SKENARIO
Seorang laki-laki (Bpk A) berusia 70 tahun tinggal di satu wisma PSTW Melati. Hasil pemeriksaan Fisik
menunjukkan Bapak A tampak Lemas, bedrest, TD: 190/100 mmHg, pasca stroke 1 tahun yang lalu, ekstremitas
bawah kanan masih sulit untuk berjalan dan lemah, Bpk A mengggunakan alat bantu jika berjalan. Bapak A
mengatakan sering merasakan pusing saat turun dari tempat tidur. Bapak A juga mengalami masalah
persendiaan pada ekstremitas bawah kanan dan kiri, yaitu osteoarthritis, sehingga memperberat kondisi
ekstremitas bawah untuk berjalan..
Pertanyaan:
1. Apakah data focus pengkajian dari scenario diatas?
2. Berapakah skala risiko jatuh yang dialami oleh bapak A?
3. Apakah diagnose prioritas utama dari kasus diatas?
4. Apakah intervensi keperawatan untuk menyelesaikan diagnose keperawatan utama diatas?
5. Apakah indicator kriteria evaluasi atau nursing outcome diagnose keperawatan prioritas tersebut
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN RISIKO JATUH
I. PENDAHULUAN
Lanjut usia merupakan bagian dari proses kehidupan yang tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh
setiap manusia. Pada tahap ini manusia mengalami banyak perubahan baik secara biologis, psikososial,
maupun spiritual. Dimana terjadi kemunduran dalam berbagai fungsi organ tubuh dan kemampuan
yang pernah dimilikinya secara holistik. Hal ini berdampak pada tingginya prevalensi penyakit kronis
tidak menular yang dialami oleh lansia dan dapat mengancam kualitas hidup lansia (Stanley & Beare,
2007)
Masalah kronis tidak menular yang cenderung dialami lansia diantaranya adalah masalah atau
gangguan system kardiovaskuler, system musculoskeletal, system neurologi, system gastrointestinal.
Semua gangguan Sistem tubuh tersebut sangat berperan penting dalam meningkatkan risiko jatuh pada
lansia. Sistem kardiovaskuler dan neurologis berperan penting dalam meningkatkan keseimbangan,
system muskuloskletal memegang peranan utama dalam menopang gerak manusia. Beberapa penyakit
pada sistem Kardiovakuler yang sering dialami lansia adalah Hipertensi, Stroke, sedangkan penyakit
pada system muskuloskletal yang banyak terjadi pada lansia akibat dari proses penuaan dan dampak
kumulatif dari gaya hidup lansia ketika muda adalah Osteoartritis, rheumatoid Artritis, dan penyakit
peradangan sendi lainnya. Osteoartritis adalah penyakit sendi degeneratif akibat kerusakan pada
tulang rawan yang berfungsi sebagai bantalan yang disebabkan oleh proses penuaan, cedera,
kelemahan tulang atau penggunaan sendi yang terlalu berat. Gejala utama yang dialami adalah nyeri
pada persendian. Nyeri sendi yang dialami lansia terutama ketika beraktivitas dalam kegiatan sehari-
hari akan dapat menimbulkan risiko terjadinya jatuh. Jatuh dapat mengakibatkan perlukaan fisik,
gangguan berjalan maupun kecacatan.
II KOMPETENSI
A. Standard Kompetensi
Setelah diberikan bimbingan selama 2 X 60 menit, diharapkan mahasiswa mampu menerapkan asuhan
keperawatan pada lansia dengan risiko jatuh dengan baik
B. Kompetensi Dasar:
Setelah dilakukan bimbingan selama 2 x 60 menit, diharapkan mahasiswa dapat:
1. Melakukan pengkajian lansia dengan risiko jatuh
2. Merumuskan diagnose keperawatan prioritas
3. Menyusun perencanaan keperawatan lansia dengan risiko jatuh
4. Melakukan implementasi keperawatan lansia dengan risiko jatuh
5. Melakukan evaluasi keperawatan lansia dengan baik
Jatuh didefinisikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia sebagai perpindahan tubuh ke bawah, ke tanah, lantai
atau benda lain, atau tingkat yang lebih rendah secara tiba-tiba, tidak terkendali, tidak disengaja. Kelompok
Kerja Internasional untuk Pencegahan Jatuh pada Lanjut Usia menambahkan definisi jatuh, “selain sebagai
konsekuensi dari sebagai berikut: menahan pukulan keras, kehilangan kesadaran, kelumpuhan yang tiba-tiba,
seperti pada stroke, kejang epilepsi”. Nyaris jatuh adalah kehilangan keseimbangan secara tiba-tiba yang tidak
mengakibatkan jatuh atau cedera lainnya. Hal ini dapat mencakup orang yang tergelincir atau tersandung
tetapi mampu mendapatkan kembali kontrol sebelum jatuh.
Jatuh adalah masalah umum bagi lansia. Lebih dari satu per tiga dari populasi di dunia yang berumur 65 tahun
atau lebih atau sekitar 30 % lansia jatuh setiap tahunnya. Setelah usia 75 tahun, tingkat jatuh meningkat hingga
50% per tahun seiring dengan peningkatan cedera dan kematian. Jatuh pada lansia adalah salah satu penyebab
kecacatan dan kematian.2 Setelah jatuh pertama kali, risiko jatuh berulang dalam setahun adalah 66%. Insiden
jatuh lebih tinggi pada lansia di fasilitas perawatan jangka panjang.Tingkat jatuh untuk lansia di masyarakat
diperkirakan 20% - 40% per tahun. Tingkat jatuh ini dua kali lebih tinggi pada lansia yang tinggal dalam
perawatan jangka panjang, dengan tingkat yang lebih tinggi insiden untuk terjadinya komplikasi serius. Laki-
laki dilaporkan untuk jatuh lebih sering dan mengalami lebih banyak cedera daripada perempuan. Sebagian
besar jatuh di fasilitas perawatan jangka panjang terjadi di kamar atau kamar mandi penghuni, dengan 41%
selama transfer dan 36% saat berjalan. Mereka yang tinggal dalam fasilitas perawatan jangka panjang mungkin
memiliki lebih banyak faktor risiko jatuh daripada lansia sehat yang tinggal di masyarakat, seperti: lebih banyak
10 komorbiditas medis, kesulitan tidur, dan tingkat delirium yang lebih tinggi. Mengingat potensi serius
komplikasi jatuh, upaya tambahan harus dilakukan dibuat untuk mencegah jatuh di fasilitas perawatan jangka
panjang.
Risiko jatuh merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai berisiko mengalami kerusakan fisik
dan gangguan kesehatan akibat terjatuh. Diagnosis ini masuk dalam kategori lingkungan,
subkategori keamanan dan proteksi dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).
Faktor Risiko
Faktor risiko adalah kondisi atau situasi yang dapat meningkatkan kerentanan pasien mengalami masalah
Kesehatan.
Faktor risiko untuk masalah risiko jatuh adalah:
DAMPAK JATUH
Kebanyakan jatuh tidak mengakibatkan cedera fisik yang serius namun sekitar 10%-25% dapat menyebabkan
cedera serius. Risiko cedera dan kematian akibat jatuh meningkat seiring bertambahnya usia. Jatuh juga
merupakan penyebab paling umum lansia masuk rumah sakit terkait trauma. Alasan utama rawat inap setelah
jatuh termasuk cedera otak traumatis (TBI) dan cedera ortopedi seperti patah tulang pinggul, lengan bawah,
dan atas. Akibat dari jatuh ini dapat juga menyebabkan kecacatan dan meninggal dunia. Meskipun hanya
sebagian kecil jatuh mengakibatkan cedera fisik yang serius sering memiliki konsekuensi dampak sosial dan
psikologis yang serius.
Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis risiko jatuh adalah “tingkat
jatuh menurun”.
Luaran tingkat jatuh menurun menurun diberi kode L.14138 dalam SLKI.
Tingkat jatuh menurun berarti menurunnya derajat jatuh berdasarkan observasi atau sumber informasi.
Intervensi
Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa
intervensi dapat mengatasi penyebab. Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka
perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.
Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.
Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.
Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis risiko jatuh adalah:
1. Pencegahan jatuh
2. Manajemen keselamatan lingkungan
Pencegahan Jatuh
Pencegahan jatuh adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan menurunkan
risiko pasien terjatuh akibat perubahan kondisi fisik, atau psikologis.
Tindakan yang dilakukan pada intervensi pencegahan jatuh berdasarkan SIKI, antara lain:
Observasi
• Identifikasi faktor jatuh (mis: usia > 65 tahun, penurunan tingkat kesadaran, defisit kognitif, hipotensi
ortostatik, gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, neuropati)
• Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift atau sesuai dengan kebijakan institusi
• Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan risiko jatuh (mis: lantai licin, penerangan kurang)
• Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (mis: fall morse scale), jika perlu
• Monitor kemampuan berpindah dari tempat tidur ke kursi roda dan sebaliknya
Terapeutik
Edukasi
Intervensi manajemen keselamatan lingkungan dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).
Manajemen keselamatan lingkungan adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi
dan mengelola lingkungan fisik untuk meningkatkan keselamatan.
Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen keselamatan lingkungan berdasarkan SIKI, antara lain:
Observasi
• Identifikasi kebutuhan keselamatan (mis: kondisi fisik, fungsi kognitif, dan Riwayat perilaku)
• Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
Terapeutik
• Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan (mis: fisik, biologi, kimia), jika memungkinkan
• Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan risiko
• Sediakan alat bantu keamanan lingkungan (mis: commode chair dan pegangan tangan)
• Gunakan perangkat pelindung (mis: pengekangan fisik, rel samping, pintu terkunci, pagar)
• Hubungi pihak berwenang sesuai masalah komunitas (mis: puskesmas, polisi, damkar)
• Fasilitasi relokasi ke lingkungan yang aman
• Lakukan program skrining bahaya lingkungan (mis: timbal)
Edukasi
Tidak 0
1. Riwayat jatuh; apakah lansia pernah jatuh dalam 3 bulan terakhir?
Ya 25
Tidak 0
2. Diagnosa sekunder; apakah lansia memiliki lebih dari satu penyakit?
Ya 15
0
3. Alat bantu jalan;
- Bed rest/ dibantu perawat 15
- Kruk/ tongkat/ walker
- berpegangan pada benda-benda di sekitar (kursi, lemari, meja) 30
Tidak 0
4. Terapi Intravena; apakah saat ini lansia terpasang infus?
Ya 20
6. Status Mental 0
- Lansia menyadari kondisi dirinya sendiri
15
- Lansia mengalami keterbatasan daya ingat
Total Skala
Rentang nilai BBT : 0 – 20 : klien memiliki risiko jatuh tinggi dan perlu menggunakan alat bantu jalan berupa kursi
roda.
21 – 40: klien memiliki risiko jatuh sedang dan perlu menggunakan alat bantu jalan seperti
tongkat, kruk, dan walker.
41 – 56: klien memiliki risiko jatuh rendah dan tidak memerlukan alat bantu.
SKRINING RISIKO JATUH: TIME UP AND GO TEST
Time Up and Go Test (TUG) adalah sebuah pemeriksaan yang berguna untuk menilai
kemampuan mobilitas, berpindah tempat, berjalan dan merubah arah.
Pertama sebelum melakukan penilaian, siapkan sebuah kursi dengan sandaran, sebuah
stopwatch, dan meteran (untuk menandai 3 Meter), pasien sebaiknya menggunakan alas kaki
yang nyaman dan atau dapat menggunakan alat bantu berjalan jika dibutuhkan.
Referensi