Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN OBSERVASI DI SLB MUHAMMADIYAH CIPEDES

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Interaksi dan Komunikasi


Dosen Pengampu : Dr. Imas Diana Aprilia, M.Pd

Disusun Oleh:

Ali Sidqi Sawa Sabil (2207507) Ervina Nur Oktaviani (2205953)


Alifah Zahira Sofwa (2210046) Khairiyyah Syadza Kusnawan (2209431)
Annisa (2210379) Muhamad Daffa Fikriyal (2210380)
Berliana Indra Lestari (2207343) Putri Puspitasari (2210303)
Dian Widiyanti (2203502) Silva Rahmadiyah (2210377)
Erikha Yulanda Suhadi (2203563) Wina Nuraeni (2202837)

Pendidikan Khusus
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Pendidikan Indonesia
2022/2023
Kata pengantar

Puji dan syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas nikmat dan
rahmatnya kami dapat penyelesaikan tugas makalah hasil observasi ini dengan baik. Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah perkembangan interaksi dan komunikasi.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang ikut berpartisipasi serta
memberikan dukungan dengan memberi saran, bimbingan,dan arahan. Atas dukungan moral
dan materilnya kami ucapkan terima kasih. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, maka dari itu kami dengan senang hati menerima kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca.

Bandung, 27 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................................i
Daftar Isi.............................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan...........................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah................................................................................................1
1.3. Tujuan...................................................................................................................2
1.4. Metode Penelitian.................................................................................................2
BAB II Pembahasan..........................................................................................................3
2.1. Interaksi.................................................................................................................3
2.2. Anak Berkebutuhan Khusus...............................................................................3
2.3. Hambatan Interaksi.............................................................................................4
2.4. Anak Tunagrahita................................................................................................4
2.5. Karakteristik Tunagrahita..................................................................................5
2.6. Klasifikasi Tunagrahita.......................................................................................6
2.7. Layanan Pendidikan Tunagrahita......................................................................7
2.8. Stimulus dan Respon............................................................................................8
BAB III Hasil Penelitian dan Pembahasannya...............................................................10
3.1. Hasil Penelitian.....................................................................................................10
3.2. Metode Identifikasi...............................................................................................11
3.3. Pembahasan..........................................................................................................11
BAB IV Penutup................................................................................................................21
4.1. Kesimpulan...........................................................................................................21
Daftar Pustaka...................................................................................................................22

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Interaksi sosial merupakan sebuah proses timbal balik antara satu individu dengan
individu lain, individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok lainnya yang
bersifat mempengaruhi satu sama lain. Interaksi perlu diajarkan kepada anak sejak dini agar
mampu setidaknya merespon berbagai stimulus yang diberikan. Dengan interaksi sosial
secara tidak langsung mengajarkan anak bahwa manusia itu adalah makhluk sosial yang tidak
pernah lepas dari lingkungan sosial di sekitarnya. Interaksi yang dilakukan oleh manusia
berkaitan dengan komunikasi, yaitu proses penyampaian dan pertukaran pesan.
Anak berkebutuhan khusus berada dalam proses berkembang dan memiliki masalah
dalam perkembangannya yang sangat kompleks, termasuk di dalamnya adalah masalah
interaksi, dimana hambatan tersebut merupakan hambatan yang selalu ada menyertai di setiap
individu berkebutuhan khusus. Walaupun begitu, anak berkebutuhan khusus tetap harus
mendapatkan layanan pendidikan yang mumpuni dan sesuai dengan kebutuhannya. Dengan
adanya layanan pendidikan inklusi, diharapkan anak berkebutuhan khusus dapat
mendapatkan apa yang mereka butuhkan untuk mengasah potensi yang dimiliki sedini
mungkin. Sayangnya, untuk layanan pendidikan inklusi belum sepenuhnya diterapkan di
Indonesia, kebanyakan anak berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan lewat layanan
pendidikan segregasi, seperti SLB A, B, dan C.
Kami mengambil fokus masalah penelitian mengenai kemampuan interaksi anak di
SLB Muhammadiyah Cipedes. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengenali
kemampuan anak berkebutuhan khusus dalam interaksi sosial di lingkungan sekolahnya.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana identifikasi seorang anak berkebutuhan khusus yang mengalami hambatan
interaksi?
2. Bagaimana respon anak berkebutuhan khusus terhadap stimulus yang diberikan?
3. Apa saja yang menjadi kendala anak dalam menerima stimulus?

1
1.3. Tujuan
1. Mengetahui identifikasi seorang anak berkebutuhan khusus yang mengalami
hambatan interaksi.
2. Mengetahui bagaimana respon anak berkebutuhan khusus bila diberi stimulus.
3. Mengetahui apa saja yang menjadi hambatan anak dalam menerima stimulus.

1.4. Metode Penelitian


Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian kualitatif jenis penelitian deskriptif.
Dimana penelitian ini mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, atau kejadian yang terjadi saat
sekarang, dengan memusatkan perhatian kepada masalah-masalah aktual sebagaimana
adanya tanpa memberikan perlakuan khusus terhadap peristiwa tersebut. Metode
pengumpulan data dilakukan dengan observasi.
Observasi dilakukan pada jenjang pendidikan sekolah dasar (SD) dan sekolah
menengah pertama (SMP) di SLB Muhammadiyah Cipedes, pada tanggal 27 Oktober 2022.
Metode analisis data dilakukan melalui 3 tahap yaitu reduksi data, display data, dan
penarikan kesimpulan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Interaksi
Menurut Wagner, interaksi adalah kejadian timbal balik yang memerlukan paling
sedikit dua objek dan dua aksi (tindakan). Interaksi terjadi ketika antar pihak satu dengan
pihak yang lainnya yang akan mempengaruhi kejadian satu sama lainnya.
Interaksi sosial adalah hubungan sosial antara individu ataupun kelompok yang
dinamis dan saling mempengaruhi. Interaksi sosial tidak hanya dilakukan dengan kontak fisik
seperti berjabat tangan, saling menyapa, ataupun mengobrol tetapi interaksi sosial dapat
dilakukan dengan komunikasi sosial. Misalnya melalui bahasa tubuh, seperti adanya
kesadaran yang menyebabkan perasaan orang disekitarnya berubah contohnya orang yang
menggunakan parfume membuat orang sekitar mencium harumnya. Dengan mencium harum
wangi dari parfume yang digunakan orang tersebut membuat orang yang ada disekitarnya
berpikir harus melakukan tindakan apa. Interaksi sosial akan memberikan timbal balik untuk
orang yang melakukan interaksi sosial, keduanya akan saling dipengaruhi oleh tingkah laku
orang bersangkutan. Interaksi sosial dapat terjadi antara individu dan individu, individu dan
suatu kelompok, suatu kelompok dan kelompok lainnya.

Syarat interaksi sosial yaitu:

- adanya 2 orang atau lebih


- adanya tujuan bersama
- adanya kesamaan konsep
- kontak sosial
- komunikasi

2.2. Anak Berkebutuhan Khusus

Menurut Suran dan Rizzo 1979, anak berkebutuhan khusus (ABK) atau anak luar
biasa (ALB) adalah anak yang secara signifikan berbeda dalam beberapa dimensi yang
penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka yang secara fisik, psikologis, kognitif, atau
sosial terhambat dalam mencapai tujuan-tujuan/kebutuhan dan potensinya secara maksimal,
meliputi mereka yang tidak bisa mendengar, tidak bisa melihat, mempunyai gangguan bicara,
cacat tubuh, retardasi mental, gangguan emosional. Juga anak-anak yang berbakat dengan

3
intelegensi tinggi, dapat dikategorikan sebagai anak khusus/luar biasa, karena memerlukan
penanganan yang terlatih dari tenaga profesional.
Menurut H. Sudardjo, ABK adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan
pelayanan yang spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya. Anak dikatakan berkebutuhan
khusus jika ada sesuatu yang kurang atau bahkan lebih dalam diri anak tersebut.
Menurut Heward ABK bisa dibagi dalam dua kategori, yakni ABK yang bersifat
permanen (akibat dari kelainan tertentu) dan ABK bersifat temporer (mengalami hambatan
belajar dan perkembangan yang disebabkan kondisi dan situasi lingkungan). Untuk ABK
yang bersifat temporer apabila tidak mendapatkan penanganan ataupun intervensi yang tepat
dan sesuai dengan hambatan belajarnya akan sangat dimungkinkan menjadi permanen.

2.3. Hambatan Interaksi

Buruknya interaksi merupakan dua hambatan utama bagi individu untuk belajar dan
berkembang. Artinya individu atau anak dapat belajar dan berkembang sesuai dengan tugas
dan usia perkembangannya manakala interaksi berjalan tanpa hambatan. Dalam
perkembangannya bagi anak “normal”, kualitas interaksi akan semakin tinggi manakala
tuntutan-tuntutan serta tanggung jawab tersebut di atas dapat dilalui. Akan tetapi bagi anak
yang mengalami hambatan perkembangan interaksi akan muncul masalah-masalah, antara
lain adalah anak tidak ada inisiatif, impulsif, agresif, maladaptif, tidak ada motivasi, sulit
berkonsentrasi, gangguan berfikir, dan sebagainya. Gangguan interaksi tersebut akan
berdampak terhadap pengembangan perilaku komunikasi seseorang.

2.4. Anak Tunagrahita

Anak tunagrahita adalah anak berkebutuhan khusus yang terdiri dari beberapa jenis
yang beragam dari yang ringan hingga yang berat. Menurut Grossman yang secara resmi
digunakan dalam AAMD (American Association of Mental Deficiency), ketunagrahitaan
mengacu pada fungsi intelektual umum yang secara nyata (signifikan) berada di bawah rata-
rata (normal) bersamaan dengan kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian diri dan semua
ini berlangsung pada masa perkembangan.

Menurut Efendi, anak tunagrahita adalah anak yang mengalami taraf kecerdasan yang
rendah sehingga untuk meniti tugas perkembangan ia sangat membutuhkan layanan
pendidikan dan bimbingan secara khusus. Masyarakat mengenal tunagrahita dengan
keterbelakangan mental dan idiot.

4
Navaratnam dalam Wardani (2011: 6.5), menyatakan bahwa seseorang yang
dikategorikan tunagrahita dengan keadaan kecerdasannya yang jelas-jelas di bawah rata-rata,
dan tidak mampu dalam menyesuaikan diri dengan normal dari tuntutan yang berlaku di
masyarakat. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dari definisi diatas adalah sebagai berikut:

a) Fungsi intelektual umum secara signifikan berada dibawah rata-rata.


b) Kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian.
c) Ketunagrahitaan berlangsung pada periode perkembangan.

Menurut Drew dalam Syahrul (2014 : 160), anak tunagrahita bila dibandingkan
dengan anak normal seusianya, ditemukan bahwa anak tunagrahita menunjukkan tugas
belajar dan ingatan yang kurang baik.

Berdasarkan dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita
adalah anak atau seseorang yang mempunyai kecerdasan dibawah rata-rata, mengalami
kesulitan dalam interaksi sosial. Pada masa perkembangan mengalami keterbelakangan dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan memerlukan layanan pendidikan khusus.

2.5. Karakteristik Tunagrahita

James D Page yang dikutip oleh Suhaeri H.N (Amin: 1995), menguraikan
karakteristik anak tunagrahita sebagai berikut:

a) Kecerdasan
Kapasitas belajarnya sangat terbatas terutama untuk hal-hal yang abstrak. Mereka
lebih banyak belajar dengan cara membeo (rote-learning) bukan dengan pengertian.
b) Sosial
Dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus, memelihara, dan memimpin diri.
Ketika masih kanak-kanak mereka harus dibantu terus menerus, disingkirkan dari
bahaya, dan diawasi waktu bermain dengan anak lain.
c) Fungsi-fungsi mental lain
Mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian, pelupa dan sukar
mengungkapkan kembali suatu ingatan. Mereka menghindari berpikir, kurang mampu
membuat asosiasi dan sukar membuat kreasi baru.
d) Dorongan dan emosi

5
Perkembangan dan dorongan emosi anak tunagrahita berbeda-beda sesuai dengan
tingkat ketunagrahitaan masing-masing. Kehidupan emosinya lemah, mereka jarang
menghayati perasaan bangga, tanggung jawab dan hak sosial.
e) Organisme
Struktur dan fungsi organisme pada anak tunagrahita umumnya kurang dari anak
normal. Dapat berjalan dan berbicara diusia yang lebih tua dari anak normal. Sikap
dan gerakannya kurang indah, bahkan di antaranya banyak yang mengalami cacat
bicara.

2.6. Klasifikasi Tunagrahita

Menurut Hallahan dalam Wardani (2011: 6.6), yaitu mild mental retardation/ringan
(IQ 70-55), moderate mental retardation/sedang (IQ 55-40), savere mental retardation/berat
(IQ 40-25), dan profound mental retardation/sangat berat (IQ 25 kebawah).

Sedangkan (Widianingsih, 2018: 31), menyatakan klasifikasi dari kemampuan


kecerdasan berdasarkan skor IQ dari Stanford-Binet dan David Wechsler adalah:

a) Anak Tunagrahita Ringan (IQ 55-70)


Tunagrahita ringan masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana.
Kecerdasannya berkembang dengan kecepatan antara setengah dan tiga perempat
kecepatan anak normal dan berhenti pada usia muda. Setelah dewasa anak tunagrahita
mampu berdiri sendiri dan kecerdasannya mencapat tingkat usia normal 9 dan 12
tahun.
b) Anak Tunagrahita Sedang (IQ 55-40)
Tunagrahita sedang hampir tidak bisa mempelajari pelajaran-pelajaran akademik.
Perkembangan bahasanya lebih terbatas daripada anak tunagrahita ringan.
Berkomunikasi dengan beberapa kata dan dapat membaca serta menulis seperti nama
sendiri, alamat rumah, nama orang tua, dan lain-lain.
c) Anak Tunagrahita Berat dan Sangat Berat (IQ 40-25 kebawah)
Anak tunagrahita berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan bergantung kepada
pertolongan dan bantuan orang lain. Anak tunagrahita tidak dapat memelihara diri
sendiri (makan, minum, berpakaian, dan sebagainya), tidak dapat membedakan hal
bahaya dan tidak bahaya, hanya mampu mengucapkan kata-kata sederhana saja.

6
2.7. Layanan Pendidikan Tunagrahita

Ada beberapa pendidikan dan layanan khusus yang disediakan untuk anak
tunagrahita, yaitu:

a) Kelas Transisi
Kelas transisi sedapat mungkin berada disekolah reguler, sehingga pada saat tertentu
anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan
dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi sesuai
kebutuhan anak.
b) Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa bagian C dan C1/SLB-C,C1)
Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini diberikan pada Sekolah Luar
Biasa. Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan pembimbing/pengajar guru khusus
dan teman sekelas yang dianggap sama keampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar
mengajar sepanjang hari penuh di kelas khusus. Untuk anak tunagrahita ringan dapat
bersekolah di SLB-C, sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLB-
C1
c) Pendidikan Terpadu
Layanan pendidikan pada model ini diselenggarakan di sekolah reguler. Anak
tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler di kelas yang sama dengan
bimbingan guru reguler. Untuk mata pelajaran tertentu, jika anak mempunyai
kesulitan, anak tunagrahita akan mendapat bimbingan/remedial dari Guru
Pembimbing Khusus (GPK) dari SLB terdekat, pada ruang khusus atau ruang sumber.
Biasanya anak yang belajar di sekolah terpadu adalah anak yang tergolong tunagrahita
ringan, yang termasuk kedalam kategori borderline yang biasanya mempunyai
kesulitan-kesulitan dalam belajar (Learning Difficulties) atau disebut dengan lamban
belajar (Slow Learner).
d) Program sekolah di rumah
Program ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti
pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya. Proram dilaksanakan di rumah
dengan cara mendatangkan guru PLB (GPK) atau terapis. Hal ini dilaksanakan atas
kerjasama antara orangtua, sekolah, dan masyarakat.

7
e) Pendidikan Inklusi
Model ini menekankan pada keterpaduan penuh, menghilangkan labelisasi anak
dengan prinsip “Education for All”. Layanan pendidikan inklusif diselenggarakan
pada sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler,
pada kelas dan guru/pembimbing yang sama. Pada kelas inklusi, siswa dibimbing oleh
2 (dua) orang guru, satu guru reguler dan satu lagi guru khusus. Guna guru khusus
untuk memberikan bantuan kepada siswa tunagrahita jika anak tersebut mempunyai
kesulitan di dalam kelas. Semua anak diberlakukan dan mempunyai hak serta
kewajiban yang sama. Tapi saat ini pelayanan pendidikan inklusif masih dalam tahap
rintisan.
f) Panti (Griya) Rehabilitasi
Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat, yang mempunyai
kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan pada umumnya memiliki kelainan ganda
seperti penglihatan, pendengaran, atau motorik. Program di panti lebih terfokus pada
perawatan. Pengembangan dalam panti ini terbatas dalam hal:

1. Pengenalan diri

2. Sensorimotor dan persepsi

3. Motorik kasar dan ambulasi (pindah dari satu temapt ke tempat lain)

4. Kemampuan berbahasa dan dan komunikasi

5. Bina diri dan kemampuan sosial

2.8. Stimulus dan Respon

Stimulus merupakan salah satu aspek psikologis yang penting bagi manusia dalam
merespon kehadiran berbagai aspek dan gejala di sekitarnya. Menurut Slameto (2013: 215),
stimulus memiliki berbagai bentuk seperti perhatian, pengertian dan penerimaan proses
internal terhadap informasi, tindakan nyata dalam bentuk partisipasi kegiatan belajar seperti
memecahkan masalah, mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru, menilai kemampuan
dirinya dalam menguasai informasi, melatih diri dalam menguasai informasi yang diberikan
dan serta nilai-nilainya.

8
Menurut Keller & Schoenfeld (Wibowo,1988), stimulus mempunyai 3 (tiga) fungsi
yaitu:

a) Pembangkitan: stimulus yang membangkitkan, adalah stimulus yang langsung


memberikan suatu respons. Misalnya makanan langsung menimbulkan air liur orang
yang melihatnya pada saat lapar terutama.
b) Diskriminasi: stimulus yang diskriminatif, adalah stimulus yang tidak langsung
menimbulkan respons tetapi hanya merupakan pertanda adanya stimulus pembangkit.
Misalnya mendengar ada tukang siomay lewat. Saat barn mendengar belum ada reaksi
apapun dan diri orang tersebut, barulah setelah melihat sang penjual menyajikan
sepiring di depannya keluarlah air liurnya.
c) Reinforcement: adalah stimulus yang menimbulkan konsekuensi yang positif atau
negatif pada terbentuknya respons. Reinforcement positif adalah stimulus yang jika
diberikan akan memperkuat tingkah laku respons. Misalnya seorang anak yang
menolong orang lain kemudian mendapat pujian dan hadiah, maka ia akan cenderung
mengulangi tingkah laku menolongnya di kemudian hari.
Reinforcement negatif adalah stimulus yang jika tidak diberikan atau dihentikan pem-
beriannya, akan memperkuat terjadinya respons. Misalnya seorang anak yang
kegemukan dan gelalu diejek oleh temannya, tidak lagi diejek oleh temannya
manakala dia berprestasi di kelas/menjadi juara kelas. Maka ia akan mengulangi dan
meningkatkan prestasi akademiknya tersebut.

Respon merupakan hasil dari pemberian stimulus, pada prosesnya di dahului sikap
seseorang, karena sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk
bertingkah laku jika ia menghadapi suatu stimulus tertentu. Menurut Saifuddin Azwar, respon
adalah suatu reaksi atau jawaban yang bergantung pada stimulus tersebut, respon hanya
timbul apabila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya reaksi individu.
Respon seseorang dapat dalam bentuk baik dan buruk, positif dan negatif, juga
menyenangkan atau tidak menyenangkan.

9
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA

3.1. Hasil Penelitian


a) Profil Sekolah :
- Nama Sekolah : SLB Muhammadiyah Cipedes
- Nomor Pokok Sekolah Nasional : 20259612
- Jenjang Pendidikan : SLB
- Alamat : Jl Sukagalih Gg. H. Gozali No. 119 RT/RW 7 / 7,Cipedes, Cipedes,
Kec. Sukajadi, Kota Bandung, Prov. Jawa Barat 40162
- No. Telepon : -
- Status Sekolah : Swasta
- Kepala Sekolah : Bpk.Yudi Rahmat Hidayah
- Kebutuhan khusus yang dilayani : B, C, C1, D
b) Instrument yang digunakan
Untuk mencapai tujuan saat mengidentifikasi anak dengan hambatan interaksi, kami
menyiapkan beberapa stimulus dalam bentuk instrument yang akan di tes kan pada saat
observasi, yaitu sebagai berikut:

No STIMULUS RESPON KETERANGAN


. YA TIDAK
1. RESPON TERHADAP STIMULUS
VISUAL
Respon anak ketika diberi lambaian
tangan
Respon anak ketika di tunjukan
gambar atau benda yang menarik
Respon mata ketika mengikuti gerak
tangan
2. RESPON TERHADAP STIMULUS
AUDITORI
Respon anak ketika dipanggil
namanya dari arah :
- Depan
- Belakang
- Samping kiri
- Samping kanan
Respon anak ketika mencari sumber
bunyi dari handphone
Respon anak ketika dijatuhkan benda
Respon anak ketika ada suara ketukan

10
pintu
3. RESPON TERHADAP STIMULUS
KINESTETIK
Respon anak ketika diberikan bola
plastik
Respon anak ketika ditampilkan
gerakan senam
4. RESPON TERHADAP STIMULUS
TAKTIL
Respon anak ketika diusap rambutnya
Respon anak ketika ditepuk
pundaknya perlahan
Respon anak ketika diberikan air
dengan suhu berbeda
- Hangat
- Dingin

3.2. Metode Identifikasi


Dalam observasi stimulus dan respon di SLB Muhammadiyah Cipedes kami
menggunakan permainan dan nyanyian yang secara tidak langsung di dalamnya memberikan
stimulus.

3.3. Pembahasan
a) Identitas Anak

11
Nama: Nanda
Kelas: 2 SMPLB
Spesialisasi: C

Nama: Talitha
Kelas: 5 SDLB
Spesialisasi: C

Nama: Nazwa
Kelas: 1 SDLB
Spesialisasi: C

Nama: Abdurahman
Kelas: 3 SMPLB
Spesialis: C

b) Analisis Hambatan
- Nanda

No STIMULUS RESPON KETERANGAN


. YA TIDAK
1. RESPON TERHADAP STIMULUS
VISUAL
Respon anak ketika diberi lambaian
tangan
Respon anak ketika di tunjukan
gambar atau benda yang menarik
Respon mata ketika mengikuti gerak
tangan
2. RESPON TERHADAP STIMULUS
AUDITORI
Respon anak ketika dipanggil
namanya dari arah :
- Depan
- Belakang
- Samping kiri
- Samping kanan

12
Respon anak ketika mencari sumber
bunyi dari handphone
Respon anak ketika dijatuhkan benda
Respon anak ketika ada suara ketukan
pintu
3. RESPON TERHADAP STIMULUS
KINESTETIK
Respon anak ketika diberikan bola
plastik
Respon anak ketika ditampilkan
gerakan senam
4. RESPON TERHADAP STIMULUS
TAKTIL
Respon anak ketika diusap rambutnya
Respon anak ketika ditepuk
pundaknya perlahan
Respon anak ketika diberikan air
dengan suhu berbeda
- Hangat
- Dingin

Kesimpulan:

- Talitha

No STIMULUS RESPON KETERANGAN


. YA TIDAK
1. RESPON TERHADAP STIMULUS
VISUAL
Respon anak ketika diberi lambaian V Anak mampu
tangan merespon ketika
diberi lambaian
tangan, ia merespon
dengan cara
melambaikan
kembali tangannya
kepada asesor.
Respon anak ketika di tunjukan V Anak mampu
gambar atau benda yang menarik merespon ketika
diberi gambar, ia
mampu
menyebutkan
gambar apa yang
diberikan oleh

13
asesor.
Respon mata ketika mengikuti gerak V Anak mampu
tangan merespon ketika
tangan digerakan
didepan mata, ia
mampu melirik ke
arah tangan yang
digerakan oleh
asesor.
2. RESPON TERHADAP STIMULUS
AUDITORI
Respon anak ketika dipanggil V Anak mampu
namanya dari arah : merespon ketika
- Depan dipanggil namanya
- Belakang dari berbagai arah, ia
- Samping kiri mampu melirik dan
- Samping kanan melihat ke arah
sumber suara.
Respon anak ketika mencari sumber V Anak mampu
bunyi dari handphone merespon ketika
mencari sumber
bunyi dari
handphone, ia
mampu mencari
sumber bunyi
tersebut dengan cara
bermobilitas.
Respon anak ketika dijatuhkan benda V Anak mampu
merespon ketika
melihat atau
mendengar benda
yang jatuh
disekitarnya, ia
mampu melirik dan
mencari sumber
suara dari benda
yang jatuh.
Respon anak ketika ada suara ketukan V Anak mampu
pintu merespon ketika
diberi suara ketukan
pintu, ia mampu
melirik ke arah
sumber bunyi.
3. RESPON TERHADAP STIMULUS
KINESTETIK
Respon anak ketika diberikan bola V Anak mampu
plastik merespon ketika
diberikan bola
plastik, ia mampu
menendang bola

14
yang diberikan
asesor.
Respon anak ketika ditampilkan V Anak mampu
gerakan senam merespon ketika
ditampilkan gerakan
senam, ia mampu
mengikuti gerakan
senam dan
menggerakkan
badannya mengikuti
arahan asesor.
4. RESPON TERHADAP STIMULUS
TAKTIL
Respon anak ketika diusap rambutnya V Anak mampu
merespon ketika
diusap rambutnya, ia
mampu tersenyum.
Respon anak ketika ditepuk V Anak mampu
pundaknya perlahan merespon ketika
pundaknya ditepuk
perlahan, ia mampu
menoleh ke arah
asesor.
Respon anak ketika diberikan air V Anak mampu
dengan suhu berbeda merespon ketika
- Hangat diberikan air hangat
- Dingin dan dingin, ia
mampu
membedakan kedua
air tersebut dengan
cara menyebutkan
mana air hangat dan
air dingin kepada
asesor.

Kesimpulan:
Anak tidak memiliki hambatan dalam interaksi. Baik dalam visual, auditori, kinestetik, dan
taktil.

- Nazwa

No STIMULUS RESPON KETERANGAN


. YA TIDAK
1. RESPON TERHADAP STIMULUS
VISUAL
Respon anak ketika diberi lambaian V Anak mampu
tangan merespon ketika
diberi lambaian

15
tangan, ia merespon
dengan cara
melambaikan
kembali tangannya
kepada asesor.
Respon anak ketika di tunjukan V Anak mampu
gambar atau benda yang menarik merespon ketika
diberi gambar, ia
mampu menyebutkan
gambar apa yang
diberikan oleh
asesor.
Respon mata ketika mengikuti gerak V Anak mampu
tangan merespon ketika
tangan digerakan
didepan mata, ia
mampu melirik ke
arah tangan yang
digerakan oleh
asesor.
2. RESPON TERHADAP STIMULUS
AUDITORI
Respon anak ketika dipanggil V Anak tidak mampu
namanya dari arah : merespon ketika
- Depan dipanggil namanya
- Belakang dari berbagai arah,
- Samping kiri karena ia terdistraksi
- Samping kanan oleh mainan yang ia
pegang.
Respon anak ketika mencari sumber V Anak tidak mampu
bunyi dari handphone merespon ketika
melihat atau
mendengar benda
yang jatuh
disekitarnya, bahkan
pada percobaan
ketiga kali pun ia
tetap acuh dan tidak
memperlihatkan
respon apapun,
karena masih
terdistraksi oleh
mainan yang ia
pegang.
Respon anak ketika dijatuhkan benda V Anak mampu
merespon ketika
melihat atau
mendengar benda
yang jatuh
disekitarnya, ia

16
mampu melirik dan
mencari sumber
suara dari benda
yang jatuh.
Respon anak ketika ada suara ketukan V Anak mampu
pintu merespon ketika
diberi suara ketukan
pintu, ia mampu
melirik ke arah
sumber bunyi.
3. RESPON TERHADAP STIMULUS
KINESTETIK
Respon anak ketika diberikan bola V Anak mampu
plastik merespon ketika
diberikan bola
plastik, ia mampu
menendang bola
yang diberikan
asesor.
Respon anak ketika ditampilkan V Anak mampu
gerakan senam merespon ketika
ditampilkan gerakan
senam, ia mampu
mengikuti gerakan
senam dan
menggerakkan
badannya mengikuti
arahan asesor.
4. RESPON TERHADAP STIMULUS
TAKTIL
Respon anak ketika diusap rambutnya V Anak mampu
merespon ketika
diusap rambutnya, ia
mampu tersenyum.
Respon anak ketika ditepuk V Anak tidak mampu
pundaknya perlahan memberi respon
ketika diusap
bahunya, ia tetap
acuh dan tidak
menunjukkan reaksi
apapun, karena
masih terdistraksi
oleh mainan yang ia
pegang.
Respon anak ketika diberikan air V Anak tidak mampu
dengan suhu berbeda merespon ketika
- Hangat diberikan air hangat
- Dingin dan dingin, karena
dipengaruhi oleh
beberapa faktor

17
lingkungan, yaitu :
- Kurangnya
pemahaman,
mengingat ia
masih duduk
dikelas 1
SDLB
- Masih
Terdistraksi
oleh mainan
yang ia
pegang.

Kesimpulan:
Anak tidak memiliki hambatan dalam interaksi. Baik dalam visual, auditori, kinestetik, dan
taktil. Namun dalam aspek auditori dan taktil terutama pada stimulus yang diberikan, anak
tidak konsisten dalam memberikan respon. Sebab, konsentrasi atau perhatian anak tersebut
mudah teralihkan.

- Abdurahman

No STIMULUS RESPON KETERANGAN


. YA TIDAK
1. RESPON TERHADAP STIMULUS
VISUAL
Respon anak ketika diberi lambaian V Anak mampu
tangan merespon ketika
diberi lambaian
tangan, ia merespon
dengan cara
melambaikan
kembali tangannya
kepada asesor.
Respon anak ketika di tunjukan V Anak mampu
gambar atau benda yang menarik merespon ketika
diberi gambar, ia
mampu
menyebutkan
gambar apa yang
diberikan oleh
asesor.
Respon mata ketika mengikuti gerak V Anak mampu

18
tangan merespon ketika
tangan digerakan
didepan mata, ia
mampu melirik ke
arah tangan yang
digerakan oleh
asesor.
2. RESPON TERHADAP STIMULUS
AUDITORI
Respon anak ketika dipanggil V Anak mampu
namanya dari arah : merespon ketika
- Depan dipanggil namanya
- Belakang dari berbagai arah, ia
- Samping kiri mampu melirik dan
- Samping kanan melihat ke arah
sumber suara.
Respon anak ketika mencari sumber V Anak mampu
bunyi dari handphone merespon ketika
mencari sumber
bunyi dari
handphone, ia
mampu mencari
sumber bunyi
tersebut dengan cara
bermobilitas.
Respon anak ketika dijatuhkan benda V Anak mampu
merespon ketika
melihat atau
mendengar benda
yang jatuh
disekitarnya, ia
mampu melirik dan
mencari sumber
suara dari benda
yang jatuh.
Respon anak ketika ada suara ketukan V Anak mampu
pintu merespon ketika
diberi suara ketukan
pintu, ia mampu
melirik ke arah
sumber bunyi.
3. RESPON TERHADAP STIMULUS
KINESTETIK
Respon anak ketika diberikan bola V Anak mampu
plastik merespon ketika
diberikan bola
plastik, ia mampu
menendang bola
yang diberikan
asesor.

19
Respon anak ketika ditampilkan V Anak mampu
gerakan senam merespon ketika
ditampilkan gerakan
senam, ia mampu
mengikuti gerakan
senam dan
menggerakkan
badannya mengikuti
arahan asesor.
4. RESPON TERHADAP STIMULUS
TAKTIL
Respon anak ketika diusap rambutnya V Anak mampu
merespon ketika
diusap rambutnya, ia
mampu tersenyum.
Respon anak ketika ditepuk V Anak mampu
pundaknya perlahan merespon ketika
pundaknya ditepuk
perlahan, ia mampu
menoleh ke arah
asesor.
Respon anak ketika diberikan air V Anak mampu
dengan suhu berbeda merespon ketika
- Hangat diberikan air hangat
- Dingin dan dingin, ia
mampu
membedakan kedua
air tersebut dengan
cara menyebutkan
mana air hangat dan
air dingin kepada
asesor.

Kesimpulan:
Anak tidak memiliki hambatan dalam interaksi. Baik dalam visual, auditori, kinestetik, dan
taktil.

20
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi yang sudah kami lakukan pada tanggal 27 Oktober 2022
di SLB Muhamadiyah Cipedes, dapat di simpulkan bahwa ada beberapa anak dengan
kebutuhan khusus di SLB Muhamadiyah yang memiliki respon baik saat di beri stimulus.
Adapun proses interaksi yang terjadi karena adanya hubungan timbal balik dari kedua
belah pihak baik dari asesor yang memberikan stimulus dan anak yang merespon. Juga
ada anak yang awalnya mampu merespon dengan baik, namun lama-lama perhatiannya
atau tingkat konsentrasinya menurun karena terdistraksi hal lain yang berasal dari
lingkungan itu sendiri.
Seperti yang sudah didapatkan dalam mengamati atau observasi yang ditujukan
langsung pada anak dilapangan menghasilkan beberapa penafsiran terhadap proses
interaksi yang terjadi. Dimana proses tersebut tidak semuanya mendapatkan respon yang
diharapkan oleh asesor.

21
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/11347343/
Pengertian_anak_berkebutuhan_khusus_menurut_beberapa_ahli diakses pada 20 Oktober
2022
https://fpscs.uii.ac.id/blog/2015/05/21/psikologi-kaji-pendidikan-bagi-anak-berkebutuhan-
khusus-abk/ diakses pada 20 Oktober 2022
https://www.kajianpustaka.com/2022/05/anak-tunalaras.html diakses pada 20 Oktober 2022
http://repository.iainpare.ac.id/2368/3/16.2300.108%20BAB%202.pdf diakses pada 20
Oktober 2022
https://www.gramedia.com/literasi/komunikasi-adalah/ diakses pada 20 Oktober 2022
https://elibrary.unikom.ac.id/id/eprint/
3127/8/11_UNIKOM_21215077_ROBERTHASUNARYA_BABII.pdf diakses pada 20
Oktober 2022
https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-teori-stimulus-respons-dalam-ilmu-
sosial/9032/2 diakses pada 20 Oktober 2022
https://eprints.umm.ac.id/42817/3/BAB%20II.pdf diakses pada 20 Oktober 2022

22

Anda mungkin juga menyukai