Term of Reference #5
Target
1. Peserta memahami apa itu ibadah
2. Peserta memahami macam-macam ibadah
3. Peserta memahami kaitan ibadah dengan akhlak yang baik
4. Peserta mampu mengaplikasikan akhlak yang baik
Arahan
1. Arahan Untuk Mentor
2. Mentor memberitahukan bahwa akhlak yang baik berasal dari ibadah yang baik
3. Mentor menjelaskan tentang ibadah
4. Mentor memberikan contoh akhlak yang baik
Kilasan Materi
Akhlak yang baik adalah buah dari ibadah yang baik.
I. PENGERTIAN IBADAH
Ibadah dalam bahasa Arab memiliki arti kehinaan dan ketundukan. Adapun pengertian ibadah
menurut istilah syar’i adalah nama yang merangkum segala sesuatu yang diridhai Allah dan
dicintai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang dzahir maupun yang batin.
Ibadah memiliki banyak macam, karena mencakup semua macam ketaatan yang tampak pada
lisan, anggota badan dan lahir dari hati.
1. Ibadah lisan, yang tercakup di dalamnya seperti dzikrullah, bertahmid, takbir, membaca Al
Qur’an, istighfar, berdoa, isti’azah, dakwah dengan lisan dan sebagainya.
2. Ibadah fisik, yang tercakup di dalamnya seperti shalat, shiyam, berjihad, haji, shadaqah,
menuntut ilmu dan sebagainya.
3. Ibadah hati, yang termasuk di dalamnya seperti ingat kepada Allah, tawakal, yakin,
bersabar, rasa harap, rasa cinta, ridha terhadap kehendak Allah dan sebagainya.
Bahkan segala kebiasaan yang seharusnya tidak tergolong dalam bagian ibadah, namun
diniatkan semata-mata karena Allah, karena mengharap ridha dan pahala-Nya dan untuk
bertujuan memperkuat dalam bagian ibadah, seperti makan, minum, mencari rizki, menikah,
tidur, dan segala aktivitas halal yang dilandasi ketakwaan kepada Allah.
Mentoring AEI
Tahun Ajaran. 2015/2016
1. Puncak kesempurnaan rasa cinta. Hal ini hanya boleh ditujukan kepada Allah SWT. Hal ini
menuntut seorang hamba untuk mencintai Allah lebih dari cintanya terhadap segala hal
selain Allah. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah [2]: 165 dan surat At-
Taubah [9]:24.
2. Puncak kesempurnaan dari ketundukan, ketaatan, dan kepasrahan. Hal ini juga hanya boleh
ditujukan kepada Allah. Puncak ketundukan dan kepasrahan ini menuntut seorang hamba
untuk menerima dengan pasrah segala perintah dan larangan Allah tanpa menentang,
memprotes, dan meremehkannya. Syarui’at Allah harus didahulukan atas semua bentuk
keinginan pribadi, kepentingan kelompok, aturan hukum, dan undang-undang manusia serta
menyelisihi-Nya. Sebagaimana dalam firman Allah dalam surat Surat An-Nisa’ [4]: 60-65.
Kedua rukun di atas harus terpenuhi, agar amal perbuatan seorang hamba bernilai ibadah
kepada Allah. Seseorang yang mengaku cinta kepada Allah namun tidak mau tunduk kepada
Allah, tidaklah disebut beribadah kepada Allah. Justru, pengakuan cinta tanpa ada ketundukan
tersebut adalah dusta belaka. Sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam surat Ali Imran [3]:
31-32.
Demikian pula ketundukan fisik yang kosong dari rasa cinta dan pengagungan kepada Allah
tidak bisa disebut sebagai ibadah. Kosongnya hati dari rasa cinta menunjukkan adanya rasa
sombong dan meremehkan Allah. Allah berfirman dalam Surat Muhammad [47]: 8-9 dan Surat
Al-Mukmin [40]: 60.
“Seorang mukmin yang kuat adalah lebih baik dan lebih dicintai atas seorang mukmin
yang lemah, walau masing-masing mempunyai kebaikan. Oleh karena itu, bersemangatlah
untuk meraih hal yang bermanfaat, mintalah pertolongan Allah (dalam segala
urusanmu)serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah. Apabila engkau tertimpa
musibah, janganlah engkau berkata, Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan
begini dan begitu, tetapi katakanlah, Ini telah ditakdirkan Allah, dan Allah berbuat apa
saja yang Dia kehendaki, karena ucapan seandainya akan membuka (pintu) perbuatan
syaitan.” [HR. Muslim]
“Orang yang cerdas lagi kuat adalah orang yang senantiasa intropeksi diri dan beramal
untuk menghadapi kehidupan setelah mati, adapun orang yang lemah adalah orang yang
memperturut hawa nafsunya namun mengharap (pahala/surga) di sisi Allah.” [HR. Ahmad
dan Tirmidzi, hadits hasan]
Mentoring AEI
Tahun Ajaran. 2015/2016
2. Ikhlas, yaitu memurnikan tujuan ibadah hanya untuk meraih ridha Allah dan balasan di
akhirat, menujukan ibadah hanya kepada Allah, dan membersihkan dari tujuan-tujuan selain
Allah, seperti ingin meraih kepentingan duniawi dan pujian manusia.
Dari Umar bin Khatab, ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,
“Amal-amal perbuatan itu tergantung kepada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan
(balasan) sesuai apa yang ia niatkan.” [HR. Bukhari dan Muslim]
3. Harus sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW dan syari’at beliau, yaitu Al-Qur’an dan As-
Sunnah, seperti firman Allah dalam surat Ali Imran [3]: 31-32.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Agama itu berkumpul pada dua persoalan pokok,
yaitu tidak ada dzat yang berhak diibadahi selain Allah dan Allah tidak diibadahi kecuali
dengan syari’at yang ditetapkan oleh-Nya, bukan diibadahi dengan cara bid’ah. Sebagaimana
firman Allah dalam surat Al-Kahfi [18] : 110. Demikianlah realisasi dari syahadatain:
syahadat Laa Ilaaha Illallah Muhammadu Rasulullah.
Ibadah mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam pandangan Islam, di
antaranya:
1. Ibadah merupakan tujuan pokok dari pencipataan jin dan manusia. Lihat Q.S. Adz-Dzariyat
[51] : 56.
2. Ibadah merupakan tujuan utama diutusnya para nabi dan rasul, dan diturunkannya kitab
suci. Lihat Q.S. An-Nahl [16]: 36, Q.S. AL-Anbiya’ [21]: 25, Q.S. Al-A’raf [7]: 59, 65, 73,
85, Q.S.Al-Mukminun [23]: 51-52.
3. Ibadah merupakan perintah Allah kepada Rasulullah SAW dan seluruh umat manusia dan
jin selama nyawa masih bersatu dengan raga. Lihat Q.S. Al-Hijr [15]: 99.
4. Ibadah merupakan aktifitas hidup para malaikat yang mulia di sisi Allah. Lihat Q.S. Al-
Anbiya’ [21]: 19-20, Q.S. Al-A’raf [7]: 206.
5. Ibadah merupakan maqam (kedudukan) yang paling tinggi yang diberikan oleh Allah
kepada Rasulullah SAW sebagai hamba-Nya (abdun: pelaku ibadah) saat menerima wahyu
Al-Qur’an, lihat Q.S. Al-Baqarah [2]: 23, Q.S. Al-Furqan [25]: 1, Q.S. Al-Kahfi [18]: 1.
6. Juga saat Nabi SAW mengalami Isra’, dalil Q.S. Al-Isra’ [17]: 1.
7. Ibadah merupakan maqam para nabi dan rasul. Lihat Q.S. Shad [38]: 17, 41, 45, 30, Q.S.
Az-Zukhruf [43]: 59.
8. Ibadah merupakan sifat utama penduduk surga, lihat Q.S. Al-Insan [76]: 6.
9. Orang-orang yang tidak mau beribadah akan masuk neraka Jahannam. Lihat Q.S. An-Nisa’
[4]: 172-173, Q.S. Al-Mukmin [40]: 60.
10. Orang-orang yang tekun beribadah akan terselamatkan dari bujuk rayu setan. Lihat Q.S. Al-
Hijr [15]: 42, Q.S. An-Nahl [16]:99-100.
11. Ibadah ditunaikan dengan sempurna dan disertai kesadaran penuh akan pengawasan Allah
(Al-Ihsan) merupakan puncak maqam agama, di atas maqam Islam dan Iman. Saat ditanya
tentang Ihsan oleh malaikat Jibril, Rasulullah SAW menjawab,“Engkau beribadah kepada
Mentoring AEI
Tahun Ajaran. 2015/2016
Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, maka yakinlah
bahwa Dia melihatmu.” [HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad
12. Ibadah merupakan satu-satunya sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Lihat Q.S.
Al-Anbiya’ [21]: 73, Q.S. Al-Mukminun [23]: 57-61.
Ibadah yang paling utama adalah beramal kebajikan untuk mencari ridha Allah sesuai dengan
tuntutan, kondisi, dan waktu. Maka:
● Pada saat musuh datang menyerang umat Islam, ibadah yang paling utama adalah berjihad
melawan serangan musuh, meskipun hal itu mengakibatkan umat Islam tidak sempat
melakukan dzikir, shalat sunnah dan shaum sunnah. Bahkan, meskipun hal itu
mengakibatkan umat Islam menunaikan shalat wajib semampunya, seperti shalat khauf.
● Pada saat adzan berkumandang, ibadah yang paling utama adalah menjawab panggilan
adzan dan berangkat ke masjid untuk shalat berjamaah. Bukan belajar mengajar di kelas,
bekerja di kantor dan ladang, atau berjualan di toko.
● Pada saat belajar mengajar, ibadah yang paling utama adalah serius memberikan dan
menerima pelajaran. Bukan berdzikir atau membaca AL-Qur’an sendiri.
● Pada saat sahur (sepertiga malam yang terakhir), ibadah yang paling utama: do’a, dzikir,
shalat malam, istighfar.
● Pada saat menerima tamu, ibadah yang paling utama adalah melayani kebutuhan tamu.
Bukan shalat sunnah, belajar, membaca Al-Qur’an dan berdzikir.
● Pada saat tetangga sakit atau meninggal, ibadah yang paling utama adalah menjenguknya,
menyolatkan dan mengantarkan jenazahnya ke pemakaman.
● Dan seterusnya.
Masing-masing tempat dan waktu mempunyai ibadah tersendiri yang telah dijelaskan dalam Al-
Qur’an dan As-Sunnah. Oleh karenanya, ibadah yang paling utama adalah melaksanakan
amalan yang telah dijelaskan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk setiap tempat dan waktu
secara ikhlas dan benar.
"Orang-orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik
akhlaknya". (HR. Tirmidzi dan Ahmad)
“Yang paling banyak memasukkan ke surga adalah takwa kepada Allah dan akhlak yang
mulia” (HR At-Tirmidzi, Ibnu Maajah dan Al-Haakim dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani)
“Sesungguhnya yang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR al-
Bukhari dan Muslim).
Sya’bi seorang ‘Alim Tabi’i besar dan ahli hadits dan Wara’ yang terkenal, mengatakan bahwa
husnul khuluk berarti suka memberi serta ramah tamah.
Abdullah Ibnul Mubaarak seorang ahli Hadits yang sangat taqwa dan sangat disegani pada
masanya menyatakan bahwa husnul khuluk berarti manis muka, memberi yang baik dan
menahan segala gangguan.
Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan bahwa husnul khuluk berarti tidak pernah marah ataupun
mendendam. Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa husnul khuluk berarti dapat menanggung
resiko segala perilaku dan tindakan orang lain terhadapnya.
Sebagian ahlul-‘ilmi menyatakan bahwa husnul khuluk berarti: (1) menahan marah karena
Allah, (2) menampakkan muka manis dan ramah tamah kecuali kepada orang yang mungkar
dan jahat, (3) memaafkan orang yang sesat tanpa sengaja kecuali apabila mau mendidiknya, (4)
menegakkan batas-batas ketentuan Allah, (5) menghindarkan gangguan dari kaum muslimin
dan kaum kafir yang ada dalam perlindungan pemerintah Islam kecuali untuk merubah
kemungkaran dan menyelamatkan orang yang teraniaya tanpa melebihi batas.
Setiap muslim diharapkan dapat memanifestasikan husnul khuluk dan sakhaa’ sehingga kita
sekalian selalu berakhlak luhur dan menjadi syuhada ‘alan nas.
Tidak sedikit orang yang –alhamdulillah- aqidahnya sudah baik, dia tidak pernah
menyekutukan Allah ta’ala dan ibadahnya sudah bagus, dia tidak pernah melakukan bid’ah,
tetapi sayang masih banyak orang yang mengeluhkan kejelekan akhlaknya, baik masyarakatnya,
orang tuanya, anak dan istrinya hingga ustadznya sendiri dan ikhwan-ikhwan sepergaulannya.
Dan hal itu sesungguhnya tidaklah muncul kecuali dari kebodohan terhadap agama yang telah
diisyaratkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam sabda beliau,
Dalam hadits yang mulia ini terdapat perintah bertakwa kepada Allah ta’ala dan berakhlak
mulia kepada manusia. Padahal sebenarnya, perintah bertakwa kepada Allah ta’ala sudah
mencakup perintah berakhlak mulia kepada manusia. Hal ini karena beberapa sebab:
baik secara menyeluruh maupun sebagiannya.” [Jami’ul ‘Ulumi wal Hikam, 243, Darul
Aqidah 1422 H]
Semoga Allah ta’ala menjadikan kaum muslimin sebagai orang-orang yang bertakwa kepada
Allah ta’ala dan menunaikan hak para hamba.
Referensi
✓ Ammar, Abu dan Abu Fatiah Al Adnani. Mizanul Muslim (Barometer Menuju Muslim Kaffah)
✓ K.H.M. Ali Usman, H.A.A. Dahlan dan DRS. H.M.D. Dahlan. HADITS QUDSI (Firman Allah
yang tidak dicantumkan dalam Alquran)
✓ http://sofyanruray.info/aqidahnya-baik-ibadahnya-bagus-tapi-akhlaknya-jelek-mungkinkah/