Oleh:
Pembimbing Akademik
Jurnal Reading
Oleh:
Pembimbing Akademik
Mengetahui,
1
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................ii
KATA PENGANTAR......................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Judul Jurnal....................................................................................1
B. Abstrak...........................................................................................1
C. Pendahuluan/Latar Belakang/Tujuan.............................................1
D. Metodologi.....................................................................................2
E. Hasil dan Pembahasan...................................................................3
F. Kesimpulan dan Saran...................................................................4
BAB IV PENUTUP.........................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................18
LAMPIRAN....................................................................................................20
2
BAB I
ISI JURNAL
A. Judul Jurnal
Efektifitas Pemberian ASI terhadap Penurunan Kadar Bilirubin
B. Abstrak Jurnal
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu kegawatan yang sering terjadi
pada bayi baru lahir. Sebanyak 25-50% terjadi hiperbilirubinemia pada bayi
cukup bulan dan 80% pada bayi dengan berat lahir rendah. Hiperbilirubinemia
merupakan diagnosa awal sebelum terjadi kernikterus. Hiperbilirubinemia
adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologi, Untuk
mengendalikan kadar bilirubin pada bayi baru lahir dapat dilakukan pemberian
ASI sedini mungkin. Pemberian ASI pada bayi dianjurkan 2-3 jam sekali atau
8-12 kali dalam sehari. Dengan Pemberian ASI yang lebih sering mencegah
Bayi mengalami dehidrasi dan kekurangan asupan kalori . Terlambatnya bayi
mendapatkan nutrisi (ASI) mengakibatkan bilirubin direk yang sudah mencapai
usus tidak terikat oleh makanan dan tidak dikeluarkan melalui anus bersama
makanan. Di dalam usus, bilirubin direk ini diubah menjadi bilirubin indirek
yang akan diserap kembali ke dalam darah dan kondisi tersebut akan
mengakibatkan menetapnya kondisi hiperbilirubin. Penelitian bertujuan
mengetahui efektifitas pemberian ASI (tiap 2 jam) terhadap penurunan kadar
bilirubin pada bayi hiperbilirubinemia di RSU X Wilayah Kabupaten Pati.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif komparatif dengan kuasi
eksperimen pre-test dan post-test with control group design. Populasi dalam
penelitian ini adalah bayi cukup bulan yang mengalami hiperbilirubinemia
pada masa rawat September sampai Desember 2017 sejumlah 122 bayi. Teknik
pengambilan sampel menggunakan Teknik purposive Random Sampling
dengan jumlah 92 responden, dengan 46 responden mendapatkan ASI tiap 2
jam dan sebagai kontrolnya adalah bayi hiperbilirubinemia yang diberikan ASI
tiap 3 jam. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang didapatkan dari
rekam medis pasien. Hasil dan kesimpulan dalam penelitian menunjukan
bahwa rata rata penurunan kadar bilirubin bayi yang diberikan ASI tiap 2 jam
adalah 7,17 mg/dl. Pada bayi yang diberikan ASI tiap 3 jam, rata rata
penurunan kadar bilirubin bayi adalah 7,01 mg/dl, Hal tersebut menunjukkan
Pemberian ASI tiap 2 jam efektif dalam menurunkan kadar bilirubin bayi
dengan hiperbilirubinemia dengan p value 0,000 ( α : 0,05).
3
C. Pendahuluan/Latar Belakang/Tujuan
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu kegawatan yang sering terjadi
pada bayi baru lahir. Sebanyak 25-50% terjadi hiperbilirubinemia pada bayi
cukup bulan dan 80% pada bayi dengan berat lahir rendah. Hiperbilirubinemia
merupakan diagnosa awal sebelum terjadi kernikterus. Hiperbilirubinemia
adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologi, Untuk
mengendalikan kadar bilirubin pada bayi baru lahir dapat dilakukan pemberian
ASI sedini mungkin. Pemberian ASI pada bayi dianjurkan 2-3 jam sekali atau
8-12 kali dalam sehari. Dengan Pemberian ASI yang lebih sering mencegah
Bayi mengalami dehidrasi dan kekurangan asupan kalori. Terlambatnya bayi
mendapatkan nutrisi (ASI) mengakibatkan bilirubin direk yang sudah mencapai
usus tidak terikat oleh makanan dan tidak dikeluarkan melalui anus bersama
makanan. Di dalam usus, bilirubin direk ini diubah menjadi bilirubin indirek
yang akan diserap kembali ke dalam darah dan kondisi tersebut akan
mengakibatkan menetapnya kondisi hiperbilirubin.
Bilirubin adalah hasil pemecahan sel darah merah. Hemoglobin (Hb) yang
berada didalam sel darah merah akan dipecah menjadi bilirubin. Satu gram Hb
akan menghasilkan 35 mg bilirubin. Bilirubin ini dinamakan bilirubin Indirek
yang larut dalam lemak dan akan diangkut ke hati terikat oleh albumin. Di
dalam hati bilirubin di konjugasi oleh enzim glukoronid transferase menjadi
bilirubin direk yang larut dalam air untuk kemudian disalurkan melalui saluran
empedu didalam dan diluar hati ke usus. Didalam usus bilirubin direk ini akan
terikat oleh makanan dan dikeluarkan sebagai sterkobilin bersama tinja.
Apabila tidak ada makanan didalam usus, bilirubin direk ini akan diubah oleh
enzim didalam usus yang juga terdapat didalam air susu ibu (ASI) yaitu beta
glukoronidase menjadi bilirubin indirek yang akan diserap kembali didalam
usus kedalam aliran darah. Bilirubin ini akan diikat oleh albumin dan kembali
kedalam hati [1]
4
bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah, hipoksia, dan hipoglikemi.
Kondisi Kernikterus secara klinis dapat berupa kelainan syaraf spastic yang
terjadi secara kronik. Kerusakan syaraf tersebut terjadi akibat pengendalian
yang kurang dalam menangani ikterus pada bayi baru lahir. Untuk
mengendalikan kadar bilirubin pada bayi baru lahir dapat dilakukan pemberian
ASI sedini mungkin. Bayi yang diberi minum lebih awal dengan efektif.
Pemberian kolostrum dapat mengurangi kejadian hiperbilirubin fisiologis.
Keefektifan ini meliputi frekuensi, durasi, serta tata cara pemberian ASI yang
benar. Pemberian ASI pada bayi dianjurkan 2-3 jam sekali atau 8-12 kali dalam
sehari untuk beberapa hari pertam. Pemberian ASI tersebut untuk
mengantisipasi menurunnya asupan kalori pada hari hari awal kehidupan bayi.
Dehidrasi pada bayi di awal kehidupan karena belum terpenuhinya kebutuhan
nutrisi (ASI) dapat menyebabkan dehidrasi dan dapat menyebabkan terjadinya
ikterus. Suplementasi dengan air atau dektrosa tidak akan mencegah dan
mengobati hiperbilirubin [2]
Menurut Sunar dkk (2009) ASI merupakan nutrisi terbaik bagi bayi karena
dalam ASI mengandung antibody, protein, karbohidrat, lemak, dan vitamin.
Sebagian bahan yang terkandung dalam ASI yaitu beta glukoronidase akan
memecah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam lemak sehingga bilirubin
indirek akan meningkat dan kemudian akan direabsorbsi oleh usus. Pemberian
ASI ini akan meningkatkan motilitas usus dan juga menyebabkan bakteri
introduksi ke usus. [3]
D. Metodologi
Penelitian bertujuan mengetahui efektifitas pemberian ASI (tiap 2 jam)
terhadap penurunan kadar bilirubin pada bayi hiperbilirubinemia di RSU X
Wilayah Kabupaten Pati. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
komparatif dengan kuasi eksperimen pre-test dan post-test with control group
5
design. Populasi dalam penelitian ini adalah bayi cukup bulan yang mengalami
hiperbilirubinemia pada masa rawat September sampai Desember 2017
sejumlah 122 bayi. Teknik pengambilan sampel menggunakan Teknik
purposive Random Sampling dengan jumlah 92 responden, dengan 46
responden mendapatkan ASI tiap 2 jam dan sebagai kontrolnya adalah bayi
hiperbilirubinemia yang diberikan ASI tiap 3 jam. Penelitian ini menggunakan
data sekunder yang didapatkan dari rekam medis pasien.
6
BAB II
TELAAH JURNAL
A. Judul Jurnal
Efektifitas Pemberian ASI terhadap Penurunan Kadar Bilirubin
B. Abstrak
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu kegawatan yang sering terjadi
pada bayi baru lahir. Sebanyak 25-50% terjadi hiperbilirubinemia pada bayi
cukup bulan dan 80% pada bayi dengan berat lahir rendah.
Hiperbilirubinemia merupakan diagnosa awal sebelum terjadi kernikterus.
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek
patologi, Untuk mengendalikan kadar bilirubin pada bayi baru lahir dapat
dilakukan pemberian ASI sedini mungkin. Pemberian ASI pada bayi
dianjurkan 2-3 jam sekali atau 8-12 kali dalam sehari. Dengan Pemberian ASI
yang lebih sering mencegah Bayi mengalami dehidrasi dan kekurangan
asupan kalori . Terlambatnya bayi mendapatkan nutrisi (ASI) mengakibatkan
bilirubin direk yang sudah mencapai usus tidak terikat oleh makanan dan
tidak dikeluarkan melalui anus bersama makanan. Di dalam usus, bilirubin
direk ini diubah menjadi bilirubin indirek yang akan diserap kembali ke
dalam darah dan kondisi tersebut akan mengakibatkan menetapnya kondisi
hiperbilirubin. Penelitian bertujuan mengetahui efektifitas pemberian ASI
(tiap 2 jam) terhadap penurunan kadar bilirubin pada bayi hiperbilirubinemia
di RSU X Wilayah Kabupaten Pati. Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif komparatif dengan kuasi eksperimen pre-test dan post-test with
control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah bayi cukup bulan
yang mengalami hiperbilirubinemia pada masa rawat September sampai
Desember 2017 sejumlah 122 bayi. Teknik pengambilan sampel
menggunakan Teknik purposive Random Sampling dengan jumlah 92
responden, dengan 46 responden mendapatkan ASI tiap 2 jam dan sebagai
kontrolnya adalah bayi hiperbilirubinemia yang diberikan ASI tiap 3 jam.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang didapatkan dari rekam medis
pasien. Hasil dan kesimpulan dalam penelitian menunjukan bahwa rata rata
penurunan kadar bilirubin bayi yang diberikan ASI tiap 2 jam adalah 7,17
mg/dl. Pada bayi yang diberikan ASI tiap 3 jam, rata rata penurunan kadar
bilirubin bayi adalah 7,01 mg/dl, Hal tersebut menunjukkan Pemberian ASI
tiap 2 jam efektif dalam menurunkan kadar bilirubin bayi dengan
hiperbilirubinemia dengan p value 0,000 ( α : 0,05).
7
C. Pendahuluan
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu kegawatan yang sering terjadi
pada bayi baru lahir. Sebanyak 25-50% terjadi hiperbilirubinemia pada bayi
cukup bulan dan 80% pada bayi dengan berat lahir rendah.
Hiperbilirubinemia merupakan diagnosa awal sebelum terjadi kernikterus.
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek
patologi, Untuk mengendalikan kadar bilirubin pada bayi baru lahir dapat
dilakukan pemberian ASI sedini mungkin. Pemberian ASI pada bayi
dianjurkan 2-3 jam sekali atau 8-12 kali dalam sehari. Dengan Pemberian ASI
yang lebih sering mencegah Bayi mengalami dehidrasi dan kekurangan
asupan kalori . Terlambatnya bayi mendapatkan nutrisi (ASI) mengakibatkan
bilirubin direk yang sudah mencapai usus tidak terikat oleh makanan dan
tidak dikeluarkan melalui anus bersama makanan. Di dalam usus, bilirubin
direk ini diubah menjadi bilirubin indirek yang akan diserap kembali ke
dalam darah dan kondisi tersebut akan mengakibatkan menetapnya kondisi
hiperbilirubin.
D. Metodologi
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif komparatif dengan kuasi
eksperimen pre-test dan post-test with control group design. Populasi dalam
penelitian ini adalah bayi cukup bulan yang mengalami hiperbilirubinemia
pada masa rawat September sampai Desember 2017 sejumlah 122 bayi.
Teknik pengambilan sampel menggunakan Teknik purposive Random
Sampling dengan jumlah 92 responden, dengan 46 responden mendapatkan
ASI tiap 2 jam dan sebagai kontrolnya adalah bayi hiperbilirubinemia yang
diberikan ASI tiap 3 jam. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang
didapatkan dari rekam medis pasien.
8
G. PICOT
Populasi Seluruh bayi usia 3-6 hari
H. RAMMbo
Representatif Ya
Alokasifair Ya
Maintenance Ya
fair
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
10
B. Etiologi
Etiologi peningkatan bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir
karena hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak
dan berumur lebih pendek. Fungsi hepar yang belum sempurna sehingga
penurunan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi. Kejadian ikterus atau
hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir disebabkan oleh disfungsi hati pada
bayi baru lahir sehingga organ hatipada bayi tidak dapat berfungsi maksimal
dalam melarutkan bilirubin ke dalam air yang selanjutkan disalurkan ke
empedu dan diekskresikanke dalam usus menjadi urobilinogen. Hal tersebut
meyebabkan kadar bilirubin meningkat dalam plasma sehingga terjadi ikterus
pada bayi baru lahir (Anggraini, 2016). Secara garis besar etiologi itu dapat
dibagi sebagai berikut :
a. Ikterus akibat air susu ibu (ASI) merupakan hiperbilirubinemia tidak
terkonjugasi yang mencapai puncaknya terlambat (biasanya menjelang
hari ke 5-6). Dapat dibedakan dari penyebab lain dengan reduksi kadar
bilirubin yang cepat bila disubstitusi dengan susu formula selama 1-2
hari. Hal ini untuk membedakan ikterus pada bayi yang disusui ASI
selama minggu pertama kehidupan. Sebagian bahan yang terkandung
dalam ASI (beta glucoronidase) akan memecah bilirubin menjadi
bentuk yang larut dalam lemak sehingga bilirubin indirek akan
meningkat dan kemudian akan diresorbsi oleh usus. Bayi yang
mendapat ASI bila dibandingkan dengan bayi yang mendapat susu
formula, mempunyai kadar bilirubin yang lebih tinggi berkaitan
dengan penurunan asupan pada beberapa hari pertama kehidupan.
Pengobatannya bukan dengan menghentikan pemberian ASI
melainkan dengan meningkatkan frekuensi pemberian (Sembiring Br
J,2019).
11
C. Patofisiologi
Sel-sel darah merah yang telah tua dan rusak akan dipecah menjadi
bilirubin, yang oleh hati akan dimetabolisme dan dibuang melalui feses.
Didalam usus juga terdapat banyak bakteri yang mampu mengubah bilirubin
sehingga mudah dikeluarkan oleh feses. Hal ini terjadi secara normal pada
orang dewasa. Pada bayi baru lahir, jumlah bakteri pemetabolisme bilirubin
ini masih belum mencukupi sehingga ditemukan bilirubin yang masih beredar
dalam tubuh tidak dibuang bersama feses. Begitu pula dalam usus bayi
terdapat enzim glukorinil transferase yang mampu mengubah bilirubin dan
menyerap kembali bilirubin kedalam darah sehingga makin memperparah
akumulasi bilirubin dalam badannya. Akibatnya pigmen tersebut akan
disimpan dibawah kulit, sehingga kulit bayi menjadi kuning. Biasanya dimulai
dari wajah, dada, tungkai dan kaki menjadi kuning.
Biasanya hiperbilirubinemia dan sakit kuning akan menghilang setelah
minggu pertama. Kadar bilirubin yang sangat tinggi biasanya disebabkan
pembentukan yang berlebihan atau gangguan pembuangan bilirubin. Kadang
pada bayi cukup umur yang diberi susu ASI, kadar bilirubin meningkat secara
progresif pada minggu pertama, keadaan ini disebut jaundice ASI.
Penyebabnya tidak diketahui dan hal ini tidak berbahaya, jika kadar bilirubin
sangat tinggi mungkin perlu dilakukan terapi yaitu terapi sinar dan transfusi
tukar. ( Widagdo, 2012 ).
D. Gejala Klinik
Ikterus ini memiliki tanda-tanda berikut :
1. Timbul pada hari ke dua dan ketiga setelah bayi lahir
2. Kadar biliburin Indirect tidak lebih dari 10 mg% pada neonatus cukup
bulan dan 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan
3. Kecepatan peningkatan kadar biliburin tidak lebih dari 5 mg% per hari
4. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
5. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis
6. Kadar bilirubin direct tidak lebih dari 1 mg%
12
E. Komplikasi
Kern ikterus adalah suatu kerusakan otak akibat adanya bilirubin indirect
pada otak.Kern ikterus ditandai dengan kadar bilirubin darah yang tinggi (>20
mg% pada bayi cukup bulan atau >18 mg% pada bayi berat lahir rendah)
disertai dengan gejala kerusakan otak berupa mata berputar,letargi,kejang,tak
mau mengisap,tonus otot meningkat ,leher kaku dan sianosis,serta dapat juga
diikuti dengan gangguan berbicara dan retardasi mental di kemudian hari
(Dewi,2012).
F. Tata Laksana
Ikterus yang berhubungan dengan pemberian ASI disebabkan oleh
peningkatan bilirubin indirek. Ada 2 jenis ikterus yang berhubungan dengan
pemberian ASI, yaitu: a. Jenis pertama: ikterus yang timbul dini (hari kedua
atau ketiga) dan disebabkan oleh asupan makanan yang kurang karena
produksi ASI masih kurang pada hari pertama. b. Jenis kedua: ikterus yang
timbul pada akhir minggu pertama, bersifatfamilial disebabkan oleh zat yang
ada di dalam ASI. Iketrus karena ASI pertama kali didiskripsikan pada tahun
1963. Karakteristik ikterus karena ASI adalah kadar bilirubin indirek yang
masih meningkat setelah 4-8 hari pertama, berlangsung lebih lama dari ikerus
fisiologis yaitu sampai 3-12 minggu dan tidak ada penyebab lainnya yang
dapat menyebabkan ikterus. Ikterus karena ASI berhubungan dengan
pemberian ASI dari seorang ibu tertentu dan biasanya akan timbul ikterus
pada setiap bayi yang disusukannya. Selain itu, ikterus karena ASI juga
bergantung kepada kemampuan bayi mengkonjugasi bilirubin indirek
(misalnya bayi prematur akan lebih besar kemungkinan terjadi ikterus). Untuk
mengurangi terjadinya ikterus dini perlu tindakan sebagai berikut :
a. Bayi Dalam Waktu 30 Menit Diletakkan Ke Dada Ibunya Selama 30-60
Menit
b. Posisi Dan Perlekatan Bayi Pada Payudara Harus Benar
c. Berikan kolostrum karena dapat membantu untuk membersihkan
mekonium dengan segera. Mekonium yang mengandung bilirubin
13
tinggi bila tidak segera dikeluarkan, bilirubinnya dapat diabsorbsi
kembali sehingga meningkatkan kadar bilirubin dalam darah.
d. Bayi Disusukan Sesuai Kemauannya Tetapi Paling Kurang 8 Kali
Sehari atau setiap 2 jam sekali.
e. Jangan Diberikan Air Putih, Air Gula Atau Apapun Lainnya Sebelum
Asi Keluar Karena Akan Mengurangi Asupan Susu.
f. Monitor Kecukupan Produksi Asi Dengan Melihat Buang Air Kecil
Bayi Paling Kurang 6-7 kali sehari dan buang air besar paling kurang 3-
4 kali sehari ( Widagdo, 2012 )
14
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
15
DAFTAR PUSTAKA
Ekslusif Oleh Ibu Menyusui yang Bekerja Sebagai Tenaga Kesehatan. Jurnal
Dasnur, D., & Sari, I. M. (2018). Hubungan frekuensi pemberian Asi Terhadap
Kejadian Ikterus Fisiologis Pada Bayi Baru Lahir Di Semen Padang Hospital
Marni, S., & R. (2012). Asuhan Neonatus Bayi, Balita & Anak Prasekolah.
Rana, R. (2018). Waktu pemberian asi dan kejadian ikterus neonatorum. Jurnal
16