Anda di halaman 1dari 28

INTERVENSI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

DAN INTERVENSI PERUBAHAN STRATEGI

PENGEMBANGAN ORGANISASI
KELOMPOK IX
KELAS I

NO. ABSEN NIM NAMA


27 1802612010718 NI PUTU HARLENI PRIMAYANTI
28 1802612010719 NI PUTU IKA APRILIANI
29 1802612010721 NI PUTU WIDIA MEI ARTAYANI
30 1802612010723 PUTU KRISMA DEWI

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas tersusunnya
Makalah untuk tugas Pengembangan Organisasi dari Dosen Putu Agus Eka Riawan, SE, MM
yaitu materi yang membahas tentang Intervensi Manajemen Sumber Daya Manusia dan
Intervensi Perubahan Strategi dan yang lain sebagainya akan di bahas lebih lanjut di dalam
makalah ini.
Kami sangat menyadari bahwa isi dari makalah ini belum sempurna, dan oleh karena
itu arahan dan saran-saran dari berbagai pihak sangat kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat membantu dalam penyampaian materi
Pengembangan Organisasi.
Referensi dalam makalah ini diambil dari berbagai sumber yang tersedia di internet.

Hormat Kami,

Kelompok 9

Kelompok 9

Intervensi Manajemen SDM dan Intervensi Perubahan Strategi 1


DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii

Bab I
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan 1

Bab II
Intervensi Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1 Penempatan Sumber Daya Manusia 2
2.2 Manajemen Kinerja 8
2.3 Sistem Penghargaan 10
2.4 Perencanaan dan Pengembangan Karier 13
2.5 Keberagaman Sumber Daya Manusia 17
Intervensi Perubahan Strategi
2.6 Transformasi Organisasi 18
2.7 Budaya Organisasi 20
2.8 Organisasi Pembelajaran 22

Bab III
3.1 Kesimpulan 24
3.2 Saran 24
3.3 Daftar Pustaka 25

Intervensi Manajemen SDM dan Intervensi Perubahan Strategi 2


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Seiring dengan berkembangnya zaman Intervensi Sumber Daya Manusia dan
Intervensi Perubahan Strategi mulai mengalami perubahan bahkan penambahan dalam
pelaksanaannya. Dimana Intervensi manajemen SDM adalah jenis intervensi yang
berfokus pada perubahan dalam kebijakan dan sistem manajemen SDM. Sistem
perencanaan karir, sistem kompensasi, sistem penghargaan, merubah budaya
organisasi. Sedangkan, Intervensi perubahan strategi adalah sebuah perencanaan
untuk membantu organisasi atau perusahan menjadi lebih efektif dalam hal mencapai
visi dan misinya. Intervensi ini berupa implementasi terhadap kegiatan organisasi dan
kesesuaian antara strategi bisnis, struktur, budaya dan lingkungan luar.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana Penempatan Sumber Daya Manusia ?
2. Apa yang dimaksud dengan Manajemen Kinerja ?
3. Apa yang dimaksud dengan Sistem Penghargaan ?
4. Bagaimana Perencanaan dan Pengembangan Karier tersebut ?
5. Apa yang dimaksud dengan Keberagaman Sumber Daya Manusia ?
6. Apa dan bagaimana Transformasi Organisasi tersebut ?
7. Apa yang dimaksud dengan Budaya Organisasi ?
8. Apa yang dimaksud dengan Organisasi Pembelajaran ?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana Penempatan Sumber Daya Manusia
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Manajemen Kinerja
3. Mengetahui apa yang dimaksud Sistem Penghargaan
4. Mengetahui bagaimana Perencanaan dan Pengembangan Karier tersebut
5. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Keberagaman Sumber Daya Manusia
6. Mengetahui apa dan bagaimana Transformasi Organisasi tersebut
7. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Budaya Organisasi
8. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Organisasi Pembelajaran

Intervensi Manajemen SDM dan Intervensi Perubahan Strategi 3


BAB II
PEMBAHASAN

Intervensi Manajemen Sumber Daya Manusia


2.1. Penempatan Sumber Daya Manusia
2.1.1 Pengertian Penempatan
Berikut beberapa pengertian penempatan menurut para ahli antara lain:
1. Menurut Marihot T.E Hariandja, menyatakan bahwa “penempatan merupakan
proses penugasan kembali pegawai pada tugas/jabatan baru atau jabatan yang
berbeda”.
2. Menurut Mathis & Jackson menyatakan bahwa “penempatan adalah menempatkan
posisi seseorang ke posisi pekerjaaan yang tepat, seberapa baik seorang karyawan
cocok dengan pekerjaannya akan mempengaruhi jumlah dan kualitas pekerjaan.”
3. Menurut B. Siswanto Sastrohardiyo yang di kutip oleh Suwatno bahwa
“penempatan karyawan adalah untuk menempatkan pegawai sebagai unsur
pelaksana pekerjaan pada posisi yang sesuai dengan kemampuan, kecakapan, dan
keahliannya.
4. Menurut Sastrohadiwiryo (2002:162) mengemukakan bahwa: “Penempatan kerja
adalah proses pemberian tugas dan pekerjaan kepada karyawan yang lulus seleksi
untuk dilaksanakan sesuai ruang lingkup yang telah ditetapkan, serta mampu
mempertanggungjawabkan segala resiko dan kemungkinan-kemungkinan yang
terjadi atas tugas dan pekerjaan, wewenang serta tanggung jawab”. Penempatan
sebagai suatu langkah eksperimental yang sebenarnya bukanlah merupakan sebuah
keputusan final.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, maka dapat di
simpulkan bahwa penempatan adalah kebijaksanaan sumber daya manusia untuk
menentukan posisi atau jabatan seseorang.
Para karyawan baru yang telah selesai menjalankan program orientasi harus segera
mendapatkan tempat pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan keahlian yang di milikinya.
Salah satu fungsi MSDM untuk mengurus hal ini adalah placement. Penempatan
karyawan berarti mengalokasikan para karyawan pada posisi kerja tertentu, hal ini
khusus terjadi pada karyawan baru. Kepada karyawan lama yang telah menduduki
jabatan atau pekerjaan termasuk sasaran fungsi penempatan karyawan dalam arti
mempertahankan pada posisinya atau memindahkan pada posisi yang lain.

Intervensi Manajemen SDM dan Intervensi Perubahan Strategi 4


2.1.2 Cara Penempatan Karyawan
1. Karyawan baru dari Luar perusahaan.
2. Penugasan di tempat yang baru bagi karyawan yang lama yang di sebut
inplacement atau penempatan internal.
Dalam alur ini, terdapat 4 jenis penting dari penempatan yaitu promosi, transfer,
demosi dan PHK. Setiap keputusan harus diiringi dengan orientasi dan tindak lanjut.
Berikut ini di jelaskan 4 jenis penempatan:
1. Promosi
Promosi terjadi apabila seorang karyawan di pindahkan dari satu pekerjaan ke
pekerjaan lain, yang kemudian dari jabatan barunya tersebut dia memperoleh
pembayaran yang lebih tinggi, tanggung jawab yang lebih banyak dan luas dan atau
tingkatan organisasional yang lebih tinggi. Kejadian ini merupakan hal yang
menyenangkan bagi para karyawan dan seyogyanya juga bagi organisasi. Umumnya,
promosi diberikan sebagai pengakuan terhadap hasil kerja karyawan di masa lalu dan
merupakan janji untuk masa depan dan bukan berdasarkan senioritas. Yang di maksud
dengan senior adalah pegawai yang paling lama telah bekerja di perusahaan. Keuntungan
cara ini adalah bahwa keputusan yang dibuat akan lebih objektif. Kelemahan yang sering
muncul adalah bahwa tidak ada jaminan orang yang di promosikan mempunyai
kemampuan atau telah menunjukkan hasil kerja yang lebih baik daripada pegawai lain
yang tidak dipromosikan.

Promosi dibedakan menjadi 2 yaitu:


1. Merit Based Promotion adalah promosi didasarkan atas jasa atau prestasi yang
telah di berikan. Di dasarkan atas performance appraisal.
2. Seniority Based Promotion adalah promosi didasarkan atas lamanya (waktu)
seorang pegawai bekerja pada perusahaan atau lamanya pegawai tersebut bekerja
di suatu jabatan tertentu, tidak berdasarkan umur karyawan.

2. Transfer
Transfer dan demosi adalah dua kegiatan utama penempatan karyawan lainnya yang
ada pada perusahaan. Transfer terjadi jika seorang pegawai di pindahkan dari suatu
jabatan ke jabatan lainnya, yang pembayaran, tanggung jawab serta tingkat atau jenjang
jabatannya sama atau relatif sama. Melauai transfer, perusahaan dapat memperbaiki cara
pemanfaatan pegawai. Transfer bahkan dapat mempunyai manfaaat bagi pegawai yang di

Intervensi Manajemen SDM dan Intervensi Perubahan Strategi 5


transfer. Pengalaman yang lebih luas lagi menunjukkan bahwa transfer menyediakan
seseorang dengan keterampilan-keterampilan baru dan suatu prospektif lain yang
membuatnya menjadi calon untuk dapat di promosikan.
Transfer juga dapat memperbaiki tingkat motivasi dan kepuasan kerja, khususnya jika
pegawai menemukan sedikit tantangan pada jabatan lamanya. Posisi baru, meskipun
bukan suatu promosi, bisa menawarkan tantangan-tantangan baru (baik dari segi teknis
maupun hubungan antar pribadi).

3. Demosi
Demosi terjadi jika seorang karyawan dipindahkan dari suatu jabatan ke jabatan lain
yang pembayaran, tanggung jawab, tingkat jabatannya lebih rendah. Demosi umumnya
mempunayi efek positif yang sangat kecil bagi individu ataupun bagi perusahaan.
Umumnya demosi banyak berkaitan dengan masalah disiplin kerja.
Seorang karyawan di demosi, karena kinerjanya sangat rendah atau tingkat absensinya
terlalu banyak. Satu akibat dari demosi adalah demotivated. Kadang kala demosi
digunakan sebagai suatu cara halus untuk memecat pegawai, dengan harapan pegawai
tersebut mau mengundurkan diri.

4. Pemutusan Hubungan Kerja


Pemutusan kerja disebabkan oleh alasan disiplin kerja, ekonomi, bisnis atau alasan
pribadi. Pemutusan hubungan kerja dapat terjadi melalui beberapa bentuk, yaitu :
1. Atrition, yaitu pengurangan tenaga kerja secara normal atau alamiah, seperti
pengunduran diri, pensiun atau meninggal.
2. Layoffs, yaitu pemutusan hubungan kerja dari perusahaan akibat alasan-alasan
bisnis ekonomi.
3. Termination, yaitu pemutusan hubungan kerja yang permanen dengan alasan
disiplin atau akibat perilaku pegawai yang tidak tepat atau disbebut juga
pemecatan.

Intervensi Manajemen SDM dan Intervensi Perubahan Strategi 6


Terdapat 3 hal yang mendasari keputusan penempatan bagi SDM yaitu efektivitas,
tuntutan hukum dan prevensi PHK.
1) Efektivitas
Efektivitas penempatan harus mampu meminimalisir kemungkinan terjadinya
kekacauan bagi karyawan dan perusahaan. Untuk mengurangi kekacauan,
keputusan promosi dan transfer harus di buat sesuai dengan langkah-langkah
seleksi. Ketika penempatan ditetapkan, karyawan baru harus mendapatkan
pengenalan untuk mengurangi kecemasan dan mempercepat sosialisasi dan proses
belajar.

2) Tuntutan Hukum
Selama ini hubungan kerja yang tidak didasarkan pada kontrak resmi tertulis
disebut hubungan kerja sukarela dan di lanjutkan dengan persetujuan. Kedua
pihak harus memberitahukan apabila hubungan itu berakhir. Hak perusahaan
untuk memberhentikan pekerja setiap saat tanpa sebab menjadi dikenal sebagai
doktrin pemberi kerja. Doktrin ini menyebutkan bahwa pemilik atau manajemen
punya hak diatas hak pekerja atas pekerjaan mereka. Secara sederhana dikatakan
bahwa seorang pekerja dapat di pecat dengan alasan apa pun termasuk tanpa
alasan. Selama ini pula, pemerintah dan hukum telah membatasi hak ini. Namun
pemberhentian di larang oleh:
a) Keadaan yang di kendalikan oleh hukum persamaan kesempatan, seperti ras,
agama, kebangsaan, jenis, kelamin, kehamilan, dan usia.
b) Kegiatan serikat pekerja.
c) Penolakan terhadap pelanggaran keselamatan dan kesehatan kerja.
d) Hak untuk menolak penugasan yang di yakini berbahaya atau mengancam
nyawa.
e) Hak untuk menolak tindakan yang bertentangan dengan hukum seperti kerja
sama dalam penentuan harga.

Larangan ini dapat di terapkan sesuai dengan keadaan dan hukum lokal.
Pemberhentian dapat ditentang bila di lakukan sewenang-wenang dan tidak adil. Juga
tidak boleh bertentangan dengan kebijakan publik.

Intervensi Manajemen SDM dan Intervensi Perubahan Strategi 7


3) Pencegahan Separasi (PHK)
Ketika departemen SDM dapat mencegah perusahaan kehilangan SDM yang
bernilai, maka uang yang di tanam dalam rekuitmen, seleksi, orientasi dan
pelatihan tidak hilang. Uang juga dapat dihemat dengan mengurangi keperluan
penyebaran pekerja yang tersisa.

2.1.3 Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam Penempatan SDM


Menurut Bambang Wahyudi yang di kutip Suwatno dalam melakukan penempatan
kerja hendaknya mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:

1. Pendidikan
Prestasi akademis yang dimiliki tenaga kerja selama mengikuti pendidikan
sebelumnya harus dipertimbangkan, khususnya dalam penempatan tenaga kerja tersebut
untuk menyelesaikan tugas pekerjaan, serta mengemban wewenang dan tanggung jawab.
Prestasi akademis yang perlu dipertimbangkan tidak terbatas pada jenjang terakhir
pendidikan tetapi termasuk jenjang pendidikan yang pernah dialaminya.Tenaga kerja
yang memiliki prestasi akademis tinggi harus ditempatkan pada tugas dan pekerjaan
yang sesuai dengan kemampuannya, sebaliknya tenaga kerja yang memiliki latar
belakang akademis rata-rata atau dibawah standar harus ditempatkan pada tugas dan
pekerjaan ringan dengan beban wewenang dan tanggung jawab yang relatif rendah. Latar
belakang pendidikan pun harus menjadi pertimbangan dalam menempatkan karyawan.
Misalnya, sarjana ekonomi harus ditempatkan pada pekerjaan yang berhubungan dalam
bidang ekonomi. Latar belakang akademis ini dimaksudkan untuk menempatkan
karyawan yang tepat pada posisi yang tepat pula (The Right Man on The Right Place).

2. Usia
Faktor usia tenaga kerja yang lulus seleksi perlu dipertimbangkan dalam penempatan
tenaga kerja. Penempatan tenaga kerja berdasarkan usia perlu dilakukan untuk
menghindari rendahnya produktivitas yang dihasilkan oleh karyawan yang bersangkutan.

3. Keterampilan Kerja
Kecakapan atau keahlian untuk melakukan suatu pekerjaan yang harus di peroleh
dalam praktek, keterampilan kerja ini dapat di kelompokan menjadi 3 kategori yaitu:
a. Keterampilan mental, seperti menganalisis data, membuat keputusan dll.

Intervensi Manajemen SDM dan Intervensi Perubahan Strategi 8


b. Keterampilan fisik, seperti membetulkan listrik, mekanik, dll.
c. Keterampilan social, seperti mempengaruhi orang lain, menawarkan barang atau jasa
dll.

4. Pengalaman Kerja
Pengalaman bekerja pada pekerjaan sejenis perlu mendapatkan pertimbangan dalam
penempatan kerja karyawan. Kenyataan menunjukkan makin lama karyawan bekerja,
makin banyak pengalaman yang dimiliki karyawan yang bersangkutan, sebaliknya
semakin singkat masa kerja, semakin sedikit pengalaman yang diperoleh. Pengalaman
bekerja banyak memberikan keahlian dan keterampilan kerja. Pengalaman bekerja yang
dimiliki seseorang kadang-kadang lebih dihargai daripada tingkat pendidikan yang
menjulang tinggi. Karyawan yang berpengalaman dapat langsung menyelesaikan tugas
dan pekerjaanya. Karyawan hanya memerlukan pelatihan dan petunjuk yang relatif
singkat. Sebaliknya karyawan yang hanya mengandalkan latar belakang pendidikan dan
gelar yang disandangnya, belum tentu mampu mengerjakan tugas dan pekerjaan yang
diberikan kepadanya dengan cepat.

2.1.4 Prosedur Penempatan Karyawan


Prosedur penempatan karyawan berkaitan erat dengan sistem dan proses yang di
gunakan. Berkaitan dengan sistem penempatan, B. Siswanto Sastrohardiwiryo yang di
kutip oleh Suwanto mengemukakan “Harus terdapat maksud dan tujuan dalam
merencanakan sistem penempatan karyawan”.

Untuk mengetahui prosedur penempatan karyawan harus memenuhi persyaratan :


1. Harus ada wewenang untuk menempatkan personalia yang datang dari daftar
personalia yang di kembangkan melalui analisis tenaga kerja.
2. Harus mempunyai standar yang di gunakan untuk membandingkan calon
pekerjaan.
3. Harus mempunyai pelamar pekerjaan yang akan di seleksi untuk di tempatkan.

Apabila terjadi salah penempatan, maka perlu di adakan suatu program penyesuaian
kembali karyawan yang bersangkutan sesuai dengan keahlian yang di miliki, yaitu
dengan melakukan:

Intervensi Manajemen SDM dan Intervensi Perubahan Strategi 9


a. Menempatkan kembali pada posisi yang lebih sesuai.
b. Menugaskan kembali dengan tugas-tugas yang sesuai dengan bakat dan
kemampuan.

2.2. Manajemen Kinerja


Secara mendasar, Manajemen kinerja merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai
dari perencanaan kinerja, pemantauan atau peninjauan kinerja, penilaian kinerja dan
tindak lanjut berupa pemberian penghargaan dan hukuman. Rangkaian kegiatan tersebut
haruslah dijalankan secara berkelanjutan.
Menurut Baird (1986) definisi Manajemen Kinerja adalah suatu proses kerja dari
kumpulan orang- orang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dimana proses
kerja ini berlangsung secara berkelanjutan dan terus menerus.
Menurut Direktorat Jenderal Anggaran (2008), manajemen kinerja merupakan
suatu proses strategis dan terpadu yang menunjang keberhasilan organisasi melalui
pengembangan performansi aspek-aspek yang menunjang keberadaan suatu organisasi.
Pada implementasinya, manajemen kinerja tidak hanya berorientasi pada salah satu
aspek, melainkan aspek-aspek terintegrasi dalam mendukung jalannya suatu organisasi.
Menurut Dessler (2003:322) definisi Manajemen Kinerja adalah Proses
mengonsolidasikan penetapan tujuan, penilaian, dan pengembangan kinerja ke dalam
satu sistem tunggal bersama, yang bertujuan memastikan kinerja karyawan mendukung
tujuan strategis perusahaan.
Menurut Udekusuma (2007) Manajemen kinerja adalah suatu proses manajemen
yang dirancang untuk menghubungkan tujuan organisasi dengan tujuan individu
sedemikian rupa, sehingga baik tujuan individu maupun tujuan perusahaan dapat
bertemu. Dalam hal ini bagi pekerja bukan hanya tujuan individunya yang tercapai tetapi
juga ikut berperan dalam pencapaian tujuan organisasi, yang membuat dirinya
termotivasi serta mendapat kepuasan yang lebih besar.

2.2.1 Tahapan Manajemen Kinerja


Tahapan Manajemen Kinerja Menurut Williams (1998), terdapat empat tahapan
utama dalam pelaksanaan manajemen kinerja. Tahapan ini menjadi suatu siklus
manajemen kinerja yang saling berhubungan dan menyokong satu dengan yang lain.
1. Tahap pertama, directing atau planning. Tahap pertama merupakan tahap identifikasi
perilaku kerja dan dasar atau basis pengukuran kinerja. Kemudian, dilakukan

Intervensi Manajemen SDM dan Intervensi Perubahan Strategi 10


pengarahan konkret terhadap perilaku kerja dan perencanaan terhadap target yang
akan dicapai, kapan dicapai, dan bantuan yang akan dibutuhkan. Indikator-indikator
target juga didefinisikan di tahap ini. Menurut Khera (1998), penentuan target atau
goal akan efektif bila mengadopsi SMART. SMART merupakan singkatan dari
Spesific, Measureable, Achievable, Realistic, dan Timebound (dalam Ilyas, 2006, p.
28). Sebuah target harus jelas apa yang akan dicapai dan bagaimana mencapainya
(spesific), terukur keberhasilannya (measureable) dan orang lain dapat
memahami/melihat keberhasilannya. Target harus memungkinkan untuk dicapai,
tidak terlalu rendah atau berlebihan (achievable), masuk akal dan sesuai
kondisi/realita (realistic), serta jelas sasaran waktunya (timebound).
2. Tahap kedua: managing atau supporting. Tahap kedua merupakan penerapan
monitoring pada proses organisasi. Tahap ini berfokus pada manage, dukungan, dan
pengendalian terhadap jalannya proses agar tetap berada pada jalurnya. Jalur yang
dimaksudkan disini adalah kriteria maupun proses kerjayang sesuai dengan prosedur
berlaku dalam suatu organisasi.
3. Tahap ketiga: review atau appraising. Tahap ketiga mencakup langkah evaluasi.
Evaluasi dilakukan dengan flashback atau review kinerja yang telah dilaksanakan.
Setelah itu, kinerja dinilai atau diukur (appraising). Tahap ini memerlukan
dokumentasi atau record data yang berkaitan dengan obyek yang dievaluasi.
Evaluator harus bersifat obyektif dan netral agar didapat hasil evaluasi yang valid.
4. Tahap keempat: developing atau rewarding. Tahap keempat berfokus pada
pengembangan dan penghargaan. Hasil evaluasi menjadi pedoman penentu keputusan
terhadap action yang dilakukan selanjutnya. Keputusan dapat berupa langkah
perbaikan, pemberian reward/punishment, melanjutkan suatu kegiatan atau prosedur
yang telah ada, dan penetapan anggaran.

2.2.2 Tujuan Manajemen Kinerja


Adapun tujuan dari manajemen kinerja adalah (Williams, 1998; Armstrong &
Baron, 2005; Wibisono, 2006)
1. Mengatur kinerja organisasi dengan lebih terstruktur dan terorganisir.
2. Mengetahui seberapa efektif dan efisien suatu kinerja organisasi.
3. Membantu penentukan keputusan organisasi yang berkaitan dengan kinerja
organisasi, kinerja tiap bagian dalam organisasi, dan kinerja individual.

Intervensi Manajemen SDM dan Intervensi Perubahan Strategi 11


4. Meningkatkan kemampuan organisasi secara keseluruhan dengan perbaikan
berkesinambungan.
5. Mendorong karyawan agar bekerja sesuai prosedur, dengan semangat, dan
produktif sehingga hasil kerja optimal.

2.3 Sistem Penghargaan


Bergabungnya manusia ke dalam perusahaan atau organisasi sebagai anggota tentu
disertai dengan berbagai harapan bahwa kebutuhannya dapat terpenuhi oleh perusahaan
tersebut. Sebagai balas jasa atas keikutsertaannya dalam pencapaian sebagian tujuan
perusahaan. Seperti yang telah diuraikan bahwa perusahaan memungkinkan untuk membayar
para anggotanya lebih dari sekedar gaji atau upah pokok saja, tetapi dimungkinan pula untuk
memberikan berbagai tunjangan, serta penghargaan baik yang material maupun non material
sesuai dengan prestasi masing-masing. Adanya berbagai kemungkinan untuk memperoleh
penghargaan disamping balas jasa dasarnya yang sangat diharapkan merupakan perangsang
untuk berprestasi lebih tinggi.
Pengertian penghargaan menurut Kurnianingsih dan Indriantoro (2001:22) sistem
penghargaan adalah pemberian kompensasi kepada para manajer yang terdiri atas
pembayaran tetap saja dan pembayaran tetap ditambah variabel yang jumlahnya ditentukan
berdasarkan kinerja manajerial. Menurut Mulyadi dan Setyawan (2001:227) sistem
penghargaan merupakan salah satu alat pengendali penting yang digunakan oleh perusahaan
untuk memotivasi personelnya agar mencapai tujuan perusahaan (bukan tujuan personel
secara individu) dengan perilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan (bukan
perilaku yang disukai oleh personel secara pribadi).
Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat dijelaskan bahwa penghargaan
merupakan alat penting yang digunakan oleh organisasi untuk membangkitkan motivasi
dalam diri personel dalam bertindak demi mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan
oleh perusahaan.
Sistem penghargaan yang efektif harus memberikan kepada karyawan baik
penghargaan finansial maupun non-finansial. Manajer harus menggunakan sistem
penghargaan organisasional seefektif mungkin, sehingga karyawan dapat termotivasi dan
bekerja produktif.
Ada tiga dimensi penting yang mendasari keberhasilan kinerja karyawan, yaitu:
(1) Nilai penghargaan yang ditawarkan;
(2) Penghargaan yang didasarkan pada produktivitas; dan

Intervensi Manajemen SDM dan Intervensi Perubahan Strategi 12


(3) Karyawan secara langsung dapat memengaruhi kinerja dan produktivitas mereka
melalui usaha yang dilakukannya

Ada 2 macam penghargaan yaitu antara lain :


1). Sistem Penghargaan Intrinsik
Menurut Schuster (1985), sistem penghargaan intrinsik berisi penghargaan yang
berasal dari respon individu terhadap pekerjaan itu sendiri, yaitu berasal dari transaksi
antara seorang individu dengan tugasnya tanpa ikut sertanya (campur tangan) pihak
ketiga. Penghargaan intrinsik ditentukan oleh individu dalam interaksinya dengan
pekerjaannya. Contoh, penghargaan intrinsik dapat berupa rasa tanggung jawab, rasa
tertantang, rasa unggul, rasa mengontrol, rasa berpartisipasi, dansebagainya.
Manajemen harus merancang pekerjaan sedemikian rupa sehingga penghargaan
intrinsik dapat dicapai oleh karyawan yang memenuhinya.

2). Sistem Penghargaan Ekstrinsik


Penghargaan ekstrinsik menurut Schuster (1985) dan Byars dan Rue (1997), adalah
kompensasi yang secara langsung disampaikan dan dikontrol oleh organisasi (pihak
ketiga) serta bersifat lebih kasat mata (mudah dilihat). Sistem penghargaan ekstrinsik
mengacu pada semua penghargaan di luar pekerjaan itu sendiri. Dengan demikian,
sistem penghargaan ekstrinsik mencakup baik penghargaan finansial maupun non-
finansial yang diberikan oleh organisasi dalam usahanya untuk merespon kinerja
karyawan, baik secara kualitas maupun kuantitas.

Walaupun penghargaan intrinsik dan ekstrinsik berbeda, keduanya memiliki


hubungan yang sangat erat. Penghargaan intrinsik dan ekstrinsik; finansial dan non-
finansial, secara bersama-sama berinteraksi menjadi bagian dari sistem penghargaan
tunggal (tidak independen). Contoh, karyawan yang menerima penghargaan ekstrinsik
dalam bentuk kenaikan upah, misalnya, akan serta merta juga merasakan adanya
kepuasan batiniyah, yaitu dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Kepuasan
batin karyawan tersebut merupakan penghargaan intrinsik, yaitu karyawan yang
bersangkutan menginterpretasikan bahwa kenaikan upah tersebut sebagai tanda
melaksanakan pekerjaan dengan baik. Berikut diberikan contoh penghargaan intrinsik
dan ekstrinsik.

Intervensi Manajemen SDM dan Intervensi Perubahan Strategi 13


2.3.1 Kriteria Penghargaan
Supaya penghargaan dapat bermanfaat dan sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai, maka perlu diperhatikan kriteria-kriteria dalam pemberian penghargaan. Menurut
Mulyadi dan Setyawan (2001:239) kriteria penghargaan adalah :
1. Penghargaan harus dihargai oleh penerima penghargaan yang tidak bernilai dimata
penerima tidak akan memotivasi penerima untuk berprestasi.
2. Penghargaan harus cukup besar untuk dapat memiliki dampak. Jika penghargaan
yang disediakan jumlahnya tidak signifikan, dampaknya dapat berlawan dengan usaha
untuk meningkatkan produktivitas. Penghargaan harus diumumkan secara luas agar
memiliki dampak terhadap penerima.
3. Penghargaan harus dapat dimengerti oleh penerima Personel harus memahami
dengan baik mengenai alasan pemberian penghargaan meupun nilai penghargaan
yang mereka terima.
4. Penghargaan harus diberikan pada waktu yang tepat Penghargaan harus diberikan
setelah personel menghasilkan kinerja seharusnya mendapatkan penghargaan. Jika
tidak diberikan segera, penghargaan akan kehilangan dampak sebagai pemotivasi.
5. Dampak penghargaan harus dirasakan dalam jangka panjang Penghargaan dapat
menghasilkan nilai lebih jika perasaan bahagia yang dihasilkan oleh penghargaan
tersebut bertahan lama dalam ingatan penerima.
6. Penghargaan harus dapat diubah Pemberi penghargaan sering kali salah dalam
menetapkan penghargaan dan beberapa keputusan pemberian penghargaan lebih sulit
untuk diubah jika dibandingkan dengan yang lain. Menghargaan harus memerlukan
biaya yang efisien. Penghargaan yang terletak adalah penghargaan yang mampu
memotivasi personel sesuai dengan yang diharapkan perusahaan dengan biaya
minimum.

2.3.2 Manfaat Penghargaan


Menurut Mulyadi dan Setyawan (2001:356), penghargaan menghasilkan dua
macam manfaat, antara lain:
1. Memberikan Informasi
Penghargaan dapat menarik perhatian personil dan memberi informasi atau
mengingatkan mereka tentang pentingnya sesuatu yang diberi penghargaan dibandingkan
dengan hal yang lain.

Intervensi Manajemen SDM dan Intervensi Perubahan Strategi 14


2. Memberikan Motivasi
Penghargaan juga meningkatkan motivasi personil terhadap ukuran kinerja, sehingga
membantu personil dalam memutuskan bagaimana mereka mengalokasikan waktu dan
usaha mereka.

2.4 Perencanaan dan Pengembangan Karier


2.4.1 Pengertian Perencanaan Karir
Perencanaan Karir adalah proses dimana karyawan menyeleksi tujuan karir
dan jenjang karir menuju tujuan-tujuan tersebut. Jalur karir adalah konsekuensi dari
pekerjaan tertentu yang dikaitkan dengan peluang tersebut. Kedua proses tersebut
saling kait mengait. Perencanaan suatu karir mencakup identifikasi alat-alat untuk
mencapai cita-cita akhir, sedangkan jalur karir (dalam konteks perencanaan karir)
merupakan alat untuk mencapai sasaran tersebut.
2.4.1.1 Elemen Utama Perencanaan Karir (Career Planning)
Pada dasarnya perencanaan karir terdiri atas 2 (dua) elemen utama yaitu:
A. Perencanaan Karir Individual
Perencanaaan karir individual terfokus pada individu yang meliputi latihan
diagnostic, dan prosedur untuk membantu individu tersebut menentukan “siapa
saya” dari segi potensi dan kemampuannya. Perencanaan karir individual
meliputi:
a. Penilaian diri untuk menentukan kekuatan, kelemahan, tujuan, aspirasi,
preferensi, kebutuhan, ataupun jangka karirnya (career anchor)
b. Penilaian pasar tenaga kerja untuk menentukan tipe kesempatan yang
tersedia baik di dalam maupun di luar organisasi
c. Penyusunan tujuan karir berdasarkan evaluasi diri
d. Pencocokan kesempatan terhadap kebutuhan dan tujuan serta pengembangan
strategi karir
e. Perencanaan transisi karir
B. Perencanaan Karir Organisasional
Perencanaan karir organisasional mengintegrasikan kebutuhan SDM dan
sejumlah aktivitas karir dengan lebih menitik beratkan pada jenjang atau jalur
karir (career path).

Intervensi Manajemen SDM dan Intervensi Perubahan Strategi 15


Tujuan program perencanaan karir organisasional adalah:
a. Pengembangan yang lebih efektif tenaga berbakat yang tersedia.
b. Kesempatan penilaian diri bagi karyawan untuk memikirkan jalur-jalur karir
tradisional atau jalur karir.
c. Pengembangan sumber daya manusia yang lebih efisien di dalam dan di
antara divisi dan atau lokasi geografis.
d. Kepuasan kebutuhan pengembangan pribadi karyawan.
e. Peningkatan kinerja melalui pengalaman on the job training yang diberikan
oleh perpindahan karir vertical dan horizontal.
2.4.1.2 Unsur-unsur Program Perencanaan Karir
Ada empat unsur program perencanaan karir yang jelas, unsur-unsur yang
dimaksud adalah:
1) Penilaian individu tentang kemampuan, minat, kebutuhan karir dan tujuan;
2) Penilaian organisasi tentang kemampuan dan kesanggupan pegawai;
3) Komunikasi informasi mengenai kebebasan memilih dan kesempatan karir pada
organisasi.
4) Penyuluhan karir untuk menentukan tujuan-tujuan realistik dan rencana untuk
pencapaiannya.

2.4.2 Pengembangan Karier


Pengembangan karir adalah proses pelaksanaan implementasi perencanaan
karir. Pengembangan karir pegawai dapat dilakukan melalui dua cara diklat dan
cara nondiklat.
1. Contoh-contoh pengembangan karir melalui cara diklat adalah :
 Menyekolahkan pegawai (di dalam atau di luar negeri)
 Memberi pelatihan (di dalam atau di luar organisasi)
 Memberi pelatihan sambil bekerja (on the job training)
2. Contoh-contoh pengembangan karir melalui cara nondiklat adalah :
 Memberi penghargaan kepada pegawai
 Menghukum pegawai
 Mempromosikan pegawai ke jabatan yang lebih tinggi
 Merotasi pegawai ke jabatan lain yang setara dengan jabatan semula.

Intervensi Manajemen SDM dan Intervensi Perubahan Strategi 16


2.4.2.1 Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan Karir
Kesuksesan proses pengembangan karir tidak hanya penting bagi organisasi
secara keseluruhan. Dalam hal ini, beberapa hal atau faktor yang sering kali
amat berpengaruh terhadap manajemen karir adalah:
a) Hubungan Pegawai dan Organisasi
Dalam situasi ideal, pegawai organisasi berada dalam hubungan yang
saling menguntungkan. Namun, kadangkala keadaan ideal ini gagal
dicapai. Adakalanya pegawai sudah bekerja baik, tetapi organisasi
tidak mengimbangi prestasi pegawai tersebut dengan penghargaan
sewajarnya. Maka, ketidakharmonisan hubungan antara pegawai dan
organisasi ini cepat atau lambat akan mempengaruhi proses manajemen
karir pegawai.
b) Personalia Pegawai
Kadangkala, menajemen karir pegawai terganggu karena adanya
pegawai yang mempunyai personalitas yang menyimpang (terlalu
emosional, apatis, terlalu ambisius, curang, terlalu bebal, dan lain-lain).
Pegawai yang apatis, misalnya, akan sulit dibina karirnya sebab dirinya
sendiri ternyata tidak perduli dengan karirnya sendiri.
c) Faktor Eksternal
Acapkali terjadi, semua aturan dalam manajemen karir di suatu
organisasi menjadi kacau lantaran ada intervensi dari pihak luar.
Seorang pegawai yang mempromosikan ke jabatan lebih tinggi,
misalnya, mungkin akan terpaksa dibatalkan karena ada orang lain
yang didrop dari luar organisasi. Terlepas dari masalah apakah kejadian
demikian ini boleh atau tidak, etis atau tidak etis, kejadian semacam ini
jelas mengacaukan menajemen karir yang telah dirancang oleh
organisasi.
d) Politicking Dalam Organisasi
Manajemen karir pegawai akan tersendat dan bahkan mati bila faktor
lain seperti intrik-intrik, kasak-kasak, hubungan antar teman,
nepotisme, feodalisme, dan sebagainya, lebih dominan mempengaruhi
karir seseorang dari pada prestasi kerjanya. Dengan kata lain, bila
kadar “politicking” dalam organisasi sudah demikian parah, maka
manajemen karir hampir dipastikan akan mati dengan sendirinya.

Intervensi Manajemen SDM dan Intervensi Perubahan Strategi 17


Perencanaan karir akan menjadi sekedar basa-basi. Dan organisasi akan
dipimpin oleh orang-orang yang pintar dalam politicking tetapi rendah
mutu profesionalitasnya.
e) Sistem Penghargaan
Sistem manajemen (reward system) sangat mempengaruhi banyak hal,
termasuk manajemen karir pegawai. Organisasi yang tidak mempunyai
sistem penghargaan yang jelas (selain gaji dan insentif) akan cenderung
memperlakukan pegawainya secara subyektif. Pegawai yang
berprestasi baik dianggap sama dengan pegawai malas. Saat ini, mulai
banyak organisasi yang membuat sistem penghargaan yang baik
(misalnya dengan menggunakan sistem “kredit poin”) dengan harapan
setiap prestasi yang ditunjukkan pegawai dapat diberi “kredit poin”
dalam jumlah tertentu.
f) Jumlah Pegawai
Menurut pengalaman dan logika akal sehat, semakin banyak pegawai
maka semakin ketat persaingan untuk menduduki suatu jabatan, dan
semakin kecil kesempatan (kemungkinan) bagi seorang pegawai untuk
meraih tujuan karir tertentu. Jumlah pegawai yang dimiliki sebuah
organisasi sangat mempengaruhi manajemen karir yang ada. Jika
jumlah pegawai sedikit, maka manajemen karir akan sederhana dan
mudah dikelola. Jika jumlah pegawai banyak, maka manajemen karir
menjadi rumit dan tidak mudah dikelola.
g) Ukuran Organisasi
Ukuran organisasi dalam konteks ini berhubungan dengan jumlah
jabatan yang ada dalam organisasi tersebut, termasuk jumlah jenis
pekerjaan, dan jumlah personel pegawai yang diperlukan untuk mengisi
berbagai jabatan dan pekerjaan tersebut. biasanya, semakin besar
organisasi, semakin kompleks urusan manajemen karir pegawai.
Namun, kesempatan untuk promosi dan rotasi pegawai juga lebih
banyak.
h) Kultur Organisasi
Seperti sebuah sistem masyarakat, organisasi pun mempunyai kultur
dan kebiasaan-kebiasaan. Ada organisasi yang cenderung berkultur
professional, obyektif, raasional, dan demokratis. Ada juga organisasi

Intervensi Manajemen SDM dan Intervensi Perubahan Strategi 18


yang cenderung feodalistik, rasional, dan demokratis. Ada juga
organisasi yang cenderung menghargai prestasi kerja (sistem merit).
Ada pula organisasi yang lebih menghargai senioritas dari pada hal-hal
lain. Karena itu, meskipun organisasi sudah memiliki sistem
manajemen karir yang baik dan mapan secara tertulis, tetapi
pelaksanaannya masih sangat tergantung pada kultur organisasi yang
ada.
i) Tipe Manajement
Secara teoritis-normatif, semua manajemen sama saja di dunia ini.
Tetapi dalam impelemntasinya, manajemen di suatu organisasi
mungkin amat berlainan dari manajemen di organisasi lain. Ada
manajemen yang cemderung kaku, otoriter, tersentralisir, tertutup, tidak
demokratis. Ada juga manajemen yang cenderung fleksibel,
partisipatif, terbuka, dan demokratis.

2.5 Keberagaman Sumber Daya Manusia


Manajemen keragaman budaya merupakan pengelolaan terhadap sistem manajemen
sumber daya manusia, peningkatan karier kaum wanita (gender), pengelolaan heterogenitas
dalam ras, etrik dan kebangsaan. Pemikiran tentang keragaman dan perbedaan budaya serta
program pendidikan karyawan. Pengertiannya adalah bahwa suatu budaya yang terbentuk
dalam suatu organisasi terdiri atas pembentukan dimensi-dimensi kepentingan budaya
individu sehinga untuk mengembangkan budaya organisasi kearah yang positif, diperlukan
sistem pengelolaan manajemen agar arah pembentukan budaya itu terkendali dan menjadi
modal utama bagi organisasi dan anggota-anggotanya dalam berperilaku dan bertindak.
Manajemen keragaman suatu budaya dalam suatu organisasi menjadi landasan dasar bagi
proses organisasi yang berlaku. Manajemen keragaman budaya mempunyai fungsi sebagai
alat untuk mengelola, antara lain sistem manajemen sumber daya manusia, peningkatan
karier karyawati, heterogenitas, kergaman kepentingan, perbedaan budaya serta program
pendidikan.
2.5.1 Heterogenitas
Heterogenitas adalah keberagaman individu berdasarkan suku, adat, ras, agama
(sara) dan pengelolaan keragaman yang ada berdasarkan perbedaan-perbedaan sara
harus dilakukan sebaik mungkin. Efek dalam penyerapan, komunikasi dan moral yang
berbeda merupakan unsur afeksi yang perlu dibentuk menjadi suatu penyatuan yang

Intervensi Manajemen SDM dan Intervensi Perubahan Strategi 19


persepsi agar dapat mengantisipasi perbedaan-perbedaan dari segi sara. Efek dari
identitas kelompok dalam berinteraksi seperti unsur suku, agama dan kedaerahan
masih sering terjadi didalam dunia tenaga kerja, dan oleh karena berlatar belakang
berbeda, kemudian seseorang itu juga mendapat perlakuan yang berbeda. Misalnya,
masih sering seseorang dibedakan, seperti dia menyebutkan orang Tapanuli, dia orang
Jawa atau dia orang China dan lain sebagainya, dan kemudian berdasarkan itu, ada
yang ‘dianakemaskan’ dan ada pula yang ‘dianaktirikan’ atau mungkin dalam
perbedaan-perbedaan itu, kemudian mereka membuat kelompok-kelompok dalam
organisasi berdasarkan latar belakang. Identitas ini dapat menciptakan
pengelompokan yang mempunyai pengaruh negatif di dalam suatu organisasi atau
perusahaan dan kondisi seperti ini harus dapat dijembatani oleh manajer agar dapat
menjadi suatu pengaruh yang positif buat organisasi. Berdasarkan latar budaya atau
etnis, sering juga dibuat penilaian yang berbeda terhadap standar seseorang, misalnya
etnis tertentu dianggap lebih layak dengan suatu pekerjaan tertentu dibanding dengan
etnis lain. Sebuah perumpamaan dalam skala global, orang Asia atau Afrika dianggap
standar pembayaran upahnya (kompensasi) harus lebih rendah dibandingkan standar
untuk orang Eropa atau Amerika Serikat.

Intervensi Perubahan Strategi


2.6 Tranformasi Organisasi
Perubahan lingkungan yang disruptive membuat banyak organisasi tidak memiliki
pilihan lain kecuali bertransformasi. Bentuk perubahan yang bersifat incremental seperti
perbaikan, inovasi, dan business reengineering tidak memadai lagi sehingga organisasi
perlu melakukan perubahan mendasar dan radikal dalam bertransformasi. Setiap
organisasi harus terus tumbuh dalam jangka panjang dengan memberi nilai bagi semua
pemangku kepentingan. Untuk dapat bertahan dan bertumbuh, organisasi perlu
beradaptasi dengan lingkungan.
Transformasi organisasi merupakan suatu strategi dan implementasi untuk membawa
organisasi dari bentuk dan sistem yang lama ke bentuk dan sistem yang baru dengan
menyesuaikan seluruh elemen turunannya (sistem, struktur, people, culture) dalam
rangka meningkatkan efektivitas organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
selaras dengan visi dan misi organisasi atau perusahaan.

Intervensi Manajemen SDM dan Intervensi Perubahan Strategi 20


Komponen penting dalam melakukan transformasi organisasi antara lain:
1. Arah bisnis visioner: meninjau kembali visi dan misi minimal 3 tahun sekali
2. Kesiapan berubah: menyiapkan program untuk menghadapi perubahan
lingkungan eksternal
3. Orientasi pasar: menyiapkan strategi dan program untuk meningkatkan pangsa
pasar
4. Tanggap terhadap lingkungan: memiliki program untuk mengenali kekuatan dan
kelemahan serta menggunakannya untuk menghadapi tantangan dan ancaman
eksternal
5. Operasi prima: mengelola operasinya untuk menciptakan keunggulan yang
berdaya saing
6. Kepemimpinan yang kuat: mempersiapkan pemimpin organisasi yang mampu
menggerakkan semua sumber daya dan organ organisasi guna mencapai visi
organisasi
7. Insan yang kompeten: mengelola sumber daya manusia untuk menciptakan
keunggulan berdaya saing
8. Budaya perusahaan: mengembangkan budaya perusahaan yang mendukung
pencapaian visi dan misi
9. Manajemen risiko: mengelola risiko sehingga menunjang keberhasilan
perusahaan

Tranformasi sendiri merupakan tindakan strategis yang membutuhkan investasi besar


dengan risiko yang tinggi. Oleh karena itu, perusahaan membutuhkan suatu model yang
sudah teruji sebagai pedoman bagi organisasi di Indonesia untuk menjalankan
transformasi. Berikut 8 langkah penting dalam melakukan tranformasi organisasi yang
efektif:

1. Tetapkan apa yang akan Anda lakukan,


2. Buat rasa urgensi dan kemudian pertahankan untuk jangka panjang
3. Menerapkan tata kelola dan manajemen. Bentuk koalisi leader yang kuat untuk sukses
4. Libatkan pemangku kepentingan utama terutama manajer dalam membuat perubahan
terjadi
5. Hilangkan hambatan untuk keberhasilan transformasi, terutama selama implementasi

Intervensi Manajemen SDM dan Intervensi Perubahan Strategi 21


6. Aktifkan transformasi nyata dengan memupuk budaya organisasi baru dan perilaku
individu
7. Atur kembali operasi dan organisasi untuk mengaktifkan visi baru dan mendukung
transformasi
8. Tingkatkan keterampilan eksekutif dan pemimpin dalam mengubah kepemimpinan

Transformasi organisasi dilakukan untuk menjadi perusahaan yang berkelanjutan,


inovatif, dan memiliki nilai tambah lebih tinggi. Ibarat lomba lari, transformasi adalah
maraton yang membutuhkan daya tahan tinggi dan napas panjang. Dalam setiap waktu
dan tahapan harus bisa menampilkan kemajuan dan harus ada hasil nyata jangka pendek
atau quick win.

2.7 Budaya organisasi


Pengertian Budaya Organisasi adalah suatu karakteristik yang ada pada sebuah
organisasi dan menjadi pedoman organisasi tersebut sehingga membedakannya dengan
organisasi lainnya. Dengan kata lain, budaya organisasi adalah norma perilaku dan nilai-
nilai yang dipahami dan diterima oleh semua anggota organisasi dan digunakan sebagai
dasar dalam aturan perilaku dalam organisasi tersebut.
Budaya organisasi secara sederhana dapat juga diartikan bagaimana segala sesuatu
diselesaikan di tempat tersebut (Deal & Kennedy, 2000). Budaya dalam sebuah
organisasi melibatkan sekumpulan pengalaman, filosofi, pengalaman, ekspektasi dan
juga nilai yang terkandung di dalamnya yang nanti akan tercermin dalam perilaku
anggota, mulai dari inner working,interaksi dengan lingkungan di luar organisasi, sampai
ekpsktasi di masa depan.
Ada juga yang menjabarkan budaya organisasi berarti melibatkan peraturan tertulis
dan tak tertulis, asumsi, kebiasaan, bahasa, simbol, norma, visi, sistem, kepercayaan dan
nilai. Di sisi lain, beberapa pengertian budaya organisasi justru menekan dan membentuk
tingkah laku karyawan dalam organisasi tersebut. Jadi mau tidak mau, ketika mereka
masuk ke sana, mereka akan mengikuti kebiasaan dan budaya yang berlaku di sana.

2.7.1 Pengertian Budaya Organisasi Menurut Para Ahli


Beberapa ahli di bidang ilmu sosiologi pernah menjelaskan mengenai defenisi
Budaya organisasi, diantaranya adalah:

Intervensi Manajemen SDM dan Intervensi Perubahan Strategi 22


1. Susanto
Menurut susanto, pengertian budaya organisasi adalah nilai-nilai yang menjadi
pedoman bagi sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal
dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam organisasi, dengan begitu masing-
masing anggota organisasi wajib memahami nilai-nilai yang ada dan
sebagaimana mereka harus bertingkah laku atau berperilaku.
2. Robbins
Menurut Robbins pengertian budaya organisasi adalah sebuah sistem makna
bersama yang dianut oleh masing-masing anggota yang membedakan sebuah
organisasi dengan organisasi yang lain.
3. Gareth R. Jones
Menurut Gareth R. Jones pengertian budaya organisasi adalah sebuah persepsi
bersama yang dianut oleh masing-masing anggota organisasi, suatu sistem dari
makna bersama.

2.7.2 Jenis atau Tipe Budaya Organisasi


Dalam bukunya, Noe dan Mondy (1996:237) mengatakan ada dua tipe Budaya
Organisasi, yaitu:
1. Open and Participative Culture
Budaya organisasi ini ditandai dengan pencapaian tujuan output yang tinggi
dengan didukung adanya rasa percaya pada bawahan, komunikasi yang terbuka,
kepemimpinan yang supportif dan penuh perhatian, penyelesaian masalah secara
tim, adanya otonomi pekerja, dan berbagi informasi.
2. Closed and Autocratic Culture
Budaya organisasi ini ditandai dengan pencapaian tujuan output yang tinggi,
namun pencapaian tersebut mungkin lebih dinyatakan dan dipaksakan
organisasi dengan pemimpin yang otokrasi dan kuat.

2.7.3 Contoh Budaya Organisasi


1. Budaya Administrasi
Budaya administrasi dalam organisasi sangat dibutuhkan misalnya dalam hal
surat menyurat, keluar masuk barang, pendapatan pegawai dan lainnya untuk
memperlancar kinerja perusahaan.

Intervensi Manajemen SDM dan Intervensi Perubahan Strategi 23


2. Kedisiplinan
Budaya organisasi bisa berupa kedisiplinan. Misalnya dalam hal ketepatan
menyelesaikan order yang di minta, budaya ramah kepada customer, tidak telat
datang ke kantor dan masih banyak lagi.
3. Pembagian Wewenang yang Jelas
Kemampuang organisasi dalam membagi wewenang adalah budaya organiasi
yang menjadi kunci keberhasilan sebuah perusahaan. Tanpa pembagian
wewenang yang jelas maka kinerja para anggota dalam organisasi tersebut tidak
akan optimal karena kebingungan.
4. Inovasi
Inovasi adalah budaya organisasi yang mendorong para anggota untuk
menciptakan atau mengembangkan ide-ide kreatif dan inovatif demi kemajuan
organisasi tersebut.

2.8 Organisasi Pembelajaran


Organisasi belajar atau organisasi pembelajaran adalah suatu konsep dimana
organisasi dianggap mampu untuk terus menerus melakukan proses pembelajaran
mandiri (self leraning) sehingga organisasi tersebut memiliki ‘kecepatan berpikir dan
bertindak’ dalam merespon beragam perubahan yang muncul.
Pedler, Boydell dan Burgoyne mendefinisikan bahwa organisasi pembelajaran
adalah “Sebuah organisasi yang memfasilitasi pembelajaran dari seluruh anggotanya dan
secara terus menerus mentransformasikan diri”.
Menurut Lundberg (Dale, 2003) menyatakan bahwa pembelajaran adalah “suatu
kegiatan bertujuan yang diarahkan pada pemerolehan dan pengembangan keterampilan
dan pengetahuan serta aplikasinya”.
Menurut Sandra Kerka (1995) yang paling konseptual dari learning organization
adalah asumsi bahwa ‘belajar itu penting’, berkelanjutan, dan lebih efektif ketika
dibagikan dan bahwa setiap pengalaman adalah suatu kesempatan untuk belajar.

2.8.1 Ruang Lingkup Organisasi Pembelajaran


Learning Organization meliputi adanya perkembangan yang berkelanjutan
dan penyesuaian terhadap perubahan yang ada dan mampu menciptakan tujuan
dan/atau pendekatan yang baru. Pembelajaran ini harus menyatu pada cara
organisasi menjalankan kegiatannya. Pembelajaran dalam hal ini berarti:

Intervensi Manajemen SDM dan Intervensi Perubahan Strategi 24


1. Bagian dari kegiatan kerja sehari-hari.
2. Diterapkan pada individu, unit kerja dan perusahaan.
3. Bersifat mampu memecahkan masalah pada akar penyebabnya.
4. Fokus pada tersebarnya pengetahuan di seluruh stuktur organisasi
5. Digerakkan oleh kesempatan untuk mendapatkan perubahan yang signifikan dan
mengerjakan dengan lebih baik.

2.8.2 Proses dalam Organisasi Pembelajaran


Prof. Jann Hidajat Tjakraatmadja pada suatu seminar, memberikan pandangan
mengenai tiga gelombang "pembelajaran" (learning). Pada gelombang pertama,
organisasi dan perusahaan berkonsentrasi pada peningkatan proses kerja (improve
work process). Dalam fase ini, munculah konsep "kaizen", TQM, dan konsep-
konsep lain yang berbasiskan pada mengatasi hambatan dan batasan. Selanjutnya,
fase kedua memfokuskan pada peningkatan mengenai bagaimana cara bekerja
(improve how to work). Fase ini banyak berkutat pada improvisasi cara berpikir
dan pembelajaran mengenai masalah-masalah sistem yang dinamis, kompleks, dan
mengandung konflik. Pada gelombang ketiga, konsep pembelajaran benar-benar
tertanam dalam organisasi sebagai cara pandang dan berpikir para pimpinan dan
juga pekerja.

Intervensi Manajemen SDM dan Intervensi Perubahan Strategi 25


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari penjabaran yang telah dipaparkan diatas dari masing-masing sub bab pembahasan
yakni yang pertama yaitu Intervensi Manajemen Sumber Daya Manusia dan sub bab
pembahasan yang kedua yaitu Intervensi Perubahan Strategi. Dimana di dalam masing-
masing sub bab telah dijelaskan secara rinci mengenai topik-topik yang telah dibahas.
Dan pembaca diharapkan mengerti dan paham dengan materi yang telah disampaikan
dan apa yang telah dijelaskan dapat memenuhi tujuan dari pembuatan makalah ini.

3.2. Saran
Dengan kajian Intervensi Manajemen Sumber Daya Manusia dan Intervensi
Perubahan Strategi ini diharapkan dapat memberikan gambaran apa itu penempatan
sumber daya manusia, manajemen kinerja, sistem penghargaan dan lain sebagainya yang
telah dibahas sebelumnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan kita tentang kajian
Intervensi Manajemen Sumber Daya Manusia dan Intervensi Perubahan Strategi dalam
membangun usaha agar lebih berkembang dan maju.

Intervensi Manajemen SDM dan Intervensi Perubahan Strategi 26


DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/34508946/
Tugas_Pengembangan_Organisasi_INTERVENSI_MANAJEMEN_SUMBER_DAYA_MA
NUSIA_
http://deafebb.blogspot.com/2016/01/budaya-organisasi.html
https://samahitawirotama.com/pentingnya-melakukan-transformasi-organisasi-yang-efektif/
https://www.maxmanroe.com/vid/organisasi/pengertian-budaya-organisasi.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_belajar

Intervensi Manajemen SDM dan Intervensi Perubahan Strategi 27

Anda mungkin juga menyukai