Anda di halaman 1dari 14

TUGAS

MIKROBIOLOGI PERIODONTAL
DAN
IMUNOPATOLOGI

NECROTIZING ULCERATIVE PERIODONTITIS

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS


PROGRAM STUDI PERIODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2017

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1
1.1 Latar belakang................................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah..........................................................................................................2
1.3 Tujuan penulisan............................................................................................................2
1.4 Manfaat penulisan..........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................2
2.1 NUG sebagai awal dari NUP.........................................................................................3
2.2 Karakteristik NUP..........................................................................................................4
2.3 Gambaran Klinis............................................................................................................5
2.4 Gambaran Mikroskopik.................................................................................................6
2.5 NUP pada pasien HIV/AIDS.........................................................................................6
2.6 Etiologi Necrotizing Ulcerative Periodontitis...............................................................8
2.6.1 Mikrobiologi Periodontal.......................................................................................8
2.7 Status Immunocompromised..........................................................................................9
2.7.1 Stres psikologis....................................................................................................10
2.7.2 Malnutrisi.............................................................................................................11

BAB III PENUTUP..............................................................................................................12


3.1 Kesimpulan..................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Penyakit periodontal merupakan proses inflamasi yang disebabkan oleh
bakteri yang mengenai jaringan periodontal bila tidak segera ditangani akan
menyebabkan gigi terlepas dengan sendirinya dari gusi.
Masalah kesehatan gigi dan mulut merupakan masalah kesehatan masyarakat
dewasa ini adalah penyakit periodontal. Umumnya, penyakit periodontal bersifat
kronis sehingga keluhan atau gejala yang timbul baru disadari oleh penderitanya
apabila keadaan sudah lanjut (Depkes RI,1991). Profil kesehatan gigi dan mulut
sendiri menggambarkan bahwa dari 12 jenis penyakit gigi dan mulut yang diderita
masyarakat berobat di rumah sakit milik Depkes RI dan pemerintah daerah, penyakit
gusi dan periodontal menduduki urutan kedua yaitu 28,32% (Depkes RI,1994). Di
Puskesmas dari empat jenis penyakit gigi dan mulut yang di derita masyarakat
kelainan periodontal menduduki urutan pertama yaitu 36,05% (Prayitno, 1993).
Penyakit gigi dan mulut terutama penyakit periodontal berawal dari
penumpukan plak dan kalkulus. Kalkulus merupakan suatu faktor iritasi yang terus
menerus terhadap gusi sehingga dapat menyebabkan keradangan pada gusi. Bila tidak
dihilangkan atau dibersihkan maka akan berlanjut pada kerusakan jaringan penyangga
gigi dan lama- kelamaan mengakibatkan gigi menjadi goyang serta lepas dengan
sendirinya.
Tahap pertama dari penyakit periodontal di sebut gingivitis. Gingivitis dipicu
oleh pembentukan plak pada gigi. Plak akan mempengaruhi gusi, membuat gusi
tampak bengkak dan merah. Jika tidak diobati, radang gusi dapat berkembang
menjadi periodontitis, yang menyebabkan tulang dan jaringan yang mendukung gigi
memburuk.
Periodontitis sekarang dilihat sebagai akibat yang kompleks antara pengaruh
infeksi bakteri dan respon hospes, yang sering dimodifikasi oleh faktor perilaku.
Terjadi perubahan pokok pada model penyakit periodontal pada tahun 1960-an,
mengesankan kerentanan terhadap periodontitis meningkat seiring dengan usia, dan
semua individu rentan terhadap penyakit periodontal berat.
Periodontitis juga berhubungan dengan kondisi sistemik, seperti gangguan
metabolik (diabetes mellitus, perubahan hormon wanita), gangguan pemakaian obat,
gangguan darah/ leukemia, dan gangguan sistem imun seperti HIV dan AIDS.
Gangguan sistemik ini telah didokumentasikan sebagai gangguan yang mampu
mempengaruhi periodontium dan/ atau pengobatan penyakit periodontal.

1.2 RUMUSAN PENULISAN


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut :
Bagaimana mikrobiologi periodontal dan imunologi dari penyakit periodontal
Necrotizing ulcerative periodontitis (NUP)?

1.3 TUJUAN PENULISAN


Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui peranan mikrobiologi dan sistem imun dari
penyakit periodontal Necrotizing ulcerative periodontitis (NUP).

1.4 MANFAAT PENULISAN


Melalui penulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis dan menambah
pengetahuan tentang peranan mikrobiologi dan sistem imun dari penyakit periodontal
Necrotizing ulcerative periodontitis (NUP).
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 NUG SEBAGAI AWAL DARI NUP


Necrotizing ulcerative periodontitis (NUP) dapat merupakan perluasan dari
necrotizing ulcerative gingivitis (NUG) kedalam struktur periodontal, mengarah
terhadap kehilangan perlektatan dan tulang. Dilain pihak, NUP dan NUG dapat
menjadi penyakit berbeda.
Hingga sekarang, terdapat sedikit bukti untuk mendukung perkembangan dari
NUG hingga NUP atau untuk menegaskan hubungan antara dua kondisi sebagai
kesatuan penyakit tunggal. Bagaimanapun, beberapa deskripsi klinis dan laporan
kasus dari NUP secara jelas memperlihatkan banyak kesamaan klinis antara dua
kondisi. Artikel terbaru melaporkan temuan klinis dan mikroskopis dari 45 pasien
yang terlihat antara tahun 1965 dan 2000. Pada artikel ini, penulis menggambarkan
bahwa NUG dapat menjadi prekursor untuk NUP, menyebutkan salah satu kasus dari
laki-laki menderita malnutrisi berusia 9 tahun yang datang dengan tiga lesi terpisah
yang konsisten dengan diagnosis NUG, NUP dan noma. Hingga pembedaan antara
NUG dan NUP dapat dibuktikan atau tidak dibuktikan, telah digambarkan bahwa
NUG dan NUP diklasifikasikan bersama dibawah kategori yang lebih luas dari
necrotizing periodontal diseases, meskipun dengan perbedaan level keparahan.
NUG telah diakui dan dijelaskan dalam literatur untuk beberapa abad. Secara
klinis terdiri dari area ulserasi dan nekrosis pada papila interdental yang ditutup
dengan lapisan kuning keputih-putihan lunak, atau pseudomembran, dan dikelilingi
oleh lingkaran edematous. Lesi secara khusus sangat menyakitkan dan mudah
berdarah, sering tanpa pemicu. Pasien juga memperlihatkan bau mulut, limfadenopati
lokal, demam, dan malaise.
Secara mikroskopis, lesi NUG memperlihatkan inflamasi necrotizing
nonspesifik yang muncul dengan infiltrat polymorphonuclear leukocyte (PMN,
neutrofil) yang mendominasi dalam area yang terulserasi dan infiltrat kronis yang
melimpah dari limfosit dan sel plasma pada area perifer dan lebih dalam.
Flora bakteri yang berhubungan dengan NUG telah diketahui dengan baik. Flora
konstan yang dapat dikultur terdiri dari Prevotella intermedia dan spesies
Fusobacterium, dimana observasi mikroskopik konstan menyatakan kemunculan
spesies Treponema dan Selenomonas. Asosiasi bakteri tersebut dengan NUG adalah
kuat. Bagaimanapun, etiologi bakteri belum terbukti karena bakteri belum memiliki
kemampuan untuk menyalurkan penyakit antara hewan yang sehat (yaitu, tidak
mampu untuk memenuhi postulat Koch’s). Menariknya, isolat bakteri telah
mentransimisikan NUG dari hewan ke hewan dalam beagle dog dengan imunosupresi
yang diinduksi steroid. Kemampuan untuk mentrasimisikan NUG dengan bakteri
dalam hewan yang mengalami imunosupresi (tetapi bukan hewan imunokompeten)
menggambarkan bahwa respon host atau resistensi adalah faktor penting dalam
patogenesis NUG.
Lesi NUG terbatas pada gingiva tanpa kehilangan perlekatan periodontal atau
dukungan tulang alveolar, sifat yang menbedakan kondisi ini dari NUP. Berlawanan
terhadap pandangan ini, MacCarthy dan Claffey menggambarkan bahwa kehilangan
perlekatan periodontal adalah salah satu konsekuensi dari lesi NUG. Pada evaluasi
mereka dari 13 pasien dengan NUG, rerata level perlekatan pada saat probing untuk
sisi yang terkena NUG (2,2 ± 0,9 mm) adalah lebih besar daripa sisi kontrol (0,8 ± 0,7
mm). Temuan ini mendukung konsep bahwa NUG dan NUP adalah penyakit sama
(atau identik), dengan perbedaan dalam respon host atau resistensi daripada perbedaan
dalam etiologi dan patogenesis bakteri.
2.2 KARAKTERISTIK NUP
Istilah “necrotizing ulcerative periodontitis” pertama diadopsi pada tahun
1989 Wolrd Workshop in Clinical Periodontics. Diubah dari tahun 1986 istilah
“necrotizing ulcerative gingivoperiodontitis”, yang memperlihatkan kondisi dari
rekuren NUG yang mengalami perkembangan bentuk kronis dari periodontitis dengan
kehilangan perlekatan dan tulang. Tahun 1989 adopsi dari NUP sebagai kesatuan
penyakit terjadi ketika pengetahuan dan peningkatan dalam jumlah dari kasus
necrotizing periodontitis menjadi didiagnosa dan dijelaskan dalam literatur. Secara
spesifik, lebih banyak kasus NUP dijelaskan dalam pasien yang mengalami gangguan
sistem imun, khususnya yang dengan human immunodeficieny virus (HIV) positif
atau memiliki acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). Pada tahun 1999
subklasifikasi NUG dan NUP dimasukkan sebagai diagnosis terpisah dibawah
klasifikai yang lebih luas dari “necrotizing ulcerative periodontal diseases”. Lagi,
pembedaan antara dua kondisi sebagai penyakit yang terpisah belum diklarifikasi,
tetapi penyakit tersebut dibedakan dengan ada atau tidaknya kehilangan perlekatan
dan tulang.

2.3 GAMBARAN KLINIS


Sama terhadap NUG, kasus klinis NUP dijelaskan oleh nekrosis dan ulserasi
pada bagian korona dari papila interdental dan margin gingiva, dengan marginal
gingiva merah terang, terasa menyakitkan yang mudah berdarah.
Gambaran yang membedakan dari NUP adalah kerusakan progresif dari
penyakit yang termasuk kehilangan perlekatan dan tulang. Kawah tulang interdental
yang dalam adalah ciri khas lesi periodontal dari NUP (Gambar 1). Bagaimanapun,
poket periodontal “konvensional” dengan kedalaman probing poket tidak ditemukan
karena sifat ulseratif dan necrotizing dari lesi gingiva merusak marginal epithelium
dan jaringan konektif, menghasilkan resesi gingiva. Poket periodontal terbentuk
karena sel junctional epithelial masih hidup dan dapat lebih lanjut bermigrasi keapikal
untuk menutupi area dari kehilangan jaringan konektif. Nekrosis junctional epithelium
dalam NUG dan NUP menghasilkan ulser yang mencegah migrasi epitel ini, dan
poket tidak dapat terbentuk. Lesi lanjut dari NUP mengarah terhadap kehilangan
tulang parah, kegoyangan gigi, dan pada akhirnya kehilangan gigi. Sebagai tambahan
terhadap manifestasi ini, seperti yang disebutkan sebelumnya, pasien NUP dapat
datang dengan bau mulut, demam, malaise, atau limfadenopati.
Gambar 1. Necrotizing ulcerative periodontitis pada pasien laki-laki berusia 45 tahun, HIV-negatif,
kulit putih. A, aspek bukal pada area kaninus-premolar maksila. B, aspek palatal pada area yang sama.
C, aspek bukal pada anterior mandibula. Perhatikan kawah dalam yang berhubungan dengan

kehilangan tulang.

2.4 GAMBARAN MIKROSKOPIK


Pada penelitian menggunakan Transmission Electron Microscopy (TEM) dan
Scanning Electron Microscopy (SEM) pada plak mikroba yang berada pada papila
gingiva nekrotik, Cobb et al memperlihatkan kesamaan histologis yang menyolok
antara NUP pada pasien HIV-positive dan penjelasan sebelumnya dari lesi NUG pada
pasien bukan HIV. Biopsi melibatkan papila posterior dari 10 laki-laki dan 6
perempuan pasien HIV-positive dengan NUP dievaluasi. Pemeriksaan mikroskopis
menyatakan permukaan biofilm yang tersusun dari campuran flora mikroba dengan
morfotipe berbeda dan flora subpermukaan dengan agregasi tebal dari spirochetes
(zona bakterial). Dibawah lapisan bakterial adalah agregasi tebal PMN (zona kaya
netrofil) dan sel nekrotik (zona nekrotik). Teknik biopsi digunakan dalam penelitian
ini tidak memberikan observasi dari lapisan paling dalam dan sehingga tidak mampu
untuk mengidentifikasi zona infiltrasi spirochetal, yang secara klasik dijelaskan dalam
lesi NUG. Sebagai tambahan terhadap sifat mikroskopik pada NUP yang menyerupai
NUG dijelaskan dalam penelitian ini, level tinggi dari ragi (yeast) dan virus
menyerupai herpes diamati. Temuan yang terakhir adalah kemungkinan paling
indikatif dari kondisi diberikan terhadap mikroba opportunistik dalam host dengan
gangguan (pasien HIV-positif).

2.5 NUP PADA PASIEN HIV/AIDS


Lesi gingival dan periodontal dengan sifat khusus sering ditemukan dalam
pasien dengan infeksi HIV dan AIDS. Banyak dari lesi tersebut adalah manifestasi
tidak normal dari penyakit periodontal inflamasi yang muncul dalam rangkaian
infeksi HIV dan pasien dengan gangguan sistem imun yang bersamaan. Linear
gingival erythema (LGE), NUG, dan NUP adalah kondisi periodontal yang
berhubungan HIV paling umum yang dilaporkan dalam literatur.
Lesi NUP ditemukan dalam pasien HIV-positif/AIDS dapat muncul dengan
gambaran yang sama terhadap yang dilihat pada pasien HIV-negative. Dilain pihak,
lesi NUP dalam pasien HIV-positif/AIDS dapat menjadi lebih merusak dan sering
mengakibatkan komplikasi yang sangat jarang dalam pasien non-HIV/AIDS. Sebagai
contoh, kehilangan perlekatan periodontal dan tulang berhubungan dengan NUP- HIV
positif dapat menjadi sangat cepat. Winkler et al melaporkan kasus NUP pada pasien
HIV-positive (sebelumnya disebut sebagai HIV-P”) dengan gigi yang kehilangan
lebih daripada 90% dari perlekatan periodontal dan 10 mm tulang selama periode 3
hingga 6 bulan. Akhirnya, banyak dari lesi tersebut mengakibatkan kehilangan gigi.
Kompikasi lain yang dilaporkan dalam populasi ini termasuk perkembangan lesi
melibatkan area yang besar dari nekrosis jaringan lunak, dengan terbukanya tulang
dan sequestrasi pecahan tulang. Tipe ini dari lesi parah, progresif dengan perluasan
kedalam area vestibular dan palatal disebut sebagai necrotizing ulcerative stomatitis
(lihat Gambar 2).

Gambar 2. necrotizing ulcerative stomatitis

Prevalensi NUP yang dilaporkan pada pasien terinfeksi HIV bervariasi. Riley
et al melaporkan hanya dua kasus NUP dalam 200 pasien HIV-positif (1%),
sementara Glick et al menemukan prevalensi 6,3% untuk kasus NUP dalam penelitian
prospektif dari 700 pasien HIV-positif. Variasi dalam temuan yang dilaporkan dapat
berhubungan terhadap perbedaan dalam populasi (misalnya, pengguna obat intravena
dengan homoseksual dengan pasien hemofilia) dan perbedaan dalam status imun dari
subjek penelitian.
Bentuk necrotizing dari periodontitis lebih sering munculpada pasien dengan
imunosupresi yang lebih parah. Laporan kasus telah menggambarkan NUP sebagai
perluasan progresif dari HIV periodontitis (yaitu, progresi kronis hingga nekrotik).
Glick et al menemukan korelasi tinggi antara diagnosis NUP dan imunosupresi dalam
pasien HIV positif. Pasien tersebut memperlihatkan dengan NUP yang 20,8 kali lebih
mungkin untuk memiliki jumlah CD4+ dibawah 200 sel/mm3 dibandingkan dengan
pasien HIV-positif tanpa NUP. Penulis mempertimbangkan diagnosis NUP untuk
menjadi penanda untuk gangguan imun dan prediktor untuk diagnosis AIDS. Yang
lain telah menggambarkan bahwa NUP dapat digunakan sebagai indikator untuk
infeksi HIV pada pasien yang tidak terdiagnosa. Shangase et al melaporkan bahwa
diagnosis NUG atau NUP pada orang Afrika Selatan yang secara sistemik sehat,
asimptomatik, secara kuat berhubungan dengan infeksi HIV. Pada pasien yang
memperlihatkan NUG atau NUP, 39 dari 56 (69,6%) selanjutnya ditemukan untuk
menjadi HIV positive (lihat bab 19).

2.6 ETIOLOGINECROTIZING ULCERATIVE PERIODONTITIS


Etiologi NUP belum ditentukan, meskipun flora bakteri campuran fusiform-
spirochete memainkan peranan penting. Karena bakteri patogen adalah tidak semata-
mata bertanggung jawab untuk menyebabkan penyakit, beberapa predisposisi faktor
“host” dapat dibutuhkan. Beberapa faktor predisposisi telah berperan terhadap NUG,
termasuk kebersihan rongga mulut yang buruk, penyakit periodontal yang telah
muncul sebelumnya, merokok, infeksi virus, status gangguan sistem imun, stress
psikososial, dan malnutrisi.
NUP sering dihubungan dengan diagnosis AIDS atau status HIV positif. Lebih
lanjut klinisi harus memeriksa semua pasien yang memperlihatkan NUP untuk
memastikan status HIV mereka. NUP dapat berkembang cepat dan mengarah pada
eksfoliasi gigi, sehingga perawatan harus termasuk debridement lokal, agen antiplak
lokal, dan antibiotik sistemik. Diagnosis awal dan perawatan NUP penting karena
kerusakan tulang yang terjadi pada tahap terlambat dari penyakit akan sangat
menyulitkan untuk disembuhkan, bahkan dengan prosedur bedah regeneratif yang
ekstensif. Jika anak muncul dengan NUP, abnormalitas sistemik parah, seperti
malnutrisi lanjut, sering muncul.

2.6.1 MIKROBIOLOGI PERIODONTAL.


Penilaian flora mikroba dari lesi NUP hampir terbatas terhadap penelitian
yang melibatkan pasien HIV- positif dan AIDS, dengan beberapa bukti yang
bertentangan. Murray et al melaporkan bahwa kasus NUP pada pasien HIV-positif
memperlihatkan jumlah yang secara signifikan lebih besar dari jamur candida albicans
oportunistik dan prevalensi yang lebih tinggi dari Actinobacillus (aggregatibacter)
actinomycetemcomitans, Prevotella intermedia, Porphyromonas gingivalis,
Fusobaceterium nucleatum, dan spesies Campylobacter dibandingkan dengan kontrol
HIV-negatif. Lebih lanjut, mereka melaporkan level yang rendah atau bervariasi dari
spirocehetes, yang tidak konsisten dengan flora yang berhubungan dengan NUG.
Melihat perbedaan dalam flora mikroba, mereka membantah gagasan bahwa lesi
dekstruktif terlihat dalam pasien HIV-positif berhubungan terhadap lesi NUG; mereka
menggambarkan bahwa flora dari lesi NUP dalam pasien HIV-positif dapat
dibandingkan terhadap lesi periodontitis kronis, sehingga mendukung konsep mereka
bahwa necrotizing periodontitis dalam pasien HIV-positif adalah manifestasi agresif
dari periodontitis kronis dalam host dengan gangguan sistem imun.
Berlawanan terhadap temuan tersebut, Cobb et al melaporkan bahwa
komposisi mikrobial dari lesi NUP dalam pasien HIV-positif sangat sama terhadap
lesi NUG, seperti yang didiskusikan sebelumnya. Menggunakan mikroskop elektron,
mereka menjelaskan campuran flora mikroba dengan berbagai morfotipe dalam
81,3% spesimen. Flora mikroba subpermukaan yang mengutamakan agregasi padat
dari spirochetes dalam 87,5% spesimen. Mereka juga melporkan ragi oportunistik dan
virus menyerupai herpes dalam 65,6% dan 56,5% lesi NUP, secara berurutan.
Perbedaan antara laporan tersebut dapat dijelaskan oleh keterbatasan dalam
mendapatkan kultur hidup dari spirocehetes dibandingkan dengan observasi
mikroskop elektron yang lebih definitif pada spirochetes.
Pada tinjauan artikel terbaru, Feller dan Lemmer menggambarkan bahwa
spirocehetes, herpesvirus, candida, dan HIV memiliki peranan patogenik potensial
dalam lesi NUP dalam individu HIV-seropositive. Spirochetes memiliki kemampuan
untuk modulasi respon host bawaan dan respon imun adaptif dan menstimulasi reaksi
inflamasi host, yang dapat mengurangi kompetensi imun lokal dan memfasilitasi
perkembangan penyakit necrotizing. Herpesvirus aktif memiliki kapasitas untuk
membatasi regulasi sistem imun host, yang dapat mengarah terhadap peningkatan
dalam kolonisasi dan aktivitas mikroorganisme patogenik lain. Candida albicans telah
dilaporkan untuk menghasilkan eicosanoids yang mengarah terhadap pelepasan
mediator proinflamasi, yang dapat memfasilitasi kolonisasi dan invasi spirochetes,
meningkatkan perkembangan penyakit necrotizing periodontal.

2.7 STATUSIMMUNOCOMPROMISED
Secara jelas, lesi NUG dan NUP lebih sering terjadi pada pasien dengan
sistem imun terganggu atau tertekan. Beberapa penelitian, terutama yang
mengevaluasi pasien HIV-positif dan AIDS, mendukung konsep bahwa respon host
yang menurun muncul pada individu yang didiagnosa dengan penyakit necrotizing
ulcerative periodontal. Sementara sistem imun terganggu (“immuno compromise”)
dalam pasien yang terinfeksi HIV diarahkan oleh gangguan fungsi sel T dan
perubahan rasio sel T, bukti mengindikasikan bahwa bentuk lain dari gangguan
imunitas merupakan predisposisi individu terhadap NUG dan NUP.
Cutler et al menjelaskan gangguan aktivitas bakterisidal PMN pada dua anak-
anak dengan NUP. Pada pemeriksaan perbandingan dari PMN terhadap patogen
periodontal, dua bersaudara (berusia 9 dan 14 tahun) memperlihatkan depresi
signfikan dari fagositosis PMN dan fungsi membunuh dibandingkan dengan kontrol
yang sesuai jenis kelamin dan usia. Lebih lanjut, batista et al melaporkan temuan
periodontal dan NUP dalam remaja dengan penyakit genetik jarang (multifactorial
congenital immunodeficieny [CVID]) yang menyebabkan gangguan sekresi
imunoglobulin; lesi oral menyembuh dengan pemberian intravenous immunoglobulin
(IVIG).

2.7.1 STRES PSIKOLOGIS


Sebagian besar penelitian klinis dan hewan mengevaluasi peranan dari stres
pada necrotizing periodontal disease telah mengevaluasi subjek dengan NUG dan
sehingga tidak secara spesifik mengarahkan peranan stres pada NUP.
Pasien NUG telah ditemukan secara signifikan lebih cemas, nilai depresi lebih
tinggi, magnitude lebih besar dan kejadian menimbulkan stress terbaru, dan lebih
banyak stress secara keseluruhan dan penyesuaian yang berhubungan terhadap
kejadian tersebut, dan lebih banyak kejadian hidup negatif. Meskipun peranan stres
dalam perkembangan NUP belum dilaporkan secara spesifik, dalam banyak kesamaan
antara NUG dan NUP akan menggambarkan bahwa hubungan yang sama terhadap
stress dapat muncul.
Mekanisme dengan kecenderungan individu terhadap stres pada necrotizing
ulcerative periodontal disease belum ditentukan. Bagaimanapun, diketahui dengan
baik bahwa stress meningkatkan level kortikol sistemik, yang tetap meningkatkan
cortisone yang memiliki efek supresif pada respon imun. Pada pemeriksan dari 474
personel militer, Shannon et al menemukan bahwa level urin dari 17-
hydroxycorticosteroid lebih tinggi pada subjek dengan NUG daripada semua subjek
lain yang didiagnosa dengan periodontal sehat, gingivitis atau perioontitis. Secara
eksperimen, lesi menyeriupai noma telah dihasilkan pada tikus dengan memberikan
cortisone dan menyebabkan luka mekanikal terhadap gingiva dan pada hamster
dengan iradiasi tubuh total. Sehingga, imunosupresi yang diinduksi stres dapat
menjadi salah satu mekanisme yang mengganggu respon host dan mengarah terhadap
necrotizing periodontal disease. Bukti ilmiah yang mendukung peranan etiologi stress
dalam periodontitis kronis belum jelas

2.7.2 MALNUTRISI
Bukti langsung hubungan antara malnutrisi dan necrotizing periodontal
diseases terbatas terhadap deskripsi dari infeksi necrotizing pada anak-anak yang
mengalami malnutrisi parah. Lesi mewakili NUG tetapi dengan perkembangan untuk
menjadi gangrenous stomatitis, atau noma, telah dijelaskan pada anak-anak dengan
malnutrisi parah di negara yang kurang berkembang. Jimenez dan Baer melaporkan
kasus NUG pada anak-anak dan remaja berusia 2 hingga 14 tahun dengan malnutrisi
di Kolombia. Pada tahap lanjut, lesi NUG meluas dari gingiva kearea lain dari kavitas
oral, dan menjadi gangrenous stomatitis (noma) dan menyebabkan paparan, nekrosis
dan pembentukan sequester pada tulang alveolar. Selanjutnya, Jimenez et al
melaporkan bahwa 44 dari 45 kasus necrotizing diseases (NUG = 29, NUP = 7, noma
= 9) didokumentasikan pada tahun 1965 hingga 2000 adalah dari kelompok sosial
ekonomi rendah dan malnutrisi berhubungan dengan semua kondisi yang mendekati
necrotizing (29/29 NUG, 6/7 NUP dan 9/9 kasus noma). Pada penelitian anak-anak
Nigeria yang kurang secara sosial ekonomi dengan NUG (153 kasus), Enwonwu et al
menegaskan malnutrisi dengan mengukur sirkulasi mikronutrien. Dibandingkan
dengan rekan tetangga, anak-anak dengan NUG dan defisiensi mikronutrien
memperlihatkan disregulasi produksi sitokin dengan peningkatan mediator
proinflamasi dan antiinflamatori kompleks yang salin mempengaruhi.
Penjelasan yang mungkin bahwa malnutrisi, terutama ketika ekstrim, berperan
terhadap penurunan resistensi host terhadap infeksi dan penyakit necrotizing.
Didokumentasikan dengan baik bahwa banyak pertahanan host, termasuk fagositosis;
imunitas yang dimediasi sel; dan komplemen, produksi dan fungsi antibodi dan
sitokin, terganggu pada individu yang mengalami malnutrisi. Kehabisan nutrisi
terhadap sel dan jaringan mengakibatkan imunosupresi dan peningkatan kerentanan
penyakit. Sehingga beralasan untuk menyimpulkan bahwa malnutrisi dapat
merupakan predisposisi individu terhadap infeksi oportunistik atau meningkatkan
keparahan infeksi oral yang muncul.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
NUP dan NUG memberikan banyak klinisi gambaran klinis dan mikrobiologi,
tetapi NUP dibedakan oleh kondisi yang lebih parah dengan kehilangan perlekatan
periodontal dan tulang. Nyatanya, beberapa pasien dengan NUP, khususnya yang
dengan imunitas terganggu, dapat memiliki penyakit progresif yang parah dan
berkembang cepat. Tampak bahwa respon imun yang terganggu dan resistensi host
yang rendah terhadap infeksi adalah faktor signifikan dalam awal mula dan progresi
NUP. Contoh terbaik dari gangguan sistem imun host dengan predisposisi untuk NUP
adalah pasien HIV-positif/AIDS. Sebagaimana komplikasi yang berhubungan dengan
infeksi lain dari HIV/AIDS, status gangguan sistem imun pasien tersebut
menyebabkan mereka rentan terhadap infeksi periodontal oportunistik, termasuk
NUP. Beberapa faktor lain telah diidentifikasi, khususnya pada kasus NUG, yang
dapat memainkan peranan dalan NUP, termasuk merokok, infeksi virus, stres
psikososial, dan malnutrisi. Meskipun tidak ada dari salah satu faktor diatas
mencukupi untuk menyebabkan penyakit necrotizing, dalam kombinasi dengan
kondisi immunosupresan lain, mereka tidak diragukan memiliki potensi untuk
memberikan pengaruh negatif terhadap respon host atau resistensi terhadap infeksi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Newman MG, Takei HH, Carranza FA. Carrenza’s Clinical Periodontology


10th ed. Philadelphia : W.B Saunders Company ; 2008
2. Murray PA. Peridontal disease in patients infected by human
immunodeficiency virus. J Periodontology 2000, 1994
3. J. Dufty, N. Gkranias, A. Petrie, R. McCormick, T. Elmer and N. Donos.
(2017) Prevalence and treatment of necrotizing ulcerative gingivitis (NUG) in
the British Armed Forces: a case-control study. Clinical Oral
Investigations21:6, 1935-1944.
4. Pusat Data dan Informasi. Situasi HIV/AIDS di Indonesia Tahun 1987-2006.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2006.
5. Klokkevold PR. Necrotizing ulcerative periodontitis. In: Newman MG, Takei
HH, Klokkevold PR, Carranza FA eds. Clinical Periodontology. 10th ed.
Philadelphia: W.B. Saunders Co., 2006

Anda mungkin juga menyukai