Anda di halaman 1dari 5

Nama : Alfiana Fauziyah

NIM :1904010

Prodi : D3 Budidaya Tanaman Perkebunan

Resume Proses Pengolahan Kelapa Sawit

1. Morfologi Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guineensis) telah menjadi spesies tanaman


dan komoditas penting di dunia. Sebagai salah satu sumber bahan baku
minyak nabati, kelapa sawit adalah jenis tanaman yang paling produktif
dalam menghasilkan minyak nabati. Satu individu tanaman kelapa sawit
pada usia produktif (di atas 6 tahun) dapat menghasilkan sekitar 200 kg
tandan buah segar per tahunnya atau setara dengan 40 kg minyak
sawit kasar (CPO).

Kelapa sawit mulai berbunga pada umur 3–4 tahun. Bunga betina
akan menjadi buah dalam waktu 6 bulan. Proses pematangan buah sawit
dapat diamati dari perubahan warna dari kulit buahnya, berawal dari warna
hijau menjadi merah jingga pada saat telah matang. Kandungan
minyak pada buah akan bertambah seiring dengan perkembangan
kematangan buah. Setelah fase matang mencapai puncaknya, kandungan
asam lemak bebas cenderung akan meningkat dan diikuti merontoknya
buah (memberondol). Klasifikasi ilmiah kelapa sawit:

Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guineensis Jacq.
1. Varietas Kelapa Sawit
Secara umum, dilihat dari ketebalan daging buah dan ukuran kernel
ataupun ketebalan cangkangnya, dikenal tiga jenis kelapa sawit, yaitu
Dura, Psifera, dan Tenera. Jenis Dura merupakan kelapa sawit dengan
ukuran kernel yang besar serta tempurung yang tebal (4–8 mm).
Dengan demikian bagian daging buahnya sangatlah tipis (35–65%)
sehingga kandungan minyaknya sedikit. Walaupaun memiliki ukuran
kernel yang besar, namun kandungan minyak inti sawitnya relatif rendah.

Jenis yang kedua, yaitu Psifera, memiliki sifat berkebalikan dengan


Dura, yaitu memiliki ukuran kernel yang sangat kecil dengan cangkang
yang sangat tipis atau hampir tidak ada. Dengan demikian, maka ukuran
daging buahnya sangatlah tebal. Meskipun memiliki keunggulan daging
buah yang tebal, kelemahan jenis ini adalah tidak dapat berkembang biak
secara alami sehingga perkembangbiakannya harus dibantu dengan metode
perkawinan silang.

Jenis yang ke tiga yaitu Tenera, merupakan hasil perkawinan silang


antara Dura sebagai induk betina dengan Psifera sebagai induk jantan yang
menghasilkan keturunan yang memiliki sifat-sifat unggul perpaduan dari
kedua induknya, yaitu daging buah yang tebal dengan cangkang yang
lebih tipis (1-4 mm). Proporsi daging buah dari jenis ini mencapai antara
60-96% serta dengan jumlah tandan per pohon yang lebih banyak walupun
dengan ukuran tandan yang relatif lebih kecil. Jenis ini dijadikan sebagai
bibit unggul bersertifikat yang dibudidayakan oleh perusahaan kelapa
sawit karena memiliki produktivitas yang tinggi.

2. Panen dan Pengangkutan Tandan Buah Sawit


a. Kegiatan panen pertama dapat dilakukan apabila jumlah pokok yang
siap dipanen telah mencapai 60% dari total populasi yang ada.
b. Persiapan panen meliputi persiapan tenaga kerja dan persiapan sarana
dan prasarana panen termasuk jalan panen, titian panen TPH,
serta ancak panen.
c. Kriteria matang panen dapat dilihat dari jumlah brondolan yang jatuh
serta melalui perubahan warna kulit buah.
d. Rotasi panen tergantung pada kerapatan panen (produksi), kapasitas
panen, dan keadaan pabrik, namun pada umumnya adalah tujuh hari.
e. Kerapatan panen merupakan jumlah pohon yang dapat dipanen
(jumlah tandan matang panen) dari suatu luasan tertentu.
f. TBS yang sudah dipanen segera diangkut ke pabrik agar segera diolah
menjadi CPO guna mencegah meningkatnya kadar asam lemak bebas
3. Klarifikasi Minyak Sawit
a. Ekstraksi CPO yang dihasilkan dari mesin press masih mengandung
material-material pengotor minyak berupa non-oil solid atau padatan
selain minyak, seperti pasir, lumpur, serpihan cangkang dan serat
sehingga diperlukan proses klarifikasi untuk mendapatkan CPO
dengan mutu yang diinginkan.
b. Tujuan dari proses klarifikasi CPO adalah untuk memperoleh mutu
CPO yang sesuai dengan standar mutu baik mengacu pada SNI
ataupun standar yang ditetapkan oleh perusahaan (nilai ALB, kadar air,
dan kadar kotoran).
c. Proses klarifikasi melibatkan mekanisme secara fisik/mekanik dan
kimia, seperti filtrasi, sedimentasi, sentrifugasi, dan evaporasi
melalui perlakuan parameter suhu, tekanan, waktu, dan juga kecepatan.
d. Proses klarifikasi menggunakan beberapa peralatan utama
seperti vibrating screen, crude oil tank (COT), continuous settling tank
(CST), oil purifier, vacuum dryer, sand cyclone, sludge centrifuge, dan
oil recovery tank.
e. Dalam proses klarifikasi akan dihasilkan limbah berupa
sludge (campuran air dan lumpur) yang masih mengandung minyak
yang perlu dipisahkan guna meningkatkan produktivitas dengan
menggunakan beberapa peralatan seperti sludge tank, sand cyclone,
buffer tank, dan sudge separator atau sludge centrifuge.
f. Neraca massa produksi CPO merupakan sebuah kesetimbangan
dari suatu sistem produksi CPO dari tandan buah sawit di mana
jumlah masukan (input) setimbang dengan jumlah luaran (output)
4. Pemrosesan Biji Kelapa Sawit
a. Inti sawit diperoleh melalui pemrosesan biji buah kelapa sawit yang
dihasilkan dari proses pengolahan CPO dengan cara memecah dan
memisahkan bagian cangkangnya.
b. Pada dasarnya ada lima tahapan utama pemrosesan biji sawit menjadi
inti sawit yaitu tahap pemisahan/pembersihan serat, tahap pemecahan
cangkang, tahap pemisahan cangkang, tahap pengeringan inti sawit,
dan tahap penyimpanan dan pengiriman.
c. Beberapa alat yang digunakan dalam pemrosesan biji sawit menjadi
inti sawit antara lain cake breaker conveyor dan nut polishing drum
pada tahap pemisahan serat, ripple mill atau nut cracker untuk
pemecahan cangkang, LTDS (light tennera dry separation) dan
claybath untuk pemisahan cangkang, serta kernel silo dryer untuk
pengeringan inti.
d. Beberapa titik kritis pada pemrosesan biji sawit menjadi inti sawit
adalah kadar air produk akhir dan tingkat kelembaban selama
penyimpanan serta tingkat keutuhan dari inti sawit. Kadar air yang
melebihi standar (7%) memicu berkembangnya mikroorganisme
yang dapat merusak mutu produk. Inti sawit yang pecah cenderung
menunjukkan kecepatan reaksi pembentukan asam lemak bebas yang
lebih cepat dibandingkan inti sawit yang utuh.
e. Pengiriman inti sawit dilakukan dengan sistem FIFO (first in first out)
di mana batch yang pertama diproduksi akan dikirim atau dikeluarkan
terlebih dahulu sehingga meminimalkan risiko kerusakan akibat
penyimpanan yang terlalu lama.
5. Pengendalian Mutu Minyak Sawit
a. Pengendalian mutu adalah kegiatan pengendalian proses dan material
agar sesuai dengan kondisi yang ditetapkan pada saat
perencanaan, proses, dan produk akhir hingga produk siap dikirim dan
sampai pada tangan konsumen.
b. Tujuan pengendalian mutu pada proses produksi CPO adalah untuk
mengendalikan dan menjaga mutu CPO yang sesuai dengan
standar mutu yang ditetapkan.
c. Pengendalian dan pengawasan mutu proses ekstraksi CPO
dilakukan dengan pengujian sampel bahan dan produk untuk beberapa
parameter mutu yang diambil pada beberapa titik kritis yang
berpotensi mengurangi mutu produk dan mutu proses.
d. Parameter mutu dari CPO meliputi kadar asam lemak bebas (ALB)
atau free fatty acids (FFA), kadar air (moisture), tingkat kemudahan
dalam pemucatan atau deterioration of bleachability index (DOBI),
nilai karoten, kadar kotoran (dirt), dan nilai rendemen.
e. Pengambilan sampel pada produksi CPO dilakukan pada beberapa titik
pada proses perebusan (sterilization), pengepresan, klarifikasi, dan
penyimpanan.
6. Pemurnian Minyak Sawit
a. Proses pemurnian CPO adalah proses pemisahan komponen
perusak mutu seperti air, asam lemak bebas, gum, fosfatida, protein,
senyawa logam, resin, pigmen dan senyawa lainnya. Pemurnian CPO
dilakukan melalui dua tahap utama, yaitu refining dan fraksinasi.
b. Proses refining adalah proses pemurnian CPO melalui beberapa
tahapan antara lain degumming, bleaching, filtrasi dan deodorisasi
yang mana dalam proses refining akan menghasilkan produk
berupa refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) dan produk
samping berupa palm fatty acid distillatte (PFAD).
c. Degumming dan bleaching pada dasarnya adalah proses penghilangan
bahan sejenis gum atau getah dan komponen pengotor lain
seperti logam yang masih terkandung pada CPO melalui proses
pengikatan dan penyerapan.
d. Proses penghilangan bau atau deodorisasi (deodorizing) merupakan
proses penghilangan asam lemak bebas dan komponen penyebab bau
tidak sedap lainnya seperti peroksida, keton, dan senyawa hasil
oksidasi lemak lainnya.
e. Beberapa parameter mutu yang penting pada proses pemurnian CPO
antara lain nilai asam lemak bebas (free fatty acids), bilangan iodin
(iodine value), dan nilai deterioration of bleachability index (DOBI).

Anda mungkin juga menyukai