“EVALUASI PEMBELAJARAN”
NAMA KELOMPOK 6:
KENDARI
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh
lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Penyusun Kelompok 6
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan .......................................................................................
B. Saran .................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tugas dan tanggung jawab utama seorang guru adalah mengelola pengajaran
dengan lebih efektif, dinamis, efisien, dan positif ditandai dengan adanya kesadaran dan
keterlibatan aktif diantara dua subjek pengajaran tersebut. Guru sebagai pengarah dan
pembimbing, sedangkan peserta didik yang terlibat aktif untuk memperoleh informasi
dalam pengajaran tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan dari pengertian dan prinsip-prinsip pembelajaran?
2. Bagaimana konsep dari teori-teori pembelajaran?
C. Tujuan Masalah
1. Memberikan penjelasan dari pengertian dan prinsip-prinsip pembelajaran.
2. Mendeskripsikan konsep dari teori-teori pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
Kata prinsip berasal dari bahasa Latin yang berarti asas (kebenaran yang menjadi
pokok dasar berpikir, bertindak, dan sebagainya) dasar prinsip merupakan sebuah
kebenaran atau kepercayaan yang diterima sebagai dasar dalam berfikir atau bertindak.
Jadi prinsip dapat diartikan sebagai sesuatu yang menjadi dasar pokok berpikir, berpijak
atau bertindak. Contohnya Komitmen dalam mengambil keputusan.
Pembelajaran adalah suatu aktivitas atau suatu proses mengajar dan belajar.
Aktivitas ini merupakan proses komunikasi dua arah, antara pihak guru dan peserta didik.
Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional menyatakan:
“Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar”. Prinsip pembelajaran adalah landasan berpikir, landasan
berpijak dengan harapan tujuan pembelajaran tercapai dan tumbuhnya proses
pembelajaran yang dinamis dan terarah.
2) Prinsip-prinsip Pembelajaran
Bagi siswa atau peserta didik dituntut memberikan perhatian terhadap ragsangan
yang mengarah pada tercapainya tujuan belajar. sedangkan bagi seorang guru
menggunakan metode yang bervariasi dn memilih bahan ajar yang diminati siswa.
Perhatian dalam pembelajaran mempunyai peranan yang sangat penting. Kenyataan
menunjukkan bahwa tanpa perhatian tidak mungkin terjadi pembelajaran baik dari pihak
guru sebagai pengajar maupun dari pihak peserta didik yang belajar. Perhatian peserta
didik akan timbul apabila bahan pelajaran yang dihadapinya sesuai dengan kebutuhannya,
apabila bahan pelajaran itu sebagai sesuatu yang dibutuhkan tentu perhatian untuk
mempelajarinya semakin kuat. Oleh karena itu, sebelum memulai pembelajaran harus
dilakukan pemusatan perhatian dan menganalisis materi yang akan dibahas kepada
peserta didik agar peserta didik fokus terhadap apa yang akan dipelajarinya.
Secara psikologis, apabila sudah berkonsentrasi (memusatkan perhatian) pada
sesuatu maka segala stimulus yang lainnya tidak diperlukan. Akibat dari keadaan ini
kegiatan yang dilakukan tentu akan sangat cermat dan berjalan baik. Bahkan akan lebih
mudah masuk ke dalam ingatan, tanggapan yang terang, kokoh dan lebih mudah untuk
diproduksikan.
Kedua hal ini sebagai unsur motivasi yang menjadi dasar permulaan yang baik
untuk belajar. Sebab tanpa kedua unsur tersebut kegiatan pembelajaran sulit untuk
berhasil. Seseorang yang mempunyai motivasi yang cukup besar sudah dapat berbuat
tanpa motivasi dari luar dirinya. Itulah yang disebut motivasi intrinsic, atau tenaga
pendorong yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Sebaliknya, bila motivasi
intrinsiknya kecil, maka dia perlu motivasi dari luar yang disebut ekstrinsik, atau
tenaga pendorong yang ada di luar. Motivasi ekstrinsik ini berasal dari guru, orang
tua, teman, buku-buku dan sebagainya.
2. Keaktifan
Bagi siswa atau peserta didik dituntut memproses dan mengolah hasil
belajarnya secara efektif serta aktif baik secara fisik, intelektual dan emosional.
Sedangkan bagi guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan
eksprimen sendiri.
Termasuk dalam pembelajaran, peserta didik harus selalu aktif. Mulai dari
kegiatan fisik sampai pada kegiatan psikis. Dengan demikian belajar yang berhasil
harus melalui banyak aktifitas baik fisik maupun psikis. Bukan hanya sekedar
menghafal sejumlah rumus-rumus atau informasi tetapi belajar harus berbuat, seperti
membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya.
Prinsip aktifitas di atas menurut pandangan psikologis bahwa segala pengetahuan
harus diperoleh melalui pengamatan dan pengalaman sendiri. Jiwa memiliki energy
sendiri dan dapat menjadi aktif karena didorong oleh kebutuhan-kebutuhan.[3] Jadi,
dalam pembelajaran yang mengolah dan merencana adalah peserta didik dengan
kemauan, kemampuan, bakat dan latar belakang masing-masing, guru hanya
merangsang keaktifan peserta didik dengan menyajikan bahan pelajaran. Contohnya
adalah menyimpulkan hasil percobaan.
3. Keterlibatan langsung
Bagi siswa dituntut agar dapat mengerjakan sendiri tugas yang diberikan oleh
gurunya. Sedangkan bagi seorang guru dapat melibatkan siswa dalam mencari
informasi dan menyimpulkan informasi. Prinsip keterlibatan langsung merupakan hal
yang penting dalam pembelajaran. Pembelajaran sebagai aktifitas mengajar dan
belajar, maka guru harus terlibat langsung begitu juga peserta didik. Prinsip
keterlibatan langsung ini mencakup keterlibatan langsung secara fisik. Prinsip ini
diarahkan agar peserta didik merasa dirinya penting dan berharga dalam kelas
sehingga dia bisa menikmati jalannya pembelajaran.
Edge Dale dalam Dimyati mengatakan bahwa: “belajar yang baik adalah
belajar melalui pengalaman langsung”. Pembelajaran dengan pengalaman ini bukan
sekedar duduk dalam kelas ketika guru sedang menjalankan pelajaran, tetapi
bagaimana peserta didik terlibat langsung dalam proses pembelajaran tersebut.
Kegiatan pembelajaran yang ditetapkan guru berarti pengalaman belajar bagi peserta
didik. Contohnya adalah melakukan praktek.
4. Pengulangan
Bagi siswa atau peserta didik kesadaran siswa dalam mengerjakan latihan-
latihan yang berulang-ulang, Sedangkan bagi guru merancang hal-hal yang perlu
diulang. Prinsip pembelajaran yang menekankan pentingnya pengulangan yang
dikemukakan oleh teori psikologi daya. Menurut teori ini bahwa belajar adalah
melihat daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri dari daya mengamati,
menangkap, mengingat, menghayal, merasakan, berpikir dan sebagainya. Daya-daya
tersebut akan berkembang.
Meskipun ketiga teori ini tidak dapat dipakai untuk menerangkan semua
bentuk belajar, tetapi masih dapat digunakan karena pengulangan masih relevan
sebagai dasar pembelajaran. Sebab, dalam pembelajaran masih sangat dibutuhkan
pengulangan-pengulangan atau latihan-latihan. Hubungan stimulus dan respons akan
bertambah erat kalau sering dipakai dan akan berkurang bahkan hilang sama sekali
jika jarang atau tidak pernah digunakan.[4] Oleh karena itu, perlu banyak latihan,
pengulangan, dan pembiasaan. Contohnya adalah siswa sebelum memulai
pembelajaran membaca doa terlebih dahulu agar terbiasa dan hal ini dilakukan secara
berulang-ulang.
5. Proses individual
Bagi siswa atau peserta didik dapat belajar menurut tempo kecepatan masing-
masing siswa, Sedangkan bagi seorang guru dapat menentukan metode sehingga
dapat melayani seluruh siswa. Proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah-
sekolah pada saat ini masih cenderung berlangsung secara klasikal yang artinya
seorang guru menghadapi 30-40 orang peserta didik dalam satu kelas. Guru masih
juga menggunakan metode yang sama kepada seluruh peserta didik dalam kelas itu.
Bahkan mereka memperlakukan peserta didik secara merata tanpa memperhatikan
latar belakang social budaya, kemampuan, atau segala perbedaan individual peserta
didik. Padahal setiap peserta didik memiliki ciri-ciri dan pembawaan yang berbeda.
Ada peserta didik yang memiliki bentuk badan tinggi kurus, gemuk pendek, ada yang
cekatan, lincah, periang, ada pula yang lamban, pemurung, mudah tersinggung dan
beberapa sifat-sifat individual yang berbeda.
6. Tantangan
Bagi siswa atau peserta didik diberikan suatu tanggung jawab untuk
mempelajari sendiri dengan melakukan eksprimen, belajar mandiri dan mencari
pemecahan sendiri dalam menghadapi permasalahan, Sedangkan bagi guru
memberikan tugas kepada peserta didiknya memecahkan permasalahan.
Kuantzu dalam Azhar Arsyad mengatakan”if you give a man fish, he will have
a single meal. If you teach him how to fish he will eat all his life”. Pernyataan
Kuantzu ini senada dengan prinsip pembelajaran yang berupa tantangan, karena
peserta didik tidak merasa tertantang bila hanya sekedar disuapi sehingga dirinya
tinggal menelan apa yang diberikan oleh guru. Sebab, tanpa tantangan peserta didik
merasa masa bodoh dan kurang kreatif sehingga tidak berkesan materi yang
diterimanya.
Agar pada diri peserta didik timbul motiv yang kuat untuk mengatasi
hambatan dengan baik, maka materi pembelajaran juga harus menantang sehingga
peserta didik bergairah untuk mengatasinya. Hal ini sejalan dengan prinsip
pembelajaran dengan salah satu prinsip konsep contextual teaching and learning yaitu
inkuiri. Di mana dijelaskan bahwa inkuiri merupakan proses pembelajaran yang
berdasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis.
Jadi, peserta didik akan bersungguh-sungguh dalam menemukan masalahnya terlebih
dahulu kemudian menemukan sendiri jalan keluarnya. Contohnya adalah siswa
diberikan suatu permasalahan,kemudian siswa sendiri mencari jawabannya.
Bagi siswa atau peserta didik dapat mencocokkan jawaban yang telah
dikerjakan kepada gurunya, Sedangkan bagi guru dapat memberikan jawaban yang
benar dan memberikan kesimpulan dari materi yang telah dijelaskan atau dibahas.
Prinsip pembelajaran yang berkaitan dengan balikan dan penguatan, ditekankan oleh
teori operant conditioning, yaitu law of effect. Bahwa peserta didik akan belajar
bersemangat apabila mengaetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Hasil yang baik
merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik bagi hasil usaha
belajar selanjutnya. Namun dorongan belajar tidak saja oleh penguatan yang
menyenangkan atau penguatan positif, penguatan negatif pun dapat berpengaruh pada
hasil belajar selanjutnya.
Apabila peserta didik memperoleh nilai yang baik dalam ulangan tentu dia
akan belajar bersungguh-sungguh untuk memperoleh nilai yang lebih baik untuk
selanjutnya. Karena nilai yang baik itu merupakan penguatan yang positif sebaliknya,
bila peserta didik memperoleh nilai yang kurang baik tentu dia merasa takut tidak
naik kelas, dia terdorong pula untuk lebih giat. Inilah yang disebut penguatan negatif
yang berarti bahwa peserta didik mencoba menghindar dari peristiwa yang tidak
menyenangkan. Oleh karena itu Tanya jawab atau evaluasi penting diperoleh peserta
didik agar memungkinkan terjadinya balikan dan penguatan. Contohnya adalah siswa
diberikan format sajian berupa tanya jawab, melakukan diskusi.
Perbedaan antara teori pembelajaran dengan teori belajar biasa diamati dari
posisional teori-nya, apakah berada pada tataran teori deskriptif atau preskriptif. Bruner
(dalam Dabeng, 1989) mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah preskriptif dan
teori belajar adalah deskriptif. Preskriptif karena tujuan utama teori pembelajaran adalah
menetapkan metode pembelajaran yang optimal sedangkan teori deskriptif karena tujuan
utama belajar adalah menjelaskan proses belajar. Teori belajar hanya menaruh perhatian
pada huungan diantara variabel-variabel hasil belajar. Sedangkan teori pembelajaran
sebalik nya, teori ini menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang
lain agar dapat terjadi proses belajar. Dengan kata lain, teori pembelajaran berurusan
dengan upaya mengontrol variabel-variabel yang di spesifikasikan dalam teori belajar
agar dapat memudahkan belajar. (Budiningsih, 2004).
Budiningsih dalam buku Belajar dan Pembelajaran menjelaskan bahwa upaya dari
Bruner untuk membedakan antara teori belajar yang deskriptif dan teori pembelajaran
yang perspektif dikembangkan lebih lanjut oleh Reigeluth dan kawan-kawan, menyatakan
bahwa principle and theories of instructional design ray e sttade in either a descriptive or
perspective form (prinsip dan teori desain instruksional baik secara deskriptif atau bentuk
perspektif). Teori dan prinsip-prinsip pembelajaran yang deskriptif menempatkan variabel
kondisi dan metode pembelajaran sebagai givens (pemberian) dan menempatkan hasil
pembelajaran sebagai variebel yang diamati. Dengan kata lain, kondisi dan metode
pembelajaran sebagai variabel bebas dan hasil pembelajaran sebagai variabel tergantung.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa teori-teori dan prinsip-prinsip pembelajaran yang
prespkriptif, kondisi dan hasil pembelajaran di tempatkan sebagai givens dan metode
yang optimal ditetapkan sebagai variabel yang di amati.
Menurut teori belajar behavioristik aliran tingkah laku, belajar diartikan sebagai
proses peruahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon.
Belajar menurut psikologi behavioristik adalah suatu kontrol istrumental yang berasal dari
lingkungan. Belajar tidak nya seseorang tergantung pada faktor-faktor tradisional yang di
berikan lingkungan.
Menurut teori behavioristik, adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk
perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan
cara yang baru sebagai hasil interaksi stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah
belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah laku. Sebagai contoh, anak
belum dapat berhitung perkalian. Walaupun ia sudah berusaha giat, dan gurunya sudah
mengajarkannya dengan tekun, namun jika anak tersebut belum dapat mempraktekkan
perhitungan perkalian, maka ia belum dianggap belajar. Karena ia belum dapat
menunjukan perubahan perilaku sebagai hasil belajar.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau Input yang berupa stimulus
dan keluaran atau Output yang berupa respon. Dalam contoh di atas, stimulus adalah apa
saja yang diberikan guru kepada siswa, misalnya daftar perkalian, alat peraga, pedoman
kerja, atau cara-cara tertentu, untuk membantu belajar siswa terhadap stimulus yang
diberikan oleh guru tersebut. Menurut teori behavioristik, apa yang terjadi diantara
stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan
tidak dapat diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respon. oleh sebab itu, apa
saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa yang dihasilkan siswa (respon), semuanya
harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran
merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku.
Teori ini lebih menekankan proses belajar daripada hasil belajar. Bagi pengalaman
kognitivistik belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon.
Lebih dari itu belajar adalah melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks. Menurut
teori kognitivistik, ilmu pengetahuan dibagun dalam diri seseorang melalui proses
interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpatah-
patah, terpisah-pisah tetapi melalui proses yang mengalir, bersambung-sambung
menyeluruh. Ibarat seseorang yang memainkan musik, tidak hanya memahami not balok
pada partitur sebagai informasi yang saling lepas dan berdiri sendiri, tapi sebagai suatu
kesatuan yang secara utuh masuk kedalam pikiran dan perasaannya (Yuberti, 2014: 35).
Menurut psikologi kognitif, belajar dipandang sebagai suatu usaha untuk mengerti
sesuatu. Usaha itu dilakukan secara aktif oleh siswa. Keaktifan itu dapat berupa mencari
pengalaman, mencari informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan,
mempraktekkan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Para psikologi kognitif
berkeyakinan bahwa pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dapat menentukan
keberhasilan mempelajari informasi/pengetahuan yang baru.
Bagi penganut teori humanistik, teori belajar harus berhulu dan bermuara pada
manusia. Dari teori-teori belajar seperti behavioristik, kognitif, dan konstruktivistik, teori
inilah yang paling abstrak dan paling mendekati dunia filsafat dari pada dunia pendidikan.
pada kenyataannya teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar
dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain teori ini lebih tertarik pada gagasan
tentang belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa yang bisa
diamati dunia keseharian. Karena itu teori ini bersifat eklektik artinya teori apapun dapat
dimanfaatkan asal tujuannya untuk “memanusiakan manusia” (mencapai aktualisasi diri)
dapat tercapai.
Untuk memahami lebih dalam tentang aliran konstruktivistik ini ada baik
dikemukakan tentang ciri-ciri belajar berbasis konstruktivistik. Ciri-ciri tersebut pernah
dikemukakan oleh Driver dan Oldham (1994), ciri-ciri yang dimaksud adalah:
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Budiningsih, Asri. (2004). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Nurfiah, Nani, Tri Teguh. 2011. Seberapa Penting Peranan Teori Pembelajaran?.
https://www.kompasiana.com/triteguhnani/550ec75fa33311b82dba847b/seber
apa-penting peranan-teori-pembelajaran, diakses pada 13 Oktober 2011 pukul
12:06 WIB.
Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Cet. 1; Jakarta: BP Panca Usaha, 2003, h. 6.
Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.
Yuberti. 2014. Teori Pembelajaran Dan Pengembangan Bahan Ajar Dalam Pendidikan.
Lampung: Anugrah Utama Raharja (AURA).