne, Australia melaporkan bahwa dari 48 ibu nulipara terjadi penurunan
penggunaan episiotomi (26% vs 34%), lebih banyak persalinan dengan perineum yang utuh (46%
vs 17%), kala II yang lebih pendek (mean 61 vs 81 menit), dan tidak ada efek pada apgar bayi
dengan penggunaan instrument (episiotomi) saat persalinan
Studi observasional dalam skala besar di United Stated (US) melaporkan bahwa kompres
panas pada nulipara dapat mereduksi kebutuhan akan intervensi episiotomi dan multipara
(borderline), dapat mereduksi robekan perineum spontan pada kedua kelompok baik pada
nulipara maupun multipara, tetapi belum dikonfirmasi dengan studi yang lebih tinggi (RCT)
Studi RCT pada 185 ibu yang menggunakan lignocaine spray menginformasikan bahwa
tidak ada perbedaan efek nyeri perineum pada kedua kelompok, tetapi lebih sedikit yang
mengalami dispareunia dan lebih sedikit yang mengalami robekan perineum pada derajat kedua
(RR 0,63 IK 95% 0,42-0,93) pada kelompok ibu yang menggunakan lignocaine spray. Namun
demikian, NICE tetap menganjurkan sebaiknya tidak menggunakan lignocain spray.

4. Klasifikasi rupture perineum

Laserasi perineum dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat laserasi yaitu:

Derajat I : robekan hana sebatas fourchette, Hymen, labia, kulit dan mukosa vagina.
Derajat II: termasuk otot vagina dan perineum, otot bulbokavernosus, dan otot perineum
transversal serta pada beberapa kasus pada pubokoksigeus
Derajat III: sfingter anus dan septum rektovaginal
Derajat IV: meluas sampai ke mukosa rektal, sfingter anus eksternal dan internal.
Berikut ini adalah gambar derajat robekan perineum seperti yang telah diuraikan diatas.

Robekan Perineum II
Gambar 4. Robekan Perineum Derajat Kedua

Sumber: Leeman et al, (2003)16

175
Robekan Peri IV
Gambar 5. Robekan Perineum derajat keempat

Sumber: Leeman et al, (2003)16

5. Teknik penjahitan

Teknik penjahitan robekan perineum disesuaikan dengan derajat laserasinya. Bagi bidan
tentunya harus menyesuaikan dengan wewenang bidan yang diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464 Tahun 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan, pada pasal 10 ayat 3 butir (b) yaitu hanya luka jalan lahir derajat I dan II.

176
Prinsip penjahitan luka perineum dilakukan setelah memeriksan keadaan robekan secara
keseluruhan. Jika robekan terjadi pada derajat III dan IV, segera siapkan tindakan rujukan,
sebelumnya dilakukan tindakan penghentian perdarahan pada robekan tingkat jika terjadi. Untuk
mendiagnosa berapa derajat robekan dan melakukan penjahitan memerlukan pencahayaan yang
cukup.

Penggunaan benang jika dibandingkan antara catgut atau chromic, menggunakan benang
polyglactil (vicryl) akan lebih mudah menyerap dan mengurangi nyeri perineum setelah
penjahitan.

Perbaikan robekan perineum derajat I dan II


Dalam tulisan ini akan memuat cara penjahitan luka perineum derajat I hingga derajat IV tetapi
lebih ditekankan pada derajat I dan II. Robekan derajat pertama biasanya tidak memerlukan
jahitan, tetapi harus dilihat juga apakah meluas dan terus berdarah. Penggunaan anestesi
diperlukan agar dapat mengurangi nyeri agar ibu bisa tenang sehingga operator dapat
memperbaiki kerusakan secara maksimal. Berikut ini adalah tahapan penjahitan robekan
perineum derajat I dan II.

Ibu ditempatkan dalam posisi litotomi, area bedah dibersihkan


Jika daerah apex luka sangat jauh dan tidak terlihat, maka jahitan pertama ditempatkan pada
daerah yang paling distal sejauh yang bisa dilihat kemudian diikat dan ditarik agar dapat
membawa luka tersebut hingga terlihat dan dapat menempatkan jahitan kembali 1 cm diatas
apex. Pastikan aposisi anatomis khususnya pada sisa hymen.
Jahitan harus termasuk fascia rektovaginal yang menyediakan sokongan pada bagian posterior
vagina. Jahitan dilakukan sepanjang vagina secara jelujur, sampai ke cincin hymen, dan berakhir
pada mukos vagina dan fascia rektovaginal, dapat dilihat gambar 6 berikut.

Mucosa Vagina & Fascia


Gambar 6 Mukosa vagina dan fascia rektovaginal

Sumber: Leeman et al, (2003)16

177
Otot pada badan perineum diidentifikasi, dapat dilihat pada gambar 7 berikut ini.

Heacting Lacerasi II
Gambar 7. Penjahitan Laserasi Perineum derajat II

Sumber: Leeman et al, (2003)16

Otot perineum transversal disambung dengan jahitan terputus menggunakan benang vicryl 3-0
sebanyak 2 kali, demikian juga dengan otot bulbokavernosus dijahit dengan cara yang sama.
Gunakan jarum yang besar untuk mendapatkan hasil jahitan yan baik. Ujung otot
bulbokavernosus ditarik kearah posterior kemudian kearah superior, dapat dilihat pada gambar
8 berikut ini.

HEacting otot Bulbokavernosus


Gambar 8 Penjahitan otot bulbokavernosus dengan cara terputus

178
Sumber: Leeman et al, (2003)16

Jika robekan memisahkan fascia retrovaginal dari badan perineum, sambungkan fascia dengan
dua jahitan vertikal secara terputus dengan benang vicryl, dapat dilihat pada gambar 9 berkut ini.

Heacting Septum
Gambar 9 Penjahitan septum rektovaginal pada badan perineum

Sumber: Leeman et al, (2003)16

Daerah subkutan dijahit dengan kedalaman 1 cm dengan jarak antara 1 cm untuk menutupi luka
kutaneus. Jahitan kulit yang rapih ditentukan oleh aposisi subkutis yang ditempatkan dengan
baik.

179
Gunakan benang vicryl 4-0 untuk menjahit kulit. Mulailah penjahitan pada bagian posterior dari
apex kulit dengan jarak 3 mm dari tepi kulit.
2. Perbaikan robekan perineum derajat III dan IV

Apex dari mukosa rectum dan sfingter anus diidentifikasi, kemudian dijahit dengan menggunakan
benang vicryl 4-0 secara terputus, hati-hati agar jahitannya tidak terlalu dalam sehingga tidak
menembus saluran anal untuk mencegah fistula. Anus bagian internal berwarna putih yang
mengkilap, dengan struktur fibrosa antara mukosa rektal dan sfingter anus eksternal, dapat
dilihat pada gambar 10 berikut.

Mucosa Rectal
Gambar 10. Mukosa rektal dan Spincter anus eksternal

Sumber: Leeman et al, (2003)16

Sfingter ditarik secara lateral, tempatkan allys klem pada ujung otot agar mudah diperbaiki.
Sfingter anus diakhiri dengan jahitan kontinyu dengan menggunakan benang vicryl 2-0.
Sfingter ani eksternal terlihat seperti berkas otot skeletal dengan kapsul fibrous. Allis klem
ditempatkan pada setiap ujung spincter anus, kemudian jahitan dilakukan pada pukul 12,3,6 dan
9 dengan menggunakan benang polydiaxanone 2-0 (absorbi yang agak lambat) untuk
memungkinkan kedua ujung sfingter membentuk scar secara bersamaan.
Bukti penelitian menunjukan bahwa sambungan dari ujung ke ujung pada sfingter tidak
memberikan sambungan anatomis yang baik, dan buruknya fungsi sfingter dikemudian hari jika
ujungnya beretraksi. Teknik jahitan ujung ke ujung dapat dilihat pada gambar 11 berikut.

Sambungan Spincter

180
Gambar 11. Sambungan Spincter anus dari ujung ke ujung

Sumber: Leeman et al, (2003)16

Teknik lain adalah sambungan secara tumpang tindih pada sfingter anal eksternal. Teknik ini
menjadikan lebih banyak lipatan pada perineal dan fungsi spincter yang lebih baik. Para ahli lebih
banyak yang memilih teknik ini, dapat dilihat pada gambar 12 berikut.

Sambungan Spincter 2
Gambar 12. Sambungan spincter anus secara overlapping

Sumber: Leeman et al, (2003)16

Anus harus dapat dimasuki satu jari setelah otot-otot sfingter dipertemukan kembali

181
Instroitus vagina juga harus dapat dimasuki dua jari pada akhir perbaikan
Kulit disatukan dengan jahitan subkutan seperti pada perbaikan derajat satu dan dua.

6. Perawatan luka perineum

Meskipun belum banyak referensi yang memberikan informasi tentang perawatan perineum
setelah perbaikan robekan karena persalinan, dibawah ini adalah perawatan perineum yang
dapat dilakuan ibu antara lain:

Sitz bath dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri


Analgesia yang adekuat seperti ibuprofen dengan resep dokter
Jika ibu akan merasa nyeri yang berlebihan, sebaiknya diperiksa secepatnya karena nyeri adalah
gejala yang umum dari infeksi
Diet rendah serat
Terapi laxansia diperlukan terutama bagi robekan derajat III dan IV
Antibiotik diperlukan untuk mengurangi infeksi luka jahitan, gunakan metronidazole dan
antibotik dengan spectrum yang luas
Anjurkan tindakan SC untuk persalinan selanjutnya, jika persalinan pervaginam dapat
menyebabkan inkontinensia anal.
Terdapat juga perawatan dengan menggunakan herbal bagi ibu yang tertarik menggunakannya,
yang telah terbukti secara ilmiah memberikan efek yang positif misalnya :15

a. Arnica :
Kelelahan otot perineum dan kaki
Tidak boleh digunakan pada luka terbuka
Sebagai obat luar yang paten seperti memar.
Arnica
Gambar 13. Arnica

Lavender :
Mengurangi nyeri dan anti-inflamasi

182
Dapat dipakai untuk kompres hangat dan sitz bath
Lavender
Gambar 14. Lavender

Plantain :
Anti-inflamasi
Antimikroba
Dapat digunakan untuk kompres dan sitz bath
Plantain
Gambar 15. Plantain

Chickweed :
emollient action, tinggi vitamin C, dan bioflavonoid
Luka terbuka
Iritasi
Gatal-gatal
Mengurangi bekas luka
Dapat dipakai untuk kompres hangat dan sitz bath

183
Chickweed
Gambar 16. Chickweed

Calendula :
Anti-inflamasi
Astrigent
Antimikroba
Dapat digunakan untuk kompres dan sitz bath

Calendula

Metode Alternatif Perawatan Robekan Perineum setelah dijahit:

184
Sitz bath: merendam perineum dalam baskom yang cukup besar untuk diduduki dengan
menggunakan air bersih kurang lebih 10 cangkir (200cc). Jika ada inflamasi atau bengkak,
gunakan air dingin. Setelah reda, gunakan air hangat hingga ibu merasa nyaman. Beberapa ibu
menemukan bahwa menggunakan air hangat akan memperbaiki peredaran darah sehingga
mengurangi nyeri. setiap 1 cangkir air, diperlukan 1 senduk herbal yang kering. Sebaiknya yang
kering karena akan lebih banyak sarinya kerena telah dikeringkan dibawah sinar matahari.
Kompres : dengan menggunakan sehelai kain bersih seperti linen, katun atau kain gaaz,
kompreskan dengan air hangat yang telah direndam herbal di daerah perineum. Kompres dingin
atau secara bergantian panas-dingin dapat dilakukan untuk memperlancar peredaran darah.

7. Kesimpulan

Robekan perineum pada dasarnya dapat dicegah dengan seperti menghindari episiotomy
yang rutin, dan juga pijat perineum pada kala II. Hal ini telah terbukti secara ilmiah memberikan
dampak terhadap robekan perineum yang lebih sedikit terutama robekan derajat III dan IV, nyeri
perineum yang berkurang, aktivitas seksual yang lebih cepat, dispareunia akibat penjahitan
perineum dan self esteem ibu sendiri yang tinggi.

Ada banyak pilihan bagi ibu maupun petugas kesehatan dalam memberikan asuhan bagi
ibu khususnya pasca persalinan dengan robekan perineum tingkat I-IV, misalnya secara medikal
maupun tradisional dengan terapi herbal, yang mana telah terbukti secara ilmiah bermanfaat
bagi proses penyembuhan dan pencegahan infeksi. Sebagai petugas kesehatan yang bijaksana,
harus dapat memberikan saran yang baik berdasarkan bukti ilmiah dan semua keputusan
dikembalikan kepada ibu dan keluarga dengan sebelumnya memberikan informasi yang tepat.

Dengan adanya evidence base yang telah dipaparkan diatas, diharapkan agar para praktisi
kesehatan terutama bidan dapat secara bijak mengambil keputusan yang tepat pada saat
menolong ibu dalam proses persalinan sehingga dapat meminimasi kejadian trauma perineum
tersebut, dengan meminimasi intervensi yang tidak diperlukan seperti episiotomi rutin yang
malah akan memperparah robekan perineum.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1994.

185
2. Brinsmead M. Obstetric Perineal Injury. New South Wales, Australia: Coffs Harbour Rural
School of Medicine (The University of New South Wales); 2013.
3. Reproductive System. 2010. Available from: http://www.manavata.org/HBReproSys.htm
4. Hanretty KP. Ilustrasi Obstetri. 7 ed. Santoso BI, Muliawan E, Ho M, Tjandra O, editors.
Singapore: Churchill Livingstone; 2010.
5. Goldberg J, Hyslop T, Tolosa JE, Sultana C. Racial differences in severe perineal laceration
after vaginal delivery. Am J Obstet Gynecol. 2003(188):1063-7.
6. Howard D, Davies PS, DeLancey JOL, Small Y. Differences in perineal laceration in black
and white priimiparas. Am J Obstet Gynecol. 2000(96):622-4.
7. Beckmann MM, Garrett AJ. Antenatal perineal massage for reducing perineal trauma.
Cochrane Database of Systematic Reviews. 2009(1).
8. Hirayama F, Koyanagi A, Mori R, Souza JP, Gulmezoglu AM. Prevalence and risk factor for
third- and fourth-degree perineal lacerations during vaginal delivery: a multy – country
study. BJOG An International Journal of Obstetrics and Gynaecology. 2012.
9. Williams MK, Chames MC. Risk factor for the breackdown of perineal lacaration repair
after vaginal delivery. Am J Obstet Gynecol. 2006(195):755-9. Epub 29 June 2006.
10. Landy HJ, Laughon SK, Bailit J, Kominiarek MA, Gonzalez-Quintero VH, Ramirez M, et al.
Characteristic associated with severe perineal and cervical laceration during vaginal
delvery. Obstet Gynecol. 2011;117(3):627-35. Epub March 2011.
11. Carroli G, Belizan J. Episiotomi for Vaginal Birth. Cochrane Database of Systematic
Reviews. 2003;1(CD000081).
12. Eason E, Labrecque M, Wells G, Feldman P. Preventing perineal trauma during childbirth,
a systematic review. Obstet Gynecol. 2000(95):464-71.
13. Antenatal Care, routine care for the healthy pregnant woman. 2 ed. London: Royal College
of Obstetricians and Gynaecologists; 2008.
14. Fraser DM, Cooper MA. Myles Textbook for Midwives. Downe S, editor. Oxford, United
Kongdom: Elsevier Limited; 2003.
15. Clark D. Herbs for postpartum perineum : Part one 2005. Available from:
http://www.midwiferytoday.com/articles/herbspostperineum1.asp.
16. Leeman L, Spearman M, Rogers R. Repair of Obstetric Perineal Laceration. American
Family Physician [Internet]. 2003 17 March 2014. Available from:
http://www.aafp.org/afp/2003/1015/p1585.pdf.
17. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/MENKES/PER/2010.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2010.
18. Kettle C, Johansen RB. Asorbdable synthetic versus catgur suture material of perineal
repair. Cochrane Database of Systematic Reviews. 2003.
19. Liu DTY. Labour Ward Manual. Oxford, United Kingdom: Elsevier Limited; 2004.
20. Fitzpatrick M, Behan M, O’Connel PR, O’Herlihy C. A randomized clinical trial comparing
primary overlap with approximation repair of third degree obstetric tears. Am J Obstet
Gynecol. 2000;183:1220-4.

186
RUPTUR PERINEUM GRADE I dan II

I. Definisi
Ruptur perineum adalah robekan perineum yang terjadi pada saat bayi lahir baik
secara spontan maupun dengan menguunakan alat atau tindakan. Robekan perineum
umumnya terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu
cepat. Robekan perineum terjadi pada hampir semua primipara dan tidak jarang pada
persalian berikutnya.

II. Pembagian Ruptur Perineum


Ruptur perineum dibagi dalam tingkatan-tingkatan sebagai berikut:
a) Tingkat I: Ruptur pada fourchette, kulit perineum, dan membran vagina, tetapi tidak
mengenai fasia dan otot. (termasuk laserasi periurethral yang dapat menyebabkan
banyak perdarahan)
b) Tingkat II: Ruptur mengenai selaput lendir vagina dan otot perinea tranversalis, tetapi
tidak mengenai sfingter ani. Ruptur ini biasanya memanjang pada satu sisi atau kedua
sisi vagina, membentuk cedera segitiga yang tidak teratur (irregular triangular injury)
c) Tingkat III: Ruptur mengenai seluruh perineum dan sfingter ani
d) Tingkat IV: Ruptur sampai mukosa rectum

187
III. Penanganan Ruptur Perineum
Bila dijumpai robekan perineum segera dilakukan penjahitan luka dengan baik lapis
demi lapis, dengan menghindari robekan terbuka ke arah vagina karena dapat tersumbat
oleh bekuan darah yang akan menyebabkan kesembuhan luka menjadi lebih lama.
Tujuan penjahitan robekan perineum adalah untuk menyatukan kembali jaringan
tubuh dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu. Penjahitan dilakukan dengan cara
jelujur menggunakan benang catgut kromik. Dengan memberikan anastesi lokal pada ibu
saat penjahitan laserasi, dan mengulangi pemberian anastesi jika masih tersasa sakit.
Penjahitan dimulai 1-centimeter dari puncak luka. Jahit dari arah dalam ke luar, dari atas
hingga mencapai bawah laserasi. Pastikan semua luka terjahit dan jarak setiap jahitan sama.
Ikat benang dengan membuat simpul dalam vagina. Potong ujung benang dan sisakan 1,5
cm. Kemudian melakukan pemeriksaan ulang pada vagina dan anus untuk mengetahui
terabanya jahitan pada rectum karena bisa menyebabkan fistula atau bahkan infeksi.

IV. Etiologi Ruptur Perineum


Robekan pada perineum umumnya terjadi pada persalinan dimana:
a) Kepala janin terlalu cepat
b) Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
c) Sebelumya pada perineum terdapat banyak jaringan parut
d) Pada persalinan dengan distosia bahu
e) Presentasi defleksi (dahi,muka)
f) Primipara
g) Letak sungsang
h) Pada obstetri dan embriotomi ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, dan embriotomi

V. Pencegahan Ruptur perineum


Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat bayi dilahirkan,
terutama saat kelahiran kepala dan bahu. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi
dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali. Janin bekerjasama dengan ibu selama
persalinan dan gunakan manufer tangan yang tepat untuk mengendalikan kelahiran bayi
serta membantu mencegah terjadinya laserasi. Kerjasama ini dibutuhkan terutama saat
kepala bayi dengan diameter 5-6 cm telah membuka vulva (crowning). Kelahiran kepala
yang terkendali dan perlahan memberikan waktu pada jaringan vagina dan perineum untuk
melakukan penyesuaian dan akan mengurangi kemungkinan terjadinya robekan. Saat kepala
mendorong vulva dengan diameter 5-6 cm bimbing ibu untuk meneran dan berhenti untuk
beristirahat atau bernapas dengan cepat.

188
RUPTUR PERINEUM TINGKAT 3-4

Pengertian

Robekan perineum dibagi atas 4 tingkat :

• Tingkat I : robekan terjadi hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa
mengenai kulit perineum.
• Tingkat II : robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinei transversalis,
tetapi tidak mengenai otot sfingter ani.
• Tingkat III : robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani.
• Tingkay IV : robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dan
mukosa rectum.

Robekan sekitar klitoris dan uretra dapat menimbulkan perdarahan hebat dan mungkin sangat
sulit diperbaiki. Penolong harus melakukan penjahitan reparasi dan hemostasis.

PENJAHITAN ROBEKAN PERINEUM

Langkah klinik

A. Persiapan Alat
1. Siapkan peralatan untuk melakukan penjahitan :
• Wadah DTT berisi : sarung tangan, pemegang jarum, jarum jahit, benang jahit
kromik atau cutgut no. 2/0 atau 3/0, kassa steril, atau pinset.
• Povidon-iodin
• Buka spuit sekali pakai 10ml dari kemasan steril, jatuhkan dalam wadah DTT
• Patahkan ampul Lidokain (Lidokain tanpa epinefrin) – perkirakan jumlah
Lidokain yang akan digunakan (sesuaikan dengan luas/dalamnya robekan
perineum)
2. Atur posisi bokong ibu pada posisi litotomi ditepi tempat tidur.
3. Pasang kain bersih dibawah bokong ibu.
4. Atau lampu sorot atau senter kea rah vulva/perineum ibu.
5. Pastikan lengan/tangan tidak memakai perhiasan, cuci tangan dengan sabun dan air
mengalir.
6. Pakai sarung tangan DTT pada tangan kanan.

189
7. Ambil spuit sekali pakai 10ml dengan tangan yang bersarung tangan, isi tabung
suntik dengan Lidokain 1% tanpa epinefrin dan letakkan kembali ke wadah DTT.
8. Lengkapi pemakaian sarung tangan pada kedua tangan.
9. Gunakan kassa bersih, basuh vulva dan perineum dengan larutan Povidon-iodin
dengan gerakan satu arah dari vulva ke perineum. Tunggu selama ± 2 menit sebelum
menyuntikan Lidokain 1%.

B. Anastesi Lokal
1. Beritahu ibu akan disuntik yang akan terasa nyeri dan menyengat.
2. Tusukkan jarum suntik pada ujung luka/robekan perineum, masukkan jarum suntik
secara subkutan sepanjang tepi luka.
3. Lakukan aspirasi untuk memastikan tidak ada darah yang terhisap. Bila ada darah
tarik jarum suntik dan kembali masukkan. Ulangi melakukan aspirasi.
Anastesi yang masuk ke dalam pembuluh darah dapat menyebabkan detak jantung
yang tidak teratur.
4. Suntikan anastesi sambil menarik jarum suntik pada tepi luka daerah perineum.
5. Tanpa menarik jarum suntik ke luar dari luka, arahkan jarum suntik sepanjang tepi
luka pada mukosa vagina, lakukan aspirasi dan suntikan anastesi sambil menarik
jarum suntik.
Bila robekan luas dan dalam, anastesi bagian dalam robekan – alur suntikan
anastesi akan berbentuk seperti kipas: tepi perineum, dalam luka, mukosa vagina.
6. Lakukan langkah no. 2-5 diatas pada kedua tepi robekan.
7. Tunggu 1-2 menit sebelum melakukan penjahitan untuk mendapatkan hasil optimal
dari anastesi local.

C. Penjahitan Robekan Perineum Tingkat III


1. Lakukan inspeksi vagina dan perineum untuk melihat robekan.
2. Jika ada perdarahan yang terlihat menutupi luka perineum, pasang tampon atau
kassa ke dalam vagina (sebaiknya gunakan tampon berekor benang).
3. Pasang jarum jahit pada pemegang jarum kemudian kunci pemegang jarum.
4. Pasang benang jahit (kromok no. 2/0) pada mata jarum.
5. Tentukan dengan jelas batas luka robekan perineum.
6. Ujung otot sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan, diklem dengan
meggunakan pean lurus.
7. Kemudian tautkan ujung otot sfingter ani dengan mlakukan 2-3 jahitan angka 8
(figure of eight) catgut kromik no. 2/0 sehingga bertemu kembali.
8. Selanjutkan dilakukan jahitan lapis demi lapis seperti melakukan jahitan pada
robekan perineum tingkat II.

190
D. Penjahitan Robekan Perineum Tingkat IV
1. Lakukan inspeksi vagina dan perineum untuk melihat robekan.
2. Jika ada perdarahan yang terlihat menutupi luka perineum, pasang tampon atau
kassa ke dalam vagina (sebaiknya gunakan tampon berekor benang).
3. Pasang jarum jahit pada pemegang jarum kemudian kunci pemegang jarum.
4. Pasang benang jahit (kromok no. 2/0) pada mata jarum.
5. Tentukan dengan jelas batas luka robekan perineum.
6. Mula-mula dinding depan rectum yang robek dijahit dengan jahitan jelujur
menggunakan catgut kromik 2/0.
7. Jahit fasia perirektal dengan menggunakan benang yang sama, sehingga bertemu
kembali.
8. Jahit fasia septum rektovaginal dengan menggunakan benang yang sama, sehingga
bertemu kembali.
9. Ujung otot sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan, diklem dengan
menggunakan pean lurus.
10. Kemudian tautkan ujung sfingter ani dengan melakukan 2-3 jahitan angka 8 (figure
of eight) catgut kromik no. 2/0 sehingga bertemu kembali.
11. Selanjutnya dilakukan jahitan lapis demi lapis seperti melakukan jahitan pada
robekan perineum tingkat II.

191
RETENSIO PLASENTA
Konsistensi uterus Keras
I. Definisi Tinggi fundus 2 jari bawah pusat
Tertahannya atau belum lahirnya plasenta
hingga atau melebihi waktu 30 menit Bentuk uterus Agak globuler
setelah bayi lahir. Perdarahan Sedang
HampIr sebagian besar gangguan Tali pusat terjulur
pelepasan plasenta, disebabkan oleh
gangguan kontraksi uterus. Ostium uteri Konstriksi
Separasi plasenta Sudah lepas
II. Jenis Retensio Plasenta Syok Jarang
A. Plasenta adhesive : implantasi yang kuat
dari jonjot korion plaseta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme Gejala Plasenta arketa
separasi fisiologis.
B. Plasenta akreta : implantasi jonjot korion Konsistensi uterus Cukup
plasenta hingga memasuki sebagian Tinggi fundus Sepusat
lapisan myometrium
C. Plasenta inkreta : implantasi jonjot korion Bentuk uterus Discoid
plasenta hingga mencapai/memasuki Perdarahan Sedikit/tidak ada
myometrium Tali pusat Tidak terjulur
D. Plasenta perkreta : implantasi jonjot
korion plasenta yang menembus lapisan Ostium uteri Terbuka
otot hingga mencapai lapisan serosa Separasi plasenta Melekat seluruhnya
dinding uterus. Syok Jarang sekali, kecuali
E. Plasenta inkarserata : tertahannya akibat inversion oleh
plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan tarikan kuat pada tali
oleh konstriksi ostium uteri. pusat

Gejala Separasi/ arketa


parsial III. Retensio plasenta dengan separasi parsial
• Tentukan jenis retensio yang terjadi karena
Konsistensi uterus kenyal berkaitan dengan tindakan yang akan
Tinggi fundus sepusat diambil.
• Regangkan tali pusat dan minta pasien
Bentuk uterus discoid untuk mengedan. Bila ekspulsi plasenta
Perdarahan sedang-banyak tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali
Tali pusat terjulur sebagian pusat.
• Pasang infus oksitosin 20 unit dalam 500cc
Ostium uteri terbuka NS/RL dengan 40 tetesan per menit. Bila
Separasi plasenta lepas sebagian perlu, kombinasikan dengan misoprostol
Syok sering 400 mg rektal (sebaiknya tidak
mengunakan ergometrin karena kontraksi
tonik yang timbul dapat menyebabkan
Gejala Plasenta Inkarserata

192
plasenta terperangkap dalam kavum - Jepit porsio dengan klem ovum pada
uteri). jam 12, 4, dan 8 dan lepaskan
• Bila traksi terkontrol gagal untuk speculum.
melahirkan plasenta, lakukan manual - Tarik ketiga klem ovum agar ostium,
plasenta (lihat prosedur klinik plasenta tali pusat dan plasenta tampak lebih
manual) secara hati-hati dan halus jelas.
(melepaskan plasenta yang melekat erat - Tarik tali pusat ke lateral sehingga
secara paksa, dapat menyebabkan menampakkan plasenta di sisi
perdarahan atau perforasi). berlawanan agar dapat dijepit
• Restorasi cairan untuk mengatasi sebanyak mungkin. Minta asisten
hypovolemia untuk memegang klem tersebut.
• Lakukan transfuse darah apanbila - Lakukan hal yang sama untuk plasenta
diperlukan pada sisi yang berlawanan.
• Beri antibiotika profilaksis (ampisilin 2g - Satukan kedua klem tersebut
IV/oral + metronidazole 1g supositoria/ kemudian sambal diputar searah
oral) jarum jam, Tarik plasenta ke luar
• Segera atasi bila terjadi komplikasi perlahan-lahan melalui pembukaan
perdarahan hebat, infeksi, syok ostium.
neurogenic. • Pengamatan dan perawatan lanjutan
meliputi pemantauan tada vital, kontraksi
IV. Plasenta Inkarserata uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan
• Tentukan diagnosis kerja melalui pasca-tindakan. Tambahan pemantauan
anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan. yang diperlukan adalah pemantauan efek
• Siapkan peralatan dan bahan yang samping atau komplikasi dari bahan-bahan
dibutuhkan untuk menghilangkan sedative, analgetika atau anestesia umum
konstriksi serviks dan melahirkan plasenta. (mual dan muntah, cegah aspirasi bahan
• Pilih fluothane atau eter untuk konstriksi muntahan, hipo/Antonia uteri, vertigo,
serviks yang kuat tetapi siapkan infus halusinasi, pusing/vertigo, mengantuk).
oksitosin 20 IU dalam 500 ml NS/RL dengan
40 tetes per menit untuk mengantisipasi V. Plasenta Akreta
gangguan kontraksi yang disebabkan • Tanda penting untuk diagnosis pada
bahan anaestesi tersebut. pemeriksaan luar adalah ikutnya
• Bila prosedur anestesi tidak tersedia tetapi fundus/korpus apabila tali pusat ditarik.
serviks dapat dilalui oleh cunam ovum Pada pemeriksaan dalam sulit ditentukan
lakukan manuver sekrup untuk melahirkan tepi plasenta karena implantasi yang
plasenta. Untuk prosedur tersebut, dalam.
berikan analgesic (Tramadol 100mg IV atau • Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas
Pethidine 50 mg IV dan sedative Diazepam pelayanan kesehatan dasar adalah
5mg IV) pada tabung suntik yang terpisah. menentukan diagnosis, stabilisasi pasien
dan rujuk ke rumah sakit rujukan karena
Manuver Sekrup : kasus ini memerlukan tindakan operatif.
- Pasang speculum Sims sehingga
ostium dan sebagian plasenta tampak VI. Sisa Plasenta
dengan jelas.

193
• Penemuan secara dini, hanya
dimungkinkan dengan melakukan
pemeriksaan kelengkapan plasenta
setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta
dengan perdarahan pasca-persalinan
lanjut, sebagian besar pasien akan kembali
lagi ke tempat bersalin dengan keluhan
perdarahan sete;ah 6-10hari pulang ke
rumah dan subinvolusi uterus.
• Berikan antibiotika karena perdarahan
juga merupakan gejala metritis.
Antibiotika yang dipilih adalah ampisilin
dosis awal 1g IV dilanjutkan dengan 3x1 g
oral yang dikombinasi dengan
metronidazole 1g supositoria dilanjutkan
3x500 mg oral.
• Dengan dipayungi antibiotika tersebut,
lakukan eksplorasi digital (bila serviks
terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah
atau jaringan. Bila serviks hanya dapat
dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi
sisa pasenta dengan AVM atau dilatasi dan
Kuretase.
• Bila kadar Hb < 8g % berikan transfuse
darah. Bila kadar Hb ≥ 8g %, berikan sulfas
ferosus 600 mg/hari selama 10 hari.

194
INVERSIO UTERUS
Tingkat Kemampuan 3B

I. Masalah Kesehatan C. Inversio inkomplit → tonjolan


Inversio uterus adalah kelainan fundus uteri sampai ke kanalis
putaran uterus dari dalam ke luar dimana servicalis.
bagian atas uterus (fundus uteri) masuk D. Inversio komplit → tonjolan
ke dalam cavum uteri, sehingga bagian fundus uteri sudah mencapai
dalam fundus uteri menonjol ke dalam ostium uteri eksternum.
cavum uteri bahkan sampai vagina dengan E. Inversio total → tonjolan sudah
dinding endometrium berada di sebelah mencapai vagina atau luar vagina.
luar. Inversio uterus merupakan
kegawatan medic obstetric yang jarang IV. Etiologi
terjadi (1 : 5.000 sampai 1 : 20.000 Inversio uterus biasanya terjadi
kelahiran). Meskipun jarang terjadi, pada saat kala III persalinan atau
komplikasi yang disebabkan cukup serius sesudahnya. Tekanan yang dilakukan
seperti syok vasovagal, dan dapat pada fundus uteri terlalu kuat ketika
diperparah dengan perdarahan uterus tidak berkontraksi baik, tarikan
postpartum hebat yang dapat pada umbilicus (tali pusat) pada
menyebabkan kematian ibu bila tidak plasenta yang belum terlepas dari
segera diketahui dan ditatalaksana dengan insersinya, hipotonia uteri (awal
baik. masuknya fundus uteri ke dalam
cavum uteri), mendorong fundus yang
II. Klasifikasi terbalik ke bawah, dan dengan adanya
A. Inversio di masa nifas (suatu periode kontraksi berturut-turut.
dalam minggu-minggu pertama Inversio yang terjadi di luar
setelah kelahiran). Inversio yang persalinan, pada myoma geburt yang
terjadi saat melahirkan atau pasca ditarik untuk dikeluarkan/dilahirkan.
melahirkan dapat terjadi secara akut.
B. Inversio di luar nifas, biasanya V. Anamnesis
parsial dan sering dikaitkan dengan A. Gejala akut
adanya tumor uterus. 1. Syok
2. Perdarahan vagina hebat,
III. Macam – Macam Inversio Uterus: terjadi segera setelah
A. Inversio local → fundus uteri melahirkan.
menonjol sedikit ke dalam cavum 3. Nyeri uterus hebat yang terjadi
uteri secara tiba-tiba.
B. Inversio parsial → tonjolan fundus B. Gejala kronik
uteri hanya dalam cavum uteri saja. 1. Metroragia yaitu perdarahan
uterus disfungsional yang tidak

195
berhubungan dengan siklus berat, perdarahan, tidak terabanya
menstruasi, perdarahan secara fundus uteri di bawah umbilicus
irregular yang terjadi diantara (pusar), terabanya massa lembek di
dua waktu haid. vagina. Pada inversio menahun massa
2. Nyeri punggung yang teraba lebih keras.
3. Anemia
4. Banyak keputihan VIII. Differential Diagnosis
Perlu dipikirkan kemungkinan
VI. Hasil Pemeriksaan Fisik myoma geburt. Pemeriksaan dengan
A. Keadaan umum: hipotensi dan sonde uterus yang dimasukkan terus
takikardi menunjukkan adanya sampai ujung cavum uterus. Pada
syok postpartum. Tampak kasus inversio sonde uterus
kesakitan karena nyeri hebat. mengalami jalan buntu.
B. Pemeriksaan abdomen:
1. Inversio komplit: palpasi IX. Tatalaksana
fundus uterus teraba abnormal Sebagai tindakan pencegahan,
(tidak teraba). dalam memimpin persalinan harus
2. Inversion inkomplit: palpasi selalu waspada akan kemungkinan
fundus uteri didapatkan terjadi inversio, misalnya pada partus
cekungan berbentuk seperti presipitatus, plasenta manual, tarikan
kawah. pada tali pusat, memijat-mijat pada
C. Pemeriksaan vaginal: uterus yang lembek.
1. Inversio komplit: oleh karena Pada saat terjadi inversio uterus:
tarikan kuat terhadap tali pusat 1. Panggil bantuan segera,
yang melekat ke plasenta yang mencakup petugas anastesi dan
berimplantasi ke fundus uteri, dokter lain kemudian mengatasi
fundus uteri berwarna biru syok. Pasang infus intravena
keabuan menonjol keluar berdiameter besar kemudian beri
melalui orificium vagina. Pada kristaloid dan darah untuk
50% kasus, palsenta masih mengatas hypovolemia.
menempel. 2. Segera setelah syok dapat
2. Inversio inkomplit: tanda yang teratasi, dilakukan reposisi
tampak adalah syok manual dalam narkose (sudah
hebat/berat akibat kehilangan dilakukan anastesi).
darah. Teraba fundus uteri di 3. Uterus yang baru mengalami
kanalis servicalis. invesi, dan bila plasenta sudah
terlepas sering dapat
VII. Diagnosis dikembalikan ke posisinya
Berdasarkan dari hasil dengan mendorong fundus ke
anamesis, px fisik dan px penunjang. atas menggunakan telapak
Ditandai dengan gejala seperti syok

196
tangan dan jari sesuai arah 7. Setelah reposisi berhasil,
sumbu panjang vagina. hentikan pemberian agen
4. Jika plasenta masih melekat tokolitik dan tangan
berikan anastetika perelaksasi dipertahankan sampai terasa
uterus atau obat tokolitik seperti uterus berkontraksi. Jika perlu
terbutaline, magnesium sulfat, pasang tampon ke dalam cavum
ritrodine dan nitrogliserin yang uteri dan vagina. Tampon dilepas
digunakan untuk relaksasi setelah 24 jam dan sebelumnya
kemudian reposisi uterus. sudah diberi uterotonika.
5. Jika uterus yang inversi CATATAN:
mengalami prolapsus hingga Pada inversio menahun tidak
keluar dari vagina, uterus dapat dilakukan reposisi manual,
direposisikan ke dalam vagina. karena lingkaran kontraksi pada
6. Setelah mengeluarkan plasenta, ostium uteri eksternum sudah
berikan tekanan konstan pada mengecil dan menghalangi
fundus uteri yang inversi lewatnya korpus uterus yang
menggunakan kepalan tangan terbaik oleh karena itu perlu
dalam upaya mendorong fundus tindakan operasi diantaranya
ke atas ke dalam serviks yang menurut Spinell, Haultin,
dilatasi. Alternative lain dengan Huntington dapat pula dilakukan
ekstensi dua jari tangan untuk histerektomi.
mendorong bagian tengah
fundus ke atas. X. Indikasi Untuk Merujuk Ke Specialis
Pada kasus inversi uterus yang
tidak dapat di reposisi ke posisi
normal dengan teknik per vagina
karena ada cincin kontriksi padat
sehingga perlu dilakukan intervensi
bedah laparotomy.
Apabila setelah dilakukan
reposisi dengan kompresi bimanual
interna tidak terjadi kontraksi uterus,
ajarkan keluarga untuk kompresi
bimanual eksternal (lihat gambar)

(gambar reposisi uterus)

197
Keluarkan tangan dari posisi kompresi
bimanual interna secara hati-hati
kemudian injeksi uterotonika yaitu
metil ergometrin 0,2mg IM dan pasang
infus kristaloid + 20 IU oksitosin
dilanjutkan kompresi bimanual
interna. Observasi ulang apabila uterus
tidak kontraksi pertahankan kompresi
bimanual dan pemberian infus + 20 IU
oksitosin minimal 500 cc/jam sampai
ke tempat rujukan → Rujuk ke RS
untuk dilakukan intervensi bedah
laparotomy.

Sumber:

1. Cuningham FG, Gant NF, Leveno KJ,


Gilstrap LC, Haunth JC, Wenstrom KD.
2013. Obstetric Williams Edisi 23, Vol 2.
Jakarta: EGC. pp. 820-821
2. Prawirohardjo, S. 2018. Ilmu
Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta: PT.
Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
pp. 354-357
3. Prawirohardjo, S. 2018. Ilmu
Kebidanan, Edisi Pertama Cetakan
Keenam. Jakarta: P.T Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. pp. 195-196

198
Pendarahan Postpartum
Tingkat kemampuan 3B

I. Definisi B. Pendarahan postpartum lambat


Perdarahan postpartum adalah perdarahan 500 1. Tertinggalnya sebagian plasenta
cc atau lebih setelah kala III selesai (setelah 2. Subinvolusi di daerah insersi plasenta
plasenta lahir). Pengukuran darah yang keluar 3. Dari luka bekas seksio sesarea.
sukar untuk dilakukan secara tepat.
IV. Diagnosis
II. Jenis 1. Untuk membuat diagnosis perdarahan
Perdarahan postpartum dibagi dalam: postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan
1. Perdarahan postpartum dini bila perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia.
terjadi dalam 24 jam pertama; Apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus,
2. Perdarahan postpartum lambat bila pasien akan jatuh dilam keadaan syok.
perdarahan terjadi setelah 24 jam pertama. Perdarahan postpartum tidak hanya terjadi
pada mereka yang mempunyai predisposisi,
tetapi pada setiap persalinan kemungkinan
III. Etiologi
untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu
A. Perdarahan postpartum dini
ada.
1. Atonia uteri, Pada atonia uteri uterus tidak
2. Perdarahan yang terjadi di sini dapat deras
mengadakan kontraksi dengan baik, dan ini
atau merembes saja. Perdarahan yang deras
merupakan sebab utama dari perdarahan
biasanya akan segera menarik perhatian,
postpartum. Uterus yang sangat teregang
sehingga cepat ditangani,sedangkan
(hidramnion, kehamilan ganda atau kehamilan
perdarahan yang merembes karena kurang
dengan janin besar), partus lama dan
nampak seringkali tidak mendapat perhatian
pemberian narkosis merupakan predisposisi
yang seharusnya. Perdarahan yang bersifat
untuk terjadinya atonia uteri.
merembes ini bila berlangsung lama akan
2. Laserasi jalan lahir, Perlukaan serviks, vagina
mengakibatkan kehilangan darah yang banyak.
dan perineum dapat menimbulkan perdarahan
Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka
yang banyak bila tidak direparasi dengan
darah yang keluar setelah uri lahir harus
segera.
ditampung dan dicatat.
3. Hematoma.Hematoma yang biasanya
3. Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak
terdapat pada daerah-daerah yang mengalami
keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina
laserasi atau pada daerah jahitan perineum.
dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya
4. Lain-lain.
diketahui karena adanya kenaikan dari
a. Sisa plasenta atau selaput janin yang
tingginya fundus uteri setelah uri keluar.
menghalangi kontraksi urerus, sehingga masih
4. Untuk menentukan etiologi dariperdarahan
ada pembuluh darah yang tetap terbuka.
postpartum diperlukan pemeriksaan yang
b. Ruptura uteri
lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan
c. Inversio uteri

199
umum, pemeriksaan abdomen dan misalnya pada partus presipitatus, plasenta
pemeriksaan dalam manual, tarikan pada tali pusat, memijat-mijat
5. Pada atonia uteri teriadi kegagalan kontraksi pada uterus yang lembek.
uterus, sehingga pada palp,asi abdomen urerus
didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan Atonia Uteri
pada laserasi jalan lahir uterus berkontraksi
dengan baik, sehingga pada palpasi teraba Tujuan pengobatan
uterus yang keras. Dengan pemeriksaan dalam 1. Menimbulkan kontraksi uterus.
dilakukan iksplorasi vagina, uterus dan Pertama-tama dapat diberikan obat yang
Pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat menimbulkan kontraksi uterus seperti oksitosin
ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, atau obat golongan methergin secara intravena
hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta' atau Intramuskuler. Disamping itu, dapat
dilakukan masase uterus melalui dinding
V. Pencegahan abdomen
2. Bila dengan cara tersebut pendarahn masih
Cara vans terbaik untuk mencegah terjadinya
berlangsung terus, dapat dilakukan kompresi
pendarahan pospartum adalah memimpin kala
bimanual uterus dengan mengosongkan
II dan kala III persalinan secara lege artis.
kandung kemih terlebih dahulu
Apabila persalinan diawasi oleh seorang dokter
spesialis obstetri-ginekologi ada yang
menganjurkan untuk memberikan suntikan Kompresi Bimanual Uterus
ergometrin secara intravena setelah anak lahir, Ada dua cara melakukan kompresi bimanual
dengan tujuan untuk mengurangi jumlah uterus.
pendarahan yang terjadi 1. Seluruh tangan dimasukkan dalam vagina
dan digenggamkan, uterus ditekan antara
VI. Tindakan tangan yang berada di vagina dan tangan yang
di luar
1. Tindakan pada perdarahan postpartum
2. Seluruh tangan dimasukkan dalam vagina
mempunyai 2 tujuan, yaitu : 1) mengganti
dan memegang serviks, sedangkan tangan yang
darah yang hilang 2) menghentikan
lain memegang fundus uteri, kemudian fundus
pendarahan. Pada umumnya kedua tindakan
uteri didekatkan pada serviks uteri. Tindakan
dilakukan bersama-sama, tetapi apabila
ini biasanya tidak dapat dilangsung kan terlalu
keadaan tida mengijinkan maka penggantian
lama, karena tindakan ini sangat melelahkan
darah yang hilang diutamakan
penolong. Apabiia tindakan ini gagal dalam
2. Tindakan pada perdarahan postpartum
karena laserasi jalan lahir dan ruptura uteri menghentikan perdarahan, dapat dilakukan
adalah laparotomi. Sebelumnya penderita pemasangan tampon uterus atau laparotomi
diberi transfusi darah atau sekurang-kurangnya untuk melakukan ligalisi arteria hipogastrika
infus cairan garam fisiologik/ringer laktat untuk ataupun histerektomi
mencegah terjadinya syok hipovolemik.
3. Sebagai tindakan pencegahan, dalam
memimpin persalinan harus selalu waspada
akan kemungkinan terjadinya inversio,

200
Cara Pemasangan tampon uterovaginalis

Cara pertama kompresi bimanual uterus


2. Apabila perdarahan masih terjadi setelah
Pemasangan tampon ini, pemasangan tidak
boleh diulangi, dan segera harus dilakukan
laparotomi untuk melakukan histerektomi
ataupun ligasi arteria hipogastrika.

Ligasi Arteria Hipogastrika

1. Irisan pada kulit dilakukan pada garis tengah


antara pusat dan simfisis. Untuk mencapai
Cara kedua kompresi bimanual uterus
pembuluh darah yang akan diikat dilakukan
irisan pada parametrium (biiamana perlu
Pemasangan Tampon Uterovagina ligamentum .otundum dipotong sedistal
1. Vagina dibuka dengan spekulum, dinding mungkin); kemudian parametrium dibuka
depan dan belakang serviks dipegang dengan secara tajam dan tumpul hingga bifwrcatio
ring tang, kemudian rampon dimasukkan arteria iliaca communis tampak,
dengan menggunakan tampon tang melalui 2. Ureter dengan mudah dapat ditarik ke
serviks sampai ke fundus uteri, Tampon tang medial dan biasanya melekat pada sisi medial
ditarik beberapa cm, dan kemudian memegang parametrium. Dengan cara ini mobilisasi
lagi tampon dan didorong ke fundus uteri. Hal sigmoid ke arah medial juga dipermudah
ini diulangi berkali-kali sampai seluruh rongga bilamana kita hendak mengadakan pengikatan
urerus dipenuhi oleh tampon, sedangkan arteria hipogastrika yang kiri. Jaringan ikat
tangan asisten berada di fundus uteri kendor yang menutupi arteria hipogastrika
diangkat Dengan menggunakan gunting dan
kemudian arteria hipogastrika diangkat dengan
Pertolongan jarumDeschamps. Pengikatan
arteria hipogastrika dilakukan padadua tempat
dengan jarak kurang lebih lebih 1 cm dengan
menggunakan catgut khromik no.2 . Di sini

201
harus dijaga jangan sampai terjadi perlakuan
vena hipogastrika yang letaknya
postero-medial dari arteri tersebut.
Ligamentum rotundum bila dipotong kemudian
dapat dijahit kembali dan peritoneum pada
akhir operasi ditutup

Pemasangan klem pada parametrium menurut


Henkel

Gangguan Faal Pembekuan Darah


1. Seringkali pendarahan pospartum yang
persisten akibat dari gangguan pembekuan
darah. Biasanya dilakukan Clot observation tes
Apabila hal tersebut di atas terjadi dan tidak
dengan cara 5cc darah dimaskkan dalam
ada fasiiitas untuk melakukan laparotomi.
tabung gelas, kemudian dicaatat waktu
maka dapat dilakukan tindakan sementara
pembekuan darah lalu observasi apakah masih
yaitu penjepitan parametrium menurut Henkel
terjadi lisis bekuan darah tersebut
2. Pendarahan akibat gangguan pembekuan
darah ini dapat diatasi dengan pemberian
Penjepitan Parametrium Henkel darah segar
1. Vagina dibuka dengan dua spekulum,
kemudian bibir depan dan belakang serviks
Hematoma
dipegang dengan ring tang dan sebeium itu
1. Hematoma sering menyebabkan kehilangan
telah disiapkan klem Kelly yang panjang lurus
darah dalam jumlah besar. Perawatan
atau pun bengkok sebanyak dua buah.
hematoma postpartum meliputi insisi,
Kemudian serviks dengan perantaraan dua ring
eksplorasi, mengikat sumber pendarahan dan
tang dir.arrk sejauh mungkin ke kiri dan dengan
tamponade/drainase
klem Kelly forniks lateralis kanan dijepit.
Setelah itu serviks ditarik ke kanan dan dengan
klem Kelly hal yang sama dikerjakan pada
forniks lateralis yang kiri. Klem tersebut
dibiarkan selama 12-24 jam. Bahaya tindakan
ini ialah ikut terjepitnya ureter dan
kemungkinan terjadi fistula uretero-vaginalis

Pemasangan tampon pada hematoma vulva

202
Inversio Uteri sebelumnya sudah diberi uterotonika. Reposisi
Inversio uteri sangat jarang terjadi. Menurut ini umumnya tidak sulit. Pada inversio uteri
kepustakaan angka kejadiannya adalah I : menahun prosedur di atas tidak dapat
5000-20.000 persalinan. Sebab inversio ureri dilakukan karena lingkaran kontraksi pada
yan tersering adalah kesalahan dalam ostium uteri eksternum sudah mengecil dan
memimpin kala III, yaitu menekan fundus uteri menghalangi lewatnya korpus uteri yang
terlalu kuat dan menarik tali pusat pada terbaik. Dalam hal ini perlu diiakukan operasi
plasenta yang belum terlepas dari insersinya. setelah infeksi diatasi. Tindakan operatif untuk
Inversio uteri dapat dibagi menjadi inversio inversio uteri antara lain dapat dilakukan
komplit dan inkomplit; inversio akut dan dengan operasi menurut Spinell, menur-ut
kronis.Biasanya kita menghadapi inversio akut. Haultin, dan Huntington. Dapat juga dilakukan
Pada inversio inkomplit, fundus uteri tidak histerektomi.
sampai keluar dari serviks, sedang pada
inversio komplit seluruh urerus keluar dari
serviks.
2. Inversio uteri biasanya terjadi dengan cepat
disertai perdarahan dan syok. Syok yang terjadi
seringkali tidak sesuai dengan banyaknya darah
yang hilang. Banyaknya pendarahan
rerganrung pada kemampuan uterus yang
mengalami inversi untuk mengadakan
kontraksi dan jenis inversinya.
3. Untuk menegakkan diagnosis inversio uteri
dilakukan palpasi abdomen dan pemeriksaan
dalam. Palpasi abdomen pada inversio
inkomplit didapatkan cekungan berbentuk
seperti kawah pada fundus uteri, sedang pada
inversio komplit fundus uteri tidak dapat diraba.
Pemeriksaan dalam pada inversio inkomplit
teraba fundus uteri di kanalis servikalis dan
pada inversio komplit fundus uteri teraba di
vagina atau bahkan sudah keluar dari vagina.
4. Prinsip perawatan inversio uteri adalah
mengatasi syok. Segera setelah syok dapat Sisa Plasenta atau Selaput Janin
diatasi, dilakukan reposisi secara manual, dan Pendarahan akibat tertinggalnya sisa plasenta
apabila reposisi berhasil diberikan uterotonika. atau selaput janin. Bila hal tersebut terjadi,
sambil mengatasi syok, dilakukan reposisi harus dikeluarkan secara manual atau dikuret,
manual dalam narkose. Seluruh tangan kanan disusul dengan pemberian obat-obatan
dimasukkan ke dalam vagina, rnelingkari tumor
oksitosika intravena
dalam vagina dan teiapak
tangan mendorong perlahan-lahan tumor ke
atas melalui serviks yang masih terbuka. Pendarahan Postpartum Lambat
Seteiah reposisi berhasil, tangan dipertahankan Perdarahan postpartum lambat biasanya
sampai terasa uterus berkontraksi dan kalau terjadi pada 5-10 hari setelah persalinan. Sebab
perlu dipasang tampon ke dalam kal.um uteri
yang tersering adalah sisa plasenta. Sebab lain
dan vagina. Tampon dilepas setelah 24 jam dan

203
yaitu infeksi, gangguan involusi pada insersi Bila dengan pengobatan ini perdarahan dapat
plasenta, terbukanyi jahitan episioromi atau dihentikan dan tidak didapatkan bukti adanya
terbukanya luka seksio sesarea. sisa plasenta yang tertinggal, tidak perlu
2. Gejalanya berupa perdarahan, dan dilakukan kuret. Apabila didapatkan
perdarahan ini dapat berlangsung terus gejala-gejala infeksi, dapat diberi antibiotika
menerus atau berulang. Pada palpasi parenteral.
didapatkan fundus uteri masih dapat teraba c. Perdarahan banyak. Pertama-tama
yang lebih besar dari yang diperkirakan. Pada dipasang cairan intravena dan diberi transfusi
pemeriksaan dalam didapatkan uterus yang darah. Dianjurkan untuk melakukan kuret
membesar, lunak, dan dari ostium uteri keluar apabiia perdarahan masih berlangsung terus
darah. serelah pemberian oksitosin atau bila terdapat
3. Perawatan perdarahan postpartum lambat bukti adanya sisa plasenta yang rertinggal. Bila
dapat dibagi menjadi tiga kategori. dengan cara tersebut di atas perdarahan masih
a. Perdarahan sedikit. Tirah baring di berlangsung terus, dilakukan laparotomi untuk
rumah dibantu pemberian obat-obat oral melakukan histerektomi ataupun ligasi arteria
golongan uterotonika. Bila dicurigai ada infeksi hipogastrika
dapat diberi antibiotika.
b. Perdarahan sedang, Diberikan oksitosin
intravena (20 unit dalam 500 cc ri4ger laktat).

Referensi
1. Danforth David N. Obstetrics Gynecology, Thirth Edition, Harper & Row, 719-721,
2. Douglas R. Gordon, et al. Operative Obstetrics, Thirth Edition, Appleton-Century-Crofts 761-793
3. Myercough P.R. Munro Kerrs. Operative Obstetrics, Tenth Edition 425-437
4. Psyrembel. Praktische Geburtshife, Zehnte Auflage, 538-539
5. Taber B.Z. Manual of Gynecologic and Ocstetric Emergencies, Second ed. W.B. Saunders, 331-338
6. Prawirohardjo, S. 2018. Ilmu Kebidanan, Edisi Pertama Cetakan Keenam. Jakarta: P.T Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. pp. 188-197
7. Prawirohardjo, S. 2018. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. pp.
354-357

204
SYOK DALAM KEHAMILAN / PERSALINAN
I. Definisi
Syok adalah keadaan yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah ke jaringan
sehingga kebutuhan oksigen dan nutrisi tidak terpenuhi, serta hasil metabolism tidak dapat
dikeluarkan. Penyebab syok dalam kebidanan terbanyak adalah pendarahan, kemudian
neurogenik, kardiogenik, endotoksik/ septik, anafilatik dan penyebab syok lain seperti emboli,
komplikasi anestesi,dan kombinasi.
Gejala syok adalah :
- Tekanan Darah Turun
- Nadi Cepat dan Lemah
- Keringat dingin
- Sianosis pada jari
- Sesak nafas
- Penglihatan kabur
- Gelisah
- Oliguria/ anuria
Kondisi kekurangan oksigen yang ditangani dengan tidak adekuat menyebabkan
terjadinya metabolism anaerob yang berakibat pada kondisi asidosis metabolik. Kondisi
hipoksia pada hipofisis dan ginjal dapat menyebabkan nekrosis hipofisis ( Sindroma Sheen)
dan gagal ginjal akut. Kemudian, aliran darah coroner yang berkurang berakibat gagal jantung..

II. Fase Syok


Perempuan hamil normal mempunyai toleransi terhadap pendarahan sebesar 500-1000
ml pada waktu persalinan tanpa bahaya oleh karena daya adaptasi fisiologik kardiovaskular
dan hematologik selama kehamilan. Namun,jika pendarahan berlanjut akan timbul fase-fase
syok sebagai berikut :
A. Fase Kompensasi
Respon pertama terhadap kehilangan darah adalah vasokontriksi pembuluh darah
perifer untuk mempertahankan pasokan darah ke organ vital. Gejala klinis : pucat,
takikardi, dan takipnea.
B. Fase Dekompensasi
Pendarahan lebih dari 1000 ml pada pasien normal atau kurang karena faktor faktor
yang ada. Terapi yang adekuat pada fase ini adalah memperbaiki keadaan dengan cepat
tanpa meninggalkan efek samping.
C. Fase Kerusakan Jaringan dan Bahaya Kematian
Penanganan pendarahan yang tidak adekuat akan menyebabkan hipoksia jaringan yang
lama dan kematian jaringan dengan akibat seperti asidosis metabolik, dilatasi arteriol,
koagulasi intravaskular yang luas (DIC), kegagalan jantung dan kematian yang
mengancam.
III. Penanganan Syok
Jika terjadi syok, maka segera lakukan tindakan :
1. Cari dan hentikan segera penyebab pendarahan.
2. Bersihkan saluran nafas dan beri oksigen atau pasang selang endotrakeal.

205
3. Naikkan kaki ke atas untuk meningkatkan aliran darah ke sirkulasi sentral.
4. Pasang 2 set infus atau lebih untuk transfuse, cairan infus dan obat-obat IV bagi pasien
yang syok. Jika sulitmencari vena, laukakan/ pasang kanul intrafemoral.
5. Kembalikan volume darah dengan
- Darah segar ( whole blood) dengan cross-matched dari grup yang sama,kalua
tidak tersedia berikan darah O sebagai life-saving.
- Larutan kristaloid : ringer laktat, larutan garam fisiologis atau glukosa 5%.
Larutan tersebut memiliki waktu paruh yang pendek . Pemberian yang
berlebihan dapat menyebabkan edema paru.
- Larutan koloid : dekstran 40 atau 70, fraksi protein plasma atau plasma segar.
6. Terapi obat-obatan :
- Analgetik : morfin 10-15 mg IV (jika ada rasa sakit, kerusakan jaringan atau
gelisah)
- Kortikosteroid : hidrokortison 1 gram atau deksametason 20 mg IV.
- Sodium bikarbobat : 100 mEq IV (jika terdapat asidosis)
- Vasopresor : untuk menaikkan TD dan mempertahankan perfusi renal. Bisa
berikan : dopamine ( 2,5 mg/kg/menit IV ) sebagai pilihan utama. Atau
golongan beta adrenergic simultan yaitu isoprenalin 1 mg dalam 500 ml glukos
5% IV.
7. Monitoring
- Central venous pressure (CVP) : normal 10-12 cm air
- Nadi
- Tekanan darah
- Produksi urin
- Tekanan kapilar paru : normal 6-18 Torr
- Perbaikan klinik : pucat, sianosis, sesak, keringat dingin, dan kesadaran.

IV. Jenis, Etiologi, dan Penanganan Syok dalam Kebidanan


A. Syok Hemmoragik
1. Pengertian
Disebabkan karena pendarahan yang hebat. Banyak terjadi pada pendarahan
di kehamilan muda, misalnya abortus, kehamilan ektopik, dan penyakit trofoblas (
Mola Hidatosa). Selain itu terjadi pada pendarahan antepartum seperti plasenta
previa, solusio plasenta, rupture uteri dan pendarahan pascapersalinan karena atonia
uteri dan laserasi jalan lahir.
1. Klasifikasi Pendarahan :
Kelas Jumlah Pendarahan Gejala Klinik

206
I 15 % ( Ringan) • Tekanan darah
dan nadi normal
• Test Tilt (+)
Test Tilt yaitu
bila pasien
dalam kondisi
duduk akana
terjadi hipotensi
dan atau
takikardi,
sedangkan
ketika berbaring
tekanan darah
dan frekuensi
nadi normal.
II 20-25 % ( Sedang) • Takikardi-
Takipnea
• Tekanan darah
<30 mmHg
• Tekanan darah
sistolik rendah
• Pengisian darah
kapiler rendah

III 30-35 % ( Berat) • Kulit dingin,


berkerut, pucat.
• Tekanan darah
sangat rendah
• Gelisah
• Oliguria ( < 30
ml/jam)
• Asidosis
metabolik (pH
<7,5)

IV 40-45% ( Sangat Berat) • Hipotensi barat


• Hanya nadi
karotis yang
teraba
• Syok ireversibel

2. Penaganan Syok Hemmoragik dalam Kebidanan :

207
Segera lakukan resusitasi, berikan oksigen, infus cairan, dan tranfusi
darah.Selanjutnya atasi koagulopati dan lakukan pengawasan dengan memonitor
denyut jantung janin. Bila terjadi tanda hipoksia, segera lahirkan anak.
Jika terjadi atonia uteri pascapersalinan segera lakukan masase uterus, berikan
suntikan metil-ergometrin ( 0,2 mg) IV dan oksitsin IV atau per infus ( 20-40 U/l).
Apabila gagal menghentikan pendarahan lanjutkan dengan ligase arteri hipogastrika
atau histerektomi bila anak sudah cukup. Dapat pula dilakukan embolisasi arteri iliaka
interna dengan bantuan transkatetermdengan syarat sudah berpengalaman dan tersedia
peralatan. Semua laserasi yang ada sebelumnya harus dijahit.

B. Syok Endotoksik/ Septik


1. Pengertian dan etiologi
Merupakan gangguan secara menyeluruh pada pembuluh darah akibat lepasnya
toksin. Penyebab utama adalah infeksi bakteri gram negatif, yaitu : E.Coli,
Pseudomonas aeroginos, Bacteroid, Klebsiella Species dan Serratia E.Coli,
Pseudomonas aeroginos, Bacteroid yang mengeluarkan endotoksin adalah fosfo-lipo-
polisakarida yang lepas dari dinding sel yang lisis. Gambaran yang sama juga terjadi
karena eksotosin dari Streptokokus Beta Hemolitik, Anaerob, dan Klostridia. Penyebab
Obstetrik pada syok septik yaitu abortus septik, ketuban pecah yang lama/
korioamnionitis, infeksi pascapersalinan, trauma, sisa plasenta, sepsis puerperalis dan
pielonefritis akut.
2. Patogenesis :
Patogenesis dari syok endotoksik/septik: endotoksin yang dikeluarkan akan
mengaktifkan sistem komplemen dan sitokin sebagai awal dari reaksi inflamasi.
Kejadian ini berhubungan dengan koagulasi intravaskular ( DIC) yang luas karena
antiplasmin tidak dapat mengatasinya. Sepsis menyebabkan vasodilatasi, tahanan
perifer pembuluh darah turun, dan hipotensi. Sehingga distribusi aliran darah kurang
yang menyebabkan perfusi darah ke organ menjadi tidak adekuat dan berakibat pada
kerusakan jaringan multiorgan dan kematian. Sedangkan mediator inflamasi akan
meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga cairan keluar dari pembuluh darah,
khusus pada parenkim paru akan terjadi edema pulmonum. Selama sepsis terjadi akan
berakibat pada produski surfaktan pada pneumosit tergaggu sehingga timbul alveolus
kolaps dan mengakibatkan hipoksemia berat yang disebut acute respiratory distress
syndrome (ARDS.
Endotoksin lepas karena meningkatnya permeabilitas lisosomal dan sitotoksik.
Selanjutnya dalam beberapa menit dapat terjadi stimulasi medulla adrenal dan saraf
simpatis serta kontriksi arteriol dan venul. Kemudian mengakibatkan asidosis lokal
yang dapat menyebabkan dilatasi arteriol, tetapi kontriksi venul. Dan jika berlanjut
akan terjadi pembendungan darah kapiler, pendarahan karena pembendungan pada
gaster, hati, ginjal dan paru.

3. Gejala Klinis :
Syok septik terdiri dari: Fase Reversibel dan Fase Ireversibel. Fase Reversibel
terdiri dari Fase Panas dan Fase Dingin.

208
Gejala dan Tanda Fase Panas : hipotensi, takikardi, pireksia, dan menggigil. Kulit
terlihat merah dan panas. Pada fase ini pasien biasanya masih sadar dan sering terjadi
leukositosis dalam beberapa jam.
Gejala dan Tanda Fase Dingin : kulit dingin dan keriput, sianosis, purpura,
Jaudice, penurunan kesadaran yang progresif, dan koma.
Apabila kondisi syok terlus berlanjut pasien akan jatuh ke dalam fase ireversibel
dimana akan terjadi hipoksia sel yang berkepanjangan dan berakibat timbul
gejala asidosis metabolik, gagal ginjal akut, gagal jantung, edema pulmo, gagal adrenal
dan kematian.

4. DD
- Emoboli air ketuban
- Emboli paru
- Sindroma Aspirasi Paru
- Infark Jantung
- Tranfusi yang Inkompatibel

5. Penanganan
Terdiri atas tiga garis utama yaitu
a. Pengembalian fungsi sirkulasi dan oksigenasi
→ Dilakukan dengan tindakan sebagai berikut :
- Penggantian kehilangan darah dengan darah segar ( whole blood) jika
tersedia. Atau dengan koloid maupun kristaloid. Pengukuran CVP wajib
untuk mencegah sirkulasi yang overload
- Pemberian kortikosteroid : Hidrokortison 1 gram IV per 6 jam atau
deksametason 20 mg+ diikuti dengan 200 mg/ hari via infus.
- Pemberian beta adrenergic stimulan : isoprenalin → menyebabkan
dilatasi arteriol, peningkatan frekuensi jantung dan stroke volume, serta
memperbaiki perfusi jaringan. Volume darah harus normal sebelum
pengobatan
- Pemberian oksigen : jika ada gangguan pernafasan.
- Pemberian Aminofilin : meningkatkan pernafasan dengan
menghilangkan bronkospasme.

b. Eradikasi Infeksi
→ Dilakukan dengan :
- Terapi Antibiotik : dimulai secara intravena sampai hasil kultur
didapatkan dan terapi harus meliputi spectrum kuman yang luas.
- Terapi Operatif : indikasi bila ada jaringan yang tertinggal seperti
abortus septik.

c. Koreksi Cairan dan Elektrolit

209
→ dilakukan dengan terapi heparin, kecuali ada pendarahan yang aktif dimana
keadaan lebih baik diobati dengan transfusi darah.

6. Mortalitas
Angka Kematian Ibu ( AKI) karena syok septik paa kasus obstetric sebesar 0-3 %
dan pada kasus non-obstetri sebesar 10-80 %. Mortalitas syok septk lebih kurang
50 %

C. Syok Kardiogenik
1. Pengertian
Syok yang terjadi karena kontraksi otot jantung yang tidak efektif yang
disebabkan oleh infark otot jantung dan kegagalan jantung. Pada syok kardiogenik
ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang cukup untuk kebutuhan jaringan.
Sebagai kompensasi terjadi takikardia, tetapi hypervolemia dapat menyebabkan
edema paru dan edema menyeluruh.

2. Tanda Klinis
- Dilatasi vena di leher
- Dyspnea
- Desah sistol dan diastole
- Edema menyeluruh.
-
3. Penyakit Pembuluh Darah pada Kehamilan :
a. Kardiomiopati Peripartum
→ kelainan idiopatik yang terjadi pada bulan terakhir kehamilan dan 6 bulan
pasca perslinan. Faktor risiko : usia tua, multiparitas, kehamilan kembar, dan
preeklampsia. Semua gejala yang timbul menunjukkan gejala dan tanda
kegagalan jantung kongestif. Angka kematian maternal pada kardiomiopati
adalah 25-50%. Kejadian ini sering berulang pada kehamilan berikutnya. Pada
biopsi sebagian kencil menunjukkan adanya peradangan miokarditis.
Pengobatan terdiri atas pemberian diuretic, vasodilator, digoksin, dan follow-up
yang ketat.
b. Penyakit Arteri Koroner
→ penyakit yang jarang pada reproduksi, akan tetapi infark miokard dapat
terjad akibat stress hemodinamik yang berlebihan. Tidak ada faktor spesifk dari
kejadian penyakit ini. Pada pasca persalinan mekanisme terjadinya penyakit ini
dapat karena diseski yang disebabkan oleh degenerasi kolagen dan stress dari
persalinan. Penanganan penyakit coroner pada kehamilan sama dengan pada
orang yang tidak hamil.
c. Cardiac Arrest ( Henti Jantung)
➔ Henti jantung adalah keadaan kolaps sirkulasi yang tiba-tiba karena
kegagalan jantung untuk memompa darah secara adekuat. Setiap syok
obstetric akan berakhir dengan syok kardiogenik dengan penyebab paling

210
sering adalah pendarahan berat, hipoksia karena eclampsia atau anesthesia,
sindrom mendelson dan emboli dengan segala penyebab.
➔ Gejala : kolaps yang tiba-tiba dari sistem sirkulasi disertai kehilangan
kesadaran, nadi karotis maupun femur tidak teraba, apnea, sianosis dan
dilatasi pupil yang menentap.
d. Penanganan : dengan langkah ABCDEF. ( Airway, Breathing, Cardiac
Massage, Drip and Drugs, Elektrokardiogram, dan Fibrilasi Treatmen).

211
INFEKSI NIFAS II. Faktor predisposisi infeksi nifas :
A. Kurang gizi atau malnutrisi
I. Pengertian B. Anemia
Infeksi Nifas adalah istilah umum yang C. Higiene
digunakan untuk menyatakan adanya D. Kelelahan
infeksi bakteri apapun yang menyerang
E. Proses persalinan
saluran reproduksi setelah pelahiran.
bermasalah :
Infeksi nifas dapat berupa demam nifas 1. partus lama/macet
yaitu demam dengan suhu 38 derajad 2. korioamnionitis
celcius atau lebih tinggi yang terjadi pada (cairan ketuban terkena
masa nifas. Jika kenaikan suhu mencapai infeksi)
29 derajad celcius atau lebih yang terjadi 3. persalinan
dalam 24 jam pertama pascapartum dapat traumatik
disebabkan oleh infeksi pelvis virulen oleh
4. kurang baiknya
streptokokus grup A. Penyebab umum
proses pencegahan infeksi
demam nifas lainnya adalah
5. manipulasi yang
pembengkakan payudara dan pielonefritis
berlebihan
atau kadang-kadang komplikasi
F. Faktor risiko lainnya :
respiratorik setelah bedah caesar.
1. keadaan sosial
Selain demam nifas, infeksi nifas juga ekonomi lemah
dapat berupa infeksi uterus pascapartum
2. kolonisasi bakteri
atau sering disebut dengan berbagai nama
traktus genitalia bagian
yaitu endometritis, endomiometritis dan
bawah
endoparametritis. Karena infeksi tidak
hanya mengenai desidua melainkan juga
miometrium dan jaringan parametrial. Secara umum infeksi saluran reproduksi
wanita bersifat polimikrobial yang
Diinfeksi nifas juga ada dikenal sindrom
meningkatkan sinergi bakteri. Faktor lain
syok toksik yaitu penyakit demam akut
yang meningkatkan virulensi dalah
dengan kekacauan multisistem berat
hematoma dan jaringan mati. Walapun
biasanya mempunyai angka kematian 10-
serviks dan vagina secara rutin
15%. Gejalanya terdapat demam, sakit
mengandung bakteri tersebut, rongga
kepala, kebingungan mental, ruam
uterus biasanya steril sebelum kantung
erimatosa makular difus, edema subkutan,
amnion pecah. Sebagai konsekuensi
mual, muntah, diare cair.
persalinan dan pelahiran serta manipulasi
yang berhubungan, cairan amnion dan
uterus biasanya menjadi terkontaminasi
dengan bakteri anaerob dan aerob.

211
III. Bakteri penyebab umum infeksi caesar dapat meningkatkan hitung
saluran reproduksi : leukosit.
A. Aerob :
VI. Penilaian kllinik
1. Kokus gram positif :
Diagnosis febris pasca persalinan
streptokokus grup A, B, D,
enterokokus, ✓ Gejala dan tanda yang selalu
staphylococcus aureus didapat : Nyeri perut bagian bawah,
2. Bakteri gram negatif lokhia yang purulen dan berbau,
: Escherichia coli, klebsiella uterus tegang dan subinvolusi→
3. Lainnya : Gejala dan tanda yang mungkin
Mycoplasma, Chlamydia didapat : perdarahan pervaginam,
syok, peningkatan sel darah putih
B. Anaerob :
terutama polimorfonuklear lekosit
1. Kokus : spesies
→kemungkinan diagnosis :
peptokokus
Metritis(Endometritis/endomiom
2. Lainnya :
etritis)
clostridium, spesies
mobiluncus
✓ Gejala dan tanda yang selalu
didapat : nyeri perut bagian bawah,
IV. Patogenesis
pembesaran perut bagian bawah,
Infeksi nifas terjadi saat bakteri mendiami
demam yang terus menerus →
serviks dan vagina mendapat akses ke
Gejala dan tanda yang mungkin
cairan amnion saat persalinan dan pasca
didapat : dengan antibiotik tidak
partum. Bakteri tersebut menginvasi
membaik, pembengkakan pada
uterus yang mati. Selanjutnya terjadi
adneksa atau kavum douglas →
selulitis parametrial dengan infeksi
kemungkinan diagnosis : Abses
jaringan ikat fibroareolar retroperitoneal
pelvic
pelvis.

V. Perjalanan klinis ✓ Gejala dan tanda yang selalu


Suhu biasanya 38-39 derajad celcius, didapat : nyeri perut bagian bawah,
menggigil yang menyertai demam bising usus tidak ada → Gejala dan
menunjukan adanya bakteremia, ibu tanda yang mungkin didapat : perut
biasanya mengeluh nyeri abdomen dan yang tegang, anoreksia/muntah →
nyeri parametrial muncul pada kemungkinan diagnosis :
pemeriksaan bimanual dan abdominal. peritonitis
Infeksi lain, khususnya yang disebabkan
oleh streptococcus beta hemolitik grup A ✓ Gejala dan tanda yang selalu
menyebabkan lokia yang sedikit dan tidak didapat : nyeri payudara dan
berbau. Leukositas 15.000-30.000 sel/µL, tegang → Gejala dan tanda yang
namun perlu diingat kembali bahwa bedah mungkin didapat : kedua payudara
mengeras dan membesar antara 3-

212
5 hari pascapersalinan→ tegang pada daerah pinggang,
kemungkinan diagnosis : uterus tidak mengeras, menggigil
bendungan pada payudara → kemungkinan diagnosis : infeksi
pada traktus urinarius
✓ Gejala dan tanda yang selalu
didapat : nyeri payudara dan ✓ Gejala dan tanda yang selalu
bengkak→ Gejala dan tanda yang didapat : demam tinggi walau
mungkin didapat : ada inflamasi mendapat antibiotik, menggigil→
yang didahului bendungan, Gejala dan tanda yang mungkin
kemerahan batas jelas pada didapat : ketegangan otot kaki,
payudara, hanya satu payudara, 3- komplikasi pada
4 minggu pasca persalinan → paru,ginjal,persendian,mata,
kemungkinan diagnosis : mastritis jaringan subkutan→ kemungkinan
diagnosis : tromboflebitis
✓ Gejala dan tanda yang selalu (pelviotromboflebitis, femoralis)
didapat : payudara tegang, padat,
kemerahan→ Gejala dan tanda ✓ Gejala dan tanda yang selalu
yang mungkin didapat : bengkak didapat : konsolidasi, batuk, sesak
dengan fluktuasi, mengalir nanah nafas → Gejala dan tanda yang
→ kemungkinan diagnosis : abses mungkin didapat : keluar dahak,
payudara kesukaran bernafas, nyeri dada →
kemungkinan diagnosis :
✓ Gejala dan tanda yang selalu pneumonia
didapat : nyeri pada luka/irisan dan
tegang→ Gejala dan tanda yang ✓ Gejala dan tanda yang selalu
mungkin didapat : luka iris pada didapat : menggigil → Gejala dan
perut dan perianal yang mengeras, tanda yang mungkin didapat :
keluar pus, kemerahan→ pembesaran liver dan limpa,
kemungkinan diagnosis : selulitis kuning, nyeri epigastrium →
pada luka (perianal/abdominal) kemungkinan diagnosis : malaria,
tifoid (b), hepatitis (c)
✓ Gejala dan tanda yang selalu
didapat : luka mengeras disertai VII. Penatalaksanaan
pengeluaran cairan A. Penanganan umum :
serous/kemerahan dari luka → 1. Antisipasi setiap kondisi (faktor
kemungkinan diagnosis : predisposisi dan masalah dalam
abses/hematoma pada luka insisi proses persalinan) yang dapat
berlanjut menjadi
✓ Gejala dan tanda yang selalu penyulit/komplikasi dalam
didapat : disuria→ Gejala dan tanda masa nifas
yang mungkin didapat : nyeri dan

213
2. Berikan pengobatan yang sindrom sepsis atau dugaan infeksi
rasional dan efektif bagi ibu enterokokus.
yang mengalami infeksi nifas 2. Clindamycin + aztreonam →
3. Lanjutkan pengamatan dan gentamicin diganti untuk
pengobatan terhadap masalah insufisiensi ginjal.
atau infeksi yang dikenali pada 3. Penicilin spektrum luas →
saat kehamilan ataupun piperacilin,ampicilin/sulbactam.
persalinan 4. Cephalosporin spektrum luas →
4. Jangan pulangkan penderita cefotetan, cefoxitin,
apabila masa kritis belum cefotaxime.Implenem + cilastatin
terlampaui → dicadangkan untuk indikasi
5. Beri catatan atau instruksi tertentu.
tertulis untuk asuhan mandiri
dirumah dan gejala-gejala yang C. Langkah-langkah penatalaksanaan
harus diwaspadai dan harus metritis:
mendapat pertolongan dengan 1. berikan transfusi bila dibutuhkan
segera (Packed Red Cell).
6. Lakukan tindakan dan 2. Berikan antibiotik broadspektrum
perawatan yang sesuai bagi dalam dosis tinggi ( ampicilin 2 g IV,
bayi baru lahir, dari ibu yang kemudian 1 g setiap 6 jam
mengalami infeksi pada saat ditambah gentamicin 5 mg/kgBB IV
persalinan dosis tunggal/hari dan
7. Berikan hidrasi oral/IV metronidazol 500 mg IV setiap 8
secukupnya. jam. Lanjutkan antibiotika ini
sampai ibu tidak panas selama 24
Jika metritis (infeksi uterus) ringan terjadi
jam).
setelah ibu yang melahirkan pervaginam
3. Pertimbangkan pemberian
keluar dari rumah sakit, maka rawat jalan
antitetanus profilaksis.
dengan antimikroba oral biasanya sudah
4. Bila dicurigai adanya sisa plasenta,
cukup. Akan tetapi untuk infeksi yang
lakukan pengeluaran (digital atau
sedang sampai berat diterapi intravena
dengan kuret yang lebar).
dengan regimen antibiotik spektrum luas
5. Bila ada pus lakukan drainase
diindikasikan. Terjadi perbaikan dalam 48-
(kalau perlu kolpotomi), ibu dalam
72 jam pada hampir 90% ibu yang diterapi
posisi fowler.Bila tak ada perbaikan
dengan satu atau beberapa regimen.
dengan pengobatan konservatif
B. Regimen Antimikroba : dan ada tanda peritonitis
1. Clindamycin 900 mg + gentamicin generalisata lakukan laparotomi
1,5 mg/kg, tiap 8 jam intravena → dan keluarkan pus.
gold standar, dosis gentamicin satu 6. Bila pada evaluasi uterus nekrotik
kali sehari dapat diterima + dan septik lakukan histerektomi
ampicilin ditambahkan untuk subtotal.

214
Pelviotromboflebitis atau infeksi yang
mengenai vena vena dinding uterus (vena
ovarica, vena uterina, vena hipograstrik)
dan ligamentum latum .Gejalanya meliputi
nyeri perut bagian bawah atau samping
pada hari ke 2-3 masa nifas dengan atau
tanpa panas, menggigil berulang kali, suhu
badan naik uturun tajam (36 menjadi 40
derajad celcius), dapat berlangsung 1-3
bulan, cenderung terbentuk pus,
leukositosis. Penanganan : rawat inap →
penderita tirah baring untuk pemantuan
gejal penyakitnya dan mencegah
terjadinya emboli pulmonum. Terapi
medik→ pemberian antibiotika dan
heparin jika terdapat tanda atau dugaan
adanya emboli pulomun.Terapi operatif →
pengikatan vena cafa inferior dan vena
ovarica jika emboli septik terus
berlangsung sampai mencapai paru-paru,
meskipun sedang dilakukan heparinisasi.

Sumber :

Cunninham, Leveno, Bloom Hauth, Rouse,


Spong, n.d. Williams Obstetrics, 23rd ed.

PT Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo,


2018. Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta

215
216
217
INKONTINENSIA URIN PASCA MELAHIRKAN
Inkontinensia urin adalah dapat meningkat fungsi spinchter vesika
keluarnya air kemih yang tidak dapat dengan menarik uretra ke arah proksimal
ditahan. Hal ini menimbulkan problema hingga uretra lebih menyempit.
kesehatan dan sosial yang dirasakan oleh
penderita. Inkontinensia sebenarnya
adalah gejala, bukan diagnosis dan
merupakan bagian dari kelainan akibat
umur tua. Prevalensinya meningkat sesuai
dengan umur , inkontinensia urin diderita
13 juta orang di Amerika dengan biaya
penanganan sekitar $ 11,2 juta . Namun
inkotinensia urin hamper selalu dapat
diobati atau setidak-tidaknya kondisinya
dapat diperbaiki bahkan sering dengan
metode pengobatan yang sederhana.
Inkontinensia urin mempunyai
berbagai sebab yang dapat dikembalikan
pada sfingter vesika urinaria yang tidak
dapat berfungi dengan baik, atau pada
fistula urin. Untuk memudahkan
pengertian mengenai fungsi sfingter vesika
dan vesika perlu diuraikan secara singkat
anatominya. Vesica urinaria dan uretra
berasal dari jaringan sekitar sinus
urogenitalis. Oto-otot polos vesika tumbuh
beranyaman satu sama lain menjadi satu
lapisan, dengan lanjutan serabut-
serabutnya ditemukan pula di dinding
uretra sebagai otot-otot uretra (m.
spinchter vesicae internus/ m.lisosfingter)
yang terletak di bawah lapisan jaringan
yang elastis dan tebal dan di luar dilapisi
jaringan ikat.
Didalam lapisan elastis yang tebal
terdapat lapisan mukosa dengan jaringan
spongius. Disamping m.spinchter vesica
internus ke distal 2cm uretra dilingkari
m.spinchter uretra eksternus/
m.rabdospinchter eksternus. Otot ini

218
Otot-otot polos vesika urinaria dan Bila vesika urinaria berisi urin, maka
uretra berada dibawah pegangaruh saraf otot dinding vesika mulai di renggangkan
parasimpatis dan dengan demikian dan perasaan ingin berkemih disalurkan
berfungsi serba otonom. melalui saraf sensorik ke bagian sacral
sumsum tulang belakang. Disini
rangsangan dapat di salurkan ke bagian
motoric yang kemudian dapat
menimbulkan kontraksi ringan pada otot
dinding vesika (m.Detrusor).

Muskulus rabdosfingter
merupakan sebagian dari otot-otot dasar
panggul, sehingga kekuatannya dapat
ditingkatkan dengn latihan-latihan dasar
panggul tertentu. Begitu pula ikut
memperkuat muskulus bulbokavernosus
dan iskiokavernosus.

Bila isi vesika urinaria hanya sedikit


,maka kontraksi ringan itu tidak
menimbulkan pengeluaran air kemih. Akan
tetapi , bila vesika terus direnggangkan,
maka muskulus detrusor berkontraksi
lebih kuat dan urin dikeluarkan. Tekanan di
rongga vesika pada waktu air seni
dikeluarkan dengan deras adalah antara
Dengan muskulus rabdospingter ini 25- 50 cm H20 untuk mengatasi rintangan
uretra dapat aktif ditutup andaikata vesika di spinchter vesicae dan spinchter uretra.
penuh da nada perasaan ingin berkemih, Musculus lisosfingter melingkari bagian
hingga tidak terjadi inkontinensia. atas uretra dan menentukan sudut antara
uretra dan dasar vesicae. Otot-otot dasar
panggul seperti m.levator ani dapat pula
aktif menentukan posisi leher vesicae. Bila
dasar panggul mengendur, maka uretra
tertarik kedepan, sehingga mulut vesicae
ditutup.

219
II. Telah keluar air kemih
hanya dengan bekerja
ringan, naik tangga atau
berjalan-jalan.
III. Terus keluar air kemih tidak
tergantung berat ringannya
bekerja, bahkan ketika
berbaringpun keluar air
Etiologi
kemih.

Trauma pada persalinan adalah


Inkontinensia Urin tingkat I dan II
penyebab utama inkontinesia urin yang
dinamakan pula stress-incontinence. Untuk
fungsional. Pada persalinan dasar panggul
membuat diagnosis yang tepat, agar
di dorong dan direnggangkan dan sebagian
pengobatan juga tepat perlu dipikirkan hal-
robek. Kerusakan ini menimbulkan
hal yang telah diuraikan diatas. Dengan
kelainan letak vesicae. Demikian pula otot-
anamnesis terarah pemeriksaan yang
otot sekitar dasar vesicae dan leher vesicae
rumit, memakan waktu, dan biaya dapat di
akan mengalami cidera. Keadaan ini dapat
hindarkan.
menimbulkan inkontinensia dalam masa
Pemeriksaan air seni secara kimiawi,
nifas dan akan hilang sendiri bila jaringan
mikroskopik, dan bakteriurologi perlu
cidera akibat partus sembuh kembali. Yang
dilakukan kemudian uji mengedan :
lebih jarang ditemukan adalah
• Pasien disuruh duduk di bangku,
inkontinensia yang mempunyai kausa
paha nya dibuka dan disuruh
serebral tanpa adanya kelainan anatomi.
mengedan atau batuk. Bila ada
Salah satu yang terkenal adalah enuresis
inkontinensia fungsional dari uretra
nokturna : mngompol di malam hari. Bila
akan keluar air seni. Bila di suruh
juga terjadi pada siang hari disebut
membungkuk kedepan baru akan
eurnesis diurnal. Kadang kadang kelainan
keluar air seninya, maka kerusakan
bawaan ini timbul sewaktu kanak-kanak,
terletak dibagian atas uretra atau
akan tetapi dapat pula terjadi kemudian.
leher vesicae.
Sering kali latar belakang nya histeri,
psikosi,dan kelainan mental lainnya. • Vesica urinaria di isi dengan cairan
metilen biru atau indigokarmin.
Klinik Penderita diberi banduk dan
Inkontinensia dapat dibagi dalam disuruh jalan, batuk atau
beberapa tingkat untuk memudahkan mengedan bila banduk menjadi
biru atau berwarna inigokarmin
membuat diagnosis dan terapinya.
Tingkatannya : menunjukan adanya inkontinensia
I. Adanya air kemih keluar urin.
meskipun sedikit pada
waktu batuk, bersin atau
tertawa, atau bekerja berat.

220
Pemeriksaaan lain yang dapat dilakukan : Marshall Marchetti – Krantz yang terdiri
• Sistoskopi : dipakai untuk atas mengganntungkan uretra ke perios
menentukan adanya symphysis pubis dan bagian bawah vesicae
radang, tumor, struktur, ke muskulus rectus abdominis. Tujuannya
perubahan struktur vesicae adalah memperbaiki sudut antara uretra
yang mungkin dapat dan vesicae.
menimbulkan inkontinensia
urin.
• Uretrosistografi : dapat
memperlihatkan keadaan
uretra, vesicae urinaria dan
sudut antara uretra dan
vesicae untuk menemui
etiologi inkontinensia.
• Sfingterometri:
menunjukan bahwa
tahanan dari muskulus
rabdosfingter lebih tinggi Bila dasar inkontiennsia neutrogen
daripada muskulus atau mental, maka pengobatan hendaknya
lifosfingter dengan di sesuaik dengan apa yang ditemukan,
memanfaatkan mmisalnya pada spina bifida okulta dapat
elektromiografi. di temukan pula inkontinensia. Enuresis
• Ultrasonografi. nokturna perlu ditangan secara
Pengobatan psikologi,bila tidak ada spina bifida.
Dalam masa klimakterium bila
Bila hanya ditemukan uretrokel keadaan jaringan telah mundur, maka
atau sisto-uretrokel maka kolporafia kemungkinan pemberian hormone
anterior dengan memperkuat otot di leher estrogen perlu di pertimbangkan dengan
vesicae dan uretra mungkin sudah cukup. pengawasan yang baik.
Bila di samping itu ada desensus uretri dan
biasanya ini terjadi, maka operasi
Manchester- Forthergrill, pada mana
ligamentum cardinal kanan dan kiri
dijahitkan kedepan. Seriviks, dapat
mengatasi kesulitan. Dengan
pengangkatan sebagian portio dan jahitan
tersebut maka timbul suatu jaringan yang
menjadi penunjang vesicae dan uretra
bagian atas.
Bila sama sekali tidak ada desensus
uteri maka dapat dipikirkan operasi

221
INKONTINENSIA FESES PASCA PERSALINAN
A. Definisi menyebabkan kelemahan yang
Inkontinensia fekal adalah progresif akibat kelahiran bayi.
ketidakmampuan mengontrol keluarnya Wanita yang melahirkan dengan
feses dan gas dari anus. Kondisi fisik forcep, ekstraksi vakum atau berat
yang merusakkan fungsi atau kontrol badan > 4000 gr akan mengalami
sfingter anus dapat menyebabkan risiko peningkatan inkontinensia
inkontinensia. Kondisi yang membuat feses. Persalinan seperti ini memiliki
seringnya defekasi, feses encer, tendensi terjadinya peningkatan
volumenya banyak, dan feses kerusakan saraf dasar panggul.
mengandung air juga mempredisposisi • Persalinan primigravida
individu untuk mengalami Disfungsi dasar panggul
inkontinensia. Inkontinensia fekal dapat menimbulkan berbagai gejala
merupakan keadaan individu yang yang mengganggu kualitas hidup
mengalami perubahan kebiasaan seperti inkontinensia urine dan
defekasi normal dengan pengeluaran inkontinesia feses. Kebanyakan
feses tanpa disadari, atau juga dapat disfungsi dasar panggul
dikenal dengan inkontinensia fekal yang dihubungkan dengan kerusakan
merupakan hilangnya kemampuan otot dasar panggul selama persalinan
untuk mengontrol pengeluaran feses pervaginam, terutama pada
dan gas melalui sfingter akibat persalinan yang pertama.
kerusakan sfingter (Hidayat, 2006). Persalinan pervaginam dapat
membuat perubahan neurologis
Tanda Klinis: Pengeluaran feses yang
pada dasar panggul, sehingga
tidak dikehendaki.
memperburuk efek daya hantar
B. Kemungkinan Penyebab: (konduksi) nervus pudendus,
• Kehamilan kekuatan kontraksi otot vagina dan
akibat tekanan beban yang terus penutupan uretra. Perubahan akibat
menerus terhadap otot dasar kehamilan, proses persalinan yang
panggul mengakibatkan terjadinya melibatkan kala I dan lamanya kala
peregangan yang pada akhirnya II, lewatnya bayi dengan diameter
menyebabkan kelemahan otot dasar kepala serta berat bayi tertentu
panggul. serta penyokongnya dapat yang melalui jalan lahir, kontraksi
merusak struktur ini. Sobekan atau dan trauma pada otot dasar panggul
tekanan yang berlebihan pada otot, merupakan faktor-faktor yang
ligamentum, jaringan penyambung mampu memberikan kondisi
dan jaringan saraf akan

222
patologis pada wanita yang
melahirkan pervaginam
• Gangguan sfingter rektal akibat
cedera anus, pembedahan, dan lain-
lain.
• Distensi rektum berlebih.
• Kurangnya kontrol sfingter akibat
cedera medulla spinalis, CVA, dan
lain-lain.
• Kerusakan kognitif.

223
TROMBOFLEBITIS PADA KEHAMILAN
DAN PASCA PERSALINAN
A. Pengertian
Perluasan infeksi nifas yang paling sering terjadi ialah perluasan atau invasi
mikroorganisme pathogen yang mengikuti aliran darah di sepanjang vena dan cabang-
cabangnya sehingga terjadi tromboflebitis.

B. Klasifikasi
1. Pelviotromboflebitis
Pelviotromboflebitis mengenai vena-vena dinding uterus dan ligamentum latum,
yaitu vena ovartika, vena uterine dan vena hipogastrika. Vena yang paling sering
terkena ialah vena ovartika dekstra karena infeksi pada tempat implantasi plasenta
terletak di bagian atas uterus. Gejala klinisnya:
a. Nyeri yang terdapat pada perut bagian bawah dan/atau perut bagian samping,
timbul pada hari ke 2-3 masa nifas dengan atau tanpa panas.
b. Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karateristik sbg berikut:
- Menggigil berulang kali. Menggigil inisial terjadi sangat berat (30-40 menit)
dengan interval hanya beberapa jam saja dan kadang-kadang 3 hari. Pada
waktu menggigil penderita hamper tidak panas.
- Suhu badan naik turun secara tajam (36oC menjadi 40oC), yang diikuti dengan
penurunan suhu dalam 1 jam.
- Penyakit dapat berlangsung selama 1-3 bulan.
- Cenderung terbentuk pus, yang menjalar ke mana-mana, terutama ke paru-
paru
c. Gambaran darah:
- Terdapat leukositosis
- Untuk mebuat kultur darah, darah diambil pada saat tepat sebelum mulainya
menggigil. Meskipun bakteri ditemukan di dalam darah selama mengigil,
kultur darah sangan sukar dibuat karena bakterinya anaerob.
Penanganan:
• Rawat inap
Penderita tirah baring umtuk pemantauan gejala penyakitnya dan
mencegah terjadinya emboli pulmonum.

224
2. Tromboflebitis Temporalis
Gejala kliniknya:
a. Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7-10 hari, suhu
mendadak naik pada hari ke 10-20 dosertai dengan menggigil dan nyeri.
b. Pada salah satu kaki yang terkena biasanya kaki kiri, tanda-tandanya sebagai
berikut:
- Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi ke luar serta sukar bergerak.
- Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha
- Reflektorik akan menjadi spasmus arteria sehingga kaki menjadi bengkak,
tegang, putih, nyeri dan dingin, dan pulsasi menurun.
- Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau setelah nyeri dan pada umumnya
terdapat pada paha bagian atas.
- Nyeri pada betis yang dapat terjadi spontan atau dengan memijit betis atau
dengan meregangkan tendo akhiles.

Penanganan:
• Perawatan
Kaki ditinggikan untuk mengurangi edema, lakukan kompresi pada
kaki. Setelah mobilisasi kaki hendaknya tetap dibalut elastic atau
memakai kaos kaki panjang yang elastic selama mungkin.
• Jika kondisi ibu sangat jelek, sebaiknya jangan menyusui.

225
SUBINVOLUSIO UTERUS (3B)
Setelah melahirkan, uterus yang
beratnya 1000 gram saat hamil, akan
mengalami pengecilan menjadi 40 – 60 gram
dalam 6 minggu. Proses ini disebut sebagai
involusi uterus, disertai dengan kontraksi
uterus yang kuat sehingga menekan
pembuluh darah. Hal tersebut akan
mengurangi peradaran darah pada uterus
sehingga uterus pada masa nifas akan tampak
lebih iskemik. Kontraksi tersebut akan
berlangsung selama masa nifas, sel – sel otot
pada dinding uterus menjadi lebih kecil dan
pendek sehingga uterus dapat kembali ke
ukuran normal.
Subinvolusio uterus adalah
terganggunya proses perubahan ukuran
uterus yang seharusnya kembali normal
setelah masa nifas. Pada subinvolusi uterus
disertai dengan lokia (discharge vagina) yang
bertambah banyak dan lebih lama masa
pengeluarannya, terkadang diikuti dengan
perdarahan. Subinvolusio dapat disebabkan
karena tertinggalnya sisa plasenta di dalam
uterus, endometritis, dan mioma uteri.
Saat dilakukan pemeriksaan bimanual
pada subinvolusio, maka uterus teraba lebih
besar dan lembek daripada seharusnya.
Terapi subinvolusio adalah dengan suntikan
intramuskular atau bisa juga pemberian
ergometrine 0,2 mg tiap 3-4 jam secara oral,
diberikan selama 24 – 48 jam. Pada
subinvolusio yang disebabkan karena
tertinggalnya plasenta di dalam uterus, perlu
dilakukan pengerokan.

226
KISTA BARTHOLINI

Kista barhtolini pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli anatomi


Belanda pada tahun 1677 bernama Casper Bartholin. Kelenjar ini merupakan
kelenjar vestibuler terbesar menyerupai kelenjar cowper (kelenjar bulbouretral)
pada laki-laki, yang letaknya tertutup dan berpasangan. Kelenjar ini berfungsi
untuk mensekresi cairan pembersih, mukus yang alkalis kedalam duktus yang
bagian dalamnyatersusun atas sel kolumner dan bagian luar tersusun atas epitel
transisional.
Kista barhtolini adalah tersumbatnya saluran lubrikasi pada vagina atau
membesarnya muara saluran lubrikasi, yang berakibat tidak keluarnya cairan
lubrikasi yang mestinya keluar (perempuan yang belum 40 tahun). Kondisi ini
disebabkan oleh adanya bakteri, yang antara lain adalah E-coli, kuman/bakteri
penyakit kelamin, dll.
Kista bartholini merupakan masalah yang sering didapatkan pada wanita
usia reproduksi, kebanyakan kasus terjadi pada usia 20 sampai 30 tahun dengan
sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami kista bartolini atau abses dalam hidup
mereka, sehingga hal ini merupakan masalah yang perlu untuk dicermati. Hal ini
berhubungan dengan aktifitas kelenjar bartholin yang berkurang pada masa
menopause. Kista bartholini terbentuk akibat tersumbatnya kelenjar minyak
dibibir kemaluan bagian dalam (ada dua, di kiri dan kanan) akibat adanya infeksi.
Untukmenghindari timbulnya kista dengan menjaga kebersihan (hygienis).
Selama kista ini tidak terinfeksi oleh virus, bakteri, jamur kista ini tidak
menimbulkan masalah, si wanita tidak akan merasa sakit hanya saja akan ada rasa
benjolon di labia mayoravagina.( bibir bagian luar vagina) Tapi seandainya kista
ini terinfeksi maka disebut dengan abses bartholini. Kelenjar Bartholini
berkembang dari epithelium pada area posterior dari vestibula. Kelenjar bartholin
terletak bilateral pada sepertiga bawah labia minora dan mempunyai saluran
kelenjar bartholin panjangnya 2 cm- 2,5 cm dengan posisi pada jam 4 dan jam 8,
bermuara pada vestibula. Kelenjar tersebut biasanya hanya berukuran sebesar
kacang polong dan jarang melebihi ukuran 1 cm .

227
DEFINISI
Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang
terbentuk di bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar
Bartholin terjadi ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar Bartolini bisa
tersumbat karena berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka
panjang. Apabila saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini
akan melekat satu sama lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang
dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar
membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi
terinfeksi.

EPIDEMIOLOGI
Dua persen wanita mengalami kista Bartolini atau abses kelenjar pada
suatu saat dalam kehidupannya. Abses umumnya hampir terjadi tiga kali lebih
banyak daripada kista. Salah satu penelitian kasus kontrol menemukan bahwa
wanita berkulit putih dan hitam yang lebih cenderung untuk mengalami kista
bartolini atau abses bartolini daripada wanita hispanik, dan bahwa perempuan
dengan paritas yang tinggi memiliki risiko terendah. Kista Bartolini, yang paling
umum terjadi pada labia majora. Involusi bertahap dari kelenjar Bartolini dapat
terjadi pada saat seorang wanita mencapai usia 30 tahun. Hal ini mungkin
menjelaskan lebih seringnya terjadi kista Bartolini dan abses selama usia
reproduksi. Biopsi eksisional mungkin diperlukan lebih dini karena massa pada
wanita pascamenopause dapat berkembang menjadi kanker. Beberapa penelitian
telah menyarankan bahwa eksisi pembedahan tidak diperlukan karena rendahnya
risiko kanker kelenjar Bartholin (0,114 kanker per 100.000 wanita-tahun). Namun,
jika diagnosis kanker tertunda, prognosis dapat menjadi lebih buruk. Sekitar 1
dalam 50 wanita akan mengalami kista Bartolini atau abses di dalam hidup
mereka. Jadi, hal ini adalah masalah yang perlu dicermati. Kebanyakan kasus
terjadi pada wanita usia antara 20 sampai 30 tahun. Namun, tidak menutup
kemungkinan dapat terjadi pada wanita yang lebih tua atau lebih muda.

228
ANATOMI
Kelenjar bartolini merupakan salah satu organ genitalia eksterna, kelenjar
bartolini atau glandula vestibularis major, berjumlah dua buah berbentuk bundar,
dan berada di sebelah dorsal dari bulbus vestibulli. Saluran keluar dari kelenjar ini
bermuara pada celah yang terdapat diantara labium minus pudendi dan tepi
hymen. Glandula ini homolog dengan glandula bulbourethralis pada pria. Kelenjar
ini tertekan pada waktu coitus dan mengeluarkan sekresinya untuk membasahi
atau melicinkan permukaan vagina di bagian caudal. kelenjar bartolini diperdarahi
oleh arteri bulbi vestibuli, dan dipersarafi oleh nervus pudendus dan
nervushemoroidal inferior. Kelenjar bartolini sebagian tersusun dari jaringan
erektil dari bulbus, jaringan erektil dari bulbus menjadi sensitif selama rangsangan
seksual dan kelenjar ini akan mensekresi sekret yang mukoid yang bertindak
sebagai lubrikan. Drainase pada kelenjar ini oleh saluran dengan panjang kira-
kira 2 cm yangterbuka ke arah orificium vagina sebelah lateral hymen, normalnya
kelenjar bartolini tidak teraba pada pemeriksaan palapasi. seperti pada gambar
dibawah ini :

Histologi
Kelenjar bartolini dibentuk oleh kelenjar racemose dibatasi oleh epitel
kolumnair atau kuboid. Duktus dari kelenjar bartolini merupakan epitel
transsisional yang secara embriologi merupakan daerah transisi abtara traktus
urinarius dengan traktus genital.
Fisiologi

229
Kelenjar Bartholini berfungsi mensekresikan cairan ke permukaan vagina.
Mukosa kelenjar dilapisi oleh sel-sel epitel kubus. Cairan ini mengalir ke dalam
duktus sepanjang 2,5 cm dan dilapisi oleh sel-sel epitel transisional. Duktus ini
bermuara diantara labia minor dan hymen dan dilapisi pada bagian ini terdiri atas
epitel skuamosa. Oleh karena itu, kelenjar ini dapat berkembang menjadi
karsinoma sel skuamosa atau adenokarsinoma. Kelenjar ini mengeluarkan lendir
untuk memberikan pelumasan vagina. Kelenjar Bartolini mengeluarkan jumlah
lendir yang relatif sedikit sekitar satu atau dua tetes cairan tepat sebelum seorang
wanita orgasme. Tetesan cairan pernah dipercaya menjadi begitu penting untuk
pelumas vagina, tetapi penelitian dari Masters dan Johnson menunjukkan bahwa
pelumas vagina berasal dari bagian vagina lebih dalam. Cairan mungkin sedikit
membasahi permukaan labia vagina, sehingga kontak dengan daerah sensitif
menjadi lebih nyaman bagi wanita.

2.4 ETIOLOGI
Kista Bartolini berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar Bartolini
tersumbat. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar kemudian terakumulasi,
menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses
terjadi bila kista menjadi terinfeksi. Abses Bartolini dapat disebabkan oleh
sejumlah bakteri. Ini termasuk organisme yang menyebabkan penyakit menular
seksual seperti Klamidia dan Gonore serta bakteri yang biasanya ditemukan di
saluran pencernaan, seperti Escherichia coli. Umumnya abses ini melibatkan lebih
dari satu jenis organisme. Obstruksi distal saluran Bartolini bisa mengakibatkan
retensi cairan, dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus dan pembentukan kista.
Kista dapat terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam kelenjar. Kista
Bartolini tidak selalu harus terjadi sebelum abses kelenjar. Kelenjar Bartolini
adalah abses polimikrobial. Meskipun Neisseria gonorrhoeae adalah
mikroorganisme aerobik yang dominan mengisolasi, bakteri anaerob adalah
patogen yang paling umum. Chlamydia trachomatis juga mungkin menjadi
organisme kausatif. Namun, kista saluran Bartolini dan abses kelenjar tidak lagi
dianggap sebagai bagian eksklusif dari infeksi menular seksual. Selain itu operasi
vulvovaginal adalah penyebab umum kista dan abses tersebut.

230
Infeksi pada kelenjar ini disebabkan oleh kuman gram negative ,yaitu a.l :

1. Golongan staphylococcus 2. Golongan Gonococcus

Kista Bartolini merupakan tumor kistik jinak. Ditimbulkan akibat saluran


kista Bartolini yang mengalami sumbatan. Sumbatan biasanya disebabkan oleh
infeksi. Kuman yang sering menginfeksi kelenjar Bartolini adalah Neisseria
gonorrhoeae.
Pada laki laki kuman ini menyebabkan penyakit kelamin yang disebut
kencing nanah atau gonore,tidak sama dengan sipilis.
Perjalanannya. Karena kelenjar terus menerus menghasilkan cairan,maka lama
kelamaan sejalan dengan membesarnya kista,tekanan didalam kista semakin
besar. Dinding kelenjar/kista mengalami peregangan dan meradang. Demikian
juga akibat peregangan pada dinding kista, pembuluh darah pada dinding kista
terjepit mengakibatkan bagian yang lebih dalam tidak mendapatkan pasokan
darah sehingga jaringan menjadi mati (nekrotik). Dibumbui dengan kuman,maka
terjadilah proses pembusukan, bernanah dan menimbulkan rasa sakit. Karena
letaknya di vagina bagian luar,kista akan terjepit terutama saat duduk dan berdiri
menimbulkan rasa nyeri yang terkadang disertai dengan demam. Pasien berjalan
mengegang ibarat menjepit bisul diselangkangan.

MANIFESTASI KLINIK
Jika kista duktus Bartholini masih kecil dan belum terjadi inflamasi,
penyakit ini bisa menjadi asimptomatik. Kista biasanya nampak sebagai massa
yang menonjol secara medial dalam introitus posterior pada regio yang duktusnya
berakhir di dalam vestibula. Jika kista menjadi terinfeksi maka bisa terjadi abses
pada kelenjar. Indurasi biasa terjadi pada sekitar kelenjar, dan aktivitas seperti

231
berjalan, duduk atau melakukan hubungan seksual bisa menyebabkan rasa nyeri
pada vulva.
Kista duktus Bartholini dan abses glandular harus dibedakan dari massa
vulva lainnya. Karena kelenjar Bartholini biasanya mengecil saat menopause,
pertumbuhan vulva pada wanita postmenopause harus dievaluasi untuk
kemungkinan terjadinya keganasan , khususnya jika massa irregular, nodular dan
indurasi persisten.

Gejala Klinik
Kista Bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang
dirasakan sebagai benda padat dan menimbulkan kesulitan pada waktu koitus. Jika
kista bartholini masih kecil dan tidak terinfeksi, umumnya asimtomatik. Tetapi
bila berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang nyaman saat berjalan atau
duduk. Tanda kista Bartholini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak
nyeri pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pembengkakan pada
daerah vulva.
• Keluhan pasien pada umumnya adalah benjolan, nyeri, dan dispareunia.
Penyakit ini cukup sering rekurens. Bartholinitis sering kali timbul pada
gonorrea, akan tetapi dapat pula mempunyai sebab lain, misalnya
treptokokus. Pada Bartholinitis akuta kelenjar membesar, merah, nyeri,
dan lebih panas dari daerah sekitarnya. Isinya cepat menjadi nanah yang
dapat keluar melalui duktusnya, atau jika duktusnya tersumbat,
mengumpul di dalamnya dan menjadi abses yang kadang-kadang dapat
menjadi sebesar telur bebek. Jika belum menjadi abses, keadaan bisa di

232
atasi dengan antibiotika, jika sudah bernanah harus dikeluarkan dengan
sayatan.
Adapun jika kista terinfeksi maka dapat berkembang menjadi abses Bartholini
dengan gejala klinik berupa :
• Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik, atau berhubungan seksual.
• Umumnya tidak disertai demam, kecuali jika terinfeksi dengan
mikroorganisme yang ditularkan melalui hubungan seksual atau ditandai
dengan adanya perabaan kelenjar limfe pada inguinal.
• Pembengkakan area vulva selama 2-4 hari.
• Biasanya ada sekret di vagina, kira-kira 4 sampai 5 hari pasca
pembengkakan, terutama jika infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang
ditularkan melalui hubungan seksual.
• Dapat terjadi ruptur spontan.
• Teraba massa unilateral pada labia mayor sebesar telur ayam, lembut, dan
berfluktuasi, atau terkadang tegang dan keras.
Radang pada glandula Bartolini dapat terjadi berulang-ulang dan akhirnya dapat
menjadi menahun dalam bentuk kista Bartholini. Kista tidak selalu menyebabkan
keluhan, tapi dapat terasa berat dan mengganggu koitus. Jika kistanya tidak besar
dan tidak menimbulkan gangguan, tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa; dalam
hal lain perlu dilakukan pembedahan.

DIAGNOSIS
Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik sangat mendukung suatu
diagnosis. Pada anamnesis ditanyakan tentang gejala seperti :
• Panas
• Gatal
• Sudah berapa lama gejala berlangsung
• Kapan mulai muncul
• Faktor yang memperberat gejala
• Apakah pernah berganti pasangan seks
• Keluhan saat berhubungan
• Riwayat penyakit menular seks sebelumnya

233
• Riwayat penyakit kulit dalam keluarga
• Riwayat keluarga mengidap penyakit kanker kelamin
• Riwayat penyakit yang lainnya misalnya diabetes dan hipertensi
• Riwayat pengobatan sebelumnya
Kista atau abses Bartholini didiagnosis melalui pemeriksaan fisik,
khususnya dengan pemeriksaan ginekologis pelvis. Pada pemeriksaan fisis dengan
posisi litotomi, kista terdapat di bagian unilateral, nyeri, fluktuasi dan terjadi
pembengkakan yang eritem pada posisi jam 4 atau 8 pada labium minus posterior.
Jika kista terinfeksi, pemeriksaan kultur jaringan dibutuhkan untuk
mengidentifikasikan jenis bakteri penyebab abses dan untuk mengetahui ada
tidaknya infeksi akibat penyakit menular seksual seperti Gonorrhea dan
Chlamydia. Untuk kultur diambil swab dari abses atau dari daerah lain seperti
serviks. Hasil tes ini baru dilihat setelah 48 jam kemudian, tetapi hal ini tidak
dapat menunda pengobatan. Dari hasil ini dapat diketahui antibiotik yang tepat
yang perlu diberikan. Biopsi dapat dilakukan pada kasus yang dicurigai
keganasan.

PENATALAKSANAAN
Tujuan penanganan kista bartholini adalah memelihara dan
mengembalikan fungsi darikelenjar bartholini. Metode penanganan kista
bartholini yaitu insersi word catheter untuk kista dan abses kelenjar bartholini dan
marsupialization untuk kista kelenjar bartholini. Terapiantibiotic spectrum luas
diberikan apabila kista atau abses kelenjar bartholini disertai denganadanya
selulitis. Biopsy eksisional dilakukan untuk pengangkatan adenokarsinoma pada
wanitamenopause atau perimenopause yang irregular dan massa kelenjar
Bartholini yang nodular.
Penatalaksanaan dari kista duktus bartholin tergantung dari gejala pada
pasien. Kista yang asimptomatik mungkin tidak memerlukan pengobatan, tetapi
symptomatic kista duktus bartholin dan abses bartholin memerlukan drainage.
Kecuali kalau terjadi rupture spontan, abses jarang sembuh dengan sendirinya.
Insisi dan drainage abses

234
• Tindakan ini dilakukan bila terjadi symptomatic Bartholin's gland
abscesses .
• Sering terjadi rekurensi
Cara:
• Disinfeksi abses dengan betadine
• Dilakukan anastesi lokal( khlor etil)
• Insisi abses dengan skapel pada titik maksimum fluktuasi
• Dilakukan penjahitan

Gambar Insisi abses

Definitive drainage menggunakan Word catheter.


Word catheter biasanya digunakan ada penyembuhan kista duktus
bartholin dan abses bartholin. Panjang tangkai catheter 1 inch dan mempunyai
diameter seperti foley catheter no 10. Balon Catheter hanya bias menampung 3 ml
normal saline.
Cara:
• Disinfeksi dinding abses sampai labia dengan menggunakan betadine.
• Dilakukan lokal anastesi dengan menggunakan lidokain 1 %
• Fiksasi abses dengan menggunakan forsep kecil sebelum dilakukan
tindakan insisi.
• Insisi diatas abses dengan menggunakan mass no 11
• Insisi dilakukan vertikal di dalam introitus eksternal terletak bagian luar
ring himen. Jika insisi terlalu lebar, word catheter akan kembali keluar.

235
• Selipkan word kateter ke dalam lubang insisi
• Pompa balon word kateter dengan injeksi normal salin sebanyak 2-3 cc
• Ujung Word kateter diletakkan pada vagina.
Proses epithelisasi pada tindakan bedah terjadi setelah 4-6 minggu, word
catheter akan dilepas setelah 4-6mgg,meskipun epithelisasa bias terbentuk pada 3-
4 minggu. Bedrest selama 2-3 hari mempercepat penyembuhan. Meskipun dapat
menimbulkan terjadinya selulitis, antibiotic tidak diperlukan. Antibiotik diberikan
bila terjadi selulitis (jarang).

236
Penggunaan antibiotik
• Antibiotik sesuai dengan bakteri penyebab yang diketahui secara pasti dari
hasil pengecatan gram maupun kultur pus dari abses kelenjar bartholin
• Infeksi Neisseria gonorrhoe:
Ciprofloxacin 500 mg single dose
Ofloxacin 400 mg single dose
Cefixime 400 mg oral ( aman untuk anak dan bumil)
Cefritriaxon 200 mg i.m ( aman untuk anak dan bumil)
• Infeksi Chlamidia trachomatis:
Tetrasiklin 4 X500 mg/ hari selama 7 hari, po
Doxycyclin 2 X100 mg/ hari selama 7 hari, po
• Infeksi Escherichia coli:
Ciprofoxacin 500 mg oral single dose
Ofloxacin 400 mg oral single dose
Cefixime 400 mg single dose
• Infeksi Staphylococcus dan Streptococcus :
Penisilin G Prokain injeksi 1,6-1,2 juta IU im, 1-2 x hari
Ampisilin 250-500 mg/ dosis 4x/hari, po.
Amoksisillin 250-500 mg/dosi, 3x/hari po.

237
BAB 3
RINGKASAN

Kista Bartolini merupakan tumor kistik jinak dan ditimbulkan akibat saluran
Bartolini yang mengalami sumbatan. Sumbatan biasanya disebabkan oleh infeksi.
Kuman yang sering menginfeksi kelenjar Bartolini adalah Neisseria gonorrhoeae.
Kista kelenjar bartolini terjadi ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar
bartolini bisa tersumbat karena berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau
iritasi jangka panjang. Selain itu dapat disebabkan kuman Streptococcus dan
Escherichia coli. Kista Bartholini seringkali bersifat asimptomatis, tidak ada
tanda-tanda infeksi, sehingga pemberian antibiotik tidak diperlukan. Jika terdapat
infeksi sekunder, maka dapat diberikan antibiotik spektrum luas. Diberikan
antibiotik yang sesuai (umumnya terhadap Klamidia, Gonokokus, Bakteroides,
dan Escherichia coli) bila belum terjadi abses. Jika sudah bernanah, harus
dikeluarkan dengan sayatan menggunakan kateter Word, teknik marsupialisasi,
maupun eksisi. Metode penanganan kista bartholini yaitu insersi word catheter
untuk kista dan abses kelenjar bartholini dan marsupialization untuk kista kelenjar
bartholini. Insisidan drainase adalah prosedur yang paling mudah dan relatif cepat
dalam kesembuhan pasien,namun prosedur ini mempunyai kecenderungan kista
berulang kembali. Marsupialisasi lebihefektif dibandingkan dengan terapi
pembedahan kista Bartholin lainnya.

238
DAFTAR PUSTAKA

Ashari, M.A. (2010). Materi Kuliah Tumor Jinak Ginekologi. Yogyakarta : SMF
Ilmu Kebidanan dan Kandungan RSD Panembahan Senopati Bantul.
Cunningham, F.G., MacDonald, P.C. (2005). Obstetri Williams. Jakarta: EGC.
Norwitz, E., Schorge, J. (2008). At A Glance : Obstetri & Ginekologi. Edisi 2.
Jakarta : Erlangga.
Winkjosastro, H., Saifuddin, A.B., Rachimdani, T. (2002). Ilmu Kandungan.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Blumstein, A Howard. 2005. Bartholin Gland Diseases.
http://www.emedicine.com/emerg/topic54.
Omole,FolashadeM.D. 2003. Management of Bartholin's Duct Cyst and Gland
Abscess. http://www. Aafp.org/afp/20030701/135.html.
Hill Ashley, M.D. 1998. Office Management of Bartholin Gland Cyst and
Abscess. http://www.fpnotebook.com/GYN 199.htm
Wiknjosastro, Hanifa. 1999. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

239
Abses Folikel Rambut atau Kelenjar Sebasea

Tingkat Kemampuan : 4 (kalau disumber 3B)

I. Masalah Kesehatan
Abses folikel rambut adalah infeksi dan peradangan pada folikel rambut
penyebabnya adalah infeksi bakteri Stafilokokus Aureus.

II. Hasil Anamnesis


Bakteri masuk ke dalam folikel rambut sehingga tampak nodus kemerahan dan
sangat nyeri. Bagian tengah lesi terdapat bintik kekuningan merupakan jaringan
nekrotik, dan disebut mata bisul (core). Apabila higinis penderita jelek atau menderita
Diabetes Melitus, furunkel menjadi sering kambuh. Predileksi penyakit ini biasanya
pada daerah berambut pada wajah,punggung, kepala, ketiak, bokong dan ekstremitas,
daerah banyak bergesekan. Mula-mula nodul kecil mengalami keradangan folikel
rambut, menjadi pustule dan mengalami nekrosis dan menyembuh setelah pus keluar
meninggalkan sikatriks. Awalnya berupa macula eritematous lentikular setempat
menjadi nodul lentikular setempat, kemudian menjadi nodul lentikuler-lentikuler
berbentuk kerucut (Suyoso, 2005)
Nyeri terutama furunkel akut, besar dan lokasinya di hidung dan lubang telinga
luar. Bisa timbul gejala konstitusional sedang, seperti panas badan, malaise, mual
(Cohen,2006). Predileksi Furunkel pada muka, leher, lengan, pergelangan tangan, jari-
jari tangan, pantat, dan daerah anogenital (Ray,2003).

III. Pemeriksaan Fisik


Terdapat nodul berwarna merah, hangat dan berisi pus. Supurasi terjadi kira-kira 5-
7 hari dan pus dikeluarkan melalui saluran keluar tunggal (Single follicular orifices).
Furunkel yang pecah dan kering kemudian membentuk lubang kuning keabuan ireguler
bagian tengah dan sembuh perlahan dengan granulasi (Sterry dan Wolfram, 2006).

IV. Pemeriksaan Penunjang


Furunkel biasanya menunjukkan leukositosis. Pemeriksaan histologi furunkel
menunjukkan proses inflamasi dengan PMN banyak di dermis dan lemak subkutan.
Diagnosis ditegakan dengan gambaran gambaran klinis dikonfirmasi pewarnaan gram
dan kultur bakteri. Pewarnaan Gram S. Aureus menunjukkan sekelompok kokus
bewarna ungu (gram positif) bergerombol seperti anggur, dan tidak bergerak. Kultur
pada media agar MSA (Manitot Salt Agar) selektif untuk S. Aureus dapat
memfermentasikan manitol terjadi perubahan medium agar dari merah menjadi kuning.
Kultur S. Aureus menghasilkan koloni bakteri lebar 6-8mm, permukaan halus, sedikit
cembung, dan warna kuning keemasan. Uji sensitivitas antibiotik diperlukan untuk
penggunaan antibiotik secara tepat (Djuanda dan Pioderma, 2010).

240
V. Penegakan Diagnosis
Dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Diagnosis banding :
A. Kista Epidermal
Yang mengalami inflamasi dapat tiba-tiba menjadi merah, nyeri tekan
dan ukurannya bertambah dalam satu atau beberapa hari menjadi
diagnosis banding furunkel. Terdapat riwayat kista sebelumnya pada
tempat yang sama, terdapat orificium kista terlihat jelas dan penekanan
lesi mengeluarkan masa seperti keju yang berbau tidak sedap sedangkan
furunkel mengeluarkan material purulen.
B. Hidradenitis Suppurativa (Apokrinitis)
Abses steril dan sering berulang. Daerah predileksi pada aksila, lipatan
paha, pantat atau dibawah payudara. Jaringan parut yang lama, adanya
saluran sinus serta kultur bakteri negatif untuk membedakan dengan
furunkel.
C. Sporotrikosis
Kelainan jamur sistemik, timbul benjolan- benjolan berjejer sesuai
aliran limfe, pada perbaan terasa kenyal dan terdapat nyeri tekan.
D. Blastomikosis
Benjolan Multipel dengan beberapa pustula, daerah sekitarnya melunak.
E. Skrofuloderma
Bentuk lonjong, livid, dan ditemukan jembatan-jembatan kulit.

VI. Tata Laksana


A. Langkah Awal dan Lanjut

Pada furunkel di bibir atas pipi dan karbunkel pada orangtua sebaiknya dirawat
inapkan. Pengobatan topikal, bila lesi masih basah atau kotor dikompres dengan solusio
sodium chloride 0.9% . Bila lesi telah bersih diberi salep natrium fusidat atau
framycetine sulfat kassa steril. Furunkel yang besar (multipel) umumnya diterapikan
dengan penisilinaseresistant penisilin ( dicloxacilin 250 mg per oral tiap 6 jam 7-10
hari). Jika pasien alergi penisilin alternatifnya clindamysin (150-300 mg per oral tiap 6
jam). Tindakan insisi di indikasikan lesi yang besar dan fluctuant tidak drain
spontaneously. Antibiotik sistemik mempercepat resolusi penyembuhan dan wajib
diberikan pada seseorang yang beresiko mengalami bakteremia. Antibiotik diberikan
7-10 hari. Lebih baiknya, antibiotik diberikan sesuai hasil kultur bakteri terhadap
sensitivitas antibiotik.

Bila infeksi berasal dari methicilin resistent Streptococus aureus (MRSA) dapat
diberikan vankomisin sebesar 1 gram tiap 12 jam. Pilihan lain tetrasiklin namun
berbahaya bagi anak-anak. Terapi pilihan pada golongan penicilinase-resistent penisilin
adalah dicloxasin. Pada penderita yang alergi penisilin dapat dipilih golongan
eritromisin. Pada orang yang alergi B-lactam antibiotic dapat diberikan vancomisin.
Tindakan insisi dilakukan setelah terjadi supurasi. Jika masih terjadi infiltrat,
pengobatan topikal diberikan kompres salep iktiol 5% atau salep antibiotik. Adanya
penyakit yang mendasari seperti DM harus dilakukan pengobatan tepat dan adekuat

241
mencegah rekurensi. Terapi antimikrobal dilanjutkan sampai bukti inflamasi
berkurang. Lesi yang didrainase harus ditutupi mencegah autoinokulasi. Pasien dengan
furunkel berulang harus dilakukan evaluasi dan penanganan lebih komplek.

VII. Edukasi

A. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan


B. Makan tinggi protein dan tinggi kalori
C. Menjaga higienitas / kebersihan kulit

VIII. Peralatan

Peralatan Laboratorium untuk pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan gram

IX. Prognosis

Prognosis baik sepanjang faktor penyebab dapat dihilangkan, dan prognosis jadi kurang
baik jika terjadi rekurensi. Umumnya pasien mengalami resolusi, setelah mendapatkan
terapi yang tepat dan adekuat. Beberapa pasien mengalami komplikasi bakteremia dan
bermetastasis ke organ lain. Beberapa pasien mengalami rekurensi, terutama pada
penderita penurunan kekebalan tubuh.

Sumber : Kemenkes

Dapus :

242
KELAINAN KONGENITAL PADA SISTEM REPRODUKSI

I. Kelainan pada Genitalia Eksterna

A. Hipertrofi Labialis

Pembesaran pada salah satu atau kedua labia dapat mengakibatkan terjadinya iritasi, infeksi
kronik, dan nyeri yang dapat mempengaruhi aktivitas seksual atau segala kegiatan yang akan
menimbulkan penekanan pada daerah vulva. Selain itu, kelainan bentuk pada vulva tersebut juga dapat
menimbulkan stress psikososial. Untuk menghindari terjadinya masalah-masalah klinis tadi penderita
dianjurkan untuk tidak menggunakan pakaian yang terlampau ketat dan selalu menjaga kebersihan
daerah vulva. Namun, apabila gejala-gejala tersebut selalu timbul dan menimbulkan keluhan yang
berulang, maka dapat dianjurkan untuk dilakukan labioplasti. Pasca tindakan pembedahan labioplasti
penderita juga perlu diingatkan untuk menghindari gesekan antara daerah vulva dengan paha pada
saat berjalan dan selalu menjaga daerah vulva tersebut dalam keadaan kering dan bersih untuk
menjamin proses penyembuhan berjalan dengan baik.

B. Himen Imperforatus

Himen imperforatus adalah selaput dara yang tidak memiliki lubang (hiatus heminalis) sama
sekali. Umumnya kelainan ini tidak akan disadari sebelum perempuan tersebut mengalami menarke.
Kejadian hymen imperforatus diperkirakan berkisar antara 1 : 1.000 sampai dengan 1 : 10.000. Akibat

243
tidak adanya hiatus himenalis, darah menstruasi yang dihasilkan tiap bulannya tidak dapat mengalir
dan terkumpul di vagina. Semakin banyak darah haid yang terkumpul di vagina akan menyebabkan
hymen menonjol keluar dan tampak kebiruan. Pengumpulan darah haid di dalam vagina disebut
sebagai hematokolpos. Apabila keadaan ini dibiarkan terus-menerus, maka jumlah darah haid yang
tertampung akan semakin banyak, dan darah haid akan mengisi kavum uteri (hematometra) , bahkan
dapat mengisi tuba falopii (hematosalping). Diagnosis kelainan ini tidak sukar dan penanganannya
cukup dilakukan himenektomi dengan perlindungan antibiotika. Pasca tindakan pasien diletakkan
dalam posisi Fowler sehingga akan membiarkan darah haid yang terkumpul di organ genitalia akan
mengalir keluar.

II. Anomali pada Uterus, Serviks, dan Vagina

Anomali organ genitalia perempuan dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme yang
disingkat sebagai CAFÉ yang merupakan kepanjangan dari Canalization, Agenesis, Fusio, Embryonic
rests. Anomali pada organ genitalia perempuan diakibatkan oleh karena terjadinya defek pada proses
fusi lateral dan vertical dari sinus urogenitalis dan duktus Muller. Proses fusi (penggabungan) duktus
Muller kanan dan kiri akan selesai pada usia kehamilan 12 minggu. Sementara itu , proses kanalisasi
akan selesai pada usia kehamilan 5 bulan. Kegagalan fusi vertical antara ductus Muller dan sinus
urogenital akan menyebabkan kelainan gangguan kanalisasi organ genitalia. Selanjutnya, kegagalan

244
untuk melakukan fusi lateral akan menyebabkan terjadinya duplikasi organ. Gangguan resorpsi akan
mengakibatkan terbentuknya septum. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa anomali pada
duktus Muller dapat disebabkan oleh mekanisme agenesis/hypoplasia, gangguan fusi vertical atau
lateral. The American Society of Reproductive Medicine (ASRM) telah menciptakan suatu sistem
klasifikasi untuk anomali pada duktus Muller. Sistem klasifikasi dari ASRM ini tidak melibatkan kelainan
pada vagina, sedangkan untuk kelainan vagina telah dibuat klasifikasinya.

245
A. Sindrom Mayer – von Rokitansky - Hause (MRKH)

Kegagalan dalam pembentukan akan mengakibatkan organ genitalia tersebut tidak akan
terbentuk sama sekali. Apabila melibatkan kedua duktus Müller, maka tidak akan terdapat uterus,
kedua tuba Falopii, dan sepertiga bagian atas vagina. Tidak terbentuknya vagina yang disertai dengan
kelainan pada duktus Müller yang bervariasi, dan diikuti kelainan pada sistem ginjal, rangka dan
pendengaran disebut sebagai Sindrom Mayer – von Rokitansky – Kuster – Hauser (MRKH). Kejadian
tersebut diperkirakan dapat ditemukan pada 1 dari 5.000 persalinan bayi perempuan. Namun apabila
kegagalan pembentukan hanya melibatkan satu sisi duktus Müller, maka akan terbentuk uterus yang
memiliki satu tanduk dan satu tuba Falopii (uterus unikornis). Meski kejadiannya jarang, dapat terjadu
serviks tidak terbentuk tetapi uterus dan vaginanya normal. Hal tersebut dapat menimbulkan masalah
karena darah haid yang terbentuk dalam kavum uteri tidak dapat keluar sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya hematometra, bahkan hematosalping.

B. Kegagalan dalam Proses Fusi Duktus Müller Kanan dan Kiri

Kegagalan dalam proses fusi duktus Müller kanan dan kiri dapat menyebabkan didapatkannya
(1) uterus terdiri atas 2 bagian yang simetris, dimana dapat ditemukan uterus dengan septum pada
bagian tengah yang dapat bersifat komplit atau parsial, atau terdapat dua hemiuterus yang masing-
masing memiliki kavum uteri sendiri-sendiri atau satu kavum uteri terbagi dalam dua bagian, yaitu :
uterus didelfis, uterus bikornus, uterus arkuatus (2) uterus terdiri atas 2 bagian yang tidak simetris.
Tidak jarang salah satu duktus Müller tidak berkembang akan tetapi mengalami kelambatan dalam
pertumbuhannya. Dalam hal ini hemiuterus akan tumbuh normal sementara sisi yang tidak
berkembang akan menjadi rudimenter. Tanduk yang bersifat rudimenter tersebut perlu dibedakan
apakah memiliki kaisan endometrium atau tidak dan apakah memiliki hubungan (komunikasi) dengan
duktus Müller sisi lainnya atau tidak. Hal ini terkait dengan fungsi tanduk rudimenter tersebut dalam
hal menghasilkan darah haid. Apabila tanduk rudimenter tersebut memiliki komunikasi dengan
hemiuterus yang normal, maka darah haid yang dihasilkan dapat dialirkan keluar. Namun, apabila
tanduk rudimenter tersebut tidak dapat dialirkan keluar dan terkumpul di dalam tanduk rudimenter
tersebut membentuk suatu tumor.

Septum yang berjalan melintang (transverse) pada daerah vagina diperkirakan disebabkan oleh
adanya kegagalan pada proses fusi dan/atau kanalisasi antara duktus Müller dengan sinus urogenitalis.
Septum vagina tersebut dapat berlokasi pada vagina bagian atas (45%), tengah (40%), ataupun bawah
(14%). Pada inspeksi genitalia eksterna tampak normal. Namun, apabila dilakukan pemeriksaan yang
seksama, maka akan didapatkan vagina yang buntu atau pendek. Ketebalan septum vagina umumnya

246
kurang dari 1 cm. Umumnya masih memiliki lubang pada bagian tengahnya sehingga masih mampu
mengalirkan darah haid dari uterus. Akan tetapi, jika septum tersebut tidak memiliki lubang, maka
dapat terjadi hematokolpos.

Tidak semua perempuan yang memiliki anomali pada organ genitalia akan menemui masalah.
Sebagian dapat hamil normal, bahkan melahirkan biasa. Apabila kehamilan terjadi pada hemiuterus
yang normal kadangkala dapat terjadi abortus, persalinan preterm, kelainan letak janin, distosia, dan
perdarahan pascapersalinan.

Anamnesis yang cermat mengenai kelainan haid, gangguan dalam kehamilan dan proses
persalinan disertai pemeriksaan ginekologi yang teliti dapat mengarahkan kecurigaan ke arah kelainan
kongenital organ genitalia. Penggunaan pemeriksaan penunjang seperi ultrasonografi,
histerosalfingografi, hingga yang tercanggih seperti histeroskopi ataupun laparoskopi. Namun, perlu
diingat secara embriologis perkembangan organ-organ genitalia sangat erat dengan perkembangan
organ-organ traktus urinarius. Oleh karena itu disarankan untuk melakukan pemeriksaan pielogram
intravena untuk dapat mengetahui apakah juga terdapat kelainan pada organ-organ traktus urinarius.

Tindakan pembedahan pada kasus kelainan organ genitalia hanya akan dilakukan apabila ada
indikasi berupa kejadian abortus berulang, infertilitas, gangguan proses persalinan, atau adanya gejala-
gejala yang menunjukkan pengumpulan darah haid pada vagina, kavum uteri, tuba falopii, atau tanduk
rudimenter yang tidak memiliki komunikasi dengan hemiuterus yang normal.

247
SISTOKEL
Sistokel adalah melemahnya fascia
penunjang antara vagina dan kandung kemih
yang dapat menyebabkan prolaps kandung
kemih. Sistokel yang sering menyertai prolaps
menyebabkan gejala-gejala polimiksi mula-
mula ringan pada siang hari, lama-kelamaan
bila prolaps lebih berat gejalanya juga timbul
pada malam hari. Adanya perasaan akndung
kemih tidak dapat dikosongkan secara tuntas,
tidak dapat menahan kencing bila batuk
(stress incontinence) dan kadang terjadi pula
retensio urine. Gambaran kinik lainnya adalah
perasaan mengganjal di vagina atau menonjol
di genitalia eksterna dan rasa sakit di panggul
atau pinggang rasa sakit akan berkurang
apabila terbaring. Tindakan khusus dan kasus
berat sebaiknya dirujuk ke dokter spesialis
uroginekologi

248
Sistokel dan Rektokel
Definisi
Sistokel adalah melemahnya fascia penunjang antara vagina dan kandung kemih yang dapat
menyebabkan prolaps kandung kemih ke dalam vagina.
Rektokel adalah melemahnya fascia penunjang antara vagina dan rektum (fascia
rektovagina) yang dapat menyebabkan prolaps rektum ke dalam vagina.
(Obstetri William, Ed. 23)

Diagnosis
- Gambaran Gejala Klinis:
o Perasaan mengganjal di vagina atau menjonjol di genitalia eksterna
o Rasa sakit di panggul atau di pinggang dan bila berbaring akan berkurang
o Sistokel:
▪ menyerupai gejala polimiksi mula-mula pada siang hari. Bila prolaps
semakin berat akan timbul polimiksi pada malam hari.
▪ Perasaan kandung kemih tidak dapat dikosongkan secara tuntas
▪ Tidak dapat menahan kencing apabila batuk (stress incontinence)
▪ Retensi urin
o Rektokel: gangguan defekasi
o Kesulitan bersenggama
- Identifikasi faktor resiko:
o Umur: biasanya pada post menopause, melemahnya fascia karena
menurunnya kadar estrogen
o Riwayat persalinan per vaginam sulit (gemeli, penggunaan forsep, laserasi
perineal, episiotomi)
o Riwayat konstipasi (terutama untuk rektokel)
o Riwayat batuk kronis (penyebab meningkatnya tekanan intraabdomen)
o Riwayat mengangkat benda berat
o Obesitas
o Merokok
- Cara pemeriksaan:
o Penderita dalam posisi jongkok dan disuruh mengejan, kemudian dengan
telunjuk jari, mengidentifikasi, apakah porsio uteri dalam keadaan normal
atau sudah masuk ke dalam introitus vagina
o Melakukan pemeriksaan dalam (vaginal toucher). Dengan menyesuaikan
gejala klinis pasien, pada rektokel terdapat benjolan di dinding belakang
vagina (merupakan prolaps rektum pada vagina), dapat berisi feses yang
dapat dikeluarkan secara manual. Pada sistokel terdapat benjolan di dinding
depan vagina (merupakan prolaps vesica urinaria pada vagina), dapat berisis

249
stasis urine yang merupakan faktor predisposisi infeksi (urinary tractus
infection)
(Sumber: Ilmu Kandungan Sarwono; Obstetri William Ed.23; NYU Langone Medical Center)

Terapi
Pengobatan medis:
- Latihan otot-otot dasar panggul (senam Kegel) untuk menguatkan otot-otot dasar
panggul
- Stimulasi otot-otot dengan alat listrik utnuk memacu kontraksi otot-otot dasar
panggul
- Terapi hormon estroge pada pasien menopause. Pada menopause kelemahan otot
dasar panggul akibat menurunnya kandungan estrogen sehingga pemberian
estrogen akan bermanfaat.
Pengobatan operatif:
- Sistokel: kolporafi anterior
- Rektokel: kolpoperineoplastik

Pencegahan
Melatih otot-otot dasar panggul dan dengan menghindari beberapa faktor resiko obstetri
seperti penggunaan foreseps (tanpa indikasi jelas) dan episiotomi.
(Sumber: Ilmu Kandungan Sarwono)

250
CORPUS ALIENUM VAGINA

I. Definisi
Corpus Alineum Vagina adalah terdapatnya benda asing yang tertinggal di dalam
vagina akibat memasukkan benda asing ke dalam vagina, biasanya oleh
penderita psikopatia seksualis, anak-anak, dan kasus perkosaan. Benda asing ini
bisa tetap tinggal di dalam vagina karena lupa atau karena penderita sendiri tidak
ingin mengeluarkannya.
II. Diagnosis
A. Anamnesis:
1. Keluhan pasien (leukorea, nyeri, perasaan tidak nyaman)
2. Riwayat memasukkan benda asing ke dalam vagina

B. Diagnosis ditegakkan dengan menemukan corpus alineum di dalam vagina


pada pemeriksaan ginekologis
1. Pengaruh corpus alineum dalam vagina tergantung dari bentuk dan jenis
benda tersebut
2. Benda-benda yang terbuat dari kain cepat menimbulkan infeksi disertai
leukorea berbau
3. Pesarium yang dipasang untuk pasien dengan prolapsus uteri dapat
menimbulkan iritasi dan perlukaan apabila tidak dikeluarkan dan dibersihkan
secara berkala
4. Benda-benda yang tidak steril (biasanya untuk abortus provokatus kriminalis
dengan tenaga tidak terdidik) dapat mengakibatkan perdarahan, tetanus,
atau sepsis
C. Insersi spekulum
Pada anak, periksa rektum dengan hati-hati. Pada pemeriksaan fisik, vagina
terlihat merah dengan terdapat sekret yang berbau busuk. Pada pemeriksaan
rektal. Benda asing yang besar dapat diraba dengan mudah. Benda yang lebih
kecil seperti tissue toilet mungkin tidak teraba (William Obstetri).
D. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiografis kurang bermanfaat karena sebagian besar benda asing
biasanya tidak radioopak. Rontgenogram sederhana atau ultrasonograñ pelvis
seringkali dapat membantu. Kertas toilet yang menyumbat adalah benda asing
yang paling sering ditemukan dalam vagina. Vaginoskopi penting untuk
menegakkan diagnosis dan mengangkat benda asing.
III. Penanganan
A. Mengambil benda asing

251
B. Melakukan pemulihan bentuk anatomik vagina dengan cara
menghindari berhubungan seksual hingga iritasi sudah sembuh
IV. Pencegahan
A. Tidak memasukkan benda asing ke dalam vagina.
V. Rujukan
A. Pemeriksaan ginekologik hanya dilakukan pemeriksaan luar, sedangkan
untuk pemeriksaan dalam harus dirujuk
B. Rujukan diberikan apabila copus alienum vagiane disebabkan oleh Abortus
inkomplit. Evaluasi tanda-tanda syok, bila terjadi syok karena perdarahan,
pasang IV line (bila perlu 2 jalur) segera berikan infus cairan NaCl fisiologis
atau cairan ringer laktat disusul dengan darah. Setelah syok teratasi rujuk ke
fasilitas selnjutnya untuk dilakukan kerokan (D/C). Pasca tindakan berikan
ergometrin IM.

(Sumber: Ilmu Kandungan Sarwono, William Obstetri, Panduan Praktik Klinis Bagi
Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer (Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014) )

252
KISTA GARTNER (GARTNER'S DUCT CYST)

I. Gambaran Umum
Kista ini berasal dari sisa kanalis wolfii (disebut juga duktus gartner atau duktus epoophoron
atau the embryonic mesonephros atau sisrem duktus wolfian) yang berjalan di sepanjang
permukaan anterior dan bagian atas vagina atau di dinding lateral vagina. Diameter kista sangat
tergantung dari ukuran duktus dan kapasitas tampung cairan di dalamnya sehingga bisa dalam
ukuran yang relatif kecil (tidak menimbulkan penonjolan) hingga cukup besar untuk mendorong
dinding vagina ke arah tengah lumen atau malahan dapat memenuhi lumen dan mencapai
introitus vagina.

253
II. Gambaran Klinik
Secara klinik biasanya kista gartner bersifat asimtomatik dengan ukuran diameter tidak lebih
dari 2 cm, tapi pernah ada Giant Gartner Ductcyst pada dinding vagina dengan ukuran 16x15x8
cm dengan gejala klinis berupa disparenia. Lokasi utama kista gartner adalah bagian
anterolateral puncak vagina. Pada perabaan, kista ini bersifat kistik, dilapisi oleh dinding
translusen tipis yang tersusun dari epitel kuboid atau kolumner, baik dengan atau tanpa silia
dan kadang-kadang tersusun dalam beberapa lapisan (stratified). Lumen berisi massa amorf
pucat. Stroma merupakan jaringan otot polos dan ikat dengan sebukan limfosit. Ruang gerak
kista agak terbatas terkait dengan topografi duktus gartner di sepanjang alurnya pada puncak
vagina.

III. Terapi
Insisi dinding anterolateral vagina dan eksisi untuk mengeluarkan kista dari sisa kanalis wolfii ini
sedangkan pemeriksaan ultrasonografi dapat membantu menegakkan diagnosis kista Gartner,
karena memberikan gambaran karakteristik berupa massa noduler yang berbatas tegas dan
berdinding tipis dengan intensitas gema yang tidak echoic.

254
terjadi juga rectovaginal yang ditandai dengan
FISTULA UROGENITAL keluarnya feses dari vagina.
I. Pengertian
Proses iskemik tidak hanya bisa terjadi di
Fistula adalah terbentuknya saluran kecil yang
jaringan kandung kemih, vagina, dan rectum.
abnormal dari kedua bagian.
Dapat juga terjadi pada jaringan panggul lain.
Keadaan ini menjadi penyebab primer fistula
II. Etiologi :
obstetric. Kondisi sekunder terjadi akibat
Fistula urogenital dapat terjadi karena kelainan
inkontinensia dan jaringan parut di pelvis.
bawaan, obstetric, pembedahan, radiasi, dan
A. Kondisi primer :
penyebab lain. Sebagian besar, disebabkan karena
1. Fistula Vesikovaginal
terjadinya iskemik nekrosis pada persalinan lama/
Daerah penekanan saat persalinan akan
macet karena bagian terbawah dari janin akan
menentukan daerah trauma. Apabia
menyebabkan penekanan jaringan pelvis pada
daerah penekanan di bagian pintu atas
tulang panggul. Penyebab lain karena trauma
panggul, vistula terjadi di bagian juksta
pada bedah sesar, persalinan forceps, atau
atau intraservikal. Bila penekanan
manipulasi persalinan oleh tenaga kesehatan yang
dibagian bawah maka dapat mengenai
tidak terampil.Pada umumnya terjadi setelah
uretra.
operasi pada pelvis, kanker serviks lanjut, trauma
2. Perlukaan pada ureter
seksual, dan infeksi (contoh : tuberculosis dari
Pada keadaan ini terjadi nekrosis dan
kandung kemih, sistosomiasis, dan
kerusakan total pada ureterovesical
lymphogranuloma venereum).
junction sehingga menyebabkan vistula
ureterovesical dengan muara ureter di
III. Prevalensi :
luar kandung kemih langsung ke vagina
Penelitian di rumah sakit dengan 22.000 kasus
3. Perlukaan Rektovagina
melaporkan kejadian fistula pada 0,35 %
Terjadi apabila dalam persalinan, bagian
persalinan. WHO menyatakan angka kejadian 0.3
bawah janin menekan sacrum pada
% sehingga akan terdapat antara 50.000 –
persalinan sehingga terjadi nekrosis pada
100.000 kasus baru fistula obstetric setiap tahun.
septum rectovaginal
4. Trauma pada saluran reproduksi
IV. Faktor Resiko :
5. Kelainan degenerative
Faktor resiko kejadian fistula pasca operasi :
- Distorsi anatomis
B. Kondisi sekunder :
- Perlekatan jaringan abnormal
1. Konsekuensi social
- Kegagalan vaskularisasi
2. Kesehatan mental
- Penyembuhan tidak sempurna
3. Kerusakan traktus urinarius bagian
- Abnormalitas fungsi kandung kemih
atas
4. Batu buli
V. Tanda dan Gejala Klinik :
5. Dermatitis Urinarie
Fistula dikenali dalam waktu 3 – 10 hari
pasca persalinan dengan terjadinya penonjolan
VI. Diagnosis
jaringan nekrotik ke vagina dan kemudian
Anamnesis dan pemeriksaan ginekologik dengan
terbentuk fistula vesicovaginal yang ditandai
speculum dapat menetapkan jenis dan tempat
dengan keluarnya urin dari vagina. Bila terjadi
fistula yang berukuran besar. Apabila ukuran
trauma pada bagian posterior vagina, maka dapat
fistula kecil susah terdeksi tapi mudah dengan
cara memasukan metilen biru sebanyak 30 ml ke

255
dalam rongga vesika maka segera akan terlihat
metilen biru keluar dari fistula kedalam vagina.
Apabila sudah ditemukan satu fistula perlu
dicurigai adanya fistula lain. Khususnya pada
histerektomi radikal dimana ureter dilepaskan
dari jaringan disekitarnya, perlu dipikirkan adanya
fistula ureterovaginal.

256
KISTA NABOTHI (2)

I. Gambaran Umum endoserviks dengan batas yang relative


Epitel kelenjar endoserviks tegas dan berwarna lebih muda dari
tersusun dari jenis kolumner tinggi jaringan sekitarnya. Hal ini disebabkan
yang sangat rentan terhadap infeksi oleh timbunan cairan musin yang
atau epidermidiasi skuamosa. tertangkap di dalam ductus sekretorius
Gangguan lanjut infeksi atau proses kelenjar endiserviks.
restrukturisasi endoserviks Pada beberapa keadaan,
menyebabkan metaplasia skuamosa pembuluh darah di mukosa
maka muara kelenjar endoserviks akan endoserviks (di atas kista) menjadi
tertutup. Penutupan muara ductus terlihat lebih nyata karena pembuluh
kelenjar menyebabkan sekret tertahan darah berwarna merah menjadi
dan berkembang menjadi kantong kontras di atas dasar warna putih
kista. Kista ini dapat berukuran mikro kekuningan. Kista Nabothi yang berada
hingga makro dan dapat dilihat secara pada pars vaginalis endoserviks
langsung oleh pemeriksa. menunjukan adanya epitel kolumner
yang ektopik dan kemudian mengalami
II. Gambaran Klinik metaplasia skuamosa. Semakin jauh
Kista Nabothi tidak keberadaan kista Nabothi menunjukan
menimbulkan gangguan sehingga semakin luasnya zona transisional ekto
penderita juga tidak pernah dan endoserviks.
mengeluhkan sesuatu terkait dengan
adanya kista ini. Pada pemeriksaan III. Terapi
inspekulo, kista Nabothi terlihat Tidak diperlukan terapi khusus
sebagai penonjolan kistik di area untuk Kista Nabothi.

257
POLIP ENDOSERVIK

I. Definisi Polip Serviks

Polip serviks merupakan massa abnormal yang berukuran kecil, berbentuk


memanjang atau “fingerlike” yang tumbuh pada leher rahim atau serviks. Polip
serviks jarang menimbulkan gejala. Mereka biasanya ditemukan selama
pemeriksaan panggul rutin. Kebanyakan wanita hanya memiliki satu polip,
namun dapat berkembang menjadi dua atau tiga. Mereka mudah untuk
menghapus dan biasanya tidak tumbuh kembali. Sebagian besar polip serviks
adalah jinak ( bukan kanker). semua polip harus diperiksa untuk tanda tanda
kanker setelah pengangkatan.

Polip serviks merupakan massa bertangkai yang menonjol dan muncul dari
kanal endoserviks atau dari eksoserviks. Polip serviks adalah pertumbuhan
serviks yang jinak dan memiliki tingkat keganasan. Penyebab polip serviks untuk
sebagian besar tidak diketahui atau dari reaksi sekunder seperti peradangan
serviks. Mengangkat (polectomy) direkomendasikan untuk semua polip serviks
meskipun tingkat kekambuhan adalah 12,5 %. kehadiran polip dapat
menghalangi pengambilan sample serviks misalnya untuk pap smear.

II. Jenis Polip Serviks

Polip serviks terdiri dari dua macam, yaitu:

A. Polip ektoserviks yaitu polip serviks dapat tumbuh dari lapisan


permukaan luar serviks. Sering diderita oleh wanita yang telah memasuki
periode paska-menopause, meskipun dapat pula diderita oleh wanita usia
produktif. Prevalensi kasus polip serviks berkisar antara 2 hingga 5% wanita.
b. Polip endoserviks pertumbuhannya berasal dari bagian dalam serviks.
Biasanya Pada wanita premenopause (di atas usia 20 tahun) dan telah
memiliki setidaknya satu anak. Pembagian ini bukan ukuran absolut untuk
menetapkan letak polip secara pasti.

III. Etiologi dan Faktor Risiko Polip Serviks

Etiologi dari polip serviks belum diketahui dengan pasti, namun sering
dihubungkan dengan peradang kronsik, hiperplasia akibat respon terhadap
hormon estrogen, dan pelebaran pembuluh darah serviks. Pertumbuhan polip
merupakan implikasi dari degenerasi hiperplastik fokal di daerah serviks yang
merupakan reaksi sekunder dari inflamasi serviks. Epitellium silinder yang

258
menutupi polip dapat mengalami ulserasi polip serviks pada dasarnya adalah
suatu reaksi radang, penyebabnya sebagian dari reaksi radang yang dapat terjadi
adalah : radang sembuh sehingga polip mengecil atau kemudian hilang dengan
sendirinya, polip menetap ukurannya, dan polip membesar

IV. Morfologi Polip Serviks

Morfologi polip serviks biasanya lembut, berwarna kemerahan, dan


berbentuk seperti jari, bertangkai pendek (namun beberapa dapat memiliki
dasar yang lebar dan dapat juga memiliki tangkai yang panjang hingga keluar
dari kanalis servikalis), dan dilapisi epitel endoserviks (namun pada beberapa
kasus dapat pula mengalami metaplasia yang membuatnya menjadi semakin
kompleks). Polip tersusun atas stroma jaringan ikat vaskuler dan dilapisi oleh
kolumner, skuamosum kolumner, atau skuamosa. Bagian ujung polip dapat
mengalami nekrosis serta mudah berdarah. Oleh karena itu, diagnosis polip
harus ditegakkan apakah polip tersebut adalah suatu adenoma, sarkoma
botriodes, adenoma serviks, maupun mioma melalui pemeriksaan histologi
setelah dilakukan eksisi atau ekstirpasi. Polip endoserviks biasanya berwarna
merah dengan ujung seperti nyala api, mudah pecah, dan bervariasi dalam
ukuran, dari beberapa mm hingga mencapai lebar 3cm dan panjang beberapa
cm. Polip seringkali tumbuh di endoserviks yang berbatasan dengan ektoserviks,
berbasis lebat, dan mengandung jaringan ikat fibrosa. Polip endoserviks sering
terjadi perdarahan karena sering terjadi ekstravasasi darah ke jaringan. Infiltrasi
dari sel radang dapat menyebabkan leukorea. Polip ektoserviks berwarna agak
pucat atau merah daging, lunak, dan tumbuh melingkar atau memanjang dari
pedikel. Polip ini tumbuh di area porsio dan jarang sekali menimbulkan
perdarahan sebagaimana polip endoserviks atau degenerasi polipoid maligna.
Secara mikroskopis, jaringan polip ektoserviks banyak mengandung serat fibrosa
dibandingkan polip endoserviks. Bagian luar polip ektoserviks dilapisi oleh epitel
stratifikatum skuamosa. Perubahan sel menjadi ganas dapat terjadi terutama
pada polip ektoserviks yang disertai inflamasi kronik yang sering menyebabkan
nekrosis di bagian ujung polip. Insidensi degenerasi maligna dari polip
ektoserviks diperkirakan kurang dari 1%. Karsinoma sel skuamosa merupakan
insidensi tersering meskipun edenokarsinoma juga pernah dilaporkan.

V. Diagnosis Polip Serviks

Diagnosis polip serviks dibuat dengan cara menginspeksi serviks


menggunakan spekulum. Jika terdapat perdarahan harus dilakukan pemeriksaan
untuk menyingkirkan kelainan terutama keganasan serviks dan endometrium.
Gejala dari polip serviks biasanya intermenstrual bleeding, postcoital bleeding,
leukorea, hipermenorrhea, dan terasa tidak nyeri. Pasien juga dapat memiliki
riwayat leukorea, perdarahan di luar siklus menstruasi, perdarahan setelah
koitus, perdarahan setelah menopause, perdarahan intermenstrual atau
paska-koitus dengan hipermenorea, pada kasus infertilitas wanita juga patut
dilacak apakah terdapat peradangan serviks atau polip, ataupun discomfort
dalam vagina.

259
1. Pemeriksaan inspekulum Pada pemeriksaan dengan spekulum dapat dijumpai
jaringan bertambah, massa kecil , berwarna merah, tampak seperti jari yang
keluar melalui kanalis servikalis dan biasanya berukuran panjang 1-2cm dan
berdiameter 0,5-1cm, mudah berdarah, dan terdapat pada vagina bagian atas,
dan teraba lunak.

2. Pemeriksaan radiologi Polip dapat dievaluasi melalui pemeriksaan


histerosalfingografi atau sonohisterografi dengan infus salin. Biasanya hasil
pemeriksaan ini memberikan hasil yang bermakna dalam mengetahui adanya
polip atau kelainan lainnya.

3. Pemeriksaan laboratorium Sitologi vagina dapat menunjukkan adanya tanda


infeksi dan seringkali ditemukan sel-sel atipik. Pemeriksaan darah dan urin tidak
terlalu banyak membantu menegakkan diagnosis.

4. Pemeriksaan khusus Polip yang terletak jauh dari kanal endoserviks tidak
dapat dinilai melalui inspekulo biasa, namun dapat dilakukan pemeriksaan
khusus menggunakan spekulum endoserviks atau histerokopi. Seringkali polip
endoserviks ditemukan secara tidak sengaja pada saat dilakukan pemeriksaan
perdarahan abnormal. Pemeriksaan USG dilakukan untuk menyingkirkan adanya
massa atau polip yang tumbuh dari uterus.

VI. Tatalaksana

Bila dijumpai polip serviks, dokter dapat mengambil 2 macam tindakan:


1. Konservatif.
Yakni bila ukuran polip kecil, tidak mengganggu, dan tidak menimbulkan
keluhan (misal sering bleeding, sering keputihan). dokter akan membiarkan
dan mengobservasi perkembangan polip secara berkala.
2. Agresif.
Yakni bila ukuran polip besar, ukuran membesar, mengganggu aktifitas, atau
menimbulkan keluhan. tindakan agresif ini berupa tindakan curettage atau
pemotongan tangkai polip. tindakan kauter ini bisa dilakukan dengan rawat jalan,
biasanya tidak perlu rawat inap. untuk tindakan pengobatan selain curettage
untuk saat ini belum ada. tapi untuk polip-polip yang ukurannya kecil (beberapa
milimeter) bisa dicoba pemberian obat yang dimasukkan melalui vagina, untuk
mengurangi reaksi radang. Setelah pemberiannya tuntas, diperiksa lagi, apakah
pengobatan tersebut ada efeknya pada polip atau tidak. jika tidak, maka untuk
pengobatannya dengan kauterisasi.Bila polip mempunyai tangkai kurus,
tangkainya digenggam dengan forsep polip dan diputar beberapa kali sampai
dasar polipnya terlepas dari jaringan servik dasarnya. Bila terdapat perdarahan
pervaginam abnormal, maka diperlukan curettage di RS untuk menyingkirkan
keganasan servik dan endometrium.

Polip yang mudah terlihat dengan tangkai yang tipis dapat disekam dengan
klem arteri atau forcep kasa dan dipluntir putus. Dianjurkan mengkauterisasi
dasarnya untuk mencegah perdarahan dan rekurensi. Pasien yang mempunyai

260
banyak polip mungkin terbaik diterapi dengan cara konisasi sehingga setiap polip
yang tidak terlihat didalam kanalis tidak akan diabaikan. Biasanya, polipektomi
cervix harus dilakukan bersama dengan suatu kuretase.

VII. Komplikasi Polip Serviks

Polip serviks dapat terinfeksi, biasanya oleh kelompok Staphilococcus,


Streptococcus, dan jenis patogen lainnya. Infeksi serius biasanya terjadi setelah
dilakukan instrumentasi medik untuk menegakkan diagnosis atau setelah
membuang polip. Antibiotik spektrum luas perlu diberikan bila tanda awal
infeksi telah tampak. Inisiasi atau eksaserbasi salfingitis akut dapat terjadi
sebagai konsekuensi polipektomi

261
Merck Manual Professional. 2008. Benign Gynecologic Lession: Cervical Polyp.
Gynecology and Obstetrics. Merck.

Galang Eka Pratama. 2017. Polip Serviks.

Esty Wahyuningsih. 2009. Buka saku kebidanan. EGC

262
SKDI 3B Perlukaan vulva sering
dijumpai pada waktu
VULNUS PADA VULVA persalinan.
2. Manifestasi Klinis
Perlukaan Pada Vulva • Terlihat robekan-robekan
kecil pada Labium minora,
I. Definisi
vestibulum, atau bagian
Vulnus : hilang atau rusaknya
belakang vulva.robeksn
sebagian kontinuitas jaringan yang
• Robekan/lecet kecil,
dapat disebabkan oleh trauma
perdarahan kecil → tidak
benda tajam atau tumpul,
perlu tindakan apa-apa.
perubahan suhu, sengatan listrik,
• Robek agak besar & banyak
gigitan hewan atau zat kimia.
perdarahan, terlebih jika
Vulva : organ seksual wanita
terjadi di sekitar klitoris →
bagian luar dan merupakan bagian
penghentian perdarahan
dari system reproduksi.
dan penjahitan luka
Merupakan bagian dari jalan lahir.
robekan
3. Tatalaksana awal
a. Luka robekan dijahit
dengan catgut secara
terputus-putus atau
jelujur.
b. Jika robekan disekitar
orifisium uretra atau
mengenai vesica urinaria
II. Klasifikasi menurut Jenis
→ dipasang kateter tetap
A. Robekan Vulva
sebelum dijahit.

Gambar 1 : robekan pada vulva


terbanyak disekitar klitoris.

1. Epidemiologi

263
Gambar 2 : hematoma kiri.
B. Hematoma Vulva
a. Etiologi d. Tatalaksana awal
Disebabkan oleh karena Penanganan terhadap
robeknya pembuluh darah hematoma di jalan lahir
terutama vena yang terletak tergantung pada lokasi dan
dibawah kulit alat kelamin luar besarnya hematoma.
dan selaput lender vagina.
Jika hematoma makin
Hal ini dapat terjadi pada
besar, disertai tanda anemia,
kala pengeluaran, atau setelah
presyok → segera dilakukan
penjahitan luka robekan yang
pengosongan dari hematoma
tidak tepat atau pecahnya
tersebut. Langkah-langkahnya :
varises yang terdapat pada
dinding vagina dan vulva. 1. Jahitan luka dibuka
b. Patofisiologi kembali atau dilakukan
Luka episiotomy → penjahitan sayatan sepanjang
tidak sempurna/robekan yang bagian hematoma yang
tidak dikenali → hematoma. paling regang.
c. Diagnosis 2. Seluruh darah beku
Px Fisik → terlihat bagian yang dikeluarkan sampai
lembek, membengkak, kantong hematoma
perubahan warna kulit, serta kosong.
nyeri tekan pada daerah 3. Periksa rongga
hematoma. hematoma tersebut
apakah terdapat
sumber perdarahan.
Jika ada → ikat
pembuluh darah vena

264
atau arteri yang dapat menimbulkan robekan
terputus. pada dinding vagina.
4. Rongga hematoma B. Melahirkan dengan ekstraksi
tersebut diisi dengan cunam. akibat ekstraksi
kassa steril sampai dengan forseps dapat terjadi
padat dan robekan yang luas
meninggalkan ujung C. Ekstraksi bokong
kasa tersebut diluar. D. Ekstraksi vakum
5. Jahit luka sayatan E. Reposisi presentasi kepala
dengan jahitan janin, umpamanya pada letak
terputus-putus atau oksipito posterior.
jahitan jelujur. F. Sebagai akibat lepasnya
6. Setelah dijahit, dapat tulang simfisis pubis
pula dipakai drain. (simfisiolisis).
III. Penegakan diagnosis
VULNUS PADA VAGINA diagnosis ditegakkan dengan
melakukan pemeriksaan secara
I. Definisi langsung. Untuk dapat menilai
Robekan pada vagina yang dapat luasnya luka terutama bila
bersifat luka tersendiri, robekan meliputi bagian dalam vagina,
pada 1/3 bagian bawah bisa perlu dilakukan pemeriksaan
merupakan lanjutan robekan dengan spekulum.
perineum, atau robekan vagina 1/3 IV. Tatalaksana awal
bagian atas umumnya merupakan Pada luka robek yang kecil dan
lanjutan robekan serviks uteri. superfisial, tidak diperlukan
Perlukaan pada dinding depan penanganan khusus. Pada luka
vagina seringkali terjadi disekitar robek yang lebar dan dalam, perlu
orifisium urethrae externum dan dilakukan penjahitan. Penjahitan
klitoris. Perlukaan pada klitoris dilakukan secara simpul terputus
dapat menimbulkan banyak (interrupted suture). Dilakukan
perdarahan. dengan benang katgut kromik No.
II. Etiologi 0 atau 00, dimulai 1 cm proksimal
A. Pada umumnya robekan dari ujung luka terus kebawah
vagina terjadi karena sampai luka terjahit rapi.
regangan jalan lahir yang V. Komplikasi
berlebihan dan terjadi secara A. Perdarahan. Pada umumnya
tiba-tiba ketika janin pada luka robek yang kecil dan
dilahirkan. Baik kepala superficial tidak terjadi
maupun bahu janin (anak perdarahan yang banyak, akan
besar, shoulder dystocia) tetapi jika robekan lebar dan
dalam, lebih-lebih jika

265
mengenai pembuluh darah
dapat menimbulkan
perdarahan yang hebat.
B. Infeksi. Jika robekan tidak
ditangani dengan semestinya
dapat terjadi infeksi, bahkan
dapat timbul septikemi.

DAFTAR PUSTAKA
• Sarwono
• ilmu bedah kebidanan
• ilmu kandungan

266
PROLAPSUS UTERUS akibat Terjadinya kerusakan pada fasia
penyangga dan inervasi syaraf osor dasar
panggul. Faktor lain seperti lemahnya kualitas
jaringan ikat, penyakit neurologik, keadaan
I. Pengertian penyakit hun yang menyebabkan
Prolaps (dari kata Latin prolapsus) meningkatnya tekanan intra-abdominal
berarti tergelincir atau jatuh dari tempat (seperti penyakit paru obstruktif kronis,
asalnya. Yang dimaksud dengan prolapsus konstipasi menahun) atau obesitas, asites,
genitalis adalah penempatan yang salah organ tumor pelvis, sermudah terjadinya prolapsus
pelvis ke dalam vagina atau melampaui genitalis. Bila prolapsus uteri dijumpai pada
lubang vagina (introitus vaginae). Organ yang nulipara faktor penyebabnya adalah kelainan
dimaksud dapat meliputi uretra, kandung bawaan berupa kelemahan jaringan
kemih, usus besar dan usus kecil, omentum, penunjang uterus
danrektum, di samping uterus, serviks, dan
vagina itu sendiri. Sebetulnya semua
perempuan multipara, dan terutama III. Gejala-gejala Klinik
multipara yang aktif, bila diperiksa secara Gejala klinik sangat berbeda dan
saksama menunjukkan pertahanan pelvis bersifat individual. Ada penderita dengan
yang kurang sempurna, meskipun banyak prolaps cukup berat tidak menunjukkan
yang tidak mengeluh dan hanya 10 - 15% yang keluhan apa pun. Sebaliknya, ada yang
membutuhkan tindakan atau pengobatan. dengan prolaps ringan, tetapi keluhannya
Sebaliknya, ada sebagian yang pertahanan banyak.
pelvisnya baik, tetapi mengeluhkan gejala
prolapsus. Jadi, yang dimaksud dengan Keluhan yang dijumpai pada umumnya
prolapsus organ pelvis adalah bila jelas ada adalah perasaan yang mengganjal di vagina
penurunan organ kedalam vagina atau atau adanya yang menonjol di genitalia
melampaui lubang vagina dengan keluhan eksterna, rasa sakit di panggul atau pinggang
dan gejala seperti kesulitan miksi, defekasi, dan bila pasien berbaring keluhan berkurang,
hubungan seksual, dan keluhan-keluhan lain bahkan menghilang. Sistokel yang sering
yang ada sangkut pautnya dengan penurunan menyertai prolaps menyebabkan gejala-gejala
ini. polimiksi mula-mula ringan pada siang hari,
lama kelamaan bila prolaps lebih berat
gejalanya juga timbul pada malam hari.
II. Etiologi Adanya perasaan kandung kemih tidak dapat
dikosongkan secara tuntas, tidak dapat
Penyebab prolapsus organ pelvis sulit menahan kencing bila batuk (stress
untuk dicari etiologinya karena secara teknis incontinence) dan kadang dapat terjadi pula
sulit membedakan mana yang disebut normal reten 10 urinae. Rektokel dapat
dan mana yang abnormal. Secara hipotetik menyebabkan gangguan defekasi. Prolapsus
penyebab utamanya adalah persalinan uteri derajat III dapat menyebabkan gejala
pervaginam dengan bayi aterm. Keadaan ini gangguan bila berjalan dan bekerja. Gesekan

267
portio uteri paa celana menimbulkan Luka panjang serviks yang lebih panjang dari biasa
dan dekubitus pada portio uteri. Selain itu, dinamakan elongasio koli
prolaps dapat menimbulkan kesulitan
VI. Komplikasi
bersanggama.
A. Keratimus mukosa vagina dan portio
uteri
Ini terjadi pada prosidensia uteri, di
IV. Klasifikasi Prolapsus Uteri
mana keseluruhan uterus ke luar dari
Terdapat perbedaan pendapat antara introitus vagina
para ahli ginekologi. Friedman dan Little B. Dekubitus
(1961) sebagai berikut. mengemukakan Dekubitus dapat terjadi karena uterus
beberapa macam klasifikasi, tetapi klasifikasi yang ke luar bergeseran dengan paha
yang dianjurkan adalah dan pakaian Keadaan ini dapat
menyebabkan perdarahan sehingga
A. Desensus uteri, uterus turun,
perlu dibedakan dengan penyakit
tetapi serviks masih dalam
keganasan, khususnya bila penderita
vagina. Prolaps uteri tingkat I,
sudah berutia lanjut.
uterus turun dengan serviks
C. Hipertrofi serviks uteri dan elongatio
uteri turun paling rendah
koli
sampai introitus vagina.
Komplikasi ini dapat didiagnosis
B. Prolaps uteri tingkat II,
dengan periksa lihat dan periksa raba.
sebagian besar uterus keluar
D. Hidroureter dan hidronefrosis
dari vagina.
Gangguan misi dan stress incontinence
C. Prolaps uteri tingkat III atau
menyebabkan menyempitnya ureter
prosidensia uteri, uterus keluar
sehingga dapat menyebabkan
seluruhnya dari vagina, disertai
hidroureter dan hidronefrosis. Sering
dengan inversio vaginae.
dijumpai infeksi saluran kencing dan
kemandulan terutama pada prolaps
yang berat.
V. Diagnosis
E. Hemoroid dan inkarserasi usus halus
Diagnosis dibuat atas dasar anamnesis sering terjadi sebagai komplikasi
tentang gejala-gejala dan umumnya mudah di prolaps. Yang terakhir ini memerlukan
tegakkan. Friedman dan Little (1961) tindakan operatif
menganjurkan cara pemeriksaan sebagai
berikut: Penderita dalam posisi jongkok dan
disuruh untuk mengejan, kemudian dengan VII. Pengelolaan Prolaps
telunjuk jari menentukan apakah portio uteri
dalam posisi normal atau sudah sampai A. Pengobatan Medis
introitus vagina atau keseluruhan serviks Pengobatan ini tidak seberapa
sudah keluar dari vagina. Selanjutnya dalam memuaskan tetapi cukup membantu,
posisi berbaring di ukur panjang serviks dilakukan pada prolaps yang ringan,
atau bila tindakan operatif merupakan

268
kontraindikasi. Tindakan medis yang
ada antara lain adalah:
Pesarium dapat dipakai bertahun-
- Latihan otot-otot dasar
tahun asal diawasi secara teratur.
panggul (senam Kegel)
Penempatan pesarium bila tidak tepat atau
tujuannya untuk
bila ukurannya terlalu besar dapat
menguatkan otot-otot dan
menyebabkan perlukaan pada dinding vagina
panggul
dan dapat menyebabkan ulserasi dan
- Stimulasi otot-otot dengan
perdarahan. Pesarium diindikasikan bagi
alat listrik. Kontraksi otot
mereka yang belum siap untuk dilakukan
dasar panggul dapat pula
tindakan operatif atau bagi mereka yang lebih
ditimbulkan dengan alat
suka pengobatan konservatif.
listrik, elektrodanya
dipasang dalam pesarium B. Pengobatan operatif
yang di masukan ke dalam
Prolapsus uteri biasanya disertai
vagina
dengan prolapsus vagina. Jika dilakukan
- Pengobatan dengan
pembedahan untuk prolapsus uteri, prolapsus
pesarium. Pengobatan ini
vagina juga perlu ditangani. Indikasi untuk
hanya bersifat paliatif,
melakukan operasi pada prolapsus uteri
artinya menahan uterus di
vagina ialah bila ada keluhan berikut.
tempatnya selama alat
pesarium ini dipakai. - Sistokel
Operasi yang lazimnya
Ada banyak jenis dan bentuk pesarium
dilakukan ialah kolporafi
untuk mempertahankan uterus pada
anterior. Kadang-kadang
tempatnya. Jenis-jenis peurium untuk
operasi ini tidak mencukupi
prolapsus uteri dapat dilihat pada gambar
pada sistokel dengan stress
berikut ini:
incontinence yang berat.
Dalam hal ini perlu
diadakan tindakan khurut.
Untuk kasus berat
sebaiknya dirujuk ke
spesialis uroginekologi
- Rektokel dan enterokel
Operasi yang dilakukan di
sini adalah
kolpoperineoplastik.
Rektokel yang berat sering
menjadi satu entrokel.
Tindakan operatif
sebaiknya dirujuk ke dokter
spesialis uroginekologi

269
- Prolapsus uteri membebaskan keluhan dan
Operasi pada prolapsus sebagai sbagian
uteri tergantung dari pembedahan vaginal
beberapa faktor, seperti komprehensif lainnya
umur penderita, masih dengan atau tanpa keluhan
berkeinginan untuk
mendapatkan anak atau VIII. Pencegahan
mempertahankan uterus,
Ada beberapa intervensi klinik yang
tingkat prolapsus, dan
mempunyai pengaruh kuat terhadap
adanya keluhan
terjadinya prolapsus genital Parameter
- Ventrofiksasi
obstetrik yang diperkirakan dapat menjadi
Dilakukan pada perempuan
penyebab kerusakan ini adalah nulipara,
yang tergolong masih muda
makrosomi, dan penggunaan cunam
dan masih menginginkan
forceps(Sultana dan kawan-kawan 1993).
anak Operasi menurut
Tindakan operatif pada persalinan pervagina
Purandaree adalah untuk
seperti episiotomi, dan ekstraksi forceps,
membuat uterus
perlu dikaji sejauh mana untung ruginya
ventrofiksasi.
mengingat dampak masa depannya. Melatih
- Operasi Manchester dan
otot-otot pelvis sebagai pengobatan primer
Histerektomi vaginal
dapat menguntungkan perempuan dengan
Kedua metode di atas
prolapsus genital pada stadium awal.
merupakan tindakan
Penggunaan pesarium menjadi cara utama
khusus spesialistik
untuk mengurangi keluhan, khususnya bagi
(uroginekolog) dan tidak
mereka yang menghindari operasi.
dibahas pada bab ini.
- Prolapsus genitalis
Diagnosis dan anatomi
Sumber: Ilmu Kandungan Edisi Tiga Sarwono
kelainan letak alat-alat
genital akan selalu menjadi
tantangan bagi para ahli.
Sementara ini para klinikas
diharapkan makin
mengenal konsep yang
berhubungan dengan
anatomi, patofisiologi, dan
pengelolaan bedah
kelainan kelainan ini
dengan tujuan
mengembalikan fungsi.
Indikasi utama bedah
rekonstruksi adalah untuk

270
ENDOMETRIOSIS
Endometriosis merupakan kelainan ginekologik jinak yg sering diderita oleh perempuan
usia reproduksi yg ditandai dengan adanya glandula dan stroma endometrium di luar letaknya yg
normal. Endomertriosis sering didapatkan pada peritoneum pelvis tetapi juga didapatkan pada
ovarium, septum retrovaginalis, ureter, tetapi jarang pada vesika urinaria, pericardium, dan
pleura. Endrometriosis merupakan penyakit yg pertumbuhannya tergantung pada hormone
estrogen.

Insidensi endrometriosis sulit dikuantifikasi oleh karena sering gejalanya asimtomatis dan
pemeriksaan yg dilakukan untuk menegakkan diagnosis sensitifitasnya rendah. Perempuan
dengan endometriosis bisa tanpa gejala, subfertil atau menderita rasa sakit pada daerah pelvis
terutama pada waktu menstruasi (dismenorea).

DIAGNOSIS/GEJALA KLINIS
Seiring dengan bertambah beratnya adenomiosis gejala yg timbul :

• Sebanyak 50% mengalami menoragia, kemungkinan disebabkan oleh gangguan


kontraksi myometrium akibat adanya focus-fokus adenomiosis ataupun makin
bertambahnya vaskularisasi di dalam rahim.
• Sebanyak 30% dari pasien mengeluh dismenorea ini semakin lama semakin berat, hal ini
akibat gangguan kontraksi myometrium yg disebabkan oleh pembengkakan prahaid dan
pendarahan haid di dalam kelenjar endometrium.
• Subfertilitas. Dengan makin beratnya adenomiosis biasanya pasien semakin sulit untuk
mendapatkan keturunan.
• Pada pemeriksaan dalam dijumpai rahim yg membesar secara merata. Rahim biasanya
nyeri tekan dan sedikit lunak bila dilakukan pemeriksaan bimanual sebelum prahaid
(tanda Halban).

PEMERIKSAAN
• Ultrasonografi (USG) → kita dapat melihat adanya uterus yg membesar secara difus
dengan gambaran dinding rahim terutama bagian posterior dengan focus-fokus
ekogenik, rongga endometriosis eksentrik, adanya penyebaran dengan gambaran
hiperekoik, kantung-kantung kistik 5-7mm yg menyebar menyerupai gambaran sarang
lebah.
• MRI → terlihat adanya penebalan dinding myometrium yg difus.
• Pemeriksaan Patologi Anatomi → diagnosis pasti edenomiosis adalah pemeriksaan
patologi dari bahan specimen histeroktomi. Ditemukan adanya pulau-pulau

271
endometrium yg tersebar dalam myometrium. Konsistensi uterus keras dan tidak
beraturan pada potongan permukaan terlihat cembung dan mengeluarkan serum,
jaringan berpola trabekula atau gambaran kumparan dengan isi cairan kuning
kecoklatan atau darah.

ENDOMETRIOSIS EKSTERNA
Suatu kelainan di mana dijumpai adanya kelenjar dan stroma endometrium di luar
rongga uterus, terutama tumbuh di rongga pelvix, ovarium, cavum Douglase, dan jarang
sekali dapat tumbuh sampai ke rectum dan kandung kemih. Faktor resiko terutama terjadi
pada perempuan tg haid nya banyak dan lama, perempuan yg menarke nya pada usia dini,
perempuan yg dengan kelainan Mulleri.

DIAGNOSIS/GEJALA KLINIS
• Dismenorea → disebabkan oleh reaksi peradangan akibat sekresi sitokin dalam
rongga peritoneum, akibat pendarahan local pada sarang endometriosis dan oleh
adanya Infiltrasi endometriosis ke dalam syaraf pada rongga panggul.
• Nyeri pelvic → akibat perlengketan, lama-lama dapat mengakibatkan nyeri pelvic yg
kronis. Rasa nyeri bisa menyebar jauh ke dalam panggul, punggung dan paha dan
bahkan menjalar sampai ke rectum dan diare. 2/3 perempuan endometriosis
mengalami rasa nyeri intermenstrual.
• Dispareunia → paling sering timbul tertama bila endometriosis sudah tumbuh di
sekitar cavum Douglase dan ligamentum sakrouterina dan terjadi pelengketan
sehingga uterus dalam posisi retrofleksi.
• Diskezia → keluhan sakit BAB bila endometriosis sudah tumbuh dalam dinding
rektosigmoid dan terjadi hematokezia pada saat siklus haid.
• Subfertilitas → perlengketan pada ruang pelvis yg diakibatkan endometriosis dapat
mengganggu pelepasan oosit dari ovarium atau menghambat perjalanan ovum
untuk bertemu dengan sperma.

PEMERIKSAAN
• USG
USG hanya dapat digunakan untuk mendiagnosis endrometriosis > 1 cm, tidak dapat
digunakan untuk melihat bintik-bintik endometriosis ataupun perlengketan. Dengan
menggunakan USG transvaginal kita dapat melihat gambaran karakteristik kista
endometriosis dalam bentuk kistik dan adanya interval eko do dalam kista.

272
• MRI
MRI tidak menawarkan pemeriksaan yg lebih superior dibandingkan dengan USG.
Tetapi dapat digunakan untuk melihat kista, massa ekstraperitoneal, adanya invasi
ke usus dan septum retrovagina.
• Px Serum CA 125
Serum CA 125 adalah penanda tumor yg sering digunakan pada kanker ovarium. CA
125 dapat digunakan sbg prognostic pascaoperatif endometriosis bila nilainya tinggi
berarti prognostic kekambuhannya tinggi. Bila didapati CA 125 > 65 mIU/ml
praoperatif menunjukan derajat beratnya endometriosis.
• Bedah Laparoskopi
Laparoskopi merupakanalat diagnostik baku emas untuk mendiagnosis
endometriosis. Lesi aktif yg baru berwarna merah terang, sedangkan pada lesi yg
lama berwarna merah kehitaman. Lesi nonaktif berwarna putih dengan jaringan
parut. Pada endometriosis yg tumbuh pada ovarium dapat terbentuk kista yg
disebut endometrioma. Biasanya isinya berwarna coklat kehitaman sehingga diberi
nama kista coklat.
• Px Patologi Anatomi
Pemeriksaan pasti dari lesi endometriosis yaitu didapatkan adanya kelenjar dan
stroma endometrium.

PENCEGAHAN
Kita tidak dapat mencegah endometriosis, akan tetapi kita bisa mengurangi kesempatan
atau peluang untuk mengembangkan endometriosis dengan cara menurunkan kadar hormon
estrogen dalam tubuh. Karena estrogen berfungsi membantu menebalkan lapisan rahim
selama siklus menstruasi, begitu pula terhadap endometriosis. Untuk menjaga agar kadar
estrogen dalam tubuh berada pada level yang rendah, berikut upaya yang dapat dilakukan
dalam mencegah endometriosis:

1. Gunakan kontrasepsi hormonal, seperti pil KB, suntik yang mengandung estrogen dosis
rendah. Konsultasikan hal ini dengan dokter.

2. Berolahraga secara teratur (lebih dari 4 jam seminggu). Ini juga akan membantu
mengurangi lemak dalam tubuh. Seperti yg diketahui bahwa jaringan lemak juga
menghasilkan estrogen.

3. Hindari alkohol dalam jumlah besar. Alkohol dapat memicu peningkatan


kadar hormon estrogen apabila minum lebih dari satu gelas per hari. Hindari jumlah
minuman berkafein. Studi menunjukkan bahwa minum lebih dari satu gelas minuman

273
berkafein sehari, terutama soda, kopi, dan teh hijau, dapat meningkatkan kadar
estrogen.

274
PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL
Perdarahan haid merupakan hasil interaksi kompleks yang melibatkan sistem hormon dengan
organ tubuh, yaitu hipotalamus, hipofise, ovarium, dan uterus serta faktor iain di luar organ
reproduksi produksi.

GANGGUAN HAID PADA MASA REPRODUKSI

Menoragia (Hipermenorea)

perdarahan haid dengan jumlah darah lebih banyak danlatau durasi lebih lama dari normal
dengan siklus yang normal teratur dengan total jumlah darah haid lebih dari 80 ml per siklus dan
durasi haid Iebih lama dari 7 hari. WHO melaporkan 18 juta perempuan usia 30 - 55 tahun
mengalami haid yang berlebih dan dari jumlah tersebut 10% termasuk dalam kategori menoragia.

Penyebab menoragia terletak pada kondisi dalam uterus. Hemostasis di endometrium pada siklus
haid berhubungan erat denganplatelet dan fibrin. Formasi trobin akan membentuk plugs dan
selanjutnya diikuti vasokonstriksi sehingga terjadi hemostasis. Pada penyakit darah tertentu
misalnya penyakit von Willebrands dan trombositopenia terjadi defisiensi komponen tersebut
sehingga menyebabkan terjadi menoragia. Gangguan anatomi juga akan menyebabkan terjadi
menoragia, termasuk di antaranya adalah mioma uteri, polip dan hiperplasia endometrium.
Mioma yang terletak pada dinding uterus akan mengganggu kontraktilitas otot rahim,
permukaan endometrium menjadi lebih luas dan akan menyebabkan pembesaran pembuluh
darah serta berisiko mengalami nekrosis. Proses patologis ini akan menghambat hemostasis
normal.

Hipomenorea

Hipomenorea adalah perdarahan haid dengan jumlah darah lebih sedikit danlatau durasi lebih
pendek dari normal. Terdapat beberapa penyebab hipomenorea yaitu gangguan organik
misalnya pada uterus pascaoperasi miomektomi dan gangguan endokrin. Hipomenorea
menunjukkan bahwa tebal endometrium tipis dan perlu evaluasi lebih lanjut

275
Polimenorea

Polimenorea adalah haid dengan siklus yang lebih pendek dari normal yaitu kurang dari 21 hari.
Seringkali sulit membedakan polimenorea dengan metroragia yang merupakan perdarahan
antara dua siklus haid. Penyebab polimenorea bermacam-macam antaralain gangguan endokrin
yang menyebabkan gangguan ol'ulasi, fase luteal memendek, dan kongesti ovarium karena
peradangan.

Oligomenorea

Oiigomenorea adalah haid dengan siklus yang lebih panjang dari normal yaitu lebih dari 35 hari.
Sering terjadi pada sindroma ovarium polikistik yang disebabkan oleh peningkatan hormon
androgen sehingga terjadr gangguan ol,ulasi. Pada remaja oligomenorea dapat terjadi karena
imaturitas poros hipotalamus hipofisis ovarium endometrium, Penyebab lain hipomenorea
antara lain stres fisik dan emosi, penyakit kronis, serta gangguan nutrisi

PENYEBAB GANGGUAN HAID

Penyebab gangguan haid sangat banyak, dan secara sistematis dibagi menjadi tiga kategori
penyebab utama, yaitu:

Keadaan Patologi Panggul

• Lesi Permukaan pada Traktus Genital . Mioma uteri, adenomiosis .


• Polip endometrium .
• Hiperplasia endometrium .
• Adenokarsinoma endometrium, sarkoma .
• Infeksi pada serviks, endometrium, dan uterus .
• Kanker serviks, polip . Trauma

Lesi Dalam .

276
• Adenomiosis difus, mioma uteri, hipertrofi miometrium .
• Endometriosis .
• Malformasi arteri vena pada uterus

Penyakit Medis Sistemik

• Gangguan hemostasi: penyakit von \flillebrand, gangguan faktor II, V, VII, VIII, IX, XIII,
trombositopenia, gangguan platelets. .
• Penyakit tiroid, hepar, gagal ginjal, disfungsi kelenjar adrenal, SLE.
• Gangguan hipotalamus hipofisis : adenoma, prolaktinoma, stres, olahraga beriebih.

Perdarahan Uterus Disfungsi

Merupakan gangguan haid tanpa ditemukan keadaan patologi pada panggul dan penyakit
sistemik.

EVALUASI GANGGUAN HAID/PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL

Perlu diperhatikan bahwa gangguan haid atau perdarahan uterus abnormal bukan suatu
diagnosis, tetapi merupakan keluhan yang membutuhkan evaluasi secara saksama untuk
mencari faktor penyebab keluhan perdarahan tersebut. Melakukan anamnesis yang cermat
merupakan langkah pertama yang sangat penting untuk evaluasi dan menyingkirkan diagnosis
banding.

Perlu ditanyakan bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului oleh siklus memanjang,
oligomenoreafamenorea, sifat perdarahan (banyak atau sedikit), lama perdarahan dan
sebagainya. Jangan lupa menyingkirkan adanya kehamilan/kegagalan kehamilan pada
perempuan usia reproduksi. Keluhan terlambat haid, mual, nyeri, dan mulas sebaiknya
ditanyakan. Pemeriksaan palpasi bimanual untuk melihat pembesaran uterus, tes kehamilan
BhCG, dan ultrasonografi sangat membantu memastikan adanya gangguan kehamilan. Penyebab
iatrogenik juga harus dievaluasi, termasuk di dalamnya adalah pemakaian obat hormon,
kontrasepsi, antikoagulan, sitostatika, kortikosteroid, dan obat herbal, Bahan obat tersebut akan

277
mengganggu kadar estrogen dan faktor pembekuan darah sehingga berpontensi terjadi juga
perdarahan

Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan hemodinamik akibat
perdarahan uterus abnormal. Periksa tanda hiperandrogen, menilai indeks massa tubuh,
galaktorea, gangguan lapang pandang yang mungkin suatu sebab adeno hipofisis, ikter-us,
hepatomegali, dan takikardia. Pemeriksaan ginekologi dilakukan untuk menyingkirkan kelainan
organik yang dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal, misalnya mioma uteri, polip
serviks, ulkus, trauma, erosi, tumor, atau keganasan

278
PENANGANAN PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL

Penanganan Pertama

Penanganan pertama ditentukan pada kondisi hemodinamik. Biia keadaan hemodinamik tidak
stabil segera masuk rumah sakit untuk perawatan perbaikan keadaan umum. Bila keadaan

279
hemodinamik stabil, segera dilakukan penanganan untuk menghentikan perdarahan seperti
tertera di bawah ini.

1. Perdarahan Akut dan Banyak

Perdarahan akut dan banyak sering terjadi pada 3 kondisi yaitu pada remaja dengan gangguan
koagulopati, dewasa dengan mioma uteri, dan pada pemakaian obat antikoagulansia

Dilatasi dan kuretase

Tidak mutlak dilakukan, hanya bila ada kecurigaan keganasan dan kegagaian dengan terapi
medikamentosa. Perdarahan utenrs abnormal dengan risiko keganasan yaitu bila usia > 35 tahun,
obesitas, dan siklus anovulasi kronis.

Penanganan medikamentosa

Terdapat beberapa macam obat hormon yang dapat dipakai untuk terapi perdarahan uterus
abnormal

Pilihan obat tertera seperti di bawah ini.

a. Kombinasi estrogen progestin

Perdarahan akut dan banyak biasanya akan membaik bila diobati dengan kombinasi estrogen dan
progesteron dalam bentuk pil kontrasepsi.

• Dosis dimulai dengan 2 x 1 tablet selama 5 - 7 hari dan setelah terjadi perdarahan lucut
dilanjutkan 1 x 1 tablet selama 3 - 5 siklus.
• Dapat pula diberikan dengan dosis tapering 4 x 1 tablet selama 4 hari, diturunkan dosis
menjadi 3 x 1 tablet selama 3 hari, 2 x I lablet selama 2 hari, 1 x 1 tablet selama 3 minggu
kemudian berhenti tanpa obat selama 1 minggu, dilanjutkan pil kombinasi 1 x 1 tablet
selama 3 siklus.
• Pemakaian pil kontrasepsi kombinasi akan mengurangi jumlah darah haid sampai 60%
dan patofisiologi terjadinya kondisi anovulasi akan terkoreksi sehingga perdarahan akut
dan lanyak akan disembuhkan.

280
b. Estrogen

Terapi esrrogen dapat diberikan dalam 2 bentuk, intra vena atau oral, tetapi sediaan inrra
vena sulit didapatkan di Indonesia. Pemberian estrogen oral dosis tinggi cukup efektif untuk
mengatasi perdarahan uterus abnormal, yaitu estrogen konjugasi dengan dosis 1,25 mg ata,t
l7p estradiol 2 mg setiap 6 jam selama 24 jam. Setelah perdarahan berhenti dilanjutkan
dengan pemberian pil kontrasepsi kombinasi. Rasa mual bisa ter'1adi pada pemberian terapi
estrogen.

c. Progestin

Progestin diberikan selama 14 hari kemudian berhenti tanpa obat selama 14 hari, diulang
selama 3 bulan. Biasanya progestin diberikan bila ada kontraindikasi terhadap estrogen. Saat
ini tersedia beberapa sediaan progesrin oral yang bisa digunakan yaitu Medroksi progesteron
aserat (MPA) dengan dosis 2 x 10 mg, Noretisteron asetat dosis 2 x 5 mg, Didrogesteron dosis
2 x 10 mg dan Normegestrol asetat dosis 2 x 5 mg. Dalam pemilihan jenis progestin harus
diperhatikan dosis yang kuat untuk menghentikan perdarahan uterus abnormal. Progestin
merupakan anti estrogen yang akan menstimulasi aktivitas enzim 1.7$ hidroksisteroid
dehidrogenase dan sulfotranferase sehingga mengonversi estradiol menjadi estron. Pro
gestin akan mence g ah terjadiny a endometrium hiperplasia.

Perdarahan lreguler

Perdarahan ireguler dapat dalam bentuk metroragia, menometroragia, oligomenorea,


perdarahan memanjang yang sudah terjadi dalam hitungan minggu atau bulan dan berbagai
bentuk pola perdarahan lainnya. Perdarahan ireguler melibatkan banyak macam pola
perdarahan dan tentunya mempunyai berbagai macam penyebab. Metroragia,
menometroragia, oligomenorea, perdarahan memanjang, dan lain sebagainya merupakan
bentuk pola perdarahan yang bisa terjadi. Sebelum memulai dengan terapi hormon
sebaiknya penyebab sistemik dievaluasi lebih dulu, seperti yang dilakukan di bawah ini:

281
• Periksa TSH: evaluasi penyakit hipotiroid dan hipertiroid sebaiknya dilakukan sejak
awal. .
• Periksa prolaktin: bila ada oligomenorea atau hipomenorea .
• Lakukan PAP smear: bila didapatkan perdarahan pascasanggama
• Bila curiga atau terdapat risiko keganasan endometrium: Iakukan biopsi endometrium
dan pertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan dengan USG transvagina. Bila
terdapat keterbatasan untuk melakukan evaluasi seperti tersebut di atas dapat segera
melakukan pengobatan seperti di bawah ini, yaitu:
o Kombinasi estrogen progestin Berikan pil kontrasepsi kombinasi dosis 1 x 1
tablet sehari, diberikan secara siklik selama 3 bulan.
o Progestin Bila terdapat kontraindikasi pemakaian pil kontrasepsi kombinasi,
dapat diberi progestin misalnya: MPA 10 mg 1 x I tablet per hari. Pengobatan
dilakukan selama 14hari dan dihentikan selama 14hari. Pengobatan progestin
diulang selama 3 bulan.

Bila pengobatan medikamentosa gagal sebaiknya dipertimbangkan untuk dirujuk ke tempat


pengobatan dengan fasilitas yang lebih lengkap ( langsung rujuk wae ).Kegagalan terapi
medikamentosa bisa menjadi pertimbangan untuk melakukan tindakan bedah, misalnya ablasi
endometrium, reseksi histeroskopi, dan histerektomi.

Pada keadaan tertentu terjadi variasi minor perdarahan ireguler yang tidak diperlukan evaluasi
seperti diterangkan di atas. Perdarahan ireguler yang terjadi dalam 2 ahun setelah menarke
biasanya karena anorulasi akibat belum matangnya poros hipotalamus - hipofisis - ovarium. Haid
tidak datang dengan interval memanjang sering terjadi pada periode perimenopause. Pada
keadaan demikian konseling sangat diperlukan, tetapi bila diperlukan dapat diberi kombinasi
estrogen progesteron.

Menoragia

Menoragia adalah perdarahan lebih dari 80 ml atau ganti pembalut lebih dari 6 kali per hari10,11
dengan siklus yang normal teratur. Karena siklusnya yang masih teratur jarang merupakan tanda
kondisi keganasan. Walaupun demikian, bila perdarahan lebih dari 7 hari atau terapi dengan obat

282
gagal, pemeriksaan lanjut menggunakan USG transvagina dan biopsi endometrium sangat
dianjurkan. Pemeriksaan faal pembekuan darah sebaiknya dilakukan.

Pengobatan medikamentosa untuk menoragia dapat dilakukan seperti di bawah ini,

yaitu:

• Kombinasi estrogen progestin, Tata cara pengobatan sesuai pada pengobatan perdarahan
ireguler
• Progestin Diberikan bila terdapat kontraindikasi pemakaian estrogen. Tata cara
pengobatan sesuai dengan pengobatan perdarahan ireguler.
• NSAID (Obat anti inflamasi nonsteroid) .
• AIat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) berisi Levonorgestrel AKDR Levonorges.trel terbukti
efektif dan efisien dibandingkan operasi histerektomi pada kasus menoragia.

Penanganan dengan Medikamentosa Nonhormon

Penanganan medikamentosa diberikan bila tidak ditemukan keadaan patologi pada panggul.
Tujuan medikamentosa tersebut adalah mengurangi jumlah darahyang keluar, menurunkan
risiko anemia, dan meningkatkan kualitas hidup. Medikamentosa nonhormon yang dapat
digunakan untuk perdarahan uterus abnormal adalah sebagai berikut

Obat Antiinflamasi Nonsteroid (NSAID)

Terdapat 5 kelompok NSAID berdasarkan susunan kimianya, yaitu (1) Salisilat


(aspirin), (2) Analog asam indoleasetik (indometasin), (3) Derivat asam aril proponik
(ibuprofen), (4) Fenamat (asam mefenamat), (5) Coxibs (celecoxib). Empat kelompok
pertama bekerja dengan menghambat siklooksigenase-1 (COX-1) dan kelompok terakhir
bekerja menghambat siklooksigenase-2 (COX-2)

Asam mefenamat diberikan dengan dosis 250 - 500 mg 2 - 4 kali sehari. Ibuprofen
diberikan dengan dosis 600 - 1.200 mg per hari. NSAID dapat memperbaiki hemostasis
endometrium dan mampu menurunkan jumlah darah haid 20 - 5O%. Efek samping secara

283
umum adalah dapat menimbulkan keluhan gastrointestinal dan merupakan
kontraindikasi pada perempuan dengan ulkus peptikum.

Antifibrinolisis

Endometrium memiliki sistem fibrinolitik. Pada perempuan dengan keluhan


menoragia ditemukan kadar aktivator plasminogen pada endometrium yang lebih tinggi
dari normal. Penghambat aktivator plasminogen atau obat antifibrinolisis dapat
digunakan untuk pengobaran menoragia. Asam traneksamat bekerja menghambat
plasminogen secara reversibel dan bila diberikan saat haid mampu menurunkan jumlah
perdarahan 40 - 5O%. Efek samping asam traneksamat adalah keluhan gastro intestinal
dan tromboemboli yang ternyata kejadiannya tidak berbeda bermakna dibandingkan
kejadian pada populasi normal.

Penanganan dengan Terapi Bedah

Faktor utamayang mempengaruhi pilihan penanganan perdarahan uterus


abnormal adalah apakah penderita telah menggunakan pengobatan medikamentosa
pilihan pertarr.a dengan sedikit kesembuhan atau tidak ada perbaikan keluhan sama
sekali. Jika keadaan ini terjadi, penderita akan menolak untuk kembali ke pengobatan
medikamenrosa, sehingga terapi bedah menjadi pilihan. Histerektomi-merupakan
prosedur bedah utama yang dilakukan pada kegagalan terapi medikamentosa. Angka
keberhasilan rcrhadap perdarahan mencapai 100%. Angka kepuasan cukup tinggi
mencapai 95% setelah 3 tahun pascaoperasi. Walaupun demikian, komplikasi tetap bisa
terjadi berupa perdarahan infeksi, dan masalah penyembuhan luka operasi. Saat ini telah
dikembangkan prosedur bedah invasif minimal dengan cara ablasi untuk mengurangi
ketebalan endometrium. Cara ini diduga lebih mudah dilakukan, dan sedikit komplikasi.
Namun, tentunya masih perlu bukti dengan dilakukan evaluasi lebih lanjut. Beberapa
prosedur bedah yang saat ini digunakan pada penanganan perdarahan uterus abnormal
adalah ablasi endometrium, reseksi transerviks, histeroskopi operatil miomektomi,
histerektomi, dan oklusi atau emboli arteri uterina.

PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSI

284
Perdarahan lJterus Disfungsi (PUD) adalah perdarahan uterus abnormal yang terjadi
tanpa adanya keadaan patologi pada panggul, penyakit sistemik tertentu, atau kehamilan. PUD
dapat terjadi pada siklus ovulasi ataupun anor.ulasi yang sebagian besar disebabkan oleh
gangguan fungsi mekanisme kerja poros hipotalamus - hipofisis - ovarium endometrium. PUD
dapat menunjukkan siklus orulasi atau siklus anomlasi.

Patofisiologi

Pada siklus ovulasi terjadi perdarahan uterus disfungsi yang disebabkan oleh
terganggunya kontrol lokal hemostasis dan vasokontriksi yang berguna untuk mekanisme
membatasi jumlah darah saat pelepasan jaringan endometrium haid. Saat ini telah diketahui
berbagai molekul yang berguna untuk mekanisme kontrol tersebut, antara lain yaitu endotelin,
prostaglandin, VEGF, MMPs, enzim lisosom, dan fungsi platelet. Beberapa keadaan lain yang
dapat menyebabkan terjadinya perdarahan uterus disfungsi pada siklus omlasi adalah korpus
luteum persisten dan insufisiensi korpus luteum.

Pada siklus anor.ulasi terjadi stimulasi estrogen berlebihan (wnopposed estrogen) pada
endometrium. Endometrium mengalami proliferasi berlebih tetapi tidak diikuti dengan
pembentukan jaringan per:lyangga yang baik karena kadar progesteron rendah. Endometrium
menjadi tebal tapi rapuh, jaringan endometrium lepas tidak bersamaan dan tidak ada kolaps
jaringan sehingga terjadi perdarahanyang tidak teratur. Penyebab anovulasi bermacam-macam
mulai dari belum matangnya aksis hipotalamus - hipofisis ovarium sampai suatu keadaan yang
mengganggu aksis tersebut. Sindroma ovarium polikistik merupakan contoh salah satu keadaan
yang mengganggu aksis hipotalamus hipofisis - ovarium sehingga terjadi perdarahan uterus
disfungsi anovulasi.

Gambaran Klinis

PUD menggambarkan spektrum pola perdarahan uterus abnormal yang dapat terjadi
setiap saat dan tidak diduga, yaitu dapat berupa perdarahan akut dan banyak, perdarahan
ireguler, metroragia, menometroragia, oligomenorea dan menoragia. PUD dapat terjadi pada
setiap umur antara menarke dan menopause, tetapi paling sering dijumpai pada masa
perimenarke dan perimenopause.

285
Diagnosis

Diagnosis PUD ditegakkan per eksklusionum dengan cara menyingkirkan penyebab


keadaan patologi pada panggul, penyakit sistemik, penyebab iatrogenik, dan kehamilan. Tata
cara diagnosis PUD sesuai dengan yang teiah dibahas pada evaluasi perdarahan uterus abnormal.

Penanganan Perdarahan Uterus Disfungsi

Penanganan PUD dilakukan untuk mencapai dua tujuan yang saling berkaitan, yaitu yang
pertama mengembalikan penumbuhan dan perkembangan endometrium abnormal yang
menghasilkan keadaan anovulasi dan kedua membuat haid -vang teratur, siklik dengan volume
dan jumlah yang normal. Kedua tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara menghentikan
perdarahan dan mengatur haid supaya normal kembali.

Mengatur Haid Supaya Normal Kembali

Seperti pada perdarahan uterus abnormal penanganan pertama ditentukan berdasarkan


kondisi hemodinamik. Bila hemodinamik tidak stabil segera masuk rumah sakit untuk perawatan
perbaikan keadaan umum. Bila hemodinamik stabil penanganan untuk menghentikan
perdarahan dilakukan seperti tata cara penanganan perdarahan uterus abnormal dengan bentuk
perdarahan akut dan banyak. Medikamentosa yang dipakai adalah kombinasi estrogen dan
progestin atau progestin dan estrogen.

Mengatur Haid Setelah Penghentian Perdarahan Tergantung pada Dua Hal, yaitu Usia dan
Paritas

Usia Remaja, dapat diberikan obat:

• Kombinasi estrogen progesteron (pil kontrasepsi kombinasi)


• Progestin siklik, misalnya MPA dosis 10 mg per hari selama 14 hari, 14hari
berikutnya tanpa diberikan obat. Kedua pengobatan di atas diulang selama 3
bulan.

Usia Reproduksi .

• Bila paritas multipara: berikan kontrasepsi hormon seperti di atas .

286
• Bila infertilitas dan ingin hamil: berikan obat induksi omlasi

Usia Perimenopause .

• Berikan pil kontrasepsi kombinasi dosis rendah atau injeksi DMPA

AMENOREA

Amenorea adalah tidak terjadi haid pada seorang perempuan dengan mencakup salah satu tiga
tanda sebagai berikut.

• Tidak terjadi haid sampai usia 14 tahun, disertai tidak adanya pertumbuhan atau
perkembangan tanda kelamin sekunder. .
• Tidak terjadi haid sampai usia 16 tahun, disertat adanya pertumbuhan normal dan
perkembangan tanda kelamin sekunder. .
• Tidak terjadi haid untuk sedikitnya selama 3 bulan berturut-turut pada perempuan
yang sebelumnya pernah haid.

Secara klasik dikategorikan menjadi dua yaitu amenorea primer dan amenorea sekunder yang
menggambarkan terjadinya amenorea sebelum atau sesudah terjadi menarke. Pemahaman
terhadap fisioiogi haid mutlak diperlukan untuk evaluasi penyebab amenorea yang tergambar
pada prinsip dasar regulasi fungsi haid tertera pada Gambar. Evaluasi penyebab amenorea
dilakukan berdasarkan pembagian 4 kompartemen, yaitu

287
• Kompartemen I : gangguan pada uterus dan patensi (owflow tact)
• Kompartemen II : gangguan pada ovarium
• Kompartemen III : gangguan pada hipofisis
• Kompartemen IV : gangguan pada hipotalamus/susunan saraf pusat

Evaluasi Amenorea

Anamrresis dan pemeriksaan fisik yalg cermat dan tepat harus dilakukan untuk mencari
penyebab amenorea. Beberapa keadaan yang harus dieksplorasi antaralain yaitu keadaan
psikologi/stres emosi, riwayat keluarga dengan anomali genetik, status nutrisi, gangguan
pertumbuhan dan perkembangan organ reproduksi, serta penyakit sistem saraf pusat. Terdapat
3 langkah evaluasi amenorea seperti tertera di bawah ini.

288
Langkah 1

• Dipastikan dulu kehamilan telah disingkirkan dan dilakukan pemeriksaan kadar TSH dan
prolaktin.
• Pemeriksaan kadar TSH untuk evaluasi kemungkinan kelainan tiroid dan kadar prolaktin
untuk evaiuasi hiperproiaktinemia sebagai penyebab amenorea. Adanya keluhan
galaktorea (keluarnya air susu tanpa adanya kehamilan) perlu pemeriksaan kadar
prolaktin dan foto sella tursika dengan MRI.
• Bila kedua pemeriksaan tersebut dalam batas normal selanjutnya dilakukan tes progestin.
Tes progestin bertujuan untuk mengetahui kadar estrogen endogen dan patensi traktus
genitalia.
• Medroksi progesteron asetat (MPA) 10 mg per hari diberikan selama 5 hari dan
selanjutnya ditunggu 2 - 7 hari setelah obat habis untuk dilihat terjadi haid atau tidak. Bila
terjadi perdarahan berarti diagnosis adalah anor,ulasi. Tidak ada hambatan pada traktus
genitalia dan kadar estrogen endogen yang cukup untuk menumbuhkan endometrium
telah dapat ditegakkan. Hasil ini menunjukkan bahwa fungsi ovarium, hipofisis, dan
sistem saraf pusat berfungsi baik.

Langkah 2
• dikerjakan bila tidak terjadi perdarahan dengan tes Progestin, yaitu dengan pemberian
estrogen progestin siklik.
• Estrogen konjugasi 1.,25 mg atau estradiol 2 mg ietiap hari selama 21. hari ditambah
pemberian progestin (MPA 10 mg setiap hari) pada 5 hari terakhir.
• Bila tidak terjadi perdarahan setelah langkah 2 menunjukkan bahwa terdapat gangguan
pada kompartemen I (endometrium).
• Gangguan pada kompartemen I sering terjadi pada keadaan tindakan kuret terlalu dalam
(sindroma Asherman) atau infeksi endometrium (TBC).
• Bila terjadi perdarahan berarti kompartemen I berfungsi baik dengan stimulasi estrogen
eksogen. Hasil ini juga menunjukkan bahwa estrogen endogen tidak ada karena
perdarahan yang terjadi akibat stimulus estrogen progesteron eksogen secara siklik.

289
Langkah 3
• Langkah 3 dikerjakan untuk mengetahui penyebab tidak adanya estrogen endogen.
• estrogen dihasilkan oleh folikel yang sedang berkembang di ovarium setelah mendapat
stimuius gonadotropin yang berasal dari sentral (merupakan hasil kerja sama hipotalamus
dan hipofisis).
• Jadi langkah 3 digunakan untuk mengetahui masalah tersebut berasal dari kompartemen
II (folikel ovarium) atau kompartemen III dan IV (hipotalamus dan hipofisis). Pada langkah
ke-3 dilakukan pemeriksaan kadar gonadotropin (FSH dan LH) yang sebaiknya dikerjakan
2 minggu setelah obat pada langkah 2 habis guna menghindari penekanan estrogen ke
sentral.
Hasil pemeriksaan pada langkah 3 bisa menunjukkan kadar gonadotropin yang
tinggi, rendah atau normal. Kadar gonadotropin tinggi menunjukkan masalah ada di
kompartemen II (ovarium), sedang bila kadar gonadotropin rendah atau normal
menuniukkan masalah ada di kompartemen III atau IV (hipotalamus atau hipofisis).
Perempuan dengan amenorea usia di bawah 30 tahun dengan masalah di kompartemen
II sebaiknya dilakukan pemeriksaan kromosom kariotipe. Terdapatnya tanda mosaik
dengan kromosom Y merupakan indikasi untuk dilakukan eksisi gonad karena risiko
terjadinya perubahan keganasan. Bila hasil kadar gonadotropin rendah atau normal
diperlukan pemeriksaan imaging (MRI) untuk membedakan lokasi antara hipotalamus
atau hipofisis.

290
GANGGUAN LAIN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN HAID

Dismenorea
Dismenorea adalah nyeri saat haid, biasanya dengan rasa kram dan terpusat di
abdomen bawah. Keluhan nyeri haid dapat terjadi bervariasi mulai dari yang ringan
sampai berat. Keparahan dismenorea berhubungan langsung dengan lama dan jumlah
darah haid. Seperti diketahui haid hampir selalu diikuti dengan rasa mulas/nyeri. Namun,
y-ang dimaksud dengan dismenorea pada topik ini adalah nyeri haid berat sampai

291
menyebabkan perempuan tersebut datang berobat ke dokter atau mengobati dirinya
sendiri dengan obat anti nyeri. Dismenorea dapat dibagi menjadi dua kelompok,
dismenorea primer dan dismenorea sekunder.

Dismenorea Primer
Dismenorea primer adalah nyeri haid tanpa ditemukan keadaan patologi pada
panggul. Dismenorea primer berhubungan dengan siklus ovulasi dan disebabkan oleh
kontraksi miometrium sehingga terjadi iskemia akibat adanya prostaglandin yang
diproduksi oleh endometrium fase sekresi. Molekul yang berperan pada dismenorea
adalah prostaglandin F2s, fartg selalu menstimulasi kontraksi uterus, sedangkan
prostagladin E menghambat kontraksi uterus. Terdapat peningkatan kadar prostaglandin
di endometrium saat perubahan dari fase proliferasi ke fase sekresi. Perempuan dengan
dismenorea primer didapatkan kadar prostaglandin lebih tinggi dibandingkan perempuan
tanpa dismenorea. Peningkatan kadar prostaglandin tertinggi saat haid terjadt pada 48
1am pertama. Hal ini sejalan dengan awal muncul dan besarnya intensitas keluhan nyeri
haid. Keluhan mual, muntah, nyeri kepala, atau diare sering menyertai dismenorea yang
diduga karena masuknya prostaglandin ke sirkulasi sistemik.ls-18
Dismenorea Sekunder
Dismenorea sekunder adalah nyeri haid yang berhubungan dengan berbagai
keadaan patologis di organ genitalia, misalnya endrometriosis, adenomiosis, mioma uteri,
srenosis serviks, penyakit radang panggul, perlekatan panggul, atau iniuble bowel
syndrome.
Diagnosis
Dismenorea primer sering terjadi pada usia mtda/remaja dengan keluhan nyeri
seperti kram dan lokasinya di tengah bawah rahim. Dismenorea primer sering diikuti
dengan keluhan mual, muntah, diare, nyeri kepala, dan pada pemeriksaan ginekologi
tidak ditemukan kelainan. Biasanya nyeri muncul sebelum keluarnya haid dan meningkat
pada hari pertama dan kedua. Terapi empiris dapat diberikan bila berdasarkan gambaran

292
klinis curiga amenorea primer. Dismenorea sekunder dipikirkan bila pada anamnesis dan
pemeriksaan curiga ada patologi panggul atau kelainan bawaan atau tidak respons,
dengan obat untuk amenorea primer. Pemeriksaan lanjutan yang dapat dilakukan
misalnya USG, infus salin sonografi, atau laparoskopi dapat dipertimbangkan bila curiga
adanya endometriosis
Penanganan
Obat antiinflamasi nonsteroid/NSAlD NSAID adalah terapi awal yang sering
digunakan untuk dismenorea. NSAID mempunyai efek analgetika yang secara langsung
menghambat sintesis prostaglandin dan menekan jumlah darah haid yang keluar. Seperti
diketahui sintesis prostaglandin diatur oleh dua isoform siklooksigenase (COX) yang
berbeda,yaitu COX-1 dan COX-2. Sebagian besar NSAID bekerja menghambat COX-2. Studi
buta ganda membandingkan penggunaan melosikam dengan mefenamat memberikan
hasil yang sama untuk mengatasi keluhan dismenorea.
Pil kontrasepsi kombinasi
Bekerja dengan cara mencegah ol'ulasi dan pertumbuhan jaringan endometrium
sehingga mengurangi jumlah darah haid dan sekresi prostaglandin serta kram uterus.
Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi sangat efektif untuk mengatasi dismenorea dan
sekaligus akan membuat siklus haid menjadi teratur. Progestin dapat jrga dipakai untuk
pengobatan dismenorea, misalnya medroksi progesteron asetat (MPA) 5 -g atau
didrogesteron 2 x 10 mg mulai haid hari ke-5 sampai 25.

SINDROMA PRAHAID (PRE MENSTRUAL SYNDROMEIPMS)


Berbagai keluhan yang muncul sebelum haid, yaitu antara lain cemas, lelah, susah
konsentrasi, susah tidur, hilang energi, sakit kepala, sakit perut, dan sakit padapay:udara.
Sindroma prahaid biasanya ditemukan 7 - 1O hari menjelang haid. Penyebab pasti belum
diketahui, tetapi diduga hormon estrogen, progesteron, prolaktin, dan aldosteron
berperan dalam terjadinya sindroma prahaid. Gangguan keseimbangan hormon estrogen
dan progesteron akan menyebabkan retensi cairan dan natrium sehingga berpotensi

293
menyebabkan terjadi keluhan sindroma prahaid. Perempuan yang peka terhadap faktor
psikologis, perubahan hormon sering mengalami gangguan prahaid.ls
Diagnosis
American Psycbiatric Association memberikan kriteria diagnosis sebagai
berikut:1s . Keluhan berhubungan dengan siklus haid, dimulai pada minggu terakhir fase
luteum dan berakhir setelah mulainya haid.
Paling sedikit didapatkan 5 keluhan di bawah ini:
- Gangguan mood
- Cemas - Labil, tiba-tiba susah, takut, marah
- Konflik interpersonal - Penurunan minat terhadap aktivitas rutin
- Lelah
- Sukar berkonsentrasi
- Perubahan nafsu makan
- Insomnia
- Kehilangan kontrol diri
- Keluhan-keluhan fisik: nyeri pada paytdara, sendi, kepala Keluhan akan
berpengaruh pada aktivitas sehari-hari atau pekerjaan. Keluhan bukan
merupakan eksaserbasi gangguan psikiatri yang lainnya.
Penanganan
Terapi hormon bermanfaat untuk mengurangi keluhan prahaid. Pemberian
progestin misalnya didrogesteron dan medroksi progesteron asetat (MPA) dimulai hari
ke-16 sampai 25 siklus haid akan mengurangi keluhan tersebut. Pil kontrasepsi kombinasi
juga bermanfaat untuk mengatasi sindroma prahaid. Pil kontrasepsi jenis baru yang
mengandung komponen progestin drospirenon dengan efek antimineralokortikoid akan
mencegah retensi cairan sehingga mengurangi nyeri kepala, payudara, dan tungkai. Pola
makan juga harus diperhatikan, dianjurkan untuk melakukan diet rendah garam. Bila
terjadi retensi cairan berlebihan pengobatan menggunakan diuretika spironoiakton bisa
dipertimbangkan.

294
MENOPAUSE, Pada awal pascamenopause sering
dijumpai kelelahan, gugup, nyeri
PERIMENOPAUSAL kepala, insomnia, depresi,
SYNDROME iritabilitas, nyeri sendi dan otot,
pusing, berdebar-debar. Namun,
I. Menopause hal-hal tersebut tidak memiliki
Menopause terjadi rata-rata pada hubungan kausal dengan estrogen.
umur 50-51. Tidak ada folikel ovarium E. Kognisi dan Penyakit Alzheimer
yang tersisa. FSH meningkat 10-20 kali Estrogen menguntungkan pada
lipat, LH meningkat 3 kali lipat. kognisi khususnya memori verbal
dikarenakan estrogen mampu
II. Gejala melindungi fungsi sistem saraf
A. Gangguan Pola Haid pusat melalui berbagai
Anovulasi dan penurunan fertilitas, mekanisme. Estrogen melindungi
penurunan keluarnya darah, sitotoksisitas neuron yang
frekuensi haid yang tidak teratur diinduksi oleh oksidasi,
dengan diakhiri amenore menurunkan konsentrasi
B. Atrofi Genitourinaria komponen amyloid P serum,
Atrofi epitel vagina, pembentukan meningkatkan pertumbuhan
karunkula uretra, dispareuni dan sinaps dan neuron khususnya
pruritus karena atrofi vulva, densitas spina dendritic,
gangguan berkemih urgensi, melindungi terhadap toksisitas
urethritis dan sistitis tanpa bakteri. serebrovaskuler yang dipicu oleh
Karena kehabisan estrogen, vagina peptide amyloid.
kehilangan kolagen, jaringan F. Osteoporosis
adipose, dan kemampuan untuk Sitokin yang terlibat dalam proses
mempertahankan air. Ketika osteoklastik tulang, sebuah proses
dinding vagina mengerut, rugae yang diregulasi oleh steroid-
akan mendatar dan lenyap. steroid seks. Penuaan dan
C. Hot Flush hilangnya estrogen menyebabkan
Instabilitas vasomotor dan aktvitas osteoklastik berlebihan
berkeringat, dengan ciri khas yang sehingga absorsi kalsium
dimulai bdari kulit kepala, leher, menurunkan kadar kalsium
dan dada kemerahan secara terionisasi dalam serum. Defisiensi
mendadak disertai perasaan panas estrogen berhubungan dengan
yang hebat dan kadang-kadang responsivitas tulang yang lebih
diakhiri dengan keringat banyak. besar terhadap PTH (Paratiroid
Dengan lama dari beberapa detik Hormone). Kadar PTH berapapun,
sampai menit bahkan satu jam. lebih banyak kalsium yang diambil
Lebih sering dan berat di malam dari tulang, meningkatkan kalsium
hari atau saat stress. serum, sehingga menurunkan PTH
D. Gangguan Psikiatrik dan menurunkan vitamin D serta
absorbs kalsium oleh usus.

295
POLIKISTIK OVARIUM
I. Penilaian klinis

A. Kista ovarium putaran tangkai atau perdarahan biasanya terjadi :


1. Pada trimester pertama kehamilan
2. Berupa massa nyeri tekan di abdomen bawah
B. Kadang-kadang kista ovarium ditemukan pada pemeriksaan fisik, tanpa ada gejala
(asimptomatik).

II. Diagnosis :
Kista ovarium putaran tangkai biasanya ditandai dengan nyeri perut, perdarahan tidak ada,
ditemukan adanya massa pada abdomen bawah.

III. Melakukan Rujukan :


Pasien diberitahu bahwa untuk penanganan selanjutnya pasien harus dirujuk ke dokter
spesialis obgyn.

Daftar pustaka :
Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal Edisi Pertama Cetakan
Kelima P.T. BINA PUSTAKA SARWONO PRAWIROHARDJO JAKARTA

296
KANKER GANAS ALAT GENITAL

KANKER SERVIKS
Kanker serviks merupakan penyakit kanker perempuan yang menimbulkan kematian
terbanyak akibat penyakit kanker terutama di negara berkembang. Diperkirakan dijumpai
kanker serviks baru sebanyak 500.000 orang yang diseluruh dunia dan sebagian besar terjadi
di negara berkembang.
Salah satu penyebabnya adalah karena infeksi human Papilloma Virus (hPV) yang
merangsang perubahan perilaku sel epitel serviks. Dalam perkembangan kemajuan di bidang
biologi molekuler dan epidemiologi tentang hPV, kanker serviks disebabkan oleh virus hPV.
Banyak penelitian dengan studi kasus kontrol dan kohort didapatkan Risiko Relatif (RR)
hubungan antara infeksi hPV dan kanker serviks antara 20 sampai 70. Infeksi hPV merupakan
penyakit menular seksual yang utama pada populasi, dan estimasi terjangkit berkisar 14 - 20%
pada negara-negara di Eropa sampai 70% di Amerika Serikat, atau 95% di populasi di Afrika.'
Lebih dari 70% kanker serviks disebabkan oleh infeksi hPV tipe 16 dan 18.2 Infeksi hl'V
mempunyai prevalensi yang tinggi pada kelompok usia muda, sementara kanker serviks baru
timbul pada usia tiga puluh tahunan atau lebih.
Kesintasan hidup 5 tahun pada kanker serviks jenis skuamosa dengan berbagai mo-
dalitas pada 9.964 kasus dapat terlihat dalam Tabel 14-1 di bawah ini.
Tabel 14-1. Kesintasan hidup 5 tahun kanker serviks jenis skuamosa.
Stadium Kesimetrisan hidup 5 tahun (persen)
IA1 95
IA2 95
IB 80
II A 69
II B 65
III A 37
III B 40
IV A 18
IV B 8
Kesintasan hidup 5 tahun pada 1.121 kasus dengan adenokarsinoma yang diobti
dengan berbagai modalitas terlihat pada tabel 14-2.
Tabel14-2. Kesintasan hidup 5 tahun pada kasus dengan adenokarsinoma yang
diobati.
Stadium Kesimetrisan hidup 5 tahun (persen)
IB 83
II A 50
II B 59
III A 13
III B 31
IV A 6
IV B 6

297
KANKER GANAS ALAT GENITAL

FAKTOR RISIKO
Berhubungan dan disebabkan oleh infeksi virus papilloma humanis (hPV) khu tipe 16,
18, 31, dan 45. Faktor risiko lain yang berhubungan dengan kanker servi tipartner, menderita
HIV atau mendapat penyakit/penckanan kekebalan (immun suppressive) yang bersamaan
dengan infeksi hPV, dan perempuan perokok.

GEJALA DAN TANDA


Tanda-tanda dini kanker serviks mungkin tidak menimbulkan gejala. Tanda-tanda dini
yang tidak spesifik seperti sekret vagina yang agak berlebihan dan kadang-kadang d- sertai
dengan bercak perdarahan. Gejala umum yang sering terjadi berupa perdarahan pervaginam
(pascasanggama, perdarahan di luar haid) dan keputihan. Pada penyakit lanjut keluhan
berupa keluar cairan pervaginam yang berbau busuk nyeri panggul, nyeri pinggang dan
pinggul, sering berkemih, buang air kecil atau buang air besar yang sakit. Gejala penyakit yang
residif berupa nyeri pinggang, edema kako unilateral, dan obstruksi ureter.

DIAGNOSIS
Tes Pap pada saat ini merupakan alat skrining yang diandalkan. Lima puluh penen
pasien baru kanker serviks tidak pernah melakukan tes Pap. Tes Pap direkomendasikan pada
saat mulai melakukan aktivitas seksual atau setelah menikah. Setelah tiga kali pemeriksaan
tes Pap tiap tahun, interval pemeriksaan dapat lebih lama (tiap 3 tahun sekali). Bagi kelompok
perempuan yang berisiko tinggi (infeksi hPv, HIV, kehidup- an seksual yang berisiko)
dianjurkan pemenksaan tes Pap setiap tahun. Pemastian diagnosis dilaksanakan dengan
biopsi serviks. Diagnosis kanker serviks diperoleh melalui pemeriksaan klinis berupa
anamnesis, pemeriksaan fisik dan ginekologik, termasuk evaluasi kelenjar getah bening,
pemeriksaan panggul dan pemeriksaan rektal. Biopi serviks merupakan cara diagnosis pasti
dari kanker serviks, sedangkan tes Pap dan/atan kuret endoserviks merupakan pemeriksaan
yang tidak adekuat.
Pemeriksaan radiologik berupa foto paru-paru, pielografi intravena atau CT-scan
merupakan pemeriksaan penunjang untuk melihat perluasan penyakit, serta menyingkirkan
adanya obstruksi ureter. Pemeriksaan laboratorium klinik berupa pemeriksaan darah tepi, tes
fungsi ginjal, dan tes fungsi hati diperlukan untuk mengevaluasi fungsi organ serta
menentukan end pengobatan yang akan diberikan.

STADIUM
Stadium kanker serviks ditetapkan secara klinis. Stadium klinis menurut FIGO me
buruhkan pemeriksaan pelvik, jaringan serviks (biopsi konisasi untuk stadium IA d biopsi
jaringan serviks untuk stadium klinik lainnya), foto paru-panu, pielograi vena (dapat pula
digantikan dengan foto CT-rcan). Untuk kasus-kasus stadium lanjur diperlukan pemenksaan
sistoskopi, proktoskopi, dan barium enema.

298
KANKER GANAS ALAT GENITAL

Tabel 14-3. Stadium kanker serviks menurut FIGO 2000.


Stadium O Karsinoma insitu, karsinoma intraepitelial.
Stadium I Karsinoma masih terbatas di serviks (penyebaran ke korpus uteri diabaikan).

Stadium IA Invasi kanker ke stroma hanya dapat didiagnosis secara mikroskopik. Lesi
yang dapat dilihat secara makroskopik walau dengan invasi yang superfisial
dikelom- pokkan pada stadium IB.
I AI Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih 3,0 mm dan lebar horizontal
lesi tidak lebih 7 mm.
I A2 Invasi ke stroma lebih dari 3 mm tapi kurang dari 5 mm dan perluasan hori-
zontal tidak lebih dari 7 mm.
Stadium I B Lesi yang tampak terbatas pada serviks atau secara mikroskopik lesi lebih luas
dari stadium I A2.
I B1 Lesi yang tampak tidak lebih dari 4 cm dari dimensi terbesar.

I B2 Lesi yang tampak lebih dari 4 cm dari diameter terbesar.


Stadium II Tumor telah menginvasi di luar uterus, tetapi belum mengenai dinding
panggul atau sepertiga distal/bawah vagina.
IIA Tanpa invasi ke parametrium.
IIB Sudah menginvasi parametrium.
Stadium III Tumor telah meluas ke dinding panggul dan/atau mengenai sepertiga bawah
vagina dan/atau menyebabkan hidronefrosis atau tidak berfungsinya ginjal.
IIIA Tumor telah meluas ke sepertiga bawah vagina dan tidak invasi ke
parametrium tidak sampai meluas ke dinding panggul.
IIIB Tumor telah meluas ke dinding panggul dan/atau menyebabkan
hidronefrosis atau tidak berfungsinya ginjal.
Stadium IV Tumor meluas ke luar dari organ reproduksi.
IVA Tumor menginvasi ke mukosa kandung kemih atau rektum dan/atau ke luar
dari rongga panggul minor.
IVB Metastasis jauh penyakit mikroinvasif: invasi stroma dengan kedalaman 3
mm atau kurang dari membrana basalis epitel tanpa invasi ke rongga
pembuluh limfe/darah atau melekat dengan lesi kanker serviks,
catatan: Pada Stadium IA adenokarsinoma masih kontroversi berhubung pengukuran
kedalaman invasi pada endaserviks sukar dan tidak standar.

HISTOPATOLOGIK
Kasus dapat diklasifikasikan dalam karsinoma serviks bila pertumbuhan primernya
dari serviks. Delapan puluh lima persen jenis histopatologik adalah karsinoma sel skuamosa,
10% adenokarsinoma, dan 5% adenoskuamosa, sel jernih, sel kecil, sel verukosa dan lain-lain.

299
KANKER GANAS ALAT GENITAL

Derajat diferensiasi dengan berbagai metode dapat menunjang diagnosis, tetapi tidak dapat
memodifikasi stadium klinis. Secara histopatologik kanker serviks dibagi menjadi
Neoplasia intraepitel serviks, derajat III, Karsinoma skuamosa insitu, Karsinoma
skuamosa (berkeratinisasi, tidak berkeratinisasi, verukosa), Adenokarsinoma insitu,
Adenokarsinoma insitu tipe endoservikal, Adenokarsinoma endometrioid, Adenokarsinoma
sel jernih, Karsinoma adenoskuamosa, Karsinoma kistik adenoid, Karsinoma sel jemih dan
Karsinoma undifferentiated. Derajat histopatologik: Diferensiasi baik, Diferensiasi sedang dan
Diferensiasi buruk.

300
Kanker Endometrium Ct-scan : untuk mengidentifikasi lokasi primer
kanker.
Kanker endometrium merupakan kanker
ginekologik yang sering terjadi di dunia barat.
Etiologi kanker endometrium masih belum
jelas walaupun diketahui kanker endometrium
merupakan kelanjutan dari neoplasia
intraepitel endometrium pada sebagian besar
kasus. Factor resiko penyakit ini adalah
obesitas, ransagan yang terus menerus,
monopouse yang terlambat (lebih dari 52
tahun), nullipara, siklus anovulasi, obat
tamoxifen dan hyperplasia endometrium.

Tanda dan gejala yang paling sering dijumpai


adalah perdarahan uterus abnormalyang
berupa methoragia atau perdarahan pasca
monopuse dan atau keputihan.

Diagnosis

Diagnosis dibuat melalui biopsy endometrium


atau kuratase diagnostic. Jika hasil negatif dari
hasil biopsy endometrium pada kasus dengan
keluhan simptomatis perlu dilanjutkan dengan
kuratase dengan kawalan histeroskopik,
karena biopsy endometrium mempunyai false
negative rate 5 sampai 10%. Diagnostic yang
pasti dibuat dengan sampel histopaologik.
Filtrasi bertingkat dibutuhkan apabila dicurigai
adanya infiltrasi ke endo-servik.

Sebelum operasi dilakukan pemeriksaan,


seperti foto paru-paru, tes Pap untuk
menyingkarkan kelainan serviks, pemeriksaan
lab darah rutin seperti pemeriksaan darah
tepi, tes fungsi hati, tes fungsi ginjal, elektrolit
untuk menyingkirkan penyakit sistemik yang
dialami. Bila mendapatkan massa tumor diluar
uterus dengan keluhan symptom pada saluran
cerna atau ada riwayat keluarga terkena
kanker kulon perlu dipertimbangkan
pemeriksaan barium enema.

301
KANKER OVARIUM mempergunakan klomifen sitrat
meningkatkan risiko 2 sampai 3 kali.2e
Kondisi yang menyebabkan turunnya
A. Definisi
silkus ovulasi menurunkan risiko kanker
Kista Kanker ovarium merupakan seperti pada pemakaian pil Keluarga
penyebab kematian tertinggi dari kanker Berencana menurunkan risiko sampai
alat genitai perempuan. 50%, bila pil dipergunakan 5 tahun atau
Di USA sekitar 22.220 kasus baru lebih; Multiparitas, dan riwayat
didiagnosis setiap tahun, dan sekitar pemberian air susu ibu termasuk
16.210 kematian terjadi setiap tahun menurunkan risiko kanker ovarium.
akibat penyakit ini. Kanker ovarium 6"/" 3. Faktor Genetik
dari seluruh kanker pada perempuan 5% - 10% penyakit ini karena
dan penyakit ini timbul 1 orang pada faktor heriditer (ditemukan di keluarga
setiap 68 perempuan. sekurang-kurangnya dua keturunan
dengan kanker ovarium).
Ada 3 jenis kanker ovarium yang
diturunkan yakni:
a. Kanker ovarium site specific familial. .
Sindrom kanker parrdara-ovarium, yang
disebabkan oleh mutasi dari gen BRCA 1
dan berisiko sepanjang hidtp (lifetime)
sampai 85% timbul kanker payudara dan
risiko lifetime sampai 50% timbulnya
kanker ovarium pada kelompok
tertentu. Walaupun mastektomi
B. Faktor Risiko profilaksis kemungkinan menurunkan
risiko, tetapi persentase kepastian
1. Faktor Lingkungan belum diketahui. forektomia profilaksis
Insidens kanker ovarium tinggi mengurangi risiko sampai 2%.
pada negara-negara industri. Penyakit b. Sindroma kanker Lynch tipe II, di
ini tidak ada hubungannya dengan mana beberapa anggota keluarga dapat
obesitas, minum alkohol, merokok, timbul berbagai jenis kanker, termasuk
maupun minum kopi. Juga tidak ada kanker kolorektal nonpoliposis,
kaitannya dengan penggunaan bedak endometrium, dan ovarium.
talkum ataupun intake lemak yang
berlebihan.
C. Gejala, Tanda, dan Diagnosis
2. Faktor Reproduksi
Sebagian besar pasien tidak
Makin meningkat siklus haid
merasa ada keluhan (95%) dankeluhan-
berovulasi ada hubungannya dengan
keluhanyang timbul
meningkatnya risiko timbulnya kanker
tidak spesifik seperti perut
ovarium. Hal ini dikaitkan dengan
membesar/ada perasaan tekanan,
pertumbuhan aktif permukaan ovarium
dispareunia, berat badan
setelah ovulasi. Induksi siklus ovulasi

302
meningkat karena ada asites atau
massa.
Pada kenyataannya pengukuran CA-125
dan ultrasonografi transvaginal tidak
menurunkan angka morbiditas ataupun
mortalitas kanker ovarium di dalam
populasi pada umumnya. Pada pasien
dengan kanker ovarium heriditer,
pengukuran CA-125, pemeriksaan pelvis,
ultrasonografi transvaginal dapat
dilakukan setiap 6 bulan. Pada
kelompok yang sangat berisiko tinggi
tersebut dapat direkomendasikan
ooforektomia profilaksis pada usia 35
tahun setelah memiliki cukup anak.
Diagnosis dilaksanakan dengan
anamnesis lengkap serta pemeriksaan
fisik. Untuk jenis kanker ovarium jenis
epitel penanda tumornya CA-125, tumor
sel germinal LDH, hCG, AFP, dan tumor
stroma sex cord, inhibin. Pemeriksaan
darah tepi, tes fungsi hati, tes fungsi
ginjal, serta biokimia darah lainnya perlu
dilakukan. Perneriksaan radiologik
berupa foto paru-paru, untuk
rnengevaluasi metastasis paru, efusi
pleura serta pemeriksaan CT-scan
abdomen pelvis. Bila ada &eluhan
simtomatik, perlu dilakukan pielografi
inrravena dan/atau barium enema
untuk evaluasi kandung kemih dan
perluasan ke usus.

303
KISTA DERMOID derivate ectodermal (sebagian besar
adalah rambut).
I. Definisi
Dalam ukuran kecil, kista dermoid tidak
menimbulkan keluhan apa pun dan
penemuan tumor pada umumnya hanya
melalui pemeriksaan ginekologi rutin.
Apabila ukuran tumor cukup besar, pasien
akan mengeluhkan rasa penuh dan berat
di dalam perut.
Komplikasi kista dermoid dapat berupa
torsi, rupture, perdarahan, dan
Gambar 1. A small (4 cm) dermoid cyst of transformasi ganas.
an ovary.
Kista Dermoid merupakan tumor yang III. Tatalaksana
berasal dari sel germinativum. Tumor ini Rujuk ke dokter spesialis kandungan
merupakan tumor jinak sel germinativum untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
dan paling banyak diderita oleh gadis yang untuk menegakkan diagnosis. Tindakan
berusia dibawah 20 tahun. Tumor ini juga yang dapat dilakukan untuk kista dermoid
merupakan tumor terbanyak yaitu 10% dari yaitu laporotomi dan kistektomi.
total tumor ovarium.

II. Gambaran Klinik


Penyusun Tumor yaitu ectodermal,
mesodermal, dan entodermal. Akan tetapi
ectodermal merupakan komponen
utama, yang kemudian diikuti dengan
mesodermal dan entodermal. Semakin
lengkap unsur penyusun, akan semakin
solid konsistensi tumor ini.
Kista dermoid jarang mencapai ukuran
yang besar, tapi kadang-kadang
bercampur dengan kistadenoma ovarii
musinosum sehingga diameternya akan
semakin besar.
Unsur penyusun tumor terdiri dari sel-
sel yang telah matur sehingga kista ini juga
disebut sebagai teratoma matur. Kista
dermoid mempunyai dinding berwarna
putih dan relative tebal, berisi cairan kental
dan berminyak karena dinding tumor
mengandung banyak kelenjar sebasea dan

304
KISTA OVARIUM tumbuh menjadi kista folikel,
atau dari beberapa folikel primer
A. Definisi yang setelah bertumbuh di
Kista adalah kantong yang berisi cairan bawah pengaruh estrogen tidak
seperti balon berisi air dan dapat mengalami proses atresia yang
tumbuh dimana saja. Kista ovarium lazim, melainkan membesar
bermacam-macam jenisnya. Kista yang menjadi kista. Biasanya dapat
berada di dalam ovarium atau didapati beberapa kista dengan
permukaan indung telur disebut juga diameter kista 1-1,5 cm. Kista
kista ovarium atau tumor ovarium. Kista yang berdiri sendiri sebesar jeruk
ovarium sering terjadi pada wanita di nipis. Cairan di dalam kista jernih
masa reproduksinya. Sebagian besar dan mengandung estrogen. Kista
kista ovarium terbentuk karena jenis ini mengganggu siklus
perubahan hormonal yang terjadi menstruasi. Kista folikel ini
selama siklus haid, produksi dan lambat laun mengecil dan
pelepasan sel telur dari ovarium. menghilang dengan sendirinya.
2. Kista korpus luteum
Normalnya, korpus luteum
lambat laun mengecil dan
menjadi korpus albikans,
kadang-kadang korpus luteum
mempertahankan diri
(persisten). Perdarahan yang
Kista ovarium dalam kehamilan dapat
sering terjadi di dalamnya
menyebabkan nyeri perut oleh karena
menyebabkan terjadinya kista,
putaran tangkai, pecah, atau
berisi cairan yang berwarna
perdarahan. Wanita mengeluh nyeri
merah coklat karena darah tua.
perut pada kehamilan muda (<22
Frekuensi kista luteum lebih
minggu), kehamilan lanjut (>22 minggu),
jarang daripada kista folikel, dan
atau pasca persalinan.
yang pertama bisa lebih besar
B. Klasifikasi
dari yang kedua.
Pembagian kista ovarium berdasarkan
3. Kista teka lutein
neoplastik dan non neoplastik:
Biasanya terjadi pada mola
a. Non neoplastik
hidrosa, koriokarsinoma, dan
1. Kista folikel
kadang-kadang tanpa adanya
Kista yang paling sering
kelainan tertentu, ovarium dapat
ditemukan, Kista ini berasal dari
membesar menjadi kistik. Kista
folikel de graaf yang tidak
biasanya bilateral dan bisa
sampai berovulasi, namun terus

305
menjadi sebesar tinju. Pada Kista ini memiliki permukaan
pemeriksaan mikroskopik rata dan halus, biasanya
terlihat luteinisasi sel-sel teka. bertangkai, seringkali bilateral,
Sel-sel granulosa dapat pula dan dapat menjadi besar,
menunjukkan luteinisasi , akan dinding kista tipis dan cairan
tetapi seringkali sel-sel dalam kista jernih, terus
menghilang karena atresia. berwarna kuning.
Timbulnya kista ini adalah 2. Kistadenoma ovarii musinosum
pengaruh hormone Kemungkinan berasal dari suatu
koriogonadotropin yang teratoma diamana di dalam
berlebihan dan dengan pertumbuhannya satu elemen
hilangnya mola atau mengalahkan elemen lain.
koriokarsinoma, ovarium Tumor ini mempunyai bentuk
mengecil spontan. bulat, ovoid tidak teratur,
4. Kista inklusi germinal dengan permukaan rata
Biasanya terjadi karena berwarna putih kebirubiruan.
invaginasi dan isolasi bagian- 3. Kistadenoma ovarii serosum
bagian kecil dari epitel Berasal dari epitel permukaan
germinativum pada permukaan ovarium, dinding luarnya dapat
ovarium, besarnya jarang menyerupai kista musinosum.
melebihi diameter 1 cm. Kista ini Dinding dalam kista sangat licin,
biasanya kebetulan ditemukan sehingga pada kista yang kecil
pada pemeriksaan histologi sukar dibedakan dengan kista
ovarium yang diangkat sewaktu folikel biasa.
operasi. 4. Kista endometrioid
5. Kista endometrium Kista ini biasanya unilateral
Kista ini endometriosis yang dengan permukaan licin, pada
berlokasi di ovarium. dinding dalam terdapat satu
6. Kista Stein-Levental lapisan sel.
Biasanya kedua ovarium C. Tanda & Gejala
membesar dan bersifat Kebanyakan kista ovarium tumbuh
polikistik, permukaan licin, tanpa menimbulkan gejala atau
kapsul ovarium menebal dan keluhan. Keluhan biasanya muncul jika
tampak tunika yang tebal dan kista sudah membesar dan mengganggu
fibrotik pada pemeriksaan organ tubuh yang lain jika sudah kista
mikroskopis. mulai menekan saluran kemih, usus,
b. Neoplastik saraf, atau pembuluh darah besar di
1. Kistoma ovarii simpleks sekitar rongga panggul, maka akan

306
menimbulkan keluhan berupa susah
buang air kecil dan buang air besar,
gangguan pencernaan, kesemutan atau
bengkak pada kaki.
Gejalanya tidak menentu, terkadang
hanya ketidak nyamanan pada perut
bagian bawah. Pasien akan merasa
perutnya membesar dan menimbulkan
gejala perut terasa penuh dan sering
sesak nafas karena perut tertekan oleh
besarnya kista.
D. Penilaian Klinik
• Kista ovarium putaran tangkai atau
perdarahan biasanya terjadi:
- Pada trimester pertama
kehamilan
- Berupa massa nyeri tekan di
abdomen bawah
• Kadang-kadang kista ovarium
ditemukan pada pemeriksaan fisik,
tanpa ada gejala (asimtomatik).
E. Diagnosis

Setelah terdiagnosis, dirujuk ke dokter spesialis


obgyn.

307
TORSIO DAN RUPTUR KISTA

Kompetensi: 3B
I. Masalah kesehatan terdeteksi melalui palpasi. Distensi
Kista ovarium disebut juga abdomen dan syok terjadi pada
kistoma ovarii, yaitu suatu kantong perdarahan hebat.
abnormal berisi cairan atau setengah
cair yang tumbuh dalam indung II. Hasil Anamesis (Subyektif):
telur/ ovarium. Dengan istilah lain kista
ovarium adalah tumor neoplastik jinak A. Riwayat penyakit sekarang
ovarium yang bersifat kistik.
Komplikasi yang dapat terjadi pada 1) Benjolan perut
kista ovarium diantaranya: bagian bawah,
2) N yeri perut bagian bawah
1) Torsi (karena peregangan
Torsi (melilit) meliputi ovarium, kapsula, torsi, atau ruptur)
tuba falopii, atau ligamentum 3) Gangguan penekanan
rotundum pada uterus. Jika (ureter, vesika urinaria,
dipertahankan, torsi ini dapat rektum)
berkembang menjadi infark, 4) Gejala
peritonitis, dan kematian. Torsi endokrin (maskulinisasi
biasanya unilateral dan dikaitkan atau feminimisasi)
dengan kista atau karsinoma, TAO, 5) Rasa nyeri sewaktu
atau massa yang tidak melekat, atau bersetubuh atau nyeri rongga
yang dapat muncul pada ovarium panggul kalau tubuh bergerak
normal. Torsi ini paling sering muncul 6) Rasa nyeri segera timbul
di antara wanita usia reproduksi. begitu siklus mentruasi selesai.
Gejalanya meliputi nyeri mendadak Perdarahan menstruasi tidak
dan hebat di kuadran abdomen seperti biasa. Mungkin
bawah, mual, dan muntah. Suatu perdarahan lebih lama,
massa nyeri tekan terlihat pada sisi mungkin lebih pendek, atau
yang terkena. Dapat terjadi demam mungkin tidak keluar darah
dan leukositosis. menstruasi pada siklus biasa,
atau siklus menstruasi tidak
2) Rupture teratur.
Rupture kista folikuler
menyebabkan timbulnya nyeri yang
akut dan singkat. Nyeri akut tidak B. Riwayat penyakit dahulu:
dapat dibedakan dari kehamilan
ektopik yang rupture, tetapi HCG 1) Riwayat kista terdahulu
serum negative. Suatu massa dapat 2) Siklus haid tidak teratur

308
3) Perut buncit B. Ultrasonografi
4) Menstruasi di usia dini (11
tahun atau lebih muda) Tanda yang ditemukan pada
5) Sulit hamil pemeriksaan sonografi dengan tingkat
6) Penderita hipotiroid keakuratan 50-75% dapat sangat
bervariasi tergantung pada derajat
gangguan vaskuler, karakteristik massa,
dan ada tidkanya perdarahan adneksa.
III. Hasil pemeriksaan dan penunjang
sederhana (obyektive): Pada pemeriksaan sonografi,
torsio dapat menyerupai kehamilan
A. Pemeriksaan fisik ektopik, abses tubo-ovarium, kista
ovarium hemoragik, dan endometrioma.
1) Pada pemeriksaan abdomen Gambaran spesifik kasus torsio ovarium
yang ditemukan saat USG adalah
a. Inspeksi : dapat
gambaran folikel multipel mengelilingi
tampak adanya
ovarium yang mengalami perbesaran.
pembesaran maupun tidak
Tanda ini menggambarkan proses
tampak adanya
kongesti dan edema yang terjadi di
pembesaran
ovarium.
b. Auskultasi : dalam
batas normal Keluhan nyeri yang dialami oleh
c. Perkusi : timpani pasien pada kasus torsio kista
dalam batas normal ovarium, khususnya pada kasus yang telah
d. Palpasi : nyeri mengalami iskemia, memiliki persamaan
tekan perut bagian bawah dengan keluhan yang terjadi pada kasus-
kasus kehamilan ektopik. Oleh karena
2) Pada pemeriksaan dalam pada
itu,pada pasien yang datang dengan kelu
pasien yang telah berhubungan
han tersebut dianjurkan untuk dilakukan
badan
tes kehamilan agar dugaan kehamilan
Terdapat nyeri goyang ektopik dapat disingkirkan. Pemeriksaan
serviks pada pasien yang laboraorium laiinya ialah darah rutin,
dicurigai terkena infeksi pada urinalisa, kultur Discharge dari serviks
indung telur/ ovarium atau vagina (untuk
menyingkirkandiagnosis
B. Pemeriksaan penunjang sederhana Pelvic Inflamatory Disease).Penanda
serum Interleukin-6 (IL-6) juga
A. Darah lengkap dihubungkan dengan kejadian torsi
ovarium, kemudian penanda tumor
1) Terdapat leukositosis CA125, serum alpha-fetoprotein (AFP),
2) Terdapat penurunan Hb pada carcinoembryonic antigen (CEA) untuk
wanita dengan anemia

309
mengetahui tumor mengarah keganasan B. Pemberian hormone
atau tidak. Pengobatan gejala hormon
androgen yang tinggi, dengan
Selain itu, pemberian obat pil KB (gabungan
pemeriksaan Transvaginal Color Doppler esterogen-progesteron) boleh
Sonography (TV-CDS) dapat melihat ditambahkan obat anti androgen
gangguan pada aliran darah progesterone cyproteronasetat
normal adneksa. Pada sebagian besar C. Terapi bedah atau operasi
kasus tidak ditemukan gambaran aliran Cara ini perlu
darah vena intraovarium. Namun, torsio mempertimbangkan umur penderita,
tidak dapat disingkirkan bila hanya gejala, dan ukuran besar kista. Pada
berdasarkan gambaran normal dari kista fungsional dan perempuan yang
pemeriksaan Doppler. bersangkutan masih menstruasi,
biasanya tidak dilakukan pengobatan
IV. Penegakan Diagnostik dengan operasi. Tetapi bila hasil pada
sonogram, gambaran kista bukan kista
A. Diagnosis Klinis fungsional dan kista berukuran besar,
biasanya dokter menganjurkan untuk
Diagnosis ditegakkan berdasarkan
mengangkat kista dengan operasi.
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
Begitu pula bila perempuan sudah
pemeriksaan laboratorium.
menopause dan dokter menemukan
B. Diagnosis Banding adanya kista, sering kali dokter yang
Kista Fungsional, Polycytic Ovari bersangkutan mengangkat kista
C. Komplikasi tersebut dengan jalan operasi
Infeksi ovarium meskipun kejadian kanker ovarium
V. Penatalaksanaan Komprehensif: jarang ditemukan.

A. Observasi Kriteria rujukan
Pasien yang


Kebanyakan kista ovarium telah terdiagnosis kista ovari dengan
terbentuk normal yang disebut kista kecurigaan torsi dan infeksi ovarium
fungsional di mana setiap ovulasi, dirujuk ke layanan sekunder (spesialis
telur dilepaskan keluar ovarium dan kandungan) sedangkan bila terdapat
terbentuklah kantung sisa tempat indikasi untuk pembedahan pasien
telur. Kista ini normalnya akan dirujuk pula ke spesialis bedah.
merekrut sendiri biasanya setelah 1-3
bulan. Oleh sebab itu, dokter Penanganan (torsi kista)
menganjurkan agar kembali khusus pada perempuan hamil :
berkonsultasi setelah 3 bulan untuk Pada torsi kista ovarium yang disertai
meyakinkan apakah kistanya sudah nyeri perut dilakukan laparotomi.
betul-betul menyusut Pada kista ovarium asimptomatik:

310
a. Bila kista berukuran <5 cm: Referensi : Kemenkes
tidak perlu dioperasi
b. Bila kista berukuran 5-10 cm: Dapus :
lakukan observasi, jika
1. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di
menetap atau
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat
membesar lakukan laparotomi
Pertama
pada trimester kedua
2. Https://id.scribd.com/document/3248
kehamilan (sebaiknya
30568/Torsi-Dan-Ruptur-Kista-
dilakukan di antara usia 16-20
Ovarium
minggu)
3. https://www.scribd.com/document/3
c. Bila kista berukuran >10 cm:
68604475/ISI-Referat-Indah-N-r-torsi-
dilakukan laparotomi pada
Dan-Ruptur-Kista-Ovarium
trimester kedua kehamilan
Jika dicurigai keganasan, pasien
dirujuk ke rumah sakit yang lebih
lengkap dan dilakukan pengangkatan
tumor (tanpa menghiraukan usia
kehamilan).Bila pengangkatan terpak
sa dilakukan sebelum usia kehamilan
16 minggu, setelah pengangkatan
diberikan suntikan progestin sampai
usia kehamilan 16 minggu

Penanganan (torsi dan ruptur kista)


pada perempuan tidak hamil ialah :
a. Baku emas penanganan torsi kista
ovarium ialah laparoskopi
b. Reseksi total tuba/ovari/keduanya
dilakukan ketika jaringan telah
gangren atau curiga keganasan atau
wanita yang telah cukup anak

VI. Peralatan

Laboratorium untuk pemeriksaan darah rutin


dan alat USG.

VII. Prognosis

Prognosis umumnya dubia ad bonam,


tergantung komplikasi dan beratnya penyakit.

311
KORIOKARSINOMA hemogram.uji fungsi ginjal, hati, dan
radiografi toraks.
I. Definisi
III. Terapi
Koriokarsinoma adalah proliferasi abnormal
Secara umum,pasien dianjurkan untuk
jaringan trofoblas plasenta.Koriokarsinoma
dirujuk ke bagian onkologi.Kemoterapi obat
ini termasuk tumor yang sangat ganas daapt
tunggak diberikan utuk neoplasma non
dianggap karsinoma epitel korionik. Tumor
metatastik atau metatastik risiko rendah.
ini perlu dipertimbangkan jika terjadi
Pemberian obat methotrexate atau
perdarahan menetap setelah suatu kejadian
actinomycin D sama saja efektifya jika
kehamilan.Gambaran makroskopi khas
dibandingkan dengan kombinasi keduanya.
tumor ini adalah sebuah massa yang
Methotrexate kurang toksik dibandingkan
menginvasi cepat myometrium dan
dengan actinomycin D, tetapi keduanya
pembuluh darah, lalu menyebabkan nekrosis
biasanya bersifat kuratif. Pasien dengan
jaringan.Tumor berwarna merah tua atau
neoplasia trofoblastik gestational risiko
ungu dan tidak beraturan.Meskipun sel
rendah atau tumor non-metatastik dapat
sitotrofoblas dan elemen sinisitum terlihat
disembuhkan jika diterapi secara
yang mendominasi hanya salah satunya.
dini.Kuretase berulang dapat menyebabkan
Secara mikroskopis,terlihat kolom-kolom
perforasi dan dihindari,kecuali jika terjadi
dan lembaran-lembaran sel trofoblastik yang
perdarahan atau adanya jaringan mola yang
menembus otot dan pembuluh darah.Berbeda
tertinggal dalam jumlah yang dasar. Bagi
dengan mola hidatidosa atau mola invasive,
wanita yng sudah tidak ingin hamil lagi maka
tidak terlihat pola vilus.Faktor pada kasus
pilihan tepat adalah histerektomi.Kemoterapi
transformasi maligna korion tidak diketahui,
setelah dosis awal ditentukan oleh kadar beta-
tepat kecenderungan korion untuk
hCG serum.Sebagai dicatat, phantom hCG
mengalami pertumbuhan invasive dan
akibat adanya berbagai antibody heterofilik
mengikis pembuluh darah sangat tinggi.
dapat menganggu pemeriksaan hCG dan
II. Diagnosis menyebabkan kemoterapi secara keliru
dianggap gagal.
Pertimbangan untuk penyakit trofoblastik
gestational adalah faktor terpentingnya yaitu IV. Kehamilan Selanjutnya
perdarahan yang menetap setelah tipe
Suveilans dilakukan minimal 6 bulan untuk
kehamilan apapun sepatutnya mendorong
kehamilan mola, 1 tahun untuk neoplasia
kita segera melakuka pengukuran kadar beta-
trofoblastik gestational, dan hingga 2 tahun
hCG serum dan mempertimbangkan kurase
jika terdapat metastasis.Kesuburan tidak
diagnostic, Kadar serum beta-hCG yang
terganggu dan hasil akhir kehamilan biasanya
menetap atau meningkat tanpa kehamilan
normal setelah terapi yang
menunjukkan kemungkinan neoplasia
berhasil.Kekhawatiran utama adalah risiko
trofoblastik.Perlu pemeriksaan panggul yang
timbulnya penyakit trofoblastik pada
menyeluruh, dilakukan pemeriksaan
kehamilan berikutnya.

312
313
ENDOMETRIOSIS DAN ADENOMIOSIS
A. Definisi
Endometriosis uteri adalah suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang masih
berfungsi terdapat diluar kavum uteri. Jaringan ini terdiri dari kelenjar-kelenjar dan stroma
terdapat terdapat didalam myometrium disebut adenomiosis. Endometriosis paling sering
ditemukan pada perempuan yang melahirkan di atas usia 30 tahun disertai dengan gejala
dismenorea dan menoragia yang progresif.
B. Patofisiologi
Perumbuhan endometrium menembus membarana basalis. Pada pemeriksaan histologi
sebagian menunjukan pertumbuhan endometrium menyambung ke dalam focus
adenomiosis, sebagian ada didalam myometrium dan sebagian tidak ada hubungan antara
permukaan endometrium dengan focus adenomioma. Seiring berkembangnya
adenomiosis, uterus membesar secara difus dan terjadi hipertrofi otot polos. Fundus uteri
merupakan tempat yang paling umum dari adenomiosis. Penyebab adenomiosis sampai
sekarang tidak diketahui secara pasti. Kemungkinan disebabkan adanya erupsi dari
membrane basalis dab disebabkan oleh trauma berulang, persalinan berulang. Operasi sesar
atau kuretase.
C. Gejala Klinik
Seiring dengan bertambah beratnya adenomiosis, gejala yang timbul adalah :
• Sebanyak 50% mengalami menorgia, kemungkinan disebabkan oleh gangguan
kontraksi myometrium akibat adanya focus-fokus adenomiosis ataupun makin
bertambahnya vaskularisasi di dalam Rahim
• Sebanyak 30% dari pasien mengeluh dismenore ini semakin lama semakin berat.
Hal ini akibat gangguan kontraksi myometrium yang disebabkan oleh
pembengkakan pra haid dan perdarahan haid didalam kelenjar endometrium.
• Subfertilitas. Dengan makin beratnya adenomiosis biasanya pasien semakin sulit
untuk mendapatkan keturunan.
• Pada pemeriksaan dalam dijumpai Rahim yang membesar secara merata. Rahim
biasanya nyeri tekan dan sedikit lunak bila dilakukan pemeriksaan bimanual
sebelum pra haid
D. Pemeriksaan

Ultrasonografi (USG)
Dengan melakukan USG kita dapat melihat adanya uterus yang membesar secara difus
dengan gambaran penebalan dinding Rahim terutama pada bagian posterior dengan focus-
fokus ekogenik, rongga endometriosis eksentrik, adanya penyebaran dengan gambaran
hiperekoik, kantung-kantung kistik 5-7 mm yang menyebar menyerupai gambaran sarang
lebah.

MRI
Terlihat adanya penebalan dinding myometrium yang difus.

314
Pemeriksaan Patologi Anatomi
Ditemuka adanya pulau-pulau endometrium yang tersebar dalam myometrium.
Konsistensi uterus keras dan tidak beraturan pada potongan permukaan terlihat cembung
dang mengeluarkan serum, jaringan berpola trabekula atau gambaran kumparan dengan isi
cairan kuning kecoklatan atau darah.

Penanganan Adenomiosis
Bila pasien masih ingin mempunyai anaj dan usia muda maka pertimbangan yang perlu
dilakukan adalah melakukan pengobatan hormonal GnRH agonis selama 6 bulan
dengan/atau disertai penanganan bedah reseksi minimalisasi jaringan adenomiosis,
dilanjutkan dengan program teknologi berbantu.
Penanganan secara medik sehubungan dengan keluhan perdarahan ataupun nyeri dapat
dilakukan dengan :
• Pengobatan GnRH Agonis
Diberikan selama 6 bulan, tapi ini bersifat sementara yang dalam beberapa waktu
kemudian akan kambuh kembali
• Pengobatan dengan suntikan Progesteron
Pemberian suntikan progesterone seperti suntikan KB dapat membantu mengurangi
gejala nyeri dan perdarahan
• Penggunaan IUD yang mengandung hormone progesteron.
Penelitian menunjukan penggunaan IUD yang mengandung hormone dapat
mengurangi gejala dismenorea dan menoragia seperti mirena yang mengandung
levonorgestrel yang dilepaskan secara perlahan-lahan ke dalam rongga Rahim.
• Aromatase inhibitor
Fungsinya menghambat enzim aromatase yang menghasilkan hormone estrogen
seperti anastrazole dan letrozole.
• Histerektomi
Dilakukan pada perempuan yang tidak membutuhkan histerktomi

315
MIOMA UTERI
A. Definisi
Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan
ikat. Oleh karena itu mioma uteri banyak dikenal dengan istilah
fibromioma,leiomyoma,atau fibroid.

E. Pathogenesis
Etiologi pasti terjadinya mioma uteri belum diketahui. Diduga stimulasi estrogen
sangat berperan untuk terjadinya mioma uteri. Hipotesis ini didukung oleh adanya
mioma uteri yang banyak ditemukan pada usia reproduksi dan kejadiannya rendah
pada menopause. Pada kehamilan pertumbuhan tumor ini makin besar, tetapi
menurun setelah menopause. Perempuan nulipara mempunyai resiko yang tinggi
untuk terjadinya mioma uteri disbanding denga perempuan multipara. Pada
jaringan myometrium ditemukan lebih banyak reseptor estrogen jika dibandingkan
dengan myometrium normal.
F. Patologi anatomik
Menurut letaknya, mioma dapat dibagi :
1. Mioma submukosum : berada dibawah endometrium dan menonjol ke dalam
rongga uterus
2. Mioma intramural; mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut
myometrium
3. Mioma subserosum; apabila tumbuh keluar dinding uterus diantara serabut
myometrium
G. Pengaruh mioma pada kehamilan dan persalinan
1. Mengurangi kemungkinan perempuan menjadi hamil, terutama pada mioma
uteri submukosum
2. Kemungkinan abortus bertambah
3. Kelainan letak janin dalam Rahim, terutama pada mima yang besar dan letak
sub serosum
4. Menghalangi lahirnya bayi, terutama pada mioma yang letaknya di serviks
5. Inersia uteri dan atonia uteri, terutama pada mioma yang letaknya didalam
dinding Rahim
6. Mempersulit lepasnya plasenta, terutama pada mioma yang submukosum dan
intramural

316
H. Diagnosis
Dengan berkembangnya USG, baik abdominal maupun transvaginal , diagnosis
mioma sangat dipermudah. MRI juga dapat dipergunakan dalam kehamilan karena
MRI tidak memakai radiasi ionisasi. CT-scan merupakan kontraindikasi olehkarena
radiasi.
Diagnosis mioma uteri dalam kehamilan biasanya tidak sulit, terkadang terjadi
kesalahan dengan membanding antara neoplasma ovarium dan kehamilan kembar.
Adakalanya mioma besar teraba seperti kepala janin, sehingga kehamilan tunggal
disangka kehamilan kembar. Dalam persalinan mioma lebih menonjol sewaktu
terjadinya his sehingga mudah dikenal.
I. Penanganan
Apabila di anggap perlu dapat dilakukan laparotomy percobaan dan tindakan selanjutnya
disesuaikan dengan apa yang ditemukan ketika perut terbuka. Jika mioma menghalangi
jalan lahir maka harus dilakukan seksio sesarea. Dalam masa nifas mioma dibiarkan ,
kecuali jika menimbulkan gejala yang membahayakan

317
BREAST ENGORGEMENT/GALAKTOKEL
Kompetensi 4

Definisi Galaktokel
Galaktokel adalah kista retensi berisi air susu.Dalam hal ini penyumbatan terjadi pada duktus
laktiferus.Galaktokel dapat terjadi pada ibu yang baru / sedang menyusui

Etiologi Galaktokel
Penyebab galaktokel sendiri bermacam-macam,antara lain :
1. Air susu mengental,sehingga menyumbat lumen saluran,hal ini terjadi akibat air susu jarang
dikeluarkan
2. Adanya penekanan saluran air susu dari luar
3. Ibu berhenti menyusui
4. Penggunaan alat kontrasepsi oral
5. Galaktorea

Adapun faktor resiko lainnya yang dapat menyebabkan tumor yakni :


1. Genetik
- Adanya kecendrungan pada keluarga tertentu lebih banyak menderita carcinoma
mammae daripada keluarga lain bila ada riwayat keluarga dengan kanker payudara
pada ibu, saudara perempuan ibu, dan saudara perempuan.
- Adanya distribusi predileksi antarbangsa atau suku bangsa.
- Kembar monozygote terdapat kanker yang sama.
- Persamaan lateralitas kanker payudara pada keluarga dekat dari penderita.
- Seseorang dengan sindrom klinefelter akan mendapat kemungkinan 66 kali dari pria
normal.
- Pernah mengalami infeksi, trauma, atau operasi tumor jinak payudara.
- Mempunyai kanker payudara kontralateral,dan kemungkinan beresiko 3-9 kali.
- Pernah menjalani operasi ginekologis, misalnya tumor ovarium.

2. Pengaruh Hormon
- Usia menarche < 12 tahun, beresiko 1,7-3,4 kali lebih tinggi daripada wanita yang
menarche pada usia> 12 tahun.
- Usia menopause >55 tahun, beresiko 2,5-5 kali lebih tinggi.
- Umur >30 tahun memiliki insiden yang lebih tinggi.
- Tidak kawin dan nullipara, resikonya 2-4 kali lebih tinggi dari wanita yang kawin dan
punya anak.
- Melahirkan anak pertama pada usia> 35 tahun, resikonya 2 kali lebih besar.
- Terapi hormonal yang lama.
- Kontrasepsi oral pada pasien tumor payudara jinak seperti kelainan fibrokistik ganas,
meningkatkan resiko hingga 11 kali.

318
3. Makanan
- Terutama makanan yang mengandung banyak lemak.
- Karsinogen : terdapat lebih dari 2000 karsinogen dalam lingkungan hidup kita.

4. Radiasi di Daerah Dada


- Riwayat pernah mengalami radiasi di dinding dada karena radiasi dapat menyebabkan
mutagen

Manifestasi Klinis Galaktokel


Terdapat massa (benjolan pada payudara)
- Ukuran massa bervariasi
- Konsistensi lunak (terdapat kemungkinan benjolan teraba keras)
- Berbatas jelas
- Mobile
- Nyeri tekan

Diagnosis Galaktokel
Anamnesis
Anamnesis didahului dengan pencatatan identitas penderita secara lengkap. Keluhan utama
penderita berupa benjolan di payudara, rasa sakit, keluar cairan di puting susu, eksema di sekitar
areola, dimpling, kemerahan, ulserasi, peau d’orange, dan keluhan pembesaran kelenjar getah
bening aksilla atau metastase jauh.
Hal-hal yang perlu ditanyakan berhubungan munculnya benjolan adalah sejak kapan muncul,
progresifitas perkembangan tumor, sakit atau tidak. Biasanya tumor pada proses keganasan atau
kanker payudara mempunyai ciri khas dengan batas irregular, tidak nyeri, tumbuh progresif
Pengaruh siklus menstruasi terhadap keluhan tumor dan perubahan ukuran tumor, kawin
atau tidak, jumlah anak, anaknya disusui atau tidak, riwayat penyakit kanker dalam keluarga,
riwayat memakai obat-obat hormonal, dan riwayat pernah atau tidak operasi payudaradan
obstetri-ginekologi.
Perlu ditanyakan kepada pasien faktor resiko kanker payudara karena dengan mengetahui
faktor resiko seseorang diharapkan dapat lebih waspada terhadap kelainan-kelainan pada
payudara, baik secara rutin dengan SADARI (pemeriksaan payudara sendiri) maupun secara periodik
memeriksakan kelainan payudara atau tanpa kelainan kepada dokternya.

Pemeriksaan Fisik
Organ payudara dipengaruhi oleh faktor hormonal antara lain estrogen dan progesteron
maka sebaiknya pemeriksaan payudara dilakukan saat pengaruh hormonal ini minimal, yaitu
setelah menstruasi lebih kurang satu minggu dari hari pertama menstruasi.Teknik pemeriksaan
dilakukan dengan badan bagian atas terbuka

319
Pemeriksaan Penunjang
- Mammografi
Suatu teknik pemeriksaan soft tissue. Adanya proses keganasan akan memberikan tanda-
tanda primer dan sekunder. Tanda primer berupa fibrosis reaktif, cornet sign, adanya
perbedaan yang nyata ukuran klinik, roentgenologik, dan adanya mikrokalsifikasi.
- Ultrasonography
Ultrasound digunakan untuk mendeskripsi suatu lesi yang di identifikasi dari pemeriksaan
fisis atau mammografi.Tujuan utama dari ultrasonography adalah membedakan lesi kistik
dan padat.Jika lesi tersebut teraba, tindakan yang terbaik adalah untuk melakukan aspirasi
jarum, yang berperan sebagai terapeutik dan diagnostic.Jika lesi tersebut tidak teraba,
ultrasonography dapat memastikan apakah lesi tersebut suatu kista atau tidak, dan dengan
itu dapat mengeliminasikeperluan untuk terapi atau tindakan tambahan.
- Fine-needle aspiration biopsy
Pemeriksaan histology dapat dilakukan dengan menggunakan jarum halus seperti Trucut
atau Corecut dibawah anaesthesi local. Sitologi didapatkan dengan menggunakan jarum
Gauge 21 atau 23 dan spoit 10cc. Pemeriksaan ini hanya dianjurkan untuk dilakukan pada
wanita dengan usia lebih tua guna menyingkirkan kemungkinan terjadinya keganasan pada
payudara. “Fine-needle aspiration biopsy” (FNAB) berguna dan merupakan suatu teknik yang
akurat dengan sensitivitasnya lebih dari 90%.Ia mendiagnosis kehadiran sel-sel maligna,
tetapi tidak member informasi tentang tingkatan (grade) tumor atau jika terdapat invasi ke
jaringan sekitar.“Fine-needle aspiration” (FNA) pada kista payudara berfungsi sebagai
terapeutik dan diagnostik.

Tatalaksana Galaktokel
1. Edukasi pasien
Adapun hal yang perlu disampaikan kepada pasien antara lain :
- Kompres air hangat payudara setelah menyusui bayi
- Pemijatan payudara (massage)
- Menyusui bayi lebih sering
- Mulai menyusui bayi dengan payudara yang salurannya terhambat

2. Bedah
Apabila galaktokel menimbulkan rasa tidak nyaman,maka dapat dilakukan :
- Dilakukan drainase dengan aspirasi jarum halus untuk mengeluarkan secret susu
- Eksisi dipertimbangkan apabila kista terlalu kental untuk bias di aspirasi atau telah
terjadi infeksi

Pencegahan Galaktokel
Adapun pencegahan untuk galaktokel ialah menganjurkan pasien untuk melakukan breast care
sebagai bagian dari edukasi dan dilakukannya SADARI setiap bulannya

320
INFLAMASI, ABSES sering muncul pada minggu ke-2
pasca persalinan dan
PAYUDARA menimbulkan stasis ASI.
III. Gambaran klinis abses
A. Benjolan lunak yang sangat
nyeri disertai kemerahan,
I. Definisi dan Etiologi
panas, dan edema pada
Abses payudara adalah
payudara.
akumulasi nanah yang
B. Kadang keluar cairan nanah
merupakan komplikasi dari
pada puting susu.
peradangan payudara (mastitis)
C. Bisa demam maupun tidak.
yang terjadi karena penanganan
D. Perbesaran kelenjar limfa
yang terlambat atau tidak
aksilaris.
adekuat. Abses payudara dibagi
E. Jika tidak segera ditangani,
menjadi abses menyusui (laktasi)
bisa terjadi perubahan warna
dan abses non-menyusui (non-
dan nekrosis.
laktasi). Penyebab tersering dari
IV. Penegakan Diagnosis
abses menyusui adalah
A. Anamnesis
Staphylococcus aureus dan
1. Identitas
Streptococcal sp. Sedangkan
2. Keluhan utama (massa,
abses non-menyusui disebabkan
nyeri, caian pada puting
oleh campuran dari S. aureus,
susu).
Streptococcus, dan bakteri
3. RPS (sekret, luka,
anaerob.
trauma).
II. Patofisiologi
4. Keluhan tambahan
Payudara terdiri atas beberapa
(demam).
lobus, masing-masing lobus
5. RPD (riwayat mastitis,
mengalir ke duktus laktiferus,
penurunan berat badan).
kemudian bermuara di
6. RPK (riwayat kanker).
permukaan puting. Duktus
7. Riwayat obat.
laktiferus mengalami
8. Riwayat sosial (sedang
epidermalisasi di mana produksi
menyusui, kebersihan).
keratin bisa menyebabkan
B. Pemeriksaan fisik
sumbatan pada duktus, sehingga
1. Vital signs
terjadi pembentukan abses.
2. Inspeksi
Abses menyusui biasanya diawali
Pasien diminta untuk
dengan abrasi atau jaringan pada
membuka pakaian
puting, yang menjadi jalan
sampai pinggang dan
masuk bagi bakteri. Infeksi paling

321
duduk menghadap 2. Memastikan bahwa bayi
dokter. Pemeriksaan ini mengenyut payudara
dilakukan dengan 4 dengan baik.
posisi: tangan di samping, 3. Menyusui tanpa batas,
tangan di atas kepala, dalam hal frekuensi atau
tangan di pinggang, dan durasi, dan membiarkan
posisi membungkuk. bayi selesai menyusui
3. Palpasi satu payudara dulu,
Dilakukan pada payudara, sebelum memberikan
aksila, dan puting. yang lain.
C. Pemeriksaan penunjang 4. Menyusui secara
1. Ultrasonografi eksklusif selama minimal
Abses terlihat sebagai lesi 4 bulan dan bila mungkin
hypoechoic, berbatas 6 bulan.
tegas, makrolobulasi, 5. Puting susu dan payudara
irregular. dibersihkan sebelum dan
2. Aspirasi jarum halus setelah menyusui.
Abses ditandai dengan 6. Hindari pakaian yang
cairan yang purulen. ketat dan menyebabkan
D. Diagnosis banding iritasi pada payudara.
1. Benign or malignant 7. Hindari menyangga
breast mass. payudara terlalu dekat
2. Kanker payudara dengan puting susu.
inflamasi.
3. Selulitis.
4. Mastitis. DAFTAR PUSTAKA

Segera dirujuk ke dokter bedah Sarwono, P. 2011. Ilmu


untuk dilakukan insisi. Kandungan. PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo:
V. Pencegahan
Jakarta.
Mastitis dan abses payudara bisa
Boakes, E., Woods, A., Johnson,
dicegah dengan memberikan
N., Kadoglou, N., 2018.
edukasi bagaimana cara
Breast Infection: A Review of
menyusui yang baik dan benar.
Diagnosis and Management
A. Penatalaksanaan menyusui
Practices. Eur. J. Breast
1. Mulai menyusui dalam
Health 14, 136–143.
satu jam atau lebih
https://doi.org/10.5152/ejbh
setelah melahirkan.
.2018.3871

322
Toomey, A., Le, J.K., 2020.
Abscess, Breast, in:
StatPearls. StatPearls
Publishing, Treasure Island
(FL).
https://skillslab.fk.uns.ac.id/wp-
content/uploads/2019/02/smt-
4-PEMERIKSAAN-PAYUDARA-
2019.pdf
https://apps.who.int/iris/bitstre
am/handle/10665/66230/WHO_
FCH_CAH_00.13_ind.pdf;jsession
id=2CAD9E9EF16DBEAEB119415
C021FB403?sequence=2

323
PUBERTAS TERLAMBAT

Pubertas terlambat adalah Menarke tarda adalah menarke


gagalnya pematangan seksual pada usia di yang datang di atas usia 14 tahun. Bila
atas 13 tahun, biasanya sampai 2,5 SD sampai 18 tahun haid belum datang,
dari usia rata-rata daiam populasi. didiagnosis sebagai amenorea primer.
Termasuk belum menarke usia 15 tahun. Penanganan sesuai dengan penyebabnya.
Insiden3"/" dari kanak-kanak.
Penyebab antara lain factor
herediter, penyakit kronis,kurang gizi,
anoreksia/bulimia, pernah
operasi/kemoterapi, atau kelainan
kongenital.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan;
pengukuran tinggi badan/berat badan,
derajat kematangan seksual (stadium
Tanner), pemeriksaan fungsi tiroid,
pemeriksaan neurologik, pendengaran,
penciuman, lapang pandang, nervus
optikus.
Penampilan fisik yang terganggu
seperti pada Sindrom Turner, Klinefelter,
Kallman.
Pubertas terlambat yang
disebabkan oleh penyakit kronis jika
berlangsung dalam pengaruh yang cukup
larna, apalagi dimulai pada saat
prapubertas, akan mempengaruhi laju
pertumbuhan. Bila berkelanjutan saat
pubertas, perkembangan akan terhenti
mundur.
Biasanya tidak ada kelainan yang
mencolok, pubertas terlambat saja, dan
kemudian perkembangan berlangsung
secara biasa. Pubertas tarda dapat
disebabkan oleh faktor herediter, atau
gangguan kesehatan. Gejala pubertas
tarda dapat sembuh spontan.

324
MASTITIS
Mastitis dan abses payudara merupakan peradangan payudara yang dapat atau tidak disertai
dengan infeksi. Mastitis terjadi pada saat seorang ibu sedang menyusui ataupun tidak menyusui.
Bila terjadi saat menyusui atau pada waktu berhenti menyusui disebut mastitis laktasi atau
mastitis puerperal. Mastitis terjadi selama 2-3 minggu post partum, tetapi dapat juga terjadi
selama masa laktasi.
I. Epidemiologi
Mastitis dan abses payudara terjadi pada semuampopulasi, dengan atau tanpa
kebiasaan menyusui. Pada insiden terjadi kira-kira 35% wanita menyusui. Mastitis sering
terjadi pada minggu kedua dan ketiga pasca kelahiran dan mastitis adapat terjadi pada
setiap tahap laktasi termasuk pada tahun kedua.
II. Klasifikasi dan penyebab
Mastitis terbagi menjadi 2 yaitu :
A. Mastitis laktasi
1. Penyebab utama yaitu produksi ASI yang tidak dikeluarkan akibat beberapa
sebab diantaranya obstruksi ductus, frekuensi dan lamanya pemberian yang
kurang, isapan bayi yang tidak kuat, produksi ASI berlebih, dan rasa sakit waktu
menyusui. ASI yang tidak dikeluarkan merupakan media untuk penumbuhan
bakteri. Thomsen (1984), menghitung leukosit dan jumlah bakteri pad ASI yang
dikeluarkan dari penderita mastitis dan diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :
a. ASI yang tidak keluar, didapatkan <106 leukosit dan <103, akan membaik
dengan pengeluaran ASI.
b. Inflamasi non infeksi, didapatkan >106 leukosit dan <103, dan diterapi
dengan pengeluaran ASI.
c. Infectious mastitis didapatkan >106 leukosit dan >103 bakteri, dan diterapi
dengan pengeluaran ASI dan pemberian antibiotic sistemik.
2. Penyebab lain yaitu infeksi. Infeksi yaitu masuknya kuman kedalam payudara
melalui ductus ke lobules atau melalui palus hematogen atau dari fissure putting
ke system limfatik periduktal. Kuman yang sering ditemukan Staphylococcus
aureus, Staphylococcus albus, E.Coli dan Streptococcus.
3. Factor predisposisi penyebab mastitis :
a. Usia : perempuan dengan usia 21-35 lebih mungkin untuk timbul mastitis
b. Kehamilan : anak pertama pemicu lebih besar terjadi mastitis
c. Mastitis sebelumnya : mastitis memiliki resiko terjadi secara berulang
d. Komplikasi melahirkan : pengeluaran ASI yang terlambat
e. Nutrisi : resiko pada pasien dengan diet tinggi lemak, tinggi garam, dan
anemia. Sedangkan antioksidan, selenium, vitamin A, vitamin E mengurangi
resiko mastitis.
f. Stress dan kelelahan
g. Trauma
4. Gejala Klinis

325
Engorgement (pembengkakan) : payudara dapat terasa penuh akibat ASI
tidak dapat keluar , yang menyebabkan tekanan pada aliran vena, aliran
limfatik dan aliran ASI, ini salah satu yang menyebabkan payudara terasa
bengkak, gambaran klinisnya :
a. Payudara terasa berat, panas, dan keras, tidak mengkilat dan
kemerahan. Kadang ASI keluar secara spontan → memudahkan bayi
unuk mengeluarkan ASI.
b. Payudara membesar, bengkak dan sakit, mengkilat/edema dan
kemerahan, putting datar, ASI susah keluar dan kadang disertai
demam → menyulitkan bayi untuk mengeluarkan ASI.
c. Obstruksi ductus menyebabkan galaktokel berupa kista yang berisi
ASI. Cairan ini pertama encer kemudian menjadi kental, dan bila
ditekan akan keluar cairan ASI dan akan terisi kembali setelah
beberapa hari.
d. Mastitis subklinis ditandai dengan adanya peningkatan rasio antara
Na/K didalam ASI dan peningkatan IL-8 tanpa disertai gejala mastitis,
menandakan adanya respon inflamasi.
e. Mastitis infeksius, dapat diketahui dengan menghitung jumlah bakteri
f. Mastitis rekuren, terjadi karena keterlambatan atau tidak adekuatnya
penanganan mastitis sebelumnya atau cara pemberian ASI yang tidak
benar.
g. Abses payudara : payudara kemerahan, sakit, panas, dan edema pada
jaringan sekitarnya.
B. Mastitis Non Laktasi
Bila ASI tidak dikeluarkan dari sebagian atau seluruh payudara, produksi ASI
melambat dan akhirnya berhenti. Tetapi proses ini membutuhkan waktuu beberapa
hari dan tidak akan selesei dalam waktu 2-3 minggu dan akumulasi ASI dapat
menyebabkan respons peradangan.
1. Infeksi periareola : terjadi pada perempuan perokok. Gejala yang timbul :
inflamasi pada daerah periareola dengan tanpa massa, abses periareola , retraksi
putting. Dapat dilakukan pengangkatan dari ductus yang terinfeksi.
2. Mammary ductus fisula : terjadi akibat insisi dan drainase dari abses payudara
nonlaktsi sehingga terjadi fisula. Terapinya dengan eksisi fistula dan ductus yang
terlihat kemudian ditutup dengan luka primer.
3. Peripheral nonlactational breast abses : sering terjadi pada perempuan muda ,
dan dapat disertai penyakit lain seperti DM, rheumatoid arthritis, terapi steroid
maupun trauma.
4. Selulitis dengan atau tanpa abses : terjadi pada perempuan dengan overweight,
payudara besar, pernah operasi atau radiasi pada payudara. Lokasi tersering
terjadi pada kulit payudara bagian bawah atau lipatan mamari. Terapinya dengan
eksisi kulit yang terlihat.

326
5. Tuberculosis : kuman ini dapat mengenai payudara berjalan dari kelenjar getah
bening aksila, kelenjar getah bening leher, ataupun kelejar getah bening
mediastinum, atau dari tulang iga. Terapinya menggunakan eksisi dan obat TBC.
6. Abses factital : sering terjadi pada pasien dengan memiliki masalah/gangguan
pada kejiwaan
7. Granulomatous lobular mastitis : berupa masa multiple, lunak, nyeri, dan
berbentuk mikroabses pada lobus payudara. Kuman penyebabnya
corynobacterium. Terapinya dengan antibiotic.
III. Penegakkan diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis kelainan yang terjadi di payudara diperlukan beberapa
pemeriksaan yaitu: Pemeriksaan fisik, pemeriksaan imaging (ultrasonografi dan
mamografi). Pemeriksaan sel dan jaringan yaitu pemeriksaan sitology dengan Fine
Needele Aspiration Diopsy (FNAB) atau pemeriksaan histopatologi dari specimen biopsi
atau operasi.
A. Anamnesis
Keluhan utama penderita dapat berupa massa tumor di payudara, rasa sakit, cairan
dari puting susu, retraksi puting susu, adanya eksem sekitar areola, keluhan kulit
berupa dimpling, kemerahan, ulserasi atat adanya peau d'orange, atau keluhan
berupa pembesaran kelenjar getah bening aksila atau tanda metastasis jauh. Khusus
untuk kasus postpartum atau masa laktasi, hal-hal yang berhubungan dengan
produksi ASI dan intensitas bayi dalam proses menyusui perlu ditanyakan. Apabila
keluarnya ASI tidak lancar kemungkinan terjadinya mastitis akan makin besar.
B. Pemeriksaan fisik
Teknik Pemeriksaan fisik untuk mendeteksi adanya mastitis
1. Posisi tegak (duduk)
Penderita duduk dengan talgan bebas ke samping. Pemeriksa berdiri di depan
dalam posisi yang lebih kurang sama tinggi. Pada inspeksi, dilihat apakah
payudara simetris kiri dan kanan dilihat pula kelainan papila, letak, dan
bentuknya, adanya retraksi puting susu, kelainan kulit berupa tanda-tanda
radang, peau d'orange, dimpling, ulserasi, dan lain-lainnya.
2. Posisi berbaring
Penderita berbaring dan diusahakan agar payudara jatuh tersebar rata di atas
lapangan dada. Pada para penderita yang payudaranya besar jika periu bahu atau
punggungnya diganjal dengan bantal kecil.
C. Pemeriksaan penunjang
1. Lavase duktal. Teknik ini dengan memasukkan alat ke dalam duktus yang
mengeluarkan cairan kemudian dilavase dengan NaCl. Dengan teknik tesebut
akan didapatkan 5.000 sel dari setiap lavase. Jumlah sel tersebut lebih banyak
100x dibandingkan dengan pemeriksaan sitologi dari cairan yang keluar secara
biasa.

327
2. Duktoskopi. Teknik tersebut dapat dilakukan dengan memasukkan
mikroendoskopi melalui duktus yang mengeluarkan cairan. Keuntungan teknik
tersebut dapat dilakukan biopsi bila terdapat keiainan dari duktus.
Apabila saat di inspeksi ditemukan payudara merah dan membengkak serta saat palpasi
ditemukan adanya rasa nyeri saat ditekan, dapat dicurigai adanya mastitis. Peningkatan
suhu badan hingga lebih dari 38oC, keadaan payudara pada ibu dengan mastitis
biasanya berwarna kemerahan, bengkak, nyeri tekan, lecet pada putting susu,
dan terdapat nanah jika terjadi abses.
IV. Diagnosis banding mastitis
A. Abses payudara: kecurigaan klinis terbentuknya abses saat demam tinggi tidak turun
selama 48 sampai 72 jam atau terbentuknya massa yang dapat diraba.
B. Galaktokel: meskipun jarang, susu dapat menumpuk di satu atau lebih lobus
payudara akibat tersumbatnya duktus oleh susu yang mengental. Dapat terbentuk
massa fluktuatif yang mungkin menghilang sendiri atau memerlukan aspirasi.
C. Nekrosis lemak : Benjolan jinak payudara yang terjadi akibat trauma (tumpul atau
operasi) pada jaringan lemak payudara, berupa benjolan dengan konsistensi keras,
bulat, kulit di sekitar benjolan dapat memerah atau memar dan dimple, benjolan
tersebut tidak akan berubah jadi keganasan dan dapat terjadi pada perempuan pada
setiap tingkatan usia.
V. Manajemen Mastitis
Prinsip utama penanganan mastitis:
A. Konseling supportif
Mastitis merupakan pengalaman yang dapat membuat seorang ibu merasa frustasi.
Penjelasan yang membingungkan dari tenaga kesehatan dapat membuat ibu menjadi
bingung dan cemas, yang bisa berakhir pada perasaan tidak ingin menyusui.
Untuk menangani hal tersebut, sebagai tenaga kesehatan kita harus mampu
memberi bimbingan yang jelas dan meyakinkan bahwa ASI yang dari payudara yang
terkena tidak akan membahayakan bayi dan harus tetap dilanjutkan, serta
keyakinan bahwa payudaranya akan pulih baik bentuk maupun fungsinya. Seorang
ibu juga harus diberi bimbingan yang jelas mengenai tindakan yang dibutuhkan
untuk penanganan, dan bagaimana meneruskan menyusui atau memeras ASI dari
payudara yang terkena.
B. Pengeluaran ASI dengan efektif.
3 poin penting yang dapat dijabarkan
1. Bantu ibu memerbaiki kenyutan bayi pada payudara. Saat menyusui dengan
kedua payudara, sebaiknya bayi mula-mula mengisap payudara yang tidak sakit.
Hal ini memungkinkan terjadinya milk-let-down sebelum bayi dipindahkan ke
payudara yang sakit.
2. Dorong untuk sering menyusui, sesering dan selama bayi menghendaki tanpa
pembatasan

328
3. Bila perlu peras ASI dengan tangan atau dengan pompa atau botol panas sampai
menyusui dapat dimulai lagi. Pemompaan ASI dilakukan secara hati-hati
C. Terapi antibitoik
Indikasi pemberian antibiotik
1. Hitung sel dan koloni bakteri atau biakan yang ada menunjukkan infeksi
2. Gejala berat sejak awal
3. Terlihat puting pecah-pecah atau terluka
4. Gejala tidak membaik 12-24 jam setelah pengeluaran ASI
Tabel antibiotik yang dapat diberikan

Antibiotic β-laktamase harus ditambahkan agar efektif terhadap Staph. aureus.


Antibiotik terpilih harus diberikan dalam jangka panjang. Dianjurkan pemberian 10-
14 hari untuk mencegah resistensi bakteri.
D. Terapi simtomatik
Nyeri yang muncul sebaiknya di terapi dengan analgesic. Ibuprofen dipertimbangkan
sebagai obat yang paling efektif dan dapat membantu mengurangi inflamasi dan
nyeri. Parasetamol merupakan alternative yang tepat.
Istirahat sangat penting dinajurkan dan seharusnya di tempat tidur. Selain
membantu ibu, tirah baring dengan bayi sangat berguna untuk peningkatan
frekuensi menyusui, sehingga memperbaiki pengeluaran ASI. Tindakan lain yang
dianjurkan adalah penggunaan kompres hangat pada payudara yang akan
menghilangkan nyerii dan membantu aliran ASI.
E. Terapi abses payudara
Insisi dan drainase bila perlu untuk mengeluarkan ASI yang tersumbat serta bila
adanya pus dalam kasus mastitis.

329
CRACKED NIPPLE
I. Definisi
Nyeri pada putting merupakan masalah yang sering ditemukan pada ibu menyusui dan
menjadi salah satu penyebab ibu memilih untuk berhenti menyusui bayinya. Diperkirakan
sekitar 80 – 90 % ibu menyusui mengalami nipple pain dan 26 % diantaranya mengalami lecet
pada puting yang biasa disebut dengan Nipple Crack. Kerusakan pada puting mungkin terjadi
karena trauma pada puting akibat cara menyusui yang salah.
II. Hasil Anamnesis
A. Keluhan
Adanya nyeri pada putting susu dan nyeri bertambah jika menyusui bayi.
B. Penyebab
Dapat disebabkan oleh teknik menyusui yang salah atau perawatan yang tidak
benar pada payudara. Infeksi monilia dapat mengakibatkan lecet.
III. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana
A. Pemeriksaan Fisik
Didapatkan :
1. Nyeri pada putting susu
2. Lecet pada daerah putting susu

B. Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan pemeriksaan penunjang dalam penegakan diagnosis
IV. Penegakan Diagnosis
A. Diagnosis Klinis
Diagnosis bisa ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
B. Komplikasi
Resiko yang sering muncul adalah ibu menjadi demam dan pembengkakan pada
payudara.
V. Penatalaksanaan Komprehensif
A. Non-Medikamentosa
1. Teknik menyusui yang benar
2. Putting harus kering
3. Mengoleskan colostrum atau ASI yang keluar di sekitar putting susu dan
membiarkan kering

330
4. Mengistirahatkan payudara apabila lecet sangat berat selama 24 jam
5. Lakukan pengompresan dengan kain basah dan hangat selama 5 menit jika
terjadi bendungan payudara
B. Medikamentosa
1. Memberikan tablet Paracetamol tiap 4-6 jam untuk menghilangkan nyeri
2. Pemberian Lanolin dan vitamin E
3. Pengobatan terhadap monilial
VI. Konseling dan Edukasi
1. Tetap memberikan semangat pada ibu untuk tetap menyusui jika nyeri berkurang
2. Jika masih tetap nyeri, sebagian ASI sebaiknya diperah
3. Tidak melakukan pembersihan putting susu dengan sabun atau zat iritatif lainnya
4. Menggunakan bra dengan penyangga yang baik
5. Posisi menyusui harus benar, bayi menyusui sampai ke kalang payudara dan susukan
secara bergantian di antara kedua payudara

VII. Kriteria Rujukan


Rujukan diberikan jika terjadi kondisi yang mengakibatkan abses payudara.
VIII. Prognosis
1. Ad vitam : Bonam
2. Ad functionam : Bonam
3. Ad sanationam : Bonam

331
332
INVERTED NIPPLE (RETRAKSI PUTING)

I. Definisi
Suatu kondisi dimana puting tertarik ke dalam payudara. Pada beberapa kasus,
puting dapat muncul keluar bila di stimulasi, namun pada kasus-kasus lain, retraksi ini
menetap. Inverted nipple dapat mengakibatkan kesulitan dalam proses menyusui, karena
Untuk menyusu dengan baik, bayi harus dapat memasukkan keseluruhan puting dan 80-
100% areola ke dalam mulutnya.

II. Epidemiologi
1. Frekuensi 2-3% dari wanita.
2. 50% kasus diturunkan secara genetik.
3. 28 hingga 35 perempuan yang sedang mengandung memiliki masalah pada
puting mereka, dan 10 persen di antaranya diduga inverted nipple.
III. Etiologi
1. Kongenital
2. Infeksi payudara : Infeksi yang disebabkan oleh jamur atau bakteri.
3. Cedera atau gesekan di area puting; biasanya kasus inverted nipple
ditimbulkan dengan efek menyusui atau setelah menyusui; terjadi pelebaran
di sekitar puting sehingga ada kemungkinan puting menjadi ‘terbalik’ atau
masuk ke dalam.
4. Hormon, membuat payudara serta puting mengalami perubahan saat hamil,
apalagi saat memasuki trimester kedua dan akhir.
5. Karsinoma
6. Gigantomastia
7. Riwayat operasi payudara
IV. Patofisiologi
Hilangnya jaringan ikat padat di dasar puting. Normalnya, jaringan tersebut berperan
dalam mempertahankan proyeksi puting. Jaringan tersebut digantikan jaringan fibrosa
sehingga duktus laktiferus memendek dan teretraksi.
V. Klasifikasi
A. Grade 1
1. Puting tampak datar atau masuk ke dalam.
2. Puting dapat dikeluarkan dengan mudah dengan tekanan jari pada
atau sekitar areola.
3. Terkadang dapat keluar sendiri tanpa manipulasi.
4. Saluran ASI tidak bermasalah, dan dapat menyusui dengan biasa.

333
B. Grade 2
1. Dapat dikeluarkan dengan menekan areola, namun kembali masuk
saat tekanan dilepas.
2. Terdapat kesulitan menyusui.
3. Terdapat fibrosis derajat sedang.
4. Saluran ASI dapat mengalami retraksi namun pembedahan tidak
diperlukan.
5. Pada pemeriksaan histologi ditemukan stromata yang kaya kolagen
dan otot polos.
C. Grade 3
1. Puting sulit untuk dikeluarkan pada pemeriksaan fisik dan
membutuhkan pembedahan untuk dikeluarkan.
2. Saluran ASI terkonstriksi dan tidak memungkinkan untuk menyusui
3. Dapat terjadi infeksi, ruam, atau masalah kebersihan.
4. Secara histologis ditemukan atrofi unit lobuler duktus terminal dan
fibrosis yang parah.

VI. Tatalaksana
Secara umum pada ibu menyusui tetap masih dapat menyusui bayinya dan upaya
selama antenatal umumnya kurang bermanfaat, misalnya dengan manipulasi Hoffman,
menarik-narik puting ataupun menggunakan breast shield dan breast shell. Yang paling
efisien untuk memperbaiki keadaan ini adalah isapan langsung bayi yang kuat. Maka
sebaiknya tidak dilakukan apa-apa, tunggu saja sampai bayi lahir. Jika puting masuk sangat
dalam, maka harus dilakukan usaha untuk mengeluarkan puting dengan jari pada beberapa
bulan sebelum melahirkan.

334
A. Hoffman Excercise
Letakkan ibu jari di setiap sisi ujung
puting – bukan di tepi areola → Tekan
kedua ibu jari ke dalam, berlawanan
dengan jaringan payudara, dan gerakkan
kedua ibu jari berlawanan satu sama
lain. Lakukan latihan ini 2- 5 kali sehari
selama hamil >37 minggu dan selama
menyusui.

B. Menggunakan Breast Shield, Breast Shell atau dengan pompa payudara (Breast
Pump)
Jika retraksi tidak dalam, air susu dapat diperoleh dengan menggunakan Breast
Shield atau dengan pompa payudara (Breast Pump). Cara menggunakan pompa
payudara:
1. Pasang batang penghisap di dalam silinder bagian luar.
2. Pastikan bahwa tutup karetnya dalam kondisi baik.
3. Pasang corong pada puting.
4. Pastikan seluruh keliling corong menyentuh kulit, untuk membuat kondisi
hampa udara.
5. Tarik silinder luar ke bawah. Puting akan tersedot ke dalam corong.
6. Kembalikan silinder luar ke posisi semula, dan kemudian tarik ke bawah lagi.
Bila ASI berhenti mengalir, lepaskan ruang hampa udara, Luang ASI ke luar
silinder, dan kemudian ulangi prosedur.

335
C. Menggunakan spuit

D. Operasi
Operasi menggunakan dua prinsip:
1. Melepaskan jaringan fibrosa dan duktus laktiferus pada dasar puting secara
adekuat dengan mempertahankan kemampuan laktasi.
2. Mengisi defek di bawah puting menggunakan jaringan dari areola, kelenjar
mammae di bawahnya, atau sutura purse-string.
Ada lebih dari 50 teknik yang telah diajukan untuk mengoreksi retraksi puting.
Secara garis besar, semuanya dapat digolongkan menjadi: Suture-based methods
dan Areolar atau nipple flaps.
E. Hal yang perlu segera dilakukan setelah bayi lahir :
1. Skin-to-skin contact dan biarkan bayi mengisap sedini mungkin.
2. Biarkan bayi mencari puting kemudian mengisapnya, dan bila perlu mencoba
berbagai posisi untuk mendapat keadaan yang paling menguntungkan.
Rangsang puting biar dapat keluar sebelum bayi mengambilnya.
3. Apabila puting benar-benar tidak muncul, dapat ditarik dengan pompa puting
susu (nipple puller), atau yang paling sederhana dengan sedotan spuit yang
terbalik
4. Jika tetap mengalami kesulitan, usahakan agar bayi teta disusui dengan
sedikit penekanan pada areola mammae dengan jari sehingga terbentuk dot
ketika memasukkan puting susu ke dalam mulut bayi

336
5. Bila terlalu penuh ASI dapat diperas dahulu dan diberikan dengan sendok
atau cangkir atau teteskan langsung ke dalam mulut bayi. Bila perlu lakukan
ini hingga 1-2 minggu.

Sebenarnya bentuk puting itu tidak menentukan apakah bisa atau tidak untuk menyusui,
karena pelekatan yang benar pada proses menyusui adalah bukan menghisap puting tetapi
memerah ASI yang terdapat disekitar areola. Yang harus diingat pada posisi pelekatan yang
benar saat menyusui adalah:
1. CHIN: pastikan bahwa dagu bayi menempel pada payudara ibu
2. AREOLA: pastikan bahwa yang masuk kedalam mulut bayi adalah puting dan
sebagian besar areola, bukan puting saja, dan areola yang berada di bagian bawah
mulut bayi lebih sedikit dibandingkan dengan areola yang berada diatas mulut bayi.
3. LIPS: pastikan bahwa baik bibir atas maupun bibir bawah bayi terputar keluar dan
tidak terlipat kedalam ataupun berbentuk monyong.
4. MOUTH: pastikan bahwa mulut bayi terbuka lebar dan menempelkan pada payudara
ibu.

337
Referensi

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas
kesehatan dasar dan rujukan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2013.

World health organization. Infant and young child feeding model chapter for textbooks for
medical students and allied health professionals. Geneva: WHO Press; 2009.

Isac C, Isac A. Inverted nipples. In: Mugea TT, Shiffman MA (Editors). Aesthetic surgery of the
breast. London: Springer; 2015.

Suradi R, Tobing HKP (editors). Bahan bacaan manajemen laktasi. 6th ed. Jakarta:
Perkumpulan Perinatologi Indonesia; 2012.

Agullo FJ (editor). Current concepts in plastic surgery. Croatia: InTech; 2012.

338
FIBROADENOMA MAMMAE

I. Definisi
Fibroadenoma mammae merupakan neoplasma jinak yang terutama terdapat pada wanita
muda dan jarang ditemukan setelah menopause. Fibroadenoma berkembang dari lobulus payudara
dan teraba sebagai benjolan bulat atau berbenjol, bebas digerakkan, dan konsistensi kenyal padat.
Tumor ini tidak melekat ke jaringan sekitar. Umumnya fibroadenoma mammae tidak nyeri, tetapi
kadang-kadang dapat terasa nyeri. Tumor ini berpotensi kambuh saat rangsangan estrogen meninggi.
Fibroadenoma ditemukan saat self-examination atau saat pemeriksaan rutin payudara,
mammography, atau ultrasonography.

II. Patofisiologi
Fibroadenoma merupakan tumor jinak payudara yang sering ditemukan pada masa
reproduksi yang disebabkan oleh beberapa kemungkinan yaitu akibat sensitivitas jaringan setempat
yang berlebihan terhadap horon estrogen sehingga kelainan ini sering digolongkan dalam mammary
dysplasia. Fibroadenoma biasa ditemukan pada kuadran luar atas, merupakan lobus yang berbatas
jelas, dan mudah digerakkan dari jaringan disekitarnya. Fibroadenoma biasanya tidak menimbulkan
gejala dan ditemukan secara kebetulan. Fibroadenoma ditemukan sebagai benjolan tunggal, tetapi
sekitar 10-15% wanita yang menderita fibroadenoma memiliki beberapa benjolan pada kedua
payudara.
Penyebab terjadinya fibroadenoma masih belum diketahui secara jelas dan pasti. Hubungan
antara munculnya beberapa fibroadenoma dengan penggunaan kontrasepsi oral belum dapat
dilaporkan dengan pasti. Selain itu, adanya kemungkinan patogenesis yang berhubungan dengan
hipersensitivitas jaringan payudara lokal terhadap estrogen, faktor makanan, dan faktor riwayat
keluarga atau keturunan. Kemungkinan lain adalah bahwa tingkat fisiologi estrogen penderita tidak
meningkat tetapi sebaliknya jumlah reseptor estrogen meningkat. Peningkatan kepekaan terhadap
estrogen dapat menyebabkan hiperplasia kelenjar payudara dan akan berkembang menjadi
karsinoma.
Fibroadenoma sensitif terhadap perubahan hormon. Fibroadenoma bervariasi selama siklus
menstruasi, kadang dapat terlihat menonjol dan dapat membesar selama masa kehamilan dan
menyusui meskipun tidak akan mengganggu kemampuan seorang wanita untuk menyusui. Tumor ini
biasanya bersifat kenyal dan berbatas tegas serta tidak sulit untuk diraba. Apabila benjolan didorong
atau diraba akan terasa seperti bergerak-gerak sehingga beberapa orang menyebut fibroadenoma
sebagai “breast mouse”. Fibroadenoma biasanya tidak menimbulkan nyeri, namun kadang
menimbulkan rasa tidak nyaman dan sangat sensitif apabila disentuh.

III. Presentasi Klinis


Secara umum, fibroadenoma ditemukan sebagai tumor tunggal, ukuran bervariasi dari 1 cm
sampai 4 cm. Tumor multiple ditemukan pada 10-12% kasus, dan dapat terjadi secara bersamaan
ataupun pada waktu yang berbeda. Sebagian besar, fibroadenoma adalah tumor benigna (tumor
jinak). Potensi malignansi (keganasan) sangat rendah, insidensinya ditemukan 3 dari 1000 kasus.

339
Fibroadenoma tidak akan mengalami perubahan ukuran saat siklus menstruasi, namun
fibroadenoma yang sudah ada sebelumnya dapat mengalami penambahan ukuran saat kehamilan.
Insidensi fibroadenoma ditemukan pada rentang usia 20-30 tahun, dengan puncak insidensi
pada wanita berusia lebih dari 30 tahun. Fibroadenoma jarang terjadi pada wanita usia lanjut. Ketika
tumor didiagnosis pada pasien usia lanjut, kemungkinan besar sebelumnya telah ditemukan saat usia
muda namun tidak terdeteksi. Pada pasien usia lanjut, fibroadenoma dapat mengalami perubahan
involusional. Perubahan degeneratif ini disebabkan baik untuk meningkatkan pertumbuhan stroma
atau infark yang tidak dikenali dengan nekrosis. Hasilnya adalah kalsifikasi atau fibroadenoma
hialinisasi. Fibroadenoma terkalsifikasi, terutama dari tipe “lobulated” (disebut juga lesi “popcorn”)
dapat disalah artikan dengan karsinoma pada temuan pemeriksaan fisik. Perbedaannya adalah
fibroadenoma terkalsifikasi mempertahankan mobilitasnya. Mammogram dapat menunjukkan
kalsifikasi kasar yang khas pada fibroadenoma.

IV. Klasifikasi
Berdasarkan jenisnya diklasifikasikan menjadi 3 jenis:
A. Common Fibroadenoma
Nama lainnya Fibroadenoma Simplex. Sering ditemukan pada wanita kelompok umur 21-25
tahun. Memiliki ukuran berkisar antara 1-3 cm. Fibroadenoma teraba sebagai benjolan berbentuk
oval atau bulat, halus, tegas, dan bergerak bebas. Sekitar 80% dari seluruh kasus fibroadenoma yang
terjad adalah fibroadenoma tunggal.

340
B. Juvenile Fibroadenoma
Merupakan tumor yang sering terjadi pada remaja perempuan dan cenderung tumbuh
dengan cepat. Ukurannya sering kali sampai ukuran besar, sedangkan mayoritas fibroadenoma
tumbuh hingga 2 cm dan tidak lebih. Juvenile Fibroadenoma memiliki permukaan berlendir, celah
multiple, berbatas tegas, dan berbentuk bulat. Pada pemeriksaan fisik, tumor ini tidak terdefinisi
dengan baik dibandingkan dengan fibroadenoma simple.
Secara miksroskopis, Juvenile Fibroadenoma memiliki hiperplasia kelenjar yang lebih
kemerahan dan seluleritas stroma yang lebih besar.

C. Giant Fibroadenoma
Giant Fibroadenoma biasa ditemui pada wanita hamil dan menyusui, ditandai dengan ukuran
yang besar dan pembesaran masa enkapsulasi payudara yang cepat. Giant Fibroadenoma berukuran
lebih dari 5 cm, biasanya berkisar antara 5-10 cm. Kasus Giant Fibroadenoma dengan berat 500 gram
ditemukan meskipun hal ini sangat jarang terjadi. Pada pemeriksaan fisik, giant fibroadenoma
ditemukan dengan konsistensi padat, berbatas tegas, dan berkapsul tebal. Giant Fibroadenoma
dapat merusak bentuk payudara dan menyebabkan tidak simetris karena ukurannya yang besar,
sehingga perlu dilakukan pemotongan dan pengangkatan terhadap tumor ini.

341
Fibroadenoma mammae juga dapat dibedakan secara histologi antara lain:

A. Fibroadenoma Pericanaliculare
i. Yakni kelenjar berbentuk bulat dan lonjong dilapisi epitel selapis atau beberapa lapis.
B. Fibroadenoma intracanaliculare
ii. Yakni jaringan ikat mengalami proliferasi lebih banyak sehingga kelenjar berbentuk
panjang-panjang (tidak teratur) dengan lumen yang sempit atau menghilang. Pada saat
menjelang haid dan kehamilan tampak pembesaran sedikit dan pada saat
menopause terjadi regresi.

V. Faktor Resiko
Sampai saat ini penyebab FAM masih belum diketahui secara pasti, namun berdasarkan hasil
penelitian ada beberapa faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya tumor ini antara lain:

A. Umur

Umur merupakan faktor penting yang menentukan insiden atau frekuensi terjadinya FAM.
Fibroadenoma biasanya terjadi pada wanita usia muda < 30 tahun, terutama terjadi pada wanita
dengan usia antara 15-25 tahun.

B. Riwayat Perkawinan

Riwayat perkawinan dihubungkan dengan status perkawinan dan usia perkawinan,


paritas dan riwayat menyusui anak.

C. Paritas dan Riwayat Menyusui Anak

Penurunan paritas meningkatkan insiden terjadinya FAM, terutama meningkat pada


kelompok wanita nullipara (belum pernah melahirkan). Pengalaman menyusui memiliki peran yang
penting dalam perlindungan terhadap risiko kejadian FAM.

D. Penggunaan Hormon

342
Diperkirakan bahwa fibroadenoma mammae terjadi karena kepekaan terhadap peningkatan
hormon estrogen. Penggunaan kontrasepsi yang komponen utamanya adalah estrogen
merupakan faktor risiko yang meningkatkan kejadian FAM.

E. Obesitas

Berat badan yang berlebihan (obesitas) dan IMT yang lebih dari normal merupakan
faktor risiko terjadinya FAM. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa IMT > 30 kg/m2 meningkatkan
risiko kejadian FAM artinya wanita dengan IMT > 30 kg/m2 memiliki risiko 2,45 kali menderita
FAM dibandingkan wanita dengan IMT < 30 kg/m2.

F. Riwayat Keluarga

Tidak ada faktor genetik diketahui mempengaruhi risiko fibroadenoma. Namun, riwayat
keluarga kanker payudara pada keluarga tingkat pertama dilaporkan oleh beberapa peneliti
berhubungan dengan peningkatan risiko tumor ini. Dari beberapa penelitian menunjukkan adanya
risiko menderita FAM pada wanita yang ibu dan saudara perempuan mengalami penyakit
payudara. Tidak seperti penderita dengan fibroadenoma tunggal, penderita multiple
fibroadenoma memiliki riwayat penyakit keluarga yang kuat menderita penyakit pada payudara.

G. Stress

Stress berat dapat meningkatkan produksi hormon endogen estrogen yang juga akan
meningkatkan insiden FAM.

VI. Diagnosis Klinis


A. Anamnesa

Anamnesa terpadu harus didapatkan sebelum dilakukan pemeriksaan fisik. Penyelidikan


terperinci tentang faktor risiko harus meliputi riwayat kehamilan dan ginekologi seperti usia, paritas,
serta riwayat menstruasi dan menyusui. Riwayat terapi hormonal sebelumnya yang mencakup
kontrasepsi oral dan estrogen.

B. Diagnosa

Fibroadenoma dapat didiagnosa dengan tiga cara, yaitu dengan pemeriksaan fisik (phisycal
examination), pemeriksaan radiologi (dengan foto thorax dan mammografi atau ultrasonografi),
dengan Fine Needle Aspiration Cytology (FNAC).

1. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik penderita diperiksa dengan sikap tubuh duduk tegak atau berbaring atau
kedua-duanya. Kemudian diperhatikan bentuk kedua payudara, warna kulit, tonjolan, lekukan,
adanya kulit berbintik, seperti kulit jeruk, ulkus, dan benjolan. Kemudian dilakukan palpasi dengan
telapak jari tangan yang digerakkan perlahan-lahan tanpa tekanan pada setiap kuadran payudara.

343
Palpasi dilakukan untuk mengetahui ukuran, jumlah, dapat bergerak-gerak, kenyal atau keras dari
benjolan yang ditemukan.

Dilakukan pemijatan halus pada puting susu untuk mengetahui pengeluaran cairan, darah atau
nanah dari kedua puting susu. Cairan yang keluar dari puting susu harus dibandingkan.
Pengeluaran cairan diluar masa laktasi dapat disebabkan oleh berbagai kelainan seperti
fibroadenoma atau bahkan karsinoma.

2. Mammografi

Pemeriksaan mammografi terutama berperan pada payudara yang mempunyai jaringan


lemak yang dominan serta jaringan fibroglanduler yang relatif sedikit. Pada mammografi, keganasan
dapat memberikan tanda-tanda primer dan sekunder. Tanda primer berupa fibrosis reaktif, comet
sign (Stelata), adanya perbedaan yang nyata antara ukuran klinis dan radiologis, adanya
mikroklasifikasi, adanya spikulae, dan ditensi pada struktur payudara. Tanda sekunder berupa
retraksi, penebalan kulit, bertambahnya vaskularisasi, keadaan daerah tumor dan jaringan
fibroglandular tidak teratur, infiltrasi dalam jaringan lunak di belakang mamma dan adanya
metastatis ke kelenjar (gambaran ini tidak khas). Mammografi digunakan untuk mendiagnosa
wanita dengan usia tua sekitar 60-70 tahun.

3. Ultrasonografi (USG)

Untuk mendeteksi luka-luka pada daerah padat payudara usia muda karena fibroadenoma pada
wanita muda tebal, sehingga tidak terlihat dengan baik jika menggunakan mammografi.
Pemeriksaan ini hanya membedakan antara lesi atau tumor yang solid dan kistik. Pemeriksaan
gabungan antara USG dan mammografi memberikan ketepatan diagnosa yang tinggi.

4. Fine Needle Aspiration Cytology (FNAC)

Dengan FNAC diperoleh diagnosis tumor apakah jinak atau ganas, tanpa harus melakukan
sayatan atau mengiris jaringan. Pada FNAC diambil sel dari fibroadenoma dengan menggunakan
penghisap berupa sebuah jarum yang dimasukkan pada suntikan. Dari alat tersebut dapat
diperoleh sel yang terdapat pada fibroadenoma, lalu hasil pengambilan tersebut dikirim ke
laboratorium patologi untuk diperiksa di bawah mikroskop. Di bawah mikroskop tumor tersebut
tampak seperti berikut:

a. Tampak jaringan tumor yang berasal dari mesenkim (jaringan ikat fibrosa) dan berasal dari
epitel (epitel kelenjar) yang berbentuk lobus-lobus.

b. Lobuli terdiri atas jaringan ikat kolagen dan saluran kelenjar yang berbentuk bular
(perikanalikuler) atau bercabang (intrakanalikuler).

c. Saluran tersebut dibatasi sel-sel yang berbentuk kuboid atau kolumnar pendek uniform.

344
Daftar Pustaka:
- Medical Mininotes Gynecology Edition, 2018
- Hughes, Mansel & Webster's Benign Disorders and Diseases of the Breast
- Pilnik, Samuel. Common Breast Lesions: A Photographic Guide to Diagnosis and Treatment
- Septiana, Virna. Karakteristik Penderita Fibroadenoma Mammae (FAM) di RS Wahidin
Sudirohusodo Makassar Tahun 2012-2014.

345
KANKER PAYUDARA Pencegahan sekunder adalah
melakukan skrining kanker payudara.
Skrining kanker payudara adalah
I. Definisi
pemeriksaan atau usaha untuk
Kanker payudara (KPD)
menemukan abnormalitas yang
merupakan keganasan pada jaringan
mengarah pada kanker payudara pada
payudara yang dapat berasal dari
seseorang atau kelompok orang yang
epitel duktus maupun lobulusnya.
tidak mempunyaikeluhan. Tujan dari
skrining adalah untuk menurunkan
II. Faktor Rsiko
angka morbiditas akibat kanker
Faktor risiko yang erat
payudara dan angka kematian.
kaitannya dengan peningkatan insiden
Pencegahan sekunder merupakan
kanker payudara antara lain jenis
primadona dalam penanganan kanker
kelamin wanita, usia > 50 tahun,
secara keseluruhan.
riwayat keluarga dan genetik
Beberapa tindakan untuk skrining
(Pembawa mutasi gen BRCA1, BRCA2,
adalah :
ATM atau TP53 (p53)), riwayat
1. Periksa Payudara Sendiri (SADARI)
penyakit payudara sebelumnya (DCIS
2. Periksa Payudara Klinis (SADANIS)
pada payudara yang sama, LCIS,
3. Mammografi skrining
densitas tinggi pada mamografi),
riwayat menstruasi dini (< 12 tahun)
IV. Diagnosis
atau menarche lambat (>55 tahun),
A. Anamnesis
riwayat reproduksi (tidak memiliki
Anamnesis didahului dengan
anak dan tidak menyusui), hormonal,
pencatatan identitas penderita
obesitas, konsumsi alkohol, riwayat
secara lengkap.
radiasi dinding dada, faktor
Keluhan utama penderita
lingkungan.
dapat berupa massa tumor di
payudara, rasa sakit, cairan dari
III. Pencegahan
puting susu, retraksi puting susu,
Pencegahan (primer) adalah
adanya eksem sekitar areola,
usaha agar tidak terkena kanker
keluhan kulit berupa dimpling,
payudara . Pencegahan pri mer berupa
kemerahan, ulserasi atat adanya
mengurangi atau meniadakan faktor-
peaw d'orange, atau keluhan
faktor risiko yang diduga sangat erat
berupa pembesaran kelenjar getah
kaitannya dengan peningkatan insiden
bening aksila atau tanda
kanker payudara. Pencegahan primer
metastasis jauh.
atau supaya tidak terjadinya kanker
Khusus untuk kasus
secara sederhana adalah mengetahui
postpartum atau masa laktasi, hal-
faktor -faktor risiko kanker payudara,
hal yang berhubungan dengan
seperti yang telah disebutkan di atas,
produksi ASI dan intensitas bayi
dan berusaha menghindarinya.
dalam proses menyusui perlu

346
ditanyakan. Apabila keluarnya ASI tinggi daripada yang tidak
tidak lancar kemung- kinan mempunyai faktor tersebut yaitu:
terjadinya mastitis akan makin 1. usia > 30 tahun
besar. 2. anak pertama lahir pada
Adanya tumor ditentukan sejak usia ibu > 35 tahun (2x)
beberapa lama, cepat atau tidak 3. tidak kawin (2 - 4x)
membesar, disertai sakit atau 4. menarke < 1.2 tahun (1,7 -
tidak. Apabila ada benjolan disertai 3,4x)
rasa nyeri, apakah ada hubungan 5. menopause terlambat > 55
dengan haid. Menjelang haid lebih tahun (2,5 - 5x)
nyeri dan tumor relatif lebih besar. 6. pernah operasi tumor jinak
Apakah sedang laktasi atau tidak. payudara (3 - 5x)
Hal-hal lain yang perlu ditanyakan 7. mendapat terapi hormonal
terhadap keluhan tumor payudara (estrogen/progesteron)
adalah yang berhubungan dengan yang lama (2,5x)
faktor risiko terhadap kanker 8. adanya kanker payudara
payudara yaitu antara lain kontralateral (3 - 9x) .
biasanya tumor pada proses 9. operasi ginekologi (3 - ax) .
keganasan atau kanker payudara 10. radiasi dada (2 - 3x)
mempunyai ciri dengan batas yang 11. riwayat keluarga (2 - 3x)
iregular, umumnya tanpa ada rasa
nyeri, rumbuh progresif cepat B. Pemeriksaan Fisik
membesar dan jika sudah lanjut Pemeriksaan fisik meliputi
akan ditemukan tanda-tanda yang pemeriksaan status lokalis,
tercantum dalam kriteria regionalis, dan sistemik.Biasanya
operabilitas Haangensen. pemeriksaan fisik dimulai dengan
Siklus haid mempengamhi keluhan menilai status generalis (tanda
dan perubahan ukuran tumor. vital-pemeriksaan menyeluruh
Apakah penderita kawin atau tubuh) untuk mencari
tidak. Ditanyakan riwayat penyakit kemungkinan adanya metastase
kanker dalam keluarga, obat- dan atau kelainan medis sekunder.
obatan yang pernah dipakai Selanjutnya dilakukan pemeriksaan
tenrtama yang bersifat hormonal, untuk menilai status lokalis dan
estrogen atau progesteron, apakah regionalis.
pernah operasi payudara dan/atau Pemeriksaan ini dilakukan
operasi obstetri-ginekologi. Hal secara sistematis, inspeksi dan
berikut ini tergolong dalam faktor palpasi. Inspeksi dilakukan dengan
risiko tinggi kanker payudara yaitu pasien duduk, pakaian atas dan bra
keadaan-keadaan di mana dilepas dan posisi lengan di
kemungkinan seorang perempuan samping, di atas kepala dan
mendapat kanker payudara lebih bertolak pinggang. Inspeksi pada

347
kedua payudara, aksila dan sekitar
klavikula yang bertujuan untuk
mengidentifikasi tanda tumor
primer dan kemungkinan
metastasis ke kelenjar getah
bening.
Palpasi payudara dilakukan
pada pasien dalam posisi
terlentang (supine), lengan
ipsilateral di atas kepala dan
punggung diganjal bantal. kedua
payudara dipalpasi secara
sistematis, dan menyeluruh baik
secara sirkular ataupun radial.
Palpasi aksila dilakukan dilakukan
dalam posisi pasien duduk dengan
lengan pemeriksa menopang
lengan pasien. Palpasi juga
dilakukan pada infra dan
supraklavikula.

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
2. USG Payudara
3. Pemeriksaan Patotogi Anatomi
4. Pemeriksaan Immunohistologi

348
GINEKOMASTIA

I. Definisi
Ginekomastia merupakan istilah yang berasal dari bahasa Yunani yaitu gyvec yang berarti
perempuan dan mastos yang berarti payudara, yang dapat diartikan sebagai payudara seperti
perempuan. Ginekomastia berhubungan dengan beberapa kondisi yangmenyebabkan
pembesaran abnormal dari jaringan payudara pada pria. Ginekomastiamerupakan pembesaran
jinak payudara laki-laki yang diakibatkan proliferasi komponenkelenjar. Ginekomastia biasanya
ditemukansecara kebetulan saat pemeriksaan kesehatanrutin atau dapat dalam bentuk benjolan
yangterletak dibawah regio areola baik unilateralmaupun bilateral yang nyeri saat ditekan atau
pembesaran payudara yang progresif yang tidak menimbulkan rasa sakit.
II. Diagnosis
Langkah pertama dalam evaluasi klinik adalah menetapkan bahwa benjolan ini adalah
ginekomastia. Keadaan yang paling sulit dibedakan dengan ginekomastia adalah pembesaran
jaringan lemak subareolar payudara tanpa proliferasi kelenjar (psuedoginekomastia).Pasien
dengan pseudoginekomastia memiliki badan obesitas menyeluruh dan tidak mengeluhkan nyeri.
Dan sebagai tambahan dapat dilakukan pemeriksaan payudara.Pemeriksaan yang baik dengan
meletakkan tangan pasien dibelakang kepala sambil pasien baring. Pemeriksa meletakkan ibu
jari pada sisi yang satu dan jari kedua diletakkan pada sisilain lalu memeriksa dengan seksama.
Pada pasien ginekomastia akan didapatkan benjolanyang kenyal dan berbatas tegas dan berada
ditengah dan puting susu serta mudah dipalpasi.Sedangkan pada pseudoginekomastia tidak ada
hambatan saat kedua jari dipertemukan.
Biasanya ginekomastia terjadi asimetrik. Ginekomastia unilateral biasanyamenandakan
adanya pertumbuhan ginekomastia bilateral. Meskipun kelainan sepertineurofibroma,
limpangioma, hematoma, lipoma dan kista dermoid dapat mengakibatkan pembesaran
unilateral, namun yang paling harus dibedakan ialah dengan karsinoma payudarayang terjadi
pada pria kurang dari 1%. Kanker payudara pada pria biasanya massanyaunilateral, keras,
terfiksasi pada jaringan dibawahnya, adanya dimpling, retraksi atau crusting puting susu,
keluarnya cairan dari puting susu atau adanya limfadenopati aksilla.

349
Setelah diagnosis ginekomastia dapat dibuat, beberapa etiologi lain dapat diketahuimelalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan rasa sakit pada payudara. Riwayat
penggunaan obat-obatan dan juga riwayat kelainan hati dan ginjal menjadihal penting dalam
menetapkan etiologi. Riwayat penurunan berat badan, takikardi, gemetar,diaporesis dan
hiperdefekasi dapat membantu ke arah hipertiroid. Pada pemeriksaan fisik dilakukan palpasi
pada payudara untuk membedakan dengan pembesaran akibat jaringanlemak. Pemeriksaan
palpasi pada testis juga perlu dilakukan untuk menilai apakah ada rasasakit atau tidak. Gejala-
gejala dan hipogonadisme juga perlu di periksa, seperti penurunanlibido, impotensi, penurunan
kekuatan dan juga atrofi testis. Pemeriksaan yang teliti terutamauntuk massa di abdomen,
dapat membantu dalam menemukan kanker adrenocortical.Mammografi atau FNA sangat
membantu dalam membedakan kanker atauginekomastia, meskipun biopsy bedah harus
dilakukan jika kedua prosedur sebelumnya tidak menunjukkan adanya proses keganasan. Pada
pasien dengan kemungkinan neoplasmatestikular dapat dilakukan USG testis.Pada pemeriksaan
laboratorium dapat dilakukan pemeriksaan kadar serum hormon-hormon tertentu untuk dapat
menentukan etiologi, seperti pemeriksaan gonadotropin korionik serum (hCG), testosterone,
estradiol dan LH
III. Penatalaksanaan
Penanganan ginekomastia dilakukan berdasarkan penyebabnya. Secara umum tidak ada
pengobatan bagi ginekomastia fisiologis. Tujuan utama pengobatan adalah untuk mengurangi
kesakitan dan menghindari komplikasi. Penanganan ginekomastia meliputi tigahal yaitu
observasi, medikamentosa dan operasi.
A. Observasi dilakukan pada pasien-pasien yang mendapatkan terapi obat-obatan yang biasa
menyebabkan ginekomastia. Penggunaan obat-obatan tersebut dihentikan dan
pasiendievaluasi setelah 1 bulan. Jika ginekomastia terjadi akibat obat-obatan, maka
penghentiankonsumsi obat-obatan tersebut akan menyebabkan berkurangnya rasa sakit
pada payudara.Penggantian obat yang menyebabkan ginekomastia dengan obat lainnya
dapat dilakukan. Sebagai contoh, ketika hendak memberikan obat calcium channel blocker
padaorangtua, penggunaan nifedipine lebih berpotensi timbulnya ginekomastia,
dibandingkandengan verapamil dan juga diltiazem. Keadaan yang sama juga terjadi pada
penggunaanhistamin reseptor atau parietal cell proton-pump. Penggunaan obat cimetidine
lebih memilikiresiko dibandingkan ranitide dan juga omeprazole.Observasi juga dapat
dilakukan pada keadaan fisiologis, termasuk pasien usia pubertas dan memiliki pemeriksaan
fisik dan testis yang normal. Pasien tersebut dievaluasiselam 6 bulan
B. Medikamentosa
Identifikasi kelainan penyebab ginekomastia dapat membantu meringankan pembesaran
payudara. Obat-obat yang dapat digunakan sebagai berikut
1. Clomiphene (anti estrogen) dapat diberikan dengan dosis 50-100 mg setiap hari selama
6 bulan. Efek samping obat ini dapat mengakibatkan gangguan penglihatan, muntah dan
bintik merah.
2. Tamoxifen (antagonis estrogen) dapat diberikan dengan dosis 10-20 mg dua kali
sehariselama 3 bulan. Efek samping obat ini dapat mengganggu epigastrium dan mual.

350
3. Danazol, obat testosteron sintetik, yang menghambat sekresi LH dan FSH
danmenurunkan sintesis estrogen di testis. Diberikan dengan dosis 200 mg dua kali
sehari.Efek samping obat ini adalah akne, penambahan berat badan, retensi cairan,
mual danhasil fungsi hati yang abnormal.
4. Testolactone (inhibitor aromatisasi), diberikan 450 mg sehari selama 6 bulan. Efek
samping obat ini adalah mual, muntah dan udem.

C. Operatif

Pengobatan ini bertujuan mengembalikan bentuk normal payudara danmemperbaiki


kalainan payudara, puting dan areola. Pengobatan operatif dilakukan jikarespon obat-obatan
tidak mencukupi. Pembedahan yang bersifat kuratif dapat dilakukan padatumor yang
menyerang penghasil estrogen atau hCG. Ada 2 jenis operasi yang dapat dilakukan yaitu Surgical
resection (subcutaneousmastectomy) dan Liposuctio-assisted mastectomy

Penanganan ginekomastia dilakukan berdasarkan penyebabnya. Secara umum tidak ada


pengobatan bagi ginekomastia fisiologis. Tujuan utama pengobatan adalah untuk mengurangi kesakitan
dan menghindari komplikasi. Penanganan ginekomastia meliputi tigahal yaitu observasi, medikamentosa
dan operasi.

351
HIPOMASTIA
(n) hypoplasia payudara, mikromastia

Mikromastia adalah kondisi bawaan dimana payudara gagal berkembang melebihi kondisi
prepubertalnya, terlepas dari terdapatnya jaringan payudara, dapat terjadi unilateral atau bilateral.
Etiologi mikromastia (hipoplasia maupun aplasia) tidak diketahui. Namun, hipoplasia payudara
unilateral dapat dikaitkan dengan beberapa sindrom, seperti hiperplasia ginjal kongenital dan
kelainan kongenital autosomal dominan lainnya. (Skandalakis, 2009)

Hipolplasia → kurang berkembangnya payudara, dan bila tidak ada secara kongenital dinamakan “a
mastia”.
Apabila jaringan payudara tidak timbul tapi ada nipple dinamakan “amastia”.
Kelainan payudara kongenital dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Bilateral hypoplasia, asimetri
2. Unilateral hypoplasia, kontralateral normal
3. Bilateral hyperplasia, asimetri
4. Unilateral hypoplasia, kontralateral hyperplasia
5. Unilateral hypoplasia payudara, dinding dada, dan m. pectoral (sindroma Poland)
Sebagian besar kelainan ini merupakan kelainan yang berat. Amestia atau hypoplasia yang berat,
90% diikuti hypoplasia pectoral tetapi tidak terjadi sebaliknya hypoplasia pektoralis (92%) disertai
payudara yang normal.
Penyebab :
1. Faktor genetika
2. Ketidakseimbangan hormone
3. Diet tidak seimbang.
4. Kekurangan vitamin: Kekurangan vitamin (atau mineral).

Sarwono P. 2011. Ilmu Kandungan, Edisi Ketiga. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta
Skandalakis, J.E. 2009. Embriology and Anatomy of the Breast. Dalam: Shiffman, M.A.
(editor). Breast Augmentation Principles and Practice. Springer. Berlin.
eMedicine - Breast Augmentation, Subglandular : Article by Howard T Bellin

352
INFERTILITAS C. Faktor Penyebab

1. Non-Organik
A. Definisi Usia
Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk
Usia, terutama usia istri, sangat
hamil setelah sekurangkurangnya satu
menentukan besarnya kesempatan
tahun berhubungan seksual sedikitnya
Pasangan suami istri untuk mendapatkan
empat kali seminggu tanpa kontrasepsi. keturunan. Terdapat hubungan yang
terbalik antara bertambahnya usia istri
Infertilitas adalah bila pasangan suami istri, dengan penurunan kemungkinan untuk-
setelah bersanggama secara teratur 2-3 kali mengalami kehamilan.
seminggu, tanpa memakai metode
pencegahan belum mengalami kehamilan Frekuensi Sanggama
selama satu tahun. Angka kejadian kehamilan mencapai
puncaknya ketika pasangan suami istri
B. Klasifikasi melakukan hubungan suami istri dengan
Jenis infertilitas ada dua yaitu infertilitas frekuensi 2 - 3 kali dalam seminggu. Upaya
primer dan infertilitas sekunder. Infertilitas penyesuaian saat melakukan hubungan
primer adalah kalau istri belum pernah suami istri dengan terjadinya ol'ulasi,
hamil walaupun bersanggama tanpa usaha justeru akan meningkatkan kejadian stres
kontrasepsi dan dihadapkan pada kepada bagi pasangan suami istri tersebut, upaya
kemungkinan kehamilan selama dua belas ini sudah tidak direkomendasikan
bulan. Infertilitas sekunder adalah kalau lagi.
istri pernah hamil, namun kemudian tidak
terjadi kehamilan lagi walaupun Pola Hidup
bersanggama tanpa usaha 9 kontrasepsi A. Alkohol
dan dihadapkan kepada kemungkinan Pada perempuan tidak terdapat cukup bukti
kehamilan selama dua belas bulan ilmiah yang menyatakan adanya hubungan
antara minuman mengandung alkohol
Infertilitas dikatakan sebagai infertilitas
dengan peningkatan risiko kejadian
primer jika sebelumnya Pasangan- suami
infertilitas. Namun, pada lelaki terdapat
istri belum pernah mengalami kehamilan.
sebuah laporan yang menyatakan adanya
Sementara itu, dikatakan sebagai infertilitas
hubungan antara minum alkohol dalam
sekunder jika pasangan suami istri gagal
jumlah banyak dengan penurunan kualitas
untuk memperoleh kehamilan setelah satu
sperma.
tahun pascapersalin an atau pascaabortus ,
tanpa menggunakan kontrasepsi apa pun.
B. Merokok
Dari beberapa penelitian yang ada, dijumpai
fakta bahwa merokok dapat menurunkan
fertilitas perempuan. Oleh karena itu sangat
dianjurkan untuk menghentikan kebiasaan
merokok jika perempuan memiliki masalah

353
infertilitas. Penurunan fertilitas perempuan baik pada pangkal, pada bagian tengah
juga terjadt pada perempuan perokok pasif. tuba, maupun pada uiung distal dari tuba.
Penurunan fertilitas juga dialami oleh lelaki
yang memiliki kebiasaan merokok. Berdasarkan bentuk dan ukurannya, tuba
yang tersumbat dapat tampil dengan
C. Berat Badan bentuk dan ukuran yang normal, tetapi
Perempuan dengan indeks massa tubuh dapat pula tampil dalam bentuk
yang lebih daripada 29, yang termasuk di hidrosalping.
dalam kelompok obesitas, terbukti
mengalami keterlambatan hamil. Usaha Sumbatan ruba dapat disebabkan oleh
yang paling baik untuk menurunkan berat infeksi atau dapat disebabkan oleh
badan adalah dengan cara menjalani
endometriosis. Infeksi klamidia trakomatis
olahraga teratur serta mengurangi asupan
kalori di dalam makanan. memiliki kaitan yang erat dengan terjadinya
kerusakan tuba.
2. Organik
Masalah Ovarium
Masalah Vagina Ovarium memiliki fungsi sebagai penghasil
Vagina merupakan hal yang penting di oosit dan penghasil hormon. Masalah
dalam tata laksana infertilitas. Terjadinya utama yang terkait dengan fertilitas adalah
proses reproduksi manusia sangat terkait terkait dengan fungsi ovulasi. Sindrom
dengan kondisi vagina yang sehat dan ovarium poIikistik merupakan masalah
berfungsi normal. gangguan ovulasi utama yang seringkali
dijumpai pada kasus infertilitas. Saat ini
Masalab Uterus untuk menegakkan diagnosis sindrom
Uterus dapat menjadi penyebab terjadinya ovarium polikistik iika dijumpai dari tiga
infertilitas. Faktor uterus yang memiliki gejala di bawah ini.
kaitan erat dengan kejadian infertilitas . Terdapat siklus haid oligoovulasi atau
adalah serviks, kavum uteri, dan korpus anovulasi.
uteri. . Terdapat gambaran ovarium polikistik
pada pemeriksaan ultrasonografi (USG).
Masalah Tuba . Terdapat gambaran hiperandrogenisme
Tuba Fallopii memiliki peran yang besar di baik klinis maupun biokimiawi.
dalam proses fertilisasi, karena tuba
berperan di dalam proses transpor sperma,
kapasitas sperma proses fertilisasi, dan D. Diagnosis
transport embrio. Adanya
kerusakan/kelainan tuba tentu akan PEMERIKSAAN DASAR INFERTILITAS
berpengaruh terhadap angka fertilitas. Pemeriksaan dasar merupakan hal yang
sangat penting dalam tata laksana
Keiainan tuba yang seringkali dijumpai pada infertilitas.
penderita infertilitas adalah sumbatan tuba Dengan melakukan pemeriksaan dasar yang
baik dan lengkap, maka terapi dapat

354
diberikan dengan cepat dan tepat, sehingga
penderita infertilitas dapat terhindar dari Pemeriksaan Fisik
keterlambatan tata laksana infertilitas yang Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan pada
dapat memperburuk prognosis dari pasutri dengan masalah infertilitas adalah
pasangan suami istri tersebut. pengukuran tinggi badan, penilaian berat
badan, dan pengukuran lingkar pinggang.
Anamnesis Penentuan indeks massa tubuh perlu
Pada awal pertemuan, penting sekali untuk dilakukan dengan menggunakan formula
memperoleh data apakah pasangan suami berat badan(kg) dibagi dengan tinggi badan
istri atau salah satunya memiliki kebiasaan (m2). Perempuan dengan indeks massa
merokok atau minum, minuman beralkohol. tubuh (IMT) lebih dari 25 kg/m2 termasuk
Perlu juga diketahui apakah pasutri atau ke dalam kelompok kriteria berat badan
salah satunya menjalani terapi khusus lebih. Hal ini memiliki kaitan erat dengan
seperti antihipertensi, kartikosteroid, dan sindrom metabolik. IMT yang kurang dari 19
sitostatika. Siklus haid merupakan variabel kglm2 seringkali dikaitkan dengan
yang sangat penting. Dapat dikatakan siklus penampilan pasien yang terlalu kurus dan
haid normal jika berada dalam kisaran perlu dipikirkan adanya penyakit kronis
antara 21 - 35 hari. Sebagian besar seperti infeksi tuberkulosis (TBC), kanker,
perempuan dengan siklus haid yang normal atau masalah kesehatan jiwa seperti
akan menunjukkan siklus haid yang anoreksia nervosa atau bulimia nervosa.
berovulasi. Untuk mendapatkan rerata Adanya pertumbuhan rambut abnormal
siklus haid perlu diperoleh informasi haid seperti kumis, jenggot, jambang, bulu dada
dalam kurun 3 - 4 bulan terakhir. Perlu juga yang lebat, bulu kaki yang lebat dan
diperoleh informasi apakah terdapat sebagainya (hirsutisme) atau pertumbuhan
keluhan nyeri haid setiap bulannya dan jerawat yang banyak dan tidak normal pada
perlu dikaitkan dengan adanya penurunan perempuan, seringkali terkait dengan
aktivitas fisik saat haid akibat nyeri atau kondisi hiperandrogenisme, baik klinis
terdapat penggunaan obat penghilang nyeri maupun biokimiawi.
saat haid terjadi. Perlu dilakukan anamnesis
terkait dengan frekuensi sanggama yang Pemeriksaan Penunjang
dilakukan selama ini. Akibat sulitnya Pemeriksaan dasar yang dianjurkan untuk
menentukan saat ovulasi secara tepat, mendeteksi atau mengonfirmasi adanya
maka dianjurkan bagi pasutri untuk ovulasi dalam sebuah siklus haid adalah
melakukan sanggama secara teratur dengan penilaian kadar progesteron pada fase
frekuensi 2 - 3 kali per minggu. Upaya untuk luteal madia, yaitu kurang lebih 7 hari
mendeteksi adanya ovulasi seperti sebelum perkiraan datangnya haid. Adanya
pengukuran suhu basal badan dan penilaian omlasi dapat ditentukan jika kadar
kadar luteinizing bormone (LH) di dalam progesteron fase luteal madia dijumpai
urin seringkali sulit untuk dilakukan dan lebih besar dari 9,4 mg/ml (30 nmol/l).
sulit untuk diyakini ketepatannya, sehingga
hal ini sebaiknya dihindari saja.

355
Pemeriksaan Analisis Sperma
Penilaian kadar progesteron pada fase Pemeriksaan analisis sperma sangat penting
luteal madia menjadi tidak memiliki nilai dilakukan pada awal kunjungan pasutri
diagnostic yang baik jika terdapat siklus dengan inasalah infertilitas, karena dari
haid yang tidak normal seperti siklus haid berbagai penelitian menunjukkan bahwa
yang jarang (lebih dari 35 hari), atau siklus factor lelaki turut memberikan kontribusi
haid yang terlalu sering (kurang dari 2 hari). sebesar 4O% terhadap kejadian infertilitas.
Beberapa syarat yang harus diperhatikan
Pemeriksaan kadar thyroid stimulating agar menjamin hasil analisis sPerma yang
hormone (TSH) dan prolaktin hanya baik adalah sebagai berikut Lakukan
dilakukan jika terdapat indikasi berupa abstinensia (pantang sanggama) selama 2 -3
siklus yang tidak berovulasi, terdapat hari.
keluhan galaktore atau terdapat kelainan 1. Keluarkan sperma dengan cara masturbasi
fisik atau gejala klinik yang sesuai dengan dan hindari dengan cara sanggama
kelainan pada kelenjar tiroid. terputus.
2. Hindari penggunaan pelumas pada saat
Pemeriksaan kadar luteinizing hormone masturbasi.
(LH) dan follicles stimulating hormone (FSH) 3. Hindari penggunaan kondom untuk
dilakukan pada fase proliferasi awal (hari 3 - menampung sperma.
5) terutama jika dipertimbangkan terdapat 4. Gunakan tabung dengan mulut yang lebar
peningkatan nisbah LH/FSH pada kasus sebagai tempat penampungan sperma.
sindrom ovarium polikistik (SOPK). Jika 5. Tabung sperma harus dilengkapi dengan
dijumpai adanya tanya klinis nama jelas, tanggal, dan waktu
hiperandrogenisme, seperti hirsutisme atau pengumpulan sperma, metode pengeluaran
akne yang banyak, maka perlu dilakukan sperma yang dilakukan (masturbasi atau
pemeriksaan kadar testosteron atau sanggama terputus).
pemerlksaan free androgen index (FAI), 6. Kirimkan sampel secepat mungkin ke
yaitu dengan melakukan kajian terhadap laboratorium sperma. Hindari paparan
kadar testosteron yang terikat dengan sex temperature yang terlampau tinggi (> 38C)
bormone binding (SHBG) dengan formula atau terlalu rendah (<15C) atau
FAI=100 x testosterone total/SHBG. Pada menempelkannya ke tubuh sehingga sesuai
perempuan kadar FAI normal jika dijumpai dengan suhu tubuh.
lebih rendah dari 7.

Pemeriksaan uji pascasanggama atau


postcoital test (PCT) merupakan metode
pemeriksaan yang bertujuan untuk menilai
interaksi antara sperma dan lendir serviks.
Metode ini sudah tidak dianjurkan untuk
digunakan karena memberikan hasil yang
sulit untuk dipercaya.

356
SISTEM RUJUKAN
Dalam melakukan tata laksana terhadap
pasutri dengan masalah infertilitas,
diperlukan sistem rujukan yang baik untuk
menghindari keterlibatan dalam
menegakkan diagnosis atau tata laksana
yang terkait dengan keterbatasan yang
dimiliki oleh pusat layanan kesehatan
primer.

Terdapat indikator tertentu yang digunakan


sebagai batasan untuk melakukan rujukan
dari pusat layanan kesehatan primer ke
pusat pelayanan kesehatan di atasnya
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
oleh masing-masing pusat layanan
kesehatan.

Dengan mengetahui indikator ini, pasutri


dengan kriteria tertentu akan langsung
dirujuk ke pusat layanan kesehatan yang
lebih tinggi tanpa dilakukan tata laksana
sebelumnya di pusat layanan kesehatan
primer.

357
DISFUNGSI EREKSI
Disfungsi ereksi adalah ketidakmampuan darah menuju korpora) meningkat sedangkan
yang menetap seorang pria untuk mencapai outflow (aliran darah meninggalkan korpora)
atau mempertahankan ereksi yang cukup menurun, hal ini menyebabkan peningkatan
guna melakukan aktifitas seksual yang volume darah dan ketegangan pada korpora
memuaskan. Disfungsi ereksi ini diderita oleh meningkat sehingga penis menjadi
separuh pria yang berusia lebih dari 40 tahun ereksi(tegang).
dan sepertiga dari populasi ini merasa
Persarafan penis terdiri atas sistem saraf
terganggu karena penyakit ini. Dahulu diduga
otonomik (simpatetik dan parasimpatetik)
bahwa sebagian besar disfungsi ereksi
dan somatik (sensorik dan motorik) yang
disebabkan oleh faktor psikogenik, tetapi
berpusat di nukleus intermediolateralis
dengan ditemukan sarana diagnosis yang baik
medula spinalis pada segemen S2-4 dan Th12
ternyata banyak disfungsi ereksi disebabkan
- L2. Dari neuron yang berpusat di korda
karena faktor organik.
spinalis, serabut-serabut saraf simpatetik dan
1. FISIOLOGI EREKSI parasimpatetik membentuk nervus
kavernosus yang memasuki korpora
Penis mendapatkan aliran darah dari arteri
kavernosa dan korpus spongiosum. Saraf ini
pudenda interna yang kemudian menjadi
memacu neurotransmiter untuk memulai
arteri penis komunis. Selanjutnya arteri ini
proses ereksi serta mengakhirinya pada
bercabang menjadi arteri kavernosa atau
proses detumesensi. Saraf somato-sensorik
arteri sentralis, arteri dorsalis penis, dan arteri
menerima rangsangan disekitar genitalia dan
bulbouretralis. Arteri penis komunis ini
saraf somato-motorik menyebabkan kontraksi
melewati kanal dari Alcock yang berdekatan
otot bulbokavernosus dan ischiokavernosus.
dengan os pubis dan mudah mengalami
cedera jika terjadi fraktur pelvis. Arteri Fase ereksi dimulai dari rangsangan yang
sentralis memasuki rongga kavernosa berasal dari genitalia eksterna berupa
kemudian bercabang-cabang menjadi arteri rangsangan raba(taktil) atau rangsangan yang
helisin, yang kemudian arteriole ini akan berasal dari otak berupa fantasi, rangsangan
mengisikan darah ke dalam sinusoid. pendengaran atau penglihatan. Rangsangan
tersebut menyebabkan terlepasnya
Darah vena dari ringga sinusoid dialirkan
neurotransmiter dan mengakibatkan
melalui anyaman/pleksus yang terletak di
terjadinya dilatasi arteri kavernosus/arteri
bawah tunika albuginea. Anyaman/pleksus ini
helisin, relaksasi otot kavernosus dn kontraksi
bergabung membentuk venule emisaria dan
venule emisaria. Keadaan ini menyebabkan
kemudian menembus tunika albuginea untuk
banyak darah yang mengisi rongga sinusoid
mengalirkan darah ke vema dorsalis penis.
dan menyebabkan ketegangan penis.
Rangsangan seksual menimbulkan
Demikian pula sebaliknya pada fase flaksid
peningkatan aktivitas saraf parasimpatis yang
terjadi konstriksi arteriole, kontraksi otot
mengakibatkan terjadinya dilatasi arteiole
kavernosus dan dilatasi venule untuk
dan konstiksi venule sehingga inflow (aliran
mengalirkan darah ke vena-vena penis

358
sehingga rongga sinusoid berkurang 2. ETIOLOGI
volumenya.
Timbulnya disfungsi ereksi disebabkan oleh
Urutan fase ereksi mulai dari flaksid sampai beberapa faktor antara lain (1) psikogen, (2)
terjadi ereksi maksimal : nerogen, (3) arteriel, (4) kavernosal, (5)
penyakit sistemik. Seringkali penyebab
Flaksid → pengisian awal → tumesen →
disfungsi ereksi tidak hanya disebabkan oleh
ereksi penuh → rigid → detumesen
salah satu faktor saja tetapi oleh beberapa
Saat ini diketahui bahwa neuroefektor yang faktor secara bersamaan. Untuk
paling utama didalam korpus kavernosum memudahkan penyebab disfungsi ereksi
pada proses ereksi adalah non adrenergik non disingkat sebgai IMPOTEN
kolinergik atau NANC. Rangsangan seksual
Inflamasi Prostatitis
yang diteruskan oleh neuroefektor nanc
Mekanis Penyakit peyronie
menyebabkan terlepasnya nitrit oksida (NO),
Psikogenik Ansietas, depresi,
yang selanjutnya akan mempengaruhi enzim
konflik rumah tangga,
guanilat siklase untuk mengubah guanil tri
perasaan bersalah,
fosfat (GTP) menjadi siklik guanil mono fosfat
norma agama
(cgmp). Substansi terakhir ini menurunkan
jumlah kadar kalsium didalam sel otot polos Oklusif vaskuler Arteriogenik :
hipertensi, rokok,
yang menyebabkan relaksasi otot polos
hiperlipidemia,
kavernosum sehingga terjadi ereksi penis.
diabetes melitus,
Sebaliknya pada fase flaksid terjadi penyakit pembuluh
pemecahan cgmp oleh enzim fosfodiesterase darah perifer
5 (PDE-5) menjadi guanil mono fosfat. Cara Venogenik : kegagalan
bekerja salah satu obat disfungsi ereksi, mekanisme veno-
sildenafil sitrat adalah sebagai inhibitor enzim oklusif (karena
PDE-5 sehingga kadar cgmp tetap perubahan anatomis
dipertahankan dan degeneratif)
Terdapat 3 tipe ereksi yaitu : (1) ereksi Trauma Fraktur pelvis, cedera
refleksogenik, (2) ereksi psikogenik, (3) ereksi korda spinalis, trauma
nokturnal. Ereksi refleksogenik terjadi karena penis
adanya rangsangan pada organ genitalia Ekstra faktor Iatrogenik :
berupa rangsangan raba. Ereksi psikogenik pembedahan pada
terjadi karena adangan rangsangan seksual daerah pelvis,
yang berasal dari otak berupa rangsangan prostatektomi
audio, visual, fantasi sedangkan ereksi Lain-lain : usia lanjut,
nokturnal adalah ereksi yang terjadi pada saat gagal ginjal kronik,
tidur dan bersamaan dengan fase REM (Rapid sirosis hepar,
Eye Movement). prapismus, aliran
rendah
Neurogenik Kelainan pada otal :

359
tumor, cedera otak, penjumlahan dari 5 pertanyaan kurang atau
epilepsi, CVA, sama dengan 21 menunjukan adanya gejala
parkinson disfungsi ereksi.
Kelainan pada medula
PERTANYAAN JAWABAN SKOR
spinalis : tumor,
Selama 6 bulan 1. Sangat
cedera, tabes dorsalis
terakhir ini: rendah
Kelainan pada saraf
1. Bagaimana 2. Rendah
perifer : diabetes
derajat 3. Cukup
melitus dan defisiensi
keyakinan 4. Tinggi
vitamin
anda bahwa 5. Sangat
anda dapat tinggi
Dahulu dipercayai bahwa 90% penyebab ereksi serta
disfungsi ereksi adalah faktor psikogenik terus bertahan
tetapi sekarang anggapan ini berubah setelah untuk
banyak ditemukan alat-alat untuk mendeteksi bersenggama?
adanya kelainan organik penyebab disfungsi 2. Pada saat 1. Tidak
ereksi. Dan sekarang diperkirakan bahwa anda ereksi bersengg
kurang lebih 50% penyebabnya adalah setelah ama
organik. mendapatkan 2. Tidak/
rangsangan Hampir
3. DIAGNOSIS
seksual tidak
Evaluasi terhadap pasien yang mengeluh seberapa pernah
disfungsi ereksi meliputi evaluasi riwayat sering penis 3. Sesekali
seksual, evaluasi medik dan evaluasi anda cukup (<50%)
prikologik. Tujuan evaluasi ini adalah untuk keras untuk 4. Kadang-
menentukan apakah pasien memang dapat masuk kadang
menderita disfungsi ereksi atau disfungsi ke dalam (50%)
seksual yang lain. Kadang-kadang pasien yang vagina? 5. Sering
mengeluh disfungsi ereksi ternyata bukan (>50%)
menderita disfungsi ereksi tetapi menderita 6. Selalu/ha
penuruna libido, ejakulasi dini, ejakulasi mpir
retrograd, tidak dapat menikmati orgasmus selalu
(anorgasmus) atau kelainan lain. Untuk 3. Setelah penis 1. Tidak
membantu mengidentifikasi kemungkinan masuk ke bersengg
adanya disfungsi ereksi beberapa ahli telah dalam vagina ama
merancang suatu indeks fungsi ereksi dan pasangan 2. Tidak/
diantaranya adalah indeks internasional untuk anda, Hampir
fungsi ereksi ke-5 atau internationale index of seberapa tidak
erectile function-5 (IIEF-5). Indeks ini terdiri seringkah pernah
atas 5 butir pertanyaan dan tiap-tiap anda mampu 3. Sesekali
pertanyaan diberi nilai 0 sampai 5. Jika

360
mempertaha (<50%) Wawancara atau anamnesis yang cermat
nkan penis 4. Kadang- dapat membedakan antara penyebab
tetap keras? kadang psikogenik dan organik. Disfungsi ereksi yang
(50%) disebabkan oleh faktor psikogen biasanya
5. Sering menunjukan ciri-ciri sebagai berikut:
(>50%)
1. Timbulnya mendadak dan didahului
6. Selalu/
oleh peristiwa tertentu, mialnya
Hampir
sehabis cerai/ditinggal istri atau
selalu
pasangannya, keluar dari pekerjaan,
4. Ketika 0. Tidak
atau oleh tekanan kejiawaan.
bersenggama mencoba
2. Situasional yaitu disfungsi ereksi
seberapa bersengg
timbul bila hendak melakukan
sulitkah ama
aktivitas seksual dengan wanita
mempertahan 1. Sangat
tertentu, tetapi ereksi timbul kembali
kan ereksi sulit
jika berhubungan dengan wanita lain.
sampai sekali
Tidak jarang pasien masih dapat
ejakulasi? 2. Sangat
merasakan ereksi yang maksimal
sulit
dengan masturbasi, atau
3. Sulit
membayangkan atau menonton film
4. Sedikit
porno akan tetapi penis kembali lemas
sulit
pada saat akan melakukan senggama.
5. Tidak
3. Ereksi nokturnal atau ereksi yang
sulit
timbul pada saat bangun pagi masih
5. Ketika anda 1. Tidak
cukup kuat, akan tetapi pada siang
bersenggama bersengg
hari ereksi menurun atau bahkan
seberapa ama
sama sekali tidak dapat ereksi.
sering anda 2. Tidak/
merasa puas? Hampir Penyebab psikogen ini ada hubungannya
tidak dengan ansietas, ketakutan, perasaan
pernah bersalah, tekanan, norma-norma agama.
3. Sesekali Disfungsi ereksi yang disebabkan oleh
(<50%) kelainan organik timbulnya gradual (perlahan-
4. Kadang- lahan), tidak tergantung situasi, dan ereksi
kadang pada pagi hari tidak terlalu keras.
(50%) Untuk mencari adanya faktor neurologi yang
5. Sering menjadi penyebab disfungsi ereksi ditanyakan
(>50%) apakah penderita menderita kencing manis,
6. Selalu/ha peminum alkohol, pernah menderita cedera
mpir kepala/tulang belakang, atau menderita
selalu kelainan saraf yang lain. Adanya gangguan
buang air besar atau buang air kecil mungkin

361
disebabkan oleh karena kelainan saraf. Disfungsi ereksi yang disebabkan oleh faktor
Pemeriksaan neurologi meliputi pemeriksaan kavernosa jika diderita oleh pria yang masih
sensitifitas pada regio genitalia dan perineum, berusia muda ditandai dengan ereksi yang
refleks bulbo-kavernosus dan pemeriksaan tidak maksimal(parsial) atau ereksi yang tidak
reflek patologik yang lain. tahan lama. Setelah penyuntikan obat
vasodilator intrakavernosa, pasien mengeluh
Kebanyakan pasien yang menderita kelainan
pusing, kemerahan pada wajah, atau tekanan
hormonal lebih banyak mengeluh terjadinya
darah tiba-tiba menurun. Pada pemeriksaan
penurunan libido daripada mengeluh
fisis dicari kemungkinan adanya plak pada
penurunan ketegangan penis. Pada disfungsi
korpus kavernosum yang merupakan tanda
ereksi yang disebabkan oleh faktor hormonal
dari penyakit peyronie atau fibrosis pada
dilakukan evaluasi terhadap sumbu
penis.
hipotalamus-hipofisis-gonad. Diperhatikan
apakah ada atrofi testis, mikropenis, Pemeriksaan laboratorium terdiri atas tes faal
pertumbuhan rambut dibadan yang kurang, ginjal, elektrolit, gula darah, testosteron
atau ginekomasti. bebas (sampel darah diambil jam 08.00-
11.00), seks hormon binding globulin (SHBG),
Untuk mencari apakah kemungkinan
LH/FSH (luteinizing hormon/folicle stimulating
penyebab arteriel ditanyakan tentang riwayat
hormon), prolaktin, PSA, tes faal tiroid dan
pernah menderita kelainan vaskuler antara
profil lipid.
lain klaudikasio intermitten atau pernah
menjalani operasi bypass koroner. Operasi 4. PENCITRAAN
radikal prostatektomi, reseksi abdomino-
Kavernosografi/kavernosometri : untuk
perineal, atau cedera tulang pelvis dapat
mendapatkan pencitraan dan sekaligus
merusak pembuluh darah yang memelihara
mengukur aliran darah penis setelah injeksi
penis sehingga dapat menimbulkan disfungsi
kontras dan induksi ereksi artifisial.
ereksi. Pada pemeriksaan fisis diperhatikan
Pemeriksaan ini dilakukan jika ada kecurigaan
denyut nadi arteri karotis, arteri brachialis,
kebocoran vena pada sistem kavernosa.
arteri femoralis dan arteri dorsalis penis. Jika
memungkinkan diukur tekanan darah sistole Ultrasonografi doppler : mengukur arterial
pada penis dan membandingkannya dengan peak systolic dan laju end diastolic, pada saat
tekanan darah sistole pada lengan sehingga pre dan pasca injeksi obat intrakavernosa
mendapatkan indeks peno-brachial atau PBI PGE-1.
(penile brachial index):
Arteriografi penis/pudenda : diperlukan untuk
mengidentifikasi lokasi kelainan arteri, untuk
PBI = Sistole Penis : Sistole Lengan tujuan operasi pintas (by pass). Dilakukan
pada saat sebelum dan sesudah induksi
PBI merupakan indikator yang baik untuk ereksi.
menilai kelainan pembuluh darah arteri pada
penis. Jika PBI > 0,90 berarti normal, tetapi
PBI <0,6 merupakan tanda adanya disfungsi 5. UJI DIAGNOSTIK KHUSUS
ereksi arteriogenik.

362
NPT (Nocturnal Penile Tumescense) adalah uji menyebabkan kesulitan dalam menentukan
untuk mengetahui adanya ereksi nokturnal pemilihan terapinya. Sebagai pedoman dalam
pada saat tidur. Pasien disfungsi ereksi melakukan terapi disfungsi ereksi dibagi
psikogenik menunjukan ereksi nokturnal yang dalam tiga lini (seperti pada table 16-2), yaitu
normal sedangkan pada disfungsi ereksi dimulai dari yang tidak invasif (lini pertama),
organik menunjukan kelainan pada ereksi kemudian invasif minimal (lini kedua), dan
nokturnal. terapi yang lebih invasif berupa operasi (lini
ketiga).
Pemeriksaan yang sederhana untuk menilai
ereksi nokturnal adalah dengan uji perangko a. Lini pertama
(stamp test) atau snap gauge. Pada uji
Lini pertama terdiri atas pemberian
perangko pasien dianjurkan untuk
medikamentosa per oral, pemakaian alat
melingkarkan beberapa perangko (yang satu
vakum penis, dan terapi psikoseksual.
dengan yang lainnya masih berhubungan
Pemakaian obat per oral saat ini banyak
perforator) pada penis menjelang tidur,
dipergunakan adalah golongan penghambat
kemudian pada pagi harinya dinilai jumlah
enzim Fosfodiesterase-5 (inhibitor PDE-5) dan
perangko yang terpisah. Jika tidak ada
apomorfin sublingual. Namun yang paling
satupun perangko yang terpisah berarti tidak
banyak dipakai secara luas di dunia adalah
terjadi ereksi nokturnal. Uji snap gauge
inhibitor PDE-5. Obat ini merupakan
menggunakan seutas pita yang dilingkakan
vasodilatator yang dapat menyebabkan
pada penis sebelum pasien berangkat tidur.
vasodilatasi arteri atau arteriole pada korpus
Keesokan harinya perubahan panjang pita
kavernosum dengan efek samping berupa
yang melingkar pada penis dapat diamati.
nyeri kepala, hidung tersumbat, muka merah,
Pemeriksaan lain mengetahui tumesensi
dispepsia, dan gangguan penglihatan.
nokturna adalah rigiscan yang dilengkapi
Pemberian inhibitor PDE-5 menyebabkan
dengan monitor komputer.
penurunan tekanan darah yang sering kali
Injeksi intrakavernosa dengan obat-obat tidak terduga dan memberikan gejala
vasoaktif dimaksudkan sebagai uji diagnosis hipotensi, oleh karena itu jika setelah
maupun untuk terapi pada beberapa jenis memakai inhibitor PDE-5 dan pasien
disfungsi ereksi. Obat-obatan yang sering menderita serangan angina pectoris, harus
dipakai adalah papaverin, papaverin diberi obat selain nitrat.
dikombinasikan dengan fentolamin, atau
Pemakaian alat vakum penis saat ini mulai
alprostadil(prostaglandin PGE1). Setelah
banyak digemari. Alat ini berfungsi
penyuntikan, dinilai rigiditas penis mulai dari
memberikan tekanan negatif pada penis yang
tidak ada respon hingga terjadi rigiditas
memungkinkan pengaliran darah ke dalam
penuh.
sinusoid sehingga terjadi ereksi.untuk
6. TERAPI mempertahankan volume darah di dalam
sinusoid, dipasang karet penjerat yang
Terapi ditujukan terhadap penyebab
diletakkan pada basis penis sehingga ereksi
terjadinya disfugsi ereksi. Seringkali sulit
menjadi lebih lama. Pemakaian alat ini harus
menentukan faktor penyebab, sehingga
hati-hati pada pasien yang menggunakan

363
terapi antikoagulan, sedangkan efek Hingga saat ini pemasangan prosthesis penis
sampingnya bisa terjadi penis dingin dan merupakan terapi yang paling efektif
memar. dibandingkan dengan cara lain, akan tetapi
harganya sangat mahal.
b. Lini kedua

Yang termasuk lini kedua adalah injeksi obat-


obatan vasoaktif secara intra kavernosa. Jenis
obat yang diberikan adalah papaverin,
fentolamin, prostaglandin E1, atau kombinasi
dari beberapa obat itu. Alpostradil, suatu
sintesis prostaglandin-E1 (PGE-1) yang
berfungsi dalam meningkatkan siklik AMP di
dalam korpora penis, sehingga otot polos
yang terdapat pada arteri/arteriole akan
relaksasi, seperti halnya Papaverin, suatu
relaksan otot polos yang dapat pula
menimbulkan ereksi penis. Salah satu penyulit
injeksi intrakavernosa adalah menimbulkan
fibrosis pada bekas suntikan, menyebabkan
gangguan faal hepar, nyeri sewaktu ereksi,
dan ereksi berkepanjangan sampai
menimbulkan priapismus.

Terapi lain pada lini kedua ini adalah


pemberian obat-obatan PGE1 per uretram
yang dimasukkan ke dalam intrauretra melalui
aplikator. Dengan nama dagang caverject/
MUSE (Medicated Urethral System for
Erection). Segera setelah obat disemprotkan
ke dalam uretra harus dilakukan pemijatan
penis supaya pellet dapat larut dan diserap
oleh mukosa uretra, yang selanjutnya masuk
kedalam kavernosa. Efek samping obat ini
adalah nyeri penis, priapismus, dan reaksi
lokal yang bisa berupa eritema mukosa
uretra.

c. Lini ketiga

Jika dengan kedua cara di atas tidak banyak


memberikan hasil, pilhan terakhir adalah
tindakan invasive berupa operasi, di
antaranya pemasangan prosthesis penis.

364
GANGGUAN EJAKULASI – 3A
Almira Luthfi Faza 20170310166
Muhammad Luthfi Qolbie 20170310191

I. EJAKULASI PREMATURE
Ejakulasi prematur (EP)/ejakulasi dini atau premature ejaculation (PE)adalah salah satu
disfungsi seksual pada lelaki yang ditandai dengan ejakulasi yang selalu atau hampir selalu terjadi
sebelum atau ± 1 menit saat penetrasi penis ke dalam vagina.Keadaan ini menyebabkan dampak
psikologis yang tidak baik, di antaranya sedih, kecewa, putus asa, dan atau menghidari dari
hubungan seksual.

Klasifikasi ejakulasi prematur


Menurut waktu atau onset kejadiannya, dibedakan dua jenis EP, yakni EP primer (sudah
lama atau lifelong) dan sekunder (didapat atau acquired). EP primer dirasakan sejak pertama kali
melakukan hubungan seksual dan akan menetap selama hidup. Ejakulasi terjadi sangat cepat, yakni
< 1-2 menit sebelum atau pada saat penetrasi vagina. EPsekunder ditandai dengan sebelumnya
ejakulasi normal, tetapi secara perlahan-lahan atau mendadak terjadi ejakulasi prematur. Waktu
untuk terjadinya ejakulasi memendek, tetapi tidak secepat daripada jenis yang primer. EP adalah
jenis disfungsi seksual lelaki paling sering, dengan angka prevalensi 20-30%. Prevalensi EP primer,
yang dinyatakan dalam waktu laten ejakulasi intravagina (intravaginal ejaculatory latency time (IELT)
<l-2 menit, ± 2-5%. Tidak seperti pada disfungsi ereksi (DE), prevalensi EP tidak berhubungan
dengan usia.

Etiologi EP masih belum diketahui dengan jelas, diduga karena faktor biologis dan psikologis. Faktor
psikologis di antaranya adalah ansietas, pengalaman seksual yang dini, frekuensi hubungan seksual
yang sangat jarang. Faktor biologis di antaranya, adalah hipersensitifitas penis, disfungsi sensitifitas
reseptor 5-hidroksitriptamin (5-HT), dan hipereksitabilitas refleks ejakulasi.

365
ETIOLOGI EJAKULASI DINI
Psikogenik
Gelisah
Pengalaman Awal Seksual
Hubungan Seksual Yang Jarang Terjadi
Teknin Kontro Ejakulasi Yang Buruk
Evolusioner
Psikodinamik

Biogenik
Hipersensitivitas Penis
Hipereksitabilitas Reflek Ejakulasi
Gairah Yang Meningkat
Endokrinopati
Predisposisi Genetik
Disfungsi Reseptor 5-HT

Evaluasi

Perlu digali riwayat lengkap penyakit pasien, riwayat seksual pasien, dan pemeriksaan fisis. Untuk
menentukan berat ringannya EP, dilakukan pengukuran dengan beberapa skor, di antaranya adalah: 1)
Intravaginal ejaculatory latency time (IELT), yakni waktu antara saat penetrasi vagina hingga ejakulasi.
Jika IELT<2menit dapat diduga EP, 2) Skor kepuasan seksual pasangannya.

Terapi

Sebelum memulai terapi perlu didiskusikan tentang harapan pasien pada terapi yang akan dilakukan.
Jika ada disfungsi ereksi, disfungsi seksual yang lain, infeksi genito-urinari (prostatitis) hams diobati
terlebih dahulu atau bersamaan dengan pengobatan ejakulasi prematur. Beberapa teknik behaviour
banyak memberikan manfaat, meskipun untuk jenis ejakulasi prematur primer teknik ini tidak
direkomendasikan sebagai pilihan terapi utama; karena butuh waktu dan dukungan pasangan yang
seringkali sulit untuk dikerjakan.

Behavioural

Manuver stop-start yang dikembangkan oleh Seman, yakni menghambat rasa akan ejakulasi
dengan cara menghentikan-memulai lagi rangsangan seksual secara berulang. Teknik ini kemudian
dimodifikasi menjadi teknik memeras (squezze) penis oleh Masters & Johnson, yakni menghambat rasa
mau ejakulasi dengan memeras glans penis). Angka sukses teknik behaviour secara keseluruhan adalah
50-60%.

Farmakologi

Pemberian obat topikal berupa lidokain-prilokain (5%) dalam bentuk krim, jel, ataupun semprot,
pada penis 20-30 menit sebelum persetubuhan, dengan kondom agar tidak diserap oleh vagina, yang

366
menyebabkan rasa kebal pada vagina). Jika diberikan 30-45 menit sebelumnya berakibat hilangnya
ereksi karena hilangnya perasaan raba pada penis. Pada penelitian RCT, pemberian krim lidokain-
prilokain ini temyata mampu menambah nilai IELT secara bermakna jika dibandingkan plasebo.
Inhibitor selektif reuptake serotonin atau selective serotonin (5-HT) reuptake inhibitors (SSRI) adalah
pilihan pertama untuk pengobatan EP, di antaranya adalah paroxetine (20-40 mg/hari), sertraline (25-
200 mg/hari), fluoxetine (10-60 mg/hari), digunakan sesuai kebutuhan atau diberikan setiap hari.
Efek samping yang bisa terjadi adalah mulut kering, sedasi, penglihatan kabur, dan kesulitan miksi.
SSRI dapat meningkatkan rerata IELT 2,6 - 13,2 kali dibandingkan dengan plasebo. Dikatakan bahwa
paroxetime lebih superior dari pada yang lain. Ejakulasi yang tertunda baru akan dilihat hasilnya
setelah beberapa hari pemberian obat.
Pemberian inhibitor fosfodiesterase-5 (PDE-5) pada EP tidak berbeda dengan plasebo, tetapi inhibitor
PDE-5 mampu menumbuhkan rasa percaya diri, persepsi kontrol ejakulasi dan meningkatkan kepuasan
seksual, menurunkan ansietas, dan memperpendek waktu refrakter untuk bangkitnya ereksi kedua
setelah ejakulasi.

OPSI TERAPI MEDIKASI EJAKULASI DINI


Nama Obat Merk Dagang Rekomendasi Dosis
Terapi Oral
Non-Selektif Serotonin
Reuptake Inhibitor
Clomipramine Anafranil 25 - 50 Mg/Hari
Atau
25 Mg 4 - 24 Jam Sebelum Melakukan Seks

Seleksif Serotonin
Reuptake Inhibitor
Fluoxetine Prozac, Sarafem 5 - 20 Mg/Hari
Paroxetine Paxil 10, 20, 40 Mg/Hari
Atau
20 Mg 3 -4 Jam Sebelum Melakukan Seks
Setraline Zoloft 25 To 200 Mg/Hari
Atau
50 Mg 4 - 8 Jam Sebelum Melakukan Seks

Terapi Topikal
Lidocaine/Krim Prilocaine Emla Cream Lidocaine 2.5 %
Prilocaine 2.5 %
20 - 30 Menit Sebelum Melakukan Seks

367
II. EJAKULASI RETROGRAD (ER)

Ejakulasi retrograd adalah masuknya cairan semen ke dalam kandung kemih pada saat ejakulasi,
akibat dari ketidakmampuan leher kandung kemih untuk berkontraksi dengan sempurna. Keadaan ini
seringkali terjadi pasca operasi prostatektomi terbuka maupun TURP (9 dari 10 pasien) atau pasca
insisi leher buli-buli (1-5 dari 10 pasien).

Etiologi

ER dapat disebabkan karena kelainan bawaan dan didapat. Beberapa kelainan bawaan yang
menjadi penyebabnya adalah ekstrofia buli-buli, duktus ejakulatorius ektopik, dan spina bifida.
Penyebab ER yang didapat disebabkan kerusakan atau disfungsi mekanisme sfingter interna (leher
buli-buli). Hal ini disebabkan oleh kelainan (1) neurologis (cedera korda spinalis, neuropati diabetikum,
kerusakan saraf pascaoperasi retroperitoneal), atau (2) kerusakan anatomi leher buli-buli pasca
reseksi/insisi transuretra (prostat, duktus ejakulatorius, atau verumontanum), prostatektomi terbuka.
Pemberian obat penhambat alfa adrenergik untuk BPH, juga dapat menimbulkan ER (5%), tetapi
bersifat temporer, yakni dapat kembali normal jika obat dihentikan.

Gejala klinis

Pasien biasanya mengeluh tidak keluar cairan semen (dry ejaculate) dari meatus uretra
eksternum pada saat ejakulasi, atau volume semen sangat sedikit (< lml) dan kemudian setelah itu,
pada saat miksi pertama urine berwarna keruh (berisi semen). Keadaan ini dapat dikonfirmasi
dengan pemeriksaan mikroskopis urine, yaitu jika didapatkan > 10-15 sperma per lapangan pandang
besar.

Terapi

Terapi ditujukan jika pasien ingin mempertahankan fertilitasnya, dan hanya efektif pada pasien
yang tidak menjalani operasi pada leher buli-buli. Terapi diberikan 7-10 hari sebelum direncanakan
ejakulasi, dengan disesuaikan saat ovulasi pasangannya. Obat yang diberikan adalah 1) agonis alfa
adrenoreseptor (efedrin sulfat atau psudoefedrin) yang dapat menaikkan tonus simpatetik leher
buli-buli atau 2) imipramine, suatu antidepresan trisiklik yang mempunyai aktifats
antikolinergik dan simpatomimetik. Untuk mendapatkan kembali sperma yang baik (sperm
retrieval) dari urine pasien diberi tablet natrium bikarbonat dan diberi cairan yang cukup untuk
mendapatkan osmolalitas dan pH urine yang optimal sehingga memperbaiki survival sperma.
Selanjutnya sperma dikoleksi dengan cara sentrifugasi urine, dicuci dan dilakukan inseminasi
pada media untuk kemudian dilakukan inseminasi intra uterin atau fertilisasi in vitro.

III. IMPOTENSIA EJAKULANDI


Dengan impotensia ejakulandi dimaksud, bahwa seorang pria memiliki libido, dapat
berereksi dan bersetubuh, akan tetapi tidak dapat mencapai ejakulasi dan orgasme.
Apabila ejakulasi tidak disertai orgasme, atau orgasme kurang/hampir tidak dirasakan, maka
itu dinamakan impotensia satisfaksionis.

368
IV. EJAKULASIO PREKOKS
Dengan istilah ejakulasio prekoks dimaksud pengeluaran sperma yang terlampau cepat, yaitu
sebelum atau segera setelah penetrasi penis. Apabila peristiwa ini sifatnya sementara, misalnya
pada koitus pertama atau pada koitus setelah absistensi lama, maka ini masih dianggap dalam
batas-batas normal dan bisa hilang dengan sendirinya.
Ejakulasio prekoks menetap, yang tetrjadi pada tiap-tiap koitus, mempunyai dasar psikogenik,
dan merupakan salah satu bentuk dari neurosis seksualis. Karena itu gangguan ini memerklukan
penanganan oleh dokter ahli jiwa.

V. DAFTAR PUSTAKA
Basuki B. Purnomo. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: CV. Sagung Seto
Wein, A., R. Kavoussi, et al., Eds. (2007). Campbell-Walsh’s Urology 10th edition. Philadelphia,
WB Saunders.p 208
Prawirohardjo,S., 2016. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

369
GIGANTOMASTIA
I. Definisi
Gigantomastia adalah kondisi langka yang ditandai dengan pertumbuhan payudara yang
berlebihan dan dapat menyebabkan cacat fisik dan psikososial bagi pasien. Banyak
penulis mengutip gigantoma sebagai pembesaran payudara yang membutuhkan
pengurangan lebih 1500 g per payudara.

II. Penyebab
A. Idiopatik
Sejauh ini sebagian besar pasien dengan pertumbuhan payudara yang berlebihan bahkan
sebesar gigantomastia, tidak memiliki penyebab pencetus yang jelas. Sayangnya, literatur
yang diterbitkan jarang mengukur persentase berat badan yang dieksisi pada pasien ini.
Secara anekdot kami menemukan bahwa kelompok pasien ini dapat dibagi menjadi dua
kelompok sesuai dengan BMI mereka. Pasien-pasien dengan BMI 30 atau lebih memiliki
pertumbuhan payudara berlebihan yang sebagian ditentukan oleh kelebihan berat badan
mereka. Temuan histologis berupa jaringan fibroglandular, infiltrasi limfositik dan
venostasis.
B. Stimulasi hormon endogen
Dalam beberapa kasus, gigantomastia diduga disebabkan oleh hipersensitivitas jaringan
payudara oleh tingkat fisiologis hormon yang beredar, atau karena kelebihan hormon.
Memang sebagian besar kasus yang diterbitkan terjadi selama kehamilan atau masa
pubertas. Hal ini mendukung teori stimulasi abnormal jaringan susu oleh sirkulasi
hormone. Sebagian besar kasus yang dilaporkan adalah tipe remaja, meskipun ini
mungkin bias pelaporan.
C. Diinduksi obat
Asosiasi langka gigantomastia termasuk etiologi obat seperti penicillamine. Mekanisme
kerja agen farmakologis ini masih belum jelas. Investigasi histologis dan imunologis secara
konsisten gagal mengidentifikasi kelainan spesifik.

III. Tanda dan Gejala


Gejalanya meliputi mastalgia, ulserasi / infeksi, masalah postural, nyeri punggung, dan
cedera traksi kronis hingga saraf interkostal ke-4/5/6 dengan hilangnya sensasi puting. Ini
juga terkait dengan penurunan pertumbuhan janin selama kehamilan.

IV. Patofisiologi
Gigantomastia sebenarnya memiliki ciri pembesaran payudara yang cepat, unilateral atau
bilateral, tidak proporsional terhadap bagian tubuh yang lain. Normalnya pertumbuhan
dari kelenjar payudara dimulai segera setelah menarke dengan kisaran usia 16 tahun
dimana perkembangan dan pembesaran fisik dari payudara ere,puan terjadi secara
bertahap. Terdapat perbedaan yang jelas dengan pola pembesaran yang lambat dan
progresif. Pasien biasanya mengalami periode awal yang jelas, diikuti dengan periode

370
pembesaran yang lebih lambat namun lebih lama dan berkelanjutan yang apabila tidak
diterapi mungkin berlangsung terus hingga mencapai usia subur. Pada suatu penelitian
oleh Jabs dkk yang menganalisis reseptor estrogen pada 25 reduksi mamaplasty karena
pembesaran payudara menemukan bahwa semua sampel tidak memiliki reseptor
estrogen. Pada sebagian besar anak peremupuan, telarkhe biasanya mrupakan tanda
pertama terjadinya pubertas dan biasanya terjadi pertumbuhan payudara selama periode
3-5 tahun di onset pubertas. Kompleks hormone mempengaruhi pertumbuhan payudara.
Perkembangan ductus dan lobus alveolar terutama dipengaruhi oleh estrogen dan
progestreon. Awalnya pembesaran cepat pada payudara terjadi sekitar 6 bulan yang
diikuti oleh pertumbuhan lambat selama 2 bulan. Paudara dapat tumbuh mencapai berat
13,5-22,5 kg.

V. Diagnosis
A Anamnesis
Banyak pasien yang melaporkan gejala nyeri payudara, nyri punggung dan leher, postur
membungkuk, kesulitan membersihkan diri, lesi intertriginosa pada lipat payudara. Para
pasien seringkali lebih memperhatikan masalah psikologis dan sekuele sosialakibat
kelainan ini. Mereka mengalami kesulitan memperoleh pakaian yang tepat dan tidak
dapat berpartisipasi dalam aktifitas olahraga. Kebanyakan pasien menolak untuk
menghadiri acara social dan akhirnya terkurung dirumah.
B Manifestasi klinis dan Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien akan menunjukkan remaja yang Nampak sehat,
berkembang normal dengan pembesaran yang sangan disproporsional dari satu atau dua
payudara. Payudara yang bermasalah berbentuk pendulum dengan putting atau areola
yang melebar. Vena superfisial Nampak melebar secara prominen. Perubahan kulit yang
trejadi bisa berupa penipisan sampai terbentuk ulkus dan nekrosis yang terjadi sekunder
akibat terhambatnya suplai darah dari tekanan dan tarikan yang berlebihan pada kulit.
Secara keseluruhan, payudara kencang dan terkadang nyeri pada palpasi dan tidak
berkaitan dengan limfadenopati aksiler atau galaktorea. Deformitas tulang belakang yang
terjadi secara sekunder akibat beban yang berlebihan dapat diteukan juga pada pasien
termasuk kifosis, lordosis, dan scoliosis lumbal kompensata pada kasus asimetris dan
sisanya juga tidak ditemukan secret dari putting.
C Pemeriksaan Penunjang
Kadar serum estrogen, progesterone, prolactin, dan gonadotropin cortisol dalam batas
normal. Jumlah reseptor estrogen pada jaringan payudara tidak meningkat. Pencitraan
juga harus dilakukan pada pasien untuk menyingkirkan ada atau tidaknya tumor.
Mammografi sulit diinterpretasikan pada wanita muda karena densitas jaringan
payudara. Pemeriksaan sonografi jarang memberikan informasi yang bermanfaat dan
diindiaksikan hanya bila terdapat massa yang diskret.

Sumber : Dancey, A., Khan, A., Dawson, J., Peart, F., (2007). Gigantomastia - a classification
and review of the literature. Journal of Plastic, Reconstructive & Aesthetic Surgery 61, 493-50

371
372

Anda mungkin juga menyukai