Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DHF (DENGUE HEMORRHAGIC


FEVER) DI RUANG SHOFA 3 RSU HAJI
SURABAYA

Oleh :

HANA MARSHADITA YOWANDA SARI


NIM : P27820720093

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Demam berdarah dengue (DBD) atau dengue haemorhagic fever (DHF) adalah
penyakit pada anak dan dewasa yang disebabkan oleh infeksi virus yang
ditransmisikan oleh nyamuk dengan manifestasi demam akut, perdarahan, mual
muntah, nyeri otot dan sendi.(1). Dengue merupakan infeksi Arbovirus (Artropod
Conceived Infection) akut yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegepty atau oleh
Aedes Albopictus (2). Demam berdarah dengue (DBD) atau dengue haemorhagic
fever (DHF), penyakit infeksi akibat infection dengue (arbovirus) yang menginvasi
tubuh paling sering melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypty (Sudoyo, 2014;
Suriadi, 2010).
B. Etiologi
Penularan bisa terjadi melalui perkawinan antara nyamuk jantan dan nyamuk
betina serta penularan transovarial dari induk nyamuk ke keturunannya. Dari
beberapa penularan virus dengue yang paling sering yaitu penularan melalui
gigitan aedes aegypti.Virus dengueyang sudah masuk kedalam tubuh nyamuk akan
berkembang biak selama 8 sampai 10 hari sebelum ditularkan ke manusia.(3).
Menurut Widoyono (2011) dan Suriadi (2010), DBD Ada empat serotipe infection
dengue dari kelompok arthropod-borne infection, yaitu DEN-1, DEN 2, DEN-3,
dan DEN-4, yang ditularkan melalui nyamuk Aedes Aegypti.(4) Nyamuk ini
berkembang biak di wilayah tropis dan bersarang pada genangan air. Semua tipe
ada di Indonesia dan DEN-3 merupakan serotipe yang paling luas distribusinya
disusul oleh Dengue-2, Dengue-1 dan Dengue-4.(5). Infeksi akibat satu serotip akan
menimbulkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe yang sama, sehingga tidak
dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe yang lain.
Seseorang yang menetap di wilayah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4
serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe infection dengue dapat ditemukan
diberbagai daerah di Indonesia (Sudoyo, 2014).
C. Penatalaksanaan
Tatalaksana terapi pada orang yang mengalami DBD berupa terapi suportif dan
simptomatik.
Manajemen Medis
a. Terapi
1) Terapi suportif meliputi upaya penggantian cairan tubuh karena dehidrasi.
2) Terapi simptomatik ada beberapa jenis yang diberikan salah satunya adalah
terapi antipiretik. Biasanya antipiretik yang digunakan dari golongan
asetaminofen. (Andriani, 2014).(6).
b. Penatalaksanaan medis.
1) Pemasangan CVP Venous dipasangkan Tension) ketika (Focal CVP anak
mengalami renjatan berat untuk mengukur tekanan vena focal melalui vena
safena magna atau vena jugularis (Marni, 2016 dan Wijayaningsih, 2013).

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI


1. Pengkajian Keperawatan
1) Identitas
Berisi data-data umum tentang pasien misalnya nama, umur, jenis kelamin,
pekerjaan, alamat, tanggal masuk RS (Nursalam, 2013 dan Suriadi,
2010).(6).
2) Keluhan utama
Berisi alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien. Keluhan pada
penderita DBD biasanya adalah demam tinggi selama 2 sampai 7 hari, selain
itu juga dapat terjadi perdarahan terutama dibawah kulit, ptekie (ruam
dikulit), ekhimosis (perdarahan dalam kulit), hematoma (kumpulan darah
tidak normal diluar pembuluh darah ditandai dengan benjolan), epitaksis
(perdarahan di hidung), hematemesis (muntah darah), melena (feses hitam),
hematuria (darah dalam urin), mual, muntah, tidak nafsu makan, diare,
konstipasi, nyeri otot, tulang sendi, midsection (nyeri abdomen), nyeri ulu
hati, sakit kepala, dan pembengkakan sekitar mata(7). Selain itu dapat pula
terjadi hepatomegali (membesarnya hati melebihi ukuran normal),
pembesaran limpa dan kelenjar getah bening. Selanjutnya akan terjadi
perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Bila kondisi ini terus
berlangsung akan muncul tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin,
hipotensi, agitasi, pengisian kapiler >2 detik, nadi cepat dan lemah) yang
biasa disebut dengan sindrom renjatan dengue (dengue shock condition)
yaitu demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok.(8).
Sehingga hal utama yang harus diwaspadai adalah ketika klien mengalami
perdarahan karena dapat menyebabkan syok hipovilemik yang berujing
kematian.(9).
3) Upaya yang telah dilakukan
Berisi upaya pengobatan untuk klien yang dilakukan oleh keluarga klien
sebelum dibawa ke rumah sakit.
4) Terapi atau operasi yang pernah dilakukan
Berisi data klien apabila klien pernah melakukan terapi atau operasi
sebelum menderita penyakit DBD.
5) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya pada penderita DBD didapatkan adanya keluhan panas menggigil,
mendadak saat disertai demam kesadaran komposmentis. Kemudian untuk
tingkatannya keparahan penyakit klien menurut WHO (2011) dapat
dikelompokkan menjadi :
a. Derajat 1 (Ringan)
Demam disertai gejala demam dan satu-satunya uji perdarahan yaitu uji
turniket.
b. Derajat 2 (Sedang)
Demam disertai gejala demam ditambah perdarahan spontan.
c. Derajat 3 (Berat)
Ditemukan adanya tanda dan gejala seperti derajat I dan II
ditambahkan kegagalan sirkulasi (nadi lemah, tekanan darah
menurun (<20 mmHg), hipotensi, gelisah, diuresis menurun).
d. Derajat 4 (Sangat berat)
Adanya perdarahan spontan sehingga terjadi dengue shock sindrome
(DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.(4).
6) Riwayat kesehatan keluarga
Berisi tentang penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga,
terutama jika memiliki penyakit turunan. Penyakit DBD dapat ditularkan
jika ada perantara nyamuk aedes aegypti atau aedes albopictus. Melalui
gigitan nyamuk yang telah menggigit penderita dan kemudian menggigit
orang lain (Raditya Dewi, 2015).
7) Riwayat kesehatan lingkungan
Perlu menanyakan kepada klien tentang kondisi atau keadaan kesehatan
lingkungan di tempat tinggal klien maupun sekitarnya.
8) Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Mengkaji kebiasaan hidup klien sehari-hari. Apakah klien selalu rutin
berolahraga atau tidak, apakah klien merokok atau tidak, apakah klien
menggunakan alkohol atau tidak.
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Menanyakan pada klien DBD pola makan dan minum klien, dan apakah
ada kesulitan pada saat menelan makanan. pada pasien DBD biasanya
akan mengalami mual dan muntah serta nafsu makan yang berkurang.
c) Pola Eliminasi
- Eliminasi Alvi (BAB)
Mengkaji warna, bau, kuantitas BAB klien. Terkadang oang yang
menderita penyakit DBD akan mengalami diare, kemudian pada
grade III – IV bisa terjadi melena.
- Eliminasi Urine (BAK)
Mengkaji frekuensi BAK, apakah klien sering kencing, kuantitas
BAK sedikit atau banyak, sakit atau tidak ketika BAK, lalu mengkaji
warna, bau, jumlah urine. Pada grade IV sering terjadi hematuria.
d) Pola Tidur dan Istirahat
Menanyakan pada klien tentang pola hidup dan istirahat klien. Pada
penderita DBD biasanya akan mengalami kurang tidur bahkan tidak bisa
tidur karena sakit atau nyeri otot dan persendian.
e) Pola Aktivitas
Mengkaji klien kemampuan beraktivitas klien sehari-hari, dan apakah
ada gangguan beraktivitas aktivitas pada klien yang disebabkan
penyakitnya, atau apakah dapat beraktivitas dengan bantuan keluarga
maupun tidak.
f) Pola Hubungan dan Peran
Perlu menanyakan kepada klien mengenai hubungannya dengan
keluarga serta orang yang berada di sekitarnya.
g) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Berisi pernyataan klien mengenai respon dan perasaan klien terhadap
keadaannya saat ini, serta emosi klien pada saat menderita penyakit
tersebut.
h) Pola Reproduksi Seksual
Berisi pernyataan klien jika mengalami gangguan reproduksi. Dan jika
ada gangguan pada saat melakukan hubungan seksual, ketika menderita
penyakit tersebut
i) Pola Penanggulangan Stress
Berisi pernyataaan klien, apakah klien mengalami depresi yang
berhubungan dengan penyakit yang diderita. Dan pada siapa biasanya
klien menceritakan masalahnya, bagaimana koping yang digunakan.
j) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Berisi pernyataan klien mengenai ibadahnya. Apakah ibadahnya
terganggu, berhubungan dengan penyakit yang diderita.
9) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari
ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan DBD, keadaan
fisiknya sebagai berikut:
a. Status Kesehatan Umum
a) Grade I: kesadaran komposmentis, keadaan umum : lemah, tanda-
tanda vital nadi lemah.
b) Grade II: kesadaran komposmentis, keadaan umum : lemah, adanya
perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, nadi lemah,
kecil, tidak teratur.
c) Grade III: kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum : lemah, nadi
lemah, kecil, tidak teratur, tensi menurun.
d) Grade IV: kesadaran koma, nadi tidak teraba, tensi tidak terukur,
pernafasan tidak teratur, ekstrimitas dingin, berkeringat dan kulit
tampak biru.
b. Pemeriksaan kepala.
Memeriksa bagian kepala klien, apakah terdapat benjolan, nyeri, trauma
di kepala atau tidak. Pada penderita DBD biasanya mengalami nyeri
kepala (pusing).
c. Pemeriksaan Leher.
Mengkaji kondisi leher klien, simetris atau tidak, kelenjar limfe
membesar atau tidak. Pada penderita DBD tidak ditemukan adanya
kelaianan.
d. Pemeriksaan Wajah
Mengkaji kondisi wajah, apakah simetris, mengalami odema atau tidak.
Pada penderita DBD tidak ditemukan adanya kelainan.
e. Pemeriksaan Mata
Mengkaji kondisi mata klien apakah terdapat kelainan pada bagian
seperti; alis, kelopak mata, konjungtiva, sklera, bola mata. Pada
penderita DBD biasanya mengalami nyeri pada bola mata bagian
belakang.
f. Pemeriksaan Hidung
Mengkaji kondisi hidung seperti adanya sekret, bau, adanya polip, dan
kelainan pada bagian hidung. Pada penderita DBD yang memasuki masa
kritis dapat mengalami perdarahan dibagian hidung.
g. Pemeriksaan Telinga
Mengkaji kondisi telinga pada klien, terdapat secret atau tidak. Pada
penderita DBD tidak ditemukan kelainan.
h. Pemeriksaan Mulut dan Faring
Memeriksa kondisi mulut dan faring klien normal atau terdapat
kelainan. Pada penderita DBD biasanya klien mengalami perdarahan di
gusi.
i. Pemeriksaan Dada (Thoraks)
Mengkaji bentuk thoraks dan payudara klien. Pada penderita DBD
biasanya tidak ditemukan kelaianan.
j. Pemeriksaan Perut
Mengkaji kondisi perut apakah ada kelaianan, nyeri atau tidak. Pada
penderita DBD biasanya mengalami nyeri pada perut disertai mual dan
muntah.
k. Pemeriksaan Ekstremitas
Mengkaji kondisi ekstremitas pasian apakah ada kelaianan, seperti
bentuk, nyeri, apakah mengalami odema atau tidak. Pada klien DBD
biasanya mengalami nyeri di seluruh badan termasuk ekstremitas.
l. Pemeriksaan sistem integumen
Mengkaji keadaan kulit klien (tampak pucat, kasar atau kering), dan
apakah terdapat kelaianan. Mengkaji keadaan rambut, kulit, dan kuku.
Pada penderita DBD biasanya klien mengalami :
a. Kulit adanya petekie, tugor kulit menurun, keringat dingan, lembab.
b. Kuku cyanosis atau tidak.
10) Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Hb dan PCV
Pada penderita DBD Hb dan PCV meningkat (≥20%).
b. Pemeriksaan Trombosit
Pada penderita DBD mengalami Trombositopenia (≤100.000/ml).
c. Pemeriksaan Leukosit
Pada penderita DBD Leukopenia (mungkin normal atau leukositosis).
d. Pemeriksaan Ig.
Pada penderita DBD didapatkan hasil IgG dengue positif.
e. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia,
hipokloremia, hiponatrimia.
f. Ureum dan pH darah mungkin meningkat.
g. Asidosis PCO: 35-40 metabolik: mmHg, HCO rendah.
h. SGOT/SGPT mungkin meningkat.
(Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2013).
Analisis Data
Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status, kesehatan
klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri dan
hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya. Data fokus adalah data
tentang perubahan-perubahan atau respon klien terhadap kesehatan dan masalah
kesehatannya serta hal-hal yang mencakup tindakan yang dilaksanakan terhadap
klien (Potter&Perry, 2005).
Tipe Data :
1. Data Subjektif
Data yang didapatkan dari pasien sebagai suatu pendapat terhadap suatu
situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak bisa ditentukan oleh perawat,
mencakup persepsi, perasaan, ide pasien tentang status kesehatannya.
Misalnya tentang nyeri, perasaan lemah, ketakutan, kecemasan, frustasi,
mual, perasaan malu (Nursalam, 2009).
2. Data objektif
Data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh menggunakan
panca indera (lihat, dengar, cium, raba) selama pemeriksaan fisik. Misalnya
frekuensi nadi, pernafasan, tekanan darah, edema, berat badan, tingkat
kesadaran (Nursalam, 2009).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien dengan DBD berdasarkan
Nursalam (2013) dan Tim pokja SDKI DPP PPNI (2016) (6),adalah :
1. Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit (virus dalam
darah/viremia). (D.0130)
2. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler.
(D.0023)
3. Nausea berhubungan dengan adanya virus dengue dalam darah sehingga
terjadi respon imun yang berlebihan. (D.0076)
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera biologis. (D.0077)
5. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologi (keengganan untuk
makan), anoreksia, intake in adekuat. (D.0019)
6. Resiko perdarahan berhubungan dengan trombositopenia. (D.0012)
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah rencana tindakan keperawatan yang dipilih
untuk membantu klien dalam mencapai hasil dan tujuan yang diharapkan
(Doenges, Moorhouse and Geissler, 2012). Menurut Nursalam (2013) dan Tim
pokja SIKI DPP PPNI (2018) (6), perencanaan keperawatan pada kasus DBD
yaitu:
a. Diagnosa 1 : Hipertermia (D.0130) berhubungan dengan proses penyakit
(virus dalam darah).
Kriteria hasil : Termoregulasi membaik (L.14134)
Tanda tanda vital dalam batas normal :
Suhu : 36,5 37,5°C,
HR : Anak 70-100x/menit, Remaja-dewasa 60 100x/menit,
TD : 110-130/70-80 mmHg, Klien tidak lemah.
Rencana tindakan: Manajemen Hipertermia (I.15506)
Observasi
- Identifikasi penyebab hipertermi (mis. dehidrasi, terpapar
lingkungan panas, penggunaan inkubator)
- Monitor suhu tubuh
- Monitor kadar elektrolit
- Monitor haluaran urine
- Monitor komplikasi akibat hipertermi
Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang dingin
- Longgarkan atau lepas pakaian
- Basahi dan kipasi permukaan tubuh
- Berikan cairan oral
- Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
hyperhidrosis (keringat berlebih).
- Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermia atau
kompres pada dahi, leher, dada, abdomen dan aksila)
- Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan klien untuk tirah baring atau bedrest
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
b. Diagnosa 2 : Hipovolemia (D.0023) berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler.
Kriteria hasil : Status Cairan membaik (L.03028)
Membran mukosa lembab, turgor kulit elastis, suhu normal (36,5 - 37,5°C),
dan balance cairan seimbang, oliguria membaik, intake cairan membaik.
Rencana tindakan : Manajemen Hipovolemia (I.03116)
Observasi
- Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume
urin menurun hematokrit meningkat, haus, lemah)
- Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
- Hitung kebutuhan cairan
- Berikan asupan cairan oral
Edukasi
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis me. NaCl, RL)
- Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa 2 5%, NaCl
0,4%)
- Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis albumin Plasmanate)
- Kolaborasi pemberian produk darah
c. Diagnosa 3 : Nausea (D.0076) berhubungan dengan adanya virus dengue
dalam darah sehingga terjadi respon imun yang berlebihan.
Kriteria hasil : Tingkat Nausea menurun (L.08065)
Keluhan mual menurun, perasaan ingin muntah menurun, perasaan asam di
mulut menurun, pucat membaik.
Rencana tindakan : Manajemen Mual (I.03117)
Observasi
- Identifikasi pengalaman mual
- Identifikasi dampak mual terhadap kualitas hidup (mis nafsu makan,
aktivitas, kinerja, tanggung jawab peran, dan tidur)
- Identifikasi faktor penyebab mual (mis pengobatan dan prosedur)
- Identifikasi antiemetik untuk mencegah mual (kecuali mual pada
kehamilan)
- Monitor mual (mis, frekuensi, durasi, dan tingkat keparahan)
- Monitor asupan nutrisi dan kalori
Terapeutik
- Kendalikan faktor lingkungan penyebab mual (mis; bau tak sedap,
suara, dan rangsangan visual yang tidak menyenangkan)
- Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual (mis kecemasan,
ketakutan kelelahan)
- Berikan makanan dalam jumlah kecil dan menarik
- Berikan makanan dingin, cairan bening, tidak berbau dan tidak
berwama, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
- Anjurkan sering membersihkan mulut, kecuali jika merangsang
mual
- Anjurkan makanan tinggi karbohidrat dan rendah lemak
- Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis untuk mengatasi mual
(mis biofeedback hipnosis relaksasi, terapi musik akupresur)
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu
d. Diagnosa 4 : Nyeri akut (D.0077) berhubungan dengan agen pencedera
biologis.
Kriteria Hasil : Tingkat Nyeri menurun (L.08066)
Keluhan nyeri menurun, meringis menurun, gelisah menurun, kesulitan
tidur menurun.
Rencana Tindakan : Manajemen Nyeri (I.08238)
Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respons nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis
TENS, hipnosis akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan).
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
e. Diagnosa 5 : Devisit nutrisi (D.0019) berhubungan dengan faktor
psikologis (keengganan untuk makan), anoreksia, intake in adekuat.
Kriteria hasil : Status Nutrisi membaik (L.03030)
Porsi makan yang dihabiskan meningkat, perasaan cepat kenyang menurun,
nafsu makan meningkat, dan hb dalam batas normal (13,0-17,5 g/dL).
Rencana tindakan : Manajemen Nutrisi (I.03119)
Observasi
- Identifikasi status nutrisi
- Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
- Identifikasi makanan yang disukai
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika peru
- Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis piramida makanan)
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
- Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (ms. pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
f. Diagnosa 6 : Resiko Perdarahan (D.0012) berhubungan dengan
trombositopenia
Kriteria hasil : Tingkat Perdarahan menurun (L.02017)
Tanda-tanda vital dalam batas normal, jumlah trombosit klien meningkat,
hemoglobin membaik dan tidak terjadi epitaksis, melena, dan hematemesis.
Rencana tindakan: Pencegahan Perdarahan (I.02067)
Observasi
- Monitor tanda dan gejala perdarahan
- Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan setelah
kehilangan darah
- Monitor tanda-tanda vital ortostatik
- Monitor koagulasi (mis. prothrombin time (PT), partial
thromboplastin time (PTT) fibrinogen, degradasi fibrin dan/atau
platelet)
Terapeutik
- Pertahankan bed rest selama perdarahan
- Batasi tindakan invasif, jika perlu
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari
konstipasi
- Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu
- Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu

4. Implementasi Keperawatan

Menurut Kozier, Erb, Berman and Snyder (2011), Imlementasi keperawatan adalah
inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap ini
disebut juga tahap pelaksanaan tindakan yang dimulai dengan menyusun rencana
tindakan, lalu dilakukan sesuai perencanaan. Hal ini perlu untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan (meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit,
memulihkan kesehatan serta memfasilitasi koping).(6). Pelaksanaan keperawatan
dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang telah disusun dan menyesuaikan
dengan kondisi terkini pasien. Pelaksanaan yang mengacu pada Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (SIKI).

5. Evaluasi Keperawatan

Menurut Kozier, Erb, Berman and Snyder (2011), evaluasi merupakan fase akhir
dari proses keperawatan, meliputi aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan dan
terarah. Evaluasi menjadi penting dalam asuhan keperawatan mengingat
kesimpulan yang ditarik dari evaluasi akan menentukan keberlanjutan dari
perencanaan, apakah perlu dimodifikasi, diakhiri, atau bahkan dilanjutkan.(6).
a. Evaluasi proses (formatif): Tipe evaluasi ini adalah aktifitas dari proses
keperawatan dan hasil kualitas pelayanan tindakan keperawatan, evaluasi proses
harus dilakukan segera setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk
membantu keefektifan terhadap tindakan.

b. Evaluasi hasil (sumatif): Evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status
kesehatan klien pada akhir tindakan keperawatan secara sempurna.

c. Dokumentasi: Perawat mendokumentasikan hasil yang telah atau belum dicapai


pada “medicalrecord” pengunaan istilah yang tepat perlu ditekankan pada
penulisannya untuk menghindari salah persepsi penjelasan dalam menyusun
tindakan keperawatan lebih lanjut sudah tercapai / tidak evaluasi dicatat bentuk
SOAP. Pada saat akan melakukan pendokumentasian, menggunakan SOAP, yaitu:
S : Data subyektif merupakan masalah yang diutarakan klien.
O : Data obyektif merupakan tanda klinik dan fakta yang
berhubungan dengan diagnosa keperawatan.
A : Analisis dan diagnosa.
P : Perencanaan merupakan pengembangan rencana untuk yang akan
datang dari intervensi.
Seluruh tindakan intervensi terlaksana dengan baik dan klien menunjukkan
perubahan dengan kriteria hasil meningkat, menurun, atau membaik
(Wijayaningsih, 2013).
Kondisi klien dapat menunjukkan perubahan :
1. Tanda-tanda vital, membaik
2. Suhu tubuh, membaik
3. Keluhan nyeri, menurun
4. Meringis, menurun
5. Gelisah, menurun
6. Kesulitan tidur, menurun
7. Turgor kulit elastis
8. Balance cairan seimbang
9. Oliguria, membaik
10. Intake cairan, membaik.
11. Porsi makan yang dihabiskan, meningkat
12. Perasaan cepat kenyang, menurun
13. Nafsu makan, meningkat, dan hb dalam batas normal (13,0-17,5 g/dL).
14. Keluhan mual menurun, perasaan ingin muntah menurun,
15. Perasaan asam di mulut menurun,
16. Jumlah trombosit klien meningkat,
17. Hemoglobin membaik.
PATWAY
Arbovirus (ditularkan Beredar dalam
Virus dengue melalui nyamuk aedes aliran
aegepty) darah

Infeksi virus dengue


Reaksi imun
(veremia)

Mengaktifkan Anafilaktosin
(C3a dan C5a) PGE2 Hipertermi
sistem
dibentuk dan Hipothalamus
komplemen
dilepaskan
Peningkatan
Reabsorbsi Na+
dan H2O

Proses Inflamasi Permeabilitas


membran meningkat

Pelepasan mediator- Risiko Syok


Kerusakan Endotel
mediator kimia Hipovolemik
Pembuluh Darah

Menekan free nerve Renjatan


ending DIC (Koagulopati) Hipovolemik

Sakit pada otot dan Megakariosi di Kebocoran Plasma


sendi sumsum tulang
Ke Extravaskuler
Nyeri Akut Masa hidup
trombosit pendek
Abdomen

Risiko Perdarahan Asites

Penurunan Mimisan, Petekie


Hemoglobin Mual,
muntah

Anemia
Tidak nafsu makan
Penekanan
Intra Abdomen
Defisit Nutrisi
Nyeri
DAFTAR PUSTAKA

1. Ns Maridi Dirdjo PM, Anggi Desi Sari Mk, Mata Kuliah Elektif Ns Sti Khoiroh
Muflikhatin K. PERSETUJUAN PUBLIKASI Kami dengan ini mengajukan surat
persetujuan untuk publikasi penelitian dengan judul : Bersamaan dengan surat
persetujuan ini kami lampirkan naskah publikasi.

2. SUTRIYAWAN A, ABA M, HABIBI J. DETERMINAN EPIDEMIOLOGI DEMAM


BERDARAH DENGUE (DBD) DI DAERAH PERKOTAAN: STUDI RETROSPEKTIF.
Journal of Nursing and Public Health. 2020 Nov 7;8(2):1–9.

3. Putry Novitasari F, Dyah MK, Nakka Gasong D, Weynand Nusawakan A,


Kedokteran dan Ilmu Kesehatan F, Kristen Satya Wacana U. Manajemen
Discharge Planning pada Klien dengan Demam Berdarah Dengue (DBD)
[Internet]. 2019. Available from: http://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JK

4. Tsabitha S, Bella N, Nurhayati S, Keperawatan A, Rebo P. Asuhan Keperawatan


Pada Anak dengan Demam Berdarah Dengue.

5. Dewi Prasetyani R, Faktor B, Berhubungan Y, Kejadian D, Berdarah D, Prasetyani


RD. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue.
Vol. 4, Dengue Majority |. 2015.

6. Haerani D, Nurhayati S, Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Demam


Berdarah Dengue, Keperawatan Pasar Rebo JlAKAD, Keperawatan Pasar Rebo.
Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Demam Berdarah Dengue: Sebuah Studi
Kasus. 2020;Vol. 4(No. 2 ISSN : 2614-8080).

7. Sanyaolu A. Global Epidemiology of Dengue Hemorrhagic Fever: An Update.


Journal of Human Virology & Retrovirology. 2017 Oct 24;5(6).

8. Lardo S, HNE Soesatyo M, Umniyati SR. The Autoimmune Mechanism in Dengue


Hemorrhagic Fever. Vol. 50, REVIEW ARTICLE 70 Acta Med Indones-Indones J
Intern Med •. 2018.

9. I Putu Artha Wijaya ALKDGDS. 2044-9426-1-PB. Media Keparawatan HUBUNGAN


PELAKSANAAN SATU RUMAH SATU JUMANTIK TERHADAP ANGKA KEJADIAN
DEMAM BERDARAH DENGUE DI DUSUN PESALAKAN DESA PEJENG KANGIN.
2021;vol.12(1).

Anda mungkin juga menyukai