Dosen Pengampu
DR. H. Syamsul Huda, M.Ag
Disusun Oleh :
Kelompok 11
Rifqi Zakaria Al Anshori (20201146)
KELAS D
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI
2022
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat berasal dari bahasa Yunani Philosophia, dari kata ini kemudian banyak diperolah
pengertian – pengertian filsafat, baik dari segi pengertianya secara harfiah atau etimologi
maupun dari segi kandungannya.
Menurut islam pendidikan adalah pemberian corak hitam putihnya perjalanan hidup
seseorang. Oleh karena itu ajaran islam menetapkan pendidikan merupakan salah satu
kegiatan yang wajib hukumnya bagi pria dan wanita, dan berlangsung seumur hidup semenjak
dari buaian hingga ajal datang. Pendidikan islam menjelaskan pengetahuan tentang agama
Islam yang meliputi akidah, fikih dan akhlak. Hal ini menekankan penghayatan terhadap
akidah dan kepercayaan dalam islam yang sebenarnya, maka ilmu yang disampaikan harus
mengikuti kaidah yang betul dan memudahkan masyarakat terutama para pelajar memahami
isi kandungan agama Islam.
Dengan demikian pendidikan menyandang misi keseluruhan aspek kebutuhan hidup dan
berproses sejalan dengan dinamikanya hidup setra perubahan – perubahan yang terjadi.
Sebagai akibatnya pendidikan senantiasa mengandung atau menghasilka pemikiran-
pemikiran yang mampu mengembangkan wawasan kajian keislaman dalam peserta didik.
B. Rumusan Masalah
a. Apa hubungan filsafat pendidikan islam dengan ilmu kalam ?
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Ilmu kalam di kenal dengan ilmu ke-Islam-an yang berdiri sendiri, yakni pada masa khalifah
Al-Makmun (813-833) dari bani Abbasiyah. Sebelum itu pembahasan terhadap kepercayaan
Islam di sebut Al-Fiqhu Fiddin sebagai lawan dari Al- Fiqhu Fil’Ilmi.2
Ilmu tauhid adalah akidah Islam, ia sesuai dengan dalil-dalil aqli dan naqli, menetapkan
keyakinan akidah dan menjelaskan tentang ajaran-ajaran yang dibawa oleh junjungan Nabi
Muhammad Saw., bahkan merupakan kelanjutan dari ajaran para Nabi sebelumnya. 3
Ilmu ini disebut dengan ilmu kalam, disebabkan persoalan yang terpenting yang
menjadi pembicaraan pada abad-abad permulaan hijriyah ialah apakah kalam Allah ( Al-Quran
) itu qadim atau hadits. Dan dasar ilmu kalam ialah dalil-dalil pikiran dan pengaruh dalil pikiran
ini tampak jelas dalam pembicaraan para Mutakallimin. Mereka jarang mempergunakan dalil
naqli ( Al-Quran dan Hadits ), kecuali sesudah menetapkan benarnya pokok persoalan terlebih
dahulu berdasarkan dalil-dalil pikiran. Ilmu kalam kadang disebut dengan:
_______________________________
1. Muchtar G, Perkembangan ilmu kalam dari klasik hingga modern ( Bandung : Pustaka Setia, 2005 ), 19
2. Nasir, sahilun A. Pemikiran Kalam ( Teologi Islam ), (Jakarta : RAJAGRAFINDO PERSADA, 2010), 1-3.
3. Ibid. 6
4. Ibid. hlm, 4.
3
b. Hubungan antara ilmu kalam dengan Filsafat Pendidikan Islam
Sebutan kalam, dipertegas oleh Nurcholish Madjid, yang mengutip Ali Asy-Syabi
bahwa antara istilah mantiq dan kalam secara historis ada hubungan. Keduanya memiliki
kesamaan, lalu antara kaum Mutakallimun ( ahli ilmu kalam ) dan para filosof mengganti
istilah mantiq dengan kalam, karena keduanya memiliki makna harfiyah yang sama.
Berbicara Siapa yang sebenarnya muslim dan masih tetap dalam islam, siapa yang sebenarnya
kafir dan telah keluar dari islam, bagaimana dengan muslim yang mengerjakan hal haram dan
kafir yang mengerjakan hal baik. Empat masalah pokok dalam ilmu kalam yaitu mengetahui
tuhan dan kewajiban mengetahui tuhan serta mengetahui baik dan jahat dan kewajiban
mengerjakan yang baik dan menjauhi kejahatan.
Dengan demikian ilmu kalam merupakan salah satu ilmu keislaman yang timbul dari
hasil diskusi umat islam dalam merumuskan kaidah Islam dengan menggunakan dalil akal dan
filsafat. Atas dasar-dasar pemikiran di atas itulah, di antara penulis-penulis islam seperti Ibnu
Khaldun dalam Muqaddimah-nya, Renan dalam bukunya Ibnu Rusyd wa al-Rusydiyah
memasukkan ilmu kalam ke dalam ruang lingkup Filsafat Islam. Hal ini disebabkan mereka
melihat bahwa antar kedua disiplin ilmu keislaman ini terdapat hubungan yang sangat erat
dan masalah-masalah yang dibicarakan antara keduanya sudah bercampur sehingga sulit
dibedakan.
“Fiqih menurut bahasa berarti paham terhadap tujuan seseorang pembicara. Menurut istilah:
fiqih ialah mengetahui hukum-hikum syara amaliah (mengenai perbuatan, perilaku) dengan
melalui dalil-dalil terperinci. Fiqih adalh ilmu yang dihasilkan oleh pikiran atau ijtihad
(penelitian) dan memerlukan wawasan serta perenungan. Oleh sebab itu Allah tidak bisa di
sebut sebagai “faqih” (ahli dalam fiqih), karena bagi-Nya tidak ada sesuatu yang tidak jelas”.5
Sedangkan ushul fiqih adalah merupakan ilmu yang membahas tentang Ilmu
pengetahuan dari hal kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasan yang dapat membawa
kepada pengambilan hukum-hukum tentang amal perbuatan manusia dari dalil-dalil yang
terperinci. Ilmu ushul fiqih merupakan kaidah-kaidah yang dipergunakan mujtahid untuk
mengistinbathkan hukum syar’i yang amali dari dalil-dalilnya yang tafsili.6
_______________________________
5.Djazuli, A. Ilmu Fiqih, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010).Hlm. 4-5.
6. Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Penantar Ilmu Fiqih, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1999), hlm. 163
4
Sedangkan menurut pendapat Abd Wahab Khallaf, ushul fiqih adalah ilmu pengetahuan
tentang kaidah dan bahasa yang dijadikan acuan dalam menetapkan hukum syariat mengenai
perbuatan manusia berdasarkan dalil-dalil secara detail. Dengan ringkas kata, ushul fiqih
adalah ilmu tentang dasar-dasar hukum dalam Islam.7
Dari kebijaksanaan – kebijaksanaan dalam menetapkan hukum, Nampak ada kebijaksanaan
dalam mendidik baik, dalam perorangan, maupun masyarakat. Penetapan hukum fardu yang
bersifat ‘ain yang terkenakan kepada perorangan dan jamaah meberikan pendidikan
tanggunjawab perorangan dan tanggung jawab kelompok serta danya keseimbangan antara
kepentingan indifidu dan masyarakatnya. Dengan demikian ada pendidikan dan tanggung
jawab social.
Penetapan dari para ahli fiqih bahwa taklif itu hanya berlaku bagi yang berakal sehat,
menunjukan pula adanya usaha pendidikan kearah pembentukan dang pengembangan akal
pikiran agar mampu bertanggung jawab terhadap pelaksanaan hukum. 8
b. Hubungan Fiqih dengan Filsafat Pendidikan Islam
Dalam memahami dan menafsirkan ayat-ayat Al-qur'an yang berkenaan dengan
hukum diperlukan ijtihad, yaitu suatu usaha dengan mempergunakan akal dan prinsip
kelogisan untuk mengeluarkan ketentuan-ketentuan hukum dari sumbernya. mengingat
pentingnya ijtihad ini para pakar hukum islam menganggapnya sebagai sumber hukum ketiga,
setelah Al-qur'an dan hadis. termasuk dalam ijtihad tersebut adalah Qiyas, yakni
menyamakan hukum sesuatu yang tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu yang lain yang
ada nash hukumnya atas dasar persamaan illat (sebab) dalam menentukan persamaan
diperlukan pemikiran.9
Tanpa filsafat, fikih akan kehilangan semangat untuk perubahn, dan fikih dapat menjadi
beku, bahkan membelenggu ijtihad.10
Cabang filsafat yang membahas masalah ilmu adalah filsafat ilmu. Tujannya mengadakan
analisis mengenai ilmu pengetahuan dan cara bagaimana pengetahuan ilmiah itu diperoleh.
Sebagaimana kita ketahui bahwa nash-nash Alquran dan hadits terbatas jumlahnya, sedang
peristiwa yang dihadapi manusia selalu timbul dengan tidak terbatas. Oleh karena itu tidak
mungkin nash-nash yang terbatas jumlahnya itu mencukupi untuk menghadapi peristiwa-
peristiwa yang terus terjadi, selagi tidak ada jalan untuk mengenal hukum peristiwa baru
tanpa melalui ijtihad (salah satu ilmu mencari hukum dalam ushul fiqih).
_______________________________
7.Sirajuddin, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 28
8. Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hlm. 140
9. Nasution, Hasyimsyah, Filsafat Islam (Jakarta : Gaya Media Pratama, 1999), hlm. 7
10. Asy’arie, Musa, Filsafat Islam Sunnah Nabi dalam Berpikir (Yogyakarta : LESFI, 2002), hlm. 34
5
Filsafat mempunyai hubungan yang baik dengan ilmu fiqih (ushul fiqih), dalam bentuk
aktivitas, sebagai berikut:
a) Filsafat dan ilmu dapat membantu menyampaikan lebih lanjut ajaran syariah dan fiqih
kepada manusia.
b) Filsafat membantu ushul fiqih dalam mengartikan (menginterpretasikan) teks-teks sucinya.
c) Filsafat membantu dalam memastikan arti objektif tulisan wahyu.
d) Filsafat menyediakan metode-metode pemikiran hukum.
Pertama: filsafat ilmu sebagai pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis
terhadap kegiatan ilmiah.
Kedua: filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkriyik asumsi dan metode
keilmuan.
Ketiga: filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan.
Sedangkan tujuan mempelajari ushul fiqih dapat dikategorikan ke dalam dua tujuan
utama, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Secara umum, mempelajari ushul fiqih adalah
untuk mengetahui dan dapat menggunakan cara-cara ber-is-tinbathd dengan menerapkan
kaidah-kaidah ushuliyyah dan teori-teorinya terhadap dalil-dalil yang tafshily agar hukum
syara’ diketahui dengan baik, dengan jalan yakin ataupun dengan jalan Zhann. Adapun secara
khusus, dengan mempelajari ushul fiqih, kita dapat mengembalikan masalah-masalah cabang
kepada asalnya (muthabi’).13
_______________________________
11. Anwar, Syahrul, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 25
12. Rizal, Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, t), hlm. 51-52
13 .Djazuli dan Nurol Aen, Ushul Fiqih, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 12
6
C. Hubunga Filsafat Pendidikan Islam Dengan Akhlak
a. Pengetian akhlak
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam mendefinisikan akhlak, yaitu
pendekatan Linguistik (kebahasaan), dan pendekatan Terminologik (peristilahan). Dari sudut
kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu Isim Masdar ( bentuk ifiniti ) dari kata
akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai dengan timbangan ( wazan ) tsulasi majid af’ala, yuf’ilu
ifalan yang berarti al-sajiyah ( perangai ), ath-thabi’ah ( kelakuan, tabi’at, watak dasar ), al-
‘adat ( kebiasaan, kelaziman ), al-maru’ah ( peradaban yang baik ), dan al-din ( agama ).
Namun kata akhlak dari akhlaqa sebagimana tersebut diatas seprtinya kurang pas, sebab
isim masdar dari kata akhlqa bukan akhlaq tetapi ikhlaq. Berkenaan denan ini maka timbul
pendapat yang mengatakan bahwa secra Linguistik kata akhlaq merupakan isim jamid atau
isim ghoir mustaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, melainkan keta tersebut sudah
sedemikian adanya, kata akhlaq adalah jamak dari kata khilqun atau khuluqun yang artinya
sama dengan arti akhlaq sebagaimana telah disebutkan diatas.baik kata akhlaq ataupun
khuluq kedua duanya dijumpai baik di dalam al-qur’an, maupun al-hadis sebai berikut :
Ibn Miskawaih (w. 421 H/1030 M), yang dikenal sebagi pakar bidak akhlak terkemuka
mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk
perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sementara itu, Imam Al-Ghazali
(1015-1111 M), dikenal sebagai hujjatul Islam (Pembela Islam) karena kepiawaianya dalam
membela islam dari berbagai paham yang dianggap menyesatkan, dengan agak lebih luas
daripada Ibn Miskawaih, mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa
yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gamblang dan mudah tanpa
memerlukan pemikiran dan pemikiran.
_______________________________
14.Nata, Abudin, Akhlak Tasawuf, ( Jakarta: Rajawali Pres, 2012 ), hlm, 1-2
7
Lima ciri penting dari akhlak, yaitu:
1. Akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga menjadi
kepribadianya.
2. Akhlak adalah perbuatan yang dilakuhkan dengan mudah dan tanpa pemikiran.
3. Akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakanya, tanpa ada
paksaan atau tekanan dari luar.
4. Akhlak adalah perbuatan yag dilakuhkan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau
karena kesandiwara.
5. Sejalan dengan ciri yang keempat akhlak (khususnya akhlak yang baik), akhlak adalah
perbuata yang dilakuhkan dengan ikhlas semata-mata karena Allah SWT., bukan karena ingin
mendapatkan suatu pujian.15
Ilmu akhlak dapat dibedakan antara akhlak teoritis dan akhlak praktis. Aspek teoritis ilmu
kalam tertuju pada kajian tentang esensi baik dan buruk, penetapan kaidah prilkaku, ukuran-
ukuran perbuatan, dan kajian tentang dhamir manusia, haikat dengan gejala-gejalanya, atau
kajian tentang pendefinisian tujuan hidup manusia dalam rangka pencapaian kesempurnaan
dan kebahagiaan. Sedangkan aspek praktis ilmu akhlak terfokus pada implementasi aspek
teoretis dalam kehidupan nyata baik bagi indifidu maupun kelompok.16
Akhlak termasuk di antara makna yang terpenting dalam hidup ini. Tingkatanya berada
sesudah keimanan/kepercayaan kepada Allah, Malaikatnya, Rasul-Rasulnya, hari akhirat yang
terkandung hasyar, hisab, balasan akhirat dan qada qadar Allah. Juga terletak ibadat kepada
Allah, menaati-Nya, ikhlas kepada-Nya, dan menyerahkan diri kepada-Nya. Apabila beriman
kapada Allah dan beribadat kepada-Nya pertama-tama berkaitan erat dengan hubungan
antara hamba dengan tuhanya, maka akhlak pertama kali berkaitan dengan hubungan
mu’amalah manusia dengan orang-orang lain, baik secara individu maupun kolektif. Tetapi
perlu diingat bahwa akhlak tidak terbatas pada penyusunan hubungan antara manusia
dengan manusia lainya, tetapi melebihi itu, juga mengatur hubungan manusia dengan segala
yang terdapat dalam wujud dan kehidupan ini, malah melampaui itu yaitu mengatur
hubungan antara hamba dengan Tuhanya.
ير
ُ صِ ى ْٱل َم
َّ َعا َمي ِْن أَ ِن ٱ ْشكُرْ لِى َول ٰ َِو ِل َديْكَ إِل
َ صلُهُۥ فِى
َ ٰ َِوف
Artinya: “ Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu,
hanya kepada-Kulah kembalimu.”(QS: Luqman Ayat: 14)
_______________________________
15.Saebani, Beni Ahmad dan Abdul Hamid, Ilmu Akhlak , (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 14-15.
16.Usman, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2010), hlm. 216
8
ير
ُ صِ ى ْٱل َم
َّ َعا َمي ِْن أَ ِن ٱ ْشكُرْ لِى َول ٰ َِو ِل َديْكَ ِإل
َ صلُهُۥ فِى
َ ٰ َِوف
Artinya: “ Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu,
hanya kepada-Kulah kembalimu.”(QS: Luqman Ayat: 14)
_______________________________
17.Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara, 1994) hlm. 156
18.Nata, Abudin, Akhlak Tasawuf. (Jakarta: Rajawali Pers, 2012) hlm. 39-40
9
Al-Ghazali menganjurkan kepada umat manusia tentang akhlak adalah akhlak yang memiliki
keseimbangan ukhrawi dan duniawi, akhlak lahiriah dan batiniah. Manusia harus berakhlak
dengan akhlak yang ikhlas. Oleh sebab itu, jiwa manusia harus bersih dari segala dosa. Walnya
pelu bertaubat dan memperbanyak zikir dengan mengutamakan tahlil, takbir dan tahmid
kepada Allah SWT.19
Al- Ghazali membagi umat manusia kedalam tiga golongan. Pertama kaum awam, yang
berpikirnya sederhana sekali. Kedua kaum pilihan yang akalnya tajam dan berpikir mendalam.
Ketiga kaum penengkar. Kaum awam dengan pemikiranya yang sederhana sekali tidak dapat
menangkap hakikat-hakikat. Mereka mempunyai sifat lekas percaya dan menurut. Golongan
ini harus dihadapi engan sikap memberi nasehat petunjuk. Kaum piihan yang daya akanya
kuat dan mendalam harus dihadapi dengan menjelaskan hikmah –hikmah, sedang kaum
penengkar dengan sikap mematahkan agrumen-agrumen. Pemikiran-pemikiran Al-Ghazali ini
memberi petunjuk adanya perbedaan cara dan pendekatan dalam menghadapi seseoran
sesuai dengan tingkat dan daya tangkapnya. Pemikiran yang dimiliki akan membantu dalam
merumuskan metode dan pendekatan yang tepat dalam mengajarkan akhlak. 20
Filsafat juga membhas tentang tuhan. Dari prmbahasan ini akan dapat diketahui dan
dirumuskan cara-cara berhunbungan dengan tuhan serta memperlakuhkan serta alam lainya.
Dengan demikian kan terwujud akhlak yang baik terhadap Tuhan, terhadap manusia, alam
dan mahluk Tuhan lainya.
Dengan mengetahui berbagai ilmu yang berhunbungan dengan ilmu akhlak tersebut,
maka seseorang yang kan memperdalam ilmu akhlak, perlu pula melengkapi dirinya dengan
berbagai ilmu pengetahuan selain itu uraian tersebut di atas menujukan dengan jelas bahwa
ilmu akhlak adalah ilmu yang sangat akrab atau berdekatan dengan berbagai permasalahan
lainya yang ada di sekitar kehidupan manusia.
_______________________________
19.Saebani, Beni Ahmad, abdul hamid, Ilmu Akhlak. ( Bandung: Pustaka Setia, 2010) hlm. 261-262
20. Nata, Abudin, Akhlak Tasawuf. (Jakarta: Rajawali Pers, 2012) hlm. 40
10
BAB III
PENUTUP
A. kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa filsafat pendidikan islam memiliki korelasi
dengan akhlak, fiqih, dan ilmu kalam, karena semuai itu mebutuhkan pemikiran yang di
landasi dengan akhlak yang baik, hukum-hukum yang berlandaskan al-qur’an dan al-hadis,
dan keyakinan yang kuat tentang kalam Allah, Malaikat, Rasul-Rasulnya, dan qada dan qodar.
filsafat terdapat bahan-bahan atau sumber yang dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi
konsep Ilmu Akhlak. Tanpa filsafat, fiqih akan kehilangan kekuatan untuk perubahan, dan fikih
dapat menjadi beku, bahkan membelenggu ijtihad, dari pemikir-pemikir yang
kuat. Demikian pula dengan ilmu kalam, yang merupakan salah satu ilmu keislaman yang
timbul dari hasil diskusi umat islam dalam merumuskan kaidah Islam dengan menggunakan
dalil akal dan filsafat. Itulah korelasi dari filsafat dan yang lainya yang saling menguatkan
dalam berfikir.
11
Daftar pustaka
Muchtar G, Perkembangan ilmu kalam dari klasik hingga modern (Bandung : Pustaka Setia, 2005),19.
Nasir, sahilun A. Pemikiran Kalam ( Teologi Islam ), (Jakarta : RAJAGRAFINDO PERSADA, 2010), 1-3.
Ibid. 6
Ibid. hlm, 4.
Djazuli, A. Ilmu Fiqih, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010).Hlm. 4-5.
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Penantar Ilmu Fiqih, (Semarang: Pustaka Rizki Putra,
1999), hlm. 163
Sirajuddin, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 28
Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hlm. 140
Nasution, Hasyimsyah, Filsafat Islam (Jakarta : Gaya Media Pratama, 1999), hlm. 7
Asy’arie, Musa, Filsafat Islam Sunnah Nabi dalam Berpikir (Yogyakarta : LESFI, 2002), hlm. 34
Anwar, Syahrul, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 25
Rizal, Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, t), hlm. 51-52
Djazuli dan Nurol Aen, Ushul Fiqih, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 12
Nata, Abudin, Akhlak Tasawuf, ( Jakarta: Rajawali Pres, 2012 ), hlm, 1-2
Saebani, Beni Ahmad dan Abdul Hamid, Ilmu Akhlak , (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 14-15.
Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara, 1994) hlm. 156
Nata, Abudin, Akhlak Tasawuf. (Jakarta: Rajawali Pers, 2012) hlm. 39-40
Saebani, Beni Ahmad, abdul hamid, Ilmu Akhlak. ( Bandung: Pustaka Setia, 2010) hlm. 261-262
12