Suatu pagi, sekitar pukul 07.30 di suatu desanya desa yang masih desa tepatnya yang
bernama desa Kuyangtercinta terdapat suatu kejadian yang luar biasa, di dalam sebuah
keluarga kecil nan bahagia namun sedikit menyiksa seorang ayah yang sebagai tulang
punggung keluarga itu tiba-tiba mendapat sebuah penyakit yang tidak diketahui sebabnya,
ya maklum saja namanya di desa dan masih di jaman yang tidak metropolitan.
Bapak : “Ggubraaaaaaaaaaaak!!!!!”
Anak : “Loh bapak?!! Bapak!!! Warisannya ada dimana?”
Mbah : “Loh, Bapakmu kenapa nduk? Tolong-tolooong!!!” (bingung)
Bu San : “Punapa mbah? Mending dibawa ke orang pinter aja, itu di deket Rumah Pak Nyai
belok kanan, terus, ada pohon kelapa belok kanan lagi, ada rumah warna hijau balik
lagi belok kiri, ketemu pohon kelapa lagi belok kiri, di sebelah rumah Pak Nyai,
yaitu rumahnya mbah.”
Mbah : “O iya, tolong dibantu yak.”
Dari role play diatas dapat disimpulkan bahwa perawat tersebut telah menerapkan teori Orem
yang dikenal dengan teori self care dalam melakukan asuhan keperawatannya. Perawatan diri
dilakukan dengan memperhatikan tingkat ketergantungan atau kebutuhan serta kemampuan
klien. Dalam role play diatas, perawat menerapkan ketiga sistem keperawatan yang
diklasifikasikan oleh Orem, yaitu :
1. wholly compensatory nursing system, perawat memberi bantuan secara penuh pada klien
karena tingkat ketergantungan klien yang tinggi.
2. partly compensatory nursing system, perawat memberi bantuan sebagian atau perawat dan
klien saling bekerja sama dalam melakukan tindakan keperawatan.
3. supportive-educative nursing system, klien melakukan perawatan diri dengan bantuan
perawat (supportive dan educative) saat klien sudah mampu melakukannya.