Survei Konsumsi Makanan
Survei Konsumsi Makanan
BAB I
PENDAHULUAN
Sebuah negara dikatakan maju jika memiliki kecukupan pangan yang
dapat meningkatkan kecukupan gizi dan menunjang kesehatan yang baik pada
masing – masing penduduk terutama golongan usia muda yakni anak – anak
dan remaja yang berpotensi sebagai generasi baru bangsa. Kecukupan pangan
yang dapat meningkatkan kecukupan gizi dan kesehatan ini disebabkan oleh
faktor kesuksesan panen para petani yang didukung oleh kinerja yang bagus
dari Departemen Pertanian negara bersangkutan. Selain mampu memenuhi
dengan baik kecukupan gizi pada masyarakatnya sehingga dapat dihindari
kekurangan gizi, masyarakat negara maju juga berpotensi terkena kelebihan
gizi dikarenakan kemapanan ekonomi sehingga dapat menderita penyakit
tertentu sebagai akibat kelebihan gizi, seperti obesitas dan diabetes mellitus.
Sedangkan pada negara berkembang yang kebanyakan masih sulit untuk
memenuhi kecukupan pangan bagi masyarakat di negaranya, dapat
mempengaruhi perkembangan ekonomi dan sosial masyarakat negara tersebut
sehingga tidak heran jika banyak ditemukan masyarakat yang masih hidup
dalam kemiskinan. Oleh BPS (Badan Pusat Statistik) disebutkan bahwa
masyarakat yang hidup di dalam dan dibawah garis kemiskinan sebagai
ketidakmampuan untuk memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang
meliputi kebutuhan makanan dan non-makanan. Masyarakat yang miskin
cenderung tidak bisa mencukupi kebutuhan gizinya dengan baik dan banyak
menderita penyakit akibat kekurangan ( defisiensi) gizi, seperti kebutaan akibat
defisiensi vitamin A, kwashiorkor akibat defisiensi protein, dan lain – lain. Oleh
karena itu, untuk mengetahui secara pasti pola konsumsi gizi (makanan) perlu
dilakukannya suatu survei sebagai tolok ukur gambaran konsumsi makanan
masyarakat pada umumnya, yang disebut dengan survei konsumsi makanan.
1
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
dasar untuk perbaikan gizi menjadi lebih baik di masa yang akan datang serta
dapat mengurangi jumlah penduduk yang mengalami kekurangan gizi,
terutama pada anak-anak. Dalam survei konsumsi makanan ini akan dibahas
berbagai hal tentang pola konsumsi makanan pada masyarakat di Indonesia
khususnya anak sekolah yang terdapat di kota besar (Jakarta).
2
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
BAB II
ISI
Survei konsumsi makanan dapat dilakukan pada kelompok masyarakat
tertentu pada tempat dan daerah yang tertentu pula. Tujuan dari survei ini juga
jelas karena ingin mengetahui pola konsumsi masyarakat pada wilayah tertentu
yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti faktor ekonomi. Selain itu,
dari survei konsumsi makanan ini juga dapat diambil tolok ukur dan acuan
dasar dalam pengembangan dan pembandingan pola konsumsi yang satu
dengan pola konsumsi yang lainnya.
Metode Kualitatif
Metode yang bersifat kualitatif ini biasanya digunakan untuk mengetahui
jumlah frekuensi makan, jumlah frekuensi konsumsi menurut jenis bahan
makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan (Food /
Eating Habits) serta cara-cara memperoleh bahan makanan tersebut.
3
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
Metode Kuantitatif
Metode secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah
makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi
dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau
daftar lain yang di perlukan sebagai daftar Ukuran Rumah Tangga (URT),
Daftar Konversi Mentah-Masak (DKMM) dan Daftar Penyerapan Minyak.
Tingkat Nasional
Tingkat Rumah Tangga
Tingkat Individu atau Perorangan
Tingkat Nasional
4
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
Konsumsi makan rumah tangga adalah makanan dan minuman yang tersedia
untuk dikonsumsi oleh anggota keluarga atau institusi. Metode pengukuran
konsumsi makanan berdasarkan sasaran pengamatan atau pengguna dalam
tingkat rumah tangga biasanya digunakan untuk menilai dan mensurvei pola
konsumsi makanan dalam sebuah keluarga atau institusi. Hasil survei dari
semua keluarga dan institusi dalam daerah tertentu akan didata dan dikaji
sehingga akan diperoleh sebuah hasil yang dapat digunakan sebagai tolok ukur
dan acuan dasar penentuan pola konsumsi makanan sebuah keluarga dan
institusi yang baik dan benar. Tolok ukur dan acuan dasar ini juga dapat
dijadikan sebagai parameter kecukupan gizi saat menilai pola konsumsi
makanan keluarga dan institusi yang lain.
5
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
6
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
7
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
5. Metode telepon.
8
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
Metode pengukuran makanan untuk individu atau perorangan ini, antara lain :
9
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
Tujuan dari metode ini adalah menimbang jumlah makanan yang telah
dikonsumsi oleh responden misalnya dalam per hari agar dapat diketahui
angka kecukupan gizi yang telah diperoleh oleh responden tersebut.
10
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
• Memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya yang cukup mahal
karena memerlukan ala untuk menimbang.
11
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
12
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
Bias Sistematik
• Kesalahan dari alat yang tidak akurat dan tidak distandarkan sebelum
penggunaan.
13
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
14
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
Dikhawatirkan jika masa emas tumbuh kembang angak diisi dengan asupan
nutrisi yang tidak seimgang dan pola hidup yang kurang sehat, antara lain
seperti kurangnya aktivitas fisik yang sesuai dengan usianya, maka diprediksi
generasi mendatang bukan merupakan generasi yang tangguh berbadan,
berjiwa dan beraga sehat, melainkan generasi yang lembek, demikian paparan
dr. Amaranila Lalita Drijono, Sp.KK, selaku Ketua Komite Kantin Sekolah Al
Izhar Pondok Labu. Diakui oleh dr. Amaranila bahwa dalam menghadapi
persaingan yang semakin ketat, anak – anak usia sekolah kerap kali harus
menghabiskan lebih dari separuh waktunya di luar rumah, khususnya di
sekolah.
“Saat ini anak – anak di kota besar antara usia 4 – 18 tahun menghabiskan
waktu 4 – 7 jam di sekolah. Meski secara kuantitas, waktu tersebut masih
cukup banyak dihabiskan di lingkungan sosial dan keluarga, namun secara
kualitas, masa makan aktif anak justur lebih banyak dihabiskan pada jam
sekolah tersebut. Keadaan ini memaksa anak – anak tersebut untuk menyantap
makanan seala-kadarnya saja setiap hari,” jelas dr. Amaranila. Hal ini didukung
dengan munculnya berbagai macam restoran cepat saji yang menyediakan
hidangan junk food yang menjadi penyebab meningkatnya masalah kelebihan
gizi dan masalah kekurangan gizi yang terselebung. Tidak bisa dipungkiri
bahwa masalah ini juga bisa menjadi pemicu penyakit – penyakit yang
seharusnya tidak terjadi pada anak – anak seperti obesitas untuk masalah
kelebihan gizi pada anak – anak pada umumnya. Sedangkan meningkatnya
konsumsi makanan yang tidak seimbang gizinya pada anak – anak sekolah di
kota besar diduga merupakan kelompok kekurangan gizi yang terselebung.
Survei konsumsi makanan untuk anak – anak sekolah ini melibatkan para
orangtua untuk mengisi angket tersebut mendapat respon yang positif dan
interaktif. Survei ini dilakukan di Kantin Sekolah Al Izhar yang selama ini
dijadikan tempat rujukan anak – anak untuk makan, terjaring responden
sebanyak 771 anak SD (kelas 2 – 6), SMP (kelas 1 & 2) dan 418 orang tua murid
TK & SD (SMP & SMU). Data hasil survei ini diolah secara statistik melalui
program komputer SPSS for Windows version 11.5.
15
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
Sedangkan survei langsung mengenai pola makan yang dilakukan pada siswa SD, SMP,
dan SMA yang mengisi angket di ruang kelas terungkap :
5. Sementara Bayam & dan Kangkung menduduki peringkat teratas dari jenis sayuran
yang disukai siswa
6. Jeruk Dan Apel, juga menjadi buah favorit yang dikonsumsi oleh anak-anak, dengan
data sekitar 35 - 40 %
Kampanye Gerakan Sosial Pola Makan Sehat Pada Anak, yang digelar di lingkungan
sekolah Al Izhar selama Bulan Agustus ini, diadakan untuk lebih meningkatkan
kesadaran semua pihak (anak, orang tua dan guru) tentang pentingnya pola makan
sehat dan gizi yang seimbang.
"Gerakan ini boleh dibilang berawal dari mulai menurunnya kuantitas interaksi
keluarga dalam mengajarkan pola makan sehat kepada anak-anaknya. Ini bisa terjadi,
16
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
karena ternyata anak lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah, kata Rika M.
Novriadi selaku Humas Al Izhar Healthy Food Festival kepada rileks.com.
Saat ini anak-anak di kota besar usia 4-18 tahun banyak menghabiskan waktu
4-7 jam di sekolah. Meski secara kuantitas, waktu tersebut masih cukup banyak
dihabiskan di lingkungan sosial dan keluarga, namun secara kualitas, masa
makan aktif anak justru lebih banyak dihabiskan pada jam sekolah tersebut.
Diharapkan peran kantin sekolah nantinya dapat menjadi salah satu pilar
pembelajaran dan pendidikan pola makan sehat anak di sekolah. Mengingat
peran sekolah juga sama pentingnya dengan keluarga dalam hal pemberian
nutrisi tumbuh kembang anak. Jika di sekolah ini bisa memberikan konsep
makan sehat, bukan mustahil hal ini akan ditiru dan diwujudkan di sekolah lain.
Sudah saatnya kita tingkatkan kesadaran `you are what you eat`, pungkas Rika.
17
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
BAB III
PENUTUP
Survei konsumsi makanan merupakan suatu penelitian lapangan tentang
pengunaan pangan pada masyarakat dimana biasanya cara ini dilakukan
sebagai tolak ukur atau indikator pengukuran mutu pangan, kecukupan pangan,
situasi pangan dan status gizi dalam masyarakat tersebut serta mencakupi pla
konsumsi masyarakat pada umumnya. Survei ini biasanya dapat dilakukan oleh
sekelompok peneliti yang meninjau dan meneliti tentang pola konsumsi dan
ketahanan pangan baik di tingkat nasional, tingkat rumah tangga maupun di
tingkat individu.
Pada masyarakat kaya biasanya mampu memenuhi angka kecukupan gizi yang
ditetapkan, bahkan kadang – kadang berlebih yang dapat memberikan dampak
kesehatan yang berarti seperti obesitas. Sedangkan pada masyarakat miskin
seringkali kesulitan memenuhi angka kecukupan gizi yang ditetapkan,
seringkali sangat kurang sekali sehingga memudahkan masyarakat miskin
tersebut gampang terkena penyakit akibat kekurangan gizi. Seringkali hasil
survei konsumsi makanan dapat dijadikan sebagai referensi bagi pemerintah
untuk menyamaratakan konsumsi makan masyarakat agar tidak ada yang
merasa kekurangan maupun kelebihan. Oleh karena itu, untuk menjaga agar
masyarakat miskin tidak semakin tidak mampu mencukupi kecukupan gizi
yang diharuskan dapat makan secara layak dan masyarakat kaya tidak semakin
berlebihan mengkonsumsi makanan, pemerintah membentuk program
ketahanan pangan nasional.
Masuk ke dalam lingkup yang lebih kecil yakni pola konsumsi makanan di
tingkat rumah tangga , contohnya sekolah, pola makan dan gaya hidup anak
sekolah kota besar berbeda dengan anak sekolah kota kecil atau desa. Hal ini
dikarenakan kemapanan di segi ekonomi pada anak sekolah kota besar yang
sanggup memenuhi kecukupan gizinya bahkan cenderung berlebih serta
didukung faktor gaya hidup yang kurang sehat. Terjadinya gaya hidup yang
kurang sehat dikarenakan di kota besar banyak didirikan restoran – restoran
yang menyediakan makanan cepat saji yang tidak memiliki kandungan gizi
18
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
yang sehat sehingga dapat menyebabkan anak sekolah kota besar mengalami
kelainan gizi buruk yang terselubung. Faktor lainnya berupa persaingan ketat
di bidang akademik sekolah menuntut para anak sekolah di kota besar lebih
banyak menghabiskan waktunya di sekolah daripada di rumah. Selain itu,
didukung juga dengan faktor kemacetan lalu lintas yang menyita waktu dan
tenaga anak – anak sekolah sehingga menjadi jarang dan malas melakukan
aktivitas fisik seperti olahraga.
Anak sekolah di kota kecil atau desa bisa dikatakan pola konsumsi makannya
masih benar karena masih terpantau oleh orangtua di rumah.
Pola konsumsi makanan pada tingkat individu akan berbeda – beda hasilnya
antara individu yang satu dengan individu yang lain. Faktor – faktor yang
menjadi pembeda itu antara lain:
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Ras
4. Agama
5. Budaya
6. Penyakit yang diderita
19
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
REFERENSI
Widiastuti, Notika T., Suvitriati S., “Penilaian Status Gizi Secara Tidak
Langsung” – Slide.2 November 2007.FK UPN “Veteran” Jakarta.
Harian KOMPAS 8 November 2007, “Ketahanan Pangan Nasional :
Perubahan Iklim Pengaruhi Kegagalan Panen”.
www.google.com/search/Awas Jajanan Tidak Sehat, You Are What You
Eat____ - Rileks_com Sometimes We Need To Be Different -.htm
20