Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga makalah Kehidupan Ekonomi pada Masa Demokrasi Terpimpin ini dapat
diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada
Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.

Makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas mata pelajaran Sejarah Indonesia. Kami
ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah
Kehidupan Ekonomi pada Masa Demokrasi Terpimpin ini. Dan kami juga menyadari pentingnya
akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi
yang akan menjadi bahan makalah.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan
sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah Kehidupan
Ekonomi pada Masa Demokrasi Terpimpin ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan,
karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti
milik kita sebagai manusia. Semoga makalah Kehidupan Ekonomi pada Masa Demokrasi
Terpimpin ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Pangkalan, 6 Oktober 2021

Kelompok

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................... 1
C. Tujuan ........................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................... 2

A. Kehidupan Ekonomi Pada Masa Demokrasi Terpimpin................................ 2


B. Sistem Ekonomi Pada Mas Demokrasi Terpimpin........................................ 5
C. Upaya Pemerintah Mengatasi Krisis Ekonomi.............................................. 7
D. Perkembangan Ekonomi Pada Masa Demokrasi Terpimpin......................... 12

BAB III PENUTUP.................................................................................................... 13


A. Kesimpulan.................................................................................................... 13
B. Saran .............................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan perubahan politik menuju demokrasi terpimpin maka ekonomipun


mengikuti ekonomi terpimpin. Sehingga ekonomi terpimpin merupakan bagian dari demokrasi
terpimpin. Dimana semua aktivitas ekonomi disentralisasikan di pusat pemerintahan sementara
daerah merupakan kepanjangan dari pusat. Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi yang
sempat ada di Indonesia, yang seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya
saja. Pada bulan 5 Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Presiden Sukarno menetapkan konstitusi
di bawah dekrit presiden. Era "Demokrasi Terpimpin", yaitu kolaborasi antara kepemimpinan
PKI dan kaum borjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh
dan petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak.
Pendapatan ekspor menurun, cadangan devisa menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat
dan militer menjadi wabah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas di dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sistem ekonomi masa demokrasi terpimpin.


2. Bagaimana pemerintah mengatasi krisis ekonomi pada masa demokrasi terpimpin

C. Tujuan  
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan makalah ini dibuat adalah sebagai
berikut:

1. Untuk mengetahui sistem ekonomi pada masa demokrasi terpimpin


2. Untuk memahami usaha pemerintah dalam mengatasi krisis ekonomi pada masa
demokrasi terpimpin

BAB II

1
PEMBAHASAN

A.  KEHIDUPAN EKONOMI PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN

Seiring dengan perubahan politik menuju demokrasi terpimpin maka ekonomipun


mengikuti ekonomi terpimpin. Sehingga ekonomi terpimpin merupakan bagian dari demokrasi
terpimpin. Dimana semua aktivitas ekonomi disentralisasikan di pusat pemerintahan sementara
daerah merupakan kepanjangan dari pusat. Langkah yang ditempuh pemerintah untuk
menunjang pembangunan ekonomi adalah sebagai berikut :

1.  Pembentukan Badan Perencana Pembangunan Nasional

Untuk melaksanakan pembangunan ekonomi di bawah Kabinet Karya maka dibentuklah


Dewan Perancang Nasional (Depernas) pada tanggal 15 Agustus 1959 dipimpin oleh Moh.
Yamin dengan anggota berjumlah 50 orang.

Tugas Depernas :

- Mempersiapkan rancangan Undang-undang Pembangunan Nasional yang


berencana
- Menilai Penyelenggaraan Pembangunan

Hasil yang dicapai, dalam waktu 1 tahun Depenas berhasil menyusun Rancangan Dasar
Undang-undang Pembangunan Nasional Sementara Berencana tahapan tahun 1961-1969 yang
disetujui oleh MPRS. Mengenai masalah pembangunan terutama mengenai perencanaan dan
pembangunan proyek besar dalam bidang industri dan prasarana tidak dapat berjalan dengan
lancar sesuai harapan. 1963 Dewan Perancang Nasional (Depernas) diganti dengan nama Badan
Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas) yang dipimpin oleh Presiden Sukarno.

2.      Penurunan Nilai Uang

Tujuan dilakukan devaluasi :

- Guna membendung inflasi yang tetap tinggi


- Untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat

2
- Meningkatkan nilai rupiah sehingga rakyat kecil tidak dirugikan.

Maka pada tanggal 25 Agustus 1959 pemerintah mengumumkan keputusannya mengenai


penuruan nilai uang (devaluasi), yaitu sebagai berikut.

- Uang kertas pecahan bernilai Rp. 500 menjadi Rp. 50


- Uang kertas pecahan bernilai Rp. 1.000 menjadi Rp. 100
- Pembekuan semua simpanan di bank yang melebihi Rp. 25.000

Tetapi usaha pemerintah tersebut tetap tidak mampu mengatasi kemerosotan ekonomi yang
semakin jauh, terutama perbaikan dalam bidang moneter. Para pengusaha daerah di seluruh
Indonesia tidak mematuhi sepenuhnya ketentuan keuangan tersebut.

Pada masa pemotongan nilai uang memang berdampak pada harga barang menjadi murah
tetapi tetap saja tidak dapat dibeli oleh rakyat karena mereka tidak memiliki uang. Hal ini
disebabkan karena :

- Penghasilan negara berkurang karena adanya gangguan keamanan akibat


pergolakan daerah yang menyebabkan ekspor menurun.
- Pengambilalihan perusahaan  Belanda pada tahun 1958 yang tidak diimbangi oleh
tenaga kerja manajemen yang cakap dan berpengalaman.
- Pengeluaran biaya untuk penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962, RI sedang
mengeluarkan kekuatan untuk membebaskan Irian Barat.

3.      Kenaikan Laju Inflasi

Latar Belakang meningkatnya laju inflasi :

 Penghasilan negara berupa devisa dan penghasilan lainnya mengalami kemerosotan.


 Nilai mata uang rupiah mengalami kemerosotan
 Anggaran belanja mengalami defisit yang semakin besar
 Pinjaman luar negeri tidak mampu mengatasi masalah yang ada
 Upaya likuidasi semua sektor pemerintah maupun swasta guna penghematan dan
pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran belanja tidak berhasil

3
 Penertiban administrasi dan manajemen perusahaan guna mencapai keseimbangan
keuangan tak memberikan banyak pengaruh
 Penyaluran kredit baru pada usaha-usaha yang dianggap penting bagi kesejahteraan
rakyat dan pembangunan mengalami kegagalan.

Kegagalan-kegagalan tersebut disebabkan karena:

- Pemerintah tidak mempunyai kemauan politik untuk menahan diri dalam


melakukan pengeluaran.
- Pemerintah menyelenggarakan proyek-proyek mercusuar seperti GANEFO (Games
of the New Emerging Forces ) dan CONEFO (Conference of the New Emerging
Forces) yang memaksa pemerintah untuk memperbesar pengeluarannya pada setiap
tahunnya.

Dampaknya :

- Inflasi semakin bertambah tinggi


- Harga-harga semakin bertambah tinggi
- Kehidupan masyarakat semakin terjepit
- Indonesia pada tahun 1961 secara terus menerus harus membiayai kekeurangan
neraca pembayaran dari cadangan emas dan devisa
- Ekspor semakin buruk dan pembatasan Impor karena lemahnya devisa.
- 1965, cadangan emas dan devisa telah habis bahkan menunjukkan saldo
- negatif sebesar US$ 3 juta sebagai dampak politik konfrontasi dengan Malaysia
dan negara-negara barat.

Kebijakan Pemerintah :

- Keadaan defisit negara yang semakin meningkat ini diakhiri pemerintah dengan
pencetakan uang baru tanpa perhitungan matang. Sehingga menambah berat angka
inflasi.
- 13 Desember 1965 pemerintah mengambil langkah devaluasi dengan menjadikan
uang senilai Rp. 1000 menjadi Rp. 1

4
Dampaknya dari kebijakan pemerintah tersebut :

- Uang rupiah baru yang seharusnya bernilai 1000 kali lipat uang rupiah lama akan
tetapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai sekitar 10 kali lipat lebih
tinggi dari uang rupiah baru.
- Tindakan moneter pemerintah untuk menekan angka inflasi malahan menyebabkan
meningkatnya angka inflasi.

B.  SISTEM EKONOMI PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN

1. Sistem Ekonomi Liberal

Sebagai negara yang baru merdeka, kehidupan ekonomi Indonesia masih sangat
terbelakang. Upaya mengadakan pembangunan ekonomi untuk mengubah struktur ekonomi
kolonial ke ekonomi nasional yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia berjalan tersendat-
sendat.
Terdapat empat faktor yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tersendat-sendat
yaitu :

• Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan dengan adanya gerakan
separatisme di berbagai daerah
• Terlalu sering berganti kabinet menyebabkan program-program kabinet yang telah
dirancang tidak dapat dilaksanakan.
• Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi sehingga apabila
permintaan ekspor dari sektor itu berkurang akan memukul perekonomian Indonesia.
• Belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum memilki
tenaga ahli dan dana yang diperlukan belum memadai.

Namun demikian, pemerintah telah mencoba upaya untuk memperbaiki ekonomi melalui
langkah-langkah berikut ini :

a. Nasionalisasi De Javasche Bank

5
Dalam Keterangan Pemerintah tanggal 28 Mei 1951 di depan DPR, dikemukakan rencana
Pemerintah mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Pada tanggal 19
Juni 1951, dibentuk Panitia Nasionalisasi De Javasche Bank. Tugas panitia tersebut adalah
mengajukan usul mengenai nasionalisasi, rencana undang-undang nasionalisasi, serta
merencanakan undang-undang yang baru mengenai Bank Sentral. Kemudian pemerintah
mengangkat Mr. Syarifuddin Prawiranegara sebagai Presiden De Javasche Bankberdasarkan
keputusan Presiden RI No. 123 tanggal 12 Juli 1951. Sebelumnya, pemerintah telah
memberhentikan Dr. Houwink (WN Belanda) sebagai Presiden De Javasche Bank berdasarkan
Keputusan Presiden RI No. 122 tanggal 12 Juli 1951.

Pada tanggal 15 Desember 1951, diumumkan UU No. 24 tahun 1951 tentang Nasionalisasi
De Javasche Bank N.V menjadi Bank Indonesia yang berfungsi sebagai bank sentral dan bank
sirkulasi. UU tersebut diperkuat lagi dengan dikeluarkannya UU No. 11 / 1953 dan Lembaran
Negara No. 40.

Dengan UU dan Lembaran Negara tersebut dikeluarkan UU Pokok Bank Indonesia yang
mulai berlaku tanggal 1 Juli 1953. Dengan dikeluarkan UU Pokok Bank Indonesia itu, semakin
kukuhlah Bank Indonesia sebagai bank milik pemerintah RI.

b. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng

Sumitro Djojohadikusumo berpendapat bahwa pembangunan ekonomi Indonesia pada


hakekatnya adalah pembangunan ekonomi baru sehingga perlu mengubah struktur ekonomi dari
sistem kolonial ke dalam sistem ekonomi nasional. Sumitro mencoba memprektikan pemikiran
itu pada sektor perdagangan. Tujuannya untuk memberikan kesempatan kepada para pengusaha
pribumi untuk berpartisipasi dalam membangun perekonomian nasional.

Program sistem ekonomi dari gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet
Natsir, ketika ia menjabat sebagai Menteri Perdagangan. Program ekonomi Sumitro ini dikenal
dengan Program Ekonomi Gerakan Benteng atau lebih populer dengan sebutan Program
Benteng. Program Benteng dimulai pada bulan April 1950 dan berlangsung selama tiga tahun,
yaitu pada tahun 1950 – 1953.

6
Akan tetapi, program tersebut tidak berhasil mencapai tujuan. Ketidak-berhasilan itu
disebabkan para pengusaha pribumi terlalu tergantung pada pemerintah. Mereka kurang bisa
mandiri untuk mengembangkannya usahanya.

Ketika Mr. Iskaq Tjokroadisuryo menjabat sebagai Menteri Perekonomian di bawah


Kabinet Ali, ia melanjutkan upaya-upaya untuk mengangkat peran para pengusaha pribumi.
Belajar dari kegagalan sebelumnya, maka pada masa Kabinet Ali I dikeluarkan model baru yang
dikenal dengan sebutan Sistem Ali-Baba, yakni kerja sama antar pengusaha pribumi (Ali)
dengan pengusaha nonpribumi (Baba). Ide ini pun mengalami kegagalan karena pengusaha
nonpribumi lebih berpengalaman dibandingkan pengusaha pribumi.

c. Gunting Syarifuddin

Gunting Syarifuddin dikeluarkan pada tanggal 20 Maret 1950. Syarifuddin adalah seorang
Menteri Keuangan pada saat itu. Disebut Gunting Syarifuddin karena peraturan itu
mengharuskan pemotongan semua uang kertas yang bernilai Rp 2,50 ke atas menjadi dua
sehingga nilainya tinggal setengah. Melalui kebijakan itu, pemerintah berhasil mengumpulkan
pinjaman wajib dari rakyat sebesar Rp 1,6 Milyar. Disamping itu, pemerintah juga mengurangi
jumlah uang yang beredar.

C.  UPAYA PEMERINTAH DALAM MENGATASI KRISIS EKONOMI

Kehidupan ekonomi Indonesia hingga tahun 1959 belum berhasil dengan baik dan
tantangan yang menghadangnya cukup berat. Upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi
ekonomi adalah sebagai berikut.

Gunting Syafruddin

Kebijakan ini adalah Pemotongan nilai uang (sanering). Caranya memotong semua uang
yang bernilai Rp. 2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya. Kebijakan ini dilakukan oleh
Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara pada masa pemerintahan RIS. Tindakan ini
dilakukan pada tanggal 20 Maret 1950 berdasarkan SK Menteri Nomor 1 PU tanggal 19 Maret
1950. Tujuannya untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp. 5,1 Miliar.
Dampaknya rakyat kecil tidak dirugikan karena yang memiliki uang Rp. 2,50 ke atas hanya

7
orang-orang kelas menengah dan kelas atas. Dengan kebijakan ini dapat mengurangi jumlah
uang yang beredar dan pemerintah mendapat kepercayaan dari pemerintah Belanda dengan
mendapat pinjaman sebesar Rp. 200 juta.

Sistem Ekonomi Gerakan Benteng

Sistem ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Republik Indonesia untuk
mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah yang dilakukan pada masa Kabinet Natsir yang
direncanakan oleh Sumitro Djojohadikusumo (menteri perdagangan). Program ini bertujuan
untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan
ekonomi Indonesia). Programnya adalah:

• Menumbuhkan kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.


• Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
• Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan
bantuan kredit.
• Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi maju.

Gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir dan Program Gerakan
Benteng dimulai pada April 1950. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700
perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini. Tetapi tujuan program
ini tidak dapat tercapai dengan baik meskipun beban keuangan pemerintah semakin besar.
Kegagalan program ini disebabkan karena :

• Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha non pribumi dalam
kerangka sistem ekonomi liberal.
• Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif.
• Para pengusaha pribumi sangat tergantung pada pemerintah.
• Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.
• Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup
mewah.

8
• Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat
dari kredit yang mereka peroleh.

Dampaknya adalah program ini menjadi salah satu sumber defisit keuangan. Beban defisit
anggaran Belanja pada 1952 sebanyak 3 Miliar rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun
sebelumnya sebesar 1,7 miliar rupiah. Sehingga menteri keuangan Jusuf Wibisono memberikan
bantuan kredit khususnya pada pengusaha dan pedagang nasional dari golongan ekonomi lemah
sehingga masih terdapat para pengusaha pribumi sebagai produsen yang dapat menghemat
devisa dengan mengurangi volume impor.

Nasionalisasi De Javasche Bank

Seiring meningkatnya rasa nasionalisme maka pada akhir tahun 1951 pemerintah Indonesia
melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Awalnya terdapat peraturan
bahwa mengenai pemberian kredit harus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini
menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter. Tujuannya adalah
untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan
secara drastis. Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia
sebagai bank sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada tanggal 15 Desember 1951 berdasarkan
Undang-undang No. 24 tahun 1951.

Sistem Ekonomi Ali-Baba

Sistem ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo (menteri perekonomian


kabinet Ali I). Tujuan dari program ini adalah:

• Untuk memajukan pengusaha pribumi.


• Agar para pengusaha pribumi bekerjasama memajukan ekonomi nasional.
• Pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka
merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
• Memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi
dan non pribumi.

9
Ali digambarkan sebagai pengusaha pribumi sedangkan Baba digambarkan sebagai
pengusaha non pribumi khususnya Cina. Dengan pelaksanaan kebijakan Ali-Baba, pengusaha
pribumi diwajibkan untuk memberikan latihan-latihan dan tanggung jawab kepada tenaga-tenaga
bangsa Indonesia agar dapat menduduki jabatan-jabatan staf. Pemerintah menyediakan kredit
dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Pemerintah memberikan perlindungan agar mampu
bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing yang ada. Program ini tidak dapat berjalan dengan
baik sebab:

 Pengusaha pribumi kurang pengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk


mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha non pribumi lebih
berpengalaman dalam memperoleh bantuan kredit.
 Indonesia menerapkan sistem Liberal sehingga lebih mengutamakan persaingan bebas.
 Pengusaha pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas.

Persaingan Finansial Ekonomi (Finek)

Pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap dikirim delegasi ke Jenewa untuk merundingkan
masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Misi ini dipimpin oleh
Anak Agung Gde Agung. Pada tanggal 7 Januari 1956 dicapai kesepakatan rencana persetujuan
Finek, yang berisi:

• Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.


• Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.
• Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh
perjanjian lain antara kedua belah pihak.

Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga Indonesia mengambil


langkah secara sepihak. Tanggal 13 Februari 1956 Kabinet Burhanuddin Harahap melakukan
pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara sepihak. Tujuannya untuk melepaskan diri dari
keterikatan ekonomi dengan Belanda. Sehingga, tanggal 3 Mei 1956, akhirnya Presiden
Soekarno menandatangani undang-undang pembatalan KMB. Dampaknya adalah banyak
pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi belum mampu
mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.

10
Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)

Masa kerja kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan program yang silih berganti
menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang menyebabkan terjadinya kemerosotan
ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan pembangunan.

Program yang dilaksanakan umumnya merupakan program jangka pendek, tetapi pada
masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan membentuk Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Tugas biro ini merancang pembangunan jangka
panjang. Ir. Juanda diangkat sebagai menteri perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun
Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun
1956-1961 dan disetujui DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957 sasaran dan prioritas
RPLT diubah melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Pembiayaan RPLT
diperkirakan 12,5 miliar rupiah.

RPLT tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan karena :

• Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957 dan
awal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.
• Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-
perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.
• Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan
kebijakan ekonominya masing-masing.

Musyawarah Nasional Pembangunan

Masa kabinet Juanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah. Masalah
tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musayawaraah Nasional Pembangunan
(Munap). Tujuan diadakan Munap adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat
dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap saja
rencana pembangunan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena:

 Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.


 Terjadi ketegangan politik yang tak dapat diredakan.

11
 Timbul pemberontakan PRRI/Permesta.

Hal ini membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI/ Permesta
sehingga meningkatkan defisit Indonesia. Memuncaknya ketegangan politik Indonesia- Belanda
menyangkut masalah Irian Barat mencapai konfrontasi bersenjata.

D.  PERKEMBANGAN EKONOMI PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN

Dalam bidang ekonomi, Presiden Soekarno mempraktikkan sistem ekonomi terpimpin.


Presiden secara langsung terjun dan mengatur perekonomian. Pemusatan kegiatan perekonomian
pada satu tangan ini berakibat penurunan kegiatan perekonomian.
Dalam upaya meningkatkan aktivitas perekonomian Indonesia, pemerintah mengambil beberapa
langkah yang dapat menunjang pembangunan ekonomi Indonesia. Lankah-langkah yang
ditempuh pemerintah adalah sebagai berikut :

a) Devaluasi Mata Uang Rupiah

Sebagai langkah pertama dalam usaha perbaikan keadaan ekonomi, maka pada tanggal 24
Agustus 1959 pemerintah mendevaluasi mata uang Rp 1.000,00 dan Rp 500,00 menjadi Rp
100,00 dn Rp 50,00. Mata uang pecahan seratus kebawah tidak didavaluasi. Tujuan devaluasi ini
adalah untuk meningkatkan nilai rupiah dan rakyat kecil tidak dirugikan. Pemerintah juga
melakukan pembekuan terhadap semua simpanan di bank-bank yang melebihi jumlah Rp
25.000,00. Namun demikian, tindakan pemerintah itu tidak dapat mengatasi kemunduran
ekonomi sehingga gambaran ekonomi tetap suram.

b) Menekan Laju Inflasi

Dalam upaya membendung inflasi, dikeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-


Undang No. 2 tahun 1959yang mulai berlaku sejak tanggal 25 Agustus 1959. Peraturan itu
dimaksudkan untuk mengurangi banyaknya uang yang beredar agae dapat memperbaiki kondisi
keuangan dan perekonomian negara.

Penghasilan negara berupa devisa dan penghasilan lain yang merupakan sumber-sumber penting
penerimaan negara mengalami kemosrotan . hal ini berpengaruh terhadap merosotnya nilai mata

12
uang rupiah. Akibatnya, pemerintah melakukan likuiditas terhadap semua sektor, baik sektor
pemerintah maupun sektor swasta. Keadaan ini merupakan kesempatan yang baik untuk
menertibkan setiap kegiatan pemerintah dan swasta yang sebelumnya tidak dapat dikendalikan.

Sementara itu, sejak tahun 1961 Indonesia secara terus-menerus membiayai kekurangan neraca
pembayarannya dari cadangan emas dan devisa. Pada akhir tahun 1965, untuk pertama kalinya
dalam sejarah keuangan, Indonesia sudah habis membelanjakan cadangan emas dan devisa, serta
memperlihatkan saldo negatif sebesar 3 juta dollar AS. Walaupun demikian, aktivitas
perekonomian masyarakat Indonesia tidak diatur lagi oleh bangsa asing melainkan telah diatur
oleh bangsa Indonesia sendiri.

c) Melaksanakan Pembangunan Nasional

Untuk melaksanakan pembangunan nasional, diperlukan modal dan tenaga ahli. Sementara
Indonesia tidak memiliki cukup modal dan tenaga ahli. Karena konfrontasi dengan Malaysia dan
memasuhi negara-negara Barat (Eropa Barat), maka bantuan modal dan tenaga dari luar negeri
sangat sulit diperoleh. Dengan demikian, pembangunan yang direncanakan tidak dapat
dilaksanakan dengan mulus sehingga belum dapat menaikkan taraf hidup rakyat.
Pada tanggal 28 Maret 1963, Presiden Soekarno menyampaikan Deklarasi Ekonomi (Dekon) di
Jakarta. Dekon merupakan strategi dasar dalam ekonomi terpimpin. Tujuan utama Deklarasi
Ekonomi itu adalahuntuk menciptakan ekonomi nasioanal yang bersifat demokratis dan bebas
dari imprealisme untuk mencapai kemajuan ekonomi. Mengingat tidak mudahnya untuk
mendapatkan bantuan luar negeri, maka pemerintah Indonesia menyatakan bahwa ekonomi
Indonesia berpegang pada sistem ekonomi berdikari (berdiri di atas kaki sendiri).
Dekon itu kemudian disusul dengan 14 peraturan pelaksanaan pada tanggal 26 Mei 1963 yang
lebih dikenal dengan Peraturan-peraturan 26 Mei . Deklarasi Ekonomi beserta peraturan-
peraturan pelaksanaannya ternyata tidak berhasil mengatasi kemerosotan ekonomi bahkan
memperberat beban hidup rakyat karena indeks biaya hidup semakin meningkat, harga barang
kebutuhan naik, dan juga laju inflasi sangat tinggi.

Kegagalan itu disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut :

13
• masalah ekonomi tidak diatasi berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi, tetapi diatasi
dengan cara-cara politis.
• Peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah sering bertentangan antara satu
peraturan dengan peraturan yang lainnya.
• Tidak ada ukuran yang obyektif untuk menilai suatu usaha atau hasil dari suatu
usaha.
• Terjadinya berbagai bentuk penyelewengan dan salah urus.

BAB III
PENUTUP
 
A.    Kesimpulan

14
Dalam bidang ekonomi, Presiden Soekarno mempraktikkan sistem ekonomi terpimpin.
Presiden secara langsung terjun dan mengatur perekonomian. Pemusatan kegiatan perekonomian
pada satu tangan ini berakibat penurunan kegiatan perekonomian. 

B.     Saran
Dalam penyusunan makalah ini,saya sadar terdapat banyak kekurangan dan kesalahan.
Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritikan yang membangun dari teman-teman
semua.Terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA
 

15
Adams, Cindy. 2000. Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Terj. Abdul Bar Salim.
Jakarta: Ketut Masagung Corp.

http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi_Indonesia

http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia

http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang_Dasar_1945

Suasta, Putu. 2013. Menegakkan Demokrasi Mengawal Perubahan. Jakarta: Lestari Kiranatana.

16

Anda mungkin juga menyukai