Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

ASKEB KOLABORASI PADA KASUS PATOLOGI DAN KOMPLIKASI

“ Deteksi dini dan algoritma penanganan kasus patologi dan komplikasi bayi
baru lahir”

Dosen Pengampu:

Disusun Oleh:

KELOMPOK 3

1. IKA KHOFIFAH (P1337424423228)


2. NASRANI HAMU (P1337424423227)
3. TRIVONIA HAMBABANJU (P1337424423226)
4. NURJANNA (P1337424423225)
5. DELA JULI PANGESTUTI (P1337424423224)
6. ADEL LIYANA (P1337424423223)
7. FITRIANI PUTRI RADJA WELEM (P1337424423222)
8. PUTRI NUR SYAKILA RAHMAH (P1337424423210)
9. OFI MEI SAPUTRI (P1337424423199)
10. YUNI LYDYA CRISTIANTI (P1337424423194)
11. SHINTA AYU KOMALASARI (P1337424423185)
12. INTAN DWI LURI APRILIA (P1337424423183)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN DAN PROFESI BIDAN

KELAS ALIH JENJANG NON REGULER

TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji Syukur senantiasa kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang
telah memberikan kasih karunia sehingga dapat menyelesaikan makalah askeb
kolaborasi pada kasus patologi dan komplikasi tentang “Deteksi dini dan
algoritma penanganan kasus patologi dan komplikasi bayi baru lahir’’ ini
dengan baik.

Makalah ini disusun untuk keperluan kuliah dan juga untuk memenuhi
tugas selanjutnya. Kami menulis ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak baik materi maupun spiritual. Oleh karena itu dalam kesempatan
ini kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dewi Andang Prastika,
S.ST,M.Kes selaku dosen yang telah membimbing kami sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Dalam makalah ini kami akan mencoba mengupas masalah-masalah yang
berkaitan dengan Deteksi dini kasus komplikasi yang terjadi pada bayi baru lahir.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca. Kami mengharapkan segala
kritik, masukan membangun dalam perbaikan makalah ini.

Semarang, 03 Agustus 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul…………………………………………………………............i

Kata Pengantar………………………….……………………………………...ii

Daftar Isi….………………………………….…………………………...........iii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang….…………………………………………………………....1
B. Tujuan Penulisan……………………………………………………………..1
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Definisi…………………….……………………………………………........2
B. Tujuan…………………………………………………………………….......2
C. Waktu Pelaksanaan…….…………………………………………..................3
D. Prinsip-Prinsip Bayi Baru Lahir………………………………........................3
E. Deteksi Dini Komplikasi Pada BBL.................................................................4
F. Komplikasi Pada BBL………………….…………………………..................5
G. Persiapan Rujukan Pada Bayi Yang Beresiko Ke FasilitasYang Lengkap.....27
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………….......29
B. Saran……………………………………………………………………..........29

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka kematian perinatal yang terdiri atas jumlah yang tidak menunjukan
tanda-tanda hidup waktu di lahirkan, penurunan jumlah kematian perinatal dapat
di capai di samping dengan membuat persalinan seaman-amannya bagi bayi dan
ibu. Dengan mengusahakan agar janin dan ibu kondisinya baik baik saja.

Periode setelah lahir merupakan awal kehidupan yang tidak


menyenangkan bagi bayi. Hal itu di sebabkan oleh lingkungan kehidupan
sebelumnya ( intrauterus) dengan kehidupan sekarang (ekstrauterus) yang sangat
berbeda. Bayi yang di lahirkan premature ataupun bayi yang di lahirkan dengan
penyulit atau komplikasi, tentu proses adaptasi kehidupan tersebut menjadi lebih
sulit untuk dilaluinya. Bahkan sering kali menjadi pemicu timbulnya komplikasi
lain yang menyebabkan bayi tersebut tidak mampu melanjutkan kehidupan ke fase
berikutnya (meninggal). Bayi seperti ini yang di sebut dengan istilah bayi resiko
tinggi.

Faktor-faktor lain seperti asfiksi neonatorum, letak sungsang dan lain-lain.


Dua hal yang banyak terjadinya angka kematian perinatal ialah tingkat
kekurangan gizi ibu dan janin serta pelayanan petugas kesehatan. Latar belakang
disusunnya makalah ini adalah agar meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
mahasiswa tentang pengetahuan angka kematian perinatal dan pelajaran yang lain.

B. Tujuan penulisan

Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memberikan referensi dan


tambahan wawasan terhadap mahasiswa sekaligus dapat membantu proses
pembelajaran mata kuliah askeb kolaborasi pada kasus patologi dan komplikasi
bahasan deteksi dini kasus komplikasi pada bayi baru lahir selain itu pembuatan
makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah askeb kolaborasi
pada kasus patologi dan komplikasi.

iv
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI

Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai stansdart


yang di berikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonatus sedikitnya
3 kali, selama periode 0 sampai 28 hari setelah lahir, baik di fasiliatas maupun
melalui kunjungan rumah.

Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai standart yang


di berikan oleh tenaga kesehatan kepada bayi sedikitnya 4 kai, selama periode 29
hari sampai dengan 11 bulan setelah bayi lahir.

Asuhan BBLN adalah asuhan yang di berikan pada BBL selama jam
pertama setelah kelahiran BBLN. (Sarwono, 2002: 30).

Asuhan neonatal asuhan yang diberikan pada bayi yang berusia 0-28 hari
(tumbuh kembanga anak:17).

Asuhan neonatal adalah asuhan yang berhubungan dengan 4 minggu


pertama setelah kelahiran (kamus kedokteran,Dorland:736).

B. TUJUAN

Resiko terbesar kematian neonates terjadi pada 24 jam pertama


kehidupannya sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat di anjurkan
untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan tersebut selama 24 jam setelah
kelahirannnya.

1. Kunjungan neonatal bertujuan:


a. Untuk meningkatkan akses neonates terhadap pelayanan kesehatan dasar.
b. Mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan atau masalah kesehatan
pada neonatus.
2. Kunjungan bayi bertujuan :
a. Untuk meningkatkan akses bayi terhadap pelayanan kesehatan dasar.

v
b. Untuk mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan pada bayi
sehingga cepat mendapat pertolongan.
c. Untuk pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit melalui
pemantauan pertumbuhan, imunisasi serta peningkatan kualitas hidup bayi
dengan stimulasi tumbuh kembang.

C. Waktu Pelaksanaan

Pelaksanaan pelayanan kesehatan neonatus adalah sebagai berikut:

1. Kunjungan Neonatal ke-1 (KN1) dilakukan dalam kurun waktu 6-48 jam
setelah bayi lahir.
2. Kunjungan Neonatal ke-2 (KN2) dilakukan pada kurun waktu hari ke-3
sampai dengan hari ke 7 setelah bayi lahir.
3. Kunjungan Neonatal ke-3 (KN3) dilakukan pada kurun waktu hari ke-8
sampai dengan hari ke-28 setelah lahir.
4. Kunjungan bayi 1 kali pada umur 29 hari-2 bulan.
5. Kunjungan bayi 1 kali pada umur 3-5 bulan.
6. Kunjungan bayi 1 kali pada umur 6-8 bulan.
7. Kunjungan bayi 1 kali pada umur 9-11 bulan.
D. Prinsip-prinsip Bayi Baru Lahir

Jika bayi dilahirkan oleh serang ibu yang mengalami komplikasi dalam
persalinan, penanganan bayi tersebut bergantung pada:

1. Apakah bayi mempunyai kondisi atau masalah yang perlu kebutuhan


segera.
2. Apakah kondisi ibu memungkinkan merawat bayi secara penuh, sebagian
atau tidak sama sekali.

Seorang bayi dengan tanda bahaya merupakan masalah yang serius,


bayi dapat meninggal bila tidak ditangani segera. Nilailah secepat mungkin
setiap bayi yang datang dengan tanda kegawatan, tidak tergantung anda di
panggil keruang bersalin untuk persalinan dengan penyulit, atau bayi yang di
bawa dari ruang bersalin, bangsal bayi atau dari rumah, maupun bayi yang di

vi
rujuk dari rumah sakit lain atau puskesmas. Nilai ulang setiap bayi setelah
pemberian terapi atau jika tiba-tiba keadaannya memburuk. Dilakukan
penilaian cepat yaitu letakkan bayi pada permukaan yang hangat, di bawah
pemancar dan dengan pencahayaan yang cukup.

Periksa bayi dengan segera adakah tanda bahaya di bawah ini:

1. Megap-megap (merintih) atau tidak bernafas atau frekuensi nafas kurang


dari 20 kali/menit
2. Perdarahan
3. Syok (pucat,dingin,denyut jantung >180x/menit,tidak sadar atau kesadran
menurun).

E. DETEKSI DINI UNTUK KOMPLIKASI PADA BAYI BARU LAHIR


1. Deteksi dini untuk komplikasi pada bayi baru lahir dan neonatus dengan
melihat tanda-tanda atau gejala-gejala sebagai berikut:
a. Tidak mau minum atau menyusu atau memuntahkan semua
b. Riwayat kejang
c. Bergerak hanya jika dirangsang (letargis)
d. Frekuensi nafas< 30 kali permenitan atau > 60 kali permenitan
e. Suhu tubuh <36,5°C atau >37 °C
f. Tarikan dinding dada ke dalam yang sangat kuat
g. Merintih
h. Ada pustule pada kulit
i. Nanah banyak di mata dan mata cekung
j. Pusar kemerahan meluas ke dinding perut
k. Turgor kulit kembali< 1 detik
l. Timbul kuning atau tinja berwarna pucat
m. Berat badan menurut umur rendah dan atau masalah dalam pemberian
ASI
n. Bayi berat lahir rendah < 2500 gram atau > 4000 gram
o. Kelainan congenital seperti ada celah di bibir atau langit-langit

vii
2. Masalah atau kondisi akut perlu tindakan segera dalam satu jam kelahiran
(oleh tenaga di kamar bersalin):
a. Tidak bernafas
b. Sianosis sentral (kulit biru)
c. Bayi berat lahir rendah (BBLR) < 2500 gram
d. Letargis
e. Hipotermi atau stress dingin (suhu aksila <36,5°C
f. Kejang
3. Kondisi perlu tindakan awal
a. Potensial infeksi bakteri(pada ketuban pecah dini atau pecah lama)
b. Potensial sifilis (Ibu dengan gejala atau seurologis positif)
c. Kondisi malformasi atau masalah lain yang tidak perlu tindakan segera (
oleh tenaga di kamar bersalin)
d. Lakukan asuhan segera bayi baru lahir dalam jam pertama setelah
kelahiran
e. Rujuk ke kamar bayi atau tempat pelayanan yang sesuai

F. Komplikasi pada Bayi Baru Lahir


1. Komplikasi pada bayi baru lahir antara lain:
a. Prematuritas dan BBLR
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang
berat badan saat lahir kurang dari 2500 gram. Istilah BBLR sama
dengan prematuritas. Namun, BBLR tidak hanya terjadi pada bayi
prematur, juga bayi yang cukup bulan dengan BB < 2.500 gram
(Profil Kesehatan Indonesia, 2014; Manuaba, 2010). BBLR bayi berat
lahir rendah di bedakan menjadi:

1) BBLER bayi berat lahir ekstrim rendah dibawah 1500 gram.

2) BBLSR bayi berat lahir sangat rendah bila lahir berat lahir
kurang dari 1.500 gram.

viii
3) BBLR bayi berat lahir rendah bila berat lahir antara 1.500-2500
gram. Sedangkan bayi premature adalah bayi yang di lahirkan
kurang usia kehamilah 37 minggu.

Penyebab BBLR dan kelahiran premature sangatlah


multifactorial, antara lain asupan gizi ibu sangat kurang pada masa
kehamilan, gangguan pertumbuhan dalam kandungan (janin
tumbuh lambat ), factor plasenta, infeksi, kelainan Rahim ibu,
trauma dan lainnya.

b. Faktor Resiko BBLR


1) Asfiksia atau gagal untuk bernafas secara spontan dan teratur saat
atau beberapa menit setelah lahir.
2) Sindrom gawat nafas salah satu disebabkan karena faktor paru
yang belum matang atau TRDN sesak sementara pada bayi baru
lahir karena cairan paru yang berlebihan.
Penanganan umum perawatan BBLR atau premature setelah
lahir adalah mempertahankan suhu bayi agar tetap normal, pemberian
minum, dan pencegahan infeksi. Bayi dengan BBLR juga sangat
rentan terjadinya hipotermia karena tipisnya cadangan lemak di bawah
kulit dan masih belum matangnya pusat pengatur panas di otak. Untuk
itu BBLR harus selalu di jaga kehangatan tubuhnya.

Upaya yang paling efektif mempertahankn suhu tubuh


normal adalah sering memeluk dan menggendong bayi. Ada satu cara
yang di sebut metode kanguruatau perawatn bayi lekat, yaitu bayi
selalu di dekap ibu atau orang lain dengan kontak langsung kulit bayi
dengn kulit ibu atau pengasuhnya dengan cara selalu
menggendongnya. Cara lain, bayi jangan segera dimandikan sebelum
berusia 6 jam, bayi selalu di selimuti dan di tutup kepalanya, serta
menggunakan lampu penghangat atau alat pemancar panas.

Minum sangat di perlukan BBLR dan prematur, selain untuk


pertumbuhan juga harus ada cadangan kalori untuk mengejar

ix
ketinggalan berat nya. Minuman utama dan pertama adalah air susu
ibu (ASI) yang sudah tidak diragukan lagi keuntungan dan
kelebihannya. Disarankan bayi menyusu ASI ibunya sendiri, terutama
untuk bayi premature. ASI ibu memang paling cocok untuknya,
karena di dalamnya terkandung kalori dan protein tinggi serat eletrolit
minimal.

BBLR dan bayi prematur sangat rentan terhadap terjadinya


infeksi sesudah lahir. Karena itu, tangan harus cuci bersih sebelum
dan sesudah memegang bayi. Segera membersihkan bayi bila kencing
atau buang air besar, tidak mengizinkann bayi bila sedang menderita
sakit, terutama infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) dan pemberian
imunisasi sesuai dengan jadwal.

Untuk tumbuh dan berkembang sempura bayi BBLR dan


premature harus mendapat asupan nutrient berupa minuman
mengandung karbohidrat, protein, lemak serta vitamin yang lebih dari
bayi bukan BBLR. Penting diperhatikan agar zat tersebut betul-betul
dapat digunakan hanya untuk tumbuh, tidak dipakai untuk melawan
infeksi. Biasanya BBLR dapat mengejar ketinggalannya paling lambat
dalam enam bulan pertama.

b. Asfiksia

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat


bernafas secara spontan dan teratu. Bayi dengan riwayat gawat janin
sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat di lahirkan.
Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil,
kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan
bayi selama atau sesudah persalinan.

Asfiksia neonatorum ialah keadaan diman bayi tidak dapat segera


bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini di sebabkan
oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan
factor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera

x
setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila
penanganan bayi tidak dapat dilakukan secara sempurna. Tindakan
yang akan di kerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan
kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala - gejala lanjut yang
mungkin timbul.

Asfiksia yang terdeteksi sesudah lahir, prosesnya berjalan dalam


beberapa tahapan :

1) Janin bernapas megap-megap (gasping), diikuti :

2) Masa henti napas (fase henti napas primer).

3) Jika asfiksia berlanjut terus, timbul pernapasan megap-megap yang


kedua selama 4 – 5 menit (fase gasping kedua) diikuti masa henti
napas kedua (henti napas sekunder).

Penilaian Keadaan Bayi

1) Menit ke-1 dan ke-5 sesudah lahir dinilai dengan skor Apgar
(apparance, pulse, grimace, activity, respiration) lihat bagan 1.2.
Nilai menit 1 untuk menentukan seberapa jauh diperlukan tindakan
resusitasi.

2) Nilai ini berkaitan dengan keadaan asidosis dan kelangsungan hidup.

3) Nilai pada menit kelima untuk menilai prognosis neurologis Setelah


melakukan penilaian keadaan bayi, hal penting selanjutnya yang
perlu Anda lakukan adalah melihat penilaian asfiksia dengan
Penilaian APGAR Skor seperti yang digambarkan pada Bagan 1.2 di
bawah ini :

Tabel 1. Penilaian APGAR Skor

Klinis Penilaian
0 1 2
Detak jantung Tidak <100x/menit >100x/menit

xi
ada
Pernafasan Tidak Tidak teratur Tangis kuat
ada
Refleks saat jalan lahir nafas di Tidak menyeringai Batuk bersin
bersihkan ada
Tonus otot Lunglai Fleksi Fleksi kuat
Ekstremitas Gerak aktif
lemah
Warna kulit Biru Tubuh merah Merah seluruh
pucat ekstremitas tubuh
biru
Keterangan Nilai Apgar:

Nilai 0-3 : Asfiksia berat

Nilai 4-6 : Asfiksia sedang

Nilai 7-10 : Normal

a) Penatalaksanaan

1) Resusitasi

(a) Tentukan skor apgar 1 dan 5 menit(masing-masing untuk


menentukan diagnosa/ada tidaknya asfiksia dan berikutnya
untuk menentukan prognosa bayi)

(b) Lakukan resusitasi tahap 1-5 sesuai kondisi bayi

2) Pasca resusitasi

(a) Lakukan pemeriksaan fisik secara sistimatis dan lengkap

(b) Tentukan masa gestasi berdasarkan skor Dubowitz/modifikasi (c)


Lakukan perawatan tali pusat dengan antibiotika/antiseptik
dengan kasa steril

(c) Tetes mata/zalf mata untuk cegah Go

xii
(d) Vit K 1 mg im/ 1-2 mg/peroral

(e) Beri identitas ibu dan bayi yang sama

(f) Perawatan BBLR sesuai dengan masa gestasi

(g) Perawatan 1/rawat gabung rooming in

(h) Perawatan 2/perawatan khusus untuk observasi

(i) Perawatan 3/perawatan intensive neonatus/neonatal intensive care


unit

3) Penataksanaan Pascaresusitasi yang Berhasil

a) Hindari kehilangan panas 80

b) Lakukan kontak kulit di dada ibu (metode Kanguru), dan selimuti


bayi

c) Letakkan dibawah radiant heater, jika tersedia

d) Periksa bayi dan hitung napas dalam semenit. Jika bayi sianosis
(biru) atau sukar bernafas (frekuensi < 30 atau > 60 X/menit,
tarikan dinding dada ke dalam atau merintih)

e) Isap mulut dan hidung untuk memastikan jalan nafas bersih

d) Beri oksigen 0,5 l/menit lewat kateter hidung atau nasal prong.

e) Rujuk ke kamar bayi atau ketempat pelayanan yang dituju.

INGAT : pemberian oksigen secara sembarangan pada bayi


prematur dapat menimbulkan kebutaan

4) Ukur suhu aksiler :

a) Jika suhu 36o C atau lebih, teruskan metode kanguru dan mulai
pemberian ASI

b) Jika suhu < 36oC, lakukan penanganan hipothermia

xiii
5) Mendorong ibu mulai menyusui: bayi yang mendapat resusitasi
cenderung hipoglikemia.

a) Jika kekuatan mengisap baik, proses penyembuhan optimal.

b) Jika mengisap kurang baik, rujuk ke kamar bayi atau ketempat


pelayanan yang dituju.

6) Lakukan pemantauan yang sering dalam 24 jam pertama. Jika sukar


bernafas kambuh, rujuk ke kamar bayi atau ke tempat pelayanan
yang dituju.

ALGORITMA RESUSITASI NEONATUS

Sumber : Alur Resusitasi Neonatus IDAI 2022

xiv
c. Kejang
Kejang, spasme atau tidak sadar dapat di sebabkan oleh asfiksia
neonatorum, hipoglikemi atau merupakan tanda meningitis atau
masalah pada susunan syaraf. Diantara episode kejang yang terjadi,
bayi mungkin tidak sada, letargi, rewel atau masih normal. Spasme
pada tetanus neonatorum hamper mirip dengan kejang, tetapi kedua
hal tersebut harus di bedakan karena manajemen keduanya berbeda.

Penyebab kejang :

1) Serebral hipoksia
2) trauma lahir
3) malformasi kongenital
4) Metabolik
5) Sepsis
6) Obat-obatan(Lissauer dan Fanaroff, 2009)
7) Perubahan suhu yg cepat dantiba-tibademam (Victoria
Goverment Melbourne, 2010).
Penatalaksanaan kejang: ·
1) Jalan nafas (air).
2) Pernafasan (breathing).
3) Sirkulasi (circulation).
4) Periksa adanya hipoglikemia (Lissauer dan Fanaroff, 2009).

xv
ALGORITMA PENANGANAN KEJANG PADA NEONATUS

KEJANG

PHENOBARBITAL 20mg/kgBB (5 menit)


IV/IM

PHENOBARBITAL diulang 10 mg/kgBB sebanyak 2x


(jarak 30 menit maksimal 40mg/kgBB/hari jika tidak ada
IV/IM (10-15%)

FENITOIN 20mg/kgBB IV dalam larutan


garam fissiologis 1 mg/kgBB/menit

Status konfulsifus : Midozolam drip 0,1-0,4 mg/kgBB


Rumatan :
1. Phenobarbital 3-5 mg/kgBB per oral/ IV
2. Fenitoin 4-8 mg/kgBB/hari di bagi 2-3 dosis per oral/IV

Sumber : Buku Panduan Pelayanan Neonatal UUK Neonatalogi IDAI 2018

d. Hiperbilirubinemia

Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi


bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau
ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dapat dikendalikan.
Ikterus adalah perubahan warna kulit dan (hiperbilirubinemia). Pada
bayi aterm ikterud tampak jika konsentrasi bilirubin serum mencapai
85-120 µmol/L (myles,2009).

1) Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologis adalah akibat kesenjangan antara pemecahan sel
darah merah dan kemampuan bayi untuk mentranspor,
mengonjugasi, dan mengeksresi bilirubin tak
terkonjugasi.

xvi
2) Ikterus Patologis
Etiologi ikterus patologis adalah beberapa gangguan pada produksi,
transpor, konjugasi, atau ekskresi bilirubin.

Tatalaksana awal

1) Ikterus fisiologis tidak memerlukan penanganan khusus dan


dapat rawat jalan dengan nasehat untuk kembali jika ikterus
berlangsung lebih dari 2 mg.
2) Jika bayi dapat menghisap, anjurkan ibu untuk menyusui secara
dini dan ekslusif lebih sering minimal setiap 2 jam.
3) Jika bayi tidak dapat menyusui, ASI dapat diberikan melalui pipa
nasogastrik atau dengan gelas dan sendok.
4) Letakkan bayi ditempat yang cukup mendapat sinar matahari
pagi selama 30 menit selama 3-4 hari. Jaga agar bayi tetap
hangat.
5) Kelola faktor resiko (asfiksia dan infeksi)karena dapat
menimbulkan ensefalofati biliaris.
6) Setiap ikterus yang timbul sebelum 24 jam pasca persalinan
adalah patologis dan membutuhkan pemerikasaan laboratorium
lanjut.
7) Pada bayi dengan ikterus kremer 3 atau lebih perlu dirujuk ke
fasilitas yang lebih lengkap setelah keadaan bayi stabil.

IKTERUS

IKTERUS FISIOLOGIK IKTERUS PATOLOGIK


Bayi sehat tanpa faktor resiko, Bila nilai bilirubin serum memenuhi
tidak diterapi. Yang sehat dapat kriteria untuk terapi sinar (photo
dilakukan beberapa cara berikut : therapy) / transfusi tukar.
Minum asi dini dan sering Bila ikterus telah terlihat sejak hari 1 dan
Terapi sinar sesuai dengan paduan hemoglobil <12g/Dl (hematokrit
WHO <40%)
Pada bayi yang pulang sebelum 48 Ikterus menetap hingga 2 minggu pada
jam diperlukan pemeriksaan neonatus cukup bulan dan 3 minggu
ulang dan kontrol lebih cepat pada neonatus <bulan.
(terutama bila tampak kuning) Bayi dirujuk dengan persiapan :
Memberitahu keluarga
Segera kirim bayi ke rumah sakit tersier
xvii atau senter
Beri surat rujukan
ALGORITMA BAYI KUNING

Algoritm a Bayi Kuning

Tidak ikterus Ikterus Ikterus berat

24 jam) setelah lahir,

kaki

dari 14 hari,

plot sesuai dengan


normogram

Rujuk

 Mulai menyusui segera R u juk ke rum ah sakit yang m em iliki


setelah bayi lahir. fasilitas fototerapi
 Susui bayi sesering mungkin
tanpa dibatasi.ASI membantu
 Bayi mengatasi kuning P ersiapan rujukan yang perlu
lebih cepat diperhatikan pada bayi ikterus:

 Menyertakan contoh darah


ibu
M engingatkan ibu untuk  Serta stabilisasi jalan napas,
m elakukan pem eriksaan bayi glukosa, temperatur,
ulang di pusat kesehatan .sirkulasi, dan inform
setelah dua hari pulang

M elakukan pem eriksaan

Jika kuning berkurang/m enghilang, puji ibu.

Sumber : Buku Panduan Pelayanan Neonatal UUK Neonatalogi IDAI 2018

xviii
e. Hipotermi

Hipotermi adalah suhu tubuh bayi baru lahir yang tidak normal
(<36ºC) pada pengukuran suhu melalui aksila, dimana suhu tubuh
bayi baru lahir normal adalah 36,5ºC-37,5ºC (suhu aksila).
Hipotermi merupakan suatu tanda bahaya karena dapat
menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme tubuh yang akan
berakhir dengan kegagalan fungsi jantung paru dan kematian
(DepKes RI, 2007).

Hipotermi di sebabkan oleh :

1) Evaporasi terjadi apabila bayi lahir tidak segera dikeringkan.


2) Konduksi terjadi apabila bayi diletakan ditempat dengan alas
yang dingin seperti pada waktu menimbang bayi.
3) Radiasi terjadi apabila bayi diletakan di udara lingkungan dingin.
4) Konveksi terjadi apabila bayi berada dalam ruangan ada aliran
udara karena pintu, jendela terbuka.
Penanganan
1) Bayi stres dingin: cari penyebabnya apakah popok yang basah,
suhu pendingin ruangan yang terlalu rendah, tubuh bayi basah,
setelah mandi yang tidak segera dikeringkan atau ada hal lain.Bila
diketahui hal-hal ini maka segera atasi penyebabnya
tersebut.Untuk menghangatkan bayi dilakukan kontak kulit ke
kulit antara bayi dan ibu sambil disusui, dan ukur ulang suhu bayi
setiap jam sampai suhunya normal. Bila suhunya tetap tidak naik
atau malah turun maka segera bawa ke dokter.
2) Bayi dengan suhu kurang dari 35,5°C mengalami kondisi berat
yang harus segera mendapat penanganan dokter. Sebelum dan
selama dalam perjalanan ke fasilitas kesehatan adalah terus
memberikan air susu ibu (ASI) dan menjaga kehangatan. Tetap
memberikan ASI penting untuk mencegah agar kadar gula darah
tidak turun.

xix
3) Apabila bayi masih mampu menyusu, bayi disusui langsung ke
payudara ibu. Namun, bila bayi tidak mampu menyusu tapi masih
mampu menelan, berikan ASI yang diperah dengan sendok atau
cangkir.
4) Menjaga bayi dalam keadaan hangat dilakukan dengan kontak
kulit ke kulit, yaitu melekatkan bayi di dada ibu sehingga kulit
bayi menempel langsung pada kulit ibu, dan ibu dan bayi berada
dalam satu pakaian. Kepala bayi ditutup dengan topi. (IDAI,
2016).

Rujuk apabila terdapat salah satu keadaan :

1) Jika setelah menghangatkan selama 1 jam tidak ada kenaikan suhu


(membaik)
2) Bayi tidak dapat minum
3) Terdapat gangguan nafas atau kejang
4) Bila disertai salah satu tanda tampak mengantuk / letargis atau ada
bagian tubuh bayi yang mengeras.

Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik
serta tidak ada masalah lain yang memerlukan pengawasan, bayi tidak
perlu dirujuk. Nasihati ibu cara merawat bayi lekat/ metode kanguru
dirumah. (Depkes RI, 2009)

Tatalaksana awal:
1) Menjaga jalan nafas ttp bebas.
2) Pencegahan terjadinya hipoksia.
3) Penanganan/tindakan (beri O2, bersihkan jalan nafas dan ASI
tetap diberikan.
4) Pengobatan antibiotika ampisilin dan gentamisin.
5) Rujuk.

xx
ALGORITMA HIPOTERMIA PADA NEONATUS
Hipotermi Ringan Hipotermi Sedang Hipotermi Berat

Kontak kulit ke kulit Letakkan dibawah Gunakan inkubator


pada suhu ruangan yang pemancar panas yang sudah
hangat (setidaknya dihangatkan (diatur
25°C) 1-1,5°C lebih tinggi
dibanding suhu
Jika tidak ada tubuh neonatus)
peralatan yang dan harus
Gunakan topi pada tersedia atau disesuaikan dengan
kepala neonatus neonatus stabil meningkatnya suhu
secara klinis, maka neonatus (harus
lakukan kontak kulit selalu dipantau)
ke kulit dengan ibu
pada ruangan
Tutupi ibu dan
dengan suhu hangat
neonatus dengan
(setidaknya 25°C) Jika tidak ada peratalan
selimut hangat
yang tersedia, lakukan
kontak kulit ke kulit atau
ruangan yang hangat
atau boks bayi yang
hangat dapat
digunakan

Sumber : Buku Panduan Pelayanan Neonatal UUK Neonatalogi IDAI 2018

f.Sindroma Gangguan Pernafasan Nafas


Sindrom gawat nafas adalah syndrome gawat nafas yang disebabkan
defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi
kurang.
Klasifikasi:
1) Ringan: frekuensi nafas 60-90x/menit. Adanya tanda tarikan dinding
tanpa merintih saat ekspirasi/sianosis sentral.

xxi
2) Sedang: frekuensi nafas 60-90x/menit. Adanya tarikan dinding
dada/merintih saat ekspirasi tetapi tanpa sianosis sentral.
3) Berat: frekuensi nafas 60-90x/menit. Dgn sianosis sentral dan tarikan
dinding dada/ merintih saat ekspirasi.

g. Hipoglikemia
Kadar glukosa serum < 45mg% (<2,6 Mmol/L) selama beberapa hari
pertama kehidupan.
Nilai kadar glukosa darah atau plasma atau serum untuk diagnosis
hipoglikemi pada berbagai kelompok anak:

Kelompok Umur Glukosa<mg Darah Plasma/serum


Bayi/anak <40 mg atau 100ml <45 mg/100 ml
Neonatus
BBLR <20 mg atau 100ml <25 mg/100 ml
BCB
0-3 hari <30 mg atau 100ml <35 mg/100 ml
3 hari <40 mg atau 100ml <45 mg/100 ml

Hipoglikemi sering terjadi pada berat lahir rendah (BBLR), karena


cadangan glukosa rendah. Pada ibu diabetes mellitus (DM) terjadi transfer
glukosa yang berlebihan pada janin sehingga respons insulin juga meningkat
pada janin. Saat lahir dimana jalur plasenta terputus maka transfer glukosa
berhenti sedangkan respon insulin masih tinggi (transient hiperinsulinism)
sehingga terjadi hipoglikemi.

xxii
Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat
menimbulkan kejang yang berakibat terjadinya hipoksi otak. Bila tidak
dikelola dengan baik akan menimbulkan kerusakan pada susunan syaraf
pusat bahkan sampai kematian. Kejadian hipoglikemi lebih sering
didapat pada bayi dari ibu dengan diabetes mellitus. Glukosa merupakan
sumber kalori yang penting untuk ketahanan hidup selama proses
persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir. Setiap stress yang terjadi
mengurangi cadangan glukosa yang ada karena meningkatkan
penggunaan cadangan glukosa, misalnya pada asfiksia, hipotermi,
gangguan pernafasan.

Presentasi klinis hipoglikemia mencerminkan penurunan ketersediaan


glukosa untuk SSP serta stimulasi adrenergik disebabkan oleh tingkat
darah menurun atau rendah gula. Selama hari pertama atau kedua
kehidupan, gejala bervariasi dari asimtomatik ke SSP dan gangguan
cardiopulmonary. Kelompok berisiko tinggi yang membutuhkan skrining
untuk hipoglikemia pada satu jam pertama kehidupan meliputi:

1) Bayi yang baru lahir yang beratnya lebih dari 4 kg atau kurang dari 2
kg.
2) Besar usia kehamilan (LGA) bayi yang berada di atas persentil ke-90,
kecil untuk usia kehamilan (SGA) bayi di bawah persentil ke-10, dan
bayi dengan pembatasan pertumbuhan intrauterine.
3) Bayi yang lahir dari ibu tergantung insulin (1:1000 wanita hamil)
atau ibu dengan diabetes gestasional (terjadi pada 2% dari wanita
hamil).
4) Usia kehamilan kurang dari 37 minggu.
5) Bayi yang baru lahir diduga sepsis atau lahir dari seorang ibu yang
diduga menderita korioamnionitis.
6) Bayi yang baru lahir dengan gejala sugestif hipoglikemia, termasuk
jitteriness, tachypnea, hypotonia, makan yang buruk, apnea,
ketidakstabilan temperatur, kejang, dan kelesuan.

xxiii
7) Selain itu, pertimbangkan skrining hipoglikemia pada bayi dengan
hipoksia yang signifikan, gangguan perinatal, nilai Apgar 5 menit
kurang dari 5, terisolasi hepatomegali (mungkin glikogen-
penyimpanan penyakit), mikrosefali, cacat garis tengah anterior,
gigantisme, Makroglosia atau hemihypertrophy (mungkin Beckwith-
Wiedemann Syndrome), atau kemungkinan kesalahan metabolisme
bawaan atau ibunya ada di terbutalin, beta blocker, atau agen
hipoglikemik oral.
8) Terjadinya hiperinsulinemia adalah dari lahir sampai usia 18 bulan.
Konsentrasi insulin yang tidak tepat meningkat pada saat
hipoglikemia didokumentasikan. Hiperinsulinisme neonatal Transient
terjadi pada bayi makrosomia dari ibu diabetes (yang telah berkurang
sekresi glukagon dan siapa produksi glukosa endogen secara
signifikan dihambat). Secara klinis, bayi ini makrosomia dan
memiliki tuntutan yang semakin meningkat untuk makan, lesu
intermitendan kejang.

Penatalaksanaan

1) Monitor Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu
DM) perlu dimonitor dalam 3 hari pertama:
a) Periksa kadar glukosa saat bayi datang/umur 3 jam
b) Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan glukosa
normal dalam 2 kali pemeriksaan
c) Kadar glukosa ≤ 45 mg/dl atau gejala positif tangani hipoglikemia
d) Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3 hari
penanganan hipoglikemia selesai
2) Penanganan hipoglikemia dengan gejala:
a) Bolus glukosa 10% 2 ml/kg pelan-pelan dengan kecepatan 1
ml/menit
b) Pasang dekstrosa 10% = 2 cc/kg dan diberikan melalui intravena
selama 5 menit dan diulang sesuai kebutuhan (kebutuhan infus
glukosa 6-8 mg/kg/ menit)

xxiv
c) Periksa glukosa darah pada: 1 jam setelah bolus dan tiap 3 jam
d) Bila kadar glukosa masih < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala,
ulangi seperti diatas
e) Bila kadar 25-45 mg/dl, tanpa gejala klinis:
(1) Infus D10 diteruskan
(2) Periksa kadar glukosa tiap 3 jam
(3) ASI diberikan bila bayi dapat minum

f) Bila kadar glukosa ≥ 45 mg/dl dalam 2 kali pemeriksaan:

(1) Ikuti petunjuk bila kadar glukosa sudah normal


(2) ASI diberikan bila bayi dapat minum dan jumlah infus
diturunkan pelan-pelan.
(3) Jangan menghentikan infus secara tiba-tiba
g) Kadar glukosa darah < 45 mg/dl tanpa gejala:
(1) ASI teruskan
(2) Pantau, bila ada gejala manajemen seperti diatas
(3) Periksa kadar glukosa tiap 3 jam atau sebelum minum, bila
(a) Kadar < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala tangani
hipoglikemi
(b) Kadar 25-45 mg/dl naikkan frekwensi minum
(c) Kadar ≥ 45 mg/dl manajemen sebagai kadar glukosa normal

h) Kadar glukosa normal Ø IV teruskan;

(1) Periksa kadar glukosa tiap 12 jam


(2) Bila kadar glukosa turun, atasi seperti diatas
(3) Bila bayi sudah tidak mendapat IV, periksa kadar glukosa tiap
12 jam, bila 2 kali pemeriksaan dalam batas normal,
pengukuran dihentikan
i) Persisten hipoglikemia (hipoglikemia lebih dari 7 hari)
(1) Konsultasi endokrin

xxv
(2) Terapi: kortikosteroid hidrokortison 5 mg/kg/hari 2 x/hari iv
atau prednison 2 mg/kg/hari per oral, mencari kausa
hipoglikemia lebih dalam
(3) Bila masih hipoglikemia dapat ditambahkan obat lain:
somatostatin, glucagon, diazoxide, human growth hormon,
pembedahan (jarang dilakukan).
ALGORITMA HIPOGLIKEMIA

Sumber : Buku Panduan Pelayanan Neonatal UUK Neonatalogi IDAI 2018

xxvi
h. Kelainan kongenital
1) Atresia Esofagus

Pengertian Atresia Esofagus Atresia esofagus adalah


malpormasi yang disebabkan oleh kegagalan esofagus untuk
mengadakan pasase yang kontinu: esophagus mungkin saja atau
mungkin juga tidak membentuk sambungan dengan trakea (fistula
trakeoesopagus) atau atresia esophagus adalah kegagalan
esophagus untuk membentuk saluran kotinu dari faring ke
lambung selama perkembangan embrionik adapun pengertian lain
yaitu bila sebuah segmen esoofagus mengalami gangguan dalam
pertumbuhannya (congenital) dan tetap sebaga bagian tipis tanpa
lubang saluran.

Terdapat suatu penyakit yang sering menyertai penyakit ini


yakni fistula trakeoesofagus. Fistula trakeoesofagus adalah suatu
kelainan hubungan antara trakea dan esofagus. Jika berhubungan
dengan atresia esofagus biasanya fistula terdapat antara bagian
distal segmen esofagus dan bagian trakea yang letaknya di atas
karina. Meskipun begitu, kedua kelainan ini dapat pula muncul
pada beberapa tingkat antara kartilago krikoid dan karina, fistula
trakeosofagus dapat juga berjalan oblik pada bagian akhir
proksimal trakea atau pada tingkat vertebra torakal segmen kedua.

Lebih jarang atresia esofagus atau fistula trakeoesofagus


terjadi sendiri-sendiri atau dengan kombinasi yang aneh. Pada
86% kasus terdapat fistula trakeo esofagus di distal, pada 7%
kasus tanpa fistula. Sementara pada 4% kasus terdapat fistula
trakeo esofagus tanpa atresia, terjadi 1 dari 2500 kelahiran hidup.

2) Labioskizis dan Labiopalatoskizis

xxvii
(a) Labio/Palato skisis merupakan kongenital yang berupa adanya
kelainan bentuk pada struktur wajah (Ngastiah, 2005: 167)
(b) Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh
gagalnya propsuesus nasal median dan maksilaris untuk
menyatu selama perkembangan embriotik. (Wong, Donna L.
2003)
(c) Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada polatum yang
terjadi karena kegagalan 2 sisi untuk menyatu karena
perkembangan embriotik (Wong, Donna L. 2003)

Penatalaksanaan

(a) Penatalaksanaan bibir sumbing adalah tindakan bedah efektif


yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan
selanjutnya. Adanya kemajuan teknik bedah,
orbodantis,dokter anak, dokter THT, serta hasil akhir tindakan
koreksi kosmetik dan fungsional menjadi lebih baik.
Tergantung dari berat ringan yang ada, maka tindakan bedah
maupun ortidentik dilakukan secara bertahap. Biasanya
penutupan celah bibir melalui pembedahan dilakukan bila
bayi tersebut telah berumur 1-2 bulan. Setelah
memperlihatkan penambahan berat badan yang memuaskan
dan bebas dari infeksi induk, saluran nafas atau sistemis.
(b) Perbedaan asal ini dapat diperbaiki kembali pada usia 4-5
tahun. Pada kebanyakan kasus, pembedahan pada hidung
hendaknya ditunda hingga mencapi usia pubertas.Karena
celah-celah pada langit-langit mempunyai ukuran, bentuk
danderajat cerat yang cukup besar, maka pada saat
pembedahan, perbaikan harus disesuaikan bagi masing-
masing penderita. Waktu optimal untuk melakukan
pembedahan langit-langit bervariasi dari 6 bulan – 5 tahun.
Jika perbaikan pembedahan tertunda hingga berumur 3 tahun,
maka sebuah balon bicara dapat dilekatkan pada bagian

xxviii
belakang geligi maksila sehingga kontraksi otot-otot faring
dan velfaring dapat menyebabkan jaringan-jaringan
bersentuhan dengan balon tadi untuk menghasilkan penutup
nasoporing.
3) Atresia Ani
Atresia Ani merupakan salah satu kelainan bawaan, dimana
anus tampak normal, tetapi pada pemeriksaan colok dubur jari
tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Insidens: 1: 3.000-5.000
kelahiran hidup. Sinonim Atresiaa Ani = Imperforated Anal =
Malformasi Anorektal = Anorektal Anomali. Kelainan bawaan
anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan
pembentukan anus dari tonjolan ambriogenik. Pada kelainan
bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter,
dan otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus,
sfingter intern mungkin tidak memadai. Klasifikasi Atresia Ani
dibagi menjadi:
a) Supralevator = high = letak tinggi (proximal)
(1) Tidak mencapai tingkat m. levator anus, dengan jarak
antara ujung buntu rektum sampai kulit premium > 1 cm.
(2) Biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing
(fistel rectovesical) atau ke saluran genital (fistel
rectovaginal).
(3) Rektum di atas Pubococcygeal line.
(4) Dengan fistel 90 %, tidak ada fiskel 10 %.
(5) Fiskel secara klinis
Translevator = low = letak rendah (distal)
(6) Rektum menembus m. levator anus, sehingga jarak
antara kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm.
(7) Rectum terletak di bawah garis yang melalui ischium
point (Pubococcygeal line).
(8) Dapat merupakan stenosis anus yang hanya
membutuhkan dilatasi membran atau merupakan

xxix
membran anus tipis yang mudah dibuka segera setelah
anak lahir.
b) Translevator
Pada letak rendah bisa dijumpai fistel pada rectovestibular,
karena rectum lebih ke depan mendekati vestibulum.
c) Tipe Atresia Ani berdasarkan letak menurut Stephens dan
Smith (1984) yaitu:
(1) High/tinggi (Supra levator).
(2) Intermediate/sedang (sebagian translevator).
(3) Low/rendah (fully translevator).
Penatalaksanaan
e) NIDAR = Nuchter, Infus (Cairan 4: 1), Decompressi,
Antibiotik, rujuk.
f) Kalau letak rendah = anoplasty dengan local anastesi,
colok duburnya, kemudian dibouginage periodik (latih).
g) Letak rendah dengan sub cut aneal fistel = anoplast
Letak sedang dan tinggi kita lakukan: Colostomi

i. Gastroskizis dan Omfalokel

Gastroskizis Kelainan dinding perut merupakan kecacatan yang


relatif sering, muncul kira-kira 1 dalam 2.000 kelahiran hidup.
Pemeriksaan dinding depan abdomen dan penempelan tali pusat
sangat dianjurkan di semua pemeriksaan USG pada trimester kedua
dan ketiga. Dua kelainan yang tersering adalah gastroschisis dan
omphalocele Omphalocelle oleh Ambrois Pare (1510-1590)
dilaporkan sebagai keadaan yang serius yang membutuhkan
perhatian yang khusus karena prognosisnya yang jelek. Sampai satu
abad terakhir saat keberhasilan pertama dilaporkan dengan repair
secara primer pada omphalocele. Pada abad ke sembilanbelas
terminologi gastroschisis/belly cleft pertama kali digunakan dan
dipisahkan dari exomphalos, Moore dan Strokes menyatakan bahwa
terminologi gastroschisis disediakan untuk kelainan defek dinding

xxx
abdomen yang mempunyai penempelan tali pusat yang normal, tidak
adanya kantong yang melindungi organ intra abdomen. Gastroschisis
adalah penonjolan dari isi abdomen biasanya melibatkan usus dan
lambung melalui lubang atau defek pada dinding abdomen disebelah
kanan tali pusar. Omphalocele defek pada dinding abdomen terletak
ditengah, isi abdomen yang keluar ditutupi oleh lapisan.
Omphalocele biasanya berhubungan dengan kelainan kromosom
atau kelainan jantung sedangkan bayi dengan gastroschisis jarang
ditemukan dengan kelainan tersebut kecuali adanya atresia usus.
Nama lain: Paraomphalocele, Laparoschisis, abdominoschisis.

Penatalaksanaannya yaitu bila usus atau organ intra abdomen


terletak diluar abdomen, maka ini akan meningkatkan resiko
kerusakan bila melewati kelahiran normal. Banyak ahli
menganjurkan diberlakukan seksio sesaria untuk semua kasus
gastroschisis dan omphalocele. Pada kenyataan adanya resiko
kehamilan normal hanyalah teori, dan persalinan pervaginam tidak
meningkatkan resiko komplikasinya. Atas dasar alasan tersebut
beberapa ahli merekomendasikan persalinan normal. Kecuali ada
alasan dari bagian obstetrik untuk dilakukan seksio sesaria.

Selama dalam uterus janin dengan gastroschisis akan terlindung


baik dari trauma dan komplikasi. Setelah lahir usus yang terpapar
harus dilindungi dari trauma, infeksi, dan dehidrasi, kemudian bayi
baru dapat dibawa secara aman ke rumah sakit rujukan setelah
prosedur tersebut dijalankan. Bila diagnosis sudah dapat ditegakan
dalam kandungan, sangatlah beralasan bila kelahiran dilakukan di
rumah sakit pusat rujukan.

Satu hal yang paling diperhatikan dalam gastroschisis adalah usus


yang menjadi sangat rusak karena terpapar, yang fungsinya juga
sangat menurun dan bayi akan mengalami perawatan di ruang
intensif untuk waktu yang sangat lama. Seperti diketahui bayi
dengan gastroschisis mempunyai usus yang sangat rusak, tebal,

xxxi
kaku, dan mengelupas. Salah satu teori dari kerak ini adalah (pada
kenyataannya beberapa bayi sedikit atau tidak mempunyai kerak
yang mengelupas ini.) disebabkan karena lamanya usus terpapar oleh
cairan amnion menyebabkan kerusakan yang progresif. Dalam lain
kata membatasi waktu pemaparan usus oleh cairan amnion atau
mengencerkan cairan tersebut dengan cairan saline steril ke dalam
rahim) secara teori dapat menurunkan terjadinya kerusakan pada
usus.

j. Hernia Diafragmatika

Termasuk kelainan bawaan yang terjadi karena tidak terbentuknya


sebagian diafragma, sehingga ada bagian isi perut masuk ke dalam
rongga torak.

Penatalaksanaan

1. Berikan O2 bila bayi tampak pucat atau biru

2. Posisikan bayi semi fowler sebelum atau sesudah operasi agar


tekanan dari isi perut terhadap paru berkurang dan agar difragma
dapat bergerak bebas

3. Awasi bayi jangan sampai muntah, apabila hal tersebut terjadi,


maka tegakkanlah bayi agar tidak terjadi aspirasi

4. Lakukan informed consent dan informed choice untuk rujuk bayi


ke tempat pelayanan yang lebih baik

f. Meningokel dan Ensefalokel


Meningokel adalah salah satu dari tiga jenis kelainan bawaan
spina bifida. Meningokel adalah meningens yang menonjol melalui
vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi
cairan dibawah kulit. Kelainan bawaan isi kepala keluar melalui
lubang pada tengkorak atau tulang belakang.

xxxii
Ensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai
dengan adanya penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang
berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang
tengkorak. Ensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung
saraf selama perkembangan.

Penatalaksanaan

1) Sebelum operasi masukkan bayi ke inkubator tanpa baju


2) Telungkup atau tidur jika kantong besar untuk mencegah infeksi
3) Meminta informed chice dan informed consent keluarga untuk
rujukan bayi
4) Merujuk bayi ke RS untuk di operasi
5) Pasca operasi perhatikan luka agar: tidak basah, ditarik atau
digaruk bayi, perhatikan mungkin terjadi hidrosefalus, ukur
lingkar kepala, pemberian antibiotik (kolaborasi).

G. PERSIAPAN RUJUKAN PADA BAYI YANG BERESIKO KE


FASILITAS YANG LENGKAP
Prinsip dasar dan pengobatan di rumah sakit · Tersediannya dana intensif
bagi petugas kesehatan yang siaga 24 jam.Apabila setelah dilahirkan bayi
menjadi sakit atau gawat dan membutuhkan fasilitas dan keahlian yang lebih
memadai, bayi harus dirujuk. Keputusan untuk merujuk bayi baru lahir
sebaiknya dibuat oleh petugas pelayanan kesehatan (perawat/bidan/dokter)
atas dasar kesepakatan dengan keluarga. Setiap petugas pelayanan kesehatan
harus mengetahui kewenangan dan tanggung jawab tugas masing-masing
sesuai dengan jenjang pelayanan kesehatan tempatnya bertugas.
1. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pelaksanaan Rujukan:
a) Berfungsinya mekanisme rujukan dari tingkat masyarakat dan
puskesmas hingga rumah sakit tempat rujukan
b) Adanya komunikasi dua arah antara yang merujuk dan tempat rujukan
c) Tersedianya tenaga kesehatan yang mampu, terampil dan siaga selama
24 jam · Tersedianya alat kesehatan dan obat-obatan sesuai kebutuhan

xxxiii
di tempat yang merujuk dan tempat rujukan
d) Tersedianya sarana angkutan/transportasi selama 24 jam
e) Bagi keluarga tidak mampu tersedia dukungan dana untuk transport,
perawatan.
2. Indikasi rujukan
a) Bayi berat lahir rendah < 2.000 gram
b) Bayi tidak mau minum ASI
c) Tangan dan kaki bayi teraba dingin
d) Bayi mengalami gangguan/kesulitan bernafas
e) Bayi mengalami perdarahan atau tersangka perdarahan
f) Bayi mengalami kejang-kejang
g) Bayi mengalami gejala ikterik yang meningkat
h) Bayi mengalami gangguan saluran cerna disertai muntah-muntah,
diare atau tidak buang air besar sama sekali dengan perut membuncit
i) Bayi menunjukkan tanda infeksi berat seperti meningitis atau sepsis
j) Bayi menyandang kelainan bawaan
3. Prosedur pelaksanaan rujukan bayi
a) Stabilisasi kondisi bayi pada saat transportasi
b) Hubungan kerjasama antara petugas yang merujuk dan petugas di
tempat rujukan
c) Umpan balik rujukan dan tindak lanjut kasus pasca rujukan.

xxxiv
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Terjadinya kematian bayi baru lahir masih tinggi di Indonesia oleh
karena itu kita sebagai petugas kesehatan harus mampu mendeteksi dini
adanya komplikasi pada bayi baru lahir sehingga kita dapat membuat
perencanaan dan penatalaksanaan dari komplikasi tersebut sehingga dapat
memberikan pertolongan segera serta dapat mencegah terjadinya kematian.
B. SARAN
Saran yang diberikan pada makalah ini adalah laksanakanlah
penatalaksanaan yang sebaik-baiknya pada Bayi baru lahir, sehingga pada
akhirnya akan dapat menurunkan angka kematian bayi baru lahir.
1. Bagi mahasiswa

Dalam penetapan manajemen kebidanan di harapkan mahasiswa dapat


melakukan pengkajian yang lebih lengkap untuk mendapatkan hasil yang
optimal dan mampu memberikan asuhan yang kompeten bagi pasien.
Mahasiswa juga diharapkan dapat mengaplikasikan ilmu yang di
perolehny selama proses pembelajaran di lapangan.

2. Bagi institusi

Pendidikan diharapkan bimbingan yang seoptimal mungkin dalam


membimbing mahasiswa dalam memberikan asuhan kebidanan bagi
pasien sehingga mahasiswa dapat mengevaluasikan teori dan praktek
yang telah diperolehnya.

3. Bagi pasien dan keluarga

Diharapkan kepada klien agar menerapkan asuhan kebidanan yang


telah diberikan baik berupa tindakan pencegahan maupun dalam

xxxv
pelaksanaannya.

DAFTAR PUSTAKA

JNPK-KR, 2012, Asuhan Persalinan Normal dan Inisiasi Menyusui Dini,


JHPIEGO KerjaSama Save The Children Federation Inc-US, Modul.
Jakarta.

Maryanti, Dwi., Sujianti., Tri, B. 2011. Neonatus, Bayi & Balita. Jakarta:
TIM

Muslihatun, W.N., 2010. Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita. Yogyakarta:


Fitra Maya

Pediatri, S. 2000. Satgas Imunisasi IDAI. Jadwal Imunisasi Rekomendasi


IDAI, 2

Prawirohardjo, S. 2013. Ilmu Kebidanan, Jakarta: Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo

Setiyani, A, dkk. 2016. Asuhan Kebidanan, Bayi, Balita dan Anak Pra
Sekolah. Jakarta: Kemenkes RI

Stright, B. R. 2005. Panduan belajar:keperawatan ibu-bayi baru lahir


(3thed). (Maria A. & Wijayarni, Trans). Jakarta: EGC

Dorland, W. A. 2012. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 28. Terjemahan


Oleh : Mahode,

A.G., L.Y, Rahman., A.W, Nugroho, dkk. EGC, Jakarta, Indonesia. Hal.
20 dan 431

Buku Panduan Pelayanan Neonatal UUK Neonatalogi IDAI 2018

xxxvi

Anda mungkin juga menyukai