Disusun Oleh:
Kelompok 2
IDRIS SAMARINDA
2024
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang, kami panjatkan Puji dan Syukur atas Kehadirat-Nya, karena berkat
Rahmat dan Hidayah-Nya lah tugas makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Sholawat dan salam kami limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah
membawa kita dari zaman gelap gulita menuju zaman yang terang benderang.
Terima kasih juga kami ucapkan pada dosen pengampu kami Ibu Sri Diah
Prihatiningsih JF, M.Pd beserta seluruh pihak yang telah membantu
menyelesaikan tugas ini.
Kami sangat menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat
banyak sekali kesalahan baik dari susunan kalimat maupun tata bahasanya, untuk
itu kritik dan saran yang baik dari pembaca sangat kami harapkan agar pembuatan
makalah ini bisa lebih baik kedepannya.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
C. Tujuan........................................................................................................... 2
A. Kesimpulan ................................................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 28
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
C. Tujuan
PEMBAHASAN
1
Ismail Thoib. (2009).Wacana Baru Pendidikan (Meretas Filsafat Pendidikan islam) Cet
Ke-3. Mataram : Alam Tara Institute.
2
Ismail Thoib. (2009).Wacana Baru Pendidikan (Meretas Filsafat Pendidikan islam) Cet
Ke-3. Mataram : Alam Tara Institute.
Kesenjangan ini menjadi salah satu faktor penyebab konflik antara
pendidikan dan masyarakat. Dari sinilah muncul krisis pendidikan dengan
tingkat intensitas yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Untuk mengetahui kesenjangan antara lembaga pendidikan dan
masyarakat terkait dengan peningkatan kebutuhan, dilakukanlah
pengukuran (assessment).3
b. Faktor Eksternal
1) Timbulnya sikap orang tua di beberapa lingkungan sekitar
sekolah yang kurang menyadari pentingnya pendidikan agama,
mengabaikan pentingnya pemantapan pendidikan agama di
sekolah yang berlanjut di rumah. Orang tua yang berperilaku
demikian disebabkan oleh dampak kebutuhan ekonomi yang
3
Ismail Thoib. (2009). Wacana Baru Pendidikan (Meretas Filsafat
Pendidikan islam) Cet Ke-3. Halaman 133-134. Mataram : Alam Tara Institute.
mendorong mereka bekerja selama 20 jam di luar rumah,
sehingga mereka sepenuhnya mengandalkan sekolah untuk
mendidik anak mereka selama 2 jam per minggu.
2) Keadaan sekitar sekolah yang dipengaruhi oleh godaan-godaan
dalam berbagai bentuk, seperti godaan perjudian, hiburan yang
merangsang nafsu (seperti film porno, permainan keterampilan
berhadiah, dan sebagainya). Keadaan semacam ini dapat
melemahkan konsentrasi berpikir dan moral yang baik, serta
mengurangi motivasi belajar, bahkan mengurangi kemampuan
bersaing untuk mencapai kemajuan.
3) Para ilmuwan telah mengusulkan gagasan baru untuk menemukan
solusi terhadap berbagai masalah dalam pembangunan dan
kehidupan remaja. Hal ini menyebabkan para pelajar dengan
mudah mengartikan terobosan sebagai cara untuk mencapai
tujuan tanpa memperhatikan prinsip etika, seperti mencontek,
membeli soal ujian dengan harga mahal, atau mencari nilai
dengan cara curang.
4) Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dari luar negeri
semakin mempengaruhi perasaan keagamaan dan memperlebar
kesenjangan antara nilai tradisional dengan nilai rasional
teknologis, yang menjadi sumber perubahan nilai yang belum
jelas arahnya dalam pemukiman yang baru.
c. Faktor Internal
Perangkat input instrumen yang kurang sesuai dengan tujuan
pendidikan menjadi sumber kerawanan karena :
1) Keterbatasan kompetensi guru dalam menjalankan peran
profesional dalam bidang pendidikan menyebabkan jabatan guru
hanya dianggap sebagai pekerjaan alternatif terakhir, tanpa fokus
pada tugas utama sebagai pendidik yang berkualitas dan tanpa
dedikasi sesuai standar pendidikan yang seharusnya.
2) Penempatan guru agama ke bagian administrasi, seperti
perpustakaan, atau pekerjaan non-guru yang tidak sesuai dengan
bidang keahlian mereka merupakan bentuk penyalahgunaan
manajemen penempatan yang berdampak pada ketidaklancaran
pelaksanaan pendidikan agama secara terprogram.
3) Pendekatan metodologi yang masih terpaku pada orientasi
tradisional oleh guru agama menyebabkan ketidakmampuan
mereka dalam menarik minat murid pada pelajaran agama.
4) Kurangnya rasa solidaritas antara guru agama dengan guru-guru
bidang studi umum mengakibatkan sikap memarginalkan guru
agama, yang berdampak pada pelaksanaan pendidikan agama
yang terhambat dan tidak terpadu.
5) Keterbatasan waktu persiapan guru agama dalam mengajar
disebabkan oleh kesibukan mereka dalam usaha non-guru untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi sehari-hari atau mengajar di
sekolah-sekolah swasta, dan sejenisnya.
6) Interaksi antara guru agama dengan murid hanya bersifat resmi,
tanpa adanya hubungan yang berlanjut dalam situasi informal di
luar kelas. Kewibawaan guru juga hanya terbatas di dalam ruang
kelas, tanpa memiliki pengaruh di luar kelas atau sekolah.
4
Zulkifli, Laila, Asep Supriyanto, dkk, “Kapita Selekta Pendidikan Islam”, (Padang: PT
Global Eksekutif Teknologi), hlm. 16
diterbitkan pada tanggal 24 Maret 1975 tentang Peningkatan Mutu
Madrasah. Dalam konteks madrasah SKB 3 M, pendidikan agama
Islam tetap menjadi mata pelajaran utama dengan porsi minimal 30%,
sementara mata pelajaran umum juga diberikan. Sebelum adanya SKB
3 M, kurikulum madrasah terdiri dari 70% pelajaran agama dan 30%
pelajaran umum.5
SKB 3 M bertujuan untuk meningkatkan kualitas madrasah
sehingga tingkat pendidikan umum di madrasah dapat mencapai
tingkat yang setara dengan sekolah umum yang sejajar, yaitu: (1)
Madrasah Ibtidaiyah (MI) untuk tingkat dasar, (2) Madrasah
Tsanawiyah (MTs) untuk tingkat SMP, (3) Madrasah Aliyah (MA)
untuk tingkat SMA.6
1. Ijazah madrasah memiliki nilai yang sama dengan nilai ijazah dari
sekolah umum yang setingkat;
2. Murid madrasah dapat pindah ke sekolah umum yang setingkat;
dan
3. Lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum yang
setingkat lebih tinggi.
Agar dapat mencapai tingkat yang setara dengan sekolah umum,
perlu dilakukan upaya peningkatan yang meliputi: (1) perbaikan
kurikulum; (2) penyediaan buku pelajaran, alat pembelajaran, dan
fasilitas pembelajaran secara umum; dan (3) peningkatan kualitas
pengajar/pendidik. Dengan upaya peningkatan tersebut, maka tingkat
5
Arjanto Dwi, (2017), Pekan Aksioma di Yogya, Menteri Lukman Sanjung Peran
Madrasah, vol 99, [online], tersedia https://nasional.tempo.co/read/897979/pekan-aksioma-di-
yogya-menterilukman-sanjung-peran-madrasah#UcF7HAG0UoRwdAoo.99 diakses pada
Minggu 25 February 2024
6
Muzayyin Arifin. (2011). Kapita Selekta Pendidikan Islam Cet. ke-5. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
pendidikan di madrasah akan sejajar dengan tingkat pendidikan di
sekolah umum.
7
Muh Idris and Sabil Mokodenseho, “Model Pendidikan Islam Progresif,” J-PAI: Jurnal
Pendidikan Agama Islam 7, no. 2 (2021): 72–86, https://doi.org/10.18860/jpai.v7i2.11682.
budaya masyarakat masing-masing, maka manusia ideal menurut citra
islam yang memiliki nilai universal tidak akan dapat mencerminkan
hakikat islam yang memiliki kualitas moral dan ideal yang berbeda-
beda pula. Padahal, cara hidup islami telah ditetapkan oleh ajaran Al-
Qur'an yang harus menjadi acuan dalam ilmu pendidikan islam.
Sebagai intinya, tujuan pendidikan Islam yang sejalan dengan
tuntutan Al-Qur'an adalah sikap totalitas dalam menyerahkan diri
kepada Allah Swt., yang kita ikrarkan dalam pelaksanaan shalat setiap
hari. Sebagaimana yang diterangkan dalam al quran yang berbunyi :
َ َ َ ْ ّ َ َّ َ َ َ َ َ ْ َ َ ُ ُ َ َ َ َّ
اَلين
ِ َلِل ر ِب الع
ِ ِ ِإن صَل ِتي ووس ِكي ومحياي ومما ِتي
Dalam klasifikasi sains dari para ahli pikir imuslim, tidak terdapat
diskriminasi antara ilmu keagamaan dan ilmu sekuler, semuanya
merupakan ilmu yang harus dipelajari oleh umat islam. Oleh karena
itu, kurikulum pendidikan islam harus mencerminkan berbagai jenis
ilmu pengetahuan yang diperlukan oleh manusia muslim untuk
mendukung peran sebagai wakil Tuhan di dunia.
8
Muzayyin Arifin. (2003). Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Karena itu, ilmu yang ilmiah harus didasarkan pada adanya teori-
teori. Oleh karena itu, teori-teori pendidikan Islam juga harus
memenuhi persyaratan yang sama. Sebagai berikut:
9
Muyazin Arifin. (2003). Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. hlm.24.
Model ini menggambarkan bagaimana manusia mengalami perubahan
yang mengarah pada kehilangan nilai-nilai Ilahi yang menjadi dasar
fitrahnya.
Dari berbagai jenis model pendidikan Islam di atas, terdapat berbagai
masalah yang muncul. Hal ini terlihat dari institusi Pendidikan Islam yang
ada baik di Indonesia maupun di luar negeri. Di Indonesia, institusi
pendidikan Islam telah diakui secara hukum melalui UU Pendidikan No.
20 tahun 2003. Setiap jenjang pendidikan Islam telah disamakan dengan
pendidikan umum, dengan memperhatikan kelebihan dan kekurangan yang
dimiliki oleh masing-masing lembaga.10
10
Yundi, Problematika, metode, dan model pendidikan Islam.[online]. Tersedia http://blog
konsultasi problematika, metode, dan model pendidikan Islam// diakses pada senin 26 February
2024
11
Muzayyin Arifin. (2003). Kapita selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
hlm.25
Artinya: Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit
dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang
benar, dan aku bukanlah termasuk oramg-orang musyirik.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kurang dan lebihnya mohon maaf, semoga apa yang penulis sajikan
bermanfaat.Amiin.
DAFTAR PUSTAKA
Jamaludin, H. & Abdullah Aly. (1999). Kapita Selekta Pendidikan Islam Cet. ke-2.
Arifin, Muyazin. (2003). Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Arifin,. Muyazin (2003). Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Zulkifli, Laila, Asep Supriyanto, dkk, “Kapita Selekta Pendidikan Islam”, (Padang: PT
Idris, Muh, and Sabil Mokodenseho. “Model Pendidikan Islam Progresif.” J-PAI:
https://doi.org/10.18860/jpai.v7i2.11682.