Anda di halaman 1dari 36

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

POLISITEMIA

Disusun Oleh:

Kelompok 1 Kep 3 A

Amelia Gustri 1914201007


Cindy Claudya Putri 1914201001
Cindy Sonia Putri 1914201011
Fadila Putri 1914201015
Melisa Andora 1914201019
Nadila Aini 1914201027
Nur Havifah Hasanah 1914201027
Qorri Hatanto 1914201031
Rezvigel Amanda 1914201035
Sesra Med Madurisa 1914201039
Windy Yunengzah 1914201043

Dosen Pengampuh :
Ns. Hidayatul Rahmi, S.Kep, M.Kep

STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH
T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia kepada
kami sehingga kami senantiasa dapat menyelesaikan makalah tentang Polisemia.
Makalah ini kami susun guna memenuhi tugas mata kuliah keperawatan Medikal Bedah
yang diberikan oleh ibu Hidayatul Rahmi selaku dosen mata kuliah keperawatan jiwa 3
A. Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Ibu Ns. Hidayatul Rahmi, S.Kep,
M.Kep yang telah memberikan pengajaran kepada kami, serta kepada teman-teman yang
membantu dalam penyelesaian makalah ini. Makalah ini disajikan terutama kepada
mahasiswa yang mengambil mata kuliah keperawatan jiwa baik yang ada di luar
maupun di dalam lingkup STIKes ALIFAH PADANG. Makalah ini juga dapat
digunakan sebagai referensi tambahan bagi kalangan pelajar dan mahasiswa. Namun,
makalah keperawatan medikal bedah tentang Polisemia ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang
membangun untuk menyempurnakan makalah ini.

Painan, 22 Desember 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................1


DAFTAR ISI ...................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................3
1. Latar belakang ......................................................................................................3
2. Tujuan penulisan ...................................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORITIS ....................................................................................5
1. Pengertian Polisemia ............................................................................................5
2. Etiologi .................................................................................................................5
3. Patofisiologi ..........................................................................................................6
4. Manifestasi klinis ..................................................................................................8
5. Klasifikasi ...........................................................................................................11
6. Penatalaksanaan ..................................................................................................12
7. Pemeriksaan diagnostik ......................................................................................16
8. Penerapaan asuhan keperawatan .........................................................................17
BAB III PENUTUP ......................................................................................................33
1. Kesimpulan .........................................................................................................33
2. Saran ...................................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................35

2
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Polisitemia adalah suatu keadaan yang ditandai oleh peningkatan abnormal sel
darah, terutama sel darah merah, disertai peningkatan konsentrasi hemoglobin perifer.
Keadaan ini harus dibedakan dengan polisitemia relatif, di mana terjadi peningkatan
hemoglobin yang tidak disertai peningkatan jumlah sel darah merah, misalnya karena
dehidrasi dan luka bakar.
Berdasarkan penyebabnya, polisitemia dapat dibagi menjadi polisitemia vera
(primer) dan polisitemia sekunder. Polisitemia vera adalah gangguan sel punca yang
ditandai dengan kelainan sumsum tulang panhiperplastik, maligna, dan neoplastik.
Pada polisitemia vera, akan didapatkan peningkatan massa sel darah merah akibat
produksi yang tidak terkontrol. Peningkatan ini juga diikuti dengan peningkatan
produksi sel darah putih (myeloid) dan platelet (megakariotik) akibat klon abnormal
sel punca hematopoietik.
Polisitemia sekunder adalah peningkatan jumlah sel darah merah akibat suatu
penyakit dasar. Polisitemia sekunder lebih cocok disebut sebagai eritrositosis atau
eritrositemia sekunder. Sedangkan istilah polisitemia biasanya mengarah pada
polisitemia vera. Jenis ini biasanya dipicu oleh keadaan hipoksemia kronis, seperti
pada emfisema dan penyakit jantung bawaan sianotik, yang menyebabkan
peningkatan produksi eritropoietin di ginjal.
Diagnosis polisitemia vera dapat ditegakkan menggunakan kriteria diagnosis
neoplasma myeloproliferatif WHO tahun 2016. Diagnosis polisitemia vera dapat
ditegakkan jika memenuhi 3 kriteria mayor, atau 2 kriteria mayor ditambah 1 kriteria
minor.
Penatalaksanaan polisitemia vera dapat menggunakan flebotomi untuk
menjaga hematokrit < 45%, aspirin untuk menurunkan risiko kejadian thrombotik,
dan terapi sitoreduksi pada pasien yang berisiko tinggi. Splenektomi dapat dilakukan
pada pasien yang mengalami nyeri akibat splenomegali atau yang mengalami kejadian
infark limpa berulang.

3
2. Tujuan penulisan
a. Untuk mengetahui dengan jelas apa itu polisitemia
b. Untuk mengetahui dengan jelas etiologi dari polisitemia
c. Untuk mengetahui dengan jelas patofisiologi dari polisitemia
d. Untuk mengetahui dengan jelas manifestasi klinis dari polisitemia
e. Untuk mengetahui dengan jelas klasifikasi dari polisitemia
f. Untuk mengetahui dengan jelas penatalaksanaan medis pada polisitemia
g. Untuk mengetahui dengan jelas pemeriksaan diagnostik yang dilakukan
h. Untuk mengetahui dengan jelas asuhan keperawatan polisitemia

4
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

1. PENGERTIAN POLISITEMIA
Polisitemia atau erythrocytosis merupakan gangguan pada darah karena tubuh
memproduksi sel darah merah terlalu banyak, akibatnya kekentalan darah
meningkat. Polisitemia adalah suatu keadaan yang ditandai oleh peningkatan
abnormal sel darah, terutama sel darah merah, disertai peningkatan konsentrasi
hemoglobin perifer. Keadaan ini harus dibedakan dengan polisitemia relatif, di
mana terjadi peningkatan hemoglobin yang tidak disertai peningkatan jumlah sel
darah merah, misalnya karena dehidrasi dan luka bakar.
Polisitemia (eitrositosis) didefinisikan sebagai peningkatan konsentrasi
hemoglobin di atas normal. Polisitemia sejati terjadi bila massa sel darah merah
(red cell mass, RCM) total, yang diukur dengan dilusi sel darah merah yang
berlabel isotop, meningkat di atas normal. Polisitemia palsu/semu (pseudo/stress)
terjadi bila peningkatan konsentrasi hemoglobin disebabkan oleh pengurangan
volume plasma. (Hoffbrand V; 2014)

2. ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya, polisitemia dapat dibagi menjadi polisitemia vera
(primer) dan polisitemia sekunder.
a. Polisitemia Vera
Polistemia vera (primer) adalah mutasi genetic. Polisitemia vera adalah
gangguan sel punca yang ditandai dengan kelainan sumsum tulang
panhiperplastik, maligna, dan neoplastik. Pada polisitemia vera, akan
didapatkan peningkatan massa sel darah merah akibat produksi yang tidak
terkontrol. Peningkatan ini juga diikuti dengan peningkatan produksi sel darah
putih (myeloid) dan platelet (megakariotik) akibat klon abnormal sel punca
hematopoietik.
Pada polisitemia vera (PV), peningkatan volume sel darah merah
disebabkan oleh mieloproliferasi endogen. sifat sel asal dari cacat

5
dikemukakan pada banyak pasien oleh overproduksi granulosit dan trombosit
sebaik sel darah merah. (Hoffbrand V; 2014)
b. Polisitemia Sekunder
Polisitemia sekunder berkaitan dengan berbagai penyakit yang
menyebabkan hipoksia. Polisitemia sekunder adalah peningkatan jumlah sel
darah merah akibat suatu penyakit dasar. Polisitemia sekunder lebih cocok
disebut sebagai eritrositosis atau eritrositemia sekunder. Sedangkan istilah
polisitemia biasanya mengarah pada polisitemia vera. Jenis ini biasanya dipicu
oleh keadaan hipoksemia kronis, seperti pada emfisema dan penyakit jantung
bawaan sianotik, yang menyebabkan peningkatan produksi eritropoietin di
ginjal.

Polisitemia sekunder dapat disebabkan oleh keadaan hipoksemia


kronik akibat berbagai penyakit, antara lain :
a) Penyakit paru obstruktif kronik
b) Sleep apnea dan hipoventilasi karena obesitas
c) Penyakit jantung bawaan sianotik (pirau kanan ke kiri)
d) Gangguan vaskular (stenosis arteri renalis, aneurisma aorta,
aneurisma vaskuler ginjal)
e) Hemoglobinopati dengan afinitas oksigen tinggi (defisiensi 2,3
bifosfogliserat, methemoglobin)
f) Mutasi gen VonHippelLindau
Polisitemia sekunder juga bisa disebabkan oleh tumor yang
memproduksi eritropoietin, misalnya kanker ginjal, hemangioblastoma
serebelum, feokromositoma, karsinoma hepatoseluler, dan leiomioma uterus.
Polisitemia sekunder juga bisa diinduksi obat anabolik steroid dan terapi
pengganti testosteron.

3. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi polisitemia dapat dibedakan menurut etiologi dan kadar
eritropoietin. Pada polisitemia vera (primer), kadar eritropoietin rendah.
Sedangkan pada polisitemia sekunder, kadar eritropoietin tinggi.

6
a. Polisitemia Vera
Patofisiologi polisitemia vera (primer) didasari adanya mutasi bawaan
(germline) atau mutasi somatik (yang didapat) terhadap progenitor erythroid.
Hal ini akan meningkatkan proliferasi dan akhirnya menimbulkan akumulasi
eritrosit. Pada kondisi ini, kadar eritropoietin tidak meningkat, bahkan
terkadang bisa rendah.
Contoh mutasi gen yang sudah teridentifikasi adalah mutasi gen Janus
Kinase 2 (JAK2) pada kasus polisitemia vera dan mutasi reseptor eritropoietin
(EPOR) pada kasus polisitemiafamilial dan kongenital. Mutasi tersebut akan
menyebabkanabnormalitas intracellularsignaling dan kondisi hipersensitivitas
terhadap eritropoietin pada sel progenitor erythroid, menyebabkan deregulasi
eritrositosis.

b. Polisitemia Sekunder
Patofisiologi polisitemia sekunder didasari oleh erythropoietin (Epo)-
drivenprocess. Proses tersebut dapat dipicu oleh mekanisme oxygen- sensitive
Eporesponse terhadap hipoksia jaringan atau eritropoietin patologik yang
diproduksi oleh tumor atau obat.
1) Peningkatan Kadar Eritropoietik akibat Hipoksia
Mekanisme oxygen-sensitive Eporesponse terhadap hipoksia jaringan
akan meningkatkan produksi hypoxia inducible factors (HIF) dan
pelepasan eritropoietin dari ginjal. Pada akhirnya, terjadi eritropoiesis
secara berlebihan selama kondisi hipoksia jaringan tidak diperbaiki.
Penyakit yang berhubungan dengan polisitemia sekunder antara
lain penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), hipoventilasi alveolar pada
kasus sleep apnea dan obesitas, penyakit jantung bawaan sianotik, dan
hemoglobinopati dengan afinitas oksigen tinggi. Polisitemia sekunder juga
bisa disebabkan hipoksia lokal, misalnya pada kelainan vaskular ginjal
yang menyebabkan hipoksia lokal di jaringan ginjal.

2) Peningkatan Kadar Eritropoietin akibat Tumor atau Obat


Polisitemia sekunder juga bisa disebabkan kadar eritropoietin
berlebihan akibat produksi dari tumor (Epo-secreting tumor). Beberapa
7
obat juga bisa menginduksi produksi eritropoietin, misalnya obat anabolik
steroid dan terapi pengganti testosteron yang memicu stimulasi
eritropoietin endogen. 

Adapun perjalanan klinis polisitemia yaitu :


a. Fase eritrositik atau fase polisitemia : Fase ini merupakan fase permulaan.
Pada fase ini didapatkan peningkatan jumlah eritrosit yang dapat bertanggung
jawab 5-25 tahun. Pada fase ini dibutuhkan flebotomi secara teratur untuk
menggendalikan viskositas darah dalam batasan normaL.
b. Fase brun out (terbakar habis) atau spent out (terpakai habis ) : Dalam fase ini
kebutuhan flebotomi menurun sangat jauh atau pasien memasuki priode
panjang yang tampaknya seperti remisi, kadang-kadang timbul anemia tetapi
trombositosis dan leokositosis biasanya menetap.
c. Fase mielofibrotik : Jika terjadi sitopenia dan splenomegali progresif,
manifestasi klinis dan perjalanan klinis menjadi serupa dengan mielofibrosis
dan metaplasia mieliod. Kadang- kadang terjadi metaplasia mieloid pada
limpa, hati, kelenjar getah bening dan ginjal.
d. Fase terminal : Pada kenyataannya kematian pasien dengan polisitemia vera
diakibatkan oleh komplikasi trombosis atau perdarahan. Kematian karena
mielofibrosis terjadi pada kurang dari 15%. Kelangsungan hidup rerata
(median survival) pasien yang diobati berkisar anatara 8 dan 15 tahun,
sedangkan pada pasien yang tidak mendapatkan pengobatan hanya 18 bulan.
Dibandingkan dengan pengobatan flibotomi saja, resiko terjadinya leukemia
akut meningkat 5 kali jika pasien diberi pengobatan fosfor P32 dan 13 kali jika
pasien mendapatkan obat sitostatik seperti klorambusil.

4. MANIFESTASI KLINIS
a. Polisitemia Vera
Tanda dan gejala pada polisitemia vera terbagi dalam 3 fase, yaitu :
1) Gejala awal (early symptom)
Gejala awal dari polisitemia vera minimal dan tidak selalu ditemukan
kelainan walaupun telah diketahui melalui tes laboratorium. Gejala awal
yang terjadi biasanya sakit kepala (48%), telinga berdenging (43%),
8
mudah lelah(47%), gangguan daya ingat , susah bernapas (26%), darah
tinggi (72%), gangguan penglihatan (3l%), rasa panas pada tangan atau
kaki (29%), gatal (pruritus) (43%), juga terdapat perdarahan dari hidung,
lambung (stomach ulcers) (24%) atau sakit tulang (26%).
2) Gejala akhir (later symptomps) dan Komplikasi
Sebagai penyakit progresif, pasien dengan polisitemia vera mengalami
perdarahan (hemorrhage) atau trombosis. Trombosis adalah penyebab
kematian terbanyak dari polisitemia vera. Komplikasi Iain peningkatan
asam urat dalam darah sekitar 10% berkembang ,menjadi gout dan
peningkatan resiko ulkus pepticum (10%).
3) Fase splenomegali
Sekitar 30% gejala akhir berkembang menjadi fase splenomegali. Pada
tase ini terjadi kegagalan sumsum tulang dan pasien menjadi anemia berat,
kebutuhan transfusi meningkat, liver dan limpa membesar.

Beberapa hal yang berhubungan dengan manifestasi klinis, yaitu :


a) Hiperviskositas
Peningkatan jumlah total ertirosit akan meningkatkan viskositas darah
yang kemudian akan menyebabkan :
- Penurunan kecepatan aliran darah (shear rate), lebih jauh lagi akan
menimbulkan eritrostasis sebagai akibat dari penggumpalan
eritrosit,
- Penurunan laju transport oksigen. Kedua hal tersebut akan
mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan. Berbagai gejala
dapat timbul karena terganggunya oksigenasi target organ
(iskemia/infark) seperti di otak, penglihatan, pendengaran, jantung,
paru, ekstremitas.
b) Penurunan kecepatan aliran (shear rate)
Penurunan shear rate akan menimbulkan gangguan fungsi hemostasis
primer yaitu agregasi trombosit pada endotel hal tersebut akan
mengakibatkan timbulnya perdarahan, walaupun jumlah trombosit >
450 ribu/ml. Perdarahan terjadi pada 1030% kasus polisitemia vera

9
manifestasinya dapat berupa epistaksis, ekimosis, dan perdarahan
gastrointestinal.
c) Trombositosis (hitung trombosit >400.000/mL).
Trombositosis dapat menimbulkan trombosis, pada polisitemia vera
tidak ada korelasi trombositosis dengan trombosis. Trombosis vena
atau tromboflebitis dengan emboli terjadi pada 30-50% kasus
polisitemia vera.
d) Basofilia (hitung basofil >65/mL).
Lima puluh persen kasus polisitemia vera datang dengan gatal
(pruritus) di seluruh tubuh terutama setelah mandi airpanas, dan
beberapa kasus polisitemia vera datang dengan urtikaria suatu keadaan
yang disebabkan oleh meningkatnya kadar histamin dalam darah
sebagai akibat dari basofilia. Terjadinya gastritis dan perdarahan
lambung terjadi karena peningkatan kadar histamin.
e) Splenomegali.
Splenomegali tercatat pada sekitar 70% pasien polisitemia vera.
Splenomegali ini terjadi sebagai akibat sekunder dari hiperaktif
hemopoesis ekstra medular.
f) Hepatomegali.
Hepatomegali dijumpai pada kira-kira sejumlah 40% polisitemia vera.
Sebagaimana halnya splenomegali, hepatomegali juga merupakan
akibat sekunder dari hiperaktif hemopoesis ekstra medular.
g) Laju siklus sel yang tinggi.
Sebagai konsekuensi logis dari hiperaktif hemopoesis dan
splenomegali adalah sekuestrasi sel darah makin cepat dan banyak
dengan demikian maka produksi asam urat darah akan meningkat,
disisi lain laju filtrasi gromerular menurun karena penurunan shear
rate. Artritis Gout dijumpai pada 5-10% kasus polisitemia vera.
h) Defisiensi vitamin B12, dan asam folat.
Laju siklus sel darah yang tinggi dapat mengakibatkan defisiensi asam
folat dan vitamin B12, hal ini dijumpai pada 30% kasus polisitemia
vera karena penggunaan/metabolisme untuk pembuatan sel darah,
sedangkan kapasitas protein tidak tersaturasi pengikat vitamin B12
10
(UB12 - Protein binding capacity) dijumpai meningkat pada >75%
kasus. Seperti diketahui defisiensi kedua vitamin ini memegang peran
dalam timbulnya kelainan kulit dan mukosa, neuropati, atrofi
N.Optikus, serta psikosis.

b. Polisitemia Skunder
Manifestasi klinis polisitemia sekunder :
1.      Emfisema
2.      Hipertensi
3.      Hipoksemia
4.      Kulit sianosis kemerahan

Manifestasi klinis polisitemia relatif / polisitemia spuria:


1.      Penyakit kardiak/pulmonar
2.      Klaudikasi
3.      Diaforesis
4.      Pusing
5.      Dispnea
6.      Letih
7.      Sakit kepala
8.      Tampilan kemerahan
9.      Hipertensi ringan
10.  Kecenderungan mengalami hipovemtilasi

5. KLASIFIKASI
Dikenal 2  jenis polisitemia yaitu relatif (apparent) dan absolut termasuk
didalamnya polisitemia primer (vera) dan sekunder.
a. Polisitemia relatif (apparent)
Polisitemia relatif berhubungan dengan hipertensi, dehidrasi,luka
bakar, obesitas, dan stress. Dikatakan relatif karena terjadi penurunan volume
plasma namun massa sel darah merah tidak mengalami perubahan.

11
b. Polisitemia Absolut
Dikatakan absolut karena terjadi peningkatan volume dan jumlah dari
sel – sel darah baik karena mutasi gen ataupun karena faktor penyakit.
c. Polisitemia primer (Vera)
Polisitemia primer dikarenakan sel benih hematopoietik mengalami
proliferasi berlebihan tanpa perlu rangsangan dari eritropoietin atau hanya
dengan kadar eritropoietin rendah. Dalam keadaan normal, proses proliferasi
terjadi karena rangsangan eritropoietin yang adekuat. Polisitemia vera adalah
contoh polisitemia primer. Jumlah sel darah merah atau eritrosit manusia
umumnya berkisar antara 4 hingga 6 juta per mikroliter darah. Jumlah ini
yang terbanyak dibandingkan dengan sel darah lainnya. Namun, jumlah sel
darah merah bisa melebihi batas normal. Kondisi ini dikenal dengan sebutan
polisitemia vera.
d. Polisitemia sekunder
Jenis ini, proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar eritropoietin.
Jadi, berbanding terbalik dengan polisitemia primer. Peningkatan massa sel
darah merah lama kelamaan akan mencapai keadaan hemostasis dan kadar
eritropoietin kembali ke batas normal. Contoh polisitemia sekunder fisiologis
adalah hipoksia.

6. PENATALAKSANAAN
Terapi-terapi yang sudah ada saat ini belum dapat menyembuhkan
pasien. Yang dapat dilakukan hanya mengurangi gejala dan memperpanjang
harapan hidup pasien.Tujuan terapi yaitu:
a. Menurunkan jumlah dan memperlambat pembentukan sel
darah merah (eritrosit).
b. Mencegah kejadian trombotik misalnya trombosis arteri-
vena, serebrovaskular, trombosis vena dalam, infark miokard,
oklusi arteri perifer, dan infark pulmonal.
c. Mengurangi rasa gatal dan eritromelalgia ekstremitas distal.

12
Prinsip terapi:
1. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal
kasus (individual) dan mengendalikan eritropoesis dengan
flebotomi.
2. Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/
polisitemia yang belum terkendali.
3. Menghindari pengobatan berlebihan (over treatment).
4. Menghindari obat yang mutagenik, teragenik dan berefek sterilisasi
pada pasien usia muda.
5. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu
atau kemoterapi sitostatik pada pasien di atas 40 tahun bila
didapatkan:
a. Trombositosis persisten di atas 800.00/mL, terutama
jika disertai gejala thrombosis.
b. Leukositosis progresif,
c. Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan
sitopenia problematic,
d. Gejala sistemis yang tidak terkendali seperti pruritus
yang sukar dikendalikan, penurunan berat badan atau
hiperurikosuria yang sulit diatasi.

Terapi Polisitemia Vera:


1. Flebotomi:
Flebotomi adalah terapi utama pada PV. Flebotomi mungkin
satu- satunya bentuk pengobatan yang diperlukan untuk banyak
pasien, kadang-kadang selama bertahun-tahun dan merupakan
pengobatan yang dianjurkan. Indikasi flebotomi terutama
pada semua pasien pada  permulaan penyakit, dan pada
pasien yang masih dalam usia subur. Pada flebotomi, sejumlah
kecil darah diambil setiap hari sampai nilai hematokrit mulai
menurun.

13
Jika nilai hematokrit sudah mencapai normal, maka darah
diambil setiap beberapa bulan, sesuai dengan kebutuhan. Target
hematokrit yang ingin dicapai adalah <45% pada pria kulit
putih dan <42% pada pria kulit hitam dan perempuan.

1. Kemoterapi Sitostatika/ Terapi mielosupresif (agen yang dapat


mengurangi sel darah merah atau konsentrasi platelet)
Tujuan  pengobatan kemoterapi sitostatik adalah sitoreduksi.
Lebih baik menghindari kemoterapi jika memungkinkan, terutama
pada pasien uisa muda. Terapi mielosupresif dapat
dikombinasikan dengan flebotomi atau diberikan sebagai
pengganti flebotomi. Kemoterapi yang dianjurkan adalah
Hidroksiurea (dikenal juga sebagai hidroksikarbamid) yang
merupakan salah satu sitostatik golongan obat antimetabolik
karena dianggap lebih aman, tetapi masih diperdebatkan
tentang keamanan  penggunaan jangka panjang. Penggunaan
golongan obat alkilasi sudah  banyak ditinggalkan atau tidak
dianjurkan lagi karena efek leukemogenik dan mielosupresi yang
serius. Walaupun demikian, FDA masih membenarkan
klorambusil dan Busulfan digunakan pada PV. Pasien dengan
pengobatan cara ini harus diperiksa lebih sering (sekitar 2 sampai
3 minggu sekali). Kebanyakan klinisi menghentikan pemberian
obat jika hematokrit: pada pria < 45% dan memberikannya lagi
jika > 52%, pada wanita < 42% dan memberikannya lagi jika >
49%.

2. Fosfor Radiokatif (P32) Isotop radioaktif (terutama fosfor 32)


Digunakan sebagai salah satu cara untuk menekan sumsum
tulang. P32 pertama kali diberikan dengan dosis sekitar 2-
3mCi/m2 secar intravena, apabila diberikan per oral maka dosis
dinaikkan 25%. Selanjutnya jika setelah 3- 4 minggu pemberian
pertama P32 :

14
a. Mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu.
Jika diperlukan dapat diulang akan tetapi hal ini jarang
dibutuhkan.
b. Tidak mendapatkan hasil, selanjutnya dosis kedua
dinaikkan 25% dari dosis pertama, dan diberikan
sekitar 10-12 minggu setelah dosis pertama.

3. Kemoterapi Biologi (Sitokin):


Tujuan pengobatan dengan produk biologi pada polisitemia
vera terutama untuk mengontrol trombositemia (hitung
trombosit 800.00/mm3). Produk biologi yang digunakan adalah
Interferon (Intron- A, Roveron-) digunakan terutama pada
keadaan trombositemia yang tidak dapat dikendalikan.
Kebanyakan klinisi mengkombinasikannya dengan sitostatik
Siklofosfamid (Cytoxan).

Pengobatan pendukung:
a. Hiperurisemia diobati dengan allopurinol 100-600 mg/hari
oral pada  pasien dengan penyakit yang aktif dengan
memperhatikan fungsi ginjal.
b. Pruritus dan urtikaria dapat diberikan anti histamin, jika
diperlukan dapat diberikan Psoralen dengan penyinaran
Ultraviolet range A (PUVA).
c. Gastritis/ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor H2.
d. Antiagregasi trombosit Analgrelide turunan dari Quinazolin.
Anagrelid digunakan sebagai substitusi atau tambahan ketika
hidroksiurea tidak memberikan toleransi yang baik atau dalam
kasus trombositosis sekunder (jumlah platelet tinggi). Anagrelid
mengurangi tingkat  pembentukan trombosit di sumsum. Pasien
yang lebih tua dan pasien dengan penyakit jantung umumnya

15
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Fisik : yaitu ada tidaknya pembesaran limpa dan
penampilan kulit (eritema).
b. Pemeriksaan Darah : Jumlah sel darah ditentukan oleh complete blood
cell count (CBC), sebuah tes standar untuk mengukur konsentrasi eritrosit,
leukosit dan trombosit dalam darah. PV ditandai dengan adanya
peningkatan hematokrit, jumlah sel darah putih (terutama neutrofil), dan
jumlah platelet. Pemeriksaan darah lainnya, yaitu adanya peningkatan
kadar serum B12, peningkatan kadar asam urat dalam serum, saturasi
oksigen pada arteri, dan pengukuran kadar eritropoietin (EPO) dalam
darah.
c. Pemeriksaan Sumsum tulang : Meliputi pemeriksaan histopatologi dan
nalisis kromosom sel-sel sumsum tulang (untuk mengetahui kelainan sifat
sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang akibat mutasi dari gen Janus
kinase-2/JAK2).

16
8. ASUHAN KEPERAWATAN PADA POLISITEMIA

LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.J dengan POLISITEMIA
VERA di RUANGAN INTERNE PRIA IRNA C RSUP.Dr.M.DJAMIL
PADANG

A. PENGKAJIAN

1. Identitas Pasien
Nama : Tn.J RM : 01 02 79 92
Tanggal Lahir : 16 Mar Jenis : Laki-Laki
1969 /45 kelamin
Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS
Alamat : Jl. Khatib Sulaiman No.66 Ulak Karang
Selatan
Diagnosa Medis : Polisitemia vera
Tanggal Masuk 18 Desember 2020
Tanggal Pengkajian 22 Desember 2020

Identitas Penanggung jawab


Nama : Ny. A Umur : 48 tahun
Pendidikan : Sarjana
terakhir
Pekerjaan : IRT
Hubungan : Istri
No Tlp : 08163257429
Alamat : Jl. Khatib Sulaiman No.150 Ulak Karang
Selatan

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama (Alasan masuk RS) :

17
Klien masuk rumah sakit via IGD, keluarga pasien mengatakan
pasien mengalami Nyeri Kepala.

b. Riwayat kesehatan sekarang (RKS),


Pasien datang ke RSUD dengan keluhan Nyeri pada kepala.
Terutama dirasakan pada kepala kiri nyri dirasakan seperi berdenyut
dan hilang timbul. Nyeri dikatakan terlalu berat. Pasien dapat
beraktivitas ringan saat timbul nyeri. Nyeri tidak dapat berkurang
dengan istirahat maupun minum obat penghilang rasa nyeri
(paracetamol).
Pasien semula ke puskesmas untuk memeriksakan
penyakitnya dikatakan menderita hipertensi dan diberikan obat
untuk hipertensi. Beberapa hari kemudian pasien datang ke
puskesmas kembali dengan keluhan yang tidak membaik dan pasien
minta dirujuk ke RSUD.
Keluhan mata kabur, kesemutan,telinga berdenging disangkal
pasien, keluhan anggota gerak melemah disangkal pasien. Buang air
besar normal, BAK normal dan riwayat demam disangkal pasien.

c. Riwayat kesehatan dahulu (RKD)


Pasien menderita tekanan darah tinggi sejak diperiksakan di
puskesmas dan telah mendapatkan pengobatan Captropil 2x25 mg,
Paracetamol 3x500 mg dan Vitamin B Complex 2x1 tablet. Riwayat
penyakit seperti disbetes melitus, penyakit ginjal, penyakit jantung,
asma, alergi obat dan makanan disangkal pasien. Setelah
terdiagnosis polisitemia vera, pasien telah melakukan plebotomi
dengan volume darah yang dikeluarkan sebesar 750 cc.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)


Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
seperti pasien. Riwayat penyakit sistemik seperti jantung, asma,
DM, dan hipertensi dalam keluarga disangkal oleh pasien.
1. Pengkajian Keperawatan
18
a. Pola Persepsi dan Penanganan kesehatan
Pengetahuan tentang penyakit/perawatan:
Awalnya pasien tidak mengerti tentang penyakitnya, hanya
mengetahui tentang hipertensi. Setelah menjalani beberapa
kali pengobatan pasien mulai mengerti tentang penyakitnya.

b. Pola Nutrisi / Metabolisme


Intake makanan dan cairan (sehat/sakit):
 Keluarga Pasien mengatakan saat sehat makannya tidak ada
mengalami masalah. Asupan makanan pasien sehari-hari dapat
dikatakan cukup. Hal ini dikarenakan istri pasien memasak setiap
pagi untuk kebutuhan pasien. Pasien tinggal dekat dengan pasar
sehingga kebutuhan akan bahan makanan tidak sulit. Komposisi
makanan pasien seimbang seperti nasi, daging sayur, dan buah.
c. Pola Eliminasi
1) Buang air besar (sehat/sakit):
Keluarga pasien mengatakan selama dirumah pasien tidak
ada mengalami ganguan dalam BAB, sejak dirawat pasien
BAB nya setiap 3 hari sekali. Terakhir pasien BAB 1 hari
sebelum pengkajian. Keluarga pasien mengatakan BAB
pasien Padat, berwarna kuning.
2) Buang air kecil (sehat/sakit):
Keluarga pasien mengatakan sejak satu minggu sebelum
dirawat pasien sering BAK 2 kali sehari, dan sama setelah
dirawat.
d. Pola ktivitas / Olahraga
Keluarga pasien mengatakan Pasien rajin berolahraga bermain
bulu tangkis karena pernah menjadi guru olahraga.

19
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum √
Mandi √
Berpakaian / berdandan √
Toileting √
Mobilitas di tempat tidur √
Berpindah √
Berjalan √
Menaiki tangga √
Berbelanja √
Memasak √
Pemeliharaan rumah √

Kemampuan Perawatan Diri :


0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain
dan alat, 4: tergantung total

Kekuatan Otot 2222 2222


2222 2222

Keluhan saat beraktivitas : keluarga pasien mengatakan pasien


tidak mampu melakukan aktivitas berat dikarenakan nyeri
berat pada kepala.
e. Pola Istirahat Tidur
Keluarga pasien mengatakan Pola tidur pasien selama dirumah
tidak ada masalah. Pasien mampu tidur 8-10 jam/hati. Sejak
pasien dirawat pola tidur pasien mulai terganggu karena Nyeri
kepala, yang dirasakan pasien. Pasien hanya mampu tidur 4-5
jam/hari.
f. Pola Kognitif - Persepsi
( Penglihatan, pendengaran, pengecapan dan sensasi ) :

20
Keluarga pasien mengatakan sejak dirumah pasien mengalami
gangguan penglihatan mata pasien kabur dan sulit
berkonsentrasi, pendengaran pengecapan dan juga sensasi. dan
semenjak dirawat di RS pasien juga tidak ada mengalami
penurunan pendenganran dan juga pengecepan.
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Normal
h. Pola Peran Hubungan
Keluarga pasien mengatakan selama dirumah pasien
memilikik hubungan yang baik dengan anggota keluarganya,
orang tua, kakak dan juga adeknya. dan juga masyarakat
setempat. Selama dirumah sakit pasien juga memiliki
hubungan yang baik dengan perawat diruangan
i. Pola Seksualitas / Reproduksi
Tidak dikaji
j. Pola Koping - toleransi stress
Pola koping dan toleransi stress cukup baik karena pasien
adalah orang yang positif.
k. Pola keyakinan - Nilai
Pasien beragama islam, pada saat ditanya apakah pasien ada
berdoa memohon kesembuhan kepada Tuhan YME, pasien
menjawabnya dengan positif.

l. Pemeriksaan Fisik
Penampakan umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Kompos Mentis
GCS : Eye : 4 Verbal : 5 Motorik : 6 Total : 15
BB : 54 kg dari 48 kg, TB : 158 cm, LILA 21,68
kg/cm lengan kanan

21
TTV : TD :130/70 mmHg,
HR : 82x/mnt ,regular, isi
cukup RR : 20 x/mnt,
Suhu : 36,2 0C,
Kepala dan leher
1) Rambut
Inspeksi : Pertumbuhan rambut merata, warna hitam beruban ,
tidak ada ketombe.
Palpasi :Benjolan tidak ada, lesi tidak ada, pembengkakan
tidak ada (edema)
2) Mata
Inspeksi :Konjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-),
reflek cahaya (+/+), pupil kanan & kiri, d + 3mm. Simetris
kiri kanan.
Palpasi :Benjolan tidak ada, Pembengkakan (edema) tidak ada
3) Telinga
Inspeksi : Tidak ada keluar cairan dari telinga, fungsi
pendengaran baik, tidak ad tanda-tanda radang, ataupun
bekas luka, sekret(-)
Palpasi : Bejolan tidak ada, pembengkakan (edema) tidak ada
4) Hidung
Inspeksi : simetris kiri kanan, bersih, Napas cuping hidung
(-), perdarahan (-), sumbatan (-), fungsi penciuman baik
5) Mulut
Inspeksi : Hipertrofi gusi (-), pendarahan gusi (-), Lidah :
atrofi papil lidah(-), glossitis (-)
6) Leher
Inspeksi : Deviasi trakea (-), kaku kuduk (-)
Palpasi :tidak teraba Pembesaran kelenjar getah bening (-),
pembesaran kelenjar tiroid, distensi vena jugoralis (-), JVP
22
5-2 cmH2O

Dada ( Thorak )
Cor
 Inspeksi : Iktus Cordis tidak terlihat
 Palpasi : Iktus Cordis tidak teraba
 Perkusi : Batas Atas : ICS II
Batas Bawah : ICS V
Batas Kanan : PSL dekstraks ICS IV
Batas Kiri : 2 cm MCL sinistra ICS V
 Auskultasi : S1.S2, Tunggal, regular, murmur (-)

Pulmo
 Inspeksi : simetris, statis, dan dinamis
 Palpasi : Vocal fremitus
 Perkusi : Sonor
 Auskultasi : Vesikular (+), Ronchi (-), Wheezing (-)

Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis terlihat di ICS 5 mid clavicula
 Palpasi : Ictus Cordis teraba normal di ICS 5 mid
clavicula
 Perkusi : Redup di ICS 2 – 5
 Auskultasi : S1 dan S2 tanpa suara tambahan, Irama jantung
teratur

Abdomen
 Inspeksi : Tidak ada lesi/oedema/ascites/jaringan parut
 Auskultasi : Bising usus normal Peristaltik : 10x/menit
 Perkusi : Timpani diempat kuadran
 Palpasi : Nyeri tekan tidak ada , tidak teraba massa, hepar tidak
teraba, limfa tidak teraba.

23
Inguinal dan genetalia
Genitalia pasien tampak bersih ,Tidak terlihat ada lesi.
Genitalia bagian anus pasien terlihat bersih.

Ekstrimitas
Ekstrimitas atas : Akral teraba hangat (+), , Clubbing Finger
(-), oedem (-), reflex fisiologis normal,
Ekstrimitas bawah : Akral teraba hangat pucat (+),Clubbing
Finger (-), oedem (-) , reflex fisiologis normal, kulit kaki
pasien tampak normal.

Neurologis
(tingkat kesadaran kuantitatif/kualitatif, neurologis terkait)
Kesadaran : Compos Mentis, GCS 15
E=4 V=5 M=6

2. Pemeriksaan Penunjang

24
25
26
Foto Toraks
1. Cor : Tampak Membesar
2. Pulmo : Tak tampak infiltrate/ nodu, corakan Bronkuvaskuler meningkat
sinus pleura kanan kiri tajam
3. Diagfragma : Kanan kiri normal
4. Tulang-tulang : Tidak tampak kelainan
5. Kesan : Cardiomegali

CT-Scan Kepala
Kesan : Lesi Hipodens di Occipital kiri suspect SOL cerebri DD/ Ischemia
Cerebri

Hapusan Darah Tepi


1. Eritrosit : normokromik normositer, Polikromasta(-), normoblas (-)
2. Leukosit : Kesan jumlah meningkat, diff, netrofilia, toxic Granule (-),
Vakuolisasi (-), sel muda (-)
3. Trombosit : Kesan jumlah meningkat, giant trombosit (+), platelet
Clumping (-)
4. Kesan : Polisitema + leukositosis dan trombositosis kecurigaan akibat
: DD/Proses Reaktif DD/ Chronic myeloproliferativ disorder.

I. Terapi Pengobatan:
Tanggal 23 Desember 2020
Terapi nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
1. Akupresur
2. terapi musik
3. biofeedback
4. terapi pijat
5. aromaterapi
6. teknik imajinasi terbimbing
7. kompres hangat/dingin
8. terapi bermain
27
DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO ANALISA DATA ETIOLOGI MASALAH


KEPERAWATAN
1. DS : Sakit Nyeri
 Pasien mengatakan merasakan kepala
nyeri berat pada kepala bagian
kiri.
 Pasien Mengatakan rasa nyeri
pada kepala tidak hilang
walupun sudah minum obat
penghilang rasa nyeri
(paracetamol)

DO :
 Pasien tampak meringis dan
menekan kepala bagian
sebelah kiri.
 Pasien tampak lesu dan kurang
tidur
 TTV : TD : 130/70 mmHg
HR : 82x/mnt
RR : 20x/mnt
Suhu :36,2 0C

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL ADALAH :


Ketidak stabilan kadar eritrosit dalam darah menyebabkan Nyeri yang
berhubungan dengan penyakit kronis dibuktikan dengan nyeri pada
persendian dan sakit kepala.

28
INTERVENSI KEPERAWATAN ( NURSING CARE PLAN ) PADA Tn. J

NO Diagnosa Luaran Intervensi Keperawatan


Keperawatan
1. Nyeri yang Tujuan luaran : setelah dilakukan Manajemen Nyeri
berhubungan dengan intervensi keperawatan selama 3x24
penyakit kronis jam maka Pasien tidak lagi Observasi
dibuktikan dengan mengatakan rasa nyeri dan sakit pada  Identifikasi lokasi, karakterisktik,durasi,frekuensi,
nyeri pada persendian kepala. Dengan kriteria hasil : kualitas, itensitas nyeri
dan sakit kepala. 1. Kontrol nyeri meningkat  Identifikasi skala nyeri
2. Mobilitas fisik meningkat  Identifikasi respons nyeri non verbal
3. Pola tidur Membaik  Identifikasi faktor yang memperberat dan
4. Status kenyamanan meningkat memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
Teraupetik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi

29
rasa nyeri (misal, TENS, hipnosis, Akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
bermain).
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(misal, suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan)
 Fasilitasi Istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab,periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Anjurkan teknik nofarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.

30
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN PADA
Tn.J
Hari / Diagnosa Nama/
Tanggal / Keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan Paraf
Jam
Rabu / Nyeri Manajemen Nyeri Rabu, 23 Desember 2020 jam 12.00
23 wib
Desember Observasi
2020 jam  Monitor keberhasilan terapi Subjektif :
09.00 wib komplementer yang sudah diberikan 1. Pasien mengatakan nyeri
 Monitor efek samping penggunaan dikepalanya sudah jauh
analgetik berkurang
Teraupetik
 Berikan teknik nonfarmakologis Objektif :
untuk mengurangi rasa nyeri (misal, 1. Pasien tampak lebih rileks
TENS, hipnosis, Akupresur, terapi 2. Pasien tidak terlihat meringis
musik, biofeedback, terapi pijat, lagi
aromaterapi, teknik imajinasi 3. Pasien sudah dapat tertidur
terbimbing, kompres hangat/dingin, dengan jam tidur yang
terapi bermain). bertambah.
 Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (misal, suhu Analisis:

31
ruangan, pencahayaan, dan Masalah keperawatan belum
kebisingan) sepenuhnya teratasi
 Fasilitasi Istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri Planning:
dalam pemilihan strategi meredakan Intervensi manajemen manajemen
nyeri nyeri dilanjutkan
Edukasi
 Jelaskan penyebab,periode, dan
pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
 Anjurkan teknik nofarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu.

32
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Polisitemia adalah suatu keadaan yang menghasilkan tingkat peningkatan
sirkulasi sel darah merah dalam aliran darah. Orang dengan polisitemia memiliki
peningkatan hematokrit, hemoglobin, atau jumlah sel darah merah di atas batas normal
melebihi 6 juta/ mm atau hemoglobinnya melebihi 18 g/dl.
Ada dua jenis utama polisitemia: polisitemia vera( primer) dan polisitemia
sekunder.
a.Polisitemia vera (yang secara harfiah diterjemahkan sebagai "polisitemia benar") juga dikenal
sebagai suatu jenis polisitemia primer. Primer berarti bahwa polisitemia tidak disebabkan oleh
gangguan lain.  Polisitemia Primer: Dalam polisitemia primer peningkatan sel darah merah
adalah karena masalah yang melekat dalam proses produksi sel darah merah.
b. Polisitemia sekunder: polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon terhadap faktor-
faktor lain atau kondisi yang mendasarinya atau gangguan, seperti tumor hati, tumor ginjal atau
sindroma Cushing.
Adapun perjalanan klinis polisitemia yaitu :
e. Fase eritrositik atau fase polisitemia : Fase ini merupakan fase permulaan. Pada fase ini
didapatkan peningkatan jumlah eritrosit yang dapat bertanggung jawab 5-25 tahun. Pada
fase ini dibutuhkan flebotomi secara teratur untuk menggendalikan viskositas darah
dalam batasan normaL.
f. Fase brun out (terbakar habis) atau spent out (terpakai habis ) : Dalam fase ini kebutuhan
flebotomi menurun sangat jauh atau pasien memasuki priode panjang yang tampaknya
seperti remisi, kadang-kadang timbul anemia tetapi trombositosis dan leokositosis
biasanya menetap.
g. Fase mielofibrotik : Jika terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, manifestasi klinis
dan perjalanan klinis menjadi serupa dengan mielofibrosis dan metaplasia mieliod.
Kadang- kadang terjadi metaplasia mieloid pada limpa, hati, kelenjar getah bening dan
ginjal.
h. Fase terminal : Pada kenyataannya kematian pasien dengan polisitemia vera diakibatkan
oleh komplikasi trombosis atau perdarahan. Kematian karena mielofibrosis terjadi pada

33
kurang dari 15%. Kelangsungan hidup rerata (median survival) pasien yang diobati
berkisar anatara 8 dan 15 tahun, sedangkan pada pasien yang tidak mendapatkan
pengobatan hanya 18 bulan. Dibandingkan dengan pengobatan flibotomi saja, resiko
terjadinya leukemia akut meningkat 5 kali jika pasien diberi pengobatan fosfor P32 dan
13 kali jika pasien mendapatkan obat sitostatik seperti klorambusil.

3.2 SARAN
Disarankan kepada penderita polisitemia sekunder untuk menghindari faktor
pencetus dan resiko yang bisa mengakibatkan penyakit bertambah parah. Seperti :
perilaku, gaya hidup, seperti merokok, tinggal di tempat yang tinggi.

34
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Moorhead S, Johnson M, Maas M, Swanson, E. 2006. Nursing Outcomes Classification.
United States of America : Mosby
John Wiley & Sons. 2014. Nursing Diagnosis: Definitions and Classification 2015-2017.
UK Wiley Blackwell.
Sue Moorhead et al . 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) : Measurement of
Health Outcomes. St Louis, Missouri. Mosby.
Gloria M. Bulechek et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). St Louis,
Missouri. Mosby
https://www.uptodate.com.concents/diagnostic-approach-to-thepattients-with-
polycythemia1
http://jurnalpenyakitdalam.ui.ac.id/index.php/jpdi/artice/vies/349
http://simdos.unud.ac.id/uploads/file-penelitian-1.pdf

35

Anda mungkin juga menyukai