Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PENDAHULUAN GERONTIK DENGAN PENYAKIT

GASTRITIS

Disusun Oleh :
GINA CAROLIN APRILIANI
5022031055

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS FALETEHAN
2022/2023

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Lansia dan Proses Menua

Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah seseorang

yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur

pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya.

Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang

disebut Aging Process atau proses penuaan. Seseorang dikatakan lansia ialah

apabila berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor tertentu tidak dapat

memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosial

(Nugroho, 2012).

Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan

tahapan-tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai

dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang

dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan

pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal

tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan

dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut

pada umumnya mengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang

pada akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga

secara umum akan berpengaruh pada activity of daily living (Fatimah, 2010).

B. Klasifikasi Lansia

Menurut Depkes RI (2013) klasifikasi lansia terdiri dari:

1. Pra lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun,


2. Lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih,

3. Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 60 tahun lebih dengan

masalah kesehatan,

4. Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan

dan kegiatan yang dapat mengahasilkan barang atau jasa,

5. Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,

sehingga hidupnya tergantung pada bantuan orang lain.

C. Batasan Lanjut Usia

Menurut World Health Organization (WHO), ada empat tahapan

lanjut usia yaitu:

a. Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun

b. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun

c. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun

Sedangkan menurut Koesoemanto Setyonegoro, lanjut usia

dikelompokkan sebagai berikut:

a. Usia dewasa muda (elderly adulthood) yaitu usia 18/20-25 tahun

b. Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas (usia 25-60/65 tahun)

c. Lanjut usia (geriatric age) yaitu usia lebih dari 65/70 tahun, terbagi:

1) Usia 70-75 tahun (young old)

2) Usia 75-80 tahun (old)

3) Usia lebih dari 80 tahun (very old)

D. Perubahan-perubahan pada Lansia


Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara

degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri

manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial

dan seksual (Azizah dan Lilik M, 2011).

1. Perubahan Fisik

a. Sistem Indra

Sistem pendengaran:Prebiakusis (gangguan pada pendengaran)

oleh karenahilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga

dalam, terutamaterhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara

yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia

diatas 60 tahun.

b. Sistem Integumen

Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering

dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis

danberbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea

dan glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit

dikenal dengan liver spot.

c. Sistem Muskuloskeletal

Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: Jaringan

penghubung (kolagendan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi.

Kolagen sebagai pendukungutama kulit, tendon, tulang, kartilago dan

jaringan pengikat mengalamiperubahan menjadi bentangan yang tidak

teratur.
1) Kartilago: jaringan kartilagopada persendian menjadi lunak dan

mengalami granulasi, sehingga permukaansendi menjadi rata.

Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi

yang terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya

kartilagopada persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan.

2) Tulang: berkurangnyakepadatan tulang setelah diamati adalah

bagian dari penuaan fisiologi, sehinggaakan mengakibatkan

osteoporosis dan lebih lanjut akan mengakibatkan nyeri,deformitas

dan fraktur.

3) Otot: perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi,

penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan

jaringanpenghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan

efek negatif.

4) Sendi: pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon,

ligamen dan fasiamengalami penuaan elastisitas.

d. Sistem kardiovaskuler

Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah

massa jantungbertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga

peregangan jantungberkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan

jaringan ikat. Perubahan inidisebabkan oleh penumpukan lipofusin,

klasifikasi SA Node dan jaringankonduksi berubah menjadi jaringan

ikat.

e. Sistem Respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru,

kapasitas total parutetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk

mengkompensasi kenaikanruang paru, udara yang mengalir ke paru

berkurang. Perubahan pada otot,kartilago dan sendi torak

mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan

peregangan toraks berkurang.

f. Pencernaan dan Metabolisme

Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti

penurunan produksisebagai kemunduran fungsi yang nyata karena

kehilangan gigi, indra pengecap menurun, rasa lapar menurun

(kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makin mengecil dan

menurunnya tempat penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah.

g. Sistem perkemihan

Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan.

Banyak fungsi yangmengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi,

ekskresi, dan reabsorpsi olehginjal.

h. Sistem saraf

Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi

yang progresifpada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan

koordinasi dankemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

i. Sistem reproduksi

Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan

menciutnya ovary dan uterusTerjadi atropi payudara. Pada lakilaki


testis masih dapat memproduksispermatozoa, meskipun adanya

penurunan secara berangsur-angsur.

2. Perubahan Kognitif:

(1) Daya Ingat (Memory); (2) IQ (Intellegent Quotient); (3) Kemampuan

Belajar (Learning); (4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension);

(5)Pemecahan Masalah (Problem Solving); (6) Pengambilan Keputusan

(Decision Making); (7)Kebijaksanaan (Wisdom); (8)Kinerja

(Performance); (9)Motivasi (Motivation)

3. Perubahan mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :

a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa

b. Kesehatan umum

c. Tingkat pendidikan

d. Keturunan (hereditas)

e. Lingkungan

f. Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.

g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.

h. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman

dan keluarga.

i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap

gambaran diri,perubahan konsep diri. Perubahan spiritual agama atau

kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia


semakinmatang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat

dalam berfikir danbertindak sehari-hari.

4. Perubahan Psikososial

a. Kesepian

Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal

terutama jikalansia mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita

penyakit fisik berat,gangguan mobilitas atau gangguan sensorik

terutama pendengaran.

b. Duka cita (Bereavement)

Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan

hewan kesayangandapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah

rapuh pada lansia. Hal tersebutdapat memicu terjadinya gangguan fisik

dan kesehatan.

c. Depresi

Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong,

lalu diikuti dengankeinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi

suatu episode depresi. Depresijuga dapat disebabkan karena stres

lingkungan dan menurunnya kemampuanadaptasi.

d. Gangguan cemas

Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas

umum,gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif

kompulsif, gangguan-gangguantersebut merupakan kelanjutan dari

dewasa muda dan berhubungandengan sekunder akibat penyakit


medis, depresi, efek samping obat, atau gejala penghentian

mendadak dari suatu obat.

e. Parafrenia

Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham

(curiga), lansiasering merasa tetangganya mencuri barang-barangnya

atau berniatmembunuhnya. Biasanya terjadi pada lansia yang

terisolasi/diisolasi ataumenarik diri dari kegiatan sosial.

f. Sindroma Diogenes

Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan

perilaku sangatmengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau karena

lansia bermain-main dengan feses dan urinnya, sering menumpuk

barang dengan tidak teratur.Walaupun telah dibersihkan, keadaan

tersebut dapat terulang kembali.

F. Definisi Gastritis

Gastritis adalah suatu peradangan atau pendarahan pada mukosa

lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi, dan ketidakteraturan

dalam pola makan, minsalnya telat makan, makan terlalu banyak, cepat,

makan makanan yang terlalu banyak bumbu dan pedas (Priyoto, 2015).

Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung. Sakit maag atau

gastritis adalah peradangan (pembengkakan ) dari mukosa lambung, yang bisa

disebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi. Seperti kita ketahui, lambung adalah

organ pencernaan dalam tubuh manusia yang berfungsi untuk menyimpan

makanan, mencerna, dan kemudian mengalirkanya ke usus kecil. Didalam


lambung terdapat enzim-enzim pencernaan, seperti pepesin, asam lambung,

dan mucus, untuk melindungi dinding lambung sendiri. Bila terjadi

ketidakseimbangan diantara faktor tersebut, minsalnya asam berlebih atau

mucus berkurang, dapat mengiritasi lambung sehinga terjadi proses

peradangan pada lambung (gastritis) (Priyoto, 2015).

G. Klasifikasi Gastritis

a. Gastritis akut

Gastritis akut adalah penyakit lambung yang terjadi karena terdapat

peradangan akut pada dinding lambung, terutama pada lapisan lendir

lambung dan pada umumnya dibagian rongga lambung dekat pylorus

(lubang antara lambung ke usus). Jenis gastritis ini dapat diklasifikasikan

menjadi bebarapa jenis sebagai berikut:

1) Gastritis Eksogenus

Gastritis eksogenus adalah penyakit radang lambung yang

pencetusnya berasal dari luar tubuh penderita. Jenis penyakit ini dapat

disebabkan oleh beberapa hal:

a) penyakit tersebut dapat disebabkan oleh bakteri atau virus yang

dapat menyebabkan terserang gastritis akut yaitu: staphylococcus.

Gejala yang dialami oleh penderita yaitu perasaan gelisah dan rasa

terbakar, mual, muntah, diare, dan panas.

b) penyakit gastritis eksogenus dapat disebabkan oleh bahan yang

bersifat racun atau bahan yang bersifat sebagai pegikis jaringan.

2) Gastritis Endogenus
Gastritis endogenus adalah penyakit peradangan lambung yang

pencetusnya berasal atau terbentuk didalam lambung. Penyakit

gastritis endogen ini dapat disebabkan oleh hal-hal berikut :

a) Bakteri atau racun

b) Alergik gastritis

c) Peradangan akut yang bernanah, penderita mengalami peradangan

akut akibat bakteri pyogenik (streptococcus,staphylococcus).

b. Gastritis kronis

Gastritis kronis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dalam

periode waktu lama disebabkan oleh stres dan pola makan yang kacau.

Sementara itu, penyakit gastritis kronis dapat disebabkan oleh infeksi

H.pylori, adanya tumor padalambung dan stres atau faktor kejiwaan

(Wahyu, 2011).

H. Etiologi Gastritis

a. Gastritis akut

Penyebab gastritis akut adalah mengosumsi makanan dan alkohol yang

mengiritasi dalam waktu yang lama. Obat-obatan, seperti aspirin dan obat

anti inflamasi nonsteroid lain (dalam dosis tinggi ), agens sitotosik, kafein,

kortikosteroid, anti metabolit, fenilbutazon, dan indometasin. Menelan

racun, khususnya dikloro-difeniltrikloroetana (DDT), ammnonia, merkuri,

karbon tetraklrorida, atau zat korosif. Endotoksik dilepaskan oleh bakteri

yang menginfeksi, seperti stafilokokus, Escherichia coli, dan salmonela

dan komplikasi penyakit akut (Kluwer, 2011, hal. 293).


b. Gastritis kronik

Gastritis kronik disebabkan oleh pemajanan berulang terhadap zat

iritan, seperti obat-obatan, alkohol, rokok, dan agens lingkungan. Anemia

pernisiosa, penyakit ginjal, atau diabetes militus dan infeksi helicobacter

pylori (penyebab gastritis nonerosif paling sering) (Kluwer, 2011).

I. Manifestasi Klinis Gastritis

Manifestasi klinis bervariasi mulai dari keluhan ringan hingga muncul

perdarahan saluran cerna bagian atas bahkan pada beberapa pasien tidak

menimbulkan gejala yang khas. Manifestasi gastritis akut dan kronik hampir

sama, seperti anoreksia, rasa penuh, nyeri epigastrum, mual dan muntah,

sendawa, hematemesis (Suratun dan Lusiabah, 2010). Tanda dan gejala

gastritis adalah :

1. Gastritis Akut

a. Nyeri epigastrum, hal ini terjadi karena adanya peradangan pada

mukosa lambung.

b. Mual, kembung, muntah, merupakan salah satu keluhan yang sering

muncul. Hal ini dikarenakan adanya regenerasi mukosa lambung yang

mengakibatkan mual hingga muntah.

c. Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematesis dan

melena, kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia pasca

perdarahan.

2. Gastritis Kronis
Pada pasien gastritis kronis umunya tidak mempunyai keluhan. Hanya

sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati, anoreksia, nause dan pada

pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan.

J. Patofisiologi Gastritis

Pemicu atau penyebab gastritis yaitu obat-obat yang mengandung

NSIAD, aspirin, sulfanomida steroid, dan digitalis yang dapat mengganggu

pembentukan sawar mukosa lambung sebagai perlindungan lambung dan

duodenum. Gastritis juga disebabkan oleh helikobakteri pilori (H. Phylori)

yang dapat tumbuh disaluran pencernaan manusia terutama dilambung

sehingga menimbulkan infeksi dengan cara menempel pada epitel lambung

dan kemudian menghancurkan lapisan mukosa sel lambung. Selain itu,

gastritis disebabkan oleh kandungan kafein yang dapat menurunkan produksi

bikoarbonat (HCO3-) sehingga menurunkan kemampuan protektif terhadap

asam dan menyebabkan difusi kembali asam lambung dan pepsin. Obat-

obatan dan helikobakteri pilori tadi juga dapat menurunkan barrier lambung

terhadap asam dan pepsin sehingga juga mengakibatkan difusi kembali asam

lambung dan pepsin.

Asam lambung dan pepsin yang mengalami difusi kembali

mengakibatkan inflamasi dan erosi mukosa lambung. Inflamasi atau

peradangan dapat mengakibatkan nyeri epigastrium sehingga muncul masalah

keperawatan nyeri akut. Nyeri epigastrum dapat menurunkan sensori untuk

makan kemudian terjadi anoreksia yang dapat membuat mual dan muntah

disisi lain pada saat terjadi erosi mukosa lambung dapat menurunkan tonus
dan peristaltik lambung sehingga mereflekkan isi duodenum ke lambung yang

akan mengakibatkan mual dan dorongan ekspulsi isi lambung ke mulut

sehingga menimbulkan muntah dan muncul masalah keperawatan defisit

nutrisi. Pada erosi mukosa lambung juga dapat menyebabkan rasa sakit pada

bagian perut yang dapat mengakibatkan rasa khawatir dengan kondisi yang

dihadapi dan tampak gelisah sehingga muncul masalah keperawatan ansietas.


K. Pemeriksaan Penunjang Gastritis

Bila pasien didiagnosis terkena gastritis, biasanya dilanjutkan dengan

pemeriksaan penunjang untuk mengetahui secara jelas penyebabnya.

a. Pemeriksaan darah: Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya anti body

H.Pylori dalam darah. Hasilt tes yang positif menunjukan bahwa pasien

pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya, tapi itu

tidak menunjukan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat

juga dilakukan untuk memeriksa anemia, yang terjadiakibat pendarahan

lambung akibat gastritis.

b. Pemeriksaan pernapasan: Tes ini dapat menetukan apakah pasien

terinfeksi oleh bahteri H.Pylori atau tidak

c. Pemeriksaan feses: Tes ini memeriksa apakah terdapat H.Pylori dalam

feses atau tidak. Tes hasil yang positif mengindikasikan terjadi infeksi

dengan. Dengan hasil pemeriksaan seperti berikut warna feses merah

kehitam- hitaman, bau sedukit amis, kosistensinya lembek tetapi ada juga

agak keras terdapat lendir. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya

darah dalam feses. Hal ini menunjukan adanya pendarahan pada lambung.

d. Endoskopi Saluran Cerna Bagian Atas: Dengan tes ini dapat terlihat

adanya ketidaknormalan pada saluran cerna bagian atas yang mungkin

tidak terlihat dari sinar X

e. Ronsen Saluran Cerna Bagian Atas: Tes ini akan melihat akan adanya

tanda-tanda gastritis atau penyakit pencernaan lainnya. Biasanya akan

diminta menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum dilakukan ronsen.


Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika

di ronsen.

L. Penatalaksanaan Gastritis

Terapi gastritis sangat bergantung pada penyebab spesifiknya mungkin

memerlukan perubahan dalam gaya hidup, pengobatan atau dalam kasus yang

jarang pembedahan untuk mengobatinya.

a. Jika penyebabnya adalah infeksi oleh H.pylori, maka diberikan Bismuth,

antibiotik (misalnya amoxcillin &Claritromycin) dan obat anti tukak

(misalnya omeprazole).

b. Penderita gastritis karena stres akut banyak mengalami perubahan

(penyakit berat, cidera atau pendarahan) berasil diatasi. Tetapi sekitar 25

% penderita gastritis karena stres akut mengalami pendarahan yang sering

berakhir fatal. Karena itu dilakukan pencegahan dengan memberikan

antalsit. (untuk menetralkan asam lambung) dan obat anti-ulkus yang kuat

(untuk mengurangi atau menghentikan pembentukan asam lambung).

Pendarahan hebat karena gastritis akibat stres akut bisa diatasi dengan

menutup sumber pendarahan dengan tindakan endoskopi. Jika pendarahan

masih berlanjut mungkin seluruh lambang lambung harus diangkat.

c. Penderita gastritis erosif koronis bisa diobati dengan antasida. Penderita

sebaiknya menghidari obat tertentu (misalnya aspirin atau obat anti

peradangan non – esteroit lainnya) dan makanan yang menyebabkan iritasi

lambung.
d. Untuk meringankan penyumbatan disaluran keluar lambung pada gastritis

eosinofilik, bisa diberikan kortikostroied atau dilakukan pembedahan

e. Penderita meiner bisa disembuhkan dengan mengangkat sebagian atau

seluruh lambung.

f. Gastritis sel plasma bisa diobati dengan obat anti kulkus yang

menghalangi pelepasan asam lambung.

g. Pengaturan diet yaitu pemberian makanan lunak dengan jumlah sedikit

tapi sering.

h. Makanan yang perlu dihindari adalah yang merangsang dan lemak seperti

sambal, bumbu dapur dan gorengan.

i. Kadisiplinan dalam pemenuhan jam-jam makan juga sangat membantu

pasien dengan gastritis.

M. Komplikasi Gastritis

Komplikasi penyakit gastritis antara lain : (Muttaqin & Sari, 2011)

1. Perdarahan saluran cerna bagian atas yang merupakan kedaruratan medis.

2. Ulkus peptikum, jika prosesnya hebat.

3. Gangguan cairan dan elektrolit pada kondisi muntah berat.

4. Anemia pernisiosa, keganasan lambung

N. Konsep Asuhan Keperawatan Lanjut Usia

1. Pengkajian

Tujuan :

1) Menentukan kemampuan klien untuk memelihara diri sendiri.

2) Melengkapi dasar – dasar rencana perawatan individu.


3) Membantu menghindarkan bentuk dan penandaan klien.

4) Memberi waktu kepada klien untuk menjawab.

Meliputi aspek :

a. Fisik

 Wawancara

 Pandangan lanjut usia tentang kesehatan.

 Kegiatan yang mampu di lakukan lanjut usia.

 Kebiasaan lanjut usia merawat diri sendiri.

 Kekuatan fisik lanjut usia : otot, sendi, penglihatan, dan pndengaran.

 Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur, BAB/BAK.

 Kebiasaan gerak badan / olahraga /senam lanjut usia.

 Perubahan-perubahan fungsi tubuh yang sangat bermakna dirasakan.

 Kebiasaan lanjut usia dalam memelihara kesehatan dan kebiasaan

dalam minum obat.

 Masalah-masalah seksual yang telah di rasakan.

 Pemeriksaan fisik

 Pemeriksanaan di lakukan dengan cara inspeksi, palpilasi, perkusi, dan

auskultasi untuk mengetahui perubahan sistem tubuh.

 Pendekatan yang di gunakan dalam pemeriksanaan fisik,yaitu :

1) Head to toe

2) Sistem tubuh

b. Psikologis
 Bagaimana sikapnya terhadap proses penuaan.

 Apakah dirinya merasa di butuhkan atau tidak.

 Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan.

 Bagaimana mengatasi stress yang di alami.

 Apakah mudah dalam menyesuaikan diri.

 Apakah lanjut usia sering mengalami kegagalan.

 Apakah harapan pada saat ini dan akan datang.

 Perlu di kaji juga mengenai fungsi kognitif: daya ingat, proses pikir,

alam perasaan, orientasi, dan kemampuan dalam penyelesaikan

masalah.

c. Sosial ekonomi

 Darimana sumber keuangan lanjut usia

 Apa saja kesibukan lanjut usia dalam mengisi waktu luang.

 Dengan siapa dia tinggal.

 Kegiatan organisasi apa yang di ikuti lanjut usia.

 Bagaimana pandangan lanjut usia terhadap lingkungannya.

 Berapa sering lanjut usia berhubungan dengan orang lain di luar

rumah.

 Siapa saja yang bisa mengunjungi.

 Seberapa besar ketergantungannya.

 Apakah dapat menyalurkan hoby atau keinginannya dengan fasilitas

yang ada.
d. Spiritual

 Apakah secara teratur malakukan ibadah sesuai dengan keyakinan

agamanya.

 Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan

keagamaan, misalnya pengajian dan penyantunan anak yatim atau

fakir miskin.

 Bagaimana cara lanjut usia menyelesaikan masalah apakah dengan

berdoa.

 Apakah lanjut usia terlihat tabah dan tawakal.

2. Pengkajian Dasar

1) Temperatur

Mungkin serendah 95° F(hipotermi) ±35°C. (Lebih teliti di periksa di

sublingual).

2) Pulse (denyut nadi)

Kecepatan, irama, volume (Apikal, radial, pedal).

3) Respirasi (pernapasan)

Kecepatan, irama, dan kedalaman. (Tidak teraturnya pernapasan).

4) Tekanan darah

Saat baring, duduk, berdiri. (Hipotensi akibat posisi tubuh).

5) Berat badan perlahan – lahan hilang pada tahun-tahun terakhir.

6) Tingkat orientasi.

7) Memori (ingatan).
8) Pola tidur.

9) Penyesuaian psikososial.

 Sistem persyarafan

1) Kesemetrisan raut wajah

2) Tingkat kesadaran adanya perubahan-perubahan dari otak (Tidak

semua orang mnjadi snile, dan ebanyakan mempunyai daya ingatan

menurun atau melemah

3) Mata : pergerakan, kejelasan melihat, adanya katarak

4) Pupil : kesamaan, dilatasi

5) Ketajaman penglihatan menurun karena menua :

 Jangan di tes depan jendela

 Pergunakan tangan atau gambar

 Cek kondisi mata

6) Sensory deprivation ( gangguan ssensorik)

7) Ketajaman pendengaran

8) Adanya rasa sakit atau nyeri.

 Apakah menggunakan alat bantu dengar

 Tinutis

 Serumen telinga bagian luar, jangan di bersihkan

 Sistem kardiovaskuler

1) Sirkulasi periper, warna, dan kehangatan

2) Auskultasi denyut nadi apikal


3) Periksa adanya pembengkakan veba jugularis

4) Pusing

5) Sakit

6) Edema

 Sistem Gastrointestinal

1) Status gizi

2) Pemasukan diet

3) Anoreksia, tidak di cerna, mual, dan muntah

4) Mengunyah dan menelan

5) Keadaan gigi, rahang dan rongga mulut

6) Auskultasi bising usus

7) Palpasi apakah perut kembung ada pelebaran kolon

8) Apakah ada konstipasi (sembelit), diare, dan inkontinensia alvi

 Sistem Genitourinarius

1) Warna dan bau urine

2) Distensi kandung kemih, inkontinensia (tidak dapat menahan untuk

BAK )

3) Frekwensi, tekanan, desakan

4) Pemasukan dan pengeluaran cairan

5) Disuria

6) Seksualitas

 Kurang minat untuk melaksanakan hubungan seks


 Adanya kecacatan sosial yang mengarah ke aktivitas seksual

 Sistem Kulit / Integumen

1) Kulit

 Temperatur, tingkat kelembaban

 Keutuhan luka, luka terbuka, robekan

 Perubahan pigmen

2) Adanya jaringan parut

3) Keadaan kuku

4) Keadaan rambut

5) Adanya gangguan-gangguan umum

 Sistem Muskuloskeletal

1) Kontraktur

 Atrofi otot

 Mengecilkan tendo

 Ketidakadekuatannya gerakan sendi

2) Tingkat mobilisasi

 Ambulasi dengan atau tanpa bantuan / peralatan

 Keterbatasan gerak

 Kekuatan otot

 Kemampuan melangkah atau berjalan

3) Gerakan sendi

4) Paralisis
5) Kifosis

 Psikososial

1) Menjauhkan tanda-tanda meningkatnya ketergantungan

2) Fokus-fokus pada diri bertambah

3) Memperlihatkan semakin sempitnya perhatian

4) Membutuhkan bukti nyata akan rasa kasih sayang yang berlebihan

3. Fokus Asuhan Keperawatan Lanjut Usia

1) Peningkatan kesehatan (health promotion)

2) Pencegahan penyakit (preventif)

3) Mengoptimalkan fungsi mental.

4) Mengatasi gangguan kesehatan yang umum.

4. Diagnosa Keperawatan Lanjut Usia

Beberapa masalah keperawatan yang umum ditemukan pada lansia

antara lain:

a. Fisik / Biologi

1) Gangguan nutrisi : kurang / berlebihan dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan pemasukan yang tidak adekuat.

2) Gangguan persepsi sensorik : pendengaran, penglihatan

sehubungan dengan hambatan penerimaan dan pengiriman

rangsangan.

3) Kurangnya perawatan diri sehubungan dengan penurunan minat

dalam merawat diri.


4) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kecemasan atau nyeri.

5) Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan penyempitan jalan

nafas atau adanya sekret pada jalan nafas.

b. Psikososial

1) Isolasi sosial berhubungan dengan perasaan curiga.

2) Menarik diri dari lingkungan berhubungan dengan perasaan tidak

mampu.

3) Depresi berhubungan dengan isolasi sosial.

4) Harga diri rendah berhubungan dengan perasaan ditolak.

5) Coping tidak adekuat berhubungan dengan ketidakmampuan

mengemukakan pendapat secara tepat.

6) Cemas berhubungan dengan sumber keuangan yang terbatas.

c. Spiritual

1) Reaksi berkabung / berduka berhubungan dengan ditinggal

pasangan.

2) Penolakan terhadap proses penuaan berhubungan dengan

ketidaksiapan menghadapi kematian.

3) Marah terhadap Tuhan berhubungan dengan kegagalan yang

dialami.

4) Perasaan tidak tenang berhubungan dengan ketidakmampuan

melakukan ibadah secara tepat

5. Perencanaan
Dalam perencanaan keperawatan, hal-hal yang perlu diperhatikan

meliputi:

a) Melibatkan klien dan keluarganya dalam perencanaan.

b) Bekerja sama dengan profesi kesehatan lainnya.

c) Tentukan prioritas :

1) Klien mungkin puas dengan situasi demikian.

2) Bangkitkan perubahan tetapi jangan memaksakan.

3) Keamanan atau rasa aman adalah utama yang merupakan

kebutuhan.

d) Cegah timbulnya masalah-masalah.

e) Sediakan klien cukup waktu untuk mendapat input atau pemasukan.

f) Tulis semua rencana dan jadwal

Sesuai dengan permasalahan yang dialami lansia disusun perencanaan

dengan tujuan agar lansia / keluarga dan tenaga kesehatan terutama

perawat baik yang melakukan perawatan di rumah maupun dipanti dapat

membantu lansia, sehingga dapat berfungsi seoptimal mungkin sesuai

dengan kemampuan dan kondisi fisik, psikologis dan sosial dengan tidak

tergantung pada orang lain.

Tujuan tindakan keperawatan pada lansia diarahkan untuk pemenuhan

kebutuhan dasar antara lain :

a) Pemenuhan kebutuhan nutrisi.

b) Meningkatnya keamanan dan keselamatan.

c) Memelihara kebersihan diri.


d) Memelihara keseimbangan istirahat / tidur.

e) Meningkatkan hubungan interpersonal melalui komunikasi yang

efektif.

6. Implementasi

Semua tindakan yang telah direncanakan dilaksanakan sesuai dengan

kebutuhan lansia. Hal-hal yang perlu diperhatikan:

a) Berbicara dengan lembut dan sopan.

b) Memberikan penjelasan dengan bahasa yang mudah dimengerti dan

dilakukan berulan kali, jika perlu dengan gambar.

c) Memberikan kesempatan pada lansia untuk bertanya.

7. Evaluasi

Setiap tindakan yang telah dilakukan perlu dievaluasi / dinilai baik

verbal maupun non verbal untuk mengetahui sejauh mana lansia atau

keluarga mampu melakukan apa yang telah dianjurkan.

O. Konsep Asuhan Keperawatan Gastritis

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan proses

sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk

mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Setiadi, 2012).

Data tersebut berasal dari pasien (data primer), keluarga (data sekunder),

dan catatan yang ada (data tersier). Pengkajian dilakukan dengan

pendekatan proses keperawatan melalui wawancara, observasi langsung,


dan melihat catatan medis. Adapun data yang diperlukan pada pasien

gastritis yaitu sebagai berikut :

1) Data Dasar (Identitas Klien)

Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku,

bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah

sakit, dan diagnosa medis. Data dasar pada pasien dengan gastritis

yaitu :

a) Umur

Lansia dengan beberapa kondisi kronis mempunyai resiko lebih

tinggi terkena gastritis.

b) Jenis kelamin: Perempuan mempunyai resiko lebih tinggi daripada

laki-laki untuk kejadian gastritis (Wahyu, dkk, 2015).

c) Alamat, agama, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, tanggal

pengkajian, diagnosa medis (Sukarmin, 2012).

2) Keluhan Utama

Keluhan utama ditulis secara singkat dan jelas. Keluhan utama

merupakan keluhan yang membuat klien meminta bantuan pelayanan

kesehatan, keluhan utama dalah alasan klien masuk rumah sakit. Pada

pasien gastritis, datang dengan keluhan mual muntah, nyeri

epigastrum. Munculnya keluhan diakibatkan iritasi mukosa lambung

dan menyebabkan keluhan-keluhan lain yang menyertai (Sukarmin,

2013).

3) Riwayat Penyakit Sekarang


Riwayat penyakit sekarang merupakan penjelasan dari

permulaan klien merasakan keluhan sampai dengan dibawa ke rumah

sakit. Pada gastritis, pasien mengeluh tidak dapat makan, mual dan

muntah. Terjadinya gejala mual-muntah sebelum makan dan sesudah

makan, setelah mencerna makanan pedas, obat-obatan tertentu atau

alkohol. Gejala yang berhubungan dengan ansietas, stress, alergi,

makan minum terlalu banyak atau makan terlalu cepat. Gejala yang

dirasakan berkurang atau hilang, terdapat muntah darah, terdapat nyeri

tekan pada abdomen (Margareth, 2012).

4) Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit dahulu merupakan penyakit yang diderita

klien yang berhubungan dengan penyakit saat ini atau penyakit yang

mungkin dapat dipengaruhi atau mempengaruhi penyakit yang diderita

klien saat ini. Pada beberapa keadaan apakah ada riwayat penyakit

lambung sebelumnya, pola makan tidak teratur atau pembedahan

lambung (Sukarmin, 2013).

5) Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat kesehatan keluarga dihubungkan dengan

kemungkinan adanya penyakit keturunan, kecenderungan, alergi

dalam satu keluarga, penyakit menular akibat kontak langsung maupun

tidak langsung. Pada pasien gastritis, dikaji adakah keluarga yang

mengalami gejala serupa, penyakit keluarga berkaitan erat dengan

penyakit yang diderita pasien. Apakah hal ini ada hubungannya


dengan kebiasaan keluarga dengan pola makan, misalnya minum-

minuman yang panas, bumbu penyedap terlalu banyak, perubahan pola

kesehatan berlebihan, penggunanaan obat-obatan, alkohol, dan rokok

(Sukarmin, 2013).

6) Riwayat Psikososial

Meliputi mekanisme koping yang digunakan klien untuk

mengatasi masalah dan bagaiamana motivasi kesembuhan dan cara

klien menerima keadaannya (Sukarmin, 2013).

7) Genogram

Genogram umunya dituliskan dalam tiga generasi sesuai

dengan kebutuhan.Bila klien adalah seorang nenek atau kakek, maka

dibuat dua generasi dibawah, bila klien adalah anak-anak maka dibuat

generasi keatas (Sukarmin, 2013).

8) Pola Kebiasaan Sehari-Hari

Menurut Gordon (2009), pola kebiasaan sehari-hari pada

pasien gastritis, yaitu :

a. Pola Nutrisi

Nafsu makan pada pasien gastritis cenderung menurun akibat

mual dan muntah, bisa juga karena terjadinya perdarahan saluran

cerna.

b. Pola Eliminasi
Pada pasien dengan gastritis didapatkan mengalami susah

BAB, distensi abdomen, diare, dan melena. Konstipasi juga dapat

terjadi (perubahan diet, dan penggunaan antasida).

c. Pola Istirahat dan Tidur

Pada pasien dengan gastritis, adanya keluhan tidak dapat

beristirahat, sering terbangun pada malam hari karena nyeri atau

regurtisasi makanan.

d. Pola Aktivitas/Latihan

Pada pasien gastritis biasanya mengalami penurunan kekuatan

otot ekstremitas, kelemahan karena asupan nutrisi yang tidak

adekuat meningkatkan resiko kebutuhan energi menurun.

e. Pola Kognisi-Perceptual

Pada pasien gastritis biasanya mengalami depresi dan intensitas

nyeri tergantung pada penyebabnya (pada gastritis akut dapat

menyebabkan rasa tidak nyaman pada epigastrik dan nyeri ulu

hati).

f. Pola Toleransi-Koping Stress

Pada pasien gastritis, biasanya mengalami stress berat baik

emosional maupun fisik, emosi labil.

g. Pola Persepsi Diri/Konsep Koping

Pada pasien gastritis, biasanya pasien mengalami kecemasan

dikarenakan nyeri, mual, dan muntah..

h. Pola Seksual Reproduktif


Pada pengumpulan data tentang seksual dan reproduksi

pemeriksaan payudara/testis sendiri tiap bulan dan masalah seksual

yang berhubungan dengan penyakit..

i. Pola Hubungan dan Peran

Pada pasien gastritis, biasanya tegang, gelisah, cemas, mudah

tersinggung, namun bila bisa menyesuaikan

tidak akan menjadi masalah dalam hubungannya dengan

anggota keluarga.

j. Pola Nilai dan Keyakinan

Yang perlu ditanyakan adalah pantangan dalam agama selama

sakit serta kebutuhan adanya rohaniawan dan lain-lain. Pada pasien

gastritis, tergantung pada kebiasaan, ajaran, dan aturan dari agama

yang dianutnya.

9) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan yang dilakukan mulai dari ujung rambut sampai

ujung kaki dengan menggunakan 4 teknik, yaitu inspeksi, palpasi,

perkusi, dan auskultasi. Menurut Doengoes (2014), data dasar

pengkajian pasien gastritis meliputi :

a. Keadaan Umum

1) Tanda-tanda vital

a) Tekanan darah mengalami hipotensi (termasuk postural)

b) Takikardia, disritmia (hipovolemia/hipoksemia),

kelemahan/nadi perifer lemah.


c) Pengisian kapiler lambat/perlahan (vasokonstriksi).

d) Pada respirasi tidak mengalami gangguan.

2) Kesadaran

Tingkat kesadaran dapat terganggu, rentak dari cenderung

tidur, disorientasi/bingung, sampai koma (tergantung pada volume

sirkulasi/oksigenasi)

b. Pemeriksaan Fisik Head to Toe

1) Kepala dan Muka

Wajah pucat dan sayu (kekurangan nutrisi), wajah berkerut

(Sukarmin, 2013).

2) Mata

Mata cekung (penurunan cairan tubuh), anemis (penurunan

oksigen ke jaringan), konjungtiva pucat dan kering (Sukarmin,

2013).

3) Mulut dan Faring

Mukosa bibir kering (penurunan cairan intrasel mukosa), bibir

pecah-pecah, lidah kotor, bau mulut tidak sedap (penurunan hidrasi

bibir dan personal hygiene) (Sukarmin, 2013).

4) Abdomen

a) Inspeksi : Keadaan kulit : warna, elastisitas, kering, lembab,

besar dan bentuk abdomen rata atau menonjol. Jika pasien

melipat lutut sampai dada sering merubah posisi, menandakan

pasien nyeri.
b) Auskultasi : Distensi bunyi usus sering hiperaktif selama

perdarahan, dan hipoaktif setelah perdarahan.

c) Perkusi: Pada penderita gastritis suara abdomen yang

ditemukan hypertimpani (bising usus meningkat).

d) Palpasi: Pada pasien gastritis dinding abdomen tegang.

Terdapat nyeri tekan pada regio epigastik (terjadi karena

distruksi asam lambung) (Doengoes, 2014).

5) Integumen

Warna kulit pucat, sianosis (tergantung pada jumlah

kehilangan darah), kelemahan kulit/membran mukosa berkeringan

(menunjukkan status syok, nyeri akut, respon psikologik)

(Doengoes, 2014).

10) Pemeriksaan penunjang

Menurut Priyanto (2009) yang ditemukan pada pasien gastritis,

yaitu:

1) Endoscopy

Endoscopy adalah salah satu prosedur pemeriksaan medis

untuk melihat kondisi saluran pencernaan dengan menggunakan

alat endoskop yang merupakan suatu alat yang berbentuk selang

elastis dengan lampu dan kamera optik di ujungnya. Kamera akan

menangkap setiap objek yang dituju dan ditampilkan di monitor.

Pada pasien dengan gastriti, pada pemeriksaan endoscopyakan


tampak erosi multi yang sebagian biasanya berdarah dan letaknya

tersebar.

2) Pemeriksaan Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi adalah pemeriksaan dari jaringan

tubuh manusia, dimana jaringan itu dilakukan pemeriksaan dan

pemotongan makroskopis, diproses sampai siap menjadi slideatau

preparat yang kemudian dilakukan pembacaan secara mikroskopis

untuk penentuan diagnosis. Pada pasien gastritis, akan tampak

kerusakan mukosa karena erosi tidak pernah melewati mukosa

muskularis.

3) Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium adalah suatu tindakan dan prosedur

pemeriksaan khusus dengan mengambil bahan atau sampel dari

pasien dalam bentuk darah, sputum (dahak), urine (air kencing),

kerokan kulit, dan cairan tubuh lainnya dengan tujuan untuk

membantu menegakkan diagnosis penyakit. Pada klien dengan

gastritis kronik, kadar serum vitamin B12 nilai normalnya 200-

1000 Pg/ml, kadar vitamin B12 yang rendah merupakan anemia

megalostatik. Darah lengkap, diperiksa kadar hemoglobin,

hematokrit, trombosit, leukosit, dan albumin.

4) Analisa Gaster

Untuk mengetahui tingkat sekresi HCl, biasanya sekresi HCl

menurun.
5) Gastrocopy

Untuk mengetahui permukaan mukosa (perubahan),

mengidentifikasi area perdarahan dan mengambil jaringan untuk

biopsi.

2. Diagnosa Keperawatan

1) Defisit nutrisi b.d. ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien d.d. berat

badan menurun, kram atau nyeri abdomen, nafsu makan menurun,

bising usus hiperaktif, dan membran mukosa pucat. (D.0019)

2) Nyeri akut b.d. inflamasi d.d. mengeluh nyeri, tampak meringis,

gelisah, frekuensi nadi meningkat, dan proses berpikir terganggu.

(D.0077)

3) Ansietas b.d. kurang terpapar informasi d.d. merasa khawatir dengan

akibat dari kondisi yang dihadapi, tampak gelisah, dan tampak tegang

(D.0080).

3. Rencana Tindakan Dan Rasional

1) Defisit nutrisi b.d. ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien d.d. berat

badan menurun, kram atau nyeri abdomen, nafsu makan menurun,

bising usus hiperaktif, dan membran mukosa pucat. (D.0019)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam

diharapkan pasien status nutrisi membaik dengan kriteria hasil porsi

makan yang dihabiskan meningkat, nyeri abdomen menurun, berat

badan membaik, frekuensi makan membaik, nafsu makan

memmbaik,bising usus membaik, dan membran mukosa membaik.


1. Manajemen Nutrisi (I. 03119)

 Observasi

 Identifikasi status nutrisi

 Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

 Identifikasi makanan yang disukai

 Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient

 Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik

 Monitor asupan makanan

 Monitor berat badan

 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

 Terapeutik

 Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu

 Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida

makanan)

 Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai

 Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi

 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

 Berikan suplemen makanan, jika perlu

 Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika

asupan oral dapat ditoleransi

 Edukasi
 Anjurkan posisi duduk, jika mampu

 Ajarkan diet yang diprogramkan

 Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis.

Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu

 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah

kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlU

2. Promosi Berat Badan

 Observasi

 Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang

 Monitor adanya mual dan muntah

 Monitor jumlah kalori yang dikomsumsi sehari-hari

 Monitor berat badan

 Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit serum

 Terapeutik

 Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan, jika

perlu

 Sediakan makan yang tepat sesuai kondisi pasien( mis.

Makanan dengan tekstur halus, makanan yang diblander,

makanan cair yang diberikan melalui NGT atau

Gastrostomi, total perenteral nutritition sesui indikasi)

 Hidangkan makan secara menarik


 Berikan suplemen, jika perlu

 Berikan pujian pada pasien atau keluarga untuk

peningkatan yang dicapai

 Edukasi

 Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namuntetap

terjangkau

 Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan

2) Nyeri akut b.d. inflamasi d.d. mengeluh nyeri, tampak meringis,

gelisah, frekuensi nadi meningkat, dan proses berpikir terganggu.

(D.0077)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam

diharapkan tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil keluhan nyeri

menurun, meringis menurun, gelisah menurun, frekuensi nadi

membaik, dan proses berpikir membaik.

1. Manajemen nyeri (I.08238)

 Observasi

 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,

intensitas nyeri

 Identifikasi skala nyeri

 Identifikasi respon nyeri non verbal

 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan

nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri

 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri

 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah

diberikan

 Monitor efek samping penggunaan analgetik

 Terapeutik

 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa

nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik,

biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi

terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)

 Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.

Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)

 Fasilitasi istirahat dan tidur

 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan

strategi meredakan nyeri

 Edukasi

 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

 Jelaskan strategi meredakan nyeri

 Anjurkan memonitor nyri secara mandiri

 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat


 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa

nyeri

 Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2. Pemberian Analgetik (I.08243)

 Observasi

 Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda,

kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)

 Identifikasi riwayat alergi obat

 Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika,

non-narkotika, atau NSAID) dengan tingkat keparahan

nyeri

 Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian

analgesik

 Monitor efektifitas analgesik

 Terapeutik

 Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai

analgesia optimal, jika perlu

 Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus

opioid untuk mempertahankan kadar dalam serum

 Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan

respon pasien
 Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek

yang tidak diinginkan

 Edukasi

 Jelaskan efek terapi dan efek samping obat

 Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai

indikasi

3) Ansietas b.d. kurang terpapar informasi d.d. merasa khawatir dengan

akibat dari kondisi yang dihadapi, tampak gelisah, dan tampak tegang

(D.0080).

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam

diharapkan tingkat ansietas menurun dengan kriteria hasil verbalisasi

khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun, perilaku gelisah

menurun, dan perilaku tegang menurun.

1. Reduksi Anxietas (I.09314)

 Observasi

 Identifikasi saat tingkat anxietas berubah (mis. Kondisi,

waktu, stressor)

 Identifikasi kemampuan mengambil keputusan

 Monitor tanda anxietas (verbal dan non verbal)

 Terapeutik
 Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan

kepercayaan

 Temani pasien untuk mengurangi kecemasan , jika

memungkinkan

 Pahami situasi yang membuat anxietas

 Dengarkan dengan penuh perhatian

 Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan

 Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan

 Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang

akan datang

 Edukasi

 Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami

 Informasikan secara factual mengenai diagnosis,

pengobatan, dan prognosis

 Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu

 Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai

kebutuhan

 Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi

 Latih kegiatan pengalihan, untuk mengurangi ketegangan

 Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat

 Latih teknik relaksasi

 Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat anti anxietas, jika perlu

2. Terapi Relaksasi

 Observasi

 Identifikasi penurunan tingkat energy, ketidakmampuan

berkonsentrasi, atau gejala lain yang menganggu

kemampuan kognitif

 Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan

 Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan teknik

sebelumnya

 Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan

suhu sebelum dan sesudah latihan

 Monitor respons terhadap terapi relaksasi

 Terapeutik

 Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan

pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika memungkinkan

 Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur

teknik relaksasi

 Gunakan pakaian longgar

 Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan

berirama

 Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan

analgetik atau tindakan medis lain, jika sesuai


 Edukasi

 Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis, relaksasi yang

tersedia (mis. music, meditasi, napas dalam, relaksasi otot

progresif)

 Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih

 Anjurkan mengambil psosisi nyaman

 Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi

 Anjurkan sering mengulang atau melatih teknik yang dipilih

 Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis. napas

dalam, peregangan atau imajinasi terbimbing)

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Defisit nutrisi b.d. ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien d.d. berat badan

menurun, kram atau nyeri abdomen, nafsu makan menurun, bising usus

hiperaktif, dan membran mukosa pucat. (D.0019)

2) Nyeri akut b.d. inflamasi d.d. mengeluh nyeri, tampak meringis, gelisah, frekuensi

nadi meningkat, dan proses berpikir terganggu. (D.0077)

3) Ansietas b.d. kurang terpapar informasi d.d. merasa khawatir dengan akibat dari

kondisi yang dihadapi, tampak gelisah, dan tampak tegang (D.0080)


DAFTAR PUSTAKA

Aminudin. 2009. Mengenal dan mengulangi penyakit Perut: Jakarta CV. Putra Setia.

Angkow, julia. 2014 . faktor –faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Gastritis

Diwilayah Kerja Puskesmas Bahu Kota Manando.

Aspiani, Reni Yudi. 2014. Buku ajar asuhan keperawatan gerontik, jilid 2. Trans

infamedia.

Black, Joycem. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC

Gustin 2011. Pola makan sehari-hari penderita gastritis.

Hidayat, Alimul aziz. 2009. Pengatar konsep dasar keperawatan. Jakarta: selemba

medika.

Misnadiarly, 2009. Mengenal Penyakit Organ Cerna. Jakarta: Penerbit Pustaka

Populer Obor.

Najib, Bustam. 2015. Manajemen Pegendalian Penyakit Tidak Menular . Jakarta : PT

Rineka cipta

Padmiarson. 2009. 15 Ramuan Penyembuh Maag. Jakarta: Bee Medika Indonesia

Purwanto Hadi 2016 Keperawatan Medical Bedah II

Priyoto. 2015. Perubahan Dalam Perilaku Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu

Wahyu, Andri. 2011. Maag dan Gangguan Pencernaan. Jakarta: PT Sunda

Kelapa Pustaka.

Widjadja. 2009: Tindakan pencegahan, Pengobatan secara Medis Maupun

Tradisional: Jakarta :Bee Media Indonesia.


Wolters, Kluwer. 2011. Kapita Selekta Penyakit. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai