Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ETIKA ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

Oleh:
KELOMPOK 10

NAMA : 1.Jery damanik

2.Titin R.M.simarmata

3.Vaniora siregar

Mata kuliah : Etika kristen

Grup :F

DOSEN PENGAMPU: Megawati manullang,M.Th

INSTITUT AGAMA KRISTEN NEGERI


IAKN TARUTUNG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa melimpahkan berkat dan
anugerahNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami tentang Etika Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Kristen dari dosen
pengampu Megawati manullang,M.Th.
Besar harapan kami, semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan para pembaca
sehingga bisa di implementasikan dan bermanfaat untuk kita semua. Kami menyadari masih
banyak kekurangan dari makalah ini oleh karena keterbatasan pengetahuan yang kami miliki.
Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca
untuk memperbaiki setiap kekurangan dari makalah ini.

Silangkitang, 23 Maret 2020


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………...

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………

A.Latar Belakang………………………………………………………………….

B.Rumusan Masalah……………………………………………………………...

C.Tujuan Penulisan……………………………………………………………….

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………….

A.Apa yang dimaksud dengan etika? ..................................................................

B.Ilmu Pengetahuan dan Teknologi……………………………………………...

C.Masalah seputar Iptek………………………………………………………….

D.Etika di depan Ilmu dan Teknologi……………………………………………

E.Etika dalam Penggunaan Teknologi Informasi………………………………..

BAB III PENUTUP………………………………………………………………………

A.Kesimpulan……………………………………………………………………

B.Saran…………………………………………………………………………...

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akhir-akhir ini pendidikan menjadi masalah yang ramai dibicarakan. Berbicara
mengenai pendidikan berarti berbicara tentang profesi guru. Guru adalah salah satu profesi
yang banyak diminati oleh kebanyakan siswa dan siswi saat ini karena guru merupakan
profesi yang dapat menentukan masa depan bangsa ini, guru yang baik dan berkualitas dapat
menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang berkualitas juga, begitupun sebaliknya, seorang
guru yang tidak berkualitas, akan menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang tertinggal dan
bahkan bisa menjadi bangsa yang terjajah. Tidak terlepas dari peranan guru, guru yang
berkualitas adalah guru yang menguasai IPTEK untuk menunjang keberhasilan tujuan
pendidikan. Namun seorang guru dalam menjalankan profesinya tersebut tidak jarang
melakukan penyimpangan seperti halnya penyimpangan etika ataupun nilai-nilai yang
seharusnya dicerminkan oleh profesionalisme seorang guru.
Dalam hal penggunaan teknologi pun sudah seharusnya manusia menerapkan etika
dan moral yang sesuai dengan sosial dan kebudayaan yang terdapat di lingkungannya. Etika
dan moral juga dipengaruhi oleh keadaan sosial dan budaya yang ada disekitarnya.
Kebanyakan manusia yang tinggal di lingkungan sosial dan budaya buruk maka etika dan
moralnya pun buruk begitu juga sebaliknya apabila manusia tersebut tinggal di lingkungan
sosial dan budaya yang baik maka etika dan moralnya pun baik. Dalam hal teknologi pun
seharusnya manusia dapat menerapkan etika dan moralnya dalam menggunakan teknologi
karena hal ini juga dapat meminimalisir kerugian yang dirasakan oleh orang lain walaupun
itu hanya merupakan informasi yang disediakan oleh teknologi yang kita pakai.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Etika?

2. Apakah yang dimaksud dengan Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)?

3. Apa saja yang menjadi masalah seputar IPTEK?

4. Bagaimana Etika di depan Ilmu pengetahuan dan teknologi?

5. Bagaimana Etika dalam penggunaan teknologi?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengerti akan apa yang dimaksud dengan Etika.

2. Mengerti akan apa yang dimaksud dengan IPTEK

3. Mengetahui apa saja yang menjadi masalah seputar IPTEK

4. Menjelaskan bagaimana Etika di depan IPTEK

5. Menjelaskan bagaimana Etika dalam penggunaan teknologi


BAB II
PEMBAHASAN

A. Apakah yang dimaksud dengan Etika?

Dalam bahasa Indonesia istilah “etika” dipakai dalam berbagai-bagai hubungan. Ia


misalnya kita gunakan untuk menjelaskan apakah kelakuan atau tindakan seseorang baik
atau buruk. Atau untuk mengetahui norma-norma apakah yang digunakan oleh sesorang
untuk tindakan atau perbuatannya. Atau untuk megatakan apakah keputusan seseorang
benar atau tidak benar. Dan lain-lain. Dalam percakapan kita sehari-hari fakta-fakta (=
kenyataan-kenyataan), kejadian-kejadian, kebiasaan-kebiasaan, keputusan-keputusan dan
lain-lain, bukan saja dibicarakan, tetapi juga dinilai secara etis.

1. Istilah-istilah
a. Etos
Istilah etika berasal dari kata Yunani etos. Dalam bahasa Yunani berarti tempat
tinggal (baik dari manusia, maupun dari binatang). Arti ini penting. Etos selalu mempunyai
sangkut-paut dengan tempat, di mana kita tinggal dan di mana kita berada. Selain daripada
tempat tinggal etos juga berarti kebiasaan.

b. Moral
Suatu kata atau istilah lain, yang banyak kita gunakan pada waktu ini ialah kata atau
istilah moral. Kata atau istilah ini berasal dari kata Latin mos (jamak mores) dan mempunyai
arti kira-kira sama dengan kata Yunani “etos”, yaitu kebiasaan atau adat istiadat. Moralitas –
yang berasal dari kata Latin yang sama seperti moral – mempunyai arti yang kira-kira sama
dengan kata atau istilah “kesusilaan” dalam bahasa kita. Moralitas terutama memaksudkan
kadar kesusilaan dari moral yang tertentu.

2. Ari kata etika dan moral


Di atas dikatakan, bahwa etika dan moral mempunyai arti yang kira-kira sama. Dan
bahwa keduanya banyak kita gunakan dalam hidup kita seehari-hari. Etika bukan saja kita
gunakan dalam hidup kita sehari-hari. Etika juga telah berabad-abad lamanya dipelajari dan
diajarkan sebagai ilmu, biasanya dalam kerangka falsafah atau teologi, kadang-kadang juga
dalam kerangka sosiologi dan antropologi budaya. Uraian kita dalam makalah ini terutama
akan bergerak di bidang khusus. Kita mau berusaha untuk – dengan singkat dan secara
sederhana – menjelaskan etika sebagai suatu ilmu yang mempunyai metode-metode, teori-
teori dan model-model sendiri.

3. Defenisi tentang etika


Biasanya etika didefinisikan sebagai ilmu atau ajaran tentang tindakan (= perbuatan)
manusia, yang dinilai berdasarkan suatu norma etis. Kita juga dapat mendefinisikannya
secara lain. Kita juga dapat katakan, bahwa yang kita bicarakan dalam etika ialah pertanyaan
tentang apa yang baik dan apa yang buruk, tentang apa yang benar dan apa yang salah. Tiap-
tiap manusia terlibat dalam pertanyaan itu. Tindakan atau perbuatannya selalu ditinjau dari
sudut itu, yaitu dari apa yang baik dan apa yang buruk. Selain itu, kita juga dapat
meninjaunya dengan menggunakan tinjauan atau kriteria yang lain, umpamanya kriteria
tentang yang indah atau tentang yang berguna, kriteria tentang yang mahal atau tentang yang
bermanfaat, kriteria tentang yang mempunyai arti bagi politik atau tentang yang mempunyai
manfaat bagi ekonomi dan lain-lain. Tinjauan etis adalah salah satu tinjauan yang kita
gunakan untuk menilai tindakan atau perbuatan orang. Dalam penilaian etis tindakan atau
perbuatan orang ditempatkan di bawah tinjauan tentang yang baik dan yang buruk.1

B. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Iptek adalah singkatan dari ilmu pengetahuan,teknologi.Secara umum ilmu(inggris:


science,Latin: scientia) adalah hasil dari belajar dan hal yang praktis. Pengetahuan (Inggris:
knowledge sebagai practical skill berakar dari istilah know yang tahu dan berkaitan dengan
istilah understand yang berarti mengerti). Dalam bahasa Ibrani yang dipakai dalam Amsal
1:7a adalah da’ath sedangkan dalam Mazmur adalah khoqma. Da’ath adalah suatu
pengertian, pengertian dan kesanggupan. Khoqma adalah hikmat, kebijaksanaan, kepandaian,
kecerdikan. Istilah khogma terkait dengan istilah khakham yang artinya mempunyai
kebijaksanaan, mempunyai hikmat, mempunyai kecerdikan, mempunyai kepandaian atau
akal budi.

Akal budi bagian dari ciptaan

Tuhan menciptakan manusia lengkap dengan akal budinya agar manusia sanggup
menyelanggarakan hidupnya di dunia serta untuk menjadi teman sekerja Allah menguasai
alam semesta ini. Dengan akal budi manusia dapat memperoleh serta meningkatkan ilmu
pengetahuan. Akal budi berbeda dari instinct (Naluri). Instinct adalah pengetahuan yang
diberikan Tuhan kepada setiap makhluk, termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan, yang
dipergunakan untuk bertahan hidup secara mendasar dalam lingkungan masing-masing.
Berkat adanya akal budi maka manusia sanggup melihat karya dan kehadiran Allah
yang maha kuasa di alam semesta ini. Akal budi memberi kesempatan untuk manusia
memperoleh pengetahuan. Ini berarti bahwa penguasaan pengetahuan merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari keberadaan manusia yang di kehendaki Allah. Alkitab
menyaksikan: “Tanpa pengetahuan kerajinan pun tidak baik; Orang yang tergesa-gesa akan
salah langkah. Kebodohan menyesatkan jalan orang, lalu gusarlah hatinya terhadap Tuhan”
(Amsal 19:2-3; 2 Tim 3:16).
Dengan meempergunakan akal budi, Abraham menaati panggilan Allah untuk pergi
dari Ur ditanah Kaldea menuju Kanaan hanya berlandaskan ilmu perbintangan yang Ia
pelajari dari ayahnya. Sang ayah ternyata adalah seorang astrolog di pelataran-pelataran
1
Dr. J.L.Ch. Abineno, Sekitar Etika dan Soal-soal Etis, Jakarta, PT.BPK Gunung Mulia, 2003, hlm. 2-6.
rumah di kaldea yang meramalkan kejadian-kejadian yang akan datang melalui bintang-
bintang. Ilmu itu di wariskan kepada anaknya yang kemudian di tugaskan meneliti tanda-
tanda di langit yang penuh dengan pergerakan dan pergeseran.

Ilmu pengetahuan dan teknologi modern

Ilmu pengetahuan mencoba mengerti secara lengkap hakekat benda-benda dan dalil-
dalil yang berkaitan dengan bentuk-bentuk dan manifestasi-manifestasinya. Umat manusia
hendaknya mengakui bahwa berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi maka hidup
manusia mengalami posisi yang lebih baik. Cabang-cabang ilmu pengetahuan kian hari kian
bertambah jumlahnya seirama dengan pesatnya sekarang hasil-hasil penelitian ilmiah. Paling
sedikit sekitar 700 cabang keilmuan di geluti penduduk dunia dewasa ini. Yang pada awalnya
hanya ada dua cabang utama ilmu pengetahuan, yakni:
Filsafat moral, yang di kemudian hari melahirkan ilmu-ilmu sosial yaitu:Ilmu
politik,Ekonomi, ilmu hukum,Sosiologi,Etnologi,Ilmu
bahasa,Antropologi,Philology,Paedagogi,Psikologi dll.
Filsafat alam,yang kemudian melahirkan ilmu-ilmu pengetahuan alam yang berupa:Ilmu
Fisika,Kimia,Biologi,Zoology,Botani,Anatomi,Phatologi,Neurologi,Psikiatria,Uralogi,Orthoo
paedi,Farmakologi,Bakteriologi,Matematika,Ilmu
tehnik,Geometri,Aritmatika,Trigonometri,Geologi dll.
Untuk menguraikan sikap manusia terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi modern
terdapat sudut pandang,yaitu:

(1) Sikap otimisme yang tidak kritis.Sikap ini mensyukuri penemuan ilmu
pengetahuan dan teknologi muktahir seperti
otomatisasi,robotisasi,komputerisasi,teknologi biomedicine,tehnik informatika,dll
hal itu hendaknya diterima saja selaku konsekuensi perkembangan peradaban
manusia.Sikap seperti ini biasanya terdapat pada kelompok masyarakat bisnis yang
bergerak di bidang jual-beli teknologi muktahir yang dipikarannya hanya
beriorentasi pada keuntungan bisnis tanpa menghiraukan dampak-dampak negatif
dari produk-produk teknologi tersebut.
(2) Sikap pesimisme yang hiperkritis.Sikap ini mengutarakan sikap pessimisme
dengan mengatakan bahwa masyarakat tehnologis menjadi”naga”yang perlu di
basmi.Karena teknologi tersebut menginjak-injak hak-hak asasi manusia serta
merampas harkat,kehidupan dan integritas kehidupan umat manusia.
(3) Sikap optimisme yang kritis.Sikap ini menilai ilmu pengetahuan dan teknologi
modern selaku sebuah sistem total yang berada pada posisi yang pertama dan
kedua.Yang ketiga ini melihat adanya bahaya dalam teknologi.Namunjuga melihat
adanya kemungkinan yang lebih besar untuk merestorasi system sosial menuju
pengendalian manusia.Manusia teknologis akan memiliki pandangan ilmu dan
teknologi dunia dengan cara konstruktif yang akan menyelenggarakan suatu standar
nilai untuk peradaban yang akan datang.

Dalam hal menilai ilmu dan teknologi terdapat beberapa prinsip ,yaitu:
1. Kontinuitas hubungan manusia dengan alam yang dipelihara dengan baik dan
bertanggungjawab.Ini harus disertai prinsip:Generasi kini mewariskan alam yang
terpelihara kepada generasi mendatang.
2. Hubungan antara manusia dengan sesamanya manusia serta antara manusia
dengan alam dalam seluruh fenomena di dalam “proses menjadi”(The process of
become).Sejarah kehidupan manusia senantiasa menunjukkan grafik menaik dan
berkembang dari masa ke masa,sehingga ilmu yang ditemukan hari ini bukanlah kata
terakhir,melainkan perlu dikembangkan lebih mendalam lagi.
3. Hakekat realisasi duniawi yang immanen.Dunia yang didiami umat manusia
merupakan sebuah realitas yang perlu dihargai,sehingga sehingga nampak jelas bahwa
usaha –usaha manusia untuk mengenal hakekat itu.

Dampak teknologi

Teknologi adalah “anak kandung”kebudayaan.Memang dalam


perkembangannya,teknologi haus diakui tidak selalu baik.Misal,penemuan mesin uap yang
mendorong timbulnya industri memunculkan gaya hidup dan nilai-nilai manusia,yaitu borjuis
(orang kaya) dan plolentar (orang miskin).Selain itu,dampak perkembangan teknologi adalah
pencemaran udara.Sedangkan teknologi tinggi cenderung mempercepat tempo dikatakan
baik dan buruk, karena terjadi perubahan dan nilai tata kehidupan buruk.Terjadi
korupsi,kemunafikan,politik kelompok,ekologi menjadi terganggu,tibul ketimpangan-
ketimpangan yang negatif,penjelasan terlalu muluk tetapi tidak ada kenyataan.Akibat lebih
lanjut dapat terjadi saja penyalahgunaan teknologi dan sains.Misal,teknologi sebagai alat ukur
struktur global membuat ketidakadilan sehingga terjadi penjajahan terhadap dunia ketiga dan
eksploitasi hampir terjadi di segala bidang kehidupan
(sosial,politik,ekonomi,budaya).Akibtanya terjadi pemerasan terhadap hasil alam dan
penjualan teknologi dengan harga sangat murah karena sudah habis masa berlakunya atau
sudah dibuang. “Penyakit” dunia pertama (negara industri atau negara barat ) dan dunia
kedua (negara sosialis) telah dilempar kedunia ketiga.Penyakit ini adalah penyakit peradaban
(goncangan mental,sakit jantung,kanker ganas,sebagai akibat pola hidup orang kaya dan
modern) termasuk kriminalitas,tekanan-tekanan psikologis dan polusi lingkungan kerja
(PHK),penggantian air susu ibu (ASI) dengan susu sapi atau susu kaleng.Namun penyakit
yang paling berbahaya adalah sikap hidup konsumeristik.Dengan keterangan tersebut seperti
diatas,kita harus kembali kepada etika IPTEK, karena IPTEK harus dapat menyejahterakan
hidup manusia (Bandingkan Ayub 5:37;Ams 12:1;Ams 3:13).2

2
Tim Dosen STAKPN Tarutung, Etika Kristen, Diktat Kuliah, Tarutung, 2018, hlm. 44-47
Teknologi dan Pendidikan
Hidup manusia sangat dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Teknologi misalnya banyak menghasilkan mesin dan alat-alat seperti jam, mesin
jahit, mesin cetak, mobil mesin tenun, kapal terbang, tank, meriam, dan sebagainya, agar
manusia dapat hidup lebih mudah, aman, dan senang dalam lingkungannya. Di samping itu
alat-alat itu juga menimbulkan macam-macam bahaya yang dapat merusak dan
membahayakan hidup manusia. Adanya alat-alat itu dapat mengubah pikiran manusia,
mengubah cara kerja dan cara hidupnya. Juga pendidikan tidak bebas dari teknologi.
Hasil teknologi telah sejak lama dimanfaatkan dalam pendidikan. Penemuan kertas,
mesin cetak, radio, film, TV, komputer dan lain-lain, segera dimanfaatkan bagi pendidikan.
Pada hakikatnya alat-alat itu tidak dibua khusus untuk keperluan pendidikan seperti film,
radio, TV, komputer dan sebagainya. Akan tetapi alat-alat itu ternyata dapat dimanfaatkan
dalam dunia pendidikan. Mungkin hanya “teaching machine” yang sengaja dibuat khusus
untuk tujuan pendidikan.
Banyak yang diharapkan dari alat-alat teknologi pendidikan untuk membantu
mengatasi berbagai masalah pendidikan, misalnya untuk mengatasi kekurangan guru guna
memenuhi aspirasi belajar penduduk yang cepat pertumbuhannnya atau untuk membantu
pelajar menguasai pengetahuan yang sangat pesat berkembang sehingga disebut ekplosi
pengetahuan untuk membantu siswa belajar secara individual dengan lebih efektif dan
efisien.

Teknologi Pendidikan dan Guru


Alat-alat teknologi pendidikan dapat mengubah peranan guru. Di samping guru
timbulsumber-sumber pelajaran lainnya. Namun peranan guru tidak akan dapat ditiadakan
dan akan selalu diperlukan. Mengawinkan “teknologi” dan “pendidikan” dapat mengejutkan
profesi guru, sebab teknologi diasosiasikan dengan “mesin” yang dapat menimbulkan bahaya
“dehumanisasi” pendidikan, yaitu pendidikan yang “mechanichal”, yang serba mesin, yang
menghilangkan unsur manusiawi yang selalu terdapat dalam interaksi sosial antara guru dan
murid dan anatara murid dengan murid dalam pelajaran biasa. Pengalaman dengan alat
teknologi pendidikan membuktikan bahwa dalam proses mengajar-belajar guru tetap
memegang peranan yang penting.
Banyaknya alat instruksional di negara-negara maju dapat juga membingungkan guru.
Sukar bagi guru untuk memilih media yang paling baik di antara begitu banyak alat yang
tersedia. Walaupun banyak penelitian tentang efektivitas berbagai media, tidak ada penelitian
yang menjelaskan apabila suatu media dapat atau tidak dapat digunakan dalam situasi belajar
tertentu. Juga belum ada dasar teoritis yang kuat yang menentukan media apa yang paling
serasi untuk bahan pelajaran tertentu.3

C. Masalah seputar iptek

1.Dasar Alkitabiah
Ipteks adalah singkatan dari ilmu pengetahuan,teknologi dan seni.Secara umum,ilmu
3
Prof.Dr.Nasution,M.A, Teknologi Pendidikan, Jakarta, Bumi Aksara, 2012, hlm. 99-100.
(Inggris:sciene,Latin:Scientia) adalah hasil dari belajar dan hal yang praktis.Pengetahuan
(Inggris:knowledge sebagai practikal skill berakar dari istilah know yang tahu dan berkaitan
dengan istilah understand yang berarti mengerti).Dalam ipteks memang ada dua jenis,yakni
empiris dan teoritik.
Dalam Amsal 1:7a dikatakan pengetahuan .Namun dalam Mazmur 111:10a dikatakan
hikmat.Dalam bahasa Ibrani yang dipakai Amsal 1:7a adalah da`ath .Sedangkan dalam
Mazmur adalah khoqma.lalu apa hubungan dari kedua istilah ini? Da’ath adalah suatu
pengertian,pengertian dan kesanggupan.Sedangkan khoqma adalah
hikmat,kebijaksanaan,kepandaian,kecerdikan.Istilah khoqma terkait dengan istilah khakham
yang artinya mempunyai kebijaksanaan,mempunyai hikmat,mempunyai
kecerdikan,mempunyai kepandaian.Ada hubungan timbal balik atau hubungan nisbah antara
ipteks dengan iman.Hubungan itulah yang menyebabkan seseorang di kalangan
ilmuwan,sekaligus orang-orang yang takut akan Tuhan menjadi bijak.Hubungan itu
menimbulkan etika ipteks.Didalam etika ipteks dimungkinkan seseorang yang takut akan
Tuhan mempunyai sifat konstrunktif dalam melaksanakan dan melakukan ipteks.Namun bagi
orang-orang yang tidak takut akan Tuhan , ipteks yang sudah bersifat konstruktif dapat di
bentuk ulang menjadi desktruktif.
Memang seorang ilmuwan,khususnya ilmuwan kristen harus mencari nisbah antara
iman dengan ipteks. Secara profesional,dia juga harus bisa mengembangkan dan
menempatkannya nilai-nilai kristiani.Dengan pengembangan tersebut,ipteks menjadi tidak
bebas nilai.Apabila tidak memerhatikan nisbah itu,krisis dapat terjadi dalam kehidupan sosial
seperti ketidakpastian di bidang hukum,Ekonomi tidak merata,ipteks yang destruktif,krisis
lingkungan,dan sebagainya.Namun seorang yang beriman harus dapat mengambil keputusan
yang paling baik.Dalam Etika kristen apa yang baik adalah segala sesuatu yang sesuai dengan
kehendak Tuhan yang telah menyatakan dirinya di dalam yesus kristus.
Memang benar bahwa para ilmuwan pasti dipengaruhi oleh beberapa hal seperti
agama,politik,ideologi,ekonomi,pribadi,kelompok dan sebagainya.

2.Timbulnya Ipteks
Suatu keheranan atas alamraya ciptaan Tuhan menjadikan manusia
berfantasi,termasuk keyakinan adanya tahkhayul,mitos dan sebagainya. Sedangkan fantasi
adalah mimpi tentang keindahan.Selanjutnya dengan fantasinya,timbul keingina akan
kebenaran.Manusia juga ingin mengetahui semua rahasia alam raya ini dengan cara berpikir
tentang alam sehingga timbul sistem atau susunan pengertian.Sistem itulah yang dinamkan
logika.Dari sini timbul metode,kemudian ipteks.

3.Perkembangan Ipteks
Copernicus (1473-1543) mengemukakan bahwa alam raya ini bukan geosentris
(berpusat pada bumi) melainkan heliosentris (berpusat pada api abadi atau
matahari ).Pendapat ini didukung oleh Johan kepler dan Galileo-galilei.
Rene Descartes atau cartesius (1596-2650) mengatakan,”Cogito ergo sum” ( aku
berpikir maka aku ada).Hal itu berarti ketika orang berpikir,orang sadar akan keberadaannya
atau eksistensinya.Jadi,akal budi sebagai pusat kesadaran.
Jhon locke (1632-1704) dan David hume ( 1711-1776) mengatakan, bahwa
pengalaman empirik melalui indra dapat diterima secara logis.
Isaac Newton ( 1642-1727) mengatakan,bahwa refleksi rasional atas gejala alam
membawa keberadaan atau eksistensi hidup.
Charles Darwin ( 1809-1882) mengemukakan teori tentang perkembangan
mahkluk,yakni teori evolusi

4.Macam-macam Teknologi
Ada beberapa macam teknologi antara antara lain:
a.Teknologi maju
Teknologi maju biasanya menyangkut sumber energi dan mineral ,nuklir dan aspek
pokok teknologi luar angkasa.Itulah sebabnya disebut teknologi tinggi atau high tehnology.
Teknologi maju ini berkaitan dengan perkembangan masa depan secara langsung maupun
tidak langsung.
b.Teknologi Adaptif
Teknologi adaptif artinya teknologi yang menyesuaikan dengan mempertimbangkan
teknologi madya.Biasanya teknologi adatif ini dalam bidang pangan,
pemukiman,pemeliharaan tanah perkembangan tanah dan perkembangan industri. Suatu
pertimbangan untuk ukuran proses adaptif ini antara lain penterapan tenaga kerja,
penggunaan bahan dalam negeri.Sedangkan penelitian teknologi adaptif menyangkut
pengembangan bibit unggul untuk bahan pangan, bahan perdagangan dan bahan bangunan.
c.Teknologi Protektif
Maksud Teknologi protektif adalah memelihara, melindungi dan mengamankan
ekologi dan lingkungan hidup bagi masa depan.Teknologi protektif ini berkisar pada
konversi,restorasi, regenerasi sumber daya alam,termasuk pelestarian , pemulihan dan
pemafaatan kembali.

5.Akibat Teknologi
Sebetulnya teknologi adalah “anak kandung” kebudayaan .Memang dalam
perkembangannya, teknologi harus diakui tidak selalu baik.Misal, penemuan mesin uap yang
mendorong timbulnya industri memunculkan gaya hidup dan nilai-nilai manusia, yaitu
borjuis( orang kaya) dan ploletar (orang miskin ).Selain itu, dampak perkembangan teknologi
tinggi cenderung mempercepat tempo kehidupan.Misal,telkom, robot, nuklir.
Dampak teknologi terhadap kebudayaan dapat dikatan baik buruk.Baik, karena terjadi
perubhan nilai dan tata kehidupan .Buruk,karena terjadi korupsi,kemunafikan,politik
kelompok,ekologi menjadi terganggu,timbul ketimpangan-ketimpangan, penjelasan terlalu
muluk tetapi tidak ada kenyataan.
Akibat lebih lanjut dapat saja terjadi penyalahgunaan teknologi dan sains.Misal,
teknologi sebagai alat ukur struktur global membuat ketidakadilan sehingga terjadi
penjajahan terhadap dunia ketiga dan eksploitasi hampir di segala bidang kehidupan
(sosial,politik,ekonomi,budaya).Akibatnya terjadi pemerasan terhadap hasil alam dan
penjualan teknologi dengan harga sangat murah karena sudah habis masa berlakunya atau
sudah dibuang. “Penyakit” Dunia pertama (negara industri atau negara barat) dan kedua
(negara sosialis) telah dilempar kedunia ketiga.Penyakit itu adalah “penyakit” peradapan
(goncangan mental,sakit jantung ,kanker ganas sebagai akibat pola hidup orangkaya dan
moden ),termasuk kriminalkitas tekanan-tekanan psikologis dan polusi lingkungan.Sementara
itu juga terjadi pemutusan hubungan kerja(PHK),penggantian air susu ibu (ASI) dengan susu
sapi atau susu kaleng.Namun penyakit yang paling berbahaya adalah sikap hidup
konsemeristik.
Dengan keterangan seperti tersebut di atas, kita harus kembali kepada etika ipteks
karena iptek harus dapat menyejahterakan hidup manusia. 4

D. Etika di Depan Ilmu dan Teknologi

Di antara faktor-faktor yang mengakibatkan suasana etis di zaman sekarang,


perkembangan pesat dan menakjubkan di bidang ilmu dan teknologi mempunyai kedudukan
penting. Dengan “ilmu” disini terutama dimaksudkan ilmu alam. Dan dengan
“teknologi”dimengerti penerapan ilmu alam yang memungkinkan kita menguasai dan
memanfaatkan daya-daya alam. Di antara masalah-masalah etis berat yang dihadapi sekarang
ini tidak sedikit berasal dari hasil – kadang-kadang spektakuler – yang dicapai ilmu dan
teknologi modern. Dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya, perkembangan
ilmiah dan teknologis mengubah banyak sekali dalam hidup manusia, antara lain juga

1. Ambivalensi Kemajuan Ilmiah


Perlu kita sadari bahwa kemajuan yang dicapai berkat ilmu dan teknologi bersifat
ambivalen, artinya di samping banyak akibat positif terdapat juga akibat-akibat negatif. Tidak
bisa disangkal, berkat adanya ilmu dan teknologi manusia memperoleh banyak kemudahan
dan kemajuan yang dulu malah tidak diimpikan. Kita ingat saja akan fasilitas transportasi dan
telekomunikasi yang sangat memudahkan komunikasi bagi banyak sekali orang. Contoh yang
tidak kalah penting adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang membuat hidup kita lebih
berkualitas dan cukup drastis meningkatkan umur harapan hidup (life expectancy). Memang
benar apa yang dikatakan filsuf dan sastrawan Inggris, Bertrand Russell (1872-1970):
“Perbaikan dalam bidang kesehatan itu sendiri sudah cukup untuk membuat zaman ini lebih
disenangi dibanding waktu-waktu sebelumnya yang kini kadang kala masih menjadi obyek
nostalgia sementara orang. Secara keseluruhan, zaman ini ditandai oleh perbaikan dan
kemajuan dalam segala hal dibanding dengan sebelumnya, kecuali bagi yang dulunya sudah
kaya dan memiliki hak-hak istimewa. Yang terutama bertambah dengan kemungkinan-
kemungkinan ilmiah dan teknologis ini adalah kemampuan manusia. Filsuf Inggris, Francis
Bacon (1561-1623) sudah menyadari aspek penting ini dengan menekankan bahwa
knowledge is power, “pengetahuan adalah kuasa”. Tidak lama kemudian filsuf Prancis, Rene
Descartes (1596-1650), menulis buku kecil di mana ia menguraikan pandangannya tentang
metode ilmu baru yang sedang bertumbuh itu dan pada akhir bukunya ia mengucapkan
keyakinannya bahwa dengan demikian umat manusia bisa menjadi maitres et possesseurs de
la nature, “penguasa dan pemilik alam”.
Mula-mula perkembangan ilmiah dan teknologi itu dinilai sebagai kemajuan belaka.
Orang hanya melihat kemungkinan-kemungkinan baru yang terbuka luas bagi manusia.
Pandangan optimistis itu berlangsung terus dan mencapai puncaknya dalam abad ke-19. Ilmu
dan teknologi dianggap sebagai kunci untuk memecahkan semua kesulitan yang mengganggu
4
Pdt.R.M.Drie S.Brotosudarmo, S.Th.,M.Th.,M.Si, Etika Kristen untuk Perguruan Tinggi, Yogyakarta, ANDI
Offset, 2007, hlm. 126-132.
umat manusia. Kepercayaan akan kemajuan itu menjadi kentara sekali dalam pemikiran filsuf
Prancis, Auguste Comte (1798-1857), yang memandang zaman ilmiah – yang disebutnya
“zaman positif” – sebagai puncak dan titik akhir seluruh sejarah. Pandangan yang begitu
optimistis kini tampaknya agak naif. Kita sekarang ini jauh lebih modest dalam menilai ilmu
dan teknologi. Kita menginsafi ambivalensi seluruh proses ilmiah-teknologis itu: ada segi
positif dan ada juga segi negatif. Di samping kemajuan luar biasa, ditimbulkan juga banyak
problem dan kesulitan baru. Dan tidak bisa dipungkiri, problem dan kesulitan ini sering
mempunyai konotasi etis. Kesadaran akan aspek-aspek negatif yang melekat pada ilmu dan
teknologi mungkin belum pernah dirasakan begitu jelas dan meyakinkan seperti pada saat
bom atom pertama dijatuhkan di atas kota Hirosima tanggal 6 Agustus 1945 dan tiga hari
kemudian di atas kota Nagasaki. Pada ketika itu segera disadari akibat-akibat dahsyatndari
kemampuan manusia melalui penguasaan fisika nuklir. Dengan adanya bom nuklir itu
ternyata manusia memiliki kemungkinan yang mengerikan untuk memusnahkan kehidupan di
seluruh bumi. Untuk kedua kalinya kesadaran yang sama menyatakan diri ketika sekitar
tahun 1960-an mulai dikenal dan diinsafi dengan jelas masalah ekologi dan lingkungan
hidup. Bukan saja bom nuklir, melainkan juga perusakan dan pencemaran lingkungan hidup
merupakan ancaman besar bagi kehidupan di planet kita. Penggunaan teknologi tanpa batas
dalam industri modern bukan saja kemajuan, melainkan juga kemunduran, bahkan
kehancuran, jika manusia tidak segera tahu membatasi diri. Dengan demikian adanya
persenjataan nuklir dan perlunya kelestarian lingkungan hidup menghadapi manusia dengan
tanggung jawabnya dan karena itu menjadi masalah-masalah etis.

2. Masalah Bebas Nilai


Ilmu dan moral tidak merupakan dua kawasan yang sama sekali asing yang satu
terhadap yang lain, tapi ada titik temu diantaranya. Pada saat-saat tertentu dalam
perkembangannya ilmu dan teknologi bertemu dengan moral. Ilmu dan moral tidak
merupakan dua kawasan yang sekali asing yang satu terhadap yang lain, tapi titik temu
diantaranya.Pada saat-saat tertentu dalam perkembangannya ilmu dan teknologi bertemu
dengan moral.Dengan itu kami sebenarnya sudah menjawab pertanyaan tentang hubungan
antara ilmu dan nilai-nilai moral yang dikenal lebih baik dalam bentuk “apakah ilmu itu
bebas nilai?”. Atas pertanyaan ini sekarang agak umum dijawab bahwa ilmu tidak asing
terhadap nilai dan dalam arti itu ilmu tidak bebas nilai. Dulu banyak ilmuwan merasa segan
mengakui bahwa ilmu itu tidak bebas nilai,karena mereka mengkhwatirkan dengan itu
otonomi ilmu pengetahuan akan dirongrong.Tapi kekhawatiran seperti itu tidak beralasan
metode ilmu pengetahuan memang otonom dan tidak boleh dicampuri oleh pihak lain, entah
itu terjadi atas norma nilai , nilai keagamaan, pertimbangan nasional, atau alasan apapun
juga. Dalam hal ini kita sudah cukup belajar dari sejarah.Kita ingat saja akan “perkara
Galilei” yang terjadi dalam abad ke -17. Tahun 1633 Gereja katolik memaksa ilmuwan italia,
Galileo Galilei, untuk menarik kembali teorinya bahwa bumi mengelilingi matahari dan
tidak sebaliknya (heliosentrisme), yang dinilai bertentangan dengan kitab suci kristen.
Campur tangan agama dalam metode ilmiah tidak saja merugikan ilmu , tapi merugikan itu
sendiri juga,karena kredibilitasnya bisa berkurang. Dalam abad ke 20 masih terjadi kasus
yang sejenis di Uni soviet. Ahli biologi dan genetika, T.D. Lysenko, berhasil meyakinkan
pemerintah Stalin bahwa teori genetika Mendel yang tradisional itu bersifat anti Marxistis
dan bahwa teorinya sendiri sesuai dengan ajaran komunis dan akan memungkinkan loncatan
maju di bidang pertanian. Di kemudian hari terbentuk pendapat umum dalam kalangan ilmiah
bahwa teori Lysenko itu tidak benar. Tapi stalin memenangkan Lysenko dan para
pengikutnya, sedangkan ilmuwan-ilmuwan yang tidak sependapat disingkirkan.Ahli genetika
terkemuka, N.I Vavilov, yang sampai berani mengkritik teori Lysenko, meninggal dalam
camp konsentrasi sebagai “martir” demi ilmu pengetahuan yang otonom.
Bahwa ilmu adalah otonom dalam mengembangkan metode dan prosedurnya, kini
bisa diterima tanpa keberatan apa pun.Tidak ada instansi lain yang berhak menyensor atau
memerintahkan penelitian ilmiah. “Kami mencari kebenaran dan bukan sesuatu yang lain”
sudah lama menjadi semboyan untuk banyak ilmuwan. Akan tetapi, ilmu dan terutama
teknologi sebagai penerapan ilmu teoritis tercantum juga dalam suatu konteks lebih luas.Dan
terutama karena alasan itulah ia berjumpa dengan nilai-nilai moral. Ilmu dan teknologi
bergumul dengan pertanyaan “bagaimana” (bagaimana struktur materi, bagaimana cara
membuat mesin mobil yang irit bahan bakar , dan banyak sekali lagi).Teori ilmiah dan
penerapannya dalam tekni memberi jawaban atas pertanyaan itu.Tapi disamping itu masih
ada pertanyaan-pertanyaan lain, misalnya, pertanyaan yang sangat penting , yaitu “untuk
apa”?.Dan sebenarnya pertanyaan terakhir ini secara kronologis tidak terpisah dari yang
pertama. Konon , ketika seorang ilmuwan Amerika yang ikut serta dalam “Manhattan
project” proyek yang mengembangkan bom atom pertama pada awal tahun 1940-an
dinyataka tentang implikasi lebih lanjut dari proyek ilmiah itu,ia menjawab :”after all,it is
super physisc,” bagaimanapun juga , inilah fisika yang luar biasa “. Maksudnya, ia
membatasi diri pada segi ilmiah saja .Ia tidak bersedia meninggalkan lingkup pertanyaan “
bagaimana?”. Namun demikian, pada kenyatannya pekerjaannya tidak bisa dilepasakan dari
yang terjadi beberapa waktu kemudian di kota Hiroshima dan Nagasaki. Selama ilmuwan
bisa membatasi diri pada pertanyaan “ untuk apa?” hal ini sekarang jauh lebih jelas dari pada
pada awal perkembangan ilmuwan modern.Dalam situasi kita,kemampuan manusia yang
tampak dalam ilmu dan teknologi berkaitan erat dengan kekuatan ekonomis dan politik atau
militer .Salah satu alasan terpenting adalah bahwa penelitian ilmiah yang amat terspesialisasi
itu menjadi usaha yang semakin mahal. Ilmuwan dengan cita-cita paling luhur pun tidak bisa
berbuat banyak, kalau tidak tersedia dana yang sangat dibutuhkan. “Hampir semua ilmuwan
adalah orang yang dari segi ekonomi tidak bebas” sudah dikatakan Albert Einstein. Yang
membiayai penelitian ilmiah tentu sudah mempunyai maksud dan harapan tertentu. Karena
keadaan itu di zaman kita sekarang perkembangan ilmu dan teknologihampir tidak bisa
dipisahkan lagi dari kepentingan bisnis dan politik/militer.

3. Teknologi yang tak terkendali?


Dalam refleksi filosofis tentang situasi zaman kita sudah beberapa kali dikemukakan
bahwa perkembangan ilmu dan teknologi merupakan proses yang seakan-akan berlangsung
secara otomatis, tak tergantung dari kemauan manusia. Keadaan ini bisa mengherankan,
karena teknik sebenarnya dimulai untuk membentuk manusia. Fungsinya pada dasarnya
bersifat instrumental, artinya, menyediakan alat-alat bagi manusia. Teknik mula-mula
dianggap memperpanjang fungsi-fungsi tubuh manusia: kaki (alat-alat transportasi), tangan
(mesin-mesin, alat-alat besar), mata (film, televisi), telinga (radio,telepon)sampai dengan otak
(komputer). Tapi apa yang dirancang sebagai sarana yang memungkinkan manusia untuk
memperluas penguasaannya terhadap dunia ternyata menjadi sukar untuk dikuasai sendiri,
malah kadang-kadang tidak bisa dikuasai. Martin Heiddeger (1889-1976), filsuf Jerman yang
dalam hal ni barangkali mempunyai pandangan paling ekstrim, berpendapat bahwa teknik
yang diciptakan manusia untuk menguasai dunia, sekarang mulai menguasai manusia sendiri.
Kesan bahwa proses ilmu dan teknologi berkembang otomatis tanpaknya seringkali
beralasan. Ketika astronot Amerika, Neil Amstrong, sebagai manusia pertama menginjakkan
kakinya pada permukaan bulan tanggal 20 Juli 1969, hal itu merupakan suatu proses yang
harus terjadi, walaupun tidak ada orang yang tahu persis maksudnya apa. Sekarang manusia
akan menuju ke planet lain, khususnya Mars dan Venus. Hal itu merupakan proses yang
seolah-olah yang tak terhindarkan. Pertanyaannya tentang tujuannya apa dan apakah dana
raksasa yang ditanamkan dalam proyek seperti itu tidak bisa dipakai dengan lebih baik,
rupanya dalam konteks ini kurang relevan. Manusia di atas bulan dan manusia di atas planet
Mars seolah-olah merupakan keniscayaan yang tidak bisa dinganggu gugat. Dan hal yang
sama berlaku untuk banyak proyek ilmiah dan teknologi lainnya.
Gambaran tentang situasi ilmu dan teknologi ini bagi banyak orang barangkali terlalu
pesimistis. Tapi bagi orang lain setidak-tidaknya ada inti kebenran di dalamnya. Kita teringat
disini akan pengalaman peneliti Amerika, Thomas Grissom, yang disebut pada abad awal
kedua. Hati nuraninya mendesak dia untuk berhenti bekerja dalam proyek pengembangan
senjata nuklir, tapi ia insyaf juga bahwa tempatnya akan diisi oleh orang lain, karena
bagaimanapun juga proyek itu berjalan terus. Banyak orang mendapat kesan bahwa proses
perkembangan ilmu dan teknologi seolah-olah kebal terhadap tuntutan ettis. Dan memang
benar, memperhatikan segi-segi etis tidak menjadi tugas ilmu pengetahuan sendiri, melainkan
tugas manusia dibalik ilmu dan teknologi. Jika kemampuan manusia bertambah besar berkat
kemajuan ilmiah dan teknologis, maka kebijaksanaannya dalam kemampuan itu harus
bertambah pula.! Apakah semua yang bisa dikerjakan ilmu dan teknologi, pada kenyataannya
boleh dikerjakan juga? Tidak merupakan pertanyaan yang dapat dijawab oleh ilmu dan
teknologi itu sendiri. Pertanyaan ini harus dijawab oleh manusia yang berperan sebagai
ilmuwan atau teknikus. Dan jelas jawabannya adalah tidak. Tidak semuanya yang bisa
dilakukan dengan kemmpuan ilmiah dan teknologis boleh dilakukan juga. Itu berarti bahwa
manusia harus membatasi diri. Batas bagi yang boleh dan yang tidak boleh ilmu dan
teknologi harus ditentukan berdasarkan kesadaran moral manusia. Akan tetapi, secara konkrit
siapa yang akan mengambil keputusan? Organisasi profesi ilmuwan dan teknisi yang harus
menentukan batas-batas moral itu, atau negara, atau masyarakat internasional? Atau
keputusan moral sebaiknya diserahkan kepada ilmuwan dan teknikus masing-masing? Kita
mulai menyadari bahwa dalam menangani masalah-masalah moral yang ditimbulkan oleh
perkembangan ilmu dan teknologi, individu-individu sendiri tidak berdaya. Masalah-masalah
etis yang begitu berat meminta penanganan lebih menyeluruh. Dalam praktek kita lihat
bahwa masalah-masalah dibidang ilmu-ilmu biomedis biasanya ditangani oleh setiap negara,
setelah diminta advis dari suatu komisi ahli (fertilisasi in vitro dan reproduksi artifisial pada
umumya, dll). Masalah-masalah lingkungan hidup baru mulai dipikirkan: ada usaha pada
taraf nasional, regional dan malah global, tapi hasilnya masih jauh dari yang diharapkan.
Biarpun perhatian untuk segi etis perkembangan ilmu dan teknologi memang ada, namun
usaha pemikiran etis ketinggalan jauh dari usaha untuk memacu ilmu dan teknologi. Jika kita
lihat betapa banyak dana, tenaga dan perhatian dikerahkan untuk menguasai daya-daya alam
melalui ilmu dan teknologi, perlu kita akui bahwa hanya sedikit sekali dilakukan untuk
merefleksikan serta mengembangkan kualitas etis dari usaha-usaha raksasa itu. Situasi dari
universitas-universitas dan institut-institut penelitian lainnya mencerminkan keadaan ini: ilmu
dan teknologi digalakkan dengan cara mengagumkan, tapi sedikit sekali diberikan kepada
studi mengenai masalah-masalah etisnya.
5

E. Etika dalam Penggunaan Teknologi Informasi


1. Pengertian Etika dalam Teknologi Informasi
Etika (ethic) bermaksa sekumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, tata
cara mengenai benar salah tentang hak dan kewajiban yang dianut oleh ssatu golongan atau
masyarakat. Teknologi informasi, dalam kontek yang lebih luas, merangkum semua aspek
yang berhubungan dengan mesin (komputer dan telekomunikasi) dan teknik yang digunakan
untuk menangkap, mengumpulkan, menyimpan, memanipulasi, menghantar dan
menampilkan suatu bentuk informasi. Komputer yang mengendalikan semua bentuk ide dan
informasi memainkan peranan penting dalam pengumpulan, pemprosesan penyimpanan dan
penyebaran informasi. Teknologi informasi bermakna menggabungkan bidang teknologi
seperti komputer, telekomunikasi dan elektronik dan bidang informasi seperti data, fakta dan
proses. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa etika dalam teknologi informasi
adalah sekumpulan nilai mengenai benar salah dalam proses mengumplkan data, menyimpan
data, dan menampilkan bentuk informasi kepada masyarakat, melalui perangkat teknologi
informasi.
5
K.Bertens, Etika, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2007, hlm. 284-291
2 Etika yang harus diperhatikan dalam Teknologi Informasi
Berikut beberapa etika yang harus diperhatikan dalam penggunaan teknologi
informasi:
1. Menggunakan fasilitas teknologi informasi untuk hal yang bermanfaat.
2. Tidak memasuki sistem informasi orang lain secara ilegal.
3. Tidak memberikan user ID dan password kepada orang lain untuk masuk ke dalam sebuah
sistem. Dan tidak diperkenankan untuk menggunakan user ID orang lain utuk masuk ke
sebuah sistem.
4. Tidak mengganggu atau merusak sistem informasi orang lain dengan cara apapun.
5. Menggunakan alat pendukung teknologi informasi dengan bijaksana dan merawatnya
dengan baik.
6. Tidak menggunakan teknologi informasi dalam meakukan perbuatan yang melanggar
hukum dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
7. Menjunjung tinggi hak atas kekayaan intelektual (HAKI). Misalnya, pencantuman url
website yang menjadi referensi tulisan kita baik di media cetak atau elektronik.
8. Tetap bersikap sopan dan santun walaupun tidak bertatap muka secara langsung.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Etika dan moral yang lahir pada masyarakat sangat berpengaruh terhadap
penggunaan teknologi. Sebagai pengguna teknologi kita tidak dapat membendung
kemajuan teknologi. Etika sendiri adalah ilmu yang mempelajari cara manusia
memperlakukan sesamanya dan apa arti hidup yang baik. Dengan adanya etika maka
akan membatasi setiap pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sesuai
dengan norma-norma yang telah ditetapkan dan yang berlaku pada masyarakat. Kita
yang juga merupakan pengguna dari teknologi hendaknya memperhatikan aturan-
aturan yang berlaku baik aturan yang tertulis seperti regulasi hukum maupun aturan
tidak tertulis seperti etika dalam menggunakan teknologi.

B. Saran
Sebagai seorang pendidik nantinya, hendaknya kita memahami nilai etika agar
mampu menjalankan setiap tugas dan tanggungjawab kita dengan bijaksana dan
mampu mengikuti perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang
sesuai dengan zaman.

DAFTAR PUSTAKA

Dr. J.L.Ch. Abineno. 2003. Sekitar Etika dan Soal-soal Etis. Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia
Pdt.R.M.Drie S. Brotosudarmo, S.Th.,M.Th.,M.Si. 2007. Etika Kristen untuk Perguruan
Tinggi. Yogyakarta: ANDI Offset

Tim Dosen STAKPN Tarutung. 2018. Etika Kristen. (Diktat Kuliah)

Prof.Dr.Nasution, M.A. 2012. Teknologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

K.Bertens. 2007. Etika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Drs.Supardan,M.A. 1991. Ilmu, Teknologi dan Etika. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia

https://www.google.com/amp/s/teguhtaskug.wordpress.com/2014/10/21/etika-dalam-
penggunaan-teknologi-informasi/amp/

Anda mungkin juga menyukai