MAKALAH
Hukum Administrasi Negara
Sebagai Peraturan
i
lOMoARcPSD|21383041
KATA PENGANTAR
Tiada untaian kata yang lebih indah selain ucapan syukur kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karunia sehingga makalah tentang
“Hukum Administrasi Negara” ini dapat terselesaikan. Dalam penyusunan ini tak
lepas dari berbagai kendala yang menghambat penyusunan. Namun berkat
bantuan dan motivasi dari berbagai pihak, sehinggga kendala dan halangan
tersebut teratasi.
October, 2023
Tim Penulis
ii
lOMoARcPSD|21383041
BAB I
Pendahuluan
Latar Belakang
Istilah Hukum Administrasi Negara (yang dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No. 0198/LI/1972 tentang Pedoman Mengenai Kurikulum Minimal Fakultas
Hukum Negeri maupun Swasta di Indonesia, dalam pasal 5 disebutHukum Tata Pemerintahan)
berasal dari bahasa Belanda Administratiefrecht, Administrative Law (Inggris), Droit
Administratief (Perancis), atau Verwaltungsrecht(Jerman). Dalam Keputusan Dirjen Dikti
Depdikbud No. 30/DJ/Kep/1983 tentang Kurikulum Inti Program Pendidikan Sarjana Bidang
Hukum disebut dengan istilah Hukum Administrasi Negara Indonesia, sedangkan dalam
Keputusan Dirjen Dikti No. 02/DJ/Kep/1991, mata kuliah ini dinamakan Asas-Asas Hukum
Administrasi Negara. Dalam rapat dosen Fakultas Hukum Negeri seluruh Indonesia pada bulan
Maret 1973 di Cibulan, diputuskan bahwa sebaiknya istilah yang dipakai adalah “Hukum
Administrasi Negara”, dengan tidak menutup kemungkinan penggunaan istilah lain seperti
Hukum Tata Usaha Negara, Hukum Tata Pemerintahan atau lainnya. Alasan penggunaan istilah
Hukum Administrasi Negara ini adalah bahwa Hukum Administrasi Negara merupakan istilah
yang luas pengertiannya sehingga membuka kemungkinan ke arah pengembangan yang sesuai
dengan perkembangan dan kemajuan negara Republik Indonesia ke depan. Dan berdasarkan
Kurikulum Program Sarjana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Dirjen Dikti Depdiknas
tahun 2000, mata kuliah ini disebut Hukum Administrasi Negara dengan bobot 2 SKS.
Hukum Administrasi Negara sebagai salah satu bidang ilmu pengetahuan hukum; dan
oleh karena hukum itu sukar dirumuskan dalam suatu definisi yang tepat, maka demikian pula
halnya dengan Hukum Administrasi Negara juga sukar diadakan suatu perumusan yang sesuai
dan tepat. Mengenai Hukum Administrasi Negara para sarjana hukum di negeri Belanda selalu
berpegang pada paham Thorbecke, beliau dikenal sebagai Bapak Sistematik Hukum Tata Negara
dan Hukum Administrasi Negara. Adapun salah satu muridnya adalah Oppenheim, yang juga
memiliki murid Mr. C. Van Vollenhoven. Thorbecke menulis buku yang berjudul Aantekeningen
op de Grondwet(Catatan atas undang-undang dasar) yang pada pokoknya isi buku ini mengkritik
kebijaksanaan Raja Belanda Willem I, Thorbecke adalah orang yang pertama kali mengadakan
organisasi pemerintahan atau mengadakan sistem pemerintahan di Belanda, dimana pada saat itu
3
lOMoARcPSD|21383041
Raja Willem I memerintah menurut kehendaknya sendiri pemerintahan di Den Haag, membentuk
dan mengubah kementerian-kementerian menurut orang-orang dalam pemerintahan.
Rumusan Masalah
Bagaimana hukum administrasi Negara?
4
lOMoARcPSD|21383041
BAB II
Pembahasan
5
lOMoARcPSD|21383041
Hukum administrasi negara adalah keseluruhan aturan yang harus diperhatikan oleh para
pengusaha yang diserahi tugas pemerintahan dalam menjalankan tugasnya. (Van
Apeldoorn.)
Hukum administrasi negara adalah hukum yang mengatur tentang hubungan-hubungan
hukum antara jabatan-jabatan dalam negara dengan warga masyarakat. (Djokosutono.)
Istilah hukum administrasi negara adalah terjemahan dari istilah Administrasi recht
(bahasa Belanda).
6
lOMoARcPSD|21383041
7
lOMoARcPSD|21383041
Perbedaan Hukum Administrasi Negara (HAN) dan Hukum Tata Negara (HTN)
Fokus utama dalam memplajari HAN lebih mengutamakan kelanjutan dari struktur negara (yang
menjadi fokus dalam HTN),yaitu bagaimana berfungsinya lembaga-lembaga negara dalam
menjalankan apa yang menjadi fungsi, kewenagan, dan tugas-tugasnya. Tema-tema yang
mendominasi dalam materi pelajaran HAN adalah hubungan antara negara (khususnya
pemeruntah) dengan warga negara (hubungan hukum pertikal denganhukum publik).
8
lOMoARcPSD|21383041
Menurut Algra sebagaimana dikutip oleh Sudikno (1986: 63), membagi sumber hukum menjadi
dua yaitu sumber hukum materiil dan sumber hukum formil.
9
lOMoARcPSD|21383041
1) Sumber Hukum Materiil, ialah tempat dimana hukum itu diambil. Sumber hukum
materiil ini merupakan factor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan
social politik, situasi social ekonomi, pandangan keagamaan dan kesusilaan, hasil
penelitian ilmiah, perkembangan internasional, keadaan geografis.
Contoh: Seorang ahli ekonomi akan mengatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi
dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulna hukum. Sedangkan bagi seorang
ahli kemasyarakatan (sosiolog) akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber hukum
ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam masyarakat.
2) Sumber Hukum Formal, ialah tempat atau sumber darimana suatu peraturan memperoleh
kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan
hukum itu berlaku secara formal.
Van Apeldoorn dalam R. Soeroso (2005:118), membedakan empat macam sumber hukum,
yaitu:
1) Sumber hukum dalam arti sejarah, yaitu tempat kita dapat menemukan hukumnya dalam
sejarah atau dari segi historis. Sumber hukum dalam arti sejarah ini dibagi menjadi dua
yaitu:
a. Sumber hukum yang merupakan tempat dapat diketemukan atau dikenalnya
hukum secara historis, dokumen-dokumen kuno, lontar dan sebagainya.
b. Sumber hukum yang merupakan tempat pembentukan undang-undang mengambil
bahannya.
2) Sumber hukum dalam arti sosiologis (teleologis) merupakan faktor-faktor yang
menentukan isi hukum positif, seperti misalnya keadaan agama, pandangan agama, dan
sebagainya.
3) Sumber hukum dalam arti filosofis, dibagi menjadi dua yaitu:
a. Sumber isi hukum, disini ditanyakan isi hukum itu asalnya dari mana. Ada tiga
pandangan yang mencoba menjawab tantangan pertanyaan ini yaitu:
Pandangan teoritis, yaitu pandangan bahwa isi hukum berasal dari Tuhan
Pandangan hukum kodrat, yaitu pandangan bahwa isi hukum berasal dari
akal manusia
Pandangan mazhab historis, yaitu pandangan bahwa isi hukum berasal dari
kesadaran hukum.
10
lOMoARcPSD|21383041
Sebagai sumber hukum formil dari Hukum Administrasi Negara menurut E. Utrecht., ialah:
1. Undang-undang/Hukum Administrasi Negara Tertulis
2. Praktek Administrasi Negara (Hukum Administrasi Negara yang merupakan Hukum
Kebiasaan).
11
lOMoARcPSD|21383041
3. Yurisprudensi baik keputusan yang diberi kesempatan banding (oleh Hakim ataupun
yang tidak ada banding oleh Administrasi negara tersebut)
Berdasarkan amandemen pertama UUD 1945 pada Pasal 5 ayat 1 ditegaskan bahwa “Presiden
berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat”. Kemudian
dalam Pasal 20 ayat 1 disebutkan bahwa “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan
membentuk undang-undang”. Dan selanjutnya berdasarkan Pasal 20 ayat 2 disebutkan bahwa
“Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk
mendapat persetujuan bersama”.
Kebiasaan (Costum) yaitu perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal
yang sama. Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat, dan kebiasaan itu selalu
berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan
kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka dengan demikian timbulah
suatu kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.
Tidak semua kebiasaan itu mengandung hukum yang baik dan adil. Oleh karena itu belum tentu
suatu kebiasaan atau adat istiadat itu pasti menjadi sumber hukum. Hanya kebiasan-kebiasaan
dan adat istiadat yang baik dan diterima masyarakat yang sesuai dengan kepribadian masyarakat
tersebutlah yang kemudian berkembang menjadi hukum kebiasaan. Sebaliknya ada kebiasaan-
kebiasaan yang tidak baik dan ditolak oleh masyarakat, dan ini tentunya tidak akan menjadi
12
lOMoARcPSD|21383041
hukum kebiasaan masyarakat, sebagai contoh: kebiasaan begadang, berpakaian seronok, dan
sebagainya.
Sudikno (1986: 84) menyebutkan bahwa untuk timbulnya kebiasaan diperlukan beberapa syarat
tertentu yaitu:
a. Syarat materiil
Adanya perbuatan tingkah laku yang dilakukan secara berulang-ulang (longa et invetarata
consuetindo).\
b. Syarat intelektual
Adanya keyakinan hukum dari masyarakat yang bersangkutan (opinio necessitatis).
c. Syarat akibat hukum apabila hukum itu dilanggar
Di Indonesia kebiasaan itu diatur dalam beberapa undang-undang yaitu antara lain:
Pasal 1339 KUHPerdata disebutkan bahwa “Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang
dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat
perjanjiannya diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”.
Pasal 1346 KUHPerdata disebutkan bahwa “Apa yang meragu-ragukan harus ditafsirkan
menurut apa yang menjadi kebiasaan dalam negeri atau di tempat persetujuan telah dibuat”.
Selanjutnya dalam Pasal 1571 KUHPerdata juga disebutkan bahwa: “Jika perjanjian sewa
menyewa tidak dibuat dengan tertulis, maka perjanjian sewa menyewa tidak berakhir pada waktu
yang ditentukan, melainkan jika pihak yang satu memberitahukan kepada pihak lain bahwa ia
hendak menghentikan perjanjian dengan mengindahkan tenggang waktu yang diharuskan
menurut kebiasaan setempat”.
Mengenai praktek administrasi negara sebagai sumber hukum formil, dapat dikatakan bahwa
praktek itu membentuk hukum administrasi negara kebiasaan (hukum tidak tertulis). Hukum
administrasi negara kebiasaan tersebut dibentuk dan dipertahankan dalam keputusan-keputusan
para pejabat administrasi negara. Sebagai suatu sumber hukum formil, maka sering sekali
praktek administrasi negara itu berdiri sendiri (zelfstandig) disamping undang-undang. Bahkan
tidak jarang praktek administrasi negara mengesampingkan (opzijzetten) peraturan perundang-
undangan yang telah ada.
13
lOMoARcPSD|21383041
bahwa hukum kebiasaan bersifat tidak tertulis dan oleh karenanya tidak dapat
dirumuskan secara jelas dan pada umumnya sukar menggantinya, dan
bahwa hukum kebiasaan tidak menjamin kepastian hukum dan sering menyulitkan
beracara karena hukum kebiasaan mempunyai sifat aneka ragam.
14
lOMoARcPSD|21383041
Traktat (Treaty)
Traktat (Treaty) yaitu perjanjian antar negara/perjanjian internasional/perjanjian yang dilakukan
oleh dua negara atau lebih. Akibat perjanjian ini ialah bahwa pihak-pihak yang bersangkutan
terikat pada perjanjian yang mereka adakan itu. Hal ini disebut Pacta Sun Servada yang berarti
bahwa perjanjian mengikat pihak-pihak yang mengadakan atau setiap perjanjian harus ditaati dan
ditepati oleh kedua belah pihak.
Ada beberapa macam traktat (treaty) yaitu:
a. Traktat bilateral atau traktat binasional atau twee zijdig
yaitu apabila perjanjian dilakukan oleh dua negara. Contoh: Traktat antara pemerintah
Indonesia dengan Pemerintah Malaysia tentang Perjanjian ekstradisi menyangkut
kejahatan kriminal biasa dan kejahatan politik.
b. Traktat Multilateral
yaitu perjanjian yang dilakukan oleh banyak negara. Contoh: Perjanjian kerjasama
beberapa negara di bidang pertahanan dan ideologi seperti NATO.
c. Traktat Kolektif atau traktat Terbuka
yaitu perjanjian yang dilakukan oleh oleh beberapa negara atau multilateral yang
kemudian terbuka untuk negara lain terikat pada perjanjian tersebut. Contoh: Perjanjian
dalam PBB dimana negara lain, terbuka untuk ikut menjadi anggota PBB yang terikat
pada perjanjian yang ditetapkan oleh PBB tersebut.
Adapun pelaksanaan pembuatan traktat tersebut dilakukan dalam beberapa tahap dimana setiap
negara mungkin saja berbeda, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:
1. Tahap Perundingan
Tahap ini merupakan tahap yang paling awal biasa dilakukan oleh negara-negara yang
akan mengadakan perjanjian. Perundingan dapat dilakukan secara lisan atau tertulis atau
melalui teknologi informasi lainnya. Perundingan juga dapat dilakukan dengan melalui
utusan masing-masing negara untuk bertemu dan berunding baik melalui suatu
konferensi, kongres, muktamar atau sidang.
2. Tahap Penutupan
15
lOMoARcPSD|21383041
Tahap penutupan biasanya apabila tahap perundingan telah tercapai kata sepakat atau
persetujuan, maka perundingan ditutup dengan suatu naskah dalam bentuk teks tertulis
yang dikenal dengan istilah “Piagam Hasil Perundingan” atau “Sluitings-Oorkonde”.
Piagam penutupan ini ditandatangani oleh masing-masing utusan negara yang
mengadakan perjanjian.
3. Tahap Pengesahan atau ratifikasi
Persetujuan piagam hasil perundingan tersebut kemudian oleh masing-masing negara
(biasanya tiap negara menerapkan mekanisme yang berbeda) untuk dimintakan
persetujuan oleh lembaga-lembaga yang memiliki kewenangan untuk itu.
4. Tahap Pertukaran Piagam
Pertukaran piagam atau peletakkan piagam dalam perjanjian bilateral maka naskah
piagam yang telah diratifikasi atau telah disahkan oleh negara masing-masing
dipertukarkan antara kedua negara yang bersangkutan. Sedangkan dalam traktat kolektif
atau terbuka peletakkan naskah piagam tersebut diganti dengan peletakkan surat-surat
piagam yang telah disahkan masing-masing negara itu, dalam dua kemungkinan yaitu
disimpan oleh salah satu negara berdasarkan persetujuan bersama yang sebelumnya
dinyatakan dalam traktat atau disimpan dalam arsip markas besar PBB yaitu pada
Sekretaris Jenderal PBB.
5. Pendapat Sarjana Hukum (Doktrin)
Biasanya hakim dalam memutuskan perkaranya didasarkan kepada undang-undang,
perjanjian internasional dan yurisprudensi. Apabila ternyata ketiga sumber tersebut tidak
dapat memberi semua jawaban mengenai hukumnya, maka hukumnya dicari pada
pendapat para sarjana hukum atau ilmu hukum. Jadi doktrin adalah pendapat para sarjana
hukum yang terkemuka yang besar pengaruhnya terhadap hakim, dalam mengambil
keputusannya. Di Indonesia dalam hukum Islam banyak ajaran-ajaran dari Imam Syafi’i
yang digunakan oleh hakim pada pengadilan Agama dalam pengambilan putusan-
putusannya.
16
lOMoARcPSD|21383041
Referensi :
Wikipedia.id
Hartono Hadisuprapto, S.H.,2006.Pengantar Tata Hukum Indonesia,Liberty:Yogyakarta
Atmosudirdjo,Prajudi S.1984.Hukum Administrasi Negara.Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia
Sunindhia, Y.W.1992.Administrasi Negara dan Peradilan Administrasi.Jakarta:Penerbit Rineka
Cipta
Kansil,C.S.T.2009.Hukum Tata Negara di Indonesia.Jakarta:Penerbit Sinar Grafika
Marbun,S.T,1987.Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara,Liberty:Yogyakarta
E.Uteecht, S.H. ,1986.Pengantar Hukum Administrasi RI, Pustaka Tinta Mas:Surabaya
Christine S.T.Kanil, S.H.,1997.Modul Hukum Administrasi Negara,PT. Pradnya
Paramita:Jakarta
E-book Hukum Administrasi Negara yang disusun oleh Bewa Ragawino, S.H., M.SI.
17