Anda di halaman 1dari 22

CATATAN PRAKTIKUM OBAT B19M3

Acute Renal Colic


Definisi = Kolik ginjal akut merupakan bentuk parah dari nyeri pinggang dadakan yang biasanya berasal dari
sudut kostovertebral yang meluas ke arah anterior dan inferior ke arah selangkangan atau testis.

Etiologi = Kolik ginjal disebabkan karena dilatasi pelvis ginjal dan segment ureter. Biasanya, kolik berasal dari
obstruksi yang akut seperti kalkulus ureter.

Epidemiologi = 5-15% batu ginjal, 50% berulang dalam 5-7 tahun jika pencegahan tidak dilakukan. >70%
pada usia 20-50 tahun, pria lebih banyak daripada wanita (2:1). Faktor resiko; obesitas, hipertensi, riwayat
keluarga nefrolitiasis, sindrom iritasi colon dan/atau diabetes berisiko lebih tinggi terkena batu ginjal.

Patofisiologi =

LFG↓(pada ginjal yang


perpindahan batu dari terdampak) & sekresi
urin↑ + nyeri (pada Gejala lainnya
renal collecting system ginjal yang tidak
terdampak)

obstruksi dan
tekanan intraluminal ↑
hydronefrosis di ureter

urin balik ke ginjal obstruksi terus-menerus


1. Anamnesis 2. Pemeriksaan Fisik 3. Pemeriksaan Penunjang
 Nyeri pinggang yang tiba-tiba  Nyeri panggul  Hitung darah lengkap (CBC)
menjalar dibandingkan nyeri  Urinalisa
 Nyeri tumpul dengan nyeri perut  Pemeriksaan PTH
Diagnosis = kolik  Kulit terasa dingin  USG ginjal
 Mual atau muntah atau berkeringat  CT Scan
 Hematuria berat  Foto polos abdomen
 Disuria, sering bak, urgensi,
atau kesulitan bak
 Riwayat penyakit batu ginjal
 Riwayat uteroskopi

1. Torsi ovarium
7. Angiomiolipoma
2. Peritonitis
8. Aneurisma aorta
3. Pielonefritis
Diagnosis Banding = 9. Kolik bilier
4. Kanker ginjal
10. Aneurisma iliaka
5. Kompromi renovaskular
11. Endometriosis
6. Sindrom Wunderlich
Tatalaksana =

1. Penanganan Awal Kolik Ginjal:


- Analgesia dan antiemetik segera.
- NSAID dan opiat terapi lini pertama.
- NSAID kurangi nyeri dan tekanan glomerulus.
- Gunakan NSAID parenteral jika pasien tidak toleransi oral.
2. Lidokain Intravena:
- Lidokain 120 mg dalam 100 mL saline IV.
- Efektif untuk nyeri yang sulit diatasi.
- Mulai bekerja dalam 3-5 menit, aman.
3. Penggunaan Opiat:
- Morfin atau hidromorfon untuk analgesia.
- Pilihan jika terapi lain gagal.
- Risiko depresi pernapasan dan ketergantungan.
4. Hidrasi Cairan:
- Penting, hindari dehidrasi.
- Pasien sering dehidrasi akibat muntah atau kurang minum.
5. Terapi Ekspulsif Medis:
- Obat blokade alfa (tamsulosin) untuk meredakan batu.
- Lebarkan ureter distal, efektif pada batu kecil.
Adapun ,Penanganan Definitif Batu Ginjal:
- Lithotripsy gelombang kejut atau ureteroskopi dengan laser.
- Operasi terbuka dalam kasus langka.
- Stent ganda atau nefrostomi perkutan bantu drainase urin.
- Penanganan definitif setelah pasien stabil.
6. Waktu intervensi yg optimal untuk kolik ginjal bergantung pada etiologi yg mendasarinya
7. Modifikasi perilaku dan manajemen pencegahan : Perbanyak konsumsi sayuran dan buah-buahan.
8. Blok saraf terutama pada kasus nyeri pinggang yg kronis
9. Tes urine 24 jam untuk profilaksis
ANAFILAKSIS
Definisi =

- Anafilaksis adalah reaksi alergi serius yang melibatkan lebih dari satu sistem organ (misalnya, kulit,
saluran pernapasan, dan/atau saluran pencernaan). Reaksi ini dapat dimulai dengan sangat cepat,
dan gejalanya bisa parah atau mengancam nyawa.(NIAID, 2006)
- Suatu reaksi sistemik yang akut dan mengancam nyawa dengan mekanisme, presentasi klinis, dan
tingkat keparahan yang bervariasi, yang disebabkan oleh pelepasan tiba-tiba mediator dari sel-sel
mast dan basofil. (AAAAI/ACAAI, 2010)
- Reaksi hipersensitivitas serius yang mengancam nyawa, yang bersifat umum atau sistemik.(WOA,
2011)
- Sebuah reaksi hipersensitivitas yang parah yang mengancam nyawa, yang bersifat umum atau
sistemik.(EAACI, 2013)
- Setiap penyakit yang timbul dengan tiba-tiba dengan fitur kulit khas (ruam urtikaria atau
kemerahan/memerahkan, dan/atau angioedema), ditambah keterlibatan sistem pernapasan
dan/atau kardiovaskular dan/atau gejala gastrointestinal parah yang persisten; atau Tiba-tiba
timbulnya hipotensi atau bronkospasme atau obstruksi saluran napas atas di mana anafilaksis
dianggap mungkin.(ASCIA, 2016)
- Anafilaksis adalah reaksi hipersensitivitas sistemik yang parah dan mengancam nyawa yang
ditandai dengan timbulnya dengan cepat dan memiliki potensi masalah pernapasan, peredaran
darah, atau sirkulasi yang mengancam nyawa, dan biasanya, meskipun tidak selalu, terkait dengan
perubahan kulit dan mukosa.(WHO ICD-11, 2019)

Epidemiologi =

- insiden global  50-112 episode/100.000 orang/tahun; prevalensi seumur hidup sekitar 0,3-5,1%
- insiden anak  1-761/100.000 orang/tahun
- pravelensi kekambuhan  26,5- 54% pasien selama 1,5-25 tahun pemantauan
- angka kematian  0,05- 0,51/juta orang/tahun untuk obat, 0,03-0,32 untuk makanan, dan 0,09-0,13
untuk anafilaksis akibat gigitan hewan berbisa

Kriteria Diagnosis Klinis =

1. Penyakit yang timbul secara akut (menit – beberapa jam) dengan bersamaan munculnya gejala pada
kulit, mukosa jaringan, atau keduanya + minimal 1 dari temuan berikut: (1) Gejala gangguan
pernapasan, (2) Penurunan tekanan darah atau gejala terkait disfungsi organ akhir, (3) gejala
gastrointestinal yang parah.
2. Adanya hipotensi/bronkospasme akut/keterlibatan laring setelah paparan terhadap zat yang
diketahui atau kemungkinan besar menyebabkan alergi pada pasien (beberapa menit hingga
beberapa jam), meskipun tidak ada gejala kulit.
Patogenesis =

- Meskipun menunjukkan gambaran klinis yang umum, mekanisme yang mendasari anafilaksis
mungkin bervariasi.
- Anafilaksis yang diperantarai IgE dianggap sebagai mekanisme klasik dan paling sering terjadi.

- Anafilaksis yang diperantarai non-IgE mungkin bersifat imunologis atau non-imunologis.


Elisator dan Kofaktor = Profil pemicu anafilaksis bergantung pada usia dan bervariasi antar wilayah
geografis. Hasil dan tingkat keparahan reaksi anafilaksis tidak hanya bergantung pada pemicu itu sendiri dan
dosisnya, namun juga adanya kofaktor. Kofaktor tersebut mencakup berbagai keadaan endogen dan
eksogen.

 Keadaan Endogen termasuk mastositosis sistemik yang mendasari, asma bronkial yang tidak stabil,
atau status hormonal seseorang (misalnya, pramenstruasi).
 Faktor Eksogen, yang dapat meningkatkan risiko reaksi anafilaksis, termasuk latihan fisik, infeksi,
gangguan psikotik, dan penyakit jantung. beban logis, kurang tidur, asupan alkohol, dan obat-obatan
Tatalaksana = Pada pasien dengan riwayat anafilaksis sebelumnya, penatalaksanaan akut terdiri dari dua
langkah

1. Penatalaksanaan mandiri oleh pasien menggunakan protokol darurat, yang penting untuk
menekankan peran kunci epinefrin intramuskular (adrenalin).
2. Intervensi tambahan yang diberikan oleh profesional kesehatan setelah bantuan medis tiba, yang
harus mencakup epinefrin lebih lanjut (adrenaline) jika gejala anafilaksis masih berlanjut.
Pengobatan anapilaksis akut :

 Meskipun epinefrin (adrenalin) intramuskular menjadi obat lini pertama yang direkomendasikan
untuk mengobati anafilaksis, dosis yang dianjurkan adalah 0,01 mg/kg berat badan, hingga dosis
total maksimum 0,5 mg , diberikan melalui rute intramuskular.
 Dosis harus diulang setiap 5-15 menit jika gejalanya sulit disembuhkan terhadap pengobatan.
 Epinefrin (adrenalin) direkomendasikan sebagai obat penting untuk pengobatan anafilaksis oleh
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Meskipun perannya sangat penting, bentuk suntikan otomatis
tidak tersedia di sebagian besar negara.
 Pada pasien dengan anafilaksis dan gejala bronkokonstriksi, beta-2 kerja pendek inhalasi agonis
dapat diberikan (misalnya, salbutamol/albuterol).
 Obat lini kedua termasuk beta 2-agonis adrenergik, glukokortikoid, dan antihistamin. Pedoman lokal
mungkin menunjukkan perbedaan obat sesuai ketersediaan.

Pemeriksaan Keparahan Anafilaksis :

 Sulit untuk menilai tingkat keparahannya reaksi anafilaksis. Tidak ada secara keseluruhan konsensus
mengenai sistem mana yang paling tepat.
 Menilai reaksi berdasarkan pemicu tertentu, misalnya anafilaksis terkait anestesi atau racun
mungkin menilai muntah sebagai sebuah gejala yang lebih mengkhawatirkan, berbeda dengan yang
digunakan untuk anafilaksis terkait makanan. Perbedaan lebih lanjut dapat ditemukan berdasarkan
sistem yang terlibat atau intensitas gejala.

(Bukan anafilaksis) ANAFILAKSIS


Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Kelas 5
Gejala / tanda dari 1 Gejala / tanda dari Salah satu 1 (atau Salah satu 1 Salah satu 1 (atau
sistem organ hadir sistem organ ≥2 lebih) dari gejala / (atau lebih) lebih) dari gejala /
yang terdaftar di tanda berikut: dari gejala / tanda berikut:
kelas 1 tanda berikut:
Kulit Jalan napas Jalan napas Jalan napas bagian
• Urtikaria dan/atau bagian bawah bagian bawah bawah atau atas
eritema-hangat •Ringan • • Kegagalan
dan/atau pruritus, bronkospasme, Bronkospasme pernapasan
selain terlokalisasi misalnya, batuk, berat
di tempat suntikan mengi, sesak napas misalnya, tidak
dan/atau yang merespon merespons atau
• Kesemutan, atau pengobatan memburuk
gatal pada bibir* meskipun ada
• Angioedema perawatan
(bukan laring)
Atau dan/atau dan/atau dan/atau dan/atau
Pernapasan bagian Saluran Saluran Jalan napas Kardiovaskular
atas pencernaan** pencernaan* bagian atas • Kolaps / hipotensi
Gejala hidung • Kram perut • Kram perut Edema laring • Kehilangan
(misalnya, bersin, dan/atau dan/atau dengan stridor kesadaran (peristiwa
rhinorrhea, pruritus • Muntah / diare • Muntah / diare vasovagal
hidung, dan / atau yang tidak dikecualikan)
hidung tersumbat) memenuhi kriteria
Dan / atau anafilaksis
• Membersihkan sebagaimana
tenggorokan tercantum pada
(tenggorokan Tabel 2.
gatal)* Dan/atau
• Batuk tidak
berhubungan
dengan
bronkospasme
Atau dan/atau
Konjungtiva Kram uterus +/-
• Eritema, pruritus, perdarahan uterus
atau robek
Atau
Lain
•Mual
• Rasa logam

Uji Diagnostik Pada Akut Anafilaksi :

 Selama anafilaksis akut, kadar triptase serum meningkat dari 15 menit menjadi 3 jam atau bahkan
lebih lama, setelah awitan; kadarnya mencapai puncak antara 1 dan 2 jam setelah onset dengan 36-
40% tersisa <11,4 mg/L.
 Meskipun peningkatan kadar mendukung diagnosis anafilaksis, kadar normal tidak mengecualikan
terjadinya anafilaksis (misalnya, anak-anak dengan anafilaksis akibat makanan). Dianjurkan untuk
mengevaluasi triptase serum awal setidaknya 24 jam setelah resolusi gejala anafilaksis, bahkan
ketika konsentrasi tryptase selama episode tetap dalam kisaran normal.

Penatalaksanaan Anapilaksis Jangka panjang :

 Pertimbangan utama dalam penatalaksanaan anafilaksis jangka panjang disajikan pada Tabel 8.

 Pada saat keluar dari fasilitas layanan kesehatan, pasien yang berisiko mengalami episode anafilaksis
berikutnya, harus diberi resep dan diajarkan tentang pemberian epinefrin secara mandiri
( adrenaline), dan memiliki rencana tindakan darurat anafilaksis tertulis yang dipersonalisasi dan
metode identifikasi medis.
 Pedoman merekomendasikan agar pasien dengan anafilaksis dirujuk ke spesialis alergi/imunologi
untuk memastikan dugaan pemicunya, nasihat mengenai pencegahan dan, jika diindikasikan,
pertimbangan untuk imunoterapi alergen.
 Anafilaksis idiopatik perlu dipertimbangkan jika anamnesis yang dilakukan dengan cermat,
pemeriksaan lesi mastositosis kulit (urtikaria pigmentosa), tes kulit, dan pengukuran kadar IgE
spesifik alergen tidak menunjukkan pemicunya. Peningkatan konsentrasi tryptase pada awal dapat
mengungkap penyebab sistemik .

Kejang Demam

Definisi = Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada ke-naikan suhu tubuh (suhu rektal di atas
38⁰C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.

Batasan =

- Kejang demam terjadi pada 2-4% pada anak usia 6 bulan – 5 tahun
- Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam
- Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang
demam.
- Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam,
pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama
demam.

Klasifikasi =

1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)


- kurang dari 15 menit, berhenti sendiri.
- Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal.
- Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.
- Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.
2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)

Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:

- Kejang lama > 15 menit


- Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
- Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Pemeriksaan Penunjang =

- Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain
misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam
- Pungsi lumbal Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis.
- Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau
memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam.
- Pencitraan (ex: CT-scan & MRI)
Prognosis =

- kecacatan atau kelainan neurologis sebagian kecil kasus terjadi pada kejang lama/berulang,
umum/fokal
- kematian tidak pernah
- kejang demam berulang Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah : 1. Riwayat kejang
demam dalam keluarga 2. Usia kurang dari 12 bulan 3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam
- epilepsi Faktor risiko menjadi epilepsi adalah : 1. Kelainan neurologis atau perkembangan
yang jelas sebelum kejang demam pertama. 2. Kejang demam kompleks 3. Riwayat epilepsi
pada orang tua atau saudara kandung

Tatalaksana =

Datang saat kejang  Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang
sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang
adalah diazepam IV 0,3-0,5 mg/kg kecepatan 1-2 mg/menit atau waktu 3-5 menit, maksimal 20 mg.

Di rumah  diazepam rektal 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan BB < 10 kg dan
10 mg untuk BB > dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak usia < 3 tahun atau dosis
7,5 mg untuk anak usia >3 tahun.

Fenitoin IV
10-20 mg/kg/kali
Ulangi bila kejang
dengan Dosis Ke Rumah berhenti segera
Diazepam Tidak Tidak Tidak
& Interval Sakit, tapering off
Rektal Berhenti Berhenti Berhenti bila tidak berhenti
yang sama 5 Diazepam IV segera dirawat di
menit ruang intensif

Pemberian obat pada saat demam :

Antipiretik 

- parasetamol 10 –15 mg/kg/kali 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali.
- Ibuprofen 5-10 mg/ kg/kali ,3-4 kali sehari

Antikonvulsan 

- diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam


- diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5⁰ C

Pemberian obat rumat :

Indikasi 

1. Kejang lama > 15 menit


2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis
Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
• Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
• Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
• kejang demam > 4 kali per tahun

Antikonvulsan untuk pengobatan rumat  valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4
mg/kg per hari dalam 1-2 dosis.

Lama pengobatan  1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.

Edukasi pada orang tua :

1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.


2. Memberitahukan cara penanganan kejang
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek
samping

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang

1. Tetap tenang dan tidak panik


2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di
mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam
mulut.
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
5. Tetap bersama pasien selama kejang
6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih

Vaksinasi  Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang mengalami
kejang demam.

STATUS ASTHMATICUS

Pendahuluan = Status asmatikus merupakan keadaan kedaruratan medis, yang merupakan suatu bentuk
eksaserbasi asma ekstrim yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan gagal napas sekunder.
Semua pasien dengan asma bronkial berisiko mengalami episode akut dengan tingkat keparahan progresif
yang kurang responsif terhadap tindakan terapetik standar, terlepas dari tingkat keparahan penyakit atau
varian fenotipiknya.

Epidemiologi = sekitar 10% populasi dunia menderita asma, 5% asma parah.(CDC)

Etiologi = Waktu perkembangan dan tingkat keparahan obstruksi jalan napas mengikuti dua pola yang
berbeda.

1. Satu kelompok menunjukkan perburukan laju aliran ekspirasi puncak (PEFR) subakut yang lambat
selama berhari-hari, yang dikenal sebagai "eksaserbasi asma onset lambat". Kelompok ini biasanya
memiliki faktor predisposisi intrinsik yang disebabkan oleh pasien, termasuk sediaan inhaler yang tidak
memadai, kepatuhan penggunaan obat-obatan yang kurang maksimal, dan stress psikologis.
2. Kelompok lainnya dikenal sebagai "eksaserbasi asma mendadak", dimana gejala memburuk dalam
hitungan beberapa jam. Kelompok ini berkorelasi terhadap pemicu eksternal seperti alergen.
Patofisiologi = penutupan saluran napas prematur saat ekspirasi  kapasitas sisa fungsional dan
terperangkapnya udara  ketidaksesuaian ventilasi-perfusi dan hipoksemia  metabolisme anaerobik dan
asidosis laktat. (Hal ini awalnya diimbangi oleh alkalosis respiratorik dan diperparah ketika kelelahan
pernafasan dan asidosis respiratorik terjadi)

 Fase bronkospastik awal diamati dalam beberapa menit setelah paparan alergen dengan
degranulasi sel mast dan pelepasan mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin D2, dan
leukotrien C4.
 Fase inflamasi selanjutnya menyebabkan pembengkakan dan edema saluran napas karena eosinofil
melepaskan protein kationik eosinofilik (ECP) dan protein basa utama (MBP).

Histopatologi =

 Perubahan struktural, termasuk pelepasan epitel, hiperplasia kelenjar lendir, fibrosis subepitel,
infiltrasi sel inflamasi, hipertrofi/hipertrofi otot polos bronkus, dan perubahan vaskular.
 Perubahan ini diamati pada saluran napas proksimal serta paru distal, dan dapat diamati pada
reseksi paru pada asma fatal dan biopsi endobronkial pada penderita asma ringan, sedang, dan
berat.
 Peradangan saluran napas menjadi salah satu faktor utama patofisiologi asma. Interaksi sel mast,
limfosit T, dan sel epitel menghasilkan lonjakan sel inflamasi dan sitokin dalam sirkulasi.
 Dalam peningkatan konsentrasi secara lokal dan sistemik ditemukan adanya histamin, leukotrien,
dan faktor pengaktif trombosit.
 Penghancuran silia dan penghilangan epitel membuat ujung saraf teriritasi sehingga mengakibatkan
hiperreaktivitas.
 Peradangan tadi juga menyebabkan hipertrofi dan hiperfungsi sel goblet dan kelenjar mukosa yang
mengakibatkan penyumbatan lendir.

Faktor Resiko =

 Riwayat asma di masa lalu yang memerlukan intubasi


 endoktrakeal
 Dispnea dan hiperkapnia
 Rawat inap berulang
 Penggunaan steroid oral kronis
 Riwayat penyakit arteri koroner

Pemeriksaan fisik =

 Takikardi
 Takipneu
 Pulsus paradoxus
 PaO2 rendah
 Laju aliran ekspirasi puncak rendah

Evaluasi =

 Evaluasi airway lebih baik dilakukan dengan penilaian PEFR dibandingkan FEV1. Nilai absolut PEFR <
120L/menit, sedangkan nilai absolut FEV1 < 1L.
 Penilaian gas darah, apabila terjadi asidosis respiratorik/peningkatan PCO2
 Pemeriksaan EKG
 Rontgen paru
Tatalaksana =

Indikasi Rawat Inap dan ICU 

 peningkatan yang signifikan pada PEFR 2 jam setelah pengobatan


 FEV1 atau PEFR antara 40%-70% dari perkiraan setelah perawatan awal di ruang gawat darurat
dianggap sebagai “respon yang tidak memadai”
 kondisi psikososial dan lingkungan tempat tinggal

Manajemen obat 

Beta-Agonis

 lini pertama
 albuterol lebih disukai daripada metaproterenol
 Perawatan awal  2,5 mg albuterol (0,5 mL larutan 0,5% dalam 2,5 mL normal saline) dengan
nebulisasi setiap 20 menit selama 60 menit (tiga dosis) diikuti dengan perawatan setiap jam selama
beberapa jam pertama terapi.
 Epinefrin subcutan tidak lagi digunakan (toxic)
 IV beta agonis tidak lagi direkomendasikan

Kortikosteroid

 Mengurangi tingkat rawat inap dan jumlah kekambuhan di kemudian hari dalam 7 hingga 10 hari
berikutnya
 prednison sebesar 150-225 mg/hari untuk mendapatkan hasil yang maksimal
 60 hingga 125 mg metilprednisolon intravena setiap 6 jam selama 24 jam awal pengobatan status
asmatikus

Antikolinergik

 Berguna pada pasien dengan bronkospasme yang disebabkan oleh beta-blokade atau penyakit
penyerta yang parah penyakit obstruktif dengan FEV1 kurang dari 25% dari perkiraan.
 0,25 mg ipratropium bromida dengan 5 mg albuterol melalui nebulizer menghasilkan peningkatan
FEV1 yang lebih besar dibandingkan albuterol saja.
 Merekomendasikan antikolinergik sebagai obat lini kedua pada pasien status asma dengan respon
yang tidak adekuat terhadap beta-agonis atau steroid. Dosis Ipratropium 0,5 mg melalui nebulisasi
bersamaan dengan albuterol adalah pilihan konsensus.

Magnesium Sulfat

 Magnesium menghambat konstriksi otot polos yang diperantarai kalsium, menurunkan pelepasan
asetilkolin di dalam sambungan neuromuskular, dan mempengaruhi pembentukan kekuatan otot
pernapasan.
 Magnesium sulfat intravena menjadi obat tambahan yang berguna pada pasien dengan status
asmatikus akut yang refrakter terhadap beta-agonis.
 2 gram intravena (IV) dalam 2 dosis terpisah selama 20 menit.
 Efek samping hipotensi atau byporeflexia jarang terjadi.

Helix dan Oksigen

 Kebutuhan suplementasi oksigen pada status asmatikus jarang terjadi dan dosisnya rendah.
 Heliox adalah campuran helium 70:30 atau 60:40 oksigen yang dapat menurunkan resistensi,
turbulensi pada saluran napas serta mengurangi kerja otot pernapasan pada saat inspirasi.

Antibiotik

 Tidak ada yang berarti pada penelitian ini. Namun tidak berarti pada pasien dengan tanda-tanda
klinis infeksi tidak boleh diobati dengan antimikroba

Ventilasi Mekanik dan Sedasi

Indikasi segera untuk intubasi meliputi:

- Henti jantung paru akut


- koma
- Napas terengah-engah dan tidak mampu bicara sama sekali

Pada pasien yang tidak menderita ensefalopati dan sekret berlebihan, dapat menggunakan ventilasi non-
invasif dengan CPAP atau BIPAP untuk mendukung ventilasi dan menghindari kebutuhan anestesi dan sedasi.

Ketika memilih untuk melakukan intubasi sangat penting untuk memilih obat sedasi, yaitu:

- Ketamin memiliki sifat sedatif, analgesik, anestesi, dan bronkodilator dan semakin
direkomendasikan untuk intubasi darurat pada status asmatikus bersama dengan suksinilkolin. Dosis
biasa adalah 1-2 mg/kg diberikan secara intravena.
- Propofol memiliki onset kerja yang cepat, kemampuan untuk mencapai sedasi yang dalam tanpa
obat paralitik, dan efek bronkodilatasi yang ringan.
- Paralytik, contoh: Atracurium dan Vecuronium.

Diagnosis Banding =

- Pneumotoraks.
- Pneumomediastinum.
- stenosis trakea.
- atelektasis fokal
- excessive dynamic airway collapse (EDAC)

Komplikasi =

- Hipotensi akut pada ventilasi mekanis


- kelainan elektrolit
- disritmia
- Hipotensi berat
- asidosis respiratorik
- infark miokard
- henti jantung
- ensefalopati
- hipoksia dan anoksik
- keracunan obat
- kematian

Prognosis =

Baik jika : Jika tidak ada komplikasi seperti gagal jantung kongestif atau penyakit paru obstruktif kronik dan
pengobatan dilakukan tepat waktu.
Buruk jika : pengobatan terlambat dan memakai ventilator

Menangani Keracunan Pestisida Organofosfat Akut

Pengantar =

Pestisida organfosfat digunakan secara luas untuk keperluan pertanian, pengendalian vektor dan
keperluan rumah tangga. Walaupun penggunaan pestisida ini memiliki manfaat nyata, keracunan
pestisida organofosfat akut merupakan masalah yang semakin meningkat di seluruh dunia,
khususnya di daerah pedesaan. Pestisida organofosfat merupakan penyebab utama toksisitas parah
dan kematian akibat keracunan akut di seluruh dunia, dengan lebih dari 200.000 kematian setiap
tahunnya di negara-negara berkembang.

Mengapa saya perlu mengetahui tentang keracunan organofosfat akut?

Produk-produk rumah tangga dan pertanian yang mengandung pestisida organofosfat banyak
ditemukan, yang memberikan banyak peluang terjadinya keracunan akut. Komplikasi jangka panjang
kadang-kadang terjadi sehingga diperlukan penilaian yang ketat. Pasien dengan keracunan pestisida
organofosfat tingkat sedang hingga berat biasanya memerlukan penanganan di unit perawatan
intensif. Kematian akibat keracunan parah cukup tinggi (10%) dibandingkan dengan kematian akibat
obat-obatan secara keseluruhan (0,5%).

Bagaimana patofisiologi keracunan organofosfat akut?

Efek senyawa organosfosfat pada fisiologi manusia sangat beragam dan kompleks. Penghambatan
asetilkolinesterase menyebabkan akumulasi asetilkolin pada sinapsis kolinergik, mengganggu
fungsi normal sistem otonom, dan sistem saraf pusat. Hal ini menghasilkan berbagai manifestasi
klinis, yang dikenal sebagai krisis kolinergik akut. Kompleks organofosforesterase selanjutnya
mengalami beberapa reaksi spontan.

Senyawa organofosfor

Metabolik
Degradasi
Asetilkolinesterase Inhibisi

Reversibel
Aktif
Reaktivasi asetilkolinesterase
Metabolit
Inhibisi

Penuaan

Ireversibel
asetilkolinesterase
Inhibisi

Jalur reaksi yang mengurangi keparahan toksisitas klinis


Jalur reaksi yang menginduksi atau memperpanjang toksisitas klinis
oleh penghambatan asetilkolinesterase
Reaktivasi terjadi secara spontan, yang dapat ditingkatkan
dengan pemberian oksim

Gambar 1 | Interaksi senyawa organofosfor in vivo; Laju relatif setiap reaksi bervariasi antara senyawa organofosfor8
Bagaimana cara mendiagnosis keracunan organofosfat?

Diagnosis keracunan organofosfat biasanya didasarkan pada kombinasi gejala klinis dan riwayat
paparan akut terhadap senyawa organofosfat, yang umumnya terdapat dalam pestisida. Namun,
saat riwayat paparan tidak dapat diperoleh, diagnosis bandingnya luas dan mungkin meliputi
keracunan oleh karbamat, racun lainnya, atau perdarahan di daerah pontine. Oleh karena itu,
anamnesis yang mendalam, tingkat kecurigaan yang tinggi, serta pemeriksaan klinis yang teliti
sangatlah esensial.

Bagaimana penatalaksanaan awal pada pasien keracunan organofosfat akut?

Penatalaksanaan awal pada pasien keracunan organofosfat akut adalah penilaian segera dan
melakukan pemeriksaan ABC (Airway, Breathing, Circulation) pada pasien. Langkah lebih lanjut
sebagai bagian dalam pengelolaan berkelanjutan didasarkan pada penilaian faktor risiko dan
observasi pemantauan klinis. Bersamaan dengan penilaian segera dan resusitasi, semua pasien
harus menjalani dekontaminasi kulit. Melepaskan pakaian yang terbuka akan mengurangi risiko
paparan racun pada pasien tersebut.

Obat penawar apa yang digunakan dalam penatalaksanaan keracunan organofosfat akut?

Atropine

Atropine sebagai antikolinergik berfungsi untuk melawan gejala-gejala kolinergik seperti


hipersalivasi, keringat berlebih, konstriksi bronkus, dan lain-lain yang ditimbulkan oleh organofosfat.
Atropine juga dapat meningkatkan detak jantung, hal ini penting karena salah satu akibat dari
keracunan organofosfat adalah bradikardi yang disebabkan stimulasi berlebihan nervus vagus. Initial
dose atropine untuk orang dewasa 2-5 mg IV atau 0,05 mg/kg IV pada anak-anak sampai dosis
dewasa. Dosis ditingkatkan dua kali lipat setiap tiga sampai lima menit bila kondisi pasien tidak
membaik.

Pralidoxime

Pralidoxime atau disebut juga dengan 2-PAM (2-pyridine aldoxime methylchloride) penting untuk
mengaktivasi ulang enzim asetilkolinesterase yang dihambat oleh organofosfat. Pralidoxime akan
efektif bila diberikan paling lama 48 jam setelah terjadi keracunan organofosfat, disarankan atropine
diberikan terlebih dahulu untuk menghindari gejala-gejala muskarinik yang bisa berakibat fatal.
Disarankan bolus sebesar 30 mg/kg untuk orang dewasa dan 20-50 mg/kg untuk anak-anak
diberikan dalam jangka waktu 30 menit. Setelah dosis awal, lanjutkan dengan infus 8 mg/kg/jam
untuk orang dewasa dan 10-20 mg/kg/jam untuk anak-anak.

Pertimbangan untuk pasien toksisitas klinis ringan atau tanpa toksisitas klinis, dan paparan kulit

Pasien yang datang dengan riwayat keracunan yang tidak disengaja namun tidak menunjukkan gejala
atau memiliki gejala ringan, seringkali tidak memerlukan rawat inap di rumah sakit. Prioritas
penatalaksanaan untuk pasien ini adalah triase cepat, penilaian risiko terperinci, dan pertimbangan
implikasi forensik. Pasien dengan paparan kulit akut tunggal jarang mengalami efek klinis yang besar
dan mungkin tidak memerlukan penilaian medis. Jika ada kekhawatiran mengenai paparan pada
kulit, disarankan untuk menguji perubahan aktivitas kolinesterase.

Pertimbangan untuk pasien keracunan sedang dan berat


Gambar 2 | Pohon keputusan untuk manajemen pasien yang datang dengan riwayat keracunan organofosfor akut57-914 * Pasien mungkin memiliki
derajat variabel miosis, air liur, diaforesis, frekuensi kencing, atau lakrimasi, yang dapat membantu dalam diagnosis keracunan organofosfor. Karena
manifestasi ini tidak dianggap mempengaruhi hasil, mereka tidak termasuk dalam pohon keputusan ini. †Penilaian status pernapasan meliputi laju dan
kedalaman pernapasan, adanya suara adventif seperti rales dan rhonchi, adanya bronkorea, dan pengukuran obyektif oksimetri nadi, gas darah arteri,
dan kapasitas vital paksa atau volume ekspirasi paksa dalam satu detik. Kelemahan otot: kesulitan dalam mobilisasi atau mengurangi kapasitas vital
paksa pada spirometri sebelum perkembangan kelumpuhan dan gagal napas. Perhatian dengan pasien dengan riwayat paparan fenthion (atau senyawa
organofosfor larut lemak tinggi). Pasien dengan keracunan fenthion biasanya ditandai dengan gejala kolinergik minimal atau tidak ada selama 24-48
jam, setelah itu mereka mengembangkan peningkatan kelemahan otot dan kegagalan pernapasan

Tindakan pencegahan yang diperlukan oleh staf yang merawat pasien keracunan organofosfat akut

Risiko keracunan nosokomial terhadap staf dan anggota keluarga yang terpapar pasien dengan
keracunan organofosfat akut menjadi perhatian. Kewaspadaan universal dengan menggunakan
sarung tangan nitril kemungkinan besar akan memberikan perlindungan yang cukup untuk
melindungi staf.

Perbedaan manajemen keracunan karbamat dengan organofosfat

Pestisida karbamat juga menyebabkan krisis kolinergik akut, tetapi asetilkolinesterase yang
dihambat tidak menua, memungkinkan reaktivasi dan pemulihan spontan fungsi saraf normal.
Karbamat dianggap menyebabkan keracunan yang lebih ringan dengan durasi yang lebih pendek
daripada pestisida organofosfat. Akan tetapi, ada banyak bukti bahwa keracunan parah dan
kematian terjadi dengan beberapa karbamat, khususnya karbosulfan dan karbofuran. Atropin dan
benzodiazepin diberikan dengan cara cara yang sama seperti untuk pestisida organofosfat. Karena
asetilkolinesterase yang dihambat karbamat tidak menua, peran oksim tampaknya terbatas, tetapi
masih kontroversial.

Rekomendasi pengobatan berbasis gejala yang disarankan untuk keracunan organofosfor

Tanda atau gejala Terapi yang direkomendasikan

Air liur berlebihan, Atropin, glikopirolat


lakrimasi, mual dan
muntah, diare
Bronkorea, bronkospasme Atropin, ipratropium, glikopirolat

Hipotensi Cairan, atropin, vasopressor,


inotropik
Bradikardia Atropin, glikopirolat
Sakit mata Midriatik, sikloplegia
Kelemahan otot Oksima
Kegagalan pernapasan Intubasi dan ventilasi, oksima
Kejang Benzodiazepin
Kotak2 | Gambaran klinis keracunan organofosfor akut8-10

Kotak1 Sumber pestisida organofosfor


Domestik
- Gudang kebun — khususnya persiapan insektisida tetapi juga produk lain yang dipasarkan
sebagai pupuk tetapi mengandung beberapa pestisida organofosfor, tersedia sebagai formulasi
padat atau cair
- Semprotan permukaan dan ruangan
- Umpan untuk kecoak dan serangga lainnya (misalnya, klorpirifos)

- Shampo melawan kutu rambut (misalnya, malathion)


- Persiapan hewan peliharaan (misalnya, mencuci hewan peliharaan, kerah)
Industri atau pekerjaan
- Perlindungan tanaman dan pencelupan ternak
- Kontrol internal skala besar, termasuk fumigasi
Terorisme atau peperangan (agen saraf)
Sarin, misalnya, digunakan dalam serangan kereta bawah tanah Tokyo, dan tabun dan sarin
digunakan selama Konflik Irak-Iran. Meskipun agen saraf berbagi mekanisme toksisitas yang sama
dengan pestisida organofosfor, pengobatan mereka adalah topik khusus dan tidak dibahas dalam
ulasan ini

Kotak2 Gambaran klinis keracunan organofosfor akut


Krisis kolinergik akut
Krisis kolinergik akut disebabkan oleh akumulasi asetilkolin pada sinapsis kolinergik. Gambaran
klinis tertentu tergantung pada jenis reseptor yang dirangsang dan lokasinya:
 Reseptor muskarinik: diare, frekuensi kencing, miosis, bradikardia, bronkoroea dan
bronkokonstriksi, emesis, lakrimasi, air liur (DUMBELS), dan hipotensi. Aritmia jantung
juga telah dilaporkan
 Reseptor nikotinik: fasikulasi dan kelemahan otot, yang dapat berkembang menjadi
kelumpuhan dan gagal napas,* midriasis, takikardia, dan hipertensi
 Sistem saraf pusat: perubahan tingkat kesadaran, gagal napas, * dan kejang; Kontribusi relatif
kolinergik dan neurotransmiter lainnya tidak ditandai dengan baik
* Kegagalan pernapasan terjadi sebagai akibat dari mekanisme yang dimediasi secara terpusat atau
periferal. Ini dapat bermanifestasi baik selama krisis kolinergik akut (kelumpuhan tipe I) atau selama
fase pemulihan yang jelas (sindrom menengah, atau kelumpuhan tipe II). Kelemahan fleksor leher
adalah tanda awal kelemahan otot yang signifikan dan mungkin berguna untuk memprediksi
timbulnya gagal napas.
Organofosfor diinduksi polineuropati tertunda
Tidak terkait dengan penghambatan asetilkolinesterase, ini terjadi karena penghambatan enzim lain,
khususnya esterase target neurotoksik.
Polineuropati tertunda yang diinduksi organofosfor ditandai dengan demielinasi saraf panjang, ketika
disfungsi neurologis terjadi 1-3 minggu setelah paparan akut, terutama disfungsi motorik tetapi juga
disfungsi sensorik, yang mungkin kronis atau berulang

Kotak3 Perawatan khusus untuk manajemen rutin keracunan organofosfor akut2 4 7 8 w6


Atropin (LB)
Untuk keracunan pada orang dewasa awalnya memberikan 1-3 mg atropin intravena (0,02 mg / kg
pada anak-anak). Titik akhir utama atropinisasi adalah dada yang jernih pada auskultasi dengan
resolusi bronkorrea (krepitasi fokal atau mengi dapat dicatat ketika telah terjadi aspirasi paru) dan
denyut jantung lebih dari 80 denyut / menit. Jika target ini tidak tercapai dalam 3-5 menit, gandakan
dosis intravena. Terus gandakan dosis dan berikan secara intravena setiap 3-5 menit sampai
atropinisasi tercapai. Dosis besar (ratusan mg) mungkin diperlukan pada beberapa pasien.
Pertahankan atropinisasi dengan infus, dimulai dengan 10% -20% dari dosis pemuatan setiap jam.
Pengamatan klinis rutin diperlukan untuk memastikan bahwa atropinisasi dicapai tanpa toksisitas
(delirium, hipertermia, dan ileus)
Oksima (UE)
Beberapa oksima telah dikembangkan, tetapi dua lebih umum digunakan untuk pengobatan akut
keracunan organofosfor. Mereka diberikan sebagai infus yang harus dilanjutkan sampai pemulihan
(12 jam setelah menghentikan pemberian atropin atau sekali butyrylcholinesterase tercatat
meningkat) Pralidoxime chloride — dosis pemuatan 30 mg / kg intravena selama 20 menit, diikuti
dengan infus 8 mg / kg / jam. Pada orang dewasa biasanya diberikan sebagai dosis pemuatan 2 g
diikuti oleh 500 mg / jam. Berbagai garam tersedia dan dosisnya ditentukan dengan mengubah
thisdoseintoequivalentdosingunits —misalnya, 1g pralidoksim iodida kira-kira sama dengan 650 mg
Pralidoksim klorida
Obidoxime-loading dosis 4 mg / kg selama 20 menit, diikuti dengan infus 0,5 mg / kg / jam. Pada
orang dewasa biasanya diberikan sebagai dosis pemuatan 250 mg diikuti oleh 750 mg setiap 24 jam
Benzodiazepin (LB)
Benzodiazepin biasanya diberikan secara intravena sesuai kebutuhan untuk agitasi atau kejang —
dengan dosis mulai dari: 5-10 mg diazepam (0,05-0,3 mg / kg / dosis), lorazepam 2-4 mg (0,05-0,1
mg / kg / dosis), atau midazolam 5-10 mg (0,15-0,2 mg / kg / dosis)
Dekontaminasi
Tumpahan dermal – cuci tumpahan pestisida dari pasien dengan sabun dan air dan buang pakaian,
sepatu, dan bahan lain yang terkontaminasi yang terbuat dari kulit (LB)
Gastriclavage-mempertimbangkanuntukpresentasi dalam1 atau 2 jam, ketika jalan napas dilindungi.
Satu aspirasi isi lambung mungkin sama bergunanya dengan lavage (UE)
Diaktifkancharcoalwithoutcathartic-50g mungkin diberikan secara oral or nasogastrically to patients
wh oare cooperative orintubated, khususnya jika mereka are admitted within one atau dua jam atau
memiliki toksisitas parah (UE)

Anda mungkin juga menyukai