Anda di halaman 1dari 2

BEM UNRI MENANTI TINDAKAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT TERHADAP

PELANGGARAN PROKES PRESIDEN

Presiden Jokowi melakukan kunjungan kerja ke Maumere Nusa Tenggara Barat pada 23
Februari lalu untuk meninjau lumbung pangan di Kabupaten Sumba Tengah dan meresmikan
Bendungan Napun Gete di Kabupaten Sikka. Pasalnya, kunjungan Jokowi justru memicu
kerumunan warga tanpa menaati protokol kesehatan di tengah pandemi virus corona. Dalam
video yang beredar, tampak warga yang berkumpul di sepanjang jalan menghadang mobil yang
ditumpangi oleh Jokowi. Mereka menyambut kedatangan Jokowi dengan bersorak, bertepuk
tangan, melambaikan tangan, serta mengabadikan momen tersebut menggunakan ponsel.
Meski mengenakan masker, warga tampaknya tidak menerapkan protokol jaga jarak. Jokowi
pun tampak menyapa masyarakat melalui sunroof mobil yang terbuka dengan menggunakan
masker hitam dan melambaikan tangan kepada masyarakat. Jokowi sempat terlihat menunjuk
ke masker yang ia kenakan, seperti mengingatkan tentang penggunaan masker. Ia juga
membagikan sejumlah souvenir ke warga lewat sunroof tersebut.

Kerumunan massa dalam kunjungan kerja Presiden Jokowi ini dapat kita lihat bahwa
kejadian tersebut melanggar aturan protokol kesehatan. Ditambah lagi dengan pembagian
souvenir yang justru semakin membuat warga mendekat dan saling berdesakan. Padahal saat
pandemi seperti ini seharusnya pemerintah, terutama Presiden memberikan contoh yang baik
bagi masyarakat agar dapat mematuhi protokol kesehatan. Sebagai meminimalisir
kerumununan dalam peristiwa ini, seharusnya kunjungan kerja presiden dapat ditempuh
menggunakan jalur lain seperti jalur udara atau air dan tetap diiringi dengan mobil patrol untuk
mengamankan situasi.

Setelah terjadinya pelanggaran protokol kesehatan oleh presiden Jokowi beserta


rombongannya di Maumere, terdapat beberapa pihak yang melaporkan kasus tersebut ke
tindak hukum. Seperti yang dilaporkan oleh Koalisi Masyarakat Anti Ketidakadilan dan Gerakan
Pemuda Islam (GPI) ke Bareskrim Polri. Namun sayangnya laporan ini ditolak oleh Bareskrim
Polri dengan alasan tidak ada pelanggaran hukum dalam peristiwa tersebut. Lantas akhirnya hal
ini memicu banyak pertanyaan dari publik, apakah equality before the law atau asas persamaan
kedudukan masih berlaku dihadapan hukum Indonesia?

Peristiwa tersebut memang wajar dilaporkan karena terdapat pelanggaran protokol


kesehatan yang terjadi secara nyata. Namun dalam Undang-Undang Dasar belum ada peraturan
tentang presiden yang melakukan pelanggaran hukum. Proses seperti ini akan rumit dan
memakan waktu yang cukup lama karena presiden yang masih menjabat tidak bisa dilaporkan
secara langsung kepada aparat kepolisian. Kasus ini akan dilaporkan kepada pihak DPR dan Jika
DPR menerima dan memproses laporan tersebut, maka DPR dapat menggunakan hak-hak nya,
seperti hak angket yang merupakan hak untuk melakukan penyelidikan terhadap sebuah
kebijakan atau sebuah kejadian yang dianggap melanggar hukum oleh para eksekutif, termasuk
presiden. Penggunaan hak angket ini dapat berujung pada impeachment. Setelah itu laporan
akan diproses oleh MK, lalu dilanjutkan kepada MPR untuk proses pemberhentian presiden.
Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada institusi lain yang dapat mempersoalkan seorang
presiden kecuali DPR. Pada akhirnya semua tergantung dengan bagaimana pandangan para
anggota DPR terhadap pelanggaran protokol kesehatan oleh Presiden Jokowi.

Anda mungkin juga menyukai