Anda di halaman 1dari 36

1

BAB I

PENDAHULIUAN

1.1 Latar Belakang

Gagal jantung merupakan suatu sindrom klinis akibat dari kelainan

struktur atau fungsi jantung yang ditandai dengan sesak nafas atau lelah bila

beraktifitas, dan pada kondisi berat dapat muncul ketika waktu beristirahat,

tanda retensi cairan seperti kongesti paru atau bengkak pergelangan kaki

(Chris et al., 2014).Penyakit kardiovaskular masih menjadi ancaman

dunia (global threat) dan merupakan penyakit yang berperan utama sebagai

penyebab kematian nomor satu di seluruh dunia. Data Organisasi Kesehatan

Dunia (WHO) menyebutkan, lebih dari 17 juta orang di dunia meninggal

akibat penyakit jantung dan pembuluh darah. Sedangkan sebagai

perbandingan, HIV/ AIDS, malaria dan TBC secara keseluruhan membunuh 3

juta populasi dunia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

tahun 2018, angka kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah semakin

meningkat dari tahun ke tahun. Setidaknya, 15 dari 1000 orang, atau sekitar

2.784.064 individu di Indonesia menderita penyakit jantung (Riskesdas,

2018).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, tahun 2016

dengan data rawat inap pada klien gagal jantung, didapat 637 klien pada

tahun 2015 dan mengalami kenaikan sebanyak 1106 klien pada tahun 2016,

yang artinya mengalami peningkatan sebanyak 469 klien dengan persentase


2

42.6%. sedangkan pada klien rawat jalan didapat 794 klien pada tahun 2015,

dan mengalami peningkatan menjadi 1462 klien pada tahun 2016, dengan

peningkatan 668 klien (45.6%) (Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2016)

Gagal jantung juga merupakan salah satu penyakit kronis yang dapat

menyebabkan penurunan kualitas hidup. Hal ini dikarenakan gagal jantung

dapat memberikan dampak yang negatif terhadap pemenuhan kebutuhan

dasar; adanya perubahan citra tubuh; kurangnya perawatan diri, perilaku dan

aktivitas sehari-hari; kelelahan kronis; disfungsi seksual; dan kekhawatiran

tentang masa depan. Ketidak mampuan pada klien gagal jantung untuk

beradaptasi terhadap penyakitnya, termasuk didalamnya mengenal secara dini

dari gejala penyakit (seperti sesak napas, intoleransi aktivitas, dan kelelahan)

yang akan memengaruhi kehidupan yang dijalaninya setiap hari (Pudiarifanti,

Pramantara & Ikawati, 2015; Djamaludin., Deria, 2018)

Latihan fisik yang meliputi mobilisasi inididasarkan pada tingkat

kesadaran pasien dan kebutuhan individual. Hal yang penting

untukdiperhatikan adalah bahwa program latihan sebaiknya dimonitor

berdasarkan target frekuensi denyut nadi dan perceived exertion. Apabila

terjadi gejala gagal jantung, ortopedik maupun neuromuskular, perlu

dilakukan peninjauan ulang terhadap program latihan fisik (Yeni, 2014).

Latihan fisik yang berupa mobilisasi ringan sudah dapat dilakukan sejak

48 jam setelah gagal jantung sepanjang tidak terdapat ada kontraindikasi.

Latihan fisik yang berupa mobilisasi ini dapatdilakukan terbatas pada

aktivitas sehari-harimisalnya gerakan tangan dan kaki danpengubahan


3

postur.Program latihan biasanya berupa terapi fisik ambulatory yang diawasi

(Yeni, 2014).

Aktivitas merupakan suatu proses gerakanyang berasal dariotottubuh,

terjadi karena adanya energi yang dikeluarkan yang dilaksanakan untuk

tujuan tertentu. Aktivitas bertujuan menjaga performance dan mencegah

terjadinya serangan berulang. Meskipun hasil penelitian menyatakan latihan

fisik bermanfaat bagi pasien gagal jantung, tetapi belum banyak diterapkan.

hal ini dibuktikan pada penelitian yang menunjukkan bahwa tujuh puluh

sampai delapan puluh prosen pasien penyakit arteri koroner tidak

berpartisipasi dalam program rehabilitasi jantung. Kondisi ini dipengaruhi

oleh beberapa hal diataranya: biaya, kemampuan akses layanan oleh

masyarakat, dan format latihan yang ditawarkan (Wirawati, 2017).

Home-based exercise training (HBET) dapat menjadi salah satu pilihan

latihan fisik dan alternatif solusi rendahnya partisipasi pasien mengikuti

latihan fisik. HBET merupakan latihan fisik terprogram yang dapat dijalankan

oleh pasien secara mandiri di rumah. Di Indonesia latihan fisik dilakukan

secara terpusat di rumah sakit. Data resmi tentang cakupan dan partisipasi

program ini pada pasien gagal jantung di Indonesia belum didapatkan.

Sampai saat ini penulis belum mendapatkan laporan adanya program latihan

fisik dan pedoman latihan fisik yang terpusat di rumah sakit maupun HBET

(Suharsono, 2013)

. Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik melakukan

penelitian dengan judul Pengaruh Home Based Exercise Training (HBET)


4

Terhadap Kualitas Hidup Pasien Gagal Jantung Di RSUD Dr. H. Abdul

Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2020.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik melakukan

penelitian maka rumusan masalah yang muncul adalah : apakah ada pengaruh

home based exercise training (HBET) terhadap kualitas hidup pasien gagal

jantung Di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2020.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh home based exercise training (HBET)

terhadap kualitas hidup pasien gagal jantung Di RSUD Dr. H. Abdul

Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2020.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui kualitas hidup pasien gagal jantung sebelum diberi

home based exercise training (HBET) Di RSUD Dr. H. Abdul

Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2020.

2. Untuk mengetahui kualitas hidup pasien gagal jantung sesudah diberi

home based exercise training (HBET) Di RSUD Dr. H. Abdul

Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2020.

3. Untuk mengetahui pengaruh home based exercise training (HBET)

terhadap kualitas hidup pasien gagal jantung Di RSUD Dr. H. Abdul

Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2020.


5

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1.4.2 Manfaat Aplikatif

Latihan fisik ini hendaknya menjadi bagian integral program

rehabilitasi pasien gagal jantung setelah pulang dari rumah sakit sehingga

hasilnya lebih baik dan dapat diwujudkan menjadi aktifitas kesukaan

pasien sehingga menurunkan angka ketidakpatuhan.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Jenis penelitan menggunakan kuantitatif, rancangan penelitian pra

eksperimen dengan pendekatan one group pretes-postes design, populasi dan

sampel yaitu penderita gagal jantung, teknik pengambilan sampel

menggunakan purposive sampling, penelitian akan dilakukan di RSUD Dr. H.

Abdul Moeloek Provinsi Lampung setelah proposal disetujui.


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 GagaL Jantung

2.1.1 Definisi Gagal Jantung

Gagal jantung adalah sindrome klinis (sekumpulan tanda dan gejala),

ditandai oleh sesak nafas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang

disebabkan oleh kelainan struktur ata fungsi jantung. Gagal jantung dapat

disebabkan oleh gangguan yang mengakibatkan terjadinya pengurangan

pengisian vertikel-(disfungsi diastolik) dan/atau nonkarditas niokardial

(disfungsi sistolik). (Sudoyo,dkk 2009; Amin, 2013)

Gagal Jantung adalah suatu kondisi di mana jantung mengalami

kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel

tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan

peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak

untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku

dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang

singkat dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu memompa

dengan kuat (Majid, 2019).

Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air dan

garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa

organ tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh

klien menjadi bengkak (congestive). (Udjianti,2011).


7

2.1.2 Etiologi

Beberapa istilah gagal jantung (Sudoyo,dkk 2009; Amin, 2013)

1. Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung

memompa sehingga curah jantung menurun menyebabkan kelemahan,

fatik, kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala lipoperfusi

lainnya

2. Gagal jantung diastolic adalah gangguan reaksi dan gangguan

pengisian ventrikel

Klasifikasi menurut gelaja dan intensitas gejala (Morton,2012; Amin,

2013)

1. Gagal jantung akut

Timbulnya gejala secara mendadak, biasanya selama beberapa hari

artau beberapa jam.

2. Gagal jantung kronik

Perkembangan gejals selama beberapa bulan sampai beberapa tahun

dan menggambarkan keterbatasan kehidupan sehari-hari.

Gagal jantung merupakan hasil dari suatu kondisi yang menyebabkan

overload volume, tekanan dan disfungsi miokard, gangguan pengisian,

atau peningkatan kebutuhan metabolik.

1. Overload volume

a. Over Tranfusion

b. Left-to rights shunts

c. Hipervolemia
8

2. Overload tekanan

a. Stenosis aorta

b. Hipertensi

c. Hipertrofi kardiomiopati

3. Disfungsi miokard

a. Kardiomiopati

b. Miokarditis

c. Iskemik/infark

d. Disritmia

e. Keracunan

4. Gangguan pengisian

a. Stenosis mitral

b. Stenosis trikuspidalis

c. Tamponade kardial

d. Perikarditis konstriktif

5. Peningkatan kebutuhan metabolik

a. Anemia

b. Demam

c. Beri-beri

d. Penyakit Paget’s

e. Fistula arteriovenous

Berdasarkan klasifikasi etiologi di atas dapat pula dikelompokkan

berdasarkan faktor etiologi eksterna maupun interna.


9

1. Faktor eksterna (dari luar jantung) : hipertensi renal, hipertiroid,

dan anemia krpnis/berat.

2. Faktor interna (dari dalam jantung).

a. Disfungsi katup : Ventricular Septum Defect (VSD), Atria

Septum Defect (ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.

b. Distrimia : atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.

c. Kerusakan miokard : kardiomiopati, miokarditis, dan infark

miokard.

d. Infeksi : endokarditis bacterial sub-akut

Tiga mekanisme kompensasi berusaha untuk mempertahakan

fungsi pompa jantung normal yaitu peningkatan respons sistem saraf

simpatis, respons Frank Starling dan hipertrofi otot jantung.

1) Stimulasi Simpatis

Pada CHF gagal jantung stimulaso stimulasisistem saraf simpati

adalah paling berperan sebagai mekanisme kompensasi segera.

Stimulasi dari reseptor adrenergik menyebabkan peningkatan

denyut jantung, kemampuan kontraksi jantung dan vasokonstriksi

pada vena dan arteri. Sebagai akibat vasokonstriksi vena, maka

akan meningkatkan aliran balik vena ke jantung sehingga akan

meningkatkan preload. Aliran darah balik dari jaringan prifer ke

organ-organ besar dan afterload menunjukkan peningkatan

vasokonstriksi atreriole. Keadaan vasokonstriksi pada arteri renal


10

akan mebuat aliran darah di ginjal berkurang dan ginjak memberi

reaksi berupa rentesi garam dan air.

2) Respons Frank Starling

Respon frank starling meningkatkan preload, dimana membantu

mempertahankan curah jantung. Pada reaksi ini, serabut-serabut

otot jantung berkontraksi secara lebih kuat dan lebih banyak

diregang sebelum berkontransi. Dengan terjadinya peningkatan

aliran balik vena ke jantung, maka serabut-serabut otot direngang

sehingga memberikan kontaksi yang lebih kuat kemudian akan

meningkatkan volume sekuncup, yang berakibat pada peningkatan

curah jantung.

3) Hipertrofi Miokard

Hipertrofi miokard dengan atau tanpa dilatasi ruang, tampak

sebagai penebalan jantung mendekati normal. Bagaimanapun,

selama kegagalan jantung berlangsung penyesuaian sirkulasi

jantung dan perifer ini dapat menyebabkan kerusakan pada fungsi

pompa jantung karena semua mekanisme tersebut memperbesar

peningkatan konsumsi oksigen untuk jantung. Pada saat itulah

gejala-gejala dan tanda-tanda gagal jantung berkembang.

2.1.3 Klasifikasi Gagal Jantung

Klasifikasi gagal jantung menurut letaknya (Udjianti, 2011) :


11

1. Gagal jantung kiri merupakan kegagalan ventrikel kiri untuk mengisi

atau mengosongkan dengan benar dan dapat lebih lanjut

diklasifikasikan menjadi disfungsi sistolik dan diastolik

2. Gagal jantung kanan merupakan kegagalan ventrikel kanan untuk

memompa secara adekuat. Penyebab gagal jantung kanna yang paling

sering terjadi adalah gagal jantung kiri, tetapi gagal jantung kanan

dapar terjadi dengan adanya ventrikel kiri benar-benar normal dan

tidak menyebabkan gagal jantung kiri. Gagal ajntung kanan dapat juga

disebabkan oleh penyakit paru dan hipertensi arteri pulmonary primer.

Menurut derajat sakitnya:

1. Derajat 1 : Tanpa keluhan- anda masih bisa melakukan aktivitas fisik

sehari-hari tanpa disertai kelelahan ataupun sesak napas,

2. Derajat 2 : Ringan – aktivitas fisik sedang menyebabkan kelelahan

atau sesak napas, tetapi jika aktivitas ini dihentikan maka keluhan pun

hilang.

3. Derajat 3 : Sedang – aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan

atau sesak napas, tetapi keluhan akan hilang jika aktivitas dihentikan.

4. Derajat 4 : Berat – tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari,

bahkan pada saat istirahat pun keluhan tetap ada dan semakin berat

jika melakukan aktivitas walupun aktivitas ringan.

Ada empat kategori utama yang diklasifikasikan, yaitu sebagai berikut

(Udjianti, 2011).
12

Backward versus Forward Failure

1. Backward failure dikatakan sebagai akibat ventrikel tidak mampu

memompa volume darah keluar, menyebabkan darah terakumulasi dan

meningkatkan tekanan dalam ventrikel, atrium, dan sistem vena baik

untuk jantung sisi kanan maupun jantung sisi kiri.

2. Low-Output versus High-Output Syndrome

Low output syndrome terjadi bilamana jantung gagal sebagai pompa,

yang mengakibatkan gangguan sirkulasi perifer dan vasokonstriksi. Bila

curah jantung tetap normal atau di atas normal namun kebutuhan

metabolik tubuh tidak mencukupi, maka hight-output syndrome terjadi.

Hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan kebutuhan metabolik,

seperti tampak pada hipertiroidisme, demam dan kehamilan, atau

mungkin dipicu oleh kondisi hiperkinetik seperti fistula arteriovenous,

beri-beri, atau penyakit Paget’s.

3. Kegagalan Akut versus Kronik

Manifestasi klinis dari kegagalan jantung akut dan kronis tergantung

pada seberapa cepat sindrom berkembang. Gagal jantung akut

merupakan hasil dari kegagalan ventrikel kiri mungkin karena infark

miokard, disfungsi katup, atau krisis hipertensi. Kejadiannya

berlangsung demikian cepat di man amekanisme kompensasi menjadi

tidak efektif, kemudian berkembang menjadi edema paru dan kolaps

sirkulasi (syok kardiogenik).

4. Kegagalan Ventrikel Kanan versus Ventrikel Kiri


13

Kegagalan ventrikel kiri adalah merupakan frekuensi tersering dari dua

contoh kegagalan jantung di mana hanya satu sisi jantung yang

dipengaruhi. Secara tipikal disebabkan oleh penyakit hipertensi.

Coronary Arteryy Disease (CAD) dan penyakit katup jantung sisi kiri

(mitra dan aorta).

2.1.4 Manifestasi Klinis

(Sudoyo,dkk 2009; Amin, 2013)

1. Kriteria major

-Paraksismal nocturnal dispnea -Edema paru akut

-Distensia vena leher -Gallop S3

-Ronki paru -Peninggian vena jugularis

-Kardiomegali -Refluks hepatojugular

2. Kriteria monor

-Edema ekstremitas -Efusi pleura

-Batuk malam hari -Penurunan kapsitas vital 1/3

dari normal

-Dipnea d’effort -Takikardia (>120/menit)

-Hepatomegali

3. Major atau minor

Penurunan BB >4.5 kg dalam 5 hari pengobatan

Diagnose gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major

dan 2 kriteria minor.


14

lasifikasi fungsional gagal jantung menurut New York Heart Association

(NYHA) (Amin., Hardi, 2013)

Kelas I : tidak ada keterbatasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa

tidak menyebabkan keletihan atau dispnea.

Kelas II : sedikit keterbatasan fisik. Merasa nyaman saat istirahat, tetapi

aktivitas fisik biasa menyebabkan keletihan atau dispnea.

Kelas III : keterbatasan nyata aktivitas fisik tanpa gejala. Gejala terjadi

bahkan saat istirahat. Jika aktivitas fisik dilakukan, gejala

meningkat.

Kelas IV : tidak mampu melaksanakan aktivitas fisik tanpa gejala.

Gejala terjadi bahkan pada saat istirahat, jika aktivitas fisik

dilakukan gejala meningkat.

2.1.5 Pencegahan

Penyebab gagal jantung terutama berasal dari penyakit jantung; maka

pencegahan penyakit jantung merupakan tahap pertama pencegahan gagal

jantung. Pencegahan atau pengobatan dini penyakit jantung seperti CAD,

endokarditis infektif, perikarditis konstriktif, hipertensi dan penyakit

jantung reumatik adalah sangat penting. Bagaimanapun, karena satu dan

lain hal, penyakit jantung tidak selalu dapat dicegah , maka tahap

berikutnya adalah menunda serangan mendadak gagal jantung. Hal ini

meliputi manajemen diet seperti diet rendah garam-lemah lemak atau diet

untuk menurunkan berat badan; program penghentian merokok; menyusun


15

program aktivitas/latihan dan pengobatan dini terhadap infeksi (Uddjianti,

2011).

2.1.6 Penatalaksanaan Gagal Jantung

Penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung (Udjianti, 2011) meliputi:

a. Farmakologi

1) Diuretik: untuk mengurangi penimbunan cairan dan

pembengkakan.

2) Penghambat ace (ace inhibitors): untuk menurunkan tekanan darah

dan mengurangi beban kerja jantung.

3) Penyekat beta (beta blockers): untuk mengurangi denyut jantung

dan menurunkan tekanan darah agar beban jantung berkurang.

4) Digoksin: memperkuat denyut dan daya pompa jantung.

5) Terapi nitrat dan vasodilator koroner: menyebabkan vasodilatasi

perifer dan penurunan konsumsi oksigen miokard.

6) Digitalis: memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan

kekuatan kontraksi, peningkatan efisiensi jantung. saat curah

jantung meningkat, volume cairan lebih besar dikirim ke ginjal

untuk filtrasi dan ekskresi dan volume intravascular menurun.

7) Inotropik positif: Dobutamin adalah obat simpatomimetik dengan

kerja beta 1 adrenergik. Efek beta 1 meningkatkan kekuatan

kontraksi miokardium (efek inotropik positif) dan meningkatkan

denyut jantung (efek kronotropik positif).


16

8) Sedatif: Pemberian sedatif untuk mengurangi kegelisahan bertujuan

mengistirahatkan dan memberi relaksasi pada klien.

b. Non Farmakologi

Terapi non farmakologi yang sering digunakan biasanya

menggunakan Cardiac Resynchronization Therapy (CRT), selain itu

dapat juga menggunakan bebrapa saran pola hidup sehat sebagai

berikut ini :

1. Olahraga secara rutin dan teratur(Latihanfisik)

2. Konsumsi makanan sehat

3. Hentikan kegiatan merokok

4. Hindari makanan siap saji

5. Hindari minuman berakohol, dan perbanyak konsumsi air putih

6. Hindari konsumsi garam berlebihan

7. Lakukan pemeriksaam rutin dokter untuk memantau kesehatan

jantung.

2.2 Kualitas Hidup

2.2.1 Pengertian Kualitas Hidup

Pasien dengan gagal jantung juga sering memiliki masalah

psikologi seperti cemas, gangguan tidur, depresi, dan sensitifitas

berlebihan yang mengakibatkan kualitas hidup pasien menurun (Chair

et al., 2013). Terjadinya masalah psikososial dan penurunan kualitas

hidup pada klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler sangat

dimungkinkan, karena klien sering mengalami rehospitalisasi. Masalah


17

psikososial tersebut dapat memicu peningkatan tekanan darah yang

tidak terkontrol dan pada proses selanjutnya akan mengganggu

kontraksi jantung. Hasil penelitian lain juga memaparkan bahwa

pemahaman tentang penyakit CHF berpengaruh terhadap terjadinya

readmission klien (Sullivan et al., 2009; Artama, 2017).

Kualitas hidup didefinisikan oleh World Health Organization

(WHO) dalam Moser dan Riegel (2008) sebagai tahapan yang

sempurna meliputi dimensi fisik, mental, dan kesejahteraan sosial,

bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan saja. Kualitas hidup

klien dengan gagal jantung pada umumnya menurun dikarenakan

keterbatasan berbagai fungsi yang dialami oleh pasien (Moser & Riegel,

2008). Penelitian terbaru juga telah menunjukkan bahwa klien dengan

gagal jantung melaporkan kualitas hidup yang buruk dengan berbagai

alasan. Gagal jantung sering berfluktuasi dari hari-hari yang bervariasi

yang seringkali memberikan kontribusi untuk menimbulkan suatu

tekanan emosional dan gangguan pada kualitas hidup terkait kesehatan

klien gagal jantung (Kunts, 2013). Rendahnya kualitas hidup pasien

juga dipengaruhi oleh berbagai hal, diantaranya karekteristik responden

yang dapat meliputi: usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan

sosial ekonomi; koping; depresi; dan kecemasan (Wilyam, 2015).

Avis (2017) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

kualitas hidup dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertaman adalah

sosio demografi yaitu jenis kelamin, umur, suku/etnik, pendidikan,


18

pekerjaan dan status perkawianan. Kedua adalah medik yaitu lama

menjalani hemodialisa, stadium penyakit, dan penatalaksanaan medis

yang dijalani.

2.2.2 Faktor Pengaruh Kualitas Hidup Pada Gagal Jantung

Menurut American Heart Association (AHA) (2013)

merekomendasikan bahwa aktivitas fisik dapat meningkatkan kualitas

hidup. Aktivitas yang dilakukan oleh klien gagal jantung juga dapat

mengurangi rasa cemas, kesal, dan marah yang merupakan salah satu

dimensi kualitas hidup karena oksigen yang masuk saat aktivitas ke

otak akan memberikan rasa nyaman.

Penelitian yang dilakukan Jepsen (2013) juga menyatakan bahwa

kesiapan seorang klien dalam melakukan aktivitas fisik memiliki

hubungan yang positif untuk membantu dalam meningkatkan kualitas

hidup seseorang, terutama dalam hal mengubah gaya hidup seseorang

yang obesitas. Obesitas ini juga merupakan salah satu penyebab gagal

jantung.

Menurut Kaawoan (2012), kualitas hidup ini didefinisikan sebagai

konsep yang disusun untuk menilai bagaimana pengaruh penyakit

terhadap klien Penyakit yang dialami klien tersebut memengaruhi

individu yang sakit secara keseluruhan meliputi kepribadian,

kemampuan adaptasi, serta harapan untuk hidup sehat. Beberapa pasien

hanya mampu mengenal dengan pasti pada saat gejala penyakit itu

sudah dirasakan sangat berat, sedangkan yang lainnya dapat mengenal


19

gejala dini penyakitnya yang sampai dapat menyebabkan klien ini tidak

mampu lagi untuk merawat diri dan kemungkinan mempunyai kualitas

hidup yang rendah.

2.2.3 Pengukuran Kualitas Hidup

Pengukuran kualitas hidupmerupakan pengukuran umtuk melihat

seberapa besar seseorang memiliki kualitas hidup, meskipun dalam

keadaan sakit sekalipun. Dalam pengukuran kualitas hidup biasanya

menggunakan alat ukur berupa kuisioner, dengan jumlah 20 point soal,

dengan keterangan skor 1-4, skor 1=tidak pernah, 2=jarang, 3=sering,

4=selalu, maka skor tertinggi adalah 80 jika, responden memilih skor 4

pada keseluruhan soal (Adelida, 2012)

2.3 Home Based Exercise Training(HBET)

2.3.1 Pengertian HBET

Home-based exercise training(HBET) dapat menjadi salah satu

pilihanlatihan fisik dan alternatif solusi rendahnyapartisipasi pasien

mengikuti latihan fisik.HBET merupakan latihan fisik terprogramyang

dapat dijalankan oleh pasien secarA mandiri di rumah. Di Indonesia

latihan fisikdilakukan secara terpusat di rumah sakit. Dataresmi

tentang cakupan dan partisipasiprogram ini pada pasien gagal jantung

diIndonesia belum didapatkan.

Aktivitas merupakan suatu proses gerakanyang berasal

dariotottubuh, terjadikarenaadanyaenergi yang dikeluarkan yang

dilaksanakanuntuktujuantertentu.Aktivitas
20

bertujuanmenjagaperformancedanmencegahterjadinyaseranganberulan

g.Meskipun hasil penelitian menyatakan latihan fisik bermanfaat bagi

pasien gagal jantung, tetapi belum banyak diterapkan. hal ini

dibuktikan pada penelitian yang menunjukkan bahwa tujuh puluh

sampai delapan puluh prosen pasien penyakit arteri koroner tidak

berpartisipasi dalam program rehabilitasi jantung. Kondisi ini

dipengaruhi oleh beberapa hal diataranya: biaya, kemampuan akses

layanan oleh masyarakat, dan format latihan yang ditawarkan

(Wirawati, 2014).

McKelvie (2008; Suharsono, 2013) menyatakan bahwa latihan fisik

dapat meminimalkan gejala, meningkatkan toleransi latihan, kualitas

hidup, dan memberikan efek yang memuaskan bagi kesembuhan

pasien. Latihan fisik yang dilakukan di rumah juga terbukti dapat

meningkatkan kapasitas latihan, self efficacy, dan menurunkan angka

dirawat ulang.HBET diketahui secara positif meningkatkan kapasitas

fisik, menurunkan berat badan, memperbaiki kontrol syaraf otonom,

fungsi endotel pembuluh darah, dan peningkatan kapasitas oksidasi

otot skelet (Hwang, Redfern & Alison, 2008; Suharsono, 2013).

2.3.2 Manfaat HBET Untuk Gagal Jantung

Home based exercise training merupakan latihan fisik terstruktur

dengan formula tertentu yang dilakukan di rumah tanpa supervisi tetapi

memerlukan kunjungan rumah yang teratur untuk memberikan umpan


21

balik. Peran dan keefektifan home based exercise training pada pasien

dengan gagal jantung masih perlu dilakukan review secara detail,

termasuk pengaruh home based exercise training terhadap kapasitas

fungsional, adaptasi perifer, dan kualitas hidup (Hwang, Redfern, &

Alison, 2008; Suharsono, 2013).

2.3.3 Tatacara Dan Waktu Pelaksanaan HBET

Latihan dimulai dengan latihan pasif diatas tempat tidur, yang

selanjutnya dilakukan secara aktif oleh pasien keesokan harinya. Pasien

diajarkan cara menghitung denyut nadi untuk memantau sendiri reaksi

latihan. Latihan kemudian dilanjutkan disamping tempat tidur pasien,

secara bertahap sesuai dengan kemampuannya. Latihan ditingkatkan

dengan berjalan di ruang rawat atau di koridor. Latihan ini ditingkatkan

secara bertahap. Setelah mendekati 2 minggu pasien dijadwalkan

mengikuti uji latih jantung sebelum pulang, yang bertujuan untuk

menilai kondisi jantung secara obyektif. Pendidikan kesehatan tentang

perubahan gaya hidup juga diajarkan pada pasien sebelum pulang ke

rumah (Suharsono, 2013).

Frekuensi menggambarkan jumlah sesi yang harus dilakukan dalam

periode waktu tertentu. Frekuensi latihan fisik pada orang yang baru

mulai latihan sebaiknya 3-5 kali seminggu. Peningkatan frekuensi dapat

dilakukan menyesuaikan dengan kondisi pasien dan dapat digunakan

untuk membantu merubah perilaku dan kepatuhan pasien. Durasi

merupakan jumlah waktu yang harus dilakukan dalam setiap aktivitas.


22

Dimulai dari minimal dan ditingkatkan secara bertahap, 10 menit tiap

sesi sampai mencapai 30-40 menit atau sesuai dengan toleransi pasien.

Penentuan durasi ini didasarkan pada level toleransi individu

(Suharsono, 2013).

2.3.4 Jenis Latihan

Beberapa hal prinsip yang harus diperhatikan dalam latihan fisik

pada pasien gagal jantung diantaranya : frekuensi, intensitas, durasi,

mode dan progresivitas latihan. Pada dasarnya ini bisa diterapkan pada

pasien penyakit jantung koroner dan gagal jantung. Latihan fisik pada

pasien gagal jantung diperlukan beberapa penyesuaian sesuai dengan

keadaan pasien dan bersifat individual (Suharsono, 2013)

Pasien gagal jantung memerlukan penyesuaian untuk latihan fisik

yang akan dilakukan sesuai dengan kondisinya. Berikut ini adalah

komponen latihan fisik yang telah terbukti aman dan efektif untuk

dilakukan pada pasien gagal jantung, yang meliputi tipe, frekuensi,

durasi, dan intensitasSuharsono, 2013).

Tipe Latihan Aerobik yang dinamis, dengan pembebanan


minimal. Hindari latihan isotonik dan aktivitas
pembentukan otot.

Intensitas Dibawah ventilatory treshold, 50-70 % dari VO2 max


atau setara dengan 40-60% heart rate reserve. Level
kelelahan dan sesak nafas saat latihan rata-rata 12-14
(Borg Scale).

Durasi Dimulai dari 20-30 menit tiap sesi dan dapat


ditingkatkan sesuai kemampuan pasien

Frekuensi Tiga sampai lima kali perminggu

Sumber: Myers, 2008; ESC dalam Nicholson, 2007; Suharsono, 2013.


23

2.3.5 Kontra Indikasi Dan Indikasi HBET

Beberapa pasien tidak boleh dilakukan latihan fisik. Terdapat

kontra indikasi yang harus dipelajari dan dikaji dari riwayat kesehatan

pasien. Working Group on Cardiac Rehabilitation and Exercise

Physiology and Working Group on Heart Failure of the European

Society of Cardiology (2001; Suharsono, 2013) memberikan pedoman

pasien yang tidak boleh melakukan latihan fisik sebagai berikut:

Kontra indikasi relatif : peningkatan berat badan ≥1,8 Kg dalam

1-3 hari, sedang menggunakan terapi dobutamin secara kontinyu atau

intermitten, penurunan tekanan darah sistolik saat latihan fisik, NYHA

kelas fungsional IV, arithmia ventrikel pada saat istirahat atau muncul

saat latihan fisik, denyut jantung istirahat ≥100x/menit.

Sedangkan kontra indikasi mutlak tidak boleh dilakukan latihan

fisik yaitu: toleransi latihan dan sesak nafas yang memburuk saat

istirahat atau saat latihan dalam 3-5 hari terakhir, iskemia yang

signifikan pada low work rate (<2 METS), diabetes tidak terkontrol,

penyakit sistemik akut atau demam, emboli baru, tromboplebitis,

perikarditis atau miocarditis akut, strenosis aorta sedang – berat,

regurgitasi katup yang memerlukan operasi, infark miocard dalam 2

minggu terakhir, onset baru fibrilasi atrium. Selain beberapa kontra

indikasi latihan fisik, harus diperhatikan pula indikasi penghentian


24

latihan fisik dan tes uji kapasitas fungsional diantaranya: muncul angina

atau gejala insufisiensi cardiovaskuler, Penurunan tekanan darah

sistolik lebih dari 20 mmHg setelah latihan, tekanan darah sistolik

kurang dari 80 mmHg atau lebih dari 220mmHg, dan tekanan darah

diastolik lebih dari 115mmHg, lebih dari atau sama dengan 2mm

depresi segment ST, inversi gelombang T, peningkatan frekuensi

aritmia ventrikel, perubahan irama ECG yang signifikan (AV blok

derajad 2-3, AF, SVT, PVC), tanda dan gejala intoleransi aktivitas

(vertigo, keringat dingin), pasien minta berhenti, saturasi oksigen

kurang dari 90%, denyut jantung lebih dari 90% heart rate reserve, skor

skala kelelahan dan sesak nafas saat latihan 15 atau lebih. (American

College of Sport Medicine, 2006; Jeng, 2004; Suharsono, 2013).

Selama melakukan HBET di rumah, boleh tidak melakukan

latihan fisik bila sedang mengalami sakit, baru sembuh dari sakit,

sedang mengalami nyeri dada, atau kurang istirahat (Kusmana, 2006;

Suharsono, 2013).

2.4 Penelitian Terkait

Suharsono (2013) Dampak Home Based Exercise Training Terhadap

KapasitasFungsional Pasien Gagal Jantung. P value 0.018 (á=0.05),

kekuatanhubungan sedang (r = 0.487) dengan arahnegatif. Ini berarti bahwa

semakin tinggikapasitas fungsional akan semakin minimalgejala fisik yang

dialami oleh pasien gagaljantung.


25

Wirawati (2014) Pengaruh Home Based Exercise Training (HBET)

Terhadap Self Efficacy Pasien Gagal Jantung di RSUD Tugurejo

Semarang.Hasil analisis dengan menggunakan uji t yang hasilnya

didapatkan bahwa terdapat pengaruh bermakna Home Based Exercise

Training (HBET) terhadap self efficacy (p=0 ,00 ). Hasil analisis dengan uji t

didapatkan bahwa rerata perbedaan skor self efficacy responden sebelum

dan setelah intervensi HBET pada perempuan lebih tinggi yaitu 3,82

dibandingkan dengan laki-laki sebesar 3,68. Hasil analisis juga didapatkan

nilai p = 0,82, yang berarti bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara

rerata perbedaan skor self efficacy responden sebelum dan setelah intervensi

HBET antara laki-laki dengan perempuan.Uji ANOVA didapatkan nilai p =

0,48 yang berarti bahwa tidak ada pengaruh umur secara bermakna terhadap

perbedaan skor self efficacyresponden sebelum dan setelah intervensi HBET

dan didapatkan nilai p = 0,00 yang berarti bahwa ada perbedaan bermakna

terhadap perbedaan skor self efficacyresponden sebelum dan setelah

intervensi HBET.
26

2.5 Kerangka Teori

Gambar 2.1
Kerangka Teori

Gagal Jantung

Penyebab : Masalah/ gangguan :


1. Kualitas hidup
1. Faktor eksterna (dari luar jantung) : 2. Masalah aktivitas sehari-hari
hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia
krpnis/berat.
2. Faktor interna (dari dalam jantung).
a. Disfungsi katup : Ventricular Penatalaksanaan
Septum Defect (VSD), Atria a. Farmakologi
Septum Defect (ASD), stenosis 1) Diuretik
mitral, dan insufisiensi mitral. 2) Penghambat ace (ace
b. Distrimia : atrial fibrilasi, ventrikel inhibitorsPenyekat beta (beta
fibrilasi, dan heart block. blockers)
c. Kerusakan miokard : 3) Digoksin
kardiomiopati, miokarditis, dan 4) Terapi nitrat dan vasodilator koroner
infark miokard. 5) Digitalis
d. Infeksi : endokarditis bacterial sub- 6) Inotropik positif
akut 7) Sedatif
b. Non Farmakologi
Terapi non farmakologi yang sering
digunakan
1. Olahraga secara rutin dan teratur
(HBET)
2. Konsumsi makanan sehat
3. Hentikan kegiatan merokok
4. Hindari makanan siap saji
5. Hindari minuman berakohol, dan
perbanyak konsumsi air putih
6. Hindari konsumsi garam berlebihan
7. Lakukan pemeriksaam rutin dokter
untuk memantau kesehatan jantung.

Manfaat HBET :
Selama melakukan HBET di rumah, boleh tidak
melakukan latihan fisik bila sedang mengalami
sakit, baru sembuh dari sakit, sedang mengalami
nyeri dada, atau kurang istirahat

Kualitas hidup
27

Sumber : (Amin., Hardi, 2013., Udjianti, 2011., Hwang, Redfern, & Alison,
2008; Suharsono, 2013)
2.6 Kerangka Konsep

Gambar 2.2

Kerangka Konsep

Pretes Intervensi Postes

Kualitas hidup Home based exercise Kualitas hidup


pasien gagal jantung training(HBET) pasien gagal jantung
pretes postes

2.7 Hipotesis

Ha : ada pengaruhhome based exercise training (HBET) terhadap kualitas

hidup pasien gagal jantung Di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi

Lampung Tahun 2020.

H0 : tidak ada pengaruhhome based exercise training (HBET) terhadap

kualitas hidup pasien gagal jantung Di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek

Provinsi Lampung Tahun 2020.


28

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode

penelitian kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif adalah suatu metode

penelitian untuk mendapatkan gambaran yang akurat dari sebuah karakteristik

masalah (Notoatmodjo, 2018).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitianini akan dilaksanakandi RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi

Lampung setelah proposal disetujui.

3.3 RancanganPenelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian

Pra Eksperimental dengan pendekatan one group pretes-postes design. Ciri

dari desain penelitian one group pretes-postes design dalam penelitian

lapangan, membandingkan hasil ukur sebelum dan sesudah diberikan

intervensi pada suatu kelompok penelitian atau intervensi (Notoatmpodjo,

2018).

Rancangan tersebut digambarkan sebagai berikut :

01-----------X---------02

41
29

Keterangan :

01: Pengukuran kualitas hidup sebelum diberi intervensi.

X : Pemberian Home based exercise training (HBET)

02: Pengukuran kualitas hidupi sesudah diberi intervensi.

3.4 Subyek Penelitian

1. Populasi

Populasiadalahkeseluruhandariobjekpenelitian.

Pemilihanpopulasidansampelmerupakansalahsatufaktor yang

mempengaruhiberhasilatautidaknyasuatupenelitian (Notoadmodjo,2018).

Populasi adalah seluruh pasien yang melakukan rawat inap di ruang

jantungRSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung yang

terdiagnosagagaljantung, sebutkanberapa rata-rata 3 bulanterakhir?

2. Sampel

Sampeladalahsebagianobjek yang

ditelitidandianggapmewakilipopulasi (Notoatmodjo,2018). Menurut

Dempsey (2012) sampel penelitian pada jenis penelitian eksperimen,

dapat dilakukan dengan menggunakan sampel minimal sebesar 15-25

responden KriteriaInklusi :

a. Klien terdiagnosa gagal jantung berdasarkan catatanmedik RSAM

b. Klien dapat berkomunikasi dengan baik

c. Bersediauntukdijadikanresponden.

Kriteria Eksklusi dalam penelitian ini adalah :


30

a. Responden dengan kualitas hidup buruk

b. Respoonden tidak kooperatif.

3.5 Teknik pengambilan sampel

Tehnik sampling padapenelitianiniadalahpurposivesampingyang

berartipengambilansampeldilakukanberdasarkanpadasatupertimbanganterten

tu yang dibuatolehpenelitisendiri, berdasarkanketersediaanresponden

(Notoatmodjo, 2018).

3.6 Variabel Penelitian

Variabeladalahsesuatu yang digunakansebagaiciri, sifatatauukuran yang

dimilikiolehsuatupenelitian. Dalampenelitianinidigunakandua variable yaitu

variable bebas (Independen) dan variable terkait(Dependen).

1. Variabelbebas(Independen) adalahvariabel yang mempengaruhi

variable terkait yang dalampenelitianiniadalahHBET.

2. Variabelterkait(Dependen)adalahvariabel yang dipengaruhioleh

variable bebas yang dalampenelitianiniadalahkualitas hidup pasien

gagal jantung.

3.7 Definisi Operasional

Definisioperasionaladalahbatasanpadavariabel yang

diamatiatauditelitiuntukmengarahkankepadapengukuranataupengamanatanter

hadapvariabel-variabel yang bersangkutansertapengembangan instrument

ataualatukur (Notoatmodjo, 2018).

Tabel 3.1
31

DefinisiOperasional

Variabel Definisioperasional Alatukur Cara ukur Hasilukur Skalaukur


Independen: Merupakanlatihanfisikter Lembar Lembar
Home based strukturberapa kali Leaflet dan Leaflet dan
exercise dalamseminggudansetiap SAP SAP _ _
training(HB
latihanberapalamayangdi
ET)
lakukan di
rumahtanpasupervisiteta
pimemerlukankunjungan
rumah yang
teraturuntukmemberikan
umpanbalik.

Dependen : Diukurden Mengisi Dinyatakan Interval


konsep yang ganMineso kuisioner dalam
Kualitas disusununtukmenilaibag ta Living Minesota rentang
Hidup aimanapengaruhpenyakit with Heart Living with 20-80
terhadapklienPenyakit Failure Heart Referensi?
yang Quistionair Failure
dialamiklientersebutme e Quistionair
mengaruhiindividu yang e
sakitsecarakeseluruhanm
eliputikepribadian,
kemampuanadaptasi,
sertaharapanuntukhidups
ehat

3.7 Pengumpulan Data

3.7.1 Alat Pengumpulan Data

Kualitas hidup pasien gagal jantung adalah skor yang diperoleh dari

kuesioner Minnesota Living with Heart Failure Questionnaire (MLHFQ)

yang dijawab oleh responden. Di mana responden menjawab pertanyaan

sebanyak 20 dengan penilaian menggunakan skala Likert yaitu 1 = tidak

pernah, 2 = jarang, 3 = sering dan 4 = selalu. Hasil skor penilaian

dinyatakan dalam rentang 20-80. Semakin rendah skor total maka


32

semakin tinggi kualitas hidup & semakin tinggi skor total maka semakin

rendah kualitas hidup penderita gagal jantung.

Kuisioner MLHFQ merupakan kusioner baku yang diadopsi untuk

megukur kualitas hidup pasien yang mengalami gagal jantung, kuisioner

ini peneliti adobsi dari peneliti terdahulu, yaitu penelitian Adeleida

(2012), dengan judul Hubungan Self Care Dan Depresi Dengan Kualitas

Hidup Pasien Heart Failure Di Rsup Prof Dr R.D Kandou Manado,

dengan nilai valid dan reliabilitas.

3.7.2 Uji Validitas Dan Reliabilitas

Reliabilitas adalah tingkat konsistensi dari suatu pengukuran.

Untuk pengujian reliabilitas prosedur yang digunakan dalam menguji

reliabilitas alat ukur dukungan sosial, self care, dan kualitas hidup pasien

heart failure adalah prosedur item covarian. Tujuan prosedur item

covarian ini untuk menentukan konsistensi internal pada alat ukur

dukungan sosial, self care, depresi dan kualitas hidup pasien heart failure.

Metode yang digunakan adalah dengan formula Cronbach alpha, dengan

pertimbangan alat ukur dukungan sosial, self care, dan kualitas hidup

pasien heart failure adalah multiscale (skala Likert). Formulasi ini

merupakan rasio jumlah varian dari satu item dengan varian skor total.

Batasan koefisien reliabilitas suatu alat ukur yang dapat diterima secara

umum menurut Anastasi dan Urbina dalam Dharma (2011) adalah 0.7-

0.8. Berdasarkan hal ini maka alat ukur dukungan sosial, self care,

depresi dan kualitas hidup pasien heart failure dianggap reliabel dan
33

memiliki konsistensi internal tinggi jika nilai Cronbach alpha berada

pada rentang 0.7-0.8. Hasil uji reliabilitas yang dilakukan pada kuesioner

dukungan sosial didapatkan nilai Cronbach alpha,= 0,952, kuesioner self

care nilai Cronbach alpha,= 0,956 dan kuesioner kualitas hidup nilai

Cronbach alpha,= 0,954. Hal ini menunjukkan bahwa kuesioner ini

reliabel untuk mengukur dukungan sosial, self care dan kualitas hidup

pada pasien heart failure.

3.7.3 Prosedur Pengumpulan Data

1. Persiapan

Padatahapinidilakukandengankegiatanmenjelaskantujuandanmanf

aatpenelitianyaitu memberikan contoh gerakan latihan fisik

dengan lembar leaflet dandilanjutkandenganpengisian informed

consent.

2. Pre test

Padatahapinipenelitiakanmelakukanpemeriksaankualitas hidup

pasien, dengan cara mengisi kuisioner MinesotaLiving with Heart

Failure Quistionairemerupakan kuisioner baku untuk mengukur

kualitas hidup pasien gagal jantung.

3. Pelaksanaanintervensi

Memberikan frekuensi latihan fisik yaang dilakukan dirumah

pada orang yang baru mulai latihan sebaiknya 3-5 kali seminggu.

Durasi merupakan jumlah waktu yang harus dilakukan dalam


34

setiap aktivitas. Dimulai dari minimal dan ditingkatkan secara

bertahap, 10 menit tiap sesi sampai mencapai 30-40 menit

4. Post test

Padatahapinipenelitiakanmelakukanpemeriksaankualitas hidup

pasien, dengan cara mengisi kuisioner MinesotaLiving with Heart

Failure Quistionairesetelah dilakukan intervnsi selama kurang

lebih 14 hari.

3.8 Pengolahan Data

Menut (Notoatmodjo, 2012) pengolahan data dilakukan dengan langkah-

langkah sebagai berikut

1. Editing

Kegiatan untuk melakukan pengecekan atau pengoreksian data

yang telah terkumpul tujuannya untuk menghilangkan kesalahan-

kesalahan yang terdapat pada pencatatan lapangan.

2. Coding

Kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbetuk

angka atau bilangan untuk mempermudah entry data.

3. Processing

Untuk memproses data agar dapat dianalisis dan dilakukan dengan

cara memasukan dan mengolah data dari lembar observasi melalui

program komputer.
35

4. Cleaning

Kegiatan pengecekan kembali data yang entri kedalam komputer

agak tidak terdapat kesalahan.

3.9 Analisa Data

Analisa data pada penelitian ini dengan memanfaatkan perangkat lunak

komputer. Adapun analisis yang dilakukan terbagi dua, yaitu:

1. Analisis Univariat

Setelah lembar observasi selesai dan terkumpul, kemudian data

dianalisa sesuai dengan bentuk data. Analisa univariat digunakan untuk

mengetahui distribusi frekuensi atau rata-rata penyembuhan luka

responden (Arikunto, 2010).

2. Analisis Bivariat

Dalam penelitian ini, telah dilakukan uji normalitas , menggunakan uji

Shapiro wilk test, dengan ketentuan :

a) Jika angka Sig. Uji Shapiro wilk> 0,05 maka data berdistribusi

normal.

b) Jika angka Sig. Uji Shapiro wilk< 0,05 maka data tidak berdistribusi

normal.

Jika hasil uji normalitas data di peroleh sig >0,05, maka teknik

statistik parametris yang digunakan untuk menguji komparatif sampel

yang kedua datanya berbentuk ratio atau interval adalah t-test, namun

jika hasil tidak berdistribusi normal maka sampel penelitian di tambah


36

dan dilakukan uji t-tes berpasangan (Paired T-Test) kembali atau

dengan menggunakan uji.

a. Jika probabilitas (p value ) ≤ 0,05 maka bermakna/signifikan, berarti

ada perbedaan yang bermakna antara variabel independen dengan

variabel dependen atau hipotesis (Ho) ditolak.

b. Jika probabilitas (p value) > 0,05 maka tidak bermakna/signifikan,

berarti tidak ada perbedaan yang bermakna antara variabel independen

dengan variabel dependen, atau hipotesis (Ho) diterima (Arikunto,

2010).

Anda mungkin juga menyukai