Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

PEMBERIAN ANTIKOAGULAN PADA STROKE NON


HEMORAGIK DENGAN ATRIAL FIBRILASI

Disusun Oleh:
dr. Paluvi Safitri

Pendamping:
dr. Gabriel Federikus Goleng, Sp.S

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT SENTRA MEDIKA CIKARANG
2022
KATA PEGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Pemberian Antikoagulan Pada Atrial Fibrilasi” ini. Adapun laporan
kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat Program Internsip Dokter
Indonesia Angkatan Agustus Khusus Batch III.
Penyusunan laporan ini terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak yang turut
membantu terselesaikannya laporan ini. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Kartika
Agustina selaku dokter pendamping dan seluruh teman dokter internsip stase
bangsal dan stase IGD RS Sentra Medika Cikarang.
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca guna
perbaikan yang lebih baik. Semoga laporan ini dapat bermanfaat baik bagi penulis
sendiri, pembaca maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.

Bekasi, ........................ 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i


KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................iii
BAB I STATUS PASIEN .................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... …9
2.1 Stroke: Masalah & Pilihan Terapi Sesuai Evidence Based…………………..9
2.2 Penggunaan Antikoagulan pada Stroke…………………………….……….11
2.3 Atrial Fibrilasi dan Stroke: Alasan Penggunaan Antikoagulan…….……….12
2.4 Antikoagulan Oral untuk Pencegahan Stroke……………………….………15
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….………20

iii
BAB I
STATUS PASIEN

1.1 Identitas Pasien


 Nama : Tn. Sarna bin Sakmad
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Usia : 69 tahun
 Pekerjaan : Buruh harian lepas
 Agama : Islam
 Alamat : Karang Tanjung, Cibuaya, Bekasi
 Tanggal Masuk RS : 19 Juli 2022

1.2 Anamnesis
Hasil anamnesis pasien dilihat data pada rekam medis pasien.
 Keluhan Utama
Penurunan kesadaran
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RS Sentra Medika Cikarang dibawa oleh keluarganya dengan
penurunan kesadaran terlihat lemas dan keluhan nyeri dada sejak pukul 21.00 WIB,
keluarga mengatakan pasien ada kelemahan anggota gerak sebelah kiri dan keluarga
mengatakan juga pasien memiliki riwayat stroke pada tahun 2020 tetapi pengobatan
tidak terkontrol. Pada saat pasien berada diIGD RS Sentra Medika karena pasien ada
keluhan nyeri dada dan pasien dilakukan EKG. Keluhan mual(+), muntah, pusing, sesak
disangkal. BAB dan BAK dalam batas normal.

 Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat penyakit yang sama disangkal
- Riwayat stroke pada tahun 2020
- Riwayat hipertensi
- Riwayat penyakit keganasan dan riwayat operasi disangkal
 Riwayat kebiasaan
- Pasien memiliki riwayat kebiasaan merokok disangkal
 Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal

1
1.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
- Kesadaran : GCS 9 (E2 M5 V2)
Tanda Vital
- Tekanan darah : 140/102 mmHg
- Nadi : 97 x/menit
- Pernapasan : 20 x/menit
- Suhu : 36,7° C
- Saturasi oksigen : 99%

1.4 Status Generalis


Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
THT : Dalam batas normal
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat
Thorax
 Inspeksi : Simetris bilateral saat statis dan dinamis
 Palpasi : NT (-), massa (-)
 Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
 Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), Rhonki (-/-)
Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
 Perkusi : Batas jantung normal
 Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
 Inspeksi : Perut datar
 Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), batas hepar normal, massa (-)
 Perkusi : Timpani (-)
 Auskultasi : Bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-/-)
Genitourinary : spontan

Status Neurologis
 GCS : E2M5V2-9
Pupil Dextra Sinistra
Bentuk Bulat Bulat
Diameter 3 mm 3 mm
Refleks cahaya langsung dan tidak + +
Langsung

2
Motorik Dextra Sinistra
Kekuatan
Ekstremitas atas 5 1
Ekstremitas bawah 5 1
Tonus
Ekstremitas atas Normal Menurun
Ekstremitas bawah Normal Menurun
Trofi
Ekstremitas atas Normal Menurun
Ekstremitas bawah Normal Menurun
Refleks
Fisiologis
Biseps Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Triseps Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Patella Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Patologis
Hoffmann- Tromner Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Babinski Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Sensorik Dextra Sinistra

Raba halus
Ekstremitas atas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ekstremitas bawah Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Nyeri
Ekstremitas atas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ekstremitas bawah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Suhu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Getar Tidak dilakukan Tidak dilakukan

1.5 Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan laboratorium tanggal 19 Juli 2022
DARAH LENGKAP
Hb 15.2 g/dl Monosit 6%
Leukosit 8.300 / ul Eritrosit 5.13/ul
Hitung jenis Normal Hematokrit 44.3 %
Basofil 1% MCV 86.4 /fl

3
Eosinofil 2% MCH 29.6/ pg
Neutrofil batang 0% MCHC 34.3 gr/dl
Neutrofil segmen 62 % Trombosit H 439. 000/ul
Limfosit 29%

KOAGULASI ELEKTROLIT
Masa perdarahan 2.00 /menit Kreatinin 1.06 mg/dl
Masa pembekuan 12.00 /menit eGFR 85.6 ml/min
KIMIA KLINIK Ureum 37 mg/dl
ALT/SGPT 17 / ul Natrium 139 mol/L
AST/SGOT 31 /ul Kalium 4,5 mol/L
GDS H 102 mg/dl Klorida 103 mol/L
Trigliserida 94 mg/dl
Kolestrol total 158 mg/dl
HDL Direk L 33 mg/dl
LDL kolestrol H 106 mg/dl

 EKG : Kesan Atrial Fibrilasi

 Antigen : Negative
 CT-Scan NON kontras
Kesan : Tampak infark cukup luas pada region temporoparietal kanan, tak terlihat
kelainan serebral/intracranial lebih lanjut terutama tak terlihat adanya SOL, malformasi
vascular, ICH, edema serebri, infark hemoragic acute, atau densitas patologis lainya
baik supra/infratentorial (sejauh tervisualisasi).

4
 Rontgen thorax
Kesan : suspek cardiomegaly ringan (LVH?) pulmo dalam batas normal, tak
tampak kelainan lain pada foto thorax.

Diagnosis
 Diagnosis Klinis : Hemiparesis sinistra dengan penurunan kesadaran, disfasia
 Diagnosis Topik : Middle Cerebral Artery
 Diagnosis Etiologi : Stroke iskemik luas e.c Kardiomegali
 Diagnosis tambahan : Hipertensi, Atrial Fibrilasi
 Diagnosis banding : Stroke hemoragik

5
Tatalaksana Medikamentosa
 Terapi awal di IGD
- IVFD NACL 0,9 % / 12 jam
- Inj ranitidin 1 amp
- Inj citicolin 500 mg
 Terapi tambahan
- IVFD RA 12 jam/ kolf
- Inj ceftriaxone 2x2 gr (skin test)
- Inj citicolin 2x 1000 mg
- Inj omeprazole 2x 1
- Aspilet 1x1
- Clopidogrel 1x1

Prognosis
 Quo ad vitam : dubia ad malam
 Quo ad fungsionam : dubia ad malam
 Quo ad sanationam : dubia ad malam
Follow up
Tanggal Anamnesis TTV - Tatalaksana

19/07/2022 Pasien penurunan TD 130/80


19:25 kesadaran, - IVFD ringer asetat 500 cc/ 12 jam
riwayat nyeri dada RR 20 x/menit
- Inj. Ceftriaxone 2x2 gr
N 89 x/menit
- Inj. Citicolin 2x1000 mg
S 36,7 C
- Inj. Omeprazole 2x 40 mg
KU: TSS, Kes:
- Aspilet 1x1 PO
GCS: (E2-3M5Vdisfasia)
- Clopidogrel 1x 75 mg PO
Kekuatan motorik
- konsul dr. Yusak Sp.JP  EKG
Ext atas 55/11
kesan Atrial fibrilasi
Ext bawah 55/11
20/07/2022 Lemas (+), sulit TD 130/80 - IVFD Ringer Asetat 500 cc/12 jam
bicara
RR 20 x/menit - Anemolat 1x 500 mg

N 80 x/menit - Aspilet 1x 80 mg
S 36,5 C - Clopidogrel 1x 75 mg
- Acetylcistein 3x1
KU: TSS, Kes:
- Inj. Ceftriaxone 2x2 gr
GCS: (E2-3M5Vdisfasia )
Kekuatan motorik - Inj Citicolin 2x 1000 mg

Ext atas 55/11 - Inj Omeprazole 2x40 mg


- inj. Piracetam 1x12 gr
Ext bawah 55/11

6
21/07/2022 Keluhan pusing (-) TD 140/80 - IVFD Ringer Asetat 500 cc/12 jam
, lemas (+), sulit - Inj. Ceftriaxone 2x2 gr
bicara RR 20 x/menit - Inj Citicolin 2x 1000 mg
N 98 x/menit - Inj Omeprazole 2x40 mg
- inj. Piracetam 1x12 gr
S 36,0 C
KU: TSS, Kes: - Anemolat 1x 500 mg
- Aspilet 1x 80 mg
- Clopidogrel 1x 75 mg
GCS:(E3-4M5-6Vapasia)
- Acetylcistein 3x1
Kekuatan motorik
- Bisoprolol 1x1
Ext atas 55/11
- Ramipril 1x1
Ext bawah 55/11 - Digoxin 1x1/2
- Furosemid 1x1

22/07/2022 Pasien masih TD 138/78 - IVFD Ringer Asetat 500 cc/12 jam
lemas, Keluhan RR 20 x/menit - Inj. Ceftriaxone 2x2 gr
pusing (-) N 87 x/menit - Inj Citicolin 2x 1000 mg
S 36,6 C - Inj Omeprazole 2x40 mg
KU: TSS, - inj. Piracetam 1x12 gr
GCS:(E3-4M5- - Anemolat 1x 500 mg
6Vapasia)
- Aspilet 1x 80 mg
Kekuatan motorik - Clopidogrel 1x 75 mg
- Acetylcistein 3x1
Ext atas 55/11 - Bisoprolol 1x1
- Ramipril 1x1
Ext bawah 55/11
- Digoxin 1x1/2
- Furosemid 1x1
23/07/2022 Pasien masih lemas, TD 128/82 - IVFD Ringer Asetat 500 cc/12 jam
Keluhan pusing (- RR 20 x/menit - Inj. Ceftriaxone 2x2 gr
) N 89 x/menit - Inj Citicolin 2x 1000 mg
S 36,5 C - Inj Omeprazole 2x40 mg
KU: TSS, GCS:(E3- - inj. Piracetam 1x12 gr
4M5-6Vapasia) - Anemolat 1x 500 mg
Kekuatan motorik - Aspilet 1x 80 mg
Ext atas 55/11 - Clopidogrel 1x 75 mg
- Acetylcistein 3x1
Ext bawah 55/11 - Bisoprolol 1x1
- Ramipril 1x1
- Digoxin 1x1/2
- Furosemid 1x1
24/07/2022 Pasien masih TD 120/78 - IVFD Ringer Asetat 500 cc/12 jam
lemas, Keluhan RR 20 x/menit - Inj. Ceftriaxone 2x2 gr
pusing (-) - Inj Citicolin 2x 1000 mg
N 7 x9/menit
- Inj Omeprazole 2x40 mg
S 36,6 C - inj. Piracetam 1x12 gr
KU: TSS, GCS:(E3- - Anemolat 1x 500 mg
4M5-6Vapasia)
- Aspilet 1x 80 mg
Kekuatan motorik
- Clopidogrel 1x 75 mg

7
- Acetylcistein 3x1
Ext atas 55/11
- Bisoprolol 1x1
Ext bawah 55/11 - Ramipril 1x1
- Digoxin 1x1/2
- Furosemid 1x1
25/07/2022 Keluarga TD 110/78 - IVFD Ringer Asetat/12 jam
mengatakan os RR 20 x/menit - Anemolat 1x 500 mg
masih lemas - Aspilet 1x 80 mg
N 92 x/menit
- Clopidogrel 1x 75 mg
S 36,6 C - Acetylcistein 3x1
KU: TSS, GCS:(E3- - Bisoprolol 1x1
4M5-6Vapasia)
- Ramipril 1x1
Kekuatan motorik
- Digoxin 1x1
Ext atas 55/11 - Furosemid 1x1
- Notisil 1x2 mg
Ext bawah 55/11 - Inj. Ceftriaxone 2x2 gr
- Inj Citicolin 1x 1000 mg
- Inj Omeprazole 2x40 mg
26/07/2022 Pusing (-) TD 128/80 - IVFD Ringer Asetat/12 jam
RR 20 x/menit - Anemolat 1x 500 mg
- Aspilet 1x 80 mg
N 90 x/menit
- Clopidogrel 1x 75 mg
S 36,6 C - Acetylcistein 3x1
KU: TSS, GCS:(E3- - Bisoprolol 1x1
4M5-6Vapasia)
- Ramipril 1x1
Kekuatan motorik
- Digoxin 1x1
Ext atas 55/11 - Furosemid 1x1
- Notisil 1x2 mg
Ext bawah 55/11 - Inj. Ceftriaxone 2x2 gr
- Inj Citicolin 1x 1000 mg
- Inj Omeprazole 2x40 mg
27/07/2022 Keluhan (-) TD 138/78 - IVFD Ringer Asetat/12 jam
RR 20 x/menit - Anemolat 1x 500 mg
- Aspilet 1x 80 mg
N 87 x/menit
- Clopidogrel STOP
S 36,6 C - Acetylcistein 3x1
KU: TSS, GCS:(E3- - Bisoprolol 1x1
4M5-6Vapasia)
- Ramipril 1x1
Kekuatan motorik
- Digoxin 1x1
Ext atas 55/11 - Furosemid 1x1
- Notisil 1x2 mg
Ext bawah 55/11 - Inj. Ceftriaxone 2x2 gr
- Inj Citicolin 1x 1000 mg
- Inj Omeprazole 2x40 mg
- piracetam 4x1
ACC pulang  dr. Gabriel Sp.S

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stroke: Masalah & Pilihan Terapi Sesuai Evidence Based


Stroke didefinisikan sebagai sindrom klinis yang ditandai oleh manifestasi
gangguan fungsi otak fokal atau global dalam kasus koma, yang berkembang cepat dan
berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian tanpa penyebab yang jelas
selain etiologi vaskular. Stroke diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu stroke
iskemik dan stroke hemoragik. Telah diperkirakan bahwa 60-80% dari semua kasus
stroke adalah stroke iskemik.1

Stroke iskemik terjadi karena obstruksi pada pembuluh darah yang


menyebabkan gangguan suplai darah ke otak. Stroke iskemik dapat disebabkan oleh plak
aterosklerosis atau emboli, dan dapat diperparah dengan hipertensi, diabetes, dan
berbagai faktor risiko lain.1,2

Stroke iskemik dan hemoragik secara global menjadi penyebab kematian


tertinggi kedua setelah penyakit jantung iskemik. Stroke juga merupakan penyakit
peringkat ketiga tertinggi penyebab disabilitas. Hipertensi merupakan faktor risiko
stroke yang paling sering dilaporkan.3

Diperkirakan terdapat 12,2 juta orang di dunia menderita stroke setiap tahunnya.
Dari jumlah tersebut, lebih dari 16% kasus stroke mengenai populasi usia 15-49 tahun
dan lebih dari 62% pada usia di bawah 70 tahun. Setiap tahunnya, 47% stroke terjadi
pada laki-laki dan 53% pada perempuan. Angka kematian stroke secara global per
tahunnya dilaporkan sebesar 6,5 juta orang.1,4

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2018 oleh Kementrian Kesehatan RI,


prevalensi stroke adalah sebesar 10,9%. Sebanyak 713.783 orang menderita stroke setiap
tahunnya. Kalimantan Timur merupakan provinsi dengan angka kejadian stroke
tertinggi di Indonesia, yaitu sebanyak 9.696 atau sebesar 14,7% dari total penduduknya.
Selain itu, penderita ditemukan paling banyak pada kelompok umur di atas 75 tahun.
Menurut Sample Registration System (SRS) Indonesia tahun 2016, stroke merupakan
penyebab kematian tertinggi, yaitu sebesar 19,9%.5,6

Stroke menduduki peringkat kedua penyebab kematian di dunia. Angka


mortalitas tahunan mencapai 5,5 juta. Stroke juga memiliki morbiditas yang tinggi
dapat mengakibatkan disabilitas kronis pada hingga 50% penderita. Pasien stroke dapat
mengalami penurunan kemandirian bermakna, seperti kesulitan dalam melakukan
aktivitas harian, mengalami hendaya kognitif, dan rentan mengalami gangguan mental. 7

9
Pasien stroke juga lebih rentan terhadap infeksi. Infeksi ini dapat terjadi akibat
adanya imobilitas ataupun gangguan imun. Jenis infeksi yang sering dialami pasien
stroke antara lain pneumonia dan infeksi saluran kemih.1

Terapi stroke iskemik bertujuan untuk mempertahankan jaringan pada ischemic


penumbra. Terapi yang dapat diberikan mencakup pemberian recombinant tissue-type
plasminogen activator (rtPA), aspirin, dan terapi suportif. 1

 Recombinant Tissue-Type Plasminogen Activator7

Pemberian rtPA (recombinant tissue-type plasminogen activator) atau alteplase


merupakan pilihan dalam upaya revaskularisasi pada stroke iskemik menggunakan
agen trombolisis. Pemberian rtPA harus segera dilakukan dalam 3 jam sejak onset
terjadinya stroke dan kemungkinan stroke hemoragik telah disingkirkan. Dokter juga
perlu menimbang risiko komplikasi yang muncul akibat rtPA, seperti perdarahan
intrakranial dan reaksi alergi.

 Aspirin7

Penggunaan antiplatelet juga direkomendasikan oleh The American Heart


Association/American Stroke Association tahun 2018. Pemberian aspirin diberikan 24-
48 jam setelah onset. Pada pasien yang mendapat r-tPA, pemberian aspirin dilakukan
setelah 24 jam.
Pemberian aspirin pada stroke akut (<48 jam) dilaporkan efektif dalam
mengurangi angka kematian dan kejadian stroke. Dosis yang dapat diberikan adalah
160-325mg. Terdapat juga studi yang menemukan pemberian antiplatelet kombinasi
aspirin dan clopidogrel hingga hari ke-21 lebih efektif dibandingkan pemberian
antiplatelet saja, tetapi hal ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Risiko
perdarahan akibat penggunaan aspirin terjadi berhubungan dengan dosis yang
diberikan. Perdarahan yang paling sering terjadi adalah perdarahan gastrointestinal.

 Antikoagulan7

Pemberian antikoagulan, seperti warfarin dan rivaroxaban, tidak dianjurkan


pada kasus stroke akut. Antikoagulan tidak diindikasikan dan tidak berkaitan dengan
perbaikan luaran pasien stroke akut. Antikoagulan dapat diberikan pada pasien yang
memiliki kondisi medis yang meningkatkan risiko stroke, misalnya atrial fibrilasi.

10
 Terapi Suportif 7

Pada pasien stroke, dokter perlu mengevaluasi apakah terdapat hipoglikemia


atau hiperglikemia, karena kedua kondisi ini memiliki gejala yang mirip dengan
stroke. Keadaan hipoglikemia dan hiperglikemia harus segera diatasi. Hipoglikemia
dapat diatasi dengan dekstrosa 40%, sedangkan hiperglikemia dapat diatasi dengan
pemberian insulin drip.
Pasien stroke juga umumnya membutuhkan tata laksana maupun
pencegahan retensi urine dengan cara kateterisasi uretra. Namun, bila tidak
memungkinkan atau gagal, dokter dapat melakukan kateterisasi suprapubik.
Beberapa praktisi memberikan agen neuroprotektif seperti citicolin atau piracetam
pada pasien stroke iskemik. Namun, bukti tentang efikasi kedua agen ini pada stroke
sebenarnya masih kontroversial.

 Antihipertensi 7

Manfaat pemberian antihipertensi pada pasien stroke iskemik masih menjadi


kontroversi. Pada aliran darah otak yang buruk, pembuluh darah pada otak kehilangan
fungsi vasoregulator, sehingga untuk mempertahankan tekanannya, pembuluh tersebut
bergantung pada Mean Arterial Pressure (MAP) dan cardiac output. Penggunaan
antihipertensi dianggap dapat mengurangi perfusi dan memperparah kejadian iskemia.

2.2 Penggunaan Antikoagulan pada Stroke 8

Prinsip pemberian antikoagulan pada pasien stroke lebih ditujukan sebagai


upaya pencegahan rekurensi dari pada perbaikan proses iskemia atau infark di otak.
Pada stroke iskemik non-kardioemboli, pemberian anti- koagulan tidak dianjurkan
mengingat risiko perdarahan. Pemberian antikoagulan hanya dipertimbangkan jika
pasien mengalami hiperkoagulasi. Pemberian antikoagulan heparin pada kondisi
transient ischemic attack atau stroke in evolution juga tidak memberikan manfaat
secara signifikan. Oleh karena itu, pada stroke iskemik non-kardioemboli, terapi
hemostasis yang diberikan hanya antiplatelet, yaitu acetylsalicylic acid (ASA).

Salah satu dasar pemikiran terapi antikoagulan pada stroke iskemik


kardioemboli berhubungan dengan perbedaan patogenesis pembentukan emboli yang
berasal dari jantung dengan yang bukan berasal dari jantung. Penelitian menunjukkan
bahwa pada kardioemboli, terutama akibat fibrilasi atrium, aktivasi platelet sangat
minimal. Hal tersebut dibuktikan dengan rendahnya kadar mediator-mediator yang
dilepaskan oleh platelet teraktivasi. Stasis aliran darah yang kemudian melibatkan
kaskade koagulasi dipercaya lebih banyak berperan pada kardioemboli.

11
Proses aterosklerosis yang memulai pembentukan emboli diawali dengan
adhesi, agregasi, dan aktivasi platelet yang berespons terhadap sel busa makrofag pada
dinding pembuluh darah.

Namun, pemberian antikoagulan dini pada fase akut stroke masih controversial
karena pemberian heparin dini pada fase akut justru meningkatkan risiko perdarahan
intracranial dan perdarahan sistemik berat. Oleh karena itu, pemberian antikoagulan
segera setelah onset stroke tidak dianjurkan.

Terapi heparin dini dianggap tidak efisien jika dibandingkan dengan aspirin
yang lebih mudah diberikan dan lebih aman karena tidak meningkatkan risiko
perdarahan intrakranial. Namun, pemberian ASA saja dapat mempercepat progresivitas
stroke dan men- jadikan prognosis makin buruk. Terapi antikoagulan warfarin dan
antagonis vitamin K sejenis cukup aman, sehingga dapat diberikan segera setelah
pasien stabil secara klinis dan neurologis, bahkan dapat diberikan pada fase akut
mengingat warfarin memerlukan waktu sekitar 4-5 hari untuk bisa memberikan efek
antikoagulan. Jika infark sangat luas dan dijumpai transformasi perdarahan, pemberian
antikoagulan oral (warfarin) ditunda hingga 2-3 minggu.

 Beberapa kondisi stroke yang memerlukan penggunaan antikoagulan


a. Atrial Fibrilasi dan berbagai kondisi yang berpotensi menyebabkan reembolisasi
kardiogenik seperti ketika pasien menggunakan katup jantung mekanik atau terdapat
thrombus di atrium kiri
b. Diseksi pembuluh darah yang mensuplai otak yang bersifat simtomatis
c. Symptomatix Extracranial or Intracranial Arteriosclerotic Stenosis with Cresendo
TIAs or Early Progressive Stroke (Stroke in Evolution)
d. Oklusi arteri basilaris sebelum atau setelah pemberian trombolisis atau trombektomi
e. Cerebral Sinus Venous Thrombosis
f. Status Hyperkoagulasi
g. Embolic Stroke of Undetermined Source
h. Pencegahan dan penatalaksanaan Deep Vein Thrombosis dan Emboli Paru

2.3 Atrial Fibrilasi dan Stroke: Alasan Penggunaan Antikoagulan

Atrial Fibrilasi adalah Takiaritmia supraventrikular dengan aktivasi listrik


atrium yang tidak terkoordinasi dan akibatnya kontraksi atrium tidak efektif.
Karakteristik elektrokardiografi AF meliputi Interval R-R yang tidak teratur (bila
konduksi atrioventrikular tidak terganggu), Tidak adanya gelombang P berulang yang
jelas, dan Aktivasi atrium yang tidak teratur.

12
Pasien dengan AF memiliki risiko stroke yang sangat tinggi — sekitar 3
hingga 5 kali lipat lebih tinggi AF secara konsisten dikaitkan dengan stroke pada
kelompok yang berbeda.
Pada saat AF berkembang, disritmia menyebabkan disfungsi kontraktil dan
stasis, yang selanjutnya meningkatkan risiko tromboemboli. Selain itu, seiring waktu,
disritmia menyebabkan remodeling struktural atrium, sehingga memperburuk
kardiopati atrium dan meningkatkan risiko tromboemboli lebih jauh. Secara paralel,
faktor-faktor risiko sistemik meningkatkan risiko stroke melalui mekanisme lain di
luar atrium, seperti aterosklerosis arteri besar, disfungsi sistolik ventrikel, dan oklusi
pembuluh kecil otak serebral. Setelah stroke terjadi, perubahan otonom dan
peradangan pasca-stroke dapat secara sementara meningkatkan risiko AF.
Stroke terjadi ketika aliran darah kebagian otak berkurang secara signifikan
atau tersumbat. Seringkali, mengakibatkan kematian sel-sel otak, yang dapat
menyebabkan kerusakan permanen atau bahkan kematian. Penyebab paling umum
dari stroke adalah gumpalan darah. AF menempatkan pasien pada risiko yang
meningkat untuk stroke karena darah mungkin tidak dipompa dengan baik dari
jantung, yang dapat menyebabkannya mengumpul dan membentuk gumpalan.
Gumpalan ini kemudian dapat melakukan perjalanan ke otak dan memblokir aliran
darah kebagian otak yang dapat menyebabkan stroke.
Penatalaksanaan holistik sederhana Atrial fibrillation Better Care (ABC) (’A’
Anticoagulation/Avoid stroke; ‘B’ Better symptom management; ‘C’ Cardiovascular
and Comorbidity optimization) menyederhanakan perawatan terpadu pasien AF di
semua tingkat layanan kesehatan dan di antara spesialisasi yang berbeda.
Dibandingkan dengan perawatan biasa, penerapan jalur ABC secara signifikan
dikaitkan dengan risiko kematian semua penyebab yang lebih rendah, hasil gabungan
dari stroke/perdarahan besar/kematian kardiovaskular dan rawat inap pertama, tingkat
kejadian kardiovaskular yang lebih rendah, dan biaya terkait kesehatan yang lebih
rendah.

13
Gambar 1. CHA2DS2-VASc Score

Skor CHA2DS2-VASc digunakan untuk memprediksi risiko stroke di


antara pasien dengan AF. Faktor risiko stroke yang umum dapat dinilai dalam
faktor risiko klinis dari skor CHA2DS2-VASc yaitu Gagal jantung kongestif,
Hipertensi, Usia 75 tahun, Diabetes mellitus, Stroke, Penyakit Vaskular, Usia 65-
74 tahun, Jenis kelamin perempuan adalah salah satu risiko stroke yang bergantung
pada usia. Studi observasional menunjukkan bahwa wanita tanpa faktor risiko lain
(skor CHA2DS2-VASc 1) memiliki risiko stroke yang rendah, serupa dengan pria
dengan skor CHA2DS2-VASc 0,359. Skor CHA2DS2-VASc yang disederhanakan
dapat membantu memberi keputusan awal tentang OAC pada pasien AF, tetapi tidak
mempertimbangkan komponen jenis kelamin akan meremehkan risiko stroke pada
wanita dengan AF. Dengan adanya >1 faktor risiko stroke non-seks, wanita dengan
AF secara konsisten memiliki risiko stroke yang jauh lebih tinggi dari pada pria.
Banyak faktor risiko stroke klinis (misalnya gangguan ginjal, OSA, LA dilatasi)
berhubungan dengan komponen CHA2DS2-VASc.

14
Tabel 1. Faktor Risiko Stroke

2.4 Antikoagulan Oral untuk Pencegahan Stroke9


Saat memulai terapi antitrombotik, potensi risiko perdarahan perlu dinilai. Risiko
perdarahan yang tidak dapat dimodifikasi dan sebagian dapat dimodifikasi adalah
pendorong penting kejadian perdarahan yang bersinergi dengan faktor yang dapat
dimodifikasi. Khususnya, riwayat jatuh bukanlah prediktor independen perdarahan pada
OAC.

Skor HAS-BLED terbukti terbaik untuk memprediksi risiko perdarahan. Skor


risiko perdarahan yang tinggi seharusnya tidak menyebabkan penghentian OAC, karena
manfaat klinis OAC bahkan lebih besar di antara pasien tersebut. Identifikasi pasien 'risiko
perdarahan tinggi' juga diperlukan ketika menentukan strategi antitrombotik pada
kelompok pasien AF tertentu, seperti mereka yang menjalani intervensi koroner perkutan
(PCI).

Beberapa kontraindikasi absolut untuk OAC termasuk perdarahan serius aktif (di
mana sumbernya harus diidentifikasi dan diobati), komorbiditas terkait (misalnya
trombositopenia berat <50 trombosit/lL, anemia berat yang sedang diselidiki, dll.), atau
perdarahan berisiko tinggi seperti perdarahan intrakranial (ICH). Opsi non-obat dapat
dipertimbangkan dalam kasus seperti itu.

Warfarin merupakan antagonis vitamin K, elemen yang dibutuhkan untuk sintesis


faktor II, VII, IX, faktor X, serta protein C dan protein S. Faktor- faktor tersebut secara
biologis bersifat inaktif tanpa karboksilasi dari residu asam glutamat. Proses karboksilasi
tersebut memerlukan reaksi reduksi yang di- perantarai oleh vitamin K sebagai kofaktor.
Warfarin sebagai antagonis vitamin K akan mengurangi produksi faktor-faktor tersebut.

15
Terapi antikoagulan warfarin dapat dipertimbangkan untuk diberikan secara dini
setelah serangan stroke iskemik kardioemboli. Terapi antikoagulan pada keadaan ini tidak
akan memperbaiki kerusakan otak yang telah terjadi, melainkan untuk mencegah
perburukan infark serta mencegah infark baru. Sebaiknya terapi antikoagulan juga disertai
terapi kausal, misalnya pemberian antiaritmia pada pasien stroke iskemik kardioemboli
dengan fibrilasi atrium. Lama pemberian terapi warfarin terkait dengan stroke iskemik
kardioemboli juga disesuaikan dengan komorbiditas. Pada fibrilasi atrium, warfarin
diberikan 3-4 minggu sebelum kardioversi dan dilanjutkan hingga 3-4 minggu setelah
tercapai irama sinus. Sedangkan, pada pasien-pasien dengan katup prostetik, terapi
antikoagulan oral diberikan seumur hidup.

Tabel 2. HAS-BLED Score

Warfarin merupakan antikoagulan jangka panjang yang paling efektif untuk


mencegah rekurensi stroke iskemik kardioemboli. Warfarin diberikan segera pada infark
kecil atau sedang. Jika infark luas atau pasien dalam keadaan hipertensi tak terkontrol,
pemberian warfarin ditunda hingga 2 minggu, karena infark luas dapat berkembang

16
menjadi transformasi perdarahan dan keadaan hipertensi meningkatkan risiko perdarahan
intrakranial jika diterapi warfarin. Pasien yang belum diterapi warfarin dapat diberikan
antiplatelet aspirin sampai terapi warfarin tidak dikontraindikasikan.

Dosis awal warfarin 4-5 mg/hari, dosis pemeliharaan harus disesuaikan melalui
pemantauan berkala dengan indikator waktu protrombin. Waktu protrombin tergantung
pada tiga faktor yang bergantung pada vitamin K (II, VII, IX). Hasil pemeriksaan waktu
protrombin dipengaruhi oleh reagensia tromboplastin yang digunakan. Oleh karena
itu, waktu protrombin distandarisasi menjadi indeks yang disebut INR (International
Normalized Index).

Pemantauan INR dilakukan setiap hari dimulai sejak pasien mengkonsumsi


warfarin hingga INR berada pada rentang 2,0-3,0 sekurang- kurangnya 2 hari. Kemudian
INR diperiksa 2-3 kali seminggu dalam 1-2 minggu. Jika pasien masih stabil, pemantauan
dilakukan 1 kali dalam 4-6 minggu. Apabila dibutuhkan pengaturan dosis, pemantauan
INR dilakukan lebih sering hingga tercapai stabilitas. Perubahan pola makan, konsumsi
alcohol atau obat-obatan tertentu juga dapat mempengaruhi INR karena interaksi dengan
warfarin.

Jika pasien mengalami perburukan atau terbentuk infark baru selama terapi
warfarin, umumnya karena dosis warfarin di bawah dosis terapeutik. Pada keadaan ini,
disarankan meningkatkan dosis warfarin dalam rentang dosis terapeutik sambil tetap
menjaga INR di antara 2,0-3,0. INR di bawah 2,0 akan meningkatkan risiko rekurensi
sebanyak 4-6 kali lipat serta memperburuk stroke. Sedangkan INR di atas 3,0 akan
meningkatkan risiko perdarahan intraserebral. Pada pasien berumur diatas75 tahun, risiko
perdarahan lebih besar.

Warfarin bersifat teratogenik, sehingga harus dihentikan jika pasien sedang hamil.
Jika INR tidak dapat dipantau secara berkala, sebaiknya pasien tidak diterapi dengan
warfarin. Begitu pula jika INR cenderung berfluktuasi dan tidak terkontrol. Selain itu,
warfarin juga berinteraksi dengan obat-obat yang dimetabolisme di hati menggunakan
enzim CYP 450 (cytochrome P450). Apabila warfarin tidak dapat diberikan, pemberian
kombinasi ASA dan clopidogrel atau ASA dan warfarin dosis rendah (1,25 mg/hari
dengan INR target 1,2-1,5) mungkin dapat dijadikan alternatif.

17
Gambar 2. Penyesuaian dosis Warfarin

Warfarin termasuk antagonis vitamin K yang lain, memiliki beberapa kekurangan,


di antaranya onset kerja lambat, banyak berinteraksi dengan obat serta makanan,
memerlukan pemantauan kontinu, risiko perdarahan pada dosis berlebih dan risiko kejadian
trombosis pada dosis suboptimal. Kehadiran antikoagulan baru (new oral anticoagulant =
NOAC) seperti rivaroxaban, dabigatran, apixaban, edoxaban dapat menjadi alternatif.
Terapi warfarin sebagai pencegahan primer ataupun sekunder terhadap NOAC
merupakan antikoagulan dengan respons lebih terprediksi, interaksi minimal, onset kerja
cepat, waktu paruh lebih singkat, dapat diberikan pada dosis tetap tanpa pemantauan rutin,
serta rasio efikasi/keamanan lebih baik. Namun, penggunaan NOAC masih belum umum di
kalangan klinisi. Sejauh ini, NOAC masih difokuskan hanya pada kasus fibrilasi atrial
dengan penyebab non vaskular. Pemberian NOAC pada hari ke 3 atau 4 setelah onset
stroke iskemik. Tabel 3 menunjukkan karakteristik perbandingan warfarin dan NOAC.

Masih belum luas digunakan, diprediksi akan meningkat sehingga dapat diterima di
kalangan klinisi dan pasien. Warfarin masih menjadi pilihan pertama terapi stroke iskemik
kardioemboli, terlebih bagi pasien yang tidak patuh, karena waktu paruh singkat akan
meningkatkan risiko tromboemboli pada pasien-pasien yang tidak patuh dengan aturan
pengobatan Warfarin lebih murah, mudah didapat, dan sama efektifnya dengan NOAC jika
digunakan dalam dosis kisaran INR 2-3. Oleh karena itu, pada pasien yang stabil dengan
terapi warfarin, tidak perlu dilakukan penggantian ke NOAC. Penggunaan NOAC
dipertimbangkan pada pasien dengan kontrol warfarin yang tidak mencapai target INR.

18
Tabel 3. Perbandingan Warfarin dengan NOAC

Gambar 3. Pemberian Antikoagulan pada pasien AF

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Chugh C. Acute Ischemic Stroke: Management Approach. Indian J Crit Care Med.
2019 Jun;23(Suppl 2):S140-S146. doi: 10.5005/jp-journals-10071- 23192. PMID:
31485123; PMCID: PMC6707502.
2. Kuriakose D, Xiao Z. Pathophysiology and Treatment of Stroke: Present Status and
Future Perspectives. Int J Mol Sci. 2020 Oct 15;21(20):7609. doi:
10.3390/ijms21207609. PMID: 33076218; PMCID: PMC7589849.
3. Wajngarten M, Silva GS. Hypertension and Stroke: Update on Treatment. Eur Cardiol.
2019 Jul 11;14(2):111-115. doi: 10.15420/ecr.2019.11.1. PMID: 31360232; PMCID:
PMC6659031.\
4. Kakkar P, Kakkar T, Patankar T, Saha S. Current approaches and advances in the
imaging of stroke. Dis Model Mech. 2021 Dec 1;14(12):dmm048785.
doi:10.1242/dmm.048785. Epub 2021 Dec 7. PMID: 34874055; PMCID:
PMC8669490.
5. Kemenkes RI. Laporan nasional RISKESDAS 2018. Kementerian Kesehatan RI:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2018.
6. Usman Y, Iriawan RW, Rosita T, Lusiana M, Kosen S, Kelly M, et.al. Indonesia’s
sample registration system in 2018: A work in progress. Journal of Population and
Social Studies. 2019;27(1):39:52
7. Berge E, Whiteley W, Audebert H, De Marchis GM, Fonseca AC, Padiglioni C, de la
Ossa NP, Strbian D, Tsivgoulis G, Turc G. European Stroke Organisation (ESO)
guidelines on intravenous thrombolysis for acute ischaemic stroke. Eur Stroke J. 2021
Mar;6(1):I-LXII. doi: 10.1177/2396987321989865. Epub 2021 Feb 19. PMID:
33817340; PMCID: PMC7995316.
8. Pinzon RT, Saptaning GA, Taringan L. Antitrombotik Berdasarkan Skor CHA2DS2-
VASc dan Skor HAS BLED terhadap Pola Pengobatan pada Pasien Stroke Iskemik
dengan Fibrilasiatrium. Pharmaciana. 2017 May 8;7(1):63-70.
9. Hindricks G, Potpara T, Dagres N, Arbelo E, Bax JJ, Blomström-Lundqvist C, et al.
2020 ESC Guidelines for the diagnosis and management of atrial fibrillation
developed in collaboration with the European Association for Cardio-Thoracic
Surgery (EACTS). European Heart Journal. 2021 Feb 1;42(5):373–498.

20
21
19

Anda mungkin juga menyukai