Anda di halaman 1dari 21

PRAKTIKUM

BIOLOGI

LAPORAN RESMI
Lingkungan Abiotik

Regita Widya Pramesti

21033010013

Paralel A2/ Kelompok B

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA


TIMUR

SURABAYA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu cabang biologi adalah Ekologi, yaitu pengkajian mengenai interaksi
antara mahluk hidup dengan lingkungannnya. Menurut E. Haeckel, ekologi adalah suatu
keseluruhan pengetahuan yang berkaitan dengan hubungan. Hubungan total atau
organisme dengan lingkungannya, baik yang bersifat organik (biotik) maupun anorganik
(abiotik) (Ramlawati, dkk, 2017).
Lingkungan merupakan semua faktor eksternal yang bersifat biologis dan
langsung mempengaruhi kehidupan pertumbuhan dan reproduksi organisme.
Lingkungan abiotik merupakan suatu komponen atau faktor yang segala sesuatunya
tidak bernyawa, yaitu seperti tanah, udara, air, iklim, kelembaban, cahaya dan bunyi
(Suwandi, 2011).
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa
dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap
unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi (Hutagalung, 2010).
Ekologi memandang mahluk hidup sesuai dengan perannya masing-masing dan
memandang individu dalam species menjadi salah satu unsur terkecil di alam. Semua
mahluk hidup di alam memiliki peran yang berbeda dalam menyusun keharmonisan
irama keseimbangan. Pada suatu tempat populasi suatu tumbuhan mempengaruhi
populasi tumbuhan lain. Populasi jenis tumbuhan pohon akan memepengaruhi populasi
tumbuhan yang hidup pada pohon-pohon itu serta yang tumbuh di bawah naungannya,
keseluruhan populasi di tempat tertentu membentuk komunitas. Dalam kelangsungan
hidup komunitas selalu terjadi interaksi bukan hanya antar populasi dalam komunitas itu
tetapi dengan faktorfaktor geologi, kimia serta fisika lingkungan. Interaksi ini terutama
dalam aliran materi dan energi membentuk suatu sistem yang dikenal sebagai ekosistem
(Ramlawati, dkk, 2017).

2.1. Tujuan
Mengukur dua faktor dalam lingkungan abiotik yang penting untuk
dipertimbangkan dalam membedakan ekosistem.
2.2. Manfaat Praktikum
Mahasiswa mampu mengukur dua faktor dalam lingkungan abiotic yang penting
untuk dipertimbangkan dalam membedakan ekosistem.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
balk antara mahluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem juga bisa dikatakan sebagai
suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan
hidup yang saling mempengaruhi. Komponen-komponen pembentuk ekosisttem adalah
komponen hidup (biotik) dan komponen tak hidup (abiotik). Kedua komponen tersebut
berada pada suatu tempat dan berinteraksi membentuk suatu kesatuan yang teratur.
Misalnya, pada suatu ekosistem akuarium, eksistem ini terdiri dari ikan, tumbuhan air,
plankton yang terapung di air sebagai komponen biotik. Sedangkan yang termasuk
komponen abiotik adalah air, pasir, batu, mineral, dan oksigen yang terlarut dalam air.
Satuan mahluk hidup dalam ekosistem dapat berupa individu, populasi, dan komunitas
(Cartono & Nahdiah., 2008).

Faktor bioekologi secara umum terbagi atas dua yakni faktor fisik atau abiotik
yang terdiri atas faktor-faktor lingkungan yang bersifat non biologis seperti iklim (suhu
udara, kelembaban udara, intensitas cahaya), tanah dan kondisi fisik lingkungan lainnya.
Diketahui bahwa setiap mahluk hidup termasuk vegetasi tumbuhan berada pada kondisi
lingkungan abiotik yang dinamis dalam skala ruang yang bervariasi disetiap tempat
hidupnya. Oleh karena itu setiap tumbuhan harus dapat beradaptasi menghadapi
perubahan kondisi faktor lingkungan tersebut. Namun demikian, adavegetasi tumbuhan
tidak mungkin dapat hidup dalam kisaran faktor-faktor abiotik yang tinggi, ada jenis
vegetasi tumbuhan yang mampu tumbuh dikisarn faktor abiotik yang tinggi. Faktor
bioekologi yang kedua adalah faktor biotik yaitu organisme yang berpengaruh terhadap
organisme lain contoh tumbuhan lain. Tumbuhan dapat tumbuh dengan berhasil bila
lingkungan mampu menyediakan berbagai keperluan untuk pertumbuhan sesama daur
hidupnya. Oleh karena sifat lingkungan tidak hanya bergantung pada kondisi fisik dan
kimia tetapi juga karena kehadiran organisme lain faktor yang berperan dapat dibagi
menjadi tiga kelompok utama, yakni iklim, tanah dan biotik (Parinding, 2007).

Faktor abiotik merupakan faktor–faktor dalam lingkungan yang mempengaruhi


kehidupan organisme. Komponen abiotik merupakan komponen lingkungan yang terdiri
atas makhluk yang tidak hidup seperti tanah, air, cahaya, udara dan kelembaban (A'yun,
Alaydrus, & Ghaffar, 2017).
Komponen abiotik merupakan komponen dalam ekosistem yang berasal dari
benda tidak hayati atau benda mati. Komponen tersebut ialah komponen fisik dan
komponen kimia nan dijadikan media sebagai tempat berlangsungnya hidup. Lebih
tepatnya komponen abiotik merupakan tematpat tinggal atau lingkungan dimana
komponen biotik hidup. Komponen abiotik sangat bervariasi dan beragam. Komponen
ini bisa berbentuk benda organik, senyawa anorganik, dan juga hal-hal yang
mempengaruhi pendistribusian organisme (Bessy, 2016).

Pada dasarnya, masing-masing vegetasi tumbuhan memiliki kisaran toleransi


tertentu terhadap semua kondisi faktor lingkungan abiotik. Setiap organisme mempunyai
suatu minimum dan maksimum ekologis yang merupakan batas bawah dan batas atas
dari kisaran toleransi organisme itu terhadap kisaran faktor lingkungannya. Daerah
antara batas terbawah dan batas teratas inilah yang menjadi daerah optimum yang
merupakan kondisi fisiologis yang paling baik bagi vegetasi tumbuhan. Apabila vegetasi
tumbuhan berada pada kondisi faktor lingkungan yang mendekati batas kisaran
toleransinnya, maka vegetasi tumbuhan tersebut akan mengalami tekanan atau berada
dalam kondisi kritis menetukan vegetasi tumbuhan untuk tumbuh (Katili, 2013).

Menurut (Hasan, 2012) Komponen Abiotik adalah komponen ekosistem yang


berupa benda-benda tidak hidup seperti tanah, air, udara, cahaya, suhu, serta kondisi
geografi seperti kelembaban, arus angin, pH, iklim, topografi, dan arus air. Adapun
peranan dari komponen abiotik yaitu :

1. Suhu

Makhluk hidup memiliki suhu optimum untuk kelangsungan hidupnya. Hal ini di
sebabkan karena reaksi kimia dalam tubuh organisme dipengaruhi oleh kualitas
suhu lingkungan. Pada umunya organisme senang hidup di tempat yang
suhunya anatar 0º - 40ºC sebab pada suhu di atas 40ºC kebanyakan protein akan
terurai dan rusak . adapun faktor-faktor yang mempengaruhi variasi suhu adalah
lamanya penyinaran, kedudukan matahari terhadap bumi, dan cuaca.

2. Cahaya matahari

Cahaya matahari mempengaruhi ekosistem secara global karena sinar matahari


menentukan suhu. Cahaya matahari merupakan unsur vital yang dibutuhkan oleh
tumbuhan sebagai produsen untuk berfotosintensis. Tidak semua spektrum sinar
matahari berguna unruk fotositensis, hanya spektrum merah, nila dan biru
dibutuhkan dalam fotosintensis.

3. Air

Air merupakan terhadap ekositem karena air dibutuhkan untuk kelasungan hidup
organisme. Beberapa fungsi air adalah:

1) Sebagai penyusun tubuh organisme.

2) Sebagai pelarut mineral-mineral.

3) Sebagai media tempat kehidupan menghuni air.

4) Sebagai habitat makhluk hidup menghuni air.

6) Beberapa dalam proses fotosintensis.

7) Mengabsorbsi temperatur dengan baik/mengatur temperatur di dalam


tanaman.

8) Menciptakan situasi temperatur yang konstan.

4. Tanah

Tanah merupakan tempat hidup bagi organisme. Jenis tanah yang berbeda
menyebabkan organisme yang hidup di dalamnya berbeda. Manusia dapat
memanfaatkan tanah lebih besar dari pada organisme lain. Perlakuan manusia
yang berlebihan pada tanah menyebabkan hilangnya kesuburan tanah dan tanah
menjadi gersang. Tanah terbentuk dari proses penghancuran atau pelapukan
dari batuan induk menjadi bentuk-bentuk berupa partikel yang sangat halus.
Hujan, angin, suhu, aliran sungai, salju serta lumut kerak (Lichenes) merupakan
faktor-faktor yang berperan dalam proses terjadinya tanah. Proses ini dikenal
dengan istilah hancuran iklim.

5. Kelembapan

Kelembapan merupakan salah satu komponen abiotik di udara dan tanah.


Kelembapan di udara berarti kandungan uap air di udara, sedangkan
kelembapan di tanah berarti kandungan air dalam tanah. Kelembapan diperlukan
oleh mkhluk hidup agar tubuhnya tidak cepat kering karena penguapan.
Kelembapan yang diperlukan setiap makhluk hidup berbeda-beda.

6. Udara

Udara terdiri dari berbagai macam gas, yaitu nitrogen (78,09%), oksigen
(20,93%), karbon dioksida (0,03%) dan gas-gas lainnya. Nitrogen diperklukan
makhluk hidup untuk membentuk protein. Oksigen digunakan mahluk hidup
untuk bernapas. Karbin dioksida digunakan tumbuhan utnuk fotosintesis.

7. Garam-garam mineral

Garam-garam mineral antara lain ion-ion nitrogen. Fosfat, sulfur, kalsium dan
natrium. Komposisi garam mineral tertentu menentukan sifat tanah dan air.

Tanah merupakan bagian dari ekosistem yang sangat penting. Tanah


merupakan habitat bagi hewan darat teruama yang hidup di dalam tanah, seperti cacing,
semut, dll. Selain itu, tanah juga merupakan tempat tumbuh bagi tumbuhan (Suhendar,
2015).

Derajat keasaman tanah yang terlalu asam atau basa akan menghambat
pertumbuhan tanaman karena setiap tanaman memiliki kadar toleransi berbeda-beda
terhadap pH tanah. Selanjutnya, factor abiotic tanah lainnya yang tidak kalah penting
adalah suhu. Suhu tanah dapat di pengaruhi oleh warna tanah dan vegetasi penutup.
Suhu tanah akan mendekati konstan pada kedalaman tertentu. Dari uraian diatas
tampak bahwa factor abiotic tanah saling berinteraksi satu dengan yang lainnya
(Suhendar, 2015).

Faktor yang mempengaruhi suhu tanah yaitu factor luar dan factor dalam. Yang
dimaksud dengan factor luar adalah radiasi matahari, awan, curah hujan, angin, dan
kelembaban udara. Sedangkan faktor dalam yaitu meliputi factor tanah, struktur tanah,
kadar air tanah, kandungan bahan organic, dan warna tanah. Makin tinggi suhu maka
semakin cepat pematangan pada tanaman (Ardhana, 2012).

Udara merupakan sekumpulan gas yang membentuk suatu atmosfer dan


menyelimuti atau mengelilingi bumi. Udara bersih dan juga udara kering yang terdapat
di atmosfer mengandung gas dengan komposisi ialah permanen, yakni 21,94% oksigen
(O2); 78,09% nitrogen (N2) ; 0,032% karbon dioksida (CO2); dan gas lain seperti : Ne,
He, Kr, Xe, H2, CH4, N2O (Wisnuwati & Widi, 2018).
Kelembaban merupakan salah satu faktor lingkungan biotik yang berpengaruh
terhadap aktifitas organisme di alam. Kelembapan merupakan salah satu faktor ekologis
yang mempengaruhi aktifitas organisme seperti penyebaran, keragaman harian,
keragaman vertical dan horizontal. Kelembapan relatif dapat dihitung dengan
menggunakan berbagai metode dan instrumen. Ini adalah perhitungan untuk
mengetahui berapa gram uap air dapat diadakan pada suhu tertentu. Biasanya udara
hangat kapasitas yang semakin tinggi untuk menahan uap air. Setiap suhu tertentu
memiliki batas memegang air dan jumlah aktual air diselenggarakan di udara pada saat
pengukuran dapat dipresentasikan dalam persentase (Umar, 2012).

Kelembaban relatif adalah rasio yang digambarkan sebagai persentase antara


tekanan uap air aktual terhadap tekanan uap jenuh es, pada suhu udara (T) tertentu.
Sedangkan suhu udara adalah jumlah panas yang terkandung di udara (Withamana dkk,
2017).

Besarnya kelembaban relatif (RH) menunjukkan keadaan yang berbanding


terbalik dengan besarnya suhu udara, semakin tinggi suhu udara semakin rendah
kelembaban udara relatif. Nilai kelembaban udara relatif dipengaruhi berbagai faktor,
diantaranya adalah tingkat ketersediaan bahan penguap, suhu udara, dan radiasi
matahari. (Saputro dkk, 2010).

Kelembaban relatif berbanding terbalik dengan lapisan inversi. Lapisan inversi


berbanding terbalik dengan gas NO2 dan berbanding lurus dengan gas O3. Kelembaban
relatif berbanding lurus dengan gas NO2 dan berbanding terbalik dengan gas O3.
Hubungan korelasi ada yang terjadi berkebalikan kemungkinan disebabkan oleh
pengaruh sinar dan panas matahari dan gas NO2 yang tidak dapat terdispersi ke
atmosfer karena kekuatan sebaran NO2 yang tidak sampai menuju lapisan inversi
(Rasyidi dkk, 2015).

Kelembaban nisbi adalah perbandingan jumlah uap air dalam udara yang ada
dengan jumlah uap air maksimum dalam suhu yang sama. Kelembaban nisbi pada suatu
tempat bergantung pada suhu yang menentukan kapasitas udara untuk menampung
uap air di tempat tersebut. Kandungan uap air ini ditentukan oleh ketersediaan air
ditempat tersebut serta energi untuk menguapkannya (Handoko, 2010).

Kelembaban nisbi biasanya diukur dengan menggunakan termometer basah dan


kering, baik secara manual maupun dengan alat Sling Psychrometer dan Hygrograf.
Apabila pembacaan pada kedua termometer basah dan kering sama, maka kelembaban
nisbinya adalah 100%, tetapi apabila pembacaan termometer basah di bawah
termometer kering, maka kelembaban nisbinya kurang dari 100%. Nilai sebenarnya
dapat dilihat pada tabel, tetapi kalau menggunakan Sling Psychrometer dan hygrometer
dapat langsung dibaca pada skala ukurannya (Umar, 2012).

Keasaman juga berpengaruh terhadap mahkluk hidup. Biasanya mahkluk hidup


memerlukan lingkungan yang memiliki PH netral (±7). Mahkluk hidup tidak dapat hidup
di lingkungan yang terlalu asam atau basa. Sebagai contoh tanah di Kalimantan yang
umumnya bersifat asam memiliki keanekaragaman yang rendah dibandingkan dengan
didaerah lain yang tanahnya netral. Tanah di Kalimantan bersifat asam karena tersusun
atas gambut. Oleh karena itu sulit dijadikan areal pertanian jika tidak diolah dan
dinetralkan terlebih dahulu. Tanah yang bersifat asam dapat dinetralkan dengan
diberikan bubuk kapur. Tanah berhumus seringkali bersifat asam. Tanah berkapur
seringkali bersifat basa Tanah bersifat basa dapat dinetralkan dengan diberi bubuk
belerang (Rina, Sudarmadji, & Djoko, 2015).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Bahan dan Alat

3.1.1 Bahan :
1. Aquades
3.1.2 Alat :
1. Thermometer Dry and Wet
2. Tabung Erlenmeyer
3. Penggaris
4. Stopwatch

3.2 Prosedur Kerja


a. Pemakaian Thermometer Dry and Wet

Meletakkan kotak penampung yang berisi Aquades di bagian bawah


thermometer bagian wet (basah)

Merendam sumbu thermometer wet (basah) pada kotak penampung


yang berfungsi membuat suhu Thermometer wet (basah) ini menjadi
lebih rendah dibanding dengan suhu thermometer dry (kering)

Mengamati termometer dry yang menunjukan angka 30° Celcius dan


termometer wet yang menunjukan angka 23,5° Celcius

Mengamati thermometer Dry and Wet guna mencari relatif humidity


dengan melihat grafik warna merah yang menunjukan suhu pada
termometer dry dan grafik warna biru yang menunjukan suhu pada
thermometer wet

Mencari relatif humidity dengan meletakkan 0 pada grafik merah dan


0 pada grafik biru. Pada thermometer dry menunjukan suhu 30°
Celcius lalu menggeser suhu 32° Celcius hingga menumpuk pada
suhu 23,5° Celcius pada grafik biru, sehingga menunjukan angka
relatif hubility sebesar 40%
b. Thermometer Dry and Wet pada Parkiran Fakultas Teknik (Lokasi 1)
dengan ketinggian 0 cm, 75 cm,dan 150 cm

Meletakkan Thermometer Dry and Wet pada parkiran Fakultas Teknik


dengan ketinggian 0 cm, 75 cm,dan 150 cm

Menunggu dan mengamati thermometer selama beberapa menit

Mencatat perubahan derajat suhu pada Thermometer Dry and Wet

c. Thermometer Dry and Wet pada lapangan bola (Lokasi 2) dengan


ketinggian 0 cm, 75 cm, dan 150 cm

Meletakkan Thermometer Dry and Wet pada lapangan bola dengan


ketinggian 0 cm, 75 cm dan 150 cm

Menunggu dan mengamati thermometer selama beberapa menit

Mencatat perubahan derajat suhu pada Thermometer Dry and Wet

d. Thermometer Dry and Wet pada Lantai 1 Gedung Fakultas Teknik (Lokasi
3) dengan ketinggian 0 cm, 75 cm, dan 150 cm

Meletakkan Thermometer Dry and Wet pada lantai 1 Gedung Fakultas


Teknik dengan ketinggian 0 cm, 75 cm dan 150 cm

Menunggu dan mengamati thermometer selama beberapa menit

Mencatat perubahan derajat suhu pada Thermometer Dry and Wet


e. Thermometer Dry and Wet pada lantai 3 Gedung Fakultas Teknik (Lokasi
4) dengan ketinggian 0 cm, 75 cm, dan 150 cm

Meletakkan Thermometer Dry and Wet pada 3 Gedung Fakultas Teknik


dengan ketinggian 0 cm, 75 cm, dan 150 cm

Menunggu dan mengamati thermometer selama beberapa menit

Mencatat perubahan derajat suhu pada Thermometer Dry and Wet


BAB IV
HASIL PENGAMATAN

4.1 Tabel Hasil Pengamatan dari Video Praktikum

Lokasi Ketinggian (cm)


No.
pengamatan 0 cm 75 cm 150 cm
T. Kering : 34° T. Kering : 33,5° T. Kering : 32°
Parkiran
T. Basah : 28° T. Basah : 27,5° T. Basah : 27°
1. Fakultas
RH : 54% RH : 54% RH : 60%
Teknik
Selisih : 6° Selisih : 6° Selisih 5°
T. Kering : 35° T. Kering : 35,5° T. Kering : 33,5°
Lapangan T. Basah : 28° T. Basah : 27° T. Basah : 27°
2.
bola RH : 46% RH : 38% RH : 52%
Selisih : 5° Selisih : 8,5° Selisih : 6,5°
Lantai 1 T. Kering : 31° T. Kering : 31° T. Kering : 31°
Gedung T. Basah : 27,5° T. Basah : 26° T. Basah : 29°
3.
Fakultas RH : 78% RH : 64% RH : 80%
Teknik Selisih : 3,5° Selisih : 5° Selisih : 2°
Lantai 3 T. Kering : 29° T. Kering : 29° T. Kering : 29°
Gedung T. Basah : 26,5° T. Basah : 26° T. Basah : 26°
4.
Fakultas RH : 78% RH : 70% RH : 70%
Teknik Selisih : 2,5° Selisih : 3° Selisih : 3°
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Pembahasan

Pada praktikum kali ini membahas tentang lingkungan abiotik. Praktikan


melakukan pengukuran pada faktor-faktor lingkungan abiotik yang penting untuk
dipertimbangkan dalam membedakan ekosistem, yaitu kelembaban nisbi dan
temperatur. Menurut Parinding (2007) menyatakan bahwa : Diketahui bahwa setiap
mahluk hidup termasuk vegetasi tumbuhan berada pada kondisi lingkungan abiotik yang
dinamis dalam skala ruang yang bervariasi disetiap tempat hidupnya. Oleh karena itu
setiap tumbuhan harus dapat beradaptasi menghadapi perubahan kondisi faktor
lingkungan tersebut. Namun demikian, adavegetasi tumbuhan tidak mungkin dapat
hidup dalam kisaran faktor-faktor abiotik yang tinggi, ada jenis vegetasi tumbuhan yang
mampu tumbuh dikisarn faktor abiotik yang tinggi.

Faktor abiotik suatu ekosistem merupakan keadaan fisik dan kimia yang
menyertai kehidupan organisme sebagai medium dan substrat kehidupan. Komponen
ini terdiri dari segala sesuatu tak hidup dan secara langsung terkait pada keberadaan
organisme. Faktor – faktor abiotik meliputi suhu, tanah, cahaya matahari, air,
kelembapan, udara dan garam - garam mineral. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Muhammad Hasan (2012).

Dalam praktikum kali ini, kelembaban nisbi sangat berpengaruh terhadap


berlangsungnya praktikum. Menurut Handoko, (2010) Kelembaban nisbi adalah
perbandingan jumlah uap air dalam udara yang ada dengan jumlah uap air maksimum
dalam suhu yang sama. Kelembaban nisbi pada suatu tempat bergantung pada suhu
yang menentukan kapasitas udara untuk menampung uap air di tempat tersebut.
Kandungan uap air ini ditentukan oleh ketersediaan air ditempat tersebut serta energi
untuk menguapkannya. Sedangkan, suhu udara menurut Ardhana (2012) adalah
keadaan panas atau dinginnya udara. Alat untuk mengukur suhu udara atau derajat
panas disebut termometer namun dapat pula menggunakan higrometer.

Cara mengukur kelembapan nisbi biasanya diukur dengan menggunakan


termometer basah dan kering, baik secara manual maupun dengan alat psychrometer
dan higrograf. Apabila pembacaan pada kedua termometer basah dan kering sama,
maka kelembaban nisbinya adalah 100%, tetapi apabila pembacaan termometer basah
dibawah termometer kering, maka kelembaban nisbinya kurang dari 100%. Nilai
sebenarnya dapat dilihat pada tabel, tetapi kalau menggunakan psychrometer dan
hygrometer dapat langsung dibaca pada skala umumnya seperti pernyataan Umar
(2012).

Pada proses pengukuran, umumnya terjadi perpindahan panas dari tempat yang
akan diukur yang terbaca pada alat pengukur suhu adalah suhu setelah terjadi
kesetaraan. Pengukuran dilakukan pada empat tempat yang berbeda, yaitu parkiran FT,
Lt. 1 Gedung FT, Lt. 3 Gedung FT, dan Lapangan Bola. Pengukuran dilakukan pada
ketinggian 0 cm, 75 cm, dan 150 cm dengan menggunakan thermometer dry and wet
atau biasa disebut dengan termometer basah kering. Termometer ini digunakan untuk
mengukur suhu dan kelembaban nisbi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Umar (2012),
yaitu Kelembaban nisbi biasanya diukur dengan menggunakan termometer basah dan
kering, baik secara manual maupun dengan alat Sling Psychrometer dan Hygrograf.

Pada pengukuran yang pertama bertempat di parkiran Fakultas Teknik atau FT.
Berdasarkan hasil pengukuran yang pertama pada ketinggian 0 cm dipermukaan tanah
terlihat suhu di thermometer kering adalah 34°C dan pada thermometer basah adalah
28°C. Dari kedua pengukuran tersebut didapatkan selisih suhu sebesar 6°C. Relative
Humidity yang diperoleh sebesar 54%. Kemudian pada ketinggian 75 cm diatas tanah,
didapatkan suhu pada thermometer kering sebesar 33,5°C dan pada thermometer
basah sebesar 27,5°C. Selisih suhu yang diperoleh adalah 6°C. Relative Humidity yang
diperoleh sebesar 54%. Pada ketinggian 150 cm diatas permukaan tanah, didapatkan
suhu pada thermometer kering sebesar 32°C dan pada thermometer basah adalah
27°C. Selisih suhu yang diperoleh yaitu sebesar 5°C. Relative Humidity yang diperoleh
adalah sebesar 60%.

Pengukuran yang kedua bertempat di Lantai 1 Gedung FT. Berdasarkan hasil


pengukuran yang pertama yaitu pada ketinggian 0 cm dipermukaan tanah terlihat suhu
di thermometer kering adalah 31°C dan pada thermometer basah adalah 27,5°C. Dari
kedua pengukuran tersebut didapatkan selisih suhu sebesar 4,5°C. Relative Humidity
yang diperoleh sebesar 78%. Kemudian pada ketinggian 75 cm diatas tanah, terlihat
hasil pengukuran oleh thermometer kering adalah sebesar 31% dan pada thermometer
basah sebesar 26%. Selisih suhu yang diperoleh adalah 5%. Sedangkan relative
huminity yang didapatkan adalah sebesar 64%. Dan pada ketinggian 150 cm diatas
permukaan tanah, diperoleh suhu pada termometer kering sebesar 31°C dan pada
termometer basah 29°C. Selisih suhu yang didapatkan yaitu sebesar 2°C. Relative
Humidity yang diperoleh adalah sebesar 80%.
Pengukuran yang ketiga, bertempat di Lantai 3 gedung FT. Berdasarkan hasil
pengukuran pertama yaitu pada ketinggian 0 cm dipermukaan tanah diperoleh suhu
pada termometer kering sebesar 29°C dan pada termometer basah adalah 26,5°C.
Selisih suhu yang didapatkan yaitu sebesar 3,5°C. Relative Humidity yang diperoleh
sebesar 78%. Kemudian, pada ketinggian 75 cm diatas tanah, diperoleh suhu pada
termometer kering sebesar 29°C dan pada termometer basah sebesar 26°C. Selisih
suhu yang diperoleh adalah 3°C. Relative Humidity yang diperoleh sebesar 70%. Dan
pada ketinggian 150 cm diatas permukaan tanah, diperoleh suhu pada termometer
kering sebesar 29°C dan pada termometer basah 26°C. Selisih suhu yang didapatkan
yaitu sebesar 3°C. Relative Humidity yang diperoleh sebesar 70%.

Pengukuran yang keempat atau yang terakhir betempat di Lapangan bola.


Berdasarkan hasil pengukuran pertama yaitu pada ketinggian 0 cm dipermukaan tanah
diperoleh suhu pada termometer kering sebesar 35°C dan pada termometer basah
28°C. Selisih suhu yang didapatkan yaitu sebesar 7°C. Relative Humidity yang diperoleh
sebesar 46%. Pada ketinggian 75 cm diatas tanah, diperoleh suhu pada termometer
kering sebesar 35,5°C dan pada termometer basah sebesar 27°C. Selisih suhu yang
diperoleh adalah 8,5°C. Relative Humidity yang diperoleh sebesar 38%. Pada ketinggian
150 cm diatas permukaan tanah, diperoleh suhu pada termometer kering sebesar
33,5°C dan pada termometer basah 27°C. Selisih suhu yang didapatkan yaitu sebesar
6,5°C. Relative Humidity yang diperoleh sebesar 52%.

Berdasarkan pengukuran dari beberapa tempat, diperoleh hasil permukaan


tanah yang keadaannya paling dingin dan paling lembab adalah di lantai 1 gedung FT
pada ketinggian 150 cm dengan persentase RH sebesar 80%. Sedangkan permukaan
tanah yang keadaanya paling panas dan kurang lembab adalah di lapangan bola pada
ketinggian 75 cm dengan persentase RH yang rendah yaitu 38%. Kedua habitat tersebut
memiliki selisih suhu 2° dan 8,5°.

Perbandingan temperatur dan kelembaban di atas permukaan tanah dari kedua


habitat tersebut adalah saling berkebalikan. Semakin rendah suhu pada suatu habitat,
semakin tinggi kelembaban pada habitat tersebut. Begitupun sebaliknya, semakin tinggi
suhu pada suatu habitat, semakin rendah kelembaban pada habitat tersebut dan
tentunya semakin panas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Saputro dkk. (2010), yaitu
Besarnya kelembaban relatif (RH) menunjukkan keadaan yang berbanding terbalik
dengan besarnya suhu udara, semakin tinggi suhu udara semakin rendah kelembaban
udara relatif.
Perbandingan selisih temperatur terbesar dari satu habitat dengan selisih
temperatur terbesar dari habitat-habitat yang lain adalah pada parkiran FT sebesar 6°C,
lantai 1 gedung FT 5°C, lantai 3 gedung FT 3,5°C, dan lapangan bola 8,5°C. Ini terjadi
karena adanya perbedaan energi panas yang diterima oleh masing-masing habitat.
Perbedaan-perbedaan yang terdapat di antara keempat habitat sehingga menyebabkan
terjadinya perbedaan temperatur dan kelembaban nisbi adalah ketinggian, radiasi
matahai, dan tekanan udara. Kejadian ini sesuai dengan pernyataan Saputro dkk. (2010)
yaitu nilai kelembaban udara relatif dipengaruhi berbagai faktor, diantaranya adalah
tingkat ketersediaan bahan penguap, suhu udara, dan radiasi matahari. Interaksi faktor
biotik dan abiotik memiliki pengaruh yang besar bagi keseimbangan ekosistem, karena
kedua faktor tersebut bersifat saling membutuhkan.

5.2 Pertanyaan

1. Pada permukaan tanah yang manakah keadaannya paling dingin dan paling
lembab?
2. Pada permukaan tanah yang manakah keadaannya paling panas dan kurang
lembab?
3. Bagaimanakah perbandingan temperatur dan kelembaban di atas permukaan
tanah dari kedua habitat tersebut di atas?
4. Bagaimanakah perbandingan selisih temperatur terbesar dari satu habitat
dengan selisih temperatur terbesar dari habitat-habitat yang berbeda?
5. Perbedaan-perbedaan apa yang terdapat di antara keempat habitat sehingga
menyebabkan terjadinya perbedaan temperatur dan kelembaban nisbi?
6. Bagaimana pengaruh interaksi faktor biotik dan abiotik terhadap ekosistem?

5.3 Jawaban

1. Permukaan tanah yang paling dingin terdapat pada lantai 1 gedung 1 FT di


ketinggian 75 cm yaitu 28˚C. Sedangkan permukaan tanah yang paling lembab
terdapat pada lantai 1 gedung 1 FT yang menunjukkan kelembaban 83%.
2. Permukaan tanah paling panas terdapat pada lapangan bola UPN Veteran Jawa
Timur pada ketinggian 150 cm yaitu 35˚C. Sedangkan permukaan tanah yang
kurang lembab terdapat pada lapangan bola UPNVJT yang menunjukkan
kelembaban 58%.
3. Permukaan tanah yang keadaannya paling dingin dan paling lembab ditunjukkan
pada Lt. 1 Gedung 1 Fakultas Teknik karena ada di dalam ruangan dan memiliki
suhu yang paling rendah sehingga kelembaban udaranya cukup tinggi.
Sedangkan permukaan tanah yang keadaannya paling panas dan kurang
lembab terdapat pada parkiran Fakultas Teknik karena kurangnya bahan
sebagai pelindung serta memiliki suhu dan udara yang tinggi atau panas akibat
dari penyinaran cahaya matahari secara langsung.
4. Selisih temperatur terbesar tiap-tiap habitat memiliki angka yang berbeda. Hal ini
dikarenakan permukaan objek yang bersentuhan langsung dengan radiasi
matahari akan menjadi panas permukaannya sehingga terjadi peningkatan suhu
pada permukaan objek tersebut.
5. Perbedaan suhu dan temperatur, serta kelembapan nisbi pada tiap habitat
6. Faktor biotik dan abiotik saling berhubungan dengan ekosistem kehidupan,
contohnya yaitu udara yang mengandung O2 berguna sebagai pernapasan
makhluk hidup, cahaya matahari yang digunakan tumbuhan untuk proses
fotosintesis, dan lain sebagainya
BAB 6
KESIMPULAN

1. Kelembaban relatif adalah rasio yang digambarkan sebagai persentase antara


tekanan uap air aktual terhadap tekanan uap jenuh es, pada suhu udara (T)
tertentu.
2. Suhu udara adalah keadaan panas atau dinginnya udara.
3. Kelembaban nisbi biasanya diukur dengan menggunakan termometer basah dan
kering.
4. Permukaan tanah yang keadaannya paling lembab dan dingin adalah lantai 1
gedung FT dengan ketinggian 150 cm.
5. Permukaan tanah yang keadaanya paling panas dan kurang lembab adalah
lapangan bola pada ketinggian 75 cm.
6. Nilai kelembaban udara relatif dipengaruhi berbagai faktor, diantaranya adalah
tingkat ketersediaan bahan penguap, suhu udara, dan radiasi matahari.
Daftar Pustaka

Ardhana, I. P. (2012). Ekologi Tumbuhan. Bali: Udayana University Press.

A'yun, R. Q., Alaydrus, I., & Ghaffar, A. (2017). Pengukuran Faktor Abiotik Lingkungan. Jakarta:
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Bessy, E. (2016). Penerapan Metoda Pembelajaran Diskusi Dalam Upaya Meningkatkan


Prestasi Belajar Biologi Dengan Materi Pokok Ekosistem Dan Komponen Pendukungnya
Bagi Siswa Kelas X Semester II Sma Negeri 5 Kota Ternate Tahun Pelajaran 2013/2014.
Edukasi, 14(1):375–82.

Cartono, & Nahdiah., R. (2008). Ekologi Tumbuhan. Bandung: Prisma Press.

Handoko. (2010). Klimatologi Dasar. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Hasan, M. (2012). Laporan Pengetahuan Lingkungan.

Hutagalung, R. (2010). Ekologi Dasar. Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka.

Katili, A. (2013). DESKRIPSI POLA PENYEBARAN DAN FAKTOR BIOEKOLOGIS TUMBUHAN PAKU
(PTERIDOPHYTA) DI KAWASAN CAGAR ALAM GUNUNG AMBANG SUB KAWASAN
KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TIMUR. Jurnal Sainstek, VOL 07, NO 02.

Parinding. (2007). Potensi dan Karakteristik Bio-Ekologis Tumbuhan Sarang Semut di Taman
Nasional Wasur Merauke Papua. Jurnal Sainstek.

Ramlawati, Hamka, H., Saenab, S., & Yunus, S. R. (2017). Ekologi. KEMENTERIAN PENDIDIKAN
DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN.

Rasyidi, Alvinsyah, A., Harsa, H., & Boedisantoso, R. (2015). Penentuan Korelasi Perubahan
Kelembaban Relatif terhadap Ketinggian Inversi dan Kualitas Udara Ambien di Kota
Surabaya. Jurnal Teknik ITS, 4(1):106–10.

Rina, S., Sudarmadji, & Djoko, W. (2015). Pengaruh Faktor Abiotik Terhadap Keanekaragaman
dan Kelimpahan Kepiting Bakau di Hutan mangrove Blok Bedul Taman Nasional Alas
Purwo. Jurnal Ilmu Dasar, Vol. 16 No. 2 (63-68).

Saputro, T. H., Fatimah, I. S., & Sulistyantara, B. (2010). STUDI PENGARUH AREA PERKERASAN
TERHADAP PERUBAHAN SUHU UDARA (Studi Kasus Area Parkir Plaza Senayan, Sarinah
Thamrin, dan Stasiun Gambir). Jurnal Lanskap Indonesia, 2(2):76–82.

Suhendar. (2015). Petunjuk Praktikum Pengetahuan Lingkungan. Sukabumi: Laboratorium


Biologi Universitas Muhamadiyyah Sukabumi.

Suwandi. (2011). Lingkungan Biotik dan Abiotik. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Umar, M. R. (2012). Penuntun Praktikum Ekologi Umum. Makasar: Universitas Hasanuddin.


Wisnuwati, & Widi, A. (2018). Modul Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Profesional
Mikroorganisme, Plantae dan Animalia Kelompok Kompetensi G. PPPPTK Pertanian.
Cianjur: PPPPTK Pertanian.

Withamana, Acta, Jaya, I., & Rachmat, A. (2017). Rancang Bangun Perekam Data Kelembaban
Relatif Dan Suhu Udara Berbasis Mikrokontroler. Jurnal Teknologi Perikanan dan
Kelautan, 1(1):73–79.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai