Anda di halaman 1dari 8

Morfem adalah bentuk bahasa yang terkecil yang tidak dapat

lagi dibagi menjadi bagian bagian yang lebih kecil, misalnya,


kata putus jika dibagi menjadi pu dan tus, bagian-bagian itu
tidak dapat lagi disebut morfem karena tidak mempunyai makna,
baik makna leksikal ataupun makna gramatikal. Demikian juga meda-kan tidak dapat
kita bagi menjadi bagian yang lebih kecil
(Badudu,1985:66). Jadi, morfem adalah satuan bahasa yang paling
kecil yang tidak dapat dibagi lagi dan mempunyai makna
gramatikal dan makna leksikal. Klasifikasi morfem didasarkan pada kebebasannya,
keutuhannya, dan maknanya.
1) Morfem bebas dan Morfem terikat
Morfem Bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain
dapat muncul dalam pertuturan. Sedangkan yang dimaksud dengan
morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan
morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan.
Berkenaan dengan morfem terikat ada beberapa hal yang perlu
dikemu kakan. Pertama bentuk-bentuk seperti : juang, henti,
gaul, dan , baur termasuk morfem terikat. Sebab meskipun bukan
afiks, tidak dapat muncul dalam petuturan tanpa terlebih dahulu
mengalami proses morfologi. Bentuk lazim tersebut disebut
prakategorial. Kedua, bentuk seperti baca, tulis, dan tendang
juga termasuk prakategorial karena bentuk tersebut merupakan
pangkal kata, sehingga baru muncul dalam petuturan sesudah
mengalami proses morfologi. Ketiga bentuk seperti : tua (tua
renta), kerontang (kering kerontang), hanya dapat muncul dalam
pasangan tertentu juga, termasuk morfem terikat. Keempat, bentuk
seperti ke, daripada, dan kalau secara morfologis termasuk
morfem bebas. Tetapi secara sintaksis merupakan bentuk terikat.
Kelima disebut klitika. Klitka adalah bentuk singkat, biasanya satu silabel, secara
fonologis tidak mendapat tekanan, kemunculannya dalam pertuturan selalu
melekat tetapi tidak dipisahkan.
2) Morfem Utuh dan Morfem Terbagi
Morfem utuh adalah morfem dasar, merupakan kesatuan utuh.
Morfem terbagi adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua bagian
terpisah, catatan perlu diperhatikan dalam morfem terbagi.
Pertama, semua afiks disebut konfiks termasuk morfem terbagi.
Untuk menentukan konfiks atau bukan, harus diperhatikan makna
gramatikal yang disandang. Kedua, ada afiks yang disebut sufiks
yakni yang disisipkan di tengah morfem dasar.
3) Morfem Segmental dan Suprasegmental
Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem
segmental. Morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk
oleh unsur suprasegmental seperti tekanan, nada, durasi.
Perbedaan antara morfem segmental dan suprasegmental terletak
pada jenis fonem yang membentuknya. Morfem segmental adalah
morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem segmental, seperti morfem
{lihat}, {lah}, {sikat}, dan {ber-}. Jadi, semua morfem yang
berwujud bunyi adalah morfem segmental. Sedangkan morfem
suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur
suprasegmental, seperti tekanan, nada, durasi, dan sebagainya.
Misalnya, dalam bahasa Ngabaka di Kongo Utara di Benua Afrika,
setiap verba selalu disertai dengan penunjuk kata (tense) yang
berupa nada
4) Morfem beralomorf zero
Morfem beralomorf zero adalah morfem yang salah satu alomorfnya tidak
berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi melainkan kekosongan. Kita
lihat, bentuk tunggal untuk book adalah book dan bentuk jamaknya adalah books;
bentuk tunggal untuk sheep adalah sheep dan bentuk jamaknya adalah sheep juga.
Karena bentuk jamak books terdiri dari dua buah morfem, yaitu morfem {book}
dan {-s}, maka dapat dipastikan bentuk jamak unutk sheep adalah morfem
{sheep}dan morfem {0}.
5) Morfem bermakna Leksikal dan Morfem tidak bermakna Leksikal
Morfem bermakna leksikal adalah morfem yang secara inheren
memiliki makna pada dirinya sendiri tanpa perlu berproses dengan
morfem lain. Sedangkan morfem yang tidak bermakna leksikal
adalah tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri.
Misalnya, dalam bahasa Indonesia, morfem-morfem seperti
{kuda}, {pergi}, {lari}, dan {merah} adalah morfem bermakna
leksikal. Sedangkan morfem tak bermakna leksikal tidak mempunyai
makna apa-apa pada dirinya sendiri. Morfem ini baru mempunyai
makna dalam gabungannya dengan morfem lain dalam suatu proses
morfologi. Misalnya, morfem-morfem afiks, seperti {ber-}, {me-},
dan {ter-}.
6) Morfem Dasar, Bentuk Dasar, Pangkal (stem), dan Akar(root)
Morfem dasar, bisa diberi afiks tertentu dalam proses
afiksasi bisa diulang dalam suatu reduplikasi, bisa digabung
dengan morfem lain dalam suatu proses komposisi. Pangkal digunakan untuk
menyebut bentuk dasar dari proses infleksi. Akar
digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis
lebih jauh.
1) Kata
Kata adalah bentuk bebas yang paling kecil (Bloomfield, 1995, hlm. 178).
Namun, morfem mungkin merupakan keseluruhan kata atau merupakan bagian
dari suatu kata. Sehingga, dapat dikatakan pula bahwa kemungkinan besar,
sebetulnya morfemlah satuan kata yang paling kecil.
Perbedaan utama dari morfem dan kata adalah kata dapat berdiri sendiri serta
dapat membentuk suatu makna bebas. Sebagai satuan gramatik, kata terdiri dari
satu atau beberapa morfem. Sebuah kata dapat berupa bentuk tunggal atau terdiri
atas satu satuan gramatikal dan dapat pula berupa bentuk kompleks atau terdiri
atas beberapa satuan gramatikal. Dalam artian bentuk kompleks ini dibangun oleh
satuan gramatikal yang lebih kecil.
a) Klasifikasi Kata
Dengan melihat jumlah morfem yang membentuknya kata dapat
dibedakan menjadi:
I. kata monomorfemis, yaitu yang terdiri atas satu morfem seperti: meja,
burung, pohon, nasi, ibu
II. kata polimorfemis yaitu kata yang terdiri atas dua morfem atau lebih,
contohnya: membeli, kue-kue, makanan, jejaring, duduklah, rumah makan,
temanmu, mitra kerja.

A. Proses Morfologis
Proses morfologis adalah proses pembentukan kata-kata dari satuan lain yang
merupakan bentuk dasarnya (Ramlan, 2009, hlm. 51). Selanjutnya, Ramlan (2009,
hlm.51-82) juga membagi proses ini menjadi beberapa klasifikasi, meliputi: afiksasi,
reduplikasi, dan komposisi. Berikut adalah penjelasannya.
1) Afiksasi
Afiksasi dalah proses pembubuhan afiks (imbuhan) pada sebuah morfem
dasar atau bentuk dasar (Dhanawaty, 2017, hlm. 58). Proses ini melibatkan unsur-
unsur dasar atau bentuk dasar, afiks, dan makna gramatikal yang dihasilkannya.
Contoh afiksasi sesederhana:
a. ubah + {ber-} > berubah
b. ajar + {ber-} > belajar
c. rupa + {ber-} > berupa
Dilihat dari posisi melekatnya bentuk dasar, afiks dapat diklasifikasikan sebagai
berikut.
a. Prefiks, adalah afiks yang diimbuhkan di awal bentuk dasar, seperti me- pada kata
menghibur. Prefiks dapat muncul bersama dengan sufiks atau afiks lain. Misalnya,
prefiks ber- bersama sufiks -kan pada kata berdasarkan
b. Infiks, adalah afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar. Dalam bahasa
Indonesia, misalnya infiks -el- pada kata telunjuk dan -er- pada kata seruling.
c. Sufiks, adalah afiks yang diimbuhkan pada posisi akhir bentuk dasar.
Umpamanya, dalam bahasa Indonesia, sufiks -an pada kata bagian dan sufiks -kan
pada kata bagaikan.
d. Konfiks, adalah afiks yang berupa morfem terbagi, yang bagian pertama berposisi
pada awal bentuk dasar dan bagian yang kedua berposisi pada akhir bentuk dasar.
Dalam bahasa Indonesia, ada konfiks per-/-an seperti terdapat pada kata
pertemuan, konfiks ke-/-an seperti pada kata keterangan, dan konfiks ber-/-an
seperti pada kata berciuman.
e. Sirkumfiks, adalah gabungan afiks yang bukan konfiks, seperti ber-/-an pada kata
beraturan yang memiliki makna ‘mempunyai aturan’.
2) Reduplikasi
Ramlan (2009:63) mengemukakan bahwa proses reduplikasi atau pengulangan
adalah pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagian, baik
dengan variasi fonem maupun tidak. Hasil pengulangan tersebut disebut kata
ulang (terumasuk kata majemuk), sedangkan satuan yang diulang merupakan
bentuk dasar.
Terdapat beberapa jenis reduplikasi, yakni:
a. Pengulangan seluruh, ialah pengulangan seluruh bentuk dasar, tanpa
perubahan fonem dan tidak berkombinasi dengan proses pembubuhan
afiks,contohnya: sepeda menjadi sepeda-sepedapohon menjadi pohon-pohon.
b. Pengulangan sebagian, merupakan pengulangan sebagian dari bentuk
dasarnya. Hampir semua bentuk dasar pengulangan golongan ini berupa
bentuk kompleks, seperti: mengambil menjadi mengambil-
ambil, berjalan menjadi berjalan-jalan.
c. Pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, dalam
jenis ini bentuk dasar diulang seluruhnya dan berkombinasi dengan proses
pembubuhan afiks. Artinya, pengulangan itu terjadi bersama-sama dengan
proses pembubuhan afiks dan bersama-sama pula mendukung suatu fungsi,
contohnya: kereta menjadi kereta-keretaan, pohon menjadi pohon-pohonan.
d. Pengulangan dengan perubahan fonem, sebetulnya pengulaman yang
termasuk dalam golongan ini sangatlah Contohnya: bolak-balik yang
dibentuk dari dasar balik yang diulang seluruhnya dengan perubahan
fonem /a/ menjadi /o/, dan dari /i/ menjadi /a/.

B. Morfofonemik
Proses berubahnya suatu fonem menjadi fonem lain sesuai dengan fonem awal
yang dilekatinya dinamakan proses morfofonemik (Alwi dkk., 2010, hlm. 113).
Proses morfofonemik juga mengatakan bahwa suatu morfem dapat berubah bentuk
dasarnya sebagai akibat pertemuan morfem tersebut dengan morfem yang lainnya.
1) Jenis Morfofonemik
Umumnya dalam berbagai bahasa terdapat tiga proses morfofonemik yang
meliputi: proses perubahan fonem, proses penambahan fonem, dan proses
hilangnya fonem. Berikut adalah penjelasannya.
2) Proses Perubahan Fonem
Proses perubahan fonem, misalnya terjadi sebagai akibat pertemuan
morfem meng- dan peng- dengan bentuk dasarnya. Misalnya,
morfem meng- berubah menjadi mem-, men-, meny-, dan meng-, dan
morfem pe- berubah menjadi pem-, pen-, peny-, dan peng-.
Apa yang terjadi pada contoh di atas adalah perubahan fonem /ŋ/ menjadi /m,
n, n, n. Berikut adalah kaidah-kaidahan perubahan fonem dalam bahasa Indonesia.

1. Fonem /ŋ/ pada morfem meng- dan peng- berubah menjadi fonem /m/ jika
bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan /p, b, f/,
contohnya: meng- + paksa > memaksa, meng- + bantu > membantu,
meng- + fitnah >
2. Fonem /ŋ/ pada meng- dan peng- berubah menjadi fonem /n/ apabila bentuk
dasar yang mengikutinya berawal dengan fonem /t,d,s/. Contohnya
adalah: meng- + tulis > menulis, peng- + dengar > pendengar, meng- + survey
> mensurvei.
3. Fonem /ŋ/ pada morfem meng- dan peng- berubah menjadi /n/ apabila bentuk
dasar yang mengikutinya berawal dengan /s, c, j/,
seperti: meng- + sapu > menyapu, peng- + cemas > pencemas, meng- + jadi >
menjadi.
4. Fonem /ŋ/ pada meng- dan peng- berubah menjadi /η/ jika bentuk dasar yang
mengikutinya berawal dengan fonem /k, g, x, h, dan vokal/,
contohnya: meng- + kacau > mengacau, meng- + garis > menggaris,
meng- + khianati > mengkhianati, peng- + hias > penghias, meng- + angkut >

3) Proses Penambahan Fonem


Proses penambahan fonem antara lain terjadi sebagai akibat pertemuan
morfem meng- dan peng- dengan bentuk dasarnya yang terdiri atas satu suku kata.
Fonem tambahanya ialah /∂/ sehingga meng- berubah menjadi
menge dan peng- berubah menjadi penge-.
Misalnya: meng- + bor menjadi mengebor, peng- + cat menjadi pengecat.
4) Proses Pelesapan Fonem
Pelesapan atau penghilangan fonem terjadi misalnya ketika fonem /ŋ/
pada meng- (dan peng-) terjadi sebagai akibat pertemuan morfem meng- dengan
bentuk dasar yang berawal dengan fonem /l, r, y, w, dan nasal/, seperti pada
contoh di bawah ini.

1. meng- + lerai > melerai
2. meng- + ramalkan > maramalkan
3. meng- + yakinkan > meyakinkan
4. meng- + wakili > mewakili
5. meng- + merahi > memerahi
6. meng- + nyanyi > menyanyi

Fonem /r/ pada morfem ber-, per-, dan ter- lesap sebagai akibat pertemuan
morfem itu dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /r/ dan bentuk dasar
yang suku pertamanya berakhir dengan /∂/. Contohnya:

1. ber- + rapat > berapat
2. ber- + kerja > bekerja
3. per- + ragakan > peragakan
4. ter- + rasa > terasa

Fonem-fonem /p,t,s,k/ pada awal morfem hilang akibat pertemuan morfem


meng- dan peng- dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem-fonem itu.
Misalnya:

1. meng- + paksa > memaksa
2. meng- + tulis > menulis
3. peng- + sapu > penyapu
4. peng- + karang > pengarang

Anda mungkin juga menyukai