Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI STROKE DENGAN DM

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Asuhan Keperawatan


Anestesiologi dengan Penyakit Penyerta yang diampu oleh dosen Tophan Heri
Wibowo, S.Kep., Ns., MAN

Disusun Oleh:

Kelompok 2

Fildzah Husna Izzati (190106055) Laila Annes Setya N (190106082)


Flora Juliyanti Harahap (190106058) M Aji Pangestu (190106085)
Gading Esa Maulana (190106061) M Febrianor (190106088)
Ghina Sa’adah H (190106064) Mia Nistiani (190106089)
Ibnu Assyifa (190106067) M Iksan R (190106094)
Ilham Maulana Pratama (190106070) M Najibulloh (190106095)
Ishma Rayhana Afifah (190106073) Mustika Ari Mawarti (190106100)
Jihan Saputra (190106076) Nabila Alwan (190106101)
Karlisa (190106079)

PROGRAM STUDI D4 KEPERAWATAN

ANESTESIOLOGI UNIVERSITAS HARAPAN

BANGSA

2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul ”Asuhan
Keperawatan Anestesi pada pasien stroke dengan DM” ini tepat pada waktunya.  Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk menambah
wawasan tentang Asuhan Keperawatan Anestesi pada pasien stroke dengan DM bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Purwokerto, 23 Oktober 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................iii
BAB I.................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..............................................................................................................................4
A. Latar Belakang......................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................6
C. Tujuan....................................................................................................................................6
BAB II................................................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................................7
A. Definisi....................................................................................................................................7
B. Etiologi....................................................................................................................................7
C. Patofisiologi............................................................................................................................9
D. Klasifikasi Stroke................................................................................................................10
E. Tanda dan Gejala................................................................................................................11
F. Pencegahan Stroke..............................................................................................................12
G. Definisi DM..........................................................................................................................13
H. Etiologi DM..........................................................................................................................14
I. Tanda dan Gejala................................................................................................................15
J. Patofisiologi..........................................................................................................................15
K. Penanggulangan dan Pencegahan DM..............................................................................16
L. ASKAN STROKE DENGAN DM.....................................................................................17
BAB III.............................................................................................................................................30
PENUTUP........................................................................................................................................30
A. Kesimpulan..........................................................................................................................30
B. Saran.....................................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................31

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Prevalensi diabetes mellitus berdasarkan diagnosis dokter dan gejala meningkat
sesuai dengan bertambahnya umur, namun mulai umur ≥65 tahun cenderung menurun.
Prevalensi diabetes mellitus pada perempuan cenderung lebih tinggi dari pada laki-laki.
Prevalensi diabetes mellitus di perkotaan cenderung lebih tinggi dari pada pedesaan.
Prevalensi diabetes mellitus cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat
pendidikan tinggi. (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Penyakit tidak menular (PTM), salah satunya adalah penyakit diabetes militus yang
saat ini telah menjadi ancaman serius bagi kesehatan dunia. Dikutip dari data WHO
tahun 2016 sebanyak 70℅ dari jumlah kematian yang terjadi di dunia dan lebih dari
sebagian penyakit yang diderita. Sedangkan 90- 95℅ berasal dari kasus diabetes adalah
diabetes tipe 2 yang sebagian besar dapat dicegah karena disebabkan oleh gaya hidup yang
tidak sehat. Diabetes mellitus merupakan penyakit degenerative yang ditandai dengan
kadar gula darah tinggi yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin di dalam tubuh,
jika kadar gula darah tidak terkontrol maka akan menyebabkan komplikasi dalam masa
waktu jangka pendek dan jangka panjang pada penderita dan parahnya lagi bisa
menyebabkan kematian.
International Diabetes Federation (IDF) atlas tahun 2017 melaporkan bahwa
diabetes di Indonesia masi menunjukan peningkatan, Indonesia merupakan negara
peringkat enam di dunia setelah tiongkok, india, amerika serikat, brazil dan meksiko
dengan diabetes terjadi pada usia 20-79 tahun sebanyak 10,3 juta orang. Sejalan dengan hal
tersebut, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) memaparkan peningkatan angka prevalensi
Diabetes yang sangat signifikan, yaitu pada tahun 2013 sebanyak 6,7% meningkat lagi di
tahun 2018 sebanyak 8,5%, sehingga dalam jangka waktu 5 tahun jumlah penderita di
Indonesia mencapai lebih dari 16 juta jiwa yang kemudian beresiko terkena penyakit
lain(Kasumayanti & Rahayu, 2019).

4
Menurut Rahmadiliyani (2014) dalam penelitian Diabetes Control and
Complication (DCCT) yang dilakukan di Amerika telah membuktikan bahwa
pengendalian control glukosa darah sampai mendekati normal akan dapat mencegah
terjadinya komplikasi yang serius seperti; penyakit jantung, stroke, disfungsi ereksi, gagal
ginjal dankerusakan system saraf. Berdasarkan penelitian tersebut kemampuan pasien
mengontrol kadar glukosa darah merupakan indikator yang sangat penting dalam
pengendalian diabetes mellitus untuk dapat mempertahankan kualitas hidupnya pasien
(Rahmadiliyani & Muhlisin, 2014).
Menurut Irfan (dalam Rahmawati, Yurida Oliviani, dan Mahdalena, 2017), pasien
stroke mengalami kelainan dari otak sebagai susunan saraf pusat yang mengontrol dan
mencetuskan gerak dari sistem neuronmuskulukeletal. Secara klinis gejala yang sering
muncul adalah adanya hemiparesis atau hemiplegi yang menyebabkan hilangnya
mekanisme refleks postural normal untuk keseimbangan dan rotasi tubuh untuk gerak-
gerak fungsional pada ektermitas. Gangguan sensoris dan motorik post stroke
mengakibatkan gangguan keseimbangan termasuk kelemahan otot penurunan fleksibilitas
jaringan lunak, serta gangguan kontrol motorik pada pasien stroke mengakibatkan
hilangnya koordinasi, hilangnya kemampuan keseimbangan tubuh dan postur (kemampuan
untuk mempertahankan posisi tertentu) dan juga stroke dapat menimbulkan cacat fisik
yang permanen. Menurut Aprilia, (2017) konsekuensi paling umum dari stroke adalah
hemiplegi atau hemiparesis, bahkan 80 persen penyakit stroke menderita hemiparesis atau
hemiplegi yang berarti satu sisi tubuh lemah atau bahkan lumpuh.
Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan oleh Yayasan Stroke Indonesia
(Yastroki), masalah stroke semakin penting dan mendesak karena kini jumlah penderita
stroke di Indonesia adalah terbanyak dan menduduki urutan pertama di Asia. Jumlah
kematian yang disebabkan oleh stroke menduduki urutan kedua pada usia diatas 60 tahun
dan urutan kelima pada usia 15-59 tahun (Yastroki, 2012). Berdasarkan Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2013, prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan sebesar tujuh per mil dan yang terdiagnosis oleh tenaga
kesehatan (nakes) atau gejala sebesar 12,1 per mil. Jadi, sebanyak 57,9 persen penyakit
stroke telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan. Prevanlesi stroke berdasarkan diagnosis
tenaga kesehatan tertinggi di Sulawesi Utara (10,8%), diikuti di Yogyakarta (10,3%),

5
Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil sedangkan Sumatera Barat
7,4 per mil.

B. Rumusan Masalah
a. Apa definisi dari diabetes militus dan stroke?
b. Apa etiologi dari diabetes militus dan stroke?
c. Apa tanda dan gejala dari diabetes militus dan stroke?
d. Bagaimana patofisiologi dari diabetes militus dan stroke?
e. Bagaimana Penanggulangan dan Pencegahan diabetes militus?
f. Bagaimana asuhan keperawatan anestesiologi pada pasien stroke dengan diabetes
militus?

C. Tujuan
Untuk memberikan suatu gambaran dan penjelasan yang lebih mendalam tentang
stroke dan diabetes mellitus serta Asuhan Keperawatan Stroke dengan Penyerta Diabetes
Melitus.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Menurut Sari dan Retno (2014), stroke adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan perubahan neurologis yang disebabkan oleh adanya gangguan suplai
darah ke bagian otak. Stroke adalah kumpulan gejala klinis yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi serebral lokal atau global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau
mengarah ke kematian. Menurut Meifi (dalam Nengsi Olga Kumal a Sari, 2012), stroke
dapat berdampak pada berbagai fungsi tubuh, diantaranya adalah defisit motorik berupa
hemiparesis Pasien stroke mengalami hemiparesis, yang berupa gangguan fungsi otak
sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke otak.

B. Etiologi
Menurut Siti, Tarwoto, Wartonah. (2014) adapun berbagai penyebab dari stroke
yaitu :
1. Trombosis
Penggumpalan (thrombus) mulai terjadi dari adanya kerusakan pada bagian
garis endotelial dari pembuluh darah. Aterosklerosis merupakan penyebab utama
karena zat lemak tertumpuk dan membentuk otak pada dinding pembuluh darah. Plak
ini terus membesar dan menyebabkan penyempitan (stenosis) pada arteri. Stenosis
menghambat aliran darah yang biasanya lancar pada arteri. Darah akan berputar-putar
dibagian permukaan yang terdapat plak, menyebabkan penggumpalan yang akan
melekat pada plak tersebut. Akhirya rongga pembuluh darah menjadi tersumbat.
Trombus bisa terjadi di semua bagian sepanjang arteri karotid atau pada cabang-
cabangnya. Bagian yang biasa terjadi penyumbatan adalah pada bagian yang mengarah
pada percabangan dari karotid utama ke bagian dalam dan luar dari arteri karotid.
Bagian endotelium dari pembuluh darah kecil dipengaruhi sebagian besar oleh kondisi
hipertensi, yang menyebabkan penebalan dari dinding pembuluh darah dan
penyempitan. Infark lakunar juga sering terjadi pada penderita diabetes melitus.
7
2. Embolisme
Sumbatan pada arteri serebral yang disebabkan oleh embolus menyebabkan
stroke embolik. Embolus terbentuk di bagian luar otak, kemudian terlepas dan mengalir
melalui sirkulasi serebral sampai embolus tersebut melekat pada pembuluh darah dan
menyumbat arteri. Embolus yang paling sering terjadi adalah plak. Trombus dapat
terlepas dari arteri karotis bagian dalam pada bagian luka plak dan bergerak ke dalam
sirkulasi serebral. Kejadian fibralasi atrial kronik dapat berhubungan dengan tingginya
kejadian stroke embolik, yaitu darah terkumpul didalam atrium yang kosong.
Gumpalan darah yang sangat kecil terbentuk dalam atrium kiri dan bergerak menuju
jantung dan masuk kedalam sirkulasi cerebral. Pompa mekanik jantung buatan
memiliki permukaan yang lebih kasar dibandingkan otot jantung yang normal dan
dapat menyebabkan peningkatan risiko terjadinya pengumpalan. Endokarditis yang
disebabkan oleh bakteri maupun nonbakteri dapat menjadi sumber terjadinya emboli.
Sumber-sumber penyebab emboli lainnya adalah tumor, lemak, bakteri, dan udara.
Emboli bisa terjadi pada seluruh bagian pembuluh darah serebral. Kejadian emboli
pada serebral meningkat bersamaan dengan meningkatnya usia.
3. Perdarahan (Hemoragik)
Perdarahan intraserebral paling banyak disebabkan oleh adanya ruptur
arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah, yang bisa menyebabkan perdarahan ke
dalam jaringan otak. Perdarahan intraserebral paling sering terjadi akibat dari penyakit
hipertensi dan umumnya terjadinya setelah usia 50 tahun. Akibat lain dari perdarahan
adalah aneurisme (pembengkakan pada pembuluh darah). Stroke yang disebabkan oleh
perdarahan sering kali menyebabkan spasme pembuluh darah serebral dan iskemik
pada serebral karena darah yang berada diluar pembuluh darah membuat iritasi pada
jarinngan. Stroke hemoragik biasanya menyebabkan terjadinya kehilangan fungsi yang
paling banyak dan penyembuhannya paling lambat dibandingkan dengan tipe stroke
yang lain. Keseluruhan angka kematian karena stroke hemoragik berkisar antara 25%-
60%. Jumlah volume perdarahan merupakan satu-satunya predikator yang paling
penting untuk melihat kondisi klien. Oleh sebab itu, tidak mengherankan bahwa
perdarahan pada otak penyebab paling fatal dari semua jenis stroke.

8
4. Penyebab lain
Spasme arteri serebral yang disebabkan oleh infeksi, menurunkan aliran darah
ke arah otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang menyempit. Spasme yang
berudrasi pendek tidak selamanya menyebabkan kerusakan otak yang permanen.
Kondisi hiperkoagulasi adalah kondisi terjadi penggumpalan yang berlebihan pada
pembuluh darah yang bisa terjadi pada kondisi kekurangan protein C dan protein S,
serta gangguan aliran gumpalan darah yang dapat menyebabkan terjadinya stroke
trombosis dan stroke iskemik. Tekanan pada pembuluh darah serebral bisa disebabkan
oleh tumor, gumpalan darah yang besar, pembengkakan pada jaringan otak, perlukaan
pada otak, atau gangguan lain. Namun, penyebabpenyebab tersebut jarang terjadi pada
kejadian stroke.
5. Faktor Risiko
Kejadian stroke dan kemtian karena stroke secara perlahan menurun dinegara-
negara maju dalam beberapa tahun terakhir ini, sebagai akiba dari adanya peningkatan
dalam hal mengenali dan mengobati faktor-faktor risiko. Faktor-faktor risiko yang bisa
dimodifikasi dapat diturunkan atau dihilangkan melalui perubahan gaya hidup,
pengontrolan tekanan darah, hiperlipidemia, merokok, konsumsi alkohol berlebih,
penggunaan kokain, dan kegemukan. Kejadian stroke jarang terjadi pada wanita usia
produktif atau usia mengandung. Adapun faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi
adalah jenis kelamin, usia, dan riwayat keluarga.

C. Patofisiologi
Menurut Sari dan Retno (2014), yaitu otak kita sangat sensitif terhadap kondisi
penurunan atau hilangnya suplai darah. Hipoksia dapat menyebabkan iskemik serebral
karena tidak seperti jaringan pada bagian tubuh lain, misalnya otot, otak tidak bisa
menggunakan metabolisme anaerobik jika terjadi kekurangan oksigen dan glukosa. Jika
aliran darah tidak diperbaiki, terjadi kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada jaringan
otak atau infark dalam hitungan menit. Luasnya infark bergantung pada lokasi dan ukuran
arteri yang tersumbat dan kekuatan sirkulasi kolateral ke area yang disuplai. Iskemik
dengan cepat bisa menganggu metabolisme. Kematian sel dan perubahan yang permanen
dapat terjadi dalam waktu 3-10 menit. Aliran draah dapat terganggu oleh masalah perfusi
lokal, seperti pada stroke atau gangguan perfusi secara umum, misalnya pada hipotensi
9
atau henti jantung. Dalam waktu yang singkat, klien yang sudah kehilangan kompensasi
autoregulasi akan mengalami manifestasi dari gangguan neurologis.

D. Klasifikasi Stroke
Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi dua jenis, yaitu stroke iskemik dan
stroke hemorragik. Berikut penjelasan kedua jenis stroke tersebut (Agromedia, 2009) :
1. Stroke Iskemik
Stroke iskemik terjadi pada sel – sel otak yang mengalami kekurangan oksigen
dan nutrisi yang disebabkan penyempitan atau penyumbatan pada pembuluh darah
(ateriosklerosis). Arteriosklerosis terjadi akibat timbunan lemak pada arteri yang
menyebabkan luka pada dinding arteri. Luka ini menimbulkan gumpalan darah
(thrombus) yang mempersempit arteri. Gumpalan ini dapat juga terbawa aliran darah
dan menyangkut di pembuluh darah yang lebih kecil dan menyebabkan penyumbatan.
Hampir sebagaian besar pasien atau sebesar 83% pasien stroke mengalami stroke
iskemik. Stroke iskemik menyebabkan aliran darah ke sebagaian atau keseluruhan otak
menjadi terhenti (Agromedia, 2009).
Berikut jenis – jenis stroke iskemik berdasarkan mekanisme penyebabnya.
a. Stroke trombotik merupakan jenis stroke yang disebabkan terbentuknya
thrombus yang membuat penggumpalan.
b. Stroke embolik merupakan jenis stroke yang disebabkan tertutupnya
pembuluh arteri oleh bekuan darah.
c. Hipoperfusion sistemik merupakan jenis stroke yang disebabkan
berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan
denyut jantung.
2. Stroke Hemorragik
Stroke hemorragik adalah stroke perdarahan yang terjadi akibat pecahnya
pembuluh darah di otak. Darah yang keluar dari pembuluh darah yang pecah mengenai
dan merusak sel – sel otak di sekitarnya. Selain itu, sel otak juga mengalami kematian
karena aliran darah yang membawa oksigen dan nutrisi terhenti. Stroke jenis ini terjadi
sekitar 20% dari seluruh pasien stroke. Namun, 80% dari orang yang terkena stroke
hemorragik mengalami kematian dan hampir 70% kasus stroke hemorragik terjadi pada
penderita hipertensi (Agromedia, 2009).
10
Menurut letaknya, stroke hemorragik dibagi menjadi dua jenis, sebagai berikut :
a. Hemorragik intraserebral, yakni perdarahan terjadi di dalam jaringan otak.
b. Hemorragik subaraknoid, yakni perdarahan terjadi di ruang subaraknoid
(ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi
otak).

E. Tanda dan Gejala


Gejala awal stroke sering tidak diketahui oleh penderitanya. Stroke sering muncul
secara tiba – tiba, serta berlangsung cepat dan langsung menyebabkan penderita tidak sadar
diri (coma). Karena itu, sangat penting untuk mengenali gejala awal terjadinya stroke.
Berikut beberapa gejala awal terjadinya stroke :
1. Nyeri kepala disertai penurunan kesadaran, bahkan bisa mengalami koma (perdarahan
otak).
2. Kelemahan atau kelumpuhan pada lengan, tungkai, atau salah satu sisi tubuh.
3. Mendadak seluruh badan lemas dan terkulai tanpa hilang kesadaran (drop attack) atau
disertai hilang kesadaran sejenak (sinkop).
4. Gangguan penglihatan (mata kabur) pada satu atau dua mata.
5. Gangguan keseimbangan berupa vertigo dan sempoyongan (ataksia).
6. Rasa baaal pada wajah atau anggota badan satu sisi atau dua sisi.
7. Kelemahan atau kelumpuhan wajah atau anggota badan satu sisi atau dua sisi.
8. Kehilangan sebagaian atau seluruh kemampuan bicara (afasia).
9. Gangguan daya ingat atau memori baru (amnesia).
10. Gangguan menelan cairan atau makanan padat (disfagia).
Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala stroke terbagi menjadi tiga, sebagai berikut :
1. Bagian system saraf pusat, yaitu kelemahan otot (hemiplegia), kaku, dan menurunnya
fungsi sensorik.
2. Batang otak, yang terdapat 12 saraf kranial. Gejalanya yaitu lidah melemah;
kemampuan membau, mengecap, mendengar, melihat secara parsial atau keseluruhan
menjadi menurun; serta kemampuan reflex, ekspresi wajah, pernafasan, dan detak
jantung menjadi terganggu.
3. Cerebral cortex Cerebral cortex merupakan permukaan luar cerebrum, apabila Cerebral
cortex ini mengalami gangguan akan menyebabkan tidak bisa berbicara (afasia),
11
kehilangan kemampuan untuk melakukan gerakan – gerakan yang bertujuan (apraksia),
daya ingat menurun, kegagalan melaksanakan sebuah fungsi sebagaian badan
(hemiparese), dan kebingungan.
Jika tanda – tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan
sebagai Tensient Ischemic Attack (TIA), yang merupakan serangan kecil atau serangan
awal stroke. Keadaan ini sangat menguntungkan karena penderita bisa sembuh 100%.
Namun, penderita harus tetap waspada terhadap gejala – gejala stroke yang mungkin
timbul (Agromedia, 2009). Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia gejala
dan tanda – tanda stroke adalah dengan slogan “SeGeRa Ke RS” yang terdiri dari :
1. Se, Senyum tidak simetris (mencong ke satu sisi), tersedak, sulit menelan air minum
secara tiba – tiba
2. Ge, Gerak separuh anggota tubuh melemah secara tiba – tiba
3. Ra, Bicara pelo / tiba – tiba tidak dapat bicara / tidak mengerti kata – kata / bicara tidak
nyambung
4. Ke, Kebas atau baal, atau kesemutan separuh tubuh
5. R, Rabun, pandangan satu mata kabur terjadi secara tiba – tiba
6. S, Sakit kepala hebat yang muncul tiba – tiba dan tidak pernah dirasakan sebelumnya,
gangguan fungsi keseimbangan, seperti terasa berputar, gerakan sulit dikoordinasi.

F. Pencegahan Stroke
Pencegahan stroke bertujuan untuk mengendalikan angka kematian akibat stroke
dan kejadian stroke, memperkecil kemungkinan disabilitas akibat stroke serta mencegah
terjadinya stroke berulang. Bentuk – bentuk upaya pencegahan stroke yang dapat
dilakukan:
1. Pencegahan Primer
Pencegahan Primer adalah pencegahan yang dilakukan pada orang sehat atau
kelompok berisiko yang belum terkena stroke untuk mencegah kemungkinan terjadinya
serangan stroke yang pertama, dengan mengendalikan faktor risiko dan mendeteksi diri
serangan stroke (P2PTM Kemenkes RI, 2018). Hal ini dapat dilakukan dengan :
a. Peningkatan aktivitas fisik
b. Penyediaan pangan sehat & percepatan perbaikan gizi
c. Peningkatan pencegahan dan deteksi dini penyakit
12
d. Peningkatan kualitas lingkungan
e. Peningkatan edukasi hidup sehat
f. Peningkatan perilaku hidup sehat, yang diimplementasikan dalam perilaku
“CERDIK” yaitu :
C ; Cek kesehatan secara berkala,
E ; Enyahkan asap rokok,
R ; Rajin aktivitas fisik,
D ; Diet sehat dengan gizi seimbang,
I ; Istirahat yang cukup,
K ; Kelola stress
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan Sekunder adalah pencegahan yang dilakukan pada orang yang
sudah mengalami serangan stroke, agar tidak terjadi serangan stroke berulang yaitu
dengan penambahan obat pengencer darah seperti aspirin. Disamping pengendalian
faktor risiko lainnya, individu pasca stroke tetap secara rutin dan teratur mengontrol
faktor risiko (P2PTM Kemenkes RI, 2018).

G. Definisi DM
Diabetes melitus atau penyakit kencing manis merupakan penyakit menahun yang
dapat diderita seumur hidup (Sihotang, 2017). Diabetes melitus (DM) disebabkan oleh
gangguan metabolisme yang terjadi pada organ pankreas yang ditandai dengan
peningkatan gula darah atau sering disebut dengan kondisi hiperglikemia yang
disebabkan karena menurunnya jumlah insulin dari pankreas. Penyakit DM dapat
menimbulkan berbagai komplikasi baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler. Penyakit
DM dapat mengakibatkan gangguan kardiovaskular yang dimana merupakan penyakit
yang terbilang cukup serius jika tidak secepatnya diberikan penanganan sehingga mampu
meningkatkan penyakit hipertensi dan infark jantung (Saputri, 2016).
Muliani (2015) menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang menduduki
rangking keempat dari jumlah penyandang diabetes terbanyak setelah Amerika Serikat,
China dan India. Selain itu, penderita DM di Indonesia diperkirakan akan meningkat pesat
hingga 2-3 kali lipat pada tahun 2030 dibandingkan tahun 2000. Ditambah penjelasan data

13
WHO (World Health Organization) bahwa, dunia kini didiami oleh 171 juta penderita DM
(2000) dan akan meningkat 2 kali lipat, 366 juta pada tahun 2030. Pusat Data dan
Informasi Kementrian Kesehatan RI juga menyebutkan bahwa estimasi terakhir IDF
(International Diabetes Federation) pada tahun 2035 terdapat 592 juta orang yang hidup
dengan diabetes di dunia.
Diabetes memiliki 2 tipe yakni diabetes melitus tipe 1 yang merupakan hasil dari reaksi
autoimun terhadap protein sel pulau pankreas, kemudian diabetes tipe 2 yangmana
disebabkan oleh kombinasi faktor genetik yang berhubungan dengan gangguan sekresi
insulin, resistensi insulin dan faktor lingkungan seperti obesitas, makan berlebihan, kurang
makan, olahraga dan stres, serta penuaan (Ozougwu et al., 2013). Olahraga atau aktivitas
fisik berguna sebagai pengendali kadar gula darah dan penurunan berat badan pada
penderita diabetes melitus. Manfaat besar dari berolahraga pada diabetes melitus antara
lain menurunkan kadar glukosa darah, mencegah kegemukan, ikut berperan dalam
mengatasi terjadinya komplikasi, gangguan lipid darah dan peningkatan tekanan darah
(Bataha, 2016).

H. Etiologi DM
Etilogi atau penyebab Diabetes Melitus (DM) adalah yaitu genetik atau faktor
keturunan, yang mana penderita Diabetes Melitus yang sudah dewasa lebih dari 50%
berasal dari keluarga yang menderita Diabetes Melitus dengan begitu dapat dikatakan
bahwa Diabetes Melitus cenderung diturunkan, bukan ditularkan. Faktor lainnya yaitu
nutrisi, nutrisi yang berlebihan (overnutrition) merupakan faktor risiko pertama yang
diketahui menyebabkan Diabetes Melitus, semakin lama dan berat obesitas akibat nutrisi
berlebihan, semakin besar kemungkinan terjangkitnya Diabetes Melitus (dr Prapti dan
Tim Lentera, 2003). Sering mengalami stress dan kecanduan merokok juga merupakan
faktor penyebab Diabetes Melitus.

14
I. Tanda dan Gejala
Gejala diabetes mellitus seperti rasa haus yang berlebihan, sering kencing terutama
pada malam hari, banyak makan atau mudah lapar, dan berat badan turun dengan cepat.
Kadang terjadi keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal,
penglihatan kabur, gairah seks menurun, luka sukar sembuh, dan pada ibu-ibu sering
melahirkan bayi di atas 4kg (Suyono, 2004). Karakteristik diabetes melitus atau kencing
manis menurut Mirza, 2012, yaitu buang air kecil yang berlebihan, rasa haus yang
berlebihan, selalu merasa lelah, infeksi di kulit, penglihatan menjadi kabur, turunnya berat
badan.
Diabetes Mellitus sering muncul dan berlangsung tanpa timbulnya tanda dangejala
klinis yang mencurigakan, bahkan kebanyakan orang tidak merasakan adanya gejala.
Akibatnya, penderita baru mengetahui menderita Diabetes Mellitus setelah timbulnya
komplikasi. Diabetes Mellitus tipe 1 yang dimulai pada usia muda memberikan tanda-tanda
yang mencolok seperti tubuh yang kurus, hambatan pertumbuhan, retardasi mental, dan
sebagainya (Agoes dkk, 2013). Berbeda dengan Diabetes Mellitus tipe 1 yang kebanyakan
mengalami penurunan berat badan, penderita Diabetes Mellitus tipe 2 seringkali mengalami
peningkatan berat badan. Hal ini disebabkan terganggunya metabolism karbohidrat karena
hormon lainnya juga terganggu (Mahendra dkk, 2008). Selain itu, penderita mengalami
penurunan berat badan karena sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih.Untuk
mengompensasikan hal tersebut, penderita sering kali merasakan lapar yang luar biasa
sehingga banyak makan atau polifagia (Krisnatuti dkk, 2014).

J. Patofisiologi
Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapa gejala yang
harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes. Gejala tipikal yang sering dirasakan
penderita diabetes antara lain poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (sering haus), dan
polifagia (banyak makan/mudah lapar). Selain itu sering pula muncul keluhan penglihatan
kabur, koordinasi gerak anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul
gatal-gatal yang seringkali sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa
sebab yang jelas. Tanda atau gejala penyakit Diabetes Melitus (DM) sebagai berikut
(Perkeni,2015):
15
1. Pada Diabetes Melitus Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah
poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue),
iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada kulit).
2. Pada Diabetes Melitus Tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak
ada.
Diabetes Melitus Tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru
dimulai beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan
komplikasi sudah terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah terkena
infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya
menderita hipertensi, hyperlipidemia obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh
darah dan syaraf.

K. Penanggulangan dan Pencegahan DM


Macam pemeriksaan diabetes melitus yang dapat dilakukan yaitu: pemeriksaan
gula darah sewaktu (GDS), pemeriksaan gula darah puasa (GDP), pemeriksaan gula
darah 2 jam prandial (GD2PP), pemeriksaan hBa1c, pemeriksaan toleransi glukosa oral
(TTGO) berupa tes ksaan penyaring. Menurut Widodo (2014), bahwa dari anamnesis
sering didapatkan keluhan khas diabetes berupa poliuria, polidipsi, polifagia dan
penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya. Keluhan lain yang sering
disampaikan adalah lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi dan
pruritus vulvae.
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kadar gula darah sebagai berikut:
1. Gula darah puasa > 126
mg/dl
2. Gula darah 2 jam > 200
mg/dl
3. Gula darah acak > 200
mg/dl.
Acuan ini berlaku di seluruh dunia, dan di Indonesia, Departemen Kesehatan RI
juga menyarankan untuk mengacu pada ketentuan tersebut. Kemudian cara
diagnosis yang lain adalah dengan mengukur HbA1c > 6,5% 6. Pra-diabetes
adalah penderita dengan kadar glukosa darah puasa antara 100 mg/dl sampai
dengan 125 mg/dl (IFG); atau 2 jam puasa antara 140 mg/dl sampai dengan 199
mg/dl (IGT), atau kadar A1C antara 5,7– 6,4% 6,7”. Pengobatan yang dapat

16
dilakukan untuk penderita diabetes melitus yaitu dengan terapi insulin,
mengonsumsi obat diabetes, mencoba pengobatan alternatif, menjalani operasi dan
memperbaiki life style (pola hidup sehat) dengan memakan makanan yang bergizi
atau sehat, olahraga.

L. ASKAN STROKE DENGAN DM

A. Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Usia :
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Swasta
Suku Bangsa : Indonesia
Status Perkawinan : Kawin
Golongan Darah :-
Alamat : Giwangan, Yogyakarta
No.CM : 703334
Diagnosa medis : Stroke Hiperglikemi dengan DM tipe II
Tanggal Masuk : 29 Juni 2018
2) Identitas Penanggung jawab
Nama : Nn. K
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaaan : Karyawan Swasta
Suku Bangsa : Indonesia
Hubungan dg klien : Anak
Alamat : Giwangan, Yogyakarta

b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Saat Masuk :
Pasian datang ke IGD pada tanggal 29 juni 2018 malah pukul 23.15 WIB,
dengan keluahn kaki kanan tiba-tiba terasa lemas dan kebas, pasien
mengatakan kaki kanan sulit di untuk digerakkan.
Saat Pengkajian :
Pasien mengatakan kaki sebelah kanan sulit digerakkan, terasa kebas dan
juga terasa panas.

2) Riwayat Penyakit Sekarang

17
Pasien datang ke IGD dengan diagnose stroke hiperglikemi dengan DM
tipe II, dengan keadaan kaki kanan lemah dan kebas.
TD : 180/90 mmHg
N : 84x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36 ℃
Kesadaran : Composmentis
Terpasang infus NaCl 20 tt/menit di tangan kiri

3) Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengatkan sekitar 3 tahun lalu, pasien baru mengetahui bahwa gula
darahnya tinggi saat diperiksa di RS Hidayatullah. Setelah itu pasien tidak
pernah mengontrol gula darahnya lagi. Pasien hanya periksa ke psukesmas
saat merasa tidak enak badan.

4) Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada

5) Riwayat Kesehatan
Apakah Pernah Masuk Rumah Sakit? Ya
Riwayat Operasi Sebelumnya? Tidak
Riwayat Anestesi Sebelumnya? Tidak
Apakah pasien pernah menerima tranfusi darah? Tidak
Apakah pasien didiagnosis penyakit menular? Tidak
6) Riwayat Alergi : Tidak

c. Pola Kebutuhan Dasar


1) Udara atau oksigenasi
a) Sebelum Sakit
Gangguan pernafasan : Tidak Ada
Alat bantu nafas : Tidak Ada
Sirkulasi udara : Baik
b) Saat ini
Gangguan pernafasan : Tidak Ada
Alat bantu nafas : Tidak Ada
Sirkulasi udara : Baik

2) Air/minum
a) Sebelum Sakit
Frekuensi : 3-4 gelas
Jenis : Air putih
Minuman terakhir : Air putih
b) Saat ini
Frekuensi : 3-4 gelas
Jenis : Air putih
Minuman terakhir : Air Putih

18
3) Nutrisi/makanan
a) Sebelum Sakit
Frekuensi : 2-3 kali sehari
Jenis : nasi beserta lauk pauk
Porsi : secukupnya
Nafsu Makan : baik
Puasa Terakhir :-
b) Saat ini
Frekuensi : 1-2 kali sehari
Jenis : Bubur
Porsi : Sedikit
Nafsu Makan : Kurang
Puasa Terakhir :-

4) Eliminasi
a) BAB
Sebelum Sakit
Frekuensi : 1-2 kali sehari
Konsistensi : padat
Warna : coklat
Bau : khas
Cara : mandiri
Saat ini
Sebelum Sakit
Frekuensi : 1-2 kali sehari
Konsistensi : keras
Warna : coklat
Bau : khas
Cara : dibantu

b) BAK
Sebelum Sakit
Sebelum Sakit
Frekuensi : 4-5 kali sehari
Konsistensi : cair
Warna : bening
Bau : khas
Cara : mandiri
Saat ini
Frekuensi : 2-3 kali sehari
Konsistensi : cair
Warna : kunig kecoklatan
Bau : khas
Cara : dibantu

5) Pola aktivitas dan istirahat


a) Aktivtas

19
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4
Makan dan Minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
0 : Mandiri,
1 : Alat Bantu,
2 :`Dibantu orang lain
3 : Dibantu orang lain dan alat
4 : Tergantung Total

b) Istirahat dan Tidur


Sebelum Sakit
Apakah pasien pernah mengalami insomnia? Tidak
Berapa jam pasien tidur? 8 jam
Saat Ini
Apakah pasien pernah mengalami insomnia? Ya
Berapa jam pasien tidur? 4 jam

6) Interaksi social
Hubungan dengan lingkungan masyarakat, keluarga dan teman? baik

2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran : Composmetis
GCS : Verbal 5, Psikomotor : 6, Mata : 4
Tanda Vital : Nadi :84x/menit, Suhu :36,2 ℃, TD :130/80 mmHg, RR : 22
x/menit

b. Pemeriksaan 6B
1) B1 (Breath)
a) Wajah : Simetris
b) Kemampuan membuka mulut < 3 cm : Tidak
c) Jarak Thyro – Mental < 6 cm : Tidak
d) Cuping Hidung : Ya
e) Mallampati Skor :I
f) Tonsil : T1
g) Obstruksi Jalan nafas : Tidak Ada
h) Bentuk Leher : Simetris

2) B2 (BOOD)
a) Konjungtiva : Anemis
b) Pembesaran Vena Jugularis :-
c) BJ I :-
d) BJ II :-

20
3) B3 (BRAIN)
a) Kesadaran : Compos Mentis
b) GCS :
Verbal 5, Psikomotor : 6, Mata : 4
c) Reflek Fisiologi
Reflek Bisep : Tidak terkaji
Reflek trisep : Tidak terkaji
Reflek Brachiradialis : Tidak terkaji
Reflek Patella : Tidak terkaji
Reflek Achiles : Tidak terkaji

4) B4 (BOWEL)
a) Frekuensi peristaltic usus : 20x/menit
b) Titik Mc.Burney : Tidak terkaji
c) Borboygmi : Tidak terkaji
d) Pembesaran Hepar : Tidak terkaji
e) Distensi : Tidak terkaji
f) Asites : Tidak terkaji

5) B5 (BLADER)
a) Buang air kecil : Spontan
b) Terpasang Kateter : Tidak
c) Gagal Ginjal : Tidak
d) Infeksi saluran kemih : Tidak
e) Produksi Urine : 200 cc
f) Retensi Urine : Tidak

6) B6 (BONE)
a) Pemeriksaan Tulang belakang
Kyposis : Negatif
Scoliosis : Negatif
Lordosis : Negatif
Perlukaan : Negatif
Infeksi : Negatif
Mobilitas : Terbatas
Fibrosis : Negatif
HNP : Negatif
Lainnya :…

b) Pemeriksaan ekstremitas
Ekstremitas Atas
Inspeksi
Otot antara kanan dan kiri : Simetris
Deformitas : Negatif
Fraktur : Negatif
ROM : baik

21
Palpasi
Perfusi :
CRT :
Edema : (1-1)
Kekuatan Otot : (5-5)

Ekstremitas Bawah
Inspeksi
Otot antara kanan dan kiri : Simetris
Deformitas : Negatif
Fraktur : Negatif
ROM : sebelah kanan lemah dan kebas

Palpasi
Perfusi :
CRT :
Edema : (1-1)
Kekuatan Otot : (3-5)

Kesimpulan palpasi ekstremitas :


Edema : 1-1-1-1
Uji Kekuatan Otot : 5-5-3-5

3. Data Penunjang Diagnostik


a. Pemeriksaan Laboratorium

Nama Test Flag Hasil Satuan Nilai Rujukan


Hemoglobin 14,8 g/dL 12 – 17
Lekosit 9,3 10^3/uL 4 – 10
Hematokrit 42,8 % 34-52
RDW 15,8 % 11,6 – 14,8
PPT 16,4 12 – 18
APTT 35,1 20-40
GDS 236 Mg/dl 70-140
Ureum 29 % 15-40

22
4. Analisa Data

No.D Symptom Etiologi Problem


x
PRE
1 DS: Gangguan Resiko
aliran darah perfusi
Pasien mengatakan kelemahan pada kaki
serebral jaringan
kanan, terasa kebas (infark serebral tidak
serebri) efektif
DO :
Kekuatan otot
5 5
3 5
TD : 130/80 mm/Hg
N : 84 x/menit
RR : 22 x/menit
S : 360 C
INTRA
1 DS : - Konflik Manajeman
DO : dalam regimen
GD puasa : 224 memutuskan teraputik
GD 2 PP : 228 terapi dan tidak efektif
defisit
support
keluarga
PASCA
1 DS : Peningkatan Intoleransi
Pasien mengatakan kelemahan pada kaki kebutuhan aktivitas
kanan, serta terasa kebas. metabolik,
sekunder
DO : akibat
N : 84 x/menit diabetes

B. Problem
1. Pre Anestesi
Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif b/d Gangguan aliran darah serebral
(infark serebri)
2. Intra Anestesi
Manajeman regimen teraputik tidak efektif b/d Konflik dalam memutuskan terapi
dan defisit support keluarga
3. Pasca Anestesi
Intoleransi aktivitas b/d Peningkatan kebutuhan metabolik, sekunder akibat
diabetes

23
24
C. Rencana Intervensi
1. Pre Anestesi
Nama : Tn. S No.CM :
Umur : Dx :
Jenis Kelamin : Ruang :
No.Dx Problem Rencana Intervensi
Tujuan Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda – tanda vital 1. Mengetahui keadaan umum
Resiko perfusi
keperawatan selama 1 x 24 2. Berikan O2 sesuai terapi pasien sebagai standar dalam
jaringan
3. Monitor kekuatan otot menuntukan inetrvensi yang
serebral tidak jam di harapkan perfusi tepat.
efektif b/d 4. Ajarkan pasien untuk
jaringan serebral efektif menggerakan anggota 2. Pemberian oksigen yang tepat
Gangguan
badan yg kebas (jari – jari) sehingga suplai oksigen ke otak
aliran darah dengan kriteria hasil
lancar.
serebral 5. Berikan posisi semi fowler
1. Tanda tanda vital 3. Meningkat atau berkurangnya
(infark 6. Kelola pemberian terapi
normal (TD : 100- kekuatan otot merupakan
serebri) a. Injeksi Citicolin 500
penentu adanya gangguan
130/70-90mmHg, mg /12 jam intravena neurologis pada pasien.
RR:12-20x/mnt, b. Injeksi Mecobalamin 4. Latihan gerak pada anggota
500 mg /12 jam tubuh yang lemas dan kebas
N:60/100x/mnt, S:
intravena bisa sebagai fisioterapi yang
36ºC-37ºC). c. CPG 75 mg Per Oral mudah agar aliaran darah
2. Fungsi motorik dan d. Miniaspi 80 mg Per Oral lancar.
5. Pasien akan merasa lebih
kekuatan otot
nyaman
3. Pasien tampak 6. Sebagai terapi terhadap
rileks. gangguan neurologis dan
gangguan aliran darah.

25
2. Intra Anestesi
Nama : Tn. S No.CM :
Umur : Dx :
Jenis Kelamin : Ruang :
No.D Problem Rencana Intervensi
x Tujuan Intervensi Rasional
1 Manajeman 1. Cek gula darah secara rutin 1. Mengecek gula darah
Setelah dilakukan tindakan
regimen keperawatan selama 3 x 24 2. Ajarkan pasien cara pasien
teraputik tidak jam di harapkan manajeman menyuntik insulin 2. Mengajarkan pasien cara
efektif b/d teraputik pasien menjadi 3. Diskusiakan dengan pasien menyuntikkan insulin
Konflik dalam efektif dengan kriteria hasil : dan keluarga mengenai secara mandiri
1. Gula darah dalam batas perilaku yang beresiko 3. Mendiskusikan terkait pola
memutuskan
normal (GDS 70 – 140 (menjaga pola makan dan makan yang sehat pada
terapi dan mg/dl) menghindari luka akibat pasien
defisit support 2. Pasien dan keluarga benda tajam) terhadap 4. Mendiskusikan penangan
keluarga mampu mencegah kesehatan pasien tepat yang dapat di lakukan
perilaku yang beresiko 4. Diskusikan dengan pasien pasien atau keluarga apabila
berupa menjaga pola dan keluarga mengenai terjadi komplikasi pada
makan dan menghindari
penanganan yang tepat pasien
luka akibat benda tajam.
apabila terjadi komplikasi 5. Mengkonsultasikan ahli gizi
3. Pasien dan keluarga
pada pasien. terkait diet sehat untuk
mengetahui tentang 5. Kolaborasi dengan ahli gizi pasien
komplikasi yang mengenai diet yang tepat
mungkin terjadi dan cara untuk pasien
penanganan apabila
terjadi komplikasi
terhadap pasien.

26
3. Pasca Anestesi
Nama : Tn. S No.CM :
Umur : Dx :
Jenis Kelamin : Ruang :
No.D Problem Rencana Intervensi
x Tujuan Intervensi Rasional
1 Intoleransi Setelah dilakukan 1. Pantau respon klien 1. Mempertimbangkan
aktivitas b/d tindakan askan selama terhadap aktivitas frekuensi, irama dan
Peningkatan 2. Ukur tanda-tanda vital kualitas selama aktivitas
1x30 menit diharapkan segera setelah aktivitas 2. Mengukur nadi, tekanan
kebutuhan
metabolik, klien mampu 3. Tingkatkan toleransi darah, dan pernafasan saat
terhadap aktivitas istirahat
sekunder meningkatkan ambulan 3. Secara bertahap
akibat diabetes
atau aktivitas dengan KH meningkatkan toleransi
latihan dengan
1. KU baik
meningkatkan waktu diluar
2. akral hangat tempat tidur sampai 15
3. sclera normal menit.

4. conjungtiva
normal

27
D. Rencana Implementasi dan Evaluasi
1. Pre Anestesi
Nama : Tn. S No.CM :
Umur : Dx :
Jenis Kelamin : Ruang :
No.D Problem Implementasi Evaluasi
x
1 S : Pasien mengatakan kelemahan pada kaki kanan
Resiko perfusi 1. Mengkaji keadaan umum dan tanda
dan kiri, terasa kebas, pasien mengatakan lebih
jaringan serebral tidak vital pasien
nyaman saat posisi tempat tidur agak di tinggikan.
efektif b/d Gangguan 2. Memberikan posisi semi fowler
O:
aliran darah serebral 3. Memberikan oksigen (O2) sesuai
Kekuatan otot 5 5 3 5
(infark serebri) terapi yaitu
TD : 130/80 mm/Hg
2 lt/menit
N : 84 x/menit
4. Mengkaji kekuatan otot pasien
RR : 20 x/menit
5. Mengajarkan pasien menggerkan
bagian kaki kanan yang kebas (naik S : 360 C
turun, menekuk, dan menggerakan Pasien masih tampak kesulitan dalam
jari jari kaki) menggerakan kaki dan jari jari kaki.
6. Mengelola terapi pasien Injeksi
a. Citicolin 500 mg /12 jam intra A : Masalah belum teratasi
vena Injeksi P : Lanjutkan intervensi
b. Mecobalamin 500 mg /12 jam
intra vena CPG 75 mg Per Oral
Miniaspi 80 mg Per Oral

2. Intra Anestesi
Nama : Tn. S No.CM :
28
Umur : Dx :
Jenis Kelamin : Ruang :
No.D Problem Implementasi Evaluasi
x
1 Manajeman regimen 1. Mengkaji keadaan umum pasien S:-
teraputik tidak efektif 2. Mengecek gula darah puasa O:
b/d Konflik dalam GD puasa : 224
3. Mengkaji pengetahuan pasien GD 2 PP : 228
memutuskan terapi
tentang penyakit diabetes A : Masalah belum teratasi
dan defisit support P : lanjutkan intervensi
keluarga 4. Mengkaji penegtahuan pasien
mengenai perilaku yang beresiko
terhadap kesehatan pasien.

3. Post Anestesi
Nama :Tn. S No.CM :
29
Umur : Dx :
Jenis Kelamin : Ruang :
No.D Problem Implementasi Evaluasi
x
1 Intoleransi aktivitas S : Pasien mengatakan sudah mulai
1. Mengidentifikasi faktor yang
b/d Peningkatan memperburuk intoleran beraktivitas secara perlahan
kebutuhan metabolik, aktivitas.
2. Mengidentifikasi metode untuk O : Pasien terlihat beraktivitas masih
sekunder akibat
diabetes mengurangi intoleran aktivitas. dengan bantuan
3. Mempertahankan tekanan
darah dalam batas normal 3 A : Masalah teratasi sebagian
menit setelah aktivitas. P : Pertahankan intervensi

30
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan neurologis
yang disebabkan oleh adanya gangguan suplai darah ke bagian otak. Stroke adalah kumpulan
gejala klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi serebral lokal atau global yang
berlangsung lebih dari 24 jam atau mengarah ke kematian. menurunnya jumlah insulin dari
pankreas. Penyakit DM dapat menimbulkan berbagai komplikasi baik makrovaskuler
maupun mikrovaskuler. Penyakit DM dapat mengakibatkan gangguan kardiovaskular yang
dimana merupakan penyakit yang terbilang cukup serius jika tidak secepatnya diberikan
penanganan sehingga mampu meningkatkan penyakit hipertensi dan berpengaruh terhadap
penderita stroke.
B. Saran
Setelah melihat dari permasalahan tersebut, maka kami sebagai penyusun makalah
menyarankan yaitu pengobatan yang dapat dilakukan untuk penderita diabetes melitus yaitu
dengan terapi insulin, mengonsumsi obat diabetes, mencoba pengobatan alternatif, menjalani
operasi dan memperbaiki life style (pola hidup sehat) dengan memakan makanan yang
bergizi atau sehat, olahraga.

31
DAFTAR PUSTAKA

Rahmadiliyani, A., & Muhlisin, A. (2008). Hubungan antara pengetahuan tentang penyakit
dan komplikasi penderita diabetes melitus dengan tindakan mengontrol kadar gula
darah di wilayah kerja puskesmas 1 Gatak Sukoharjo, Vol.1, No.2. diakses pada 30
Maret 2018 dari
http://journals.ums.ac.id/index.php/BIK/article/download/3738/2407
YASTROKI (2012). Jumlah Penderita Stroke Semakin Meningkat
Siswanto, Y. (2005). Beberapa faktor risiko yang mempengaruhi kejadian stroke berulang
(studi kasus di RS DR. Kariadi Semarang. dinduh dari esprints.undip. ac.id tanggal
28 November 2016.
Sitorus, R.J., Hadisaputro, S., dan Kustiowati, E. (2010). Faktor-faktor Risiko yang
Mempengaruhi Kejadian Stroke pada Usia Muda Kurang dari 40 Tahun di Rumah
Sakit di Kota Semarang. (http://esprint.undip.ac.id/6482/1/
Rico_Januar_Sitorus.pdf) diakses pada 27 April 2015.
Kristiawati, S. R. (2008). Analisis faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian stroke
di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang. Tesis
Nurfaida, Munawir dan Suarnianti (2013). Faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian non haemoragic stroke (NHS) pada rumah sakit TK II Pelamonia Makasar.
Library.stikesnh.ac.id. Volume 2 No 5 tahun 2013.
Ghani, L., Mihardja, L. K., dan Delima (2016). Faktor Risiko Dominan Stroke di Indonesia.
Buletin Penelitian Kesehatan. Vol 44 No. 1, Maret 2016: 49-58.

32

Anda mungkin juga menyukai