Anda di halaman 1dari 54

i

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN


TERHADAP PELAYANAN KEFARMASIAN
DI APOTEK K-24 JAGABAYA
MENGGUNAKAN METODE SERVQUAL

Oleh :
NABILLA PUTRI TSABITA
NIM. 2148401064

i
LAPORAN TUGAS AKHIR
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
JURUSAN FARMASI
TAHUN 2023

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN


TERHADAP PELAYANAN KEFARMASIAN
DI APOTEK K-24 JAGABAYA
MENGGUNAKAN METODE SERVQUAL

Oleh :
NABILLA PUTRI TSABITA
NIM. 2148401064

ii
LAPORAN TUGAS AKHIR
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
JURUSAN FARMASI
TAHUN 2023
LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:


Nama : Nabilla Putri Tsabita
NIM : 2148401064
Program Studi/Jurusan : DIII/Farmasi
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam
penelitian laporan tugas akhir yang berjudul:
“Analisis Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Pelayanan Kefarmasian
di Apotek K-24 Jagabaya menggunakan metode Servqual”
Apabila suatu saat nanti saya terbukti melakukan tindakan plagiat, maka
saya akan menerima sanksi yang telah ditetapkan.
Demikian surat pernyataan saya buat dengan sebenar-benarnya.

Bandar Lampung, 2023

Nabilla Putri Tsabita

iii
LEMBAR PERSETUJUAN

“Analisis Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Pelayanan Kefarmasian


Di Apotek K-24 Jagabaya Menggunakan Metode Servqual”

Penulis

Nabilla Putri Tsabita/NIM: 2148401064

Telah diperiksa dan disetujui pembimbing Proposal Laporan Tugas Akhir


program Diploma III Farmasi Politeknik Kesehatan Tanjungkarang

Bandar Lampung, Desember 2023

TIM PEMBIMBING LTA


Pembimbing Utama

Dra. Pudji Rahayu, Apt.M.Kes.


NIP. 196502071991012000

iv
Pembimbing Pendamping

NIP.
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobilalamin
segala puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah
S.W.T yang telah melimpahkan rahmat serta karunia nya kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan Proposal Laporan Tugas Akhir
yang berjudul “Analisis Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap
Pelayanan Kefarmasian di Apotek K-24 Jagabaya dengan metode
Servqual”. Sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabat dan para pengikutnya
yang senantiasa mengikuti sunnah-Nya, semoga kita semua mendapat
syafaatnya dihari akhir kelak.
Terwujudnya Proposal Laporan Tugas Akhir ini tidak terlepas
dari bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak, sehingga pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Dewi Purwaningsih, S.SiT., M.Kes., selaku Direktur
Politeknik Kesehatan Tanjungkarang.
2. Ibu Dra. Pudji Rahayu, Apt.M.Kes, selaku Ketua Jurusan
Farmasi Politeknik Kesehatan Tanjungkarang sekaligus selaku
pembimbing utama, penulis banyak mengucapkan terimakasih
atas waktu, tenaga, pikiran serta kesabaran dalam memberikan
bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan Proposal
Laporan Tugas Akhir ini.
3. Ibu selaku penguji kesatu, yang telah berkenan meluangkan
waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan memberi
masukan kepada penulis dalam menyelesaikan Proposal
Laporan Tugas Akhir ini.
4. Ibu selaku penguji kedua, yang telah berkenan meluangkan
waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan memberi
masukan kepada penulis dalam menyelesaikan Proposal
Laporan Tugas Akhir ini.
5. Segenap dosen dan staff di Jurusan Farmasi Politeknik
Kesehatan Tanjungkarang.
Semoga amal kebaikan dari semua pihak tersebut selalu mendapat
Ridho serta pahala dari Allah S.W.T. Penulis menyadari bahwa masih
banyak kelemahan dan kekurangan dalam menyusun Proposal Laporan

v
Tugas Akhir, untuk itu penulis mengharapkan kritik serta saran demi
perbaikan pada masa yang akan datang. Akhir kata penulis
mengucapkan terimakasih. Semoga Proposal Laporan Tugas Akhir ini
bisa jadi manfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Desember 2023


Penulis

Nabilla Putri Tsabita


DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR SAMPUL LUAR...............................................................................................i
LEMBAR SAMPUL DALAM..........................................................................................ii
LEMBAR PERNYATAAN..............................................................................................iii
LEMBAR PERSETUJUAN.............................................................................................iv
KATA PENGANTAR........................................................................................................v
DAFTAR ISI.....................................................................................................................vi
DAFTAR TABEL...........................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................5
C. Tujuan Penelitian........................................................................................6
D. Manfaat Penelitian......................................................................................6
E. Ruang Lingkup Penelitian...........................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................8
A. Pelayanan Kefarmasian..............................................................................8
B. Apotek.........................................................................................................8
C. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek..............................................10
D. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai......................................................................................................11
E. Pelayanan Farmasi Klinik.........................................................................13
F. Sediaan Farmasi Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai..............16
G. Kepuasan..................................................................................................20
H. Kualitas.....................................................................................................24
E. Kerangka Teori.........................................................................................27
F. Kerangka Konsep......................................................................................28
G. Definisi Operasional.................................................................................29

vi
BAB III METODE PENELITIAN...........................................................................33
A. Rancangan Penelitian...............................................................................33
B. Subjek Penelitian......................................................................................33
C. Lokasi dan Waktu Penelitian....................................................................35
D. Pengumpulan Data....................................................................................35
E. Pengolahan dan Analisis Data...................................................................35
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................38
LAMPIRAN.........................................................................................................................40

vii
DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman


Tabel 2. 1 Definisi Operasional................................................................................ 29
Tabel 3. 1 Kategori Kepuasan.................................................................................... 37

vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan kefarmasian merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan
yang berorientasi pada pelayanan pasien dan penyediaan obat yang bermutu
(Depkes RI, 2009).
Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada
pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien, sebagai konsekuensi
perubahan orientasi dari pelayanan obat drug oriented menjadi pelayanan
pasien patient oriented yang mengacu pada asuhan kefarmasian
Pharmaceutical care apoteker/asisten apoteker sebagai tenaga farmasi dituntut
untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, prilaku gar dapat berinteraksi
langsung dengan pasien (Helni, 2015). Peningkatan kualitas hidup pasien
terjadi seiring dengan peningkatan konsumsi masyarakat terhadap obat
terutama obat bebas, kosmetik, kosmeseutikal, health food, nutraseutikal dan
obat herbal.
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk
menyelenggarakan pelayanan kefarmasian, yaitu apotek, instalasi farmasi
rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama (PP RI NO.51,
2009).
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek
kefarmasian oleh Apoteker (Permenkes RI No.9, 2017). Apotek merupakan
salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan
tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Pelayanan
kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri–sendiri atau
bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan
kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan atau masyarakat (Anonim,
2016).
Apotek juga merupakan suatu fasilitas tempat seorang pakar dalam bidang
farmasi bekerja untuk menyediakan Fasilitas farmasi dan bertugas untuk

1
2

menyalurkan peralatan kesehatan dan juga resep-resep obat yang diracik oleh
seorang apoteker kepada masyarakat.

Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan
telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Apotek sebagai salah satu sarana
pelayanan kesehatan berperan dalam upaya peningkatan derajat kesehatan
masyarakat. Kegiatan tersebut tidak dapat berjalan dengan sendirinya namun
harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana dan prasarana. Semakin
pesatnya perkembangan pelayanan kefarmasian di apotek, apoteker dituntut
untuk mampu memenuhi keinginan dan selera masyarakat yang terus berubah
masyarakat tidak lagi hanya sekedar membeli obat namun berkeinginan untuk
mendapatkan informasi yang lengkap mengenai obat yang diterima.
Di masa sekarang ini sudah terdapat banyak apotek di sekitar kita sehingga
membuat masyarakat dapat dengan mudah memilih apotek mana yang
memberikan pelayanan yang berkualitas. Banyaknya apotek menimbulkan
banyak persaingan bisnis antar apotek satu dan apotek lainnya, sehingga
mengakibatkan apotek berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitas
pelayanannya. Mutu pelayanan kesehatan seperti di apotek bergantung pada
kebutuhan dan tuntutan konsumen yang berkaitan dengan kepuasan (Akhmad,
2019). Pelayanan terbaik atau sangat baik, disebut sangat baik atau terbaik
karena sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku atau dimiliki instansi
pemberi layanan. (Zaenal Mukarom dan Wijaya Laksana, 2018). kepuasan
konsumen dapat mempengaruhi minat konsumen untuk membeli kembali di
apotek yang sama, untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian yang
optimal maka apotek harus mampu menerapkan standar pelayanan yang
berkualitas sehingga mampu memberikan kepuasan kepada konsumen
(Arab,dkk, 2012).
Kepuasan konsumen adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang
muncul setelah membandingkan antara persepsi /kesan nya terhadap ( kinerja
atau hasil ) suatu produk dan harapan-harapan nya (Kotler, 2017).
3

Kepuasan konsumen merupakan situasi kognitif pembeli berkenaan dengan


kesepadanan atau ketidaksepadanan antara hasil yang didapatkan dibandingkan
dengan pengorbanan yang dilakukan.

kepuasan konsumen sebagai sikap keseluruhan terhadap suatu barang atau jasa
setelah perolehan (acquisition) dan pemakaiannya. Dengan kata lain, kepuasan
konsumen disebut juga dengan penilaian evaluatif purnabeli yang di hasilkan
dari seleksi pembelian spesifik (Howard & Sheth dalam muthmainnah et al,
2021).
Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa kepuasan pelanggan merupakan suatu bentuk yang dapat dirasakan oleh
seorang pelanggan/pengguna. Dimana, pelanggan tersebut telah menggunakan
suatu produk/jasa secara terus menerus karena dianggap telah memenuhi
harapan, keinginan, serta kebutuhan dari pelanggan.
Kualitas pelayanan adalah bentuk penilaian konsumen terhadap tingkat
pelayanan yang diterima dengan tingkat pelayanan yang diharapkan .apabila
pelayanan yang diterima atau dirasakan sesuai dengan yang diharapkan,maka
kualitas pelayanan di persepsikan baik dan memuaskan. kepuasan yang telah
terbentuk dapat mendorong konsumen untuk melakukan pembelian ulang dan
nantikan akan menjadi pelanggan setia (Kotler, 2019). Kualitas pelayanan
merupakan tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat
keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.
Dalam hal ini ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan,
yaitu expected service dan perceived service. Apabila jasa yang diterima atau
dirasakan (perceiced service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas
pelayanan dipersepsikan baik atau memuaskan. Jika pelayanan yang diterima
melampaui harapan pelanggan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan sebagai
kualitas yang ideal, sebaliknya jika kualitas pelayanan yang diterima lebih
rendah dari yang diharapkan maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk.
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek disusun bertujuan sebagai
pedoman praktek apoteker dalam menjalankan profesi, untuk melindungi
4

masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional, dan melindungi profesi


dalam menjalankan praktik kefarmasian (Anonim, 2018). Perkembangan
apotek ini sangat ditentukan oleh pengelolaan sumber daya dan pelayanan di
apotek tersebut.

Oleh sebab itu, standar pelayanan farmasi sangat diperlukan dalam


menjalankan suatu apotek. Jika suatu apotek tidak menggunakan standar
pelayanan farmasi dalam menjalankan apotek maka tidak akan tercapai derajat
kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Berdasarkan Permenkes RI No. 73
tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek yaitu pasal 5 yang
isinya untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian di apotek harus dilakukan
evaluasi mutu pelayanan kefarmasian,dengan metode evaluasi mutu, audit,
review, survey, observasi. Dimana sejak berdirinya apotek tersebut belum
pernah ada penelitian tentang kepuasan konsumen di apotek K-24 Jagabaya.
Untuk mendukung permasalahan terhadap bahasan, peneliti berusaha mencari
berbagai literature dan penelitian terdahulu yang masih relevan terhadap topik
pada penelitian saat ini. Selain itu yang menjadi syarat mutlak bahwa dalam
penelitian ilmiah adalah menolak yang namanya plagiatisme atau mencontek
secara utuh hasil karya tulisan orang lain.
Berdasarkan penelusuran peneliti di media sosial dalam situs web google
terdapat ulasan para konsumen yang memberikan komentar terkait pelayanan
apotek yang masih kurang memuaskan, kurangnya tanggapan karyawan apotek
K-24 Jagabaya terhadap konsumen yang melakukan pemesanan obat melalui
aplikasi online dan pelayanan karyawan yang kurang ramah terhadap
konsumen yang membeli obat membuat para konsumen yang membeli
memberikan ulasan ketidakpuasan terkait pelayanan di apotek tersebut melalui
situs web google (data melalui penelusuran ulasan google).
Data inilah yang menjadi dasar bagi peneliti untuk melakukan penelitian di
apotek K-24 jagabaya. Oleh karena itu, untuk memenuhi kode etik dalam
penelitian ilmiah maka sangat diperlukan eksplorasi terhadap penelitian
terdahulu yang relevan. Tujuannya adalah untuk menegaskan penelitian, posisi
penelitian dan sebagai teori pendukung guna menyusun konsep berpikir dalam
5

penelitian. Berdasarkan beberapa referensi penelitian terdahulu, masih belum


ditemukan subyek penelitian yang sama dengan penelitian ini.

Adapun beberapa penelitian terdahulu tersebut yaitu :


Penelitian tentang kepuasan terhadap pelayanan kefarmasian di apotek yang
dilakukan oleh Driharsari (2017) di apotek Panjerejo, Kabupaten Tulungagung,
hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata kinerja (3,38) lebih rendah
dibandingkan nilai rata-rata harapan (4,65) dari hasil tersebut didapat
kesimpulan bahwa pasien belum merasa puas terhadap pelayanan di apotek
Panjerejo. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Akhmad (2019) di apotek
Kecamatan Sukarame, mendapatkan hasil bahwa 58,08% pasien tidak puas
terhadap pelayanan yang diberikan oleh apotek.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang analisis tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan kefarmasian di
apotek K-24 Jagabaya menggunakan metode Servqual. Dengan adanya
penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan bagi pihak
apotek untuk meningkatkan kualitas pelayanan di apotek tersebut guna
menunjang pelayanan kesehatan di apotek serta dapat melaksanakan peran dan
fungsinya dengan baik untuk kepentingan apotek dan kesejahteraan konsumen.

B. Rumusan Masalah
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek
kefarmasian oleh Apoteker. Banyaknya apotek menimbulkan banyak
persaingan bisnis antar apotek satu dan apotek lainnya, sehingga
mengakibatkan apotek berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitas
pelayanannya. Mutu pelayanan kesehatan seperti di apotek bergantung pada
kebutuhan dan tuntutan konsumen yang berkaitan dengan kepuasan. kepuasan
konsumen dapat mempengaruhi minat konsumen untuk membeli kembali di
apotek yang sama, untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian yang
optimal maka apotek harus mampu menerapkan standar pelayanan yang
6

berkualitas sehingga mampu memberikan kepuasan kepada konsumen.


Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti merumusan masalah yaitu
bagaimana tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan kefarmasian di
apotek K-24 Jagabaya?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Tujuan Umum
Mengukur nilai keseluruhan kepuasan konsumen dari semua kualitas
pelayanan
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah mengetahui gambaran persentase
nilai dari masing-masing dimensi yang digunakan untuk mengukur tingkat
kepuasan konsumen terhadap pelayanan kefarmasian di Apotek K-24
menggunakan metode Servqual yang meliputi 5 dimensi yaitu:
a. Mengetahui persentase kepuasan konsumen pada dimensi kehandalan
(reability)
b. Mengetahui persentase kepuasan konsumen pada dimensi daya tanggap
(responsiveness)
c. Mengetahui persentase kepuasan konsumen pada dimensi jaminan
(assurance)
d. Mengetahui persentase kepuasan konsumen pada dimensi empati (emphaty)
e. Mengetahui persentase kepuasan konsumen pada dimensi bukti fisik
(tangibles)

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
penelitian ini merupakan proses pembelajaran dan diharapkan dapat
menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan mengenai analisis tingkat
kepuasan konsumen terhadap pelayanan kefarmasian di Apotek K-24
Jagabaya menggunakan metode Servqual, sehingga hasil penelitian ini dapat
7

menerangkan dan memberikan pengetahuan teoritis dalam kasus nyata di


lapangan.
2. Bagi Apotek
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk bahan masukan sebagai
dasar pertimbangan dalam usaha perbaikan Apotek dan diharapkan dapat

menjadi masukan sebagai upaya dalam meningkatkan kualitas pelayanan


kefarmasian, sehingga diharapkan tingkat kepuasan konsumen dapat
meningkat dan jumblah konsumen dapat meningkat terus-menerus setiap
bulan.
3. Bagi ilmu pengetahuan
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pembelajaran bagi
perkembang ilmu pengetahuan pada umumnya dan sebagai ilmu pengetahuan
khususnya di bidang farmasi komunitas dan manajemen apotek dan sebagai
referensi untuk pihak lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut
mengenai analisis tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan
kefarmasian di Apotek K-24 Jagabaya menggunakan metode Servqual.
4. Bagi masyarakat
Diharapkan penelitan ini dapat memberikan pelayanan kefarmasian yang
lebih baik pada masyarakat yang menjadi konsumen di Apotek K-24
Jagabaya.
5. Bagi institusi
Diharapkan penelitian ini dapat menambah pustaka informasi bagi
mahasiswa Jurusan Farmasi di Politeknik Kesehatan Tanjungkarang dan
dapat menjadi referensi untuk mahasiswa yang ingin melanjutkan penelitian
terkait analisis tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan kefarmasian
di Apotek K-24 Jagabaya menggunakan metode Servqual.

E. Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada tingkat kepuasan konsumen
terhadap pelayanan kefarmasian di Apotek K-24 Jagabaya menggunakan
metode servqual. Penelitian ini bersifat non eksperimental yang dilakukan di
8

Apotek K-24 Jagabaya, Bandar Lampung.


BAB II
TIJAUAN PUSTAKA
A. Pelayanan Kefarmasian
1. Pengertian Pelayanan Kefarmasian
Pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan secara langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi
dengan maksud untuk mencapai hasil yang pasti meningkatkan mutu
kehidupan pasien. Pelayanan kefarmasian di apotek berperan penting dalam
penjaminan mutu, manfaat, keamanan dan khasiat sediaan farmasi dan alat
kesehatan. Peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di apotek diselenggarakan
dengan mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (KEMENKES, 2016).
B. Apotek
1. Definisi apotek
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia yang terbaru Nomor 9
Tahun 2017 Tentang Apotek juga menyebutkan bahwa apotek merupakan
sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh
apoteker dan tenaga kefarmasian lainnya (Menkes, 2017). Menurut Peraturan
Menteri Kesehatan (Permenkes) RI No. 73 (2016) tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek menyebutkan bahwa apotek merupakan suatu tempat
apoteker untuk melakukan praktik kefarmasian. Pelayanan kefarmasian
merupakan pelayanan yang bertanggung jawab serta langsung diberikan
kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi untuk mencapai hasil
yang pasti dalam peningkatan mutu kehidupan pasien.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 9 Tahun 2017
tentang tujuan didirikannya apotek adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di apotek.
b. Memberikan perlindungan pasien dan masyarakat dalam memperoleh
pelayanan
kefarmasian di apotek.
c. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dalam memberikan
pelayanan kefarmasian di apotek ( Menkes, 2017 ).

8
9

2. Tugas dan Fungsi Apotek


Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek,
mencantumkan bahwa tugas dan fungsi apotek adalah sebagai:
1. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah
jabatan.
2. Sarana farmasi yang menyiapkan peracikan, perubahan bentuk sediaan,
pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.
3. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat yang
diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
4. Sebagai sarana informasi obat kepada masyarakat dan tenaga kesehatan
lainnya.
Menurut Permenkes RI No. 73 Tahun 2016, ruang lingkup pelayanan
kefarmasian di apotek meliputi 2 kegiatan utama, yaitu yang bersifat
manajerial seperti pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai dan pelayanan farmasi klinik. Dua kegiatan besar di apotek ini
harus didukung oleh sarana dan prasarana juga sumber daya manusia yang
mendukung.
Apotek memiliki dua fungsi utama yaitu sebagai unit sarana kesehatan (non
profit/social oriented) dan sebagai sarana bisnis (profit/business oriented)
(Anief, 1995).
Fungsi apotek sebagai unit sarana kesehatan (non profit/social oriented)
harus mampu menjalankan pelayanan profesional dan bertanggung jawab
sesuai dengan peraturan yang berlaku. Apoteker di apotek harus mematuhi
kode etik profesi apoteker yang menjamin keamanan, efikasi dan kepuasan
pasien. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menjalankan fungsi ini adalah
kesesuaian harga serta kelengkapan sediaan farmasi dan alat kesehatan lainnya
yang dijual. Sedangkan fungsi apotek sebagai unit bisnis (profit/business
oriented) adalah apotek dapat memberikan keuntungan. Apoteker harus
mampu menjadi manajer yang kompeten mengelola sumber daya dan
keuntungan yang diperoleh demi kelangsungan berdirinya apotek. Dalam
10

sistem perundang-undangan yang berlaku, apotek harus dikelola oleh


Apoteker. Apoteker harus mampu memberikan pelayanan yang maksimal
kepada pasien di apotek. Kemampuan mengelola berbagai sumber daya apotek,
berkomunikasi, mengambil keputusan

serta berpengetahuan yang luas dan mendalam tentang kefarmasian merupakan


berbagai aspek penting yang harus dimiliki oleh apoteker pengelola apotek.
Dengan dikelola oleh apoteker yang profesional, tentu pelayanan kefarmasian
yang diberikan akan dapat memuaskan pasien sehingga bisa membantu
meningkatkan taraf hidup pasien dalam hal kesehatan.
3. Sumber Daya Manusia di Apotek
Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat
dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang
memiliki Surat Tanda Registrasi, Surat Izin Praktik atau Surat Izin Kerja.
4. Sarana dan Prasarana di apotek
Sarana prasarana yang harus ada di apotek tercantum pula dalam
Permenkes RI No. 73 Tahun 2016, yaitu terdiri dari :
a. Ruang penerimaan resep.
b. Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)
c. Ruang penyerahan obat
d. Ruang konseling
e. Ruang penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai
f. Ruang arsip

C. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek


Standar pelayanan kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan
sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan
kefarmasian. Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di apotek bertujuan
untuk (Anonim, 2016):
1. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
2. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
11

3. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional
dalam rangka keselamatan pasien (patient safety)
Standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi standar (Anonim, 2016):
1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP

Standar ini meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,


pemusnahan, pengendalian, serta pencatatan dan pelaporan.
2. Pelayanan farmasi klinik
Standar ini meliputi pengkajian resep, dispensing, Pelayanan Informasi
Obat (PIO), konseling, pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy
care), Pemantauan Terapi Obat (PTO), dan Monitoring Efek Samping Obat
(MESO).

D. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis


Pakai
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan,
pengendalian, pencatatan dan pelaporan.
A. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi,
budaya dan kemampuan masyarakat.
B. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan
farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
C. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam
surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
D. Penyimpanan
12

1. Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus
dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada
wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan
tanggal kadaluwarsa.

2. Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga
terjamin keamanan dan stabilitasnya.
3. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang
lainnya yang menyebabkan kontaminasi.
4. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan
kelas
terapi obat serta disusun secara alfabetis.
5. Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expire Fist Out) dan FIFO
(First
In First Out).
E. Pemusnahan dan penarikan
1. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan
bentuk
sediaan. Pemusnahan obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika
atau psikotropika dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
2. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan.
3. Pemusnahan atau penarikan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai yang
tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
4. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah
penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela
oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan
kepada kepala BPOM.
13

5. Penarikan alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dilakukan terhadap
produk
yang izin edarnya dicabut oleh menteri.
F. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan
atau pengadaan,
penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya
kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta

pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu


stok baik dengan cara manual atau elektronik.
Kartu stok sekurang-kurangnya memuat nama obat, tanggal kadaluwarsa,
jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.
G. Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi pengadaan (surat pesanan dan
faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan
pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal
merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen apotek,
meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan
pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan
pelaporan lainnya.

E. Pelayanan Farmasi Klinik


Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik di apotek merupakan bagian dari pelayanan
kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan
dengan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien
14

(Permenkes, 2016).
Pelayanan farmasi klinik meliputi:
a. Pelayanan Non Resep Beserta Informasi Obatnya Kepada Pasien.
Pelayanan non resep merupakan pelayanan kepada pasien yang dilakukan
dengan cara pengobatan mandiri, Pelayanan Non Resep juga mencakup
pelayanan informasi obat di dalam nya. Pelayanan informasi obat merupakan
kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai
obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik
dalam segala aspek penggunaan. Obat yang termasuk Obat Non Resep yaitu

Obat bebas,Obat bebas terbatas,Obat Wajib Apotek dan herbal.


Informasi dan edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi dosis, bentuk
sediaan, formulasi khusus, rute dan metode pemberian, farmakokinetik,
farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu
hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga,
sifat fisika atau kimia dari obat dan lain-lain.
b. Pelayanan Resep Beserta Informasi Obatnya Kepada Pasien
Resep merupakan permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada
apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku, pelayanan resep
biasanya resep diberikan oleh pasien kepada teknik tenaga kefarmasian atau
apoteker yang berada di apotek yang mana pada saat itu juga memberikan
pelayanan mengenai isi yang tertera diresep tersebut dan memberikan
konseling tentang dosis obat, aturan pakai, penyimpanan dan efek samping
masing-masing obat tersebut.
Pelayanan Resep Menurut KEPMENKES RI NO
1332/MENKES/SK/XX/2002, resep adalah permintaan tertulis dari dokter,
dokter gigi, dokter hewan kepada Apoteker Penanggung jawab Apotek (APA)
untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelayanan resep yang diberikan
apotek menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.
1027/MENKES/PER/IX/2004 Bab III, meliputi:
15

1. Skrining resep.
Apoteker melakukan skrining resep meliputi :
a. Persyaratan administratif:
Nama, SIP (surat izin praktek) dan alamat dokter, tanggal penulisan resep,
tanda tangan/paraf dokter penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin,
dan berat badan pasien, nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta; cara
pemakaian yang jelas, informasi lainnya.
b. Kesesuaian farmasetik:
Bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama
pemberian.

c. Kesesuaian klinis:
Adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah
obat dan lain-lain).
2. Penyiapan obat
a. Peracikan
Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas
dan memberikan etiket pada wadah.
Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan
memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket obat yang
benar.
b. Etiket
Etiket harus jelas dan dapat dibaca, meliputi nomor resep, tanggal, nama
dan aturan pakai.
c. Kemasan
Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok
sehingga terjaga kualitasnya.
d. Penyerahan obat
Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir
terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh
apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan
tenaga kesehatan.
16

e. Pelayanan Informasi obat


Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah
dimengerti, akurat, tidak bisa, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada
pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan
obat, jangka waktu pengobatan (jam penggunaan obat), aktivitas serta makanan
dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
f. Konseling
Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi,
pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki
kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya

penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan


kesehatan lainnya. Untuk pasien penyakit tertentu seperti kardiovaskular,
diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus
memberikan konseling secara berkelanjutan.
g. Monitoring penggunaan obat
Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan
pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti
kardiovaskular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya.
Dari keterangan yang diperoleh ini maka apoteker atau asisten apoteker bisa
menunjang informasi dari dokter dengan menambahkan informasi-informasi
lain mengenai obat kepada pasien, misal petunjuk khusus cara penyediaan obat,
hal-hal yang mungkin timbul selama penggunaan obat, hal-hal yang harus
dihindari selama penggunaan obat yang meliputi kontra indikasi, efek samping.

F. Sediaan Farmasi Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai


Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk
penggunaan sekali pakai (single use) yang daftar produknya diatur dalam
peraturan perundang-undangan ( Permenkes, 2016 ).
1. Obat
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
17

digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan


patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia (Menkes RI,
2016). Penggolongan obat dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan
ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusinya. Penggolongan obat
menurut Permenkes No. 917/1993 adalah :
1) Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa
resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah
lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam.

Contoh : Parasetamol

Sumber: https://www.klikdokter.com/info-sehat/kesehatan-umum/7-golongan-
obat-dan-kegunaannya
Gambar 2.1 Logo Obat Bebas

2) Obat Bebas Terbatas


Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi
masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan
tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas
adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam.
Contoh: Antimo

Sumber: https://www.klikdokter.com/info-sehat/kesehatan-umum/7-golongan-
obat-dan-kegunaannya
Gambar 2.2 Logo Obat Bebas Terbatas
18

3) Obat Keras
Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep
dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran
merah dengan garis tepi berwarna hitam.
Contoh : Asam Mefenamat

Sumber: https://www.klikdokter.com/info-sehat/kesehatan-umum/7-golongan-
obat-dan-kegunaannya
Gambar 2.3 Logo Obat Keras

4) Obat Psikotropika
Obat Psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku.
Contoh : Diazepam, Phenobarbital

Sumber: https://www.klikdokter.com/info-sehat/kesehatan-umum/7-golongan-
obat-dan-kegunaannya
Gambar 2.4 Logo Obat Psikotropika

5) Obat Narkotika
Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman
baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri dan menimbulkan ketergantungan.
19

Contoh : Morfin, Codein

Sumber: https://www.klikdokter.com/info-sehat/kesehatan-umum/7-golongan-
obat-dan-kegunaannya
Gambar 2.5 Logo Obat Narkotika

6) Obat-Obat Tertentu
Obat-obat yang bekerja di sistem susunan syaraf pusat selain Narkotika
dan Psikotropika, yang pada penggunaan di atas dosis terapi dapat
menyebabkan ketergantungan dan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku, terdiri atas obat-obat yang mengandung Tramadol, Triheksifenidil,
Klorpromazin, Amitriptilin dan/atau Haloperidol. (BPOM, 2016).

7) Obat Prekursor
Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang
dapat digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan proses
produksi industri farmasi atau produk antara, produk ruahan, dan produk jadi
yang mengandung ephedrine, pseudoephedrine, norephedrine,
phenylpropanolamine, ergotamine, ergometrine, atau Permaganat. (BPOM,
2018).

2. Alat Kesehatan
Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang
tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan
kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi
tubuh. (Permenkes, 2016)

3. Obat Tradisional
20

Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk
pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat (BPOM, 2019).
1) Jamu
Jamu adalah sediaan obat bahan alam, status keamanan dan khasiatnya
dibuktikan secara empiris (Permenkes, 2016).

2) Obat Herbal Terstandar


Obat Herbal Terstandar adalah sediaan bahan yang telah distandardisasi
bahan baku yang digunakan dalam produk jadi, harus memenuhi persyaratan
aman dan mutu sesuai dengan persyaratan yang berlaku serta klaim khasiat
dibuktikan secara ilmiah/praklinik (Permenkes, 2016).

3) Fitofarmaka
Fitofarmaka adalah produk yang mengandung bahan atau ramuan bahan
yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian
(galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang telah dibuktikan keamanan
dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik serta bahan
baku dan produk jadinya telah distandardisasi (BPOM, 2019).

4. Kosmetik
Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan
pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ
genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk
membersihkan mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau
badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik. (Permenkes,
2016).

G. Kepuasan
21

1. Pengertian Kepuasan
Kepuasan merupakan suatu perasaan kecewa ataupun senang yang timbul
pada seseorang sesudah melakukan perbandingan antara persepsi atau kesan
pada kinerja seseorang ataupun hasil sebuah produk, maupun sebuah harapan.
Jadi kepuasan itu sendiri adalah fungsi dari kesan atau persepsi terhadap
kinerja seseorang dan hasil dari sebuah produk, maupun dari harapan. Bila
kinerja itu sesuai harapan sehingga pasien akan puas. Sedangkan bila suatu
kinerja tidak selaras harapan sehingga pasien akan merasakan tidak puas dan
kecewa, menurut Kotler dan Keller ( safitriely.2018).

2. Kepuasan Konsumen
Menurut kotler dan keller dalam donni juni priansah (2017: p.196).
Menyatakan bahwa kepuasan konsumen adalah perasaan senang atau kecewa
seseorang yang muncul setelah membandingkan antara kinerja (hasil) produk
yang diperkirakan terhadap kinerja (atau hasil) yang diharapkan. Jika kinerja
dibawah harapan, konsumen tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan,
konsumen puas. Jika kinerja melebihi harapan, konsumen amat puas/senang.
Kepuasan konsumen dapat menjadi tolak ukur bagi kelangsungan apotek.
Tingkat kepuasan konsumen merupakan perasaan konsumen yang muncul
melalui kinerja pelayanan kesehatan yang didapatkan sesudah melakukan
perbandingan dengan suatu hal yang diterima. Derajat kepuasan konsumen
dapat dilihat berdasarkan 5 dimensi Servqual
yaitu:
a. Kehandalan (reability)
b. Daya tanggap (responsiveness)
c. Jaminan (assurance)
d. Empati (emphaty)
e. Bukti fisik (tangibles)
Kepuasan konsumen dapat menjadi tolak ukur bagi kelangsungan apotek.
Pengukuran tingkat kepuasan konsumen dalam model SERVQUAL di
dasarkan pada skala multi-item yang dirancang untuk mengukur harapan dan
persepsi konsumen yang ditinjau dari lima dimensi yaitu kehandalan
22

(reability), jaminan (assurance), bukti fisik (tangibles), daya tanggap


(responsiveness), empati (emphaty) (Dr. Teddy Chandra, SE., MM Stefani
Chandra, B.Bus.Com, MIB Layla Hafni, S, SE, MM, 2020 SERVICE
QUALITY, CONSUMER SATISFACTION, DAN CONSUMER LOYALTY:
TINJAUAN TEORITIS).

3. Persepsi Konsumen
Persepsi merupakan suatu proses yang timbul akibat adanya sensasi,
dimana sensasi adalah aktivitas merasakan atau penyebab keadaan emosi yang
menggebirakan. Sensasi juga dapat didefinisikan sebagai tanggapan yang cepat

dari indra penerimaan kita terhadap stimuli dasar seperti cahaya, warna, dan
suara. Dengan adanya itu semua persepsi akan timbul (Sangadji dan Sopiah,
2013). Informasi ini dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang masuk dan
menciptakan sensasi terhadap seseorang, dapat berupa produk, kemasan,
merek, dan iklan. Tindakan seseorang sesungguhnya dipengaruhi oleh
persepsinya terhadap situasi saat itu. Namun persepsi tiap-tiap orang tidak
harus sama, walaupun berada dalam situasi yang sama. Hal ini terjadi karena
stimulus yang diterima, kondisi lingkungan sekitar dan kondisi masing-masing
individu.
Persepsi atau sudut pandang konsumen dapat digunakan sebagai tolak
ukur untuk menentukan kualitas pelayanan yang baik. Keputusan konsumen
dalam memilih suatu jasa atau pelayanan diberikan pengaruh oleh persepsi
pada jasa ataupun pelayanan yang ditawarkan penyedia jasa, oleh karenanya
penyedia jasa harus betul-betul mempertahankan suatu hal yang dipersepsikan
pelanggan pada sebuah jasa dan produk yang diberikan agar dapat
mempertahankan kualitas (Nurya indah lestari,2021).

4. Harapan Konsumen
Harapan konsumen adalah keyakinan tentang produk atau layanan
sebelum membeli (Almsalam, 2014, p.80). Dengan tidak adanya informasi,
harapan sebelum layanan tersebut lebih tersebar luas. Pada kenyataannya,
23

konsumen memiliki banyak sumber informasi yang mengarah ke harapan


tentang layanan pada pertemuan yang akan datang kepada perusahaan tertentu
(Almsalam, 2014, p.80). Konsumen mendapatkan informasi yang berkaitan
dengan produk atau layanan dari paparan sebelum layanan, baik dari mulut ke
mulut, pendapat ahli, publikasi maupun komunikasi yang dikendalikan oleh
perusahaan misalnya melalui iklan, personal selling, dan harga serta paparan
sebelum layanan kompetitif yaitu layanan yang digunakan untuk mencapai
sebuah keunggulan bersaing yang berkelanjutan (Puni et al, 2014, p.61).
Terdapat tiga bentuk harapan konsumen, yaitu “Will expectation”, merupakan
tingkat kinerja yang diprediksi atau diperkirakan konsumen sewaktu menilai
kualitas pelayanan tertentu, “Should expectation” merupakan tingkat kinerja

yang dianggap sudah sepantasnya diterima konsumen, dan “Ideal expectation”


merupakan tingkat kinerja optimum atau terbaik yang diharapkan dapat
diterima konsumen. Harapan akan timbul saat konsumen memerlukan suatu
barang atau jasa. Sebaliknya, saat konsumen belum memerlukan barang atau
jasa, maka konsumen tidak akan mengharapkan sesuatu dari barang atau jasa
(Tjiptono, 2014).
Harapan merupakan apa yang dipikirkan oleh konsumen tentang penyedia
jasa yang harus memenuhi keinginannya.
Harapan maupun persepsi konsumen sebuah jasa dan produk bisa dinilai, maka
pihak penyedia jasa dan produk bisa melihat suatu hal yang dirasakan
konsumen. Metode penelitian yang hendak dilaksanakan mempergunakan
metode survei. Pengukuran dilaksanakan secara:
a. Pengukuran dilaksanakan langsung lewat interview mempergunakan
Kuisioner.
b. Kuisioner memuat pertanyaan yang memakai skala harapan yang berkaitan
dengan atribut yang tersedia.
c. Responden dimintai melihat sebesar apa ekspektasi mereka pada sebuah atribut
serta sebesar apa yang dirasakan pada atribut itu.
d. Responden diharapkan melakukan perangkingan suatu penawaran dari
pertanyaan yang tersedia berdasar tingkat kepentingan masing-masing elemen
24

ataupun sebaik apa capaian perusahaan dalam setiap elemen.

5. Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien


Terdapat 5 faktor penting yang menentukan derajat kepuasan konsumen, yakni:
a. Kualitas produk farmasi
yakni potensi menyembuhkan penyakit. Hal tersebut berkaitan dengan
ketersediaan hayati maupun farmasi, maka terwujud tujuan pengaruh terapi.
Pandangan pasien pada produk farmasi diberikan pengaruh oleh 2 hal yakni
kenyataan sebenranya mutu produk farmasi serta komunikasi.
b. Kualitas pelayanan pada pasien
Pasien akan puas jika mereka memperoleh layanan yang ramah, baik,
selaras dengan suatu hal yang diinginkan.

c. Komponen Emosional
yaitu pertimbangan ataupun pengaruh yang sifatnya emosional misal:
dikarenakan angan-angan, sugesti, perasaan bangga, deskripsi indah, supaya
kelihatan dari yang lainnya. Kepuasan itu menjadikan pelanggan puas pada
pada produk farmasi.
d. Harga
Meskipun produk farmasi yang dipilih mempunyai kemanjuran khasiat
yang sama dengan produk farmasi yang lain tetapi harganya relatif lebih
murah.
Hal tersebut juga merupakan faktor penting bagi pasien untuk menentukan
tingkat kepuasannya. (Lailatul Badriya, 2021).

H. Kualitas
1. Kualitas Pelayanan
Menurut Kasmir (2017:47) Kualitas Pelayanan didefinisikan sebagai
tindakan atau perbuatan seorang atau organisasi bertujuan untuk memberikan
kepuasan kepada pelanggan ataupun karyawan. Sedangkan menurut Aria dan
Atik (2018:16) Kualitas Pelayanan merupakan komponen penting yang harus
diperhatikan dalam memberikan Kualitas Pelayanan prima. Kualitas Pelayanan
25

merupakan titik sentral bagi perusahaan karena mempengaruhi kepuasan


konsumen dan kepuasan konsumen akan muncul apabila kualitas Kualitas
Pelayanan yang diberikan dengan baik. Berdasarkan definisi-definisi diatas
dapat disimpulkan bahwa Kualitas Pelayanan merupakan suatu tindakan yang
dilakukan oleh pihak perusahaan berupa hal yang tidak berwujud namun dapat
dirasakan oleh konsumen.

2. Dimensi Kualitas Jasa Service Quality ( SERVQUAL)


Terdapat 5 dimensi SERVQUAL yaitu sebagai berikut :
1. Bukti Langsung (tangibles)
mencakup perlengkapan, pegawai, fasilitas fisik,sarana komunikasi.
Kualitas pelayanan kesehatan bisa dirasakan pula dengan langsung oleh
pengguna dengan cara memberikan fasilitas fisik maupun perlengkapan yang

baik maka tenaga kefarmasian akan bekerja dengan maksimal ketika memberi
pelayanan kefarmasian. Berdasar hal ini, perbaikan sarana misalnya sarana
komunikasi maupun perlengkapan pelayanan pula yang tidak langsung
misalnya tempat parkiran, kondisi ruang tunggu, adanya kursi yang memadai,
sarana penyejuk ruang, kterjaganya kebersihan ruangan. Sebab pelayanan
kesehatan adalah layanan jasa yang sifatnya tidak bisa diraba menggunakan
fisik, sehingga memerlukan ukuran lainnya yang bisa dirasakan dengan nyata
oleh konsumen pelayanan kesehatan. Berdasar ini konsumen mempergunakan
indera dalam melihat kualitas mutu pelayanan kesehatan yang diterima.
Misalnya fasilitas kesehatan terlihat bersih dan nyaman,adanya ruang tunggu
yang nyaman, kebersihan alat- alat yang dipakai, penataan ruangan yang rapi,
seragam pegawai yang bersih dan rapih serta menarik.
2. Kehandalan (reliability)
Merupakan dimensi kualitas pelayanan yang berupa kemampuan untuk
memberikan pelayanan sesuai janji yang ditawarkan, sehingga dapat
memberikan pelayanan yang optimal dan akurat. Dimensi ini memiliki arti
bahwasanya layanan yang diberikan akurat, tepat waktu selaras yang
ditawarkan. Misalnya kecepatan ketika melayani obat, konsumen mendapat
26

informasi obat dengan jelas dan mudah dimengerti. Pada jasa layanan dimensi
ini dinilai yang yang terpenting oleh para konsumen. Jasa pelayanan kesehatan
adalah jasa yang non standardize output, yang mana produk bergantung kepada
kegiatan manusia maka tidak mudah diperoleh keluaran yang konsisten. Maka
penyedia jasa harus mengimplementasikan budaya kerja dalam lingkungan
kerja lewat program menjaga kualitas.
3. Daya Tanggap (responsiveness)
Merupakan dimensi kualitas pelayanan yang berupa kemauan pihak
pemberi pelayanan kesehatan untuk memberikan informasi, membantu
merespon kebutuhan dan keinginan pasien dengan segera serta memberikan
layanan secara tanggap. Dimensi ini masuk pada potensi petugas kesehatan
untuk membantu konsumen dan derajat kesiapan untuk memberi pelayanan
berdasarkan tata cara yang ada dan tentulah agar dapat memenuhi ekspektasi

konsumen. Pelayanan konsumen yang cepat tanggap pada kebutuhan


konsumen sebagian besar ditetapkan dari sikap pegawai yang berugas di garda
terdepan pelayanan. Misal: ketanggapan petugas pada keluhan konsumen, dan
petugas mampu memberi penyelesaian terhadap keluhan konsumen.
4. Jaminan (Assurance)
Meliputi pengetahuan dan keterampilan petugas, keramahan petugas,
kemampuan petugas dalam berkomunikasi, sifat dapat dipercaya dan adanya
jaminan keamanan, potensi maupun sifat bisa dipercaya yang dipunyai staf,
terbebas dari bahaya resiko ataupun keraguan. Dimensi ini memberi dampak
pada konsumen pemakai jasa merasa bebas dari resiko.
Hasil riset membuktikan jika dimensi ini mencakup faktor kemampuan,
keamanan, kredibilitas, keramahan. Variabel ini perlu dilakukan
pengembangan secara melaksanakan investasi yang tidak hanya memiliki
bentuk uang namun pula keteladanan manajemen puncak. Sikap maupun
kepribadian staf yang baik dan perbaikan remunerasi.
Misal: keramahan petugas, pengetahuan dan keterampilan petugas dalam
melayani konsumen.
5. Empati (emphaty)
27

Mencakup kemudahan ketika melaksanakan komunikasi yang baik


ataupun mengetahui kebutuhan konsumen. Dimensi ini berhubungan pula
dengan rasa perhatian dan kepedulian khusus dari petugas pada konsumen,
serta mengetahui kebutuhan konsumen. Berdasar hal ini peran tenaga medis
sangatlah menentukan kualitas layanan kesehatan sebab mereka bisa langsung
memenuhi kepuasan konsumen jasa layanan kesehatan (Wulandari, 2018).

F. Kerangka Teori

Pelayanan Kefarmasian

Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek
berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 73
tahun 2016

Pengelolaan sediaan farmasi,


alat kesehatan, dan bahan Farmasi Klinik
medis habis pakai

Lima dimensi kualitas


pelayanan :
1. tangibles (bukti fisik) Penilaian/
Harapan konsumen terhadap
2. realibility (kehandalan) persepsi konsumen terhadap
kualitas pelayanan
3. responsiveness (daya kualitas pelayanan
kefarmasian
tanggap) kefarmasian
4. assurance (jaminan)
5. emphaty (empati)
28

G. Kerangka Konsep

Penilaian kualitas pelayanan


kefarmasian

Bukti fisik Kehandalan Daya tanggap Jaminan Empati


(tangibles) (realibility) (responsiveness) (assurance) (emphaty)

Kemampu Sikap tanggap Ilmu Perhatian yang


Fasilitas an petugas petugas dalam pengetahuan,ke dilakukan
fisik,perlen dalam melakukan mampun,sikap secara pribadi
gkapan,petu melakukan menanggapi dan sifat petugas terhadap
gas,wujud pelayanan pelayanan yang dapat konsumen
dari segala terhadap yang meyakinkan dengan
fasilitas konsumen dibutuhkan konsumen untuk menempatkan
yang dapat secara konsumen dan menjamin kulitas dirinya pada
dilihat profesional dapat pelayanan yang situasi
secara nyata dan tepat menyelesaikan telah diberikan konsumen
nya dengan kepada
29

H. Definisi Operasional
Tabel 2.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1. Kepuasan Kepuasan Kuesioner Kuesioner Dirasakan Ordinal


konsumen konsumen 5= Sangat
terhadap adalah tingkat Baik
kualitas perasaan 4= Baik
pelayanan seseorang 3= Cukup
kefarmasian. setelah Baik
membandingka 2= Kurang
n kinerja atau Baik
hasil yang 1= Tidak
dirasakan Baik
dibandingkan Harapan
dengan 5= Sangat
harapannya Penting
mengenai 4= Penting
kualitas 3= Cukup
pelayanan Penting
kefarmasian 2= Kurang
berdasarkan 5 Penting
dimensi yaitu 1= Tidak
berupa Bukti Penting
fisik
(Tangible),
30

Kehandalan
(Reability),
Daya tanggap
(Responsivenes
),
Jaminan
(Asurance),
Empati
(Empathy).

2. Bukti Penampilan Kuesioner Kuesioner Dirasakan Ordinal


Langsung fasilitas fisik 5= Sangat
(Tangible) merupakan Baik
bagian dari 4= Baik
gedung ataupun 3= Cukup
bangunan Baik
apotek itu 2= Kurang
sendiri, seperti Baik
letak apotek
1= Tidak
yang strategis,
Baik
keadaan ruang
tunggu. Harapan
Peralatan 5= Sangat
apotik Penting
merupakan 4= Penting
bagian yang 3= Cukup
membuat Penting
sarana 2= Kurang
prasarana yang Penting
ada bisa 1= Tidak
dimanfaatkan Penting
seperti adanya
kursi yang
nyaman dan
tertata rapi dan
personil adalah
petugas apotek
yang bekerja
diapotek
31

3. Kehandalan Kemampuan Kuesioner Kuesioner Dirasakan Ordinal


(Reability) petugas apotek 5= Sangat
untuk Baik
memberikan 4= Baik
pelayanan 3= Cukup
kefarmasian di Baik
apotek yang 2= Kurang
dijanjikan Baik
secara akurat 1= Tidak
dan Baik
memuaskan Harapan
5= Sangat
Penting
4= Penting
3= Cukup
Penting
2= Kurang
Penting
1= Tidak
Penting

4. Daya Suatu respon Kuesioner Kuesioner Dirasakan Ordinal


Tanggap atau Sikap 5= Sangat
(Responsivine tanggap Baik 4= Baik
ss) petugas apotek 3= Cukup
dalam Baik 2=
memberikan Kurang Baik
pelayanan yang 1= Tidak
dibutuhkan Baik
konsumen Harapan
5= Sangat
Penting
4= Penting
3= Cukup
Penting
2= Kurang
Penting
1= Tidak
Penting
32

5. Jaminan petugas apotek Kuesioner Kuesioner Dirasakan Ordinal


(Asurance) memberikan 5= Sangat
kepercayaan Baik
dan kebenaran 4= Baik
atas kualitas 3= Cukup
pelayanan yang Baik
diberikan 2= Kurang
Baik
1= Tidak
Baik
Harapan
5= Sangat
Penting
4= Penting
3= Cukup
Penting
2= Kurang
Penting
1= Tidak
Penting

6. Empati Peduli dalam Kuesioner Kuesioner Dirasakan Ordinal


(Empaty) memberikan 5= Sangat
perhatian Baik 4= Baik
pribadi bagi 3= Cukup
konsumen Baik 2=
Kurang Baik
1= Tidak
Baik
Harapan
5= Sangat
Penting
4= Penting
3= Cukup
Penting
2= Kurang
Penting
1= Tidak
Penting

Sumber: Nurul Qomariyah (2021)


33
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang untuk mendeskripsikan atau
menggambarkan suatu fenomena yang terjadi di masyarakat (Notoatmodjo,
2020). Deskriptif bertujuan melakukan pemaparan mengenai fenomena yang
ditemukan, baik yang berupa faktor resiko maupun efek atau hasil dalam satu
populasi tertentu (Sastroasmoro, 2008). Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh informasi tentang tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan
kefarmasian di apotek K-24 Jagabaya. Responden yang dipilih adalah
konsumen di Apotek K-24 Jagabaya yang membeli obat resep maupun non
resep. Metode penelitian survei dengan memberikan kuisioner kepada
konsumen.

B. Subjek Penelitian
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konsumen yang datang
membeli obat resep maupun non resep dokter di Apotek K-24 Jagabaya

Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah konsumen yang datang membeli obat
resep maupun non resep yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai
berikut:
a. Kriteria Inklusi: Konsumen yang datang dan niat membeli obat resep maupun
non resep, Konsumen yang ditemui telah menerima obat maupun yang
membeli obat tetapi obat tidak tersedia di Apotek K-24 Jagabaya, konsumen
yang bisa membaca dan menulis dengan baik, dan konsumen yang bersedia
mengisi kuesioner.
b. Kriteria Ekslusi: Konsumen yang membeli produk yang bukan sediaan farmasi
seperti (minuman, makanan, dan susu bayi).

33
34

Teknik Sampling
Penelitian ini menggunakan teknik Sampling Insidental / Accidental
Sampling adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa
saja pasien yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan
sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai
sumber data (Sugiyono, 2016).

Besar Sampel
Besar sampel yang dibutuhkan dihitung menggunakan rumus yang dikemukan
oleh Isac Michel untuk mengetahui jumlah sampel dari populasi yang tidak
diketahui. Berikut rumus yang digunakan (Sireger, 2013):

Keterangan :
n = sampel
p = proporsi populasi (0,07)
z = tingkat kepercayaan / signifikan
e = perkiraan tingkat kesalahan (5%)
q=1-p

Berdasarkan perhitungan tersebut maka jumlah sampel yang digunakan peneliti


adalah 100 orang. Dalam penelitian ini, penulis akan meminta konsumen yang
sedang memakai jasa apotek K-24 Jagabaya dalam melakukan transaksi
pembelian sebagai responden untuk mengisi kuisioner yang telah disiapkan
sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Sampel yang diambil sebanyak 100
responden.
35

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Apotek K-24 Jagabaya dan


dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan April 2024.

D. Pengumpulan Data
Pada penelitian ini dilakukan analisis tingkat kepuasan konsumen terhadap
pelayanan kefarmasian di apotek K-24 Jagabaya, pada pengujian kepuasan
konsumen menggunakan metode servqual dengan 5 dimensi yaitu Bukti
langsung (Tangibles), Kehandalan (Realibility), Daya tanggap
(Responsiveness), Jaminan (Assurance), Empati (Empaty) dilakukan oleh
peneliti. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar
kuisioner dalam bentuk angket, dimana peneliti menggunakan kuisioner dari
sumber penelitian sebelumnya yaitu penelitian dari Nurul Qomariyah pada
tahun 2021. Kuisioner tersebut telah di uji instrumen dan telah dilakukan uji
validitas dan reliabilitas oleh peneliti sebelumnya.

E. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

a. Editing

Pengecekan kembali data yang diperoleh dari hasil pengamatan.


Pengecekan dilakukan pada semua lembar kuesioner dengan
memeriksa kelengkapan data untuk proses lebih lanjut
(Notoatmodjo, 2012:176).
b. Coding

Setelah pengeditan data, dilakukan pengkodean yakni merubah


bentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan yang
dimaksudkan untuk memudahkan dalam melakukan analisis. Seperti
data penilaian kepuasan yaitu SS= Sangat Setuju, S= Setuju dan R=
36

Ragu-Ragu (Notoatmodjo, 2012:177).

c. Entrying

Data data yang telah selesai di editing dan coding selanjutnya


dimasukkan kedalam program komputer untuk dianalisis. Data
dimasukkan kedalam program komputer pengelola tabel dan data
disesuaikan dengan kode yang sudah diberikan untuk masing-masing
pertanyaan lalu dianalisis untuk mendapatkan presentase
(Notoatmodjo, 2012:177).
d. Tabulasi

Setelah data dianalisis, hasil yang diperoleh dibuat dalam bentuk tabel
dan grafik. Data pada program komputer pengolah tabel dan data
dibuat dalam bentuk tabel agar mempermudah dalam menganalisis
dan disajikan dalam bentuk grafik agar lebih mudah dalam
pemahaman (Notoatmodjo, 2012:179).

2. Analisis Data
Pada penelitian ini digunakan analisis deskriptif. Data yang diperoleh dalam
penelitian ini diolah dengan Microsoft Office Excel 2010 dan SPSS. Penyajian
data dalam penelitian ini menggunakan table dan grafik untuk mengetahui
gambaran kualitas pelayanan kefarmasian di apotek K-24 Jagabaya. Analisa
data penelitian ini dilakukan dengan Customer Satisfaction Index (CSI) atau
Indeks Kepuasan Konsumen. CSI digunakan untuk mengetahui tingkat
kepuasan pengunjung secara menyeluruh dengan melihat tingkat kepentingan
dari atribut- atribut produk/jasa. CSI merupakan indeks untuk menentukan
tingkat kepuasan pelanggan secara menyeluruh dengan pendekatan yang
mempertimbangkan tingkat kepentingan dari atribut-atribut yang diukur
(Syukri, 2014).
Untuk mengetahui besarnya CSI, maka dapat dilakukan langkah-langkah
sebagai berikut (Aritonang, 2005):
1. Menentukan Mean Importance Score (MIS) dan Mean Satisfaction Score
37

(MSS)
Nilai ini berasal dari rata-rata kepentingan (importance) tiap atribut dan

rata-rata kepuasan (satisfaction) tiap atribut.


n= Jumlah Pelanggan (Responden)
n= Jumlah Pelanggan (Responden)
Yi= Nilai Kepentingan Atribut Y ke i
Xi= Nilai Kepuasan Atribut X ke i
2. Menghitung Weight Factors (WF), merupakan persentase nilai Mean
Importance
Score (MIS) per atribut terhadap Mean Importance Score (MIS) seluruh
atribut.

MISi = Mean Importance Score


P = Jumlah Atribut l
= Atribut ke-i
3. Menghitung Weight Score (WS), merupakan perkalian antara Weight Factors
(WF) dengan rata-rata tingkat kepuasan (Mean Satisfaction Score/MSS)
WS1=WFi X MSSi
4. Menghitung Custumer Satisfaction Index (CSI)

Tabel 3.1 Kategori Kepuasan

Kategori Kepuasan
Sangat Tidak Puas 25% – 43,75%
Tidak Puas 43,76% – 62,50%
Puas 62,51% – 81,25%
Sangat Puas 81,26% – 100%
38

Sumber: Nurul Qomariyah (2021)


39

DAFTAR PUSTAKA

Akhmad, A. D., Dirga, D., Adliani, N., & Sukrasno, S. (2019). Tingkat Kepuasan
Konsumen Apotek Terhadap Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Kecamatan
Sukarame Tingkat Kepuasan Konsumen Apotek Terhadap Pelayanan
Kefarmasian Di Apotek Kecamatan Sukarame. Jurnal Farmasi
Malahayati, 2(1).
Bahem, N. (2017). Analisis tingkat kepuasan konsumen terhadap kualitas pelayanan
obat tanpa resep di Apotek Nur Farma (Doctoral dissertation, Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim).
Bahi, R. R. R., & Gonibala, A. P. (2023). FITOFARMAKA.
BPOM, P. (2018). Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika,
dan Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian. Peratur
Pemerintah Republik Indonesia.
BPOM, R. (2016). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia tentang Pedoman Pengelolaan Obat–obat Tertentu yang Sering di
Salah Gunakan. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia,
Jakarta.
Chandra, T., Chandra, S., & Hafni, L. (2020). Service Quality, Consumer Satisfaction,
dan Consumer Loyalty: Tinjauan Teoritis. CV IRDH.
Desiana, G., Salam, M. R., & Rahmat, N. (2023). TINGKAT KEPUASAN PASIEN
TERHADAP PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KIMIA
FARMA SAO-SAO UNIT BISNIS KOTA KENDARI. Journal Pelita
Sains Kesehatan, 3(2), 54-66.
DRIHARSARI, F. A. (2017). Tingkat Kepuasan Pasien terhadap Pelayanan
Swamedikasi di Apotek Panjerejo Kabupaten Tulungagung (Doctoral
dissertation, University of Muhammadiyah Malang).
Ilmi, F., & Susanto, N. A. (2017). Tingkat Kepuasan Pelayanan Kefarmasian Di Apotek
Buring Farma Kota Malang (Doctoral dissertation, Akademi Farmasi
Putera Indonesia Malang).
INDONESIA, P. R. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun
2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
Indonesia, R. (2002). KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Perubahan
Peraturan Menteri Kesehatan Rl No. 922/Menkes/Per/X/1993 Tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek Menteri. Kementerian
Kesehatan RI , (23), 1-90.
Kemenkes, R. I. (2016). Permenkes RI No. 73 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Apotek. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Lestari, N. I., Makani, M., & Jaluari, P. D. C. (2023). ANALISA KEPUASAN
KONSUMEN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN OBAT TANPA
RESEP DI APOTEK NH FARMA KECAMATAN ARUT
SELATAN. Jurnal Borneo Cendekia, 6(2), 80-89.
Nurhayati, R., Purwanto, W., & Sulastiningsih, S. (2019). Upaya Meningkatkan Kualitas
Layanan Apotek Zahra Ngawi Dengan Metode Service Quality
(SERVQUAL) (Doctoral dissertation, STIE Widya Wiwaha).
Permenkes, R. I. No. 9 Tahun 2017 (2017)‘Sterkwerkende Geneesmiddelen Ordonanntie,
Staatsblad 1949: 419)’. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
40

Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotik, 1-36.


Qomariyah, N. (2021). Analisis tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan obat
tanpa resep di Apotek Landungsari Farma (Doctoral dissertation,
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim).
Rahmi, A. (2021). TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP
PELAYANAN KEFARMASIAN DIPUSKESMAS KUMAI KABUPATEN
KOTAWARINGIN BARAT TAHUN 2021 (Doctoral dissertation, SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN BORNEO CENDEKIA MEDIKA
PANGKALAN BUN).
Rini, 2016. Analisis Tingkat Kepuasan Pelanggan Terhadap Pelayanan Apotek Kimia
Farma Jakarta Menggunakan Model Servqual (Studi Kasus Pada Tiga
Apotek). Majalah Ilmu Kefarmasian;VI(2):56-74.
Rini, S. (2020). Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Pelayanan Obat Di Apotek
Gajah Mungkur Kabupaten Wonogiri Bulan Maret 2020 (Doctoral
dissertation, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nasional).
Suliasih, B. A., & Mun'im, A. (2022). Potensi dan Masalah dalam Pengembangan
Kemandirian Bahan Baku Obat Tradisional di Indonesia. Chemistry and
Materials, 1(1), 28-33.
Sumiari, N. K. (2017). Pengukuran Customer Satisfaction Index Terhadap Pelayanan di
Century Gym. SISFOTENIKA, 7(1), 25-37.
Syukri. 2014. Penerapan Customer Satisfaction Index (CSI) Dan Analisis GAP pada
Kualitas Pelayanan Trans Jogja. Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13,
No.2. ISSN 1412-6869.
41

Lampiran 1. Kuesioner Yang Dirasakan

Lampiran 1. Kuesioner

Yang Dirasakan No. Pernyataan Harapan

5 4 3 2 1 5 4 3 2 1

BUKTI LANGSUNG (Tangible)

1 Apotek mudah dijangkau oleh


konsumen

2 Tempat parkir apotek memadai

3 Apotek terlihat bersih dan rapi

4 Ruang tunggu apotek nyaman

5 Obat yang tersedia lengkap

6 Petugas apotek berpakaian


bersih dan rapi

KEHANDALAN (reliability)

7 Petugas apotek mampu


berkomunikasi baik dengan
konsumen

8 Petugas apotek dapat


menjawab pertanyaan
konsumen mengenai obat-
obatan

9 Petugas apotek memberi


saran rekomendasi produk
yang sesuai kepada konsumen

10 petugas apotek dapat


memberikan solusi bila obat
yang dibutuhkan tidak tersedia

11 Petugas apotek memberi


informai tentang efek samping
obat
42

Yang Dirasakan No. Pernyataan Harapan

5 4 3 2 1 5 4 3 2 1

12 Petugas apotek memberikan


informasi obat menggunakan
bahasa yang mudah dimengerti

13 Petugas apotek menanggapi


pertanyaan konsumen
menyangkut obat-obatan yang
didapatnya

14 Petugas apotek memberikan


kesempatan kepada pasien
untuk menceritakan
keluhannya

DAYA TANGGAP (responsiveness)

15 Petugas apotek mengucapkan


selamat datang di Apotek K-
24 Jagabaya

16 Petugas apotek mengucapkan


terimakasi, semoga sehat
selalu, saat konsumen selesai
melakukan pembelian obat

17 Petugas langsung melayani


konsumen yang datang

18 Petugas apotek menjawab


cepat dan tanggap saat
konsumen bertanya

19 Setiap keluhan konsumen


diatasi dengan cepat

20 Petugas apotek mampu


memberikan solusi terhadap
keluhan konsumen
43

Yang Dirasakan No. Pernyataan Harapan

5 4 3 2 1 5 4 3 2 1

21 petugas apotek
merekomendasikan obat yang
sesuai

22 Petugas memberikan solusi bila


obat yang diminta pasien
kosong atau tidak ada

JAMINAN (assurance)

23 Obat yang dijual asli

24 Obat yang dibutuhkan oleh


konsumen tersedia di apotek

25 Obat yang dijual tidak


kadaluarsa

26 Obat yang diberikan sesuai


dengan yang diminta

EMPATI (Empathy)

27 Petugas apotek melakukan 3S


(Senyum, Sapa, Senyum)

28 Petugas apotek melayani


konsumen tanpa memandang
status sosial konsumen

29 Petugas apotek mendengarkan


kebutuhan konsumen

30 Petugas apotek memberikan


perhatian setiap keluhan
konsumen

31 Petugas apotek tidak


membiarkan konsumen
menunggu lama
44

Yang Dirasakan No. Pernyataan Harapan

5 4 3 2 1 5 4 3 2 1

32 Pelayanan petugas apotek


sopan

Anda mungkin juga menyukai