Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PRAKTIKUM FITOKIMIA

MEKANISME PEMBENTUKAN KRISTAL DARI SENYAWA SALICIN

Disusun Oleh:
Venny Safitriani (10060321177)
Hawa Agreeable (10060321179)
Rohmayati (10060321180)
Zaihan Nur Fitri (10060321181)
Shift/Kelompok : F/4
Nama Asisten : Zhafira Putri Andrini, S.Farm
Dosen Pengampu : Apt. Kiki Mulkiya Yuliawati.,
M.Si.

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT


B PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
1445 H/2023 M
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada kehadirat Allah SWT Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan
makalah ini dengan berjudul “Mekanisme Pembentukan Kristal dari Senyawa
Salicin” ini dapat tersusun dengan baik dan tepat waktu.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi nilai tugas pada mata
kuliah praktikum Fitokimia. Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan
agar menambah pengetahuan wawasan bagi penulis maupun para pembaca.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam
penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat maupun isi.
Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati, kami selaku penyusun menerima
segala kritik dan saran yang dapat membangun dari pembaca.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah yang kami susun
dapat menambah ilmu pengetahuan dan manfaat yang nyata bagi pembaca.

Bandung, 12 Desember 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I .............................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah. ............................................................................... 1
1.3. Tujuan masalah. ................................................................................... 1
BAB II. ............................................................................................................ 2
PEMBAHASAN. ............................................................................................. 2
2.1. Kristal .................................................................................................. 2
2.2. Proses Kristalisasi ............................................................................... 2
2.3. Salicin................................................................................................... 3
2.4. Mekanisme pembentukan kristal senyawa salicin ............................... 5
BAB III. ........................................................................................................... 9
PENUTUP........................................................................................................ 9
3.1. Kesimpulan. .............................................................................................. 9
3.2. Saran. ........................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA.. .................................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Telah kita ketahui bahwa materi teridri dari unsur, senyawa, dan campuran.
Campuran dapat dipisahkan melalui beberapa proses pemisahan campuran secara
fisika dimana didasarkan pada sifat fisikanya seperti titik didih dan titik beku.
Pemisahan campuran berdasarkan titik didih dapat dilakukan dengan cara destilasi
sedangkan pemisahan campuran berdasarkan titik beku dilakukan dengan proses
kristalisasi. Kristalisasi merupakan metode pemisahan campuran berupa larutan
menjadi padatan atau Kristal melalui proses pendinginan maupun pemanasan.
Oleh sebab itu, untuk lebih memahami mengenai pengertian kristalisasi,
prinsip dasar kristalisasi, mekanisme pembentukan kristalisasi pada senyawa
Salicin, maka disusunlah makalah ini.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang melatarbelakangi penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut.
1. Apa pengertian kristalisasi?
2. Apa saja prinsip dalam kristalisasi?
3. Bagaimana mekanisme proses kristalisasi pada senyawa salicin?
4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi proses terbentuknya kristal
dalam kristalisasi?

1.3. Tujuan masalah


Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui pengertian kristalisasi
2. Memahami prinsip dalam kristalisasi
3. Memahami mekanisme proses kristalisasi pada senyawa salicin
4. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi proses terbentuknya kristal
dalam kristalisasi

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Kristal

Kristal ialah suatu padatan yang atom, molekul, atau ion penyusunnya
dikemas secara teratur dan polanya berulang melebar secara tiga dimensi. Secara
umum, zat cair membentuk kristal ketika mengalami proses pemadatan. Pada
kondisi ideal, hasilnya bisa berupa kristal tunggal, yang semua atom-atom dalam
padatannya "terpasang" pada kisi atau struktur kristal yang sama tetapi umumnya
kebanyakan kristal terbentuk secara simultan sehingga menghasilkan padatan
polikristalin atau polimorf (Chairunnisa & Wardhana, 2016).
Kristalisasi merupakan peristiwa pembentukan partikel zat padat di dalam
suatu fase secara homogen. Kristalisasi dapat terjadi sebagai pembentukan
partikel padat di dalam uap, seperti dalam hal pembentukan salju; sebagai
pembekuan (solidification) di dalam lelehan cair sebagaimana dalam pembuatan
kristal tunggal yang besar; atau sebagai kristalisasi dari larutan cair (Jumari et al.,
2016).
Prinsip kristalisasi adalah senyawa padat akan mudah larut dalam pelarut
panas bila dibandingkan dengan pelarut yang lebih dingin. Jika suatu larutan
senyawa tersebut dijenuhkan dalam keadaan panas dan kemudian didinginkan,
senyawa terlarut akan berkurang kelarutannya dan membentuk endapan (Hart,
2003).
Rekristalisasi adalah Teknik pemurnian suatu zat padat dari campuran atau
pengotornya yang dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut
setelah dilarutkan dalam pelarut (solven) yang sesuai (Umam, 2019).
Rekristalisasi adalah pembentukan struktur butiran batu dalam bahan padat oleh
migrasi batas butir yang menghasilkan butir lebih besar ( Zhao, dkk., 2014).

2.2 Proses kristalisasi


Proses kristalisasi dapat dibagi menjadi tahap-tahap dasar diantaranya
(Jumari et al., 2016):
 Perpindahan zat dari larutan ke lapisan difusi.
 Difusi zat melewati lapisan difusi.
2
 Penggabungan partikel zat ke kristal.
 Pembuangan panas yang terjadi selama pertumbuhan kristal dari kristal
ke larutan induk.
Kristalisasi itu sendiri dibagi menjadi dua proses, yaitu nukleasi dan
pertumbuhan kristal. Nuklei stabil hanya pada saat mencapai ukuran kritis dan
ukuran tersebut sangat bergantung pada supersaturasi dan temperatur. Setiap fasa
padat memiliki perbedaan solubilitas, semakin banyak fasa yang stabil secara
termodinamika bergantung pada level supersaturasi dari pelarut. Menurut
Ostwald’s rule of stages, kristal yang utama adalah yang memiliki batasan energi
paling kecil (energi paling besar, metastabil) (Chairunnisa & Wardhana, 2016).
kristalisasi dapat dibagi menjadi 3 proses utam :
1. Kristalisasi dari larutan (solution): merupakan proses kristalisasi yang
umum dijumpai di bidang teknik kimia : pembuatan produk-produk kristal
senyawa anorganik maupun organic seperti urea, gula pasir, sodium
glutamat, asam sitrat, garam dapur, tawas, fero sulfat dll.
2. Kristalisasi dari lelehan (melt): dikembangkan khususnya untuk pembuatan
silicon single kristal yang selanjutnya dibuat silicon waver yang merupakan
bahan dasar pembutan Chip-chip Integrated Circuit (IC). Proses Prilling
ataupun granulasi sering dimasukkan dalam tipe kristalisasi ini.
3. Kristalisasi dari fasa uap: adalah proses sublimasi-desublimasi dimana suatu
senyawa dalam fasa uap disublimasikan membentuk kristal. Dalam industri
prosesnya bisa meliputi beberapa tahapan untuk mendapatkan produk kristal
yang murni. Contohnya pemisahan suatu senyawa dari campurannya
melalui tahapan proses (pemurnian anthracene, anthraquinon, camphor,
thymol) : Padat - cair - uap - padat kristalin. Fatimah, MR. (2008).

2.3. Salicin
Salicin berasal dari nama latin wil-low, salix. Salicin berupa bubuk putih
dengan rasa pahit yang dapat diperoleh dengan ektraksi air terutama kulit kayu
dan daun willow. Dengan nama lain : b-D-glucopyranoside; 2-
(hydroxymethyl)phenyl; 2-(hydroxymethyl)phenyl;2-(hydroxymethyl)phenyl-b-
Dglucopyranoside;salicine;

3
salicoside; salicyl alcohol glucoside; and saligenin-b-D-glucopyranoside
(Mahdi,2010).
Senyawa salicin memiliki manfaat, antara lain efek antipiretik, analgesik,
dan dapat digunakan untuk mengatasi infeksi kulit. Salicin juga dikenal sebagai
salicin, dan merupakan prekursor dari asam asetil asetat, yang merupakan bahan
aktif dalam obat aspirin. Beberapa contoh senyawa salicin antara lain ditemukan
dalam produk seperti salicin cream yang mangandung gentamisin, digunakan
untuk mengobati infeksi kulit.
β- D -Salicin adalah obat pro-antiinflamasi yang bila diberikan secara oral,
dimetabolisme menjadi bentuk aktif farmakologis, asam salisilat. Langkah
metabolisme ini terjadi di saluran pencernaan dan aliran darah yang melibatkan
hidrolisis glikon dan oksidasi karbon benzil. Demikian pula, asam asetilsalisilat
juga dihidrolisis menjadi asam salisilat dan asam asetat.

Gambar 1. Pembentukan β- D -Salicin (PubMed,2023)

Aspirin atau asam asetil salisilat atau asetosal adalah sejenis obat turunan
dari salisilat yang sering digunakan sebagai senyawa analgesik (antinyeri),
antipiretik (penurun panas), dan anti-inflamasi (antiperadangan) (Said, 2019)

4
Gambar 2. Strutur Aspirin (Said, 2019)

2.4. Mekanisme pembentukan kristal senyawa salicin


Menurut (Adamiak et al., 2021) dalam pembentukan salicin dengan
menggunakan bahan kolagen ikan dipasok oleh WellU sp.zoo (Gdynia, Polandia)
dan ekstrak kering kulit pohon willow yang mengandung 5% salisin oleh Greenvit
(Zambrow, Polandia). Untuk ekstraksi kolagen, kulit ikan mas perak digunakan
karena suhu denaturasinya yang relatif tinggi
Pada persiapan larutan kolagen dilarutkan dengan mengencerkan liofilisasi
dalam asam asetat 0,1 M pada konsentrasi 5 mg/mL, dan pada persiapan kulit
pohon willow tahap pertama yang dilakukannya ekstrak kulit pohon pillow kering
yang mengandung 5% ditimbang sebanyak 0,4974 g kemudian dimasukkan ke
dalam labu takar 10 mL, lalu ditambahkan air hingga 10 ml dicampur hingga larut
sempurna, lalu larutan kolagen dimasukkan kedalam larutan 25 ml dan
menambahkan1 mL larutan air kulit pillow yang disiapkan. Jumlah salicin yang
didapat 1,98 gram
kemudian secara prosesnya pembentukannya, film larutan kolagen dan
larutan campuran kolagen dimasukkan ke dalam plat plastik yang sesuai dengan
permukaan yang tepat lalu plat ditutup secara proporsional dengan larutan
kemudian sampel dibiarkan selama 6 hari pada suhu kamar, kemudian film
kolagen dikupas dan diperiksa.
Selain itu juga pada penelitian menurut (Parul dkk,2018) Bahan salicin
dibeli dari Sigma-Aldrich Inc. Identifikasi obat dilakukan dengan penentuan titik
leleh, spektrometri inframerah dan kalorimetri pemindaian diferensial.
Penentuan titik

5
leleh dilakukan dengan menggunakan metode tabung Thiele. Pengembangan
metode analisis dilakukan dengan menggunakan analisis spektroskopi ultraviolet.
Kalibrasi salisin dilakukan dalam pelarut yaitu etanol, air dan buffer fosfat pH 7,2.
Larutan stok standar 1000 ppm disiapkan dan selanjutnya larutan 10 ppm dibuat
darinya untuk menentukan λmaks. Setelah itu diperoleh kurva kalibrasi dengan
menggunakan rentang konsentrasi larutan. Kemudian penentuan parameter
validasi
– linearitas, studi presisi intrahari, studi presisi antar hari, ketahanan, ketangguhan
dilakukan sesuai dengan pedoman ICH.
Kompleks fosfolipid salisin dibuat dengan metode penguapan pelarut.
Secara singkat salisin dan phospolipon 90h dengan perbandingan molar masing-
masing 1:0,5, 1:1,75, 1:3 dimasukkan ke dalam labu alas bulat 100 ml dan
ditambahkan 30 ml etanol. Suhu reaksi dikontrol antara 40-60℃ untuk waktu
reaksi 1-3 jam. Larutan bening yang dihasilkan diuapkan hingga 2-3 ml dan
kelebihan bahan non- pelarut, n-heksana ditambahkan ke dalamnya sambil diaduk
terus menerus. Kompleks tersebut diendapkan, disaring dan dikeringkan dalam
kondisi vakum untuk menghilangkan sisa-sisa pelarut. Kompleks yang dihasilkan
disimpan dalam botol kaca berwarna kuning yang dibilas dengan nitrogen pada
suhu kamar. (Parul dkk,2018)
Kualitas kristal antara lain dapat ditentukan dari tiga parameter berikut
yaitu: distribusi ukuran kristal (Crystal Size Distribution, CSD), kemurnian kristal
(crystal purity) dan bentuk kristal (crystal habit/shape) (Umam, 2019).
Pembentukan kristal dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu laju pembentukan
inti dan laju pertumbuhan kristal. Laju pembentukan inti dinyatakan dengan
jumlah inti yang terbentuk dalam suatu waktu. Jika laju pembentukan inti kristal
tinggi, maka akan terbentuk banyak kristal. Tetapi, yang tidak menjadi kristal
akan terbentuk partikel koloid. Faktor lain yang mempengaruhi ukuran kristal
yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Jika laju pertumbuhan kristal
tinggi, maka kristal yang besar akan terbentuk. Laju pertumbuhan kristal juga
dipengaruhi derajat lewat jenuh (Riswiyanto, 2009).
Proses pembentukan kristal fasa padat ke padat dapat terjadi pada agregat
kristal dibawah pengaruh tekanan dan temperatur (deformasi) yang berubah

6
struktur kristalnya sedangkan susunan unsur kimia tetap (rekristalisasi). Fasa ini
hanya mengubah kristal yang sudah terbentuk sebelumnya karena terkena tekanan
dan temperatur yang berubah secara signifikan sehingga kristal tersebut akan
berubah bentuk dan unsur- unsur fisiknya. Namun, beberapa material kristalin
mungkin menunjukkan sifat-sifat elektrik khas, seperti efek feroelektrik atau efek
piezoelektrik. Kristal terjadi karena proses kondensasi gas menjadi zat padat
secara cepat tanpa melalui fasa cair (Hart, 2003).

Gambar 3. Mekanisme Reaksi Pembentukan Aspirin (Nisyak & Hisbiyah, 2019)

Mekanisme reaksi yang terjadi adalah anhidrida asetat menyerang H+ se


hingga terjadi protonasi. Kemudian anhidrida asetat mengalami resonansi dan
menyerang gugus fenol dari asam salisilat. H+ terlepas dari –OH dan berikatan
dengan atom O pada anhidrida asetat. Anhidrida asetat terputus menjadi asam
asetat dan asam asetil salisilat. (Fessenden, 1994).

7
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan

1. Kristal adalah suatu padatan berupa atom, molekul, atau ion. Penyusunnya
dikemas secara teratur dan polanya berulang melebar secara tiga dimensi.
zat cair membentuk kristal ketika mengalami proses pemadatan. Pada
kondisi ideal bisa berupa kristal tunggal, yang semua atom-atom dalam
padatannya "terpasang" pada kisi atau struktur kristal yang sama tetapi
umumnya kebanyakan kristal terbentuk secara simultan sehingga
menghasilkan padatan polikristalin atau polimorf
2. senyawa padat akan mudah larut di dalam pelarut panas bila dibandingkan
dengan pelarut yang lebih dingin. Jika suatu larutan senyawa tersebut
dijenuhkan dalam keadaan panas dan kemudian didinginkan, senyawa
terlarut akan berkurang kelarutannya dan membentuk endapan
3. Menurut Adamiak, pembentukan salicin dengan menggunakan bahan
Kolagen ikan, dan ekstrak kering kulit pohon willow yang mengandung 5%
salisin oleh Greenvit, secara prosesnya pembentukannya, menggunakan alat
plat plastik, kemudian sampel dibiarkan selama 6 hari pada suhu kamar.
sedangkan menurut Parul, Identifikasi obat dilakukan dengan penentuan
titik leleh, spektrometri inframerah dan kalorimetri pemindaian diferensial.
Penentuan titik leleh dilakukan dengan menggunakan metode tabung Thiele
4. Pembentukan kristal dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu laju pembentukan
inti dan laju pertumbuhan kristal. Laju pembentukan inti dinyatakan
terbentuknya dalam suatu waktu. Tetapi, jika ada yang tidak menjadi kristal
maka akan terbentuk menjadi partikel koloid. Laju pertumbuhan kristal juga
dipengaruhi derajat lewat jenuh.

3.2. Saran
Pembentukan kristalisasi terkait dengan senyawa Salicin masih perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut terkait bagaimana proses ini terjadi dan
bagaimana proses pengujian ini dilakukan, sehingga diharapkan dapat
dilakukan penelitian
8
lebih lanjut guna mendapatkan lebih banyak data yang lebih mutakhir dengan
kualitas data yang lebih baik lagi.

9
DAFTAR PUSTAKA
Adamiak, K., Lewandowska, K., & Sionkowska, A. (2021). The infuence of
salicin on rheological and film-forming properties of collagen. Molecules, 26(6),
1–12.
Chairunnisa, P. S., & Wardhana, Y. W. (2016). Karakterisasi Kristal Bahan Padat
Aktif Farmasi: Review. Farmaka, 14(1), 17–32.
Fatimah, MR. 2008. Kristalisasi. Poltekes Kemenkes. Jogyakarta.
Hart, H.,(2003). Kimia Organik Erlangga, Jakarta.
Jumari, A., Moertanto, G., & Nursigit, S. N. (2016). Kinetika Kristalisasi Larutan
Kalium Sulfat. Ekuilibrium, 3(1), 1–2.
Mahdi, J. G. (2010). Medicinal potential of willow: A chemical perspective of
aspirin discovery. Journal of Saudi Chemical Society, 14(3), 317–322.
Nisyak, K., & Hisbiyah, A., (2019), Percobaan V Sistematis Asam Asetilsalisilat,
Qiara Media, Pasuruan.
Parul A. Ittadwar, Shankar V. Bhojne dan Prashant K. Puranik. (2018). Jurnal
Penelitian KOMPLEKS FITOSOMAL NOVEL SALICIN:
PERKEMBANGAN DAN OPTIMASI MENGGUNAKAN DESAIN
KOMPOSIT TENGAH. Departemen Ilmu Farmasi, Universitas
Rashtrasant Tukadoji Maharaj Nagpur, Kampus Pendidikan Mahatma
Jyotiba Fuley, Nagpur – India.
Riswiyanto, (2009), Kimia Organik Edisi Kedua, Erlangga,Jakarta.
Said, et all. (2017). Sintesis Poliolester Melalui Reaksi Asetilasi Senyawa Poliol
Minyak Jagung. Jurnal Teknik Kimia,
Umam, F. U. (2019). Pemurnian Garam dengan Metode Rekristalisasi di Desa
Bunder Pamekasan untuk Mencapai SNI Garam Dapur. Jurnal Ilmiah
Pangabdhi, 5(1).

Anda mungkin juga menyukai