Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

M DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN NYERI AKUT BERHUBUNGAN DENGAN AGEN
CIDERA FISIK PADA PASIEN BPH DI RUANG SOEPARDJO ROESTAM
ATAS RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO

Disusun Guna untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Medikal Bedah


Pada Program Studi Pendidikan Profesi Ners

Disusun Oleh :

Dewi Aisyah
A32020131

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG

2021
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
BPH ( Benigna Prostat Hyperplasia ) adalah suatu keadaan dimana
kelenjar prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam
kandung kemih dan menyumbat aliran urine dengan menutup orifisium uretra
(Smeltzer dan Bare, 2013).
Hyperplasia merupakan pembesaran ukuran sel dan diikuti oleh
penambahan jumlah sel. BPH merupakan suatu kondisi patologis yang paling
umum di derita oleh laki-laki dengan usia rata-rata 50 tahun ( Prabowo dkk,
2014 ).

B. Batasan Karakteristik
Menurut Hariono ,(2012) tanda dan gejala BPH meliputi:
1. Gejala obstruktif
a) Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan sering kali disertai
dengan mengejan.
b) Intermittency, yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan
oleh ketidak mampuan otot destrussor dalam mempertahankan
tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c) Terminal dribbling, yaitu menetesnya urin pada akhir kencing.
d) Pancaran lemah, yaitu kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran
destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di
uretra.
e) Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum
puas.
2. Gejala iritasi
a) Urgensi, yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit di tahan.
b) Frekuensi, yaitu penderita miksi lebih sering miksi dari biasanya
dapat terjadi pada malam dan siang hari.
c) Disuria, yaitu nyeri pada waktu kencing.
C. Etiologi
Menurut Prabowo dkk (2014) etiologi BPH sebagai berikut:
1. Peningkatan DKT (dehidrotestosteron) Peningkatan 5 alfa reduktase dan
resepto androgen akan menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar
prostat mengalami hyperplasia.
2. Ketidak seimbangan esterogen-testosteron Ketidak seimbangan ini terjadi
karena proses degeneratif. Pada proses penuaan, pada pria terjadi
peningkan hormone estrogen dan penurunan hormon testosteron. Hal ini
yang memicu terjadinya hiperplasia stroma pada prostat.
3. Interaksi antar sel struma dan sel epitel prostat peningkatan kadar
epidermal growth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan
transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan
epitel, sehingga akan terjadi BPH.
4. Berkurangnya kematian sel ( apoptosis ) Estrogen yang meningkat akan
menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar
prostat.
5. Teori stem sel Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi
sel transit dan memicu terjadi BPH.

D. Konsep Keperawatan Nyeri akut


1. Pengertian
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan
onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat
yang berlangsung kurang dari 3 bulan (Tim Pokja S. D., 2016).
Nyeri adalah pengalaman sensori dan pengalaman emosional yang
tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual
atau potensial yang dirasakan dalam kejadian dalam kejadian dimana
terjadi kerusakan jaringan tubuh (Wahyudi & Abd, 2016).
2. Batasan Karakteristik
1. Gejala Tanda Mayor
a. Subjektif
1) Mengeluh nyeri
b. Objektif
1) Tampak meringis
2) Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri)
3) Gelisah
4) Frekuensi nadi meningkat
5) Sulit tidur
2. Gejala Tanda Minor
a. Subjektif
-
b. Objektif
1) Tekanan darah meningkat
2) Pola napas berubah
3) Nafsu makan berubah
4) Proses berfikir terganggu
5) Menarik diri
6) Berfokus pada diri sendiri
7) Diaforesis
(Tim Pokja S. D., 2016).
3. Faktor yang berhubungan
a. Agen cidera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia, neoplasma).
b. Agen cidera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan).
c. Agen cidera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan (Tim Pokja S. D., 2016).
E. Fokus Pengkajian
a. Identitas
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register,
diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut
untuk menentukan tindakan selanjutnya.
2) Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan
jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul
meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien
dan alamat.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu fokus utama keluhan klien,
quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri dirasakan oleh klien,
regional (R) yaitu nyeri menjalar kemana, Skala (S) yaitu skala nyeri
dan Time (T) yaitu nyeri timbul.
3) Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah
di riwayat sebelumnya.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien yang mempunyai penyakit
menurun seperti DM.
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum
a) Penampilan Umum
Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan klien
b) Kesadaran
Kesadaran mencakup tentang kualitas dan kuantitas keadaan klien.
c) Tanda-tanda Vital
Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi (TPRS)
2) Sistem endokrin
Mengkaji tentang keadaan abdomen.
d. Pola aktivitas
1) Nutrisi
Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan
2) Aktivitas
Dikaji tentang aktivitas sehari-hari.
3) Aspek Psikologis
Kaji tentang emosi, pengetahuan terhadap penyakit, dan suasana hati
4) Aspek penunjang
a) Hasil pemeriksaan Laboratorium
b) Terapi sesuai dengan anjuran dokter.
F. Patofisiologi dan Pathway Keperawatan
BPH terjadi salah satunya karena faktor bertambahnya usia, dimana terjadi
perubahan keseimbangan testosterone, esterogen, karena produksi
testosterone menurun, produksi esterogen meningkat dan terjadi konversi
testosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Keadaan ini
tergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat
hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan
enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu
m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensistesis protein sehingga
mengakibatkan kelenjar prostat mengalami hyperplasia yang akan meluas
menuju kandung kemih sehingga mempersempit saluran uretra prostatika dan
penyumbatan aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi
lebih kuat guna melawan tahanan itu (Presti et al, 2013). Kontraksi yang terus-
menerus ini menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa hipertrofi
otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli.
Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi. Perubahan struktur
pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih
sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal
dengan gejala-gejala prostatismus. Dengan semakin meningkatnya resistensi
uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak
mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Retensi urine ini
diberikan obat-obatan non invasif tetapi obat-obatan ini membutuhkan waktu
yang lama, maka penanganan yang paling tepat adalah tindakan pembedahan,
salah satunya adalah TURP (Joyce, 2014) .
TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra
menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop
dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat
pemotongan dan counter yang disambungkan dengan arus listrik. Trauma
bekas resectocopy menstimulasi pada lokasi pembedahan sehingga
mengaktifkan suatu rangsangan saraf ke otak sebagai konsekuensi munculnya
sensasi nyeri (Haryono, 2012).
Pathway BPH
G. Masalah Keperawatan Lain yang Muncul
1. Nyeri akut
2. Gangguan eliminasi urin

H. Intervensi Keperawatan
Manajemen Nyeri (I.08238)
Definisi : Mengidentifikasi dana mengelola pengalaman sensorik atau
emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau fungsional dengan
onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan
konstan.

Identifikasi lokasi, karakteristik, Fasilitasi istirahat dan tidur.


durasi, frekuensi, kualitas, intensita
nyeri.
Identifikasi skala nyeri. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri.
Identifikasi respon nyeri non-verbal. Jelaskan strategi meredakan nyeri.
Identifikasi faktor yang mempeberat Anjurkan memonitor nyeri secara
dan memperingan nyeri. mandiri.
Berikan teknik non-farmakologis Ajarkan teknik non-farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (misal untuk mengurangi rasa nyeri.
TENS, hipnotis, akurpresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat atau
dingin, terapi bermain.
kontrol lingkungan yang Kolaborasi pemberian analgetik jika
memperberat rasa nyeri (mialnya perlu.
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan).
Sumber : (Tim Pokja S. D., 2016)
BAB II

TINJAUAN KASUS

A. Skenario Kasus

Tn. M di bawa keluarga ke Rumah Sakit dengan keluhan kencing berdarah


dan nyeri sejak 1 minggu yang lalu. Tn. M mempunyai riwayat penyakit
Diabetes Melitus. Saat dikaji kesadaran Tn. M compos mentis, Tn. M
mengatakan nyeri dan bertambah ketika BAK.
B. HASIL LABORATORIUM (abnormal)

Tanggal Pemeriksaan Hasil Nilai Satuan


Rujukan

24/05/2021 Batang 0.3 3-5 %

Limfosit 17.7 25-40 %

Monosit 8.1 2-8 %

Neutrophil 72.0 50.0-70.0 %

Segmen 71.7 50-70 %

MCHC 36.1 32-36 %

Glukosa sewaktu 218 <140 Mg/dL

Natrium 131 134-146 mE q/L

APTT 37.6 26.4-37.5 detik


25/05/2021
Glukosa Puasa 160 <140 mg/dL

C. TERAPI

Tanggal Terapi Dosis indikasi

24/05/2021 IVFD Nacl 0,9% 20 tpm Memenuhi kebutuhan cairan


tubuh

inj. Asam 3x500 mg Menghentikan / mengurangi


traneksamat perdarahan

Inj. Ranitidine 2x50 mg Menangani gejala yang


berkaitan dengan lambung

Inj. Antrain 3x1 amp Meredakan nyeri


25/05/2021 IVFD Nacl 0,9% 20 tpm Memenuhi kebutuhan cairan
tubuh

inj. Asam 3x500 mg Menghentikan / mengurangi


traneksamat perdarahan

Inj. Ranitidine 2x50 mg Menangani gejala yang


berkaitan dengan lambung

Inj. Antrain 3x1 amp Meredakan nyeri

26/05/2021 Inj. Ceftrixone 2x1 gr Antibiotic untuk sejumlah


infeksi bakteri

Paracetamol 3x1 gr Menurunkan panas,


mengurangi nyeri

Inj. Asam 3x500 mg Mengurangi perdarahan


traneksamat

D. ANALISA DATA

No Tanggal Data Etiologi Masalah

1 24/05/21 DS : Agen Nyeri akut


(D.0077)
a. Pasien mengatakan nyeri pada perut cidera fisik
bagian bawah dan bagian genetalia
P : nyeri bertambah ketika BAK dan
berkurang ketika istirahat
Q : seperti terbakar
R : bagian genetalia dan kandung
kemih
S : skala 8
T : hilang timbul
DO :
a. Pasien tampak meringis menahan
nyeri saat bergerak dan memegangi
area nyeri
b. Terpasang DC irigasi urine
bercampur darah
c. Vital Sign
TD : 158/101 mmHg
Nadi : 90x/menit
Suhu : 36°C
RR :20x/menit
d. HB 14.4
2 24/5/2021 DS: Hematuria Gangguan
eliminasi
a. Pasien mengatakan nyeri saat berkemih
urin
dan keluar darah sejak 1 minggu yang (D.0040)
lalu
b. Pasien mengatakan sering buang air
kecil
DO:
a. Pasien tampak kesakitan
b. Terpasang DC irigasi urine bercampur
darah
c. Vital Sign
TD : 158/101 mmHg
Nadi : 90x/menit
Suhu : 36°C
RR :20x/menit

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d Agen cidera fisik
2. Gangguan eliminasi urine b.d Hematuria
F. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa SLKI SIKI Rasionalisasi


1 Nyeri Akut Nyeri akut berhubungan Manajemen nyeri (I.08238) :
berhubungan dengan dengan agen cidera fisik a. Observasi - Mengetahui keluhan nyeri
agen cidera fisik Setelah dilakukan tindakan - Identifikasi lokasi, pasien secara
keperawatan selama 2x24 jam karakteristik, durasi, komprehensif
diharapkan nyeri akut dapat frekuensi, kualitas, intensitas - Mengetahui skala nyeri
teratasi dengan kriteria hasil : nyeri untuk diturunkan ke skala
Tingkat Nyeri (L.08066) - Identifikasi skala nyeri yang diharapkan
Indikator Awal Akhir - Identifikasi respon nyeri non - Untuk mengetahui faktor
Keluhan nyeri 2 4 verbal yang dapat memperberat
Meringis 2 4 - Identifikasi faktor yang nyeri
Keterangan : memperberat dan - Untuk mencari hal yang
1 = Meningkat memperingan nyeri dapat memperberat dan
2 = Cukup meningkat - Monitor tanda-tanda vital memperingan nyeri
3 = Sedang b. Terapeutik - Untuk mengetahui
4 = Cukup menurun - Berikan dan ajarkan teknik keadaan umum pasien
5 = Menurun non farmakologi untuk - Untuk mengurangi nyeri
mengurangi nyeri (nafas yang dirasakan pasien
dalam) - Untuk mengurangi nyeri
c. Edukasi yang dirasakan pasien
- Anjurkan mrnggunanak
analgetik secara tepat
d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
(tramset)
2 Gangguan eliminasi Gangguan eliminasi urine b.d Manajemen Eliminasi urine
urine b.d hematuria hematuria (I.04152)
Setelah dilakukan tindakan a. Observasi
keperawatan selama 3x24 jam - Identifikasi tanda dan - Mengetahui tanda dan
diharapkan gangguan eliminasi gejala retensi atau gejala gangguan eliminasi
urine dapat teratasi dengan inkontinensia urine urine
kriteria hasil : - Identifikasi faktor yang - Mengetahui penyebab
Eliminasi Urine (L.04034) menyebabkan retensi atau gangguan eliminasi urine
Indikator Awal Akhir inkontinensia urine
Desakan 2 4 - Monitor eliminasi urine - Mengobservasi
berkemih (mis. Frekuensi, pengeluaran urine
Berkemih tidak 2 4 konsistensi, aroma, volume,
tuntas dan warna)
Frekuensi 2 4 b. Terapeutik
BAK - Catat waktu-waktu dan - Mengobservasi waktu
haluaran berkemih berkemih
- Batasi asupan cairan - Mengurangi frekuensi
- Ambil sampel urine tengah berkemih
c. Edukasi
- Ajarkan tanda dan gejala - Mengetahui tanda
infeksi saluran kemih gejala infeksi saluran
- Ajarkan mengukur asupan kemih
cairan dan haluaran urine - Mengukur balance
- Anjurkan mengambil cairan
specimen urine - Mencari penyebab
- Ajarkan mengenali tanda gangguan eliminasi
berkemih dan waktu yang urine
tepat untuk berkemih - Mengajarkan waktu
-Anjurkan minum yang efektif berkemih
cukup, jika tidak ada
kontraindikasi
- Anjurkan mengurangi - Mencukupi kebutuhan
minum menjelang tidur cairan
d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat - Mengurangi frekuensi
supositoria uretra jika perlu berkemih

- Mengurangi gangguan
eliminasi urine

G. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

No Dx Tgl/Jam Implemenetasi Respon Paraf


Kep
1 24/05/202 Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, DS : Pasien mengatakan nyeri pada perut
1 15.00 durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri bagian bawah dan bagian genetalia
Mengidentifikasi skala nyeri P : nyeri bertambah ketika BAK dan berkurang
ketika istirahat
Q : seperti terbakar
R : bagian genetalia dan kandung kemih
S : skala 8
T : hilang timbul
DO :

a. Pasien tampak meringis menahan nyeri saat


bergerak dan memegangi area nyeri

1 24/05/202 Mengidentifikasi respon nyeri non verbal DS:-


1 DO: Pasien tampak meringis menahan nyeri
15.10 saat bergerak
1,2 24/05/202 Memonitor tanda-tanda vital DS:
1
16.00 D0: keadaan umum sedang, kesadaran
composmentis

Vital Sign

TD : 158/101 mmHg, Nadi : 90x/menit,


RR: 20x/mnt, S: 36 C

1 24/05/202 Mengajarkan teknik non farmakologi (nafas DS: Pasien mengatakan setelah melakukan
1 dalam) untuk mengurangi nyeri nafas dalam lebih berkurang rasa nyerinya
16.15 walopun sedikit
DO: Pasien melakukan teknik nafas dalam
didampingi petugas
1,2 24/05/202 Meberikan terapi farmakologi sesuai anjuran DS: Paien mengatakan mau untuk diberikan
1 dokter obat
17.00 DO:
inj. Kalnek 500mg
inj. Ranitidine 50 mg
inj. Antrain 1 amp

2 24/05/202 Mengobservasi eliminasi urine DS: -


1 DO: Pasien terpasang DC three way irigasi
17.05 tampak kemerahan
1 25/05/202 Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, DS : Pasien mengatakan masih nyeri pada perut
1 08.00 durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri bagian bawah dan bagian genetalia
Mengidentifikasi skala nyeri P : nyeri bertambah ketika BAK dan berkurang
ketika istirahat
Q : seperti terbakar
R : bagian genetalia dan kandung kemih
S : skala 7
T : hilang timbul
DO : Pasien tampak meringis menahan nyeri
saat bergerak dan memegangi area nyeri

1,2 25/05/202 Memonitor tanda-tanda vital DS:


1
09.00 D0: keadaan umum sedang, kesadaran
composmentis

Vital Sign

TD : 118/72 mmHg

Nadi : 81x/menit

Suhu : 36°C

RR :20x/menit
1 25/05/202 Mengajarkan teknik non farmakologi (nafas DS: Pasien mengatakan setelah melakukan
1 dalam) untuk mengurangi nyeri nafas dalam lebih berkurang rasa nyerinya
09.15 walopun sedikit
DO: Pasien melakukan teknik nafas dalam
didampingi petugas

1,2 25/05/202 Meberikan terapi farmakologi sesuai anjuran DS: Paien mengatakan mau untuk diberikan
1 dokter obat
10.00 DO:
inj. Kalnek 500mg
inj. Ranitidine 50 mg
inj. Antrain 1 amp

2 25/05/202 Mengobservasi eliminasi urine DS: -


1 DO: Pasien terpasang DC three way irigasi
10.00 tampak kemerahan
1,2 25/05/202 Mengantarkan pasien operasi TURP DS: pasien mengatakan takut melakukan
1 operasi
10.10 DO: pasien tampak cemas saat diantar keruang
Operasi
1,2 25/05/202 Mengobservasi pasien post operasi TURP DS: -
1 DO: pasien masih dalam pengaruh anastesi
12.20
1 26/05/202 Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, DS : Pasien mengatakan nyeri post operasi
1 09.00 durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri TURP
Mengidentifikasi skala nyeri P : nyeri bertambah ketika BAK dan berkurang
ketika istirahat
Q : seperti terbakar
R : bagian genetalia
S : skala 7
T : hilang timbul
DO :

Pasien tampak meringis menahan nyeri saat


bergerak dan memegangi area nyeri

1,2 26/05/202 Memonitor tanda-tanda vital DS:


1
10.00 D0: keadaan umum sedang, kesadaran
composmentis

Vital Sign

TD : 133/88 mmHg

Nadi : 87x/menit

Suhu : 37°C

RR :19x/menit
1 26/05/202 Mengajarkan teknik non farmakologi (nafas DS: Pasien mengatakan setelah melakukan
1 dalam) untuk mengurangi nyeri nafas dalam lebih berkurang rasa nyerinya
10.15 walopun sedikit
DO: Pasien melakukan teknik nafas dalam
didampingi petugas

1,2 26/05/202 Meberikan terapi farmakologi sesuai anjuran DS: Paien mengatakan mau untuk diberikan
1 dokter obat
10.30 DO:
inj. Ceftriaxone 1 gr
inf. PCT 3x1 gr
inj. Asam tranexamat 3x500 mg

2 26/05/202 Mengobservasi eliminasi urine DS: -


1 DO: Pasien terpasang DC three way irigasi
11.00 tampak agak kemerahan
2 26/05/202 Melepas traksi bebat penis DS:
1 DO: pasien tampak kesakitan saat dilepas traksi
12.00
H. EVALUASI KEPERAWATAN

Tgl/Jam No.Dx Evaluasi Paraf


24-05- 1 S : P : Pasien mengatakan nyeri pada genetalia,
2020 bertambah ketika BAK
19.00
WIB Q : nyeri seperti terbakar

W R : nyeri di penis
ib
S : skala nyeri 8

T : nyeri hilang timbul

O : keadaan umum pasien cukup

Kesadaran composmentis

Terpasang ivfd RL 25 tpm

Terpasang DC three way

Irigasi urin tampak bercampur darah

Ttv: TD: 158/101, N: 90, RR: 20, S: 36

A : masalah keperawatan nyeri akut belum


teratasi

P : lanjutkan intervensi

- Monitor KU

- Monitor TTV

- Monitor irigasi urin

24-05- 2 DS:
2020
c. Pasien mengatakan nyeri saat berkemih dan
19.00
WIB keluar darah sejak 1 minggu yang lalu
d. Pasien mengatakan sering buang air kecil
DO:
d. Pasien tampak kesakitan
e. Terpasang DC irigasi urine bercampur darah
A : masalah keperawatan gangguan eliminasi
urine belum teratasi

P : lanjutkan intervensi

- Monitor KU

- Monitor TTV

- Monitor keluaran urin

25-05- 1 S : P : Pasien mengatakan masih nyeri pada


2020 genetalia, bertambah ketika BAK
14.00
WIB Q : nyeri seperti terbakar

w R : nyeri di penis
ib
S : skala nyeri 7

T : nyeri hilang timbul

O : keadaan umum pasien cukup

Kesadaran composmentis

Terpasang ivfd RL 25 tpm

Terpasang DC three way

Irigasi urin tampak kemerahan

Ttv: TD: 115/72, N: 81, RR: 20, S: 36

A : masalah keperawatan nyeri akut belum


teratasi

P : lanjutkan intervensi

- Monitor KU

- Monitor TTV

25-05- 2 DS:
2020
1. Pasien mengatakan masih nyeri saat
14.00
WIB berkemih
2. Pasien mengatakan sering merasa buang air
kecil
DO:
- Pasien tampak kesakitan
- Terpasang DC irigasi urine bercampur
darah
A : masalah keperawatan gangguan eliminasi
urine belum teratasi

P : lanjutkan intervensi

- Monitor KU

- Monitor TTV

- Monitor keluaran urin

26-05- 1 S : P : Pasien mengatakan nyeri post Op TURP di


2020 bagian genetalia
14.00
WIB Q : nyeri seperti terbakar

w R : nyeri di penis
ib
S : skala nyeri 6

T : nyeri hilang timbul

O : keadaan umum pasien cukup

Kesadaran composmentis

Terpasang ivfd RL 25 tpm

Terpasang DC three way

Irigasi urin tampak kemerahan

Ttv: TD: 133/88, N: 87, RR: 19, S: 37

A : masalah keperawatan nyeri akut belum


teratasi

P : lanjutkan intervensi

- Monitor KU

- Monitor TTV

26-05- 2 DS: Pasien mengatakan masih nyeri di area


2020 operasi
14.00
DO:
WIB
- Post Op TURP hari ke 1 KU Cukup
- Terpasang DC irigasi urine masih kemerahan
A : masalah keperawatan gangguan eliminasi
urine belum teratasi

P : lanjutkan intervensi

- Monitor KU

- Monitor TTV

- Observasi irigasi

- Mobilisasi duduk

BAB III
PEMBAHASAN

A. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul


Nyeri akut dapat dideskripsikan sebagai nyeri yang terjadi setelah cedera
akut, penyakit atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan
intensita yang bervariasi (ringan sampai berat) serta berlangsung singkat
(kurang dari 6 bulan) dan menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah
keadaan pulih pada area yang rusak.
Penulis mengegakkan diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera fisik (prosedur operasi) karena hal yang paling dirasakan
atau dikeluhkan oleh pasien.
B. Tindakan Keperawatan
Tindakan yang diberikan pada masalah nyeri akut adalah teknik relaksasi
nafas dalam. Tujuan dari teknik relaksasi napas dalam yaitu untuk
meningkatkan ventilasi alveoli, meningkatkan efisiensi batuk, memelihara
pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, dan mengurangi tingkat stres baik itu
stres fisik maupun emosional sehingga dapat menurunkan intesitas nyeri yang
dirasakan oleh individu.
Relaksasi merupakan suatu tindakan untuk menurunkan nyeri dengan
menurunkan ketegangan otot agar tidak terjadi nyeri yang lebih berat.
Relaksasi yaitu suatu cara mengurangi rangsangan nyeri dengan
mengistirahatkan atau merelaksasikan otot-otot tubuh. Teknik relaksasi nafas
dalam dipercaya mampu merangsang tubuh untuk melepaskan opoid endogen
yaitu endorfin dan enkefalin. Endorfin dan enkefalin merupakan substansi di
dalam tubuh yang berfungsi sebagai inhibitor terhadap transmisi nyeri.
Endorfin merupakan neurotransmitter yang menghambat pengiriman
rangsangan nyeri sehingga dapat menurunkan sensasi nyeri. Penurunan
intensitas nyeri tersebut dipengaruhi oleh peralihan fokus responden pada nyeri
yang dialami terhadap penatalaksanaan teknik relaksasi napas dalam sehingga
suplai oksigen dalam jaringan akan meningkat dan otak bisa berelaksasi. Otak
yang relaksasi itulah yang akan merangsang tubuh untuk menghasilkan hormon
endorfin untuk menghambat transmisi impuls nyeri ke otak dan dapat
menurunkan sensasi terhadap nyeri yang akhirnya menyebabkan intensitas
nyeri yang dialami responden berkurang.
DAFTAR PUSTAKA

Bahtiar, R. (2016). Upaya Penatalaksanaan Pola Nafas Tidak Efektif Pada


Pasien Chronic Kidney Disease Di Rsud Dr. Soehadi Prijonegoro.
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Jurnal Keperawatan, 6(2),
102-107
Dongoes M, dkk. 2015. Manual Diagnosis Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Herdman, T. Heather., & Kamitsuru, Shigemi (2015). Diagnosis Keperawatan:
Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10. Jakarta : EGC.
Jones, Rhonda M; Rospond & Raylene M. 2009. Patient assessment in
pharmacy practice. Terjemah Ni Luh Made, Lyrawati D.
Judith & Ahern. 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawatan NANDA NIC
NOC. Edisi 9. Jakarta : EGC
Kamus Keperawatan. 2013. Dictionary of Nursing. Edisi 2. Cetakan
I.Terjemahan Paramita. Jakarta: Indeks.
PPNI (2018). Standard Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik. Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI (2018). Standard Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan. Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Edisi 1: Cetakan II. Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai