Anda di halaman 1dari 22

TUGAS IPS

“Suku Batak”

Disusun Oleh :
Kelompok 7
1. Indri Ayu F.
2. Rohani
3. Siti Nur`ain
4. Siti Nurhasanah
5. Virli Sri Rahayu
6. Wahyuni Wulandari
Kelas : XII Akuntansi 1

SMK ULIL ALBAB


2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul  
“Suku Batak” ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu
tugas mata pelajaran Ilmu Pengetahuna Sosial.
Penulis harap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai Budaya Batak. Memang
makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Cirebon, November 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I  PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 2
1.3. Tujuan Makalah 2

BAB II PEMBAHASAAN                                                                                            
2.1. Sistem Kepercayaan Religi 3
2.2. Sistem Kekerabatan 6
2.3. Sistem Ekonomi 9
2.4. Sistem Politik 10
2.5. Kesenian 11
2.6. Kerajinan 17

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan 18
3.2. Saran 18

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Adat adalah bagian dari pada Kebudayaan, berbicara kebudayaan dari suatu
bangsa atau suku bangsa maka adat kebiasaan suku bangsa tersebut yang akan menjadi
perhatian, atau dengan kata lain bahwa adat lah yang menonjol didalam mempelajari atau
mengetahui kebudayaan satu suku bangsa, meskipun aspek lain tidak kalah penting nya
seperti kepercayaan, keseniaan, kesusasteraan dan lain-lain.
Dalam matakuliah ISBD kami di tunjuk untuk menjelaskan tentang suku
batak, dari adat istiadat, agama, bahasa, ilmu pengetahuan, teknologi, sistem
kemasyarakatan dan mata pencarian.
Batak adalah nama sebuah suku bangsa di Indonesia. Suku ini kebanyakan
bermukim di Sumatra Utara.Sebagian orang Batak beragama Kristen dan sebagian lagi
beragama Islam. Tetapi dan ada pula yang menganut agama Malim (pengikutnya biasa
disebut dengan Parmalim ) dan juga penganut kepercayaan animisme (disebut Pelebegu
atau Parbegu).
Sejarah Kerajaan Batak didirikan oleh seorang Raja dalam negeri Toba sila-
silahi (silalahi) lua’ Baligi (Luat Balige), kampung Parsoluhan, suku Pohan.Raja yang
bersangkutan adalah Raja Kesaktian yang bernama Alang Pardoksi (Pardosi).Masa
kejayaan kerajaan Batak dipimpin oleh raja yang bernama.Sultan Maharaja Bongsu pada
tahun 1054 Hijriyah berhasil memakmurkan negerinya dengan berbagai kebijakan
politiknya.
Suku bangsa Batak dari Pulau Sumatra Utara. Daerah asal kediaman orang
Batak dikenal dengan Daratan Tinggi Karo, Kangkat Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu,
Simalungun, Toba, Mandailing dan Tapanuli Tengah. Daerah ini dilalui oleh rangkaian
Bukit Barisan di daerah Sumatra Utara dan terdapat sebuah danau besar dengan nama
Danau Toba yang menjadi orang Batak. Dilihat dari wilayah administrative, mereka
mendiami wilayah beberapa Kabupaten atau bagaian dari wilayah Sumatra Utara. Yaitu
Kabupaten Karo, Simalungun, Dairi, Tapanuli Utara, dan Asahan.

1
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, kami akan
membahas unsur-unsur kebudayaan suku Batak diantaranya :
1. Apa sistem kepercayaan religi suku batak?
2. Apa sistem kekerabatan suku batak?
3. Apa sistem ekonomi suku batak?
4. Apa sistem politik suku batak?
5. Bagaimana kesenian suku batak?
6. Bagaimana kerajinan suku batak?

1.3. Tujuan
Dari rumusan masalah diatas kami mempunyai tujuan:
1. Untuk mengetahui kepercayaan religi suku batak.
2. Untuk mengetahui sistem kekerabatan suku batak.
3. Untuk mengetahui sistem ekonomi suku batak.
4. Untuk mengetahui sistem politik suku batak.
5. Untuk mengetahui kesenian suku batak.
6. Untuk mengetahui kerajinan suku batak.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Sistem Kepercayaan Religi


2.1.1. Kepercayaan Asli Suku Batak
Kepercayaan yang dianut suku batak sebelum mengenal agama protestan
dan islam adalah kepercayaan bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan oleh
Debata Mula Jadi Na Bolon dan bertempat tinggal diatas langit, bahkan pada
masyarakat daerah pedesaan belum meninggalkan kepercayaan tercebut. mereka
mempunyai system kepercayaan dan religi tentang Mulajadi Nabolon yang
memiliki kekuasaan diatas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam
Debata Natolu.
Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak Toba mengenal tiga konsep, yaitu :
1) Debata Mula Jadi Na Bolon : bertempat tinggal diatas langit dan merupakan
maha pencipta;
2) Siloan Na Bolon : berkedudukan sebagai penguasa dunia makhluk halus. Dalam
hubungannya dengan roh dan jiwa.
Orang Batak mengenal tiga konsep yaitu :
a) Tondi (adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh
karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi di dapat sejak
seseorang di dalam kandungan. Bila tondi meninggalkan badan seseorang, 
maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacara
mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang menawannya.)
b) Jiwa
c) Roh
3) Sahala : jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang, semua orang memiliki
tondi,tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta,
tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula.
4) Begu : tondinya orang yang sudah mati, yang tingkah lakunya sama dengan
tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam. Orang batak juga
percaya akan kekuatan sihir dari jimat yang disebut tongkal.

3
2.1.2. Parmalim
Istilah Parmalim merujuk kepada penganut agama  Malim. Agama Malim
yang dalam bahasa Batak disebut Ugamo Malim adalah bentuk moderen agama
asli suku Batak. Agama asli Batak tidak memiliki nama sendiri, tetapi pada
penghujung abad kesembilan belas muncul sebuah gerakan anti kolonial.
Pemimpin utama mereka adalah Guru Somalaing Pardede. Agama Malim pada
hakikatnya merupakan agama asli Batak, namun terdapat pengaruh agama Kristen,
terutama Katolik, dan juga pengaruh agama Islam.
Agama ini tidak mengenal Surga atau sejenisnya, sepeti agama umumnya,
selain Debata Mula jadi Na Bolon (Tuhan YME) dan Arwah-arwah leluhur, belum
ada ajaran yang pasti reward atau punisnhment atas perbuatan baik atau jahat,
selain mendapat berkat atau dikutuk menjadi miskin dan tidak punya turunan.
Tujuan upacara agama ini memohon berkat Sumangot dari Debata Mula jadi Na
bolon (Tuhan YME), dari Arwah-arwah leluhur, juga dari Tokoh-tokoh adat atau
kerabat-kerabat adat yang dihormati, seperti Kaum Hula-hula (dari sesamanya).
Agama ini lebih condong ke paham Animisme. Agama ini bersifat tertutup, masih
hanya untuk suku Batak, karena upacara ritualnya memakai bahasa Batak, dan
setiap orang harus punya marga, tidak beda dengan agama-agama suku-suku
animisme dibelahan bumi lainnya, sifatnya tidak universal.
Tuhan dalam kepercayaan Malim adalah "Debata Mula Jadi Na Bolon"
(Tuhan YME) sebagai pencipta manusia, langit, bumi dan segala isi alam semesta
yang disembah oleh "Umat Ugamo Malim" ("Parmalim"). Agama Malim terutama
dianut oleh suku Batak Toba di provinsi Sumatera Utara. Sejak dahulu kala
terdapat beberapa kelompok Parmalim namun kelompok terbesar adalah kelompok
Malim yang berpusat di Huta Tinggi, Kecamatan Lagu Boti, Kab. Toba Samosir.
Hari Raya utama Parmalim disebut Si Pahasada (yaitu '[bulan] Pertama') serta Si
Pahalima (yaitu '[bulan] Kelima) yang secara meriah dirayakan di kompleks
Parmalim di Huta Tinggi.

2.1.3. Masuknya Agama Islam Di Tanah Batak


Pada abad 19 agama Islam masuk daerah penyebarannya meliputi batak
selatan. Masyarakat Batak tidak pernah mengenal Islam sebelum disebarkan oleh
para pedagang Minangkabau. Bersamaan dengan usaha dagangnya, banyak
pedagang Minangkabau yang melakukan menikah dengan perempuan Batak. Hal
4
ini secara perlahan telah meningkatkan pemeluk Islam di tengah-tengah
masyarakat Batak. Pada masa perang Paderi di awal abad ke-19, pasukan
Minangkabau menyerang tanah Batak dan melakukan pengislaman besar-besaran
atas masyarakat Mandailing dan Angkola. Namun penyerangan Paderi atas tanah
Toba, tidak dapat mengislamkan masyarakat tersebut, yang pada akhirnya mereka
menganut agama Kristen Protestan. Kerajaan Aceh di utara, juga banyak berperan
dalam mengislamkan masyarakat Karo dan Pakpak. Sementara Simalungun banyak
terkena pengaruh Islam dari masyarakat Melayu di pesisir Sumatera Timur.

2.1.4. Misionaris Kristen


Agama Kristen masuk sekitar tahun 1863 dan penyebarannya meliputi
batak utara.  Pada tahun 1824, dua misionaris baptis asal Inggris, Richard Burton
dan Nathaniel Ward berjalan kaki dari Sibolga menuju pedalaman Batak. Setelah
tiga hari berjalan, mereka sampai di dataran tinggi Silindung dan menetap selama
dua minggu di pedalaman. Dari penjelajahan ini, mereka melakukan observasi dan
pengamatan langsung atas kehidupan masyarakat Batak. Pada tahun 1834 kegiatan
ini diikuti oleh Henry Lyman dan Samuel Manson dari dewan komisaris Amerika
untuk misi luar negeri.
         Pada tahun 1850, dewan Injil Belanda menugaskan Herman
Neubronner Van Der Tuuk untuk menerbitkan buku tata bahasa dan kamus bahasa
Batak-Belanda. Hal ini bertujuan untuk memudahkan misi-misi kelompok Kristen
Belanda dan Jerman berbicara dengan masyarakat Toba dan Simalungun yang
menjadi sasaran pengkristenan mereka.
            Misionaris pertama asal Jerman tiba di lembah sekitar Danau Toba
pada tahun 1861 dan sebuah misi pengkristenan dijalankan pada tahun 1881 oleh
Dr. Ludwig Ingwer Nommensen. Kitab Perjanjian Baru untuk pertama kalinya
diterjemahkan ke bahasa Batak Toba oleh Nommensen pada tahun 1869 dan
penerjemahan Kitab Perjanjian Lama diselesaikan oleh P.H. Johannsen pada tahun
1891. Teks terjemahan tersebut dicetak dalam huruf latin di Medan pada
tahun1893. Menurut H.O. Voorma, terjemahan ini tidak mudah dibaca, agak kaku
dan terdengar aneh dalam bahasa Batak.
            Masyarakat Toba dan Karo menyerap agama Kristen dengan cepat
dan pada awal abad ke-20 telah menjadikan Kristen sebagai identitas budaya. Pada
masa ini merupakan periode kebangkitan kolonialisme Hindia-Belanda, dimana
5
banyak orang Batak sudah tidak melakukan perlawanan lagi dengan pemerintahan
colonial. Perlawanan secara gerilya yang dilakukan oleh orang-orang Batak Toba
berakhir pada tahun 1907, setelah pemimpin kharismatik mereka,
Sisingamangaraja XII wafat.

2.1.5. Gereja HKBP


Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) telah berdiri di Balige pada
bulan September 1917. Pada akhir tahun 1920-an, sebuah sekolah perawat
memberikan pelatihan keperawatan kepada bidan-bidan disana. Kemudian pada
tahun 1941. Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) didirikan.

2.2. Sistem Kekerabatan


Kekerabatan pada masyarakat Batak memiliki dua jenis, yaitu kekerabatan yang
berdasarkan pada garis keturunan atau geneologis dan berdasarkan pada
sosiologis.Semua suku bangsa Batak memiliki marga, inilah yang disebut dengan
kekerabatan berdasarkan geneologis.Sementara kekerabatan berdasarkan sosiologis
terbentuk melalui perkawinan. Sistem kekerabatan muncul di tengah-tengah masyarakat
karena menyankut hukum antar satu sama lain dalam pergaulan hidup.
Dalam tradisi Batak, yang menjadi kesatuan Adat adalah ikatan sedarah yang
disebut dengan marga. Suku bangsa Batak terbagi ke dalam enam kategori atau puak,
yaitu Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan
Batak Mandailing. Masing-masing puak memiliki ciri khas nama marganya. Marga ini
berfungsi sebagai tanda adanya tali persaudaraan di antara mereka.Satu puak bisa
memiliki banyak marga.
Marga pada Batak Karo terdapat 5 marga, yaitu marga Karo-karo, Ginting,
Sembiring, Tarigan, dan Parangin-angin. Dari lima marga tersebut terdapat submarga
lagi. Total submarganya ada 84. Adapun Batak Toba, dikatakan sebagai marga ialah
marga-marga pada suku bangsa Batak yang berkampung halaman (marbona pasogit) di
daerah Toba. Salah satu cotoh marga pada suku bangsa Batak Toba yaitu Simangunsong,
Marpaung, Napitupulu, dan Pardede.
Pada suku Batak Pakpak, mereka diikat oleh struktur sosial yang dalam istilah
setempat dinamakan sulang silima yang terdiri dari lima unsur, yaitu Sinina tertua
(Perisang-isang, keturunan atau generasi tertua), Sinina penengah (Pertulan tengah,

6
keturunan atau generasi yang di tengah), Sinina terbungsu (perekur-ekur, keturunan
terbungsu), Berru yakni kerabat penerima gadis, dan Puang yakni kerabat pemberi gadis.
Kelima unsur ini sangat berperan dalam proses pengambilan keputusan dalam
berbagai aspek kehidupan terutama dalam sistem kekerabatan, upacara adat maupun
dalam konteks komunitas lebbuh atau kuta. Artinya ke lima unsur ini harus terlibat agar
keputusan yang diambil menjadi sah secara adat.
Lalu pada Batak Simalungun terdapat empat marga asli suku Simalungun yang
populer dengan akronim SISADAPUR, yaitu Sinaga, Saragih, Damanik, dan
Purba.Keempat marga ini merupakan hasil dari Harungguan Bolon (permusyawaratan
besar) antara empat raja besar dari masing-masing raja tersebut, untuk tidak saling
menyerang dan tidak saling bermusuhan.
Sementara pada Batak Mandailing hanya dikenal beberapa marga saja, antara lain
Lubis, Nasution, Harahap, Pulungan, Batubara, Parinduri, Lintang, Hasibuan, Rambe,
Dalimunthe, Rangkuti, Tanjung, Mardia, Daulay, Matondang, dan Hutasuhut.
Kelompok kekerabatan Batak diambil dari garis keturunan laki-laki atau
patrilineal. Seorang Batak merasa hidupnya lengkap jika ia telah memiliki anak laki-laki
yang meneruskan marganya. Menurut buku “Leluhur Marga Marga Batak”, jumlah
seluruh Marga Batak sebanyak 416, termasuk marga suku Nias.
Untuk menentukan seorang bangsa Batak berasal garis keturunan mana, mereka
menggunakan Torombo.Dengan tarombo seorang Batak mengetahui posisinya dalam
sebuah marga.Orang Batak meyakini, bahwa kekerabatan menggunakan Torombo ini
dapat diketahui asal-usulnya yang berujung pada Si Raja Batak.
Bagi Batak Toba, Si Raja Batak adalah anak perempuan dari keturunan Debata
Muljadi Nabolon, Tuhan pencipta bumi dan isinya. Tuhan ini memerintah ibu Si Raja
Batak untuk menciptakan bumi, dan ibunya tinggal di daerah  bernama
Siandjurmulamula. Daerah tersebut menjadi tempat tinggal Si Raja Batak dan
keturunannya.Daerah ini adalah tanah Batak, dimana tempat seluruh orang Batak berasal.

2.2.1. Perkawinan
Bagi bangasa Batak, khusunya Batak Toba, sesama satu marga dilarang
saling mengawini. Jika melanggar ketetapan ini, maka si pelanggar akan
mendapatkan sanksi adat. Hal ini ditujukan untuk menghormati marga
seseorang.Juga supaya keturunan marga tersebut dapat berkembang.Ini

7
menunjukan bahwa mereka sangat menjunjung tinggi nilai-nilai adat dan marga
memiliki kedudukan yang tinggi.
Bagi bangsa Batak, perkawinan mengandung nilai sakral.Oleh karenya
kesakralan tersebut harus disertai dengan sebuah adat perkawinan.Dikatakan sakral
karena bermakna pengorbanan bagi pihak pengantin perempuan.Ia “berkorban”
memberikan satu nyawa manusia yang hidup yaitu anak perempuan kepada orang
lain pihak paranak, pihak penganten pria. Pihak pria juga harus menghargainya
dengan mengorbankan atau mempersembahkan satu nyawa juga berupa
penyembelihan seekor sapi atau kerbau. Hewan tersebut akan menjadi santapan
atau makanan adat dalam ulaon unjuk (adat perkawinan Batak).
Terdapat beberapa rangkaian upacara adat perkawinan bangsa Batak.
Rangkaian pertama sebagai pembuka adalah Mangariksa dan  Pabangkit Hata.
Mangariksa adalah kunjungan dari pihak mempelai laki-laki kepada pihak wanita,
lalu dilanjutkan dengan proses Pabangkit Hata atau lamara. Rangkaian kedua
adalah Marhori-Hori Dinding, yaitu membicarakan lebih lanjut mengenai rencana
perkawinan serta pestanya.Ketiga adalah Patua Hata, yakni para orang tua
memberikan petuah atau nasihat sebagai bekal kepada kedua mempelainya nanti.
Proses ini merupakan proses yang amat serius.
Keempat adalah rangkaian yang dinamakan Marhata Sinamot, yakni pihak
pria mendatangi pihak wanita untuk membicarakan uang jujur atau dalam bahasa
Batak adalah tuhor.Selanjutnya adalah Pudun Sauta atau makan bersama kedua
belah pihak.Makanan yang dibawa berasal dari pihak pria. Lalu dilanjutkan dengan
rangkaian keenam yakni Martumpol, yaitu  penandatanganan surat perstejuan
kedua belah pihak. Kemudian rangkaian ketujuah adalah Martonggo Raja, yaitu
seremoni atau pernikahan yang akan digelar. Prosesi ini memberitahukan kepada
masyarakat mengenai pernikahan yang akan digelar.
Rangkaian kedelapan adalah Manjalo Pasu-pasu Parbagosan, yaitu
pemberkatan kedua pengantin yang dilakukan oleh pihak gereja bila agama mereka
adalah Kristen Protestan.Prosesi ini merupakan hal yang terpenting dan tak boleh
dilewatkan karena orang Batak adalah penganut Kristen yang taat.Rangkaian
terakhir adalah Pesta Unjuk.Prosesi ini merupakan rangkaian terakhir dari
keseluruhan rangkaian pernikahan.Semua keluarga berpesata dan membagikan
jambar atau daging kepada pihak keluarga.

8
Rangkaian tersebut memang nampak ribet, rumit dan merepotkan.Tetapi itu
merupakan suatu kebudayaan yang dimiliki salah satu suku bangsa Indonesia.

2.2.2. Pembagian Harta Warisan


Dalam pembagian warisan, yang mendapatkan warisan adalah anak laki-
laki karena Batak berdasarkan kekerabatan patrilineal. Sedangkan anak perempuan
mendapatkan bagian dari orang tua suaminya, atau dengan kata lain pihak
perempuan mendapatkan warisan dengan cara hibah. Pembagian harta warisan
untuk anak laki-laki juga tidak sembarangan karena pembagian warisan tersebut
ada kekhususan yaitu anak laki-laki yang paling kecil atau dalam bahasa batak nya
disebut Siapudan.Dan dia mendapatkan warisan yang khusus.
Jika tidak memiliki anak laki-laki, maka hartanya jatuh ke tangan saudara
ayahnya.Sementara anak perempuannya tidak mendapatkan apapun dari harta
orang tua.Alasannya karena saudara ayah yang memperoleh warisan tersebut, harus
menafkahi segala kebutuhan anak perempuan dari si pewaris sampai mereka
berkeluarga.Melihat sistem pembagian hara warisan pada adat Batak, masih
terkesan Kuno.Peraturan adat istiadatnya lebih terkesan ketat dan tegas.Hal itu
ditunjukkan dalam pewarisan anak perempuan tidak mendapatkan apapun.
Adapaun pada Batak yang memiliki kepercaan Parmalim, pembagian harta
warisan tertuju pada pihak perempuan.Ini terjadi karena berkaitan dengan sistem
kekerabatan keluarga juga berdasarkan ikatan emosional kekeluargaan.Bukan
berdasarkan perhitungan matematis dan proporsional.Biasanya dikarenakan orang
tua bersifat adil kepada anak-anak mereka dalam pembagian harta warisan.

2.3. Sistem Ekonomi


Dahulu, sebagian besar orang Batak hidup dari bercocok tanam pada sawah-
sawah, tegalan dan huma (ladang). Yang ditanam adalah padi, palawija, sayuran dan
buah-buahan. Padi hanya dapat panen sekali dalam setahun, karena irigasinya belum
teratur dan kontinyu. Dalam peladangan orang masih sering membuka hutan dan
membakar sisa-sisa kayu dan rantingnya. Sebagian juga ada yang menanam kopi.
Pada sistem peladangan, huta (kuta)-lah yang memegang hak ulayat tanah dan
hanya warga huta atau kuta itu yang berhak memekai tanah tersebut, tetapi tidak berhak
menjualnya tanpa persetujuan huta.

9
Golongan para pendiri kuta disebut merga taneh. Mereka memiliki tanah yang
paling luas, sedangkan golongan lainnya hanya memiliki tanah sekedar cukup untuk
hidup. Cara pengerjaannya masih tradisional, begitu pula alat-alatnya (bajak, cangkul,
garu dan tongkat tugal).
Di sepanjang tepi danau Toba banyak penduduk yang mencari ikan menopang
hidupnya, dengan peralatan yang sederhana pula.
Orang Batak juga mengenal sistem gotong-royong kuno dalam hal bercocok
tanam yang disebut raron (Karo) atau marsiurupan (Toba). Peternakan juga dilakukan,
tetapi hanya bersifat sambilan saja. Jenis ternaknya : kerbau, sapi, kuda, kambing dan
ternak unggas. Orang Batak banyak yang merantau ke luar daerah, terutama Jawa.

2.4. Sistem Politik


Secara umum, kepemimpinan pada masyarakat Batak terbagi dalam tiga bidang,
yaitu kepemimpinan adat, pemerintah, dan agama. Kepemimpinan dalam bidang adat
meliputi persoalan perkawinan, perceraian, kematian, warisan, penyelesaian perselisihan,
kelahiran anak, dan sebagainya. Kepemimpinan di bidang adat tidak berada dalam
tangan seorang tokoh, tetapi merupakan suatu musyawarah dari sangkep sitelu.
Kepemimpinan di bidang pemerintahan dipegang oleh salah satu dari turunan
tertua merga taneh. Kepala huta disebut penghulu, kepala urungdisebut raja urung dan
sibayak untuk bagian kerajaan. Kedudukan tersebut merupakan jabatan turun-temurun
dan yang berhak adalah anak laki-laki tertua (situa) atau si bungsu (sinuda). Anak-anak
yang lain (sitengah) tidak mempunyai hak menjadi pemimpin. Selain menjalankan
pemerintaha, mereka juga menjalankan tugas peradilan, yaitu penghulu mengetuai sidang
di balehuta dan raja urung. Pengadilan teretinggi adalah bale raja berompat yang
merupakan sidang kelima sibayak yang ada di Karo.
Masyarakat Karo tidak mengenal pimpinan keagamaan asli karena konsepsi
tentang kekuatan gaib dan kepercayaan lain tidak seragam. Namun, pada suku bangsa
Batak yang menganut agama islam,  tokoh dalam agam islam (para mualim) sangat besar
peranan dan pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat. Jabatan ini tidak turun-temurun,
seperti dukun guru sibaso yang menjadi dukun karena pengalaman tertentu. Demikian
pula pemilihan pendeta dan ulama, mereka dipilih karena pengetahuan agama,
pengabdian, dan keteladanannya.

10
2.5. Kesenian
Seni Tari khas Suku Batak  yaitu: Tari Tor-Tor (bersifat magis), Tari Serampang
dua belas (bersifat hiburan). Alat musik khas Suku Batak yaitu: Musik gondang.
Orang Batak dikenal dengan sebagai masyarakat pecinta seni dan musik. Hampir
semua sub suku memiliki jenis kesenian yang unik dan berbeda dari sub suku lainnya.
Kesenian orang Batak Toba sendiri cukup beragam mulai dari tarian, alat musik dan
jenis-jenis nyanian. Tarian yang menjadi ciri khas orang Batak Toba adalah tari Tor-tor
dengan berbagai jenis nama tari untuk berbagai jenis kegiatan yang berbeda-beda. Tor-
tor atau tari-menari merupakan salah satu kebudayaan Batak yang tertua.Dahulu kala
seni tari-menari duhubungkan dengan kepercayaan animisme yang dapat mendatangkan
kuasa-kuasa magis.Acara tari-menari diadakan untuk memohon kemenangan, kesehatan,
dan kehidupan sejahtera kepada dewa-dewa.Acara tari-menari juga diadakan bilamana
ada orang yang lahir, akil balig dan diterima sebagai anggota suku, pada saat menikah,
dan pada waktu sudah mati.Namun sekarang tarian tersebut tidak lagi bersifat animisme,
tetapi lebih dimaksudkan untuk mempererat hubungan kekerabatan dalam Dalihan Na
Tolu.
2.5.1. Tari Tor-Tor Khas Suku Batak
Tor-tor adalah tarian seremonial yang disajikan dengan musik gondang.
Walaupun secara fisik tortor merupakan tarian, namun makna yang lebih dari
gerakan-gerakannya menunjukkan tor-tor adalah sebuah media komunikasi,
dimana melalui gerakan yang disajikan terjadi interaksi antara partisipan
upacara.Tor-tor dan musik gondang ibarat koin yang tidak bisa dipisahkan.

Gambar  : Tari Tortor

11
Seni tari Batak pada zaman dahulu merupakan sarana utama pelaksanaan
upacara ritual keagamaan. Juga menari dilakukan juga dalam acara gembira seperti
sehabis panen, perkawinan, yang waktu itu masih bernapaskan mistik
(kesurupan).Acara pesta adat yang membunyikan gondang sabangunan (dengan
perangkat musik yang lengkap), erat hubungannya dengan pemujaan para Dewa
dan roh-roh nenek moyang (leluhur) pada zaman dahulu.Tetapi itu dapat
dilaksanakan dengan mengikuti tata cara dan persyaratan tertentu.umpamanya
sebelum acara dilakukan terbuka terlebih dahulu tuan rumah (hasuhutan)
melakukan acara khusus yang dinamakna Tua ni Gondang, sehingga berkat dari
gondang sabangunan. Dalam pelaksanaan tarian tersebut salah seorang dari
hasuhutan (yang mempunyai hajat )akan meminta permintaan kepada penabuh
gondang dengan kata-kata yang sopan dan santun sebagai berikut:

“Amang pardoal pargonci…….


“Alu-aluhon ma jolo tu omputa Debata Mulajadi Nabolon, na Jumadihon nasa
adong, na jumadihon manisia dohot sude isi ni portibion.”
“Alu-aluhon ma muse tu sumangot ni omputa sijolo-jolo tubu, sumangot ni omputa
paisada, omputa paidua, sahat tu papituhon.”
“Alu-aluhon ma jolo tu sahala ni angka amanta raja na liat nalolo.”

Setiap selesai satu permintaan selalu diselingi dengan pukulan gondang


dengan ritme tertentu dalam beberapa saat. Setelah ketiga permintaan atau seruan
tersebut dilaksanakan dengan baik maka barisan keluarga suhut yang telah siap
manortor (menari) mengatur susunan tempat berdirinya untuk memulai menari.
Kembali juru bicara dari hasuhutan memintak jenis gondang, satu persatu jenis
lagu gondang, ( ada 7 jenis lagu Gondang) yang harus dilakukan Hasuhutan untuk
mendapatkan (tua ni gondang). Para melakukan tarian dengan semangat dan
sukacita. Adapun jenis permintaan jenis lagu yang akan dibunyikan adalah seperti :
permohonan kepada Dewa dan pada ro-roh leluhur agar keluarga suhut yang
mengadakan acara diberi keselamatan kesejahteraan, kebahagiaan, dan rezeki yang
berlimpah ruah, dan upacara adat yang akan dilaksanakan menjadi sumber berkat
bagi suhut dan seluruh keluarga, serta para undangan.Sedangkan gondang terakhir
yang dimohonkan adalah gondang hasahatan. Didalam Menari banyak pantangan
yang tidak diperbolehkan, seperti tangan sipenari tidak boleh melewati batas
12
setinggi bahu keatas, bila itu dilakukan berarti sipenari sudah siap menantang
siapapun dalam bidang ilmu perdukunan, atau adu pencak silat, atau adu tenaga
batin dan lain lain. Selain menari orang Batak juga sangat senang menyanyi, baik
secara perorangan, maupun berkelompok. Lagu-lagu yang dinyanyikan bercerita
tentang pemujaan terhadap kampung halaman, keindahan negeri dan panorama
yang indah permai. Sedangkan andung atau ratapan adalah salah satu jenis
nyanyian yang secara khusus dinyanyikan pada acara dukacita atau
menggambarkan suasana hati yang sedang berduka dan sedih. Sebagai contoh,alat
musik Batak Toba yang digunakan untuk mengiringi tarian tor-tor dan nyanyian
juga beranekaragam. Alat musik ini ada yang terbuat dari bahan perunggu, kulit,
kayu, dan bambu. Alat musik berbahan perunggu seperti ogung atau gong. Ogung
merupakan instrumen 4 jenis gendang yang berlainan bunyi/nada, yaitu oloan,
ihutan, doal, dan panggora. Sedangkan alat musik dari bahan kulit, kayu dan
bambu meliputi tagading, hesek, hasapi (kecapi), saga-saga, garantung, suling
(seruling), sordam dan salohat. Alat musik tagading merupakan seperangkat
instrumen yang terdiri dari 1 gondang sebagai bas, 1 odap-odap dan 5 tagading.
Orang Batak Toba juga membedakan peralatan musik ini dalam dua golongan
besar yaitu Gondang Bolon (terdiri dari gordang(gendang besar), taganing(gendang
ukuran sedang) dengan lima lempeng kayu, odap-odap(gendang kecil) yang
kadang-kadang diganti dengan lempengan logam, gong dari tembaga ditambah
empat gong perunggu, dan sarune(seruling)) dan Gondang Hasapi (terdiri dari 2
buah hasapi, sarune kecil, suling(seruling), garantung(bumbung kecil) dengan lima
lempeng kayu sebagai pengganti taganing).

2.5.2. Alat Musik Margondang Khas Suku Batak


1. Margondang Pada Masa Purba
Yang dimaksud dengan Masa purba adalah masa dimana sebelum masuknya
pengaruh agama Kristen ketanah batak, dimana pada saat itu masih menganut
aliran kepercayaan yang bersifat polytheisme.Pada masa purba penggunaan
gondang dalam konteks hiburan maupun pertunjukan belum didapati
masyarakat . Keseluruhan kegiatan di tujukan untuk upacara adat maupun
upacara religi yang bersifat sakral. Oleh karena itu upacara margondang pada
masa purba dapat dibagi dalam 2 bagian yaitu :

13
1) Margondang adat, yaitu suatu upacara yang menyertakan gondang,
merupakan akualisasi dari aturan-aturan yang dibiasakan dalam hubungan
manusia dan manusia (hubungan horizontal), misalnya : gondang anak tubu
(upacara anak yang baru lahir), gondang manape goar (upacara pemberian
nama/ gelar boru kepada seseorang), gondang pagolihan anak (mengawinkan
anak), gondang mangompoi huta (peresmian perkampungan baru), gondang
saur matua (upacara kematian orang yang sudah beranak cucu) dan
sebagainya.

Gambar 3 : Gondang Sembilan, alat yang dipakai saat Margondang


2) Margondang religi, yaitu upacara yang menyertakan gondang, merupakan
akualisasi dari suatu kepercayaan tau keyakinan yang dianut dalam hubungan
manusia dengan tuhan-nya atau yang disembahnya (hubungan vertikal),
misalnya : gondang saem (upacara untuk meminta rejeki), gondang mamele,
(upacara pemberian sesajen kepada roh), gordang papurpur sapata (upacara
pembersihan tubuh/ buang sial) dan sebagainya.
Walaupun upacara margondang masa purba dibagi ke dalam dua bagian, namun
hubungan dengan adat dan religi dalam suatu upacara selalu kelihatan dengan
jelas. Hal tersebut dapat dilihat dari tata cara yang dilakukan pada setiap upacara
adat yang selalu menyertakan unsur religi dan juga sebaiknya pada setiap
upacara religi yang selalu menyertakan unsur adat. Unsur religi yang terdapat
dalam upacara adat dapat dilihat dari beberapa aspek yang mendukung upacara
tersebut, misalnya : penyertaan gondang, dimana dalam setiap pelaksanaan
gondang selalu diawali dengan membuat tua ni gondang ( memainkan inti dari
gondang), yaitu semacam upacara semacam meminta izin kepada mulajadi
nabolon dan juga kepada dewa-dewa yang dianggap sebagai pemilik gondang
tersebut. Sedangkan unsur adat yang terdapat dalam upacara religi dapat dilihat

14
dari unsur dalihan na tolu yang selalu disertakan dalam pada setiap upacara.
Menurut Manik, bahwa pada mulanya agama dan adat etnik Batak Toba
mempunyai hubungan yang erat, sehingga tiap upacara adat sedikit banyaknya
bersifat keagamaan dan tiap upacara agama sedikit banyaknya diatur oleh adat
(1977: 69).
Walaupun hubungan dari kedua adat dan religi selalu kelihatan jelas dalam
pelaksanaan suatu upacara, perbedaaan dari kedua upacara tersebut dapat dilihat
dari tujuan utama suatu upacara dilaksanakan. Apabila suatu upacara
dilaksanakan untuk hubungan manusia yang disembahnya, maka upacara
tersebut di klasifikasikan kedalam upacara religi. Apabila suatu upacara
dilakukan untuk hubungan manusia dengan manusia, maka upacara tersebut
dapat di klasifikasikan ke dalam upacara adat.
2. Margondang pada Zaman Sekarang

Gambar 4 : “Margondang pada zaman sekarang”


Margondang pada masa sekarang merupakan perkembangan dari cara berpikir
masyarakat setelah pengaruh gereja sudah sangat kuat pada masyarakat Batak
Toba.Dalam ajaran Kristiani, gereja hanya mengakui satu Tuhan yang harus
disembah yaitu Tuhan Yesus Kristus, apabila ada anggota gereja masih
melakukan penyembahan terhadap roh roh nenek moyang dan kepercayaan
mereka yang lama, maka orang tersebut aka dikeluarkan dari anggota gereja
tersebut. Oleh karena itu,muncul beberapa masalah yang bersifat problematic
tentang penggunaan gondang batak dalam kegiatan adat maupun keagamaan .
Di satu pihak orang Batak ingin mempraktikkan dan menghayati gondang itu
menurut visi dan tradisi yang sudah sangat mendarah daging, dilain sisi ada
kelompok yang menolak gondang untuk dipergunakan dalam upacara adat
maupun keagamaan, karena mereka melihat unsur-unsur animism pada gondang
tersebut , ada ketakutan mereka mempelajari sejarah batak dan menghidupi

15
unsur-unsur kebudayaannya. Ketakutan ini timbul karena adanya predikat yang
kurang baik sepeti kafir, kolot da tuduhan lain yang diberikan penganut
kebudayaan tersebut. Pada bagian yang lain ada juga kelompok agama
tradisional pada masyarakat Batak Toba yang menentang ajaran Kristen.
2.5.3. Konsep Margondang pada masa sekarang
Konsep Margondang pada masa sekarang dapat dibagi dalam tiga bagian besar,
yaitu :
a) Margondang pesta, suatu kegiatan yang menyertakan gondang dan merupakan
suatu ungkapan kegembiraan dalam konteks hibuan atau seni pertunjukkan,
misalnya : gondang pembangunan gereja, gondang naposo, gondang
mangompoi jabu (memasuki rumah) dsb.
b) Margondang adat, suatu kegiatan yang menyertakan gondang, merupakan
aktualisasi dari system kekerabatan dalihan na tolu, misalnya : gondang
mamampe marga (pemberian marga), gondang pangolin anak (perkawinan),
gondang saur matua (kematian), kepada orang diluar suku Batak Toba, dsb.

Gambar 5 : Tari Tortor dan Margondang saat pesta pernikahan


c) Margondang Religi, upacara ini pada saat sekarang hanya dilakukan oleh
organisasi agamaniah yang masih berdasar kepada kepercayaan batak purba.
Misalnya parmalim, parbaringin, parhudamdam Siraja Batak. Konsep adat dan
religi pada setiap pelaksanaan upacara oleh kelompok ini masih mempunyai
hubungan yang sangat erat karena titik tolak kepercayaan mereka adalah
mulajadi na bolon dan segala kegiatan yang berhubungan dengan adat serta

16
hukuman dalam kehidupan sehari-hari adalah berdasarkan tata aturan yang
dititahkan oleh Raja Sisingamangaraja XII yang diaggap sebagai wakil mulajadi
na bolon.

2.6. Kerajinan 
Kerajinan suku bangsa Batak yang terkenal adalah kain ulos. Peranan ulos
bagi masyarakat Batak sejak lahir hingga meninggal sangat tinggi. Macam-macam ulos
dan fungsinya dalam suatu acara, meliputi:
1. ulos lobu-lobu adalah ulos yang diberikan ayah kepada putra dan menantu saat
pernikahan;
2. ulos hela adalah ulos yang diberikan orang tua pengantin perempuan;
3. ulos tondi adalah ulos yang diberikan orang tua kepada putrinya saat hamil tua;
4. ulos tujung adalah ulos yang diberikan kepada janda atau duda.
5. ulos saput adalah ulos penutup jenazah yang diberikan paman almarhum jika yang
meninggal laki-laki;

Kain ulos adalah hasil kerajinan suku bangsa Batak yang terkenal.

17
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Daerah Sumatra Utara memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam
bentuk adat istiadat, seni tradisional, dan bahasa daerah. Masyarakatnya terdiri atas
beberapa suku, seperti Melayu, Nias, Batak Toba, Pakpak, Karo, Simalungun, Tapanuli
Tengah, Tapanuli Selatan (meliputi Sipirok, Angkola, Padang Bolak, dan Mandailing);
serta penduduk pendatang seperti Minang, Jawa dan Aceh yang membawa budaya serta
adat-istiadatnya sendiri-sendiri. Daerah ini memiliki potensi yang cukup baik dalam
sektor pariwisata, baik wisata alam, budaya, maupun sejarah
Semua etnis memiliki nilai budaya masing-masing, mulai dari adat istiadat, tari
daerah, jenis makanan, budaya dan pakaian adat juga memiliki bahasa daerah masing-
masing. Keragaman budaya ini sangat mendukung dalam pasar pariwisata di Sumater
Utara. Walaupun begitu banyak etnis budaya di Sumatera Utara tidak membuat
perbedaan antar etnis dalam bermasyarakat karena tiap etnis dapat berbaur satu sama lain
dengan memupuk kebersamaan yang baik. kalau di lihat dari berbagai daerah bahwa
hanya Sumatera Utara yang memiliki penduduk dengan berbagai etnis yang berbeda dan
ini tentunya sangat memiliki nilai positif terhadap daerah sumatera utara.

3.2. Saran
Kebudayaan yang dimiliki suku Batak ini menjadi salah satu kekayaan yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia yang perlu tetap dijaga kelestariannya.Dengan membuat
makalah suku Batak ini diharapkan dapat lebih mengetahui lebih jauh mengenai
kebudayaan suku Batak tersebut dan dapat menambah wawasan serta pengetahuan yang
pada kelanjutannya dapat bermanfaat dalam dunia kependidikan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Tarigan, RajaMalem . 2005. Budaya Batak Dalam Perubahan Multidimensi, Bandung :


ITB Press. (Sebuah Makalah).

Ningrat, Kountjara. 2004. Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta :Djambatan.

Salomo, Mangaradja. 1938. Memilih dan Mengangkat Radja di Tanah Batak menurut


Adat Asli.. Sibolga: Rapatfonds Tapanuli.

Nn.  2012.  kebudayaan suku batak (online).  file:///H:/KEBUDAYAAN%20SUKU


%20BATAK%20DAN%20HALAMANNYA/HALAMAN%20BATAK/pendidikan
%20%20kebudayaan%20suku%20batak.html (diakses tanggal 11 November 2017).

Yayat Triyani. 2014. Suku Batak. http://triyatiyayat.blogspot.co.id/2014/12/suku-


batak.html (diakses tanggal 11 November 2017).

Wahyu Nur Mahya. 2015. Sistem Kekerabatan Suku Batak.


http://blog.unnes.ac.id/warungilmu/2015/11/15/sistem-kekerabatan-suku-batak/ (diakses
tanggal 11 November 2017).

Nn. 2013. Sistem Ekonomi Suku Batak.


http://www.sejarah-negara.com/2013/11/sistem-ekonomi-suku-batak.html (diakses tanggal 11
November 2017).

Guru Ips. 2016. Suku Batak. http://www.guruips.com/2016/11/suku-batak-rumah-adat-


tarian-musik.html (diakses tanggal 11 November 2017).

19

Anda mungkin juga menyukai