Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KASUS

SCROFULODERMA
DISUSUN OLEH: SITI KHODIJAH S. ( 1102014252)
DOSEN PEMBIMBING: DR. DR. NENDEN LILIS SETIASIH, SP.KK, FINSDV, MM
IDENTITAS PASIEN

• Nama : Tn. N
• Usia : 25 Tahun
• Jenis Kelamin : Laki-Laki
• Pekerjaan : Buruh pabrik
• Pendidikan : SMP
• Agama : islam
• Alamat : Junjang, Arjawinangun
• Tanggal masuk rs : 06 Agustus 2020 pukul : 09.00
ANAMNESIS

A. Keluhan Utama : Luka bentuk oval yang tidak nyeri dan tidak panas pada daerah leher dan
dada kiri dekat ketiak yang sulit sembuh
B. Keluhan Tambahan : Demam, benjolan pada leher sebelah kiri
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :

Tn. N 25 tahun datang ke poli kulit di RSUD arjawinangun yang merupakan pasien konsul
penyakit dalam dengan keluhan terdapat luka tidak nyeri berbentuk oval yang sulit sembuh pada
leher sebelah kiri dan dada kiri dekat ketiak. 2 tahun SMRS pasien mengeluh terdapat benjolan
pada leher sebelah kiri bawah sebesar biji jagung yang tidak terasa nyeri .
Benjolan dirasakan semakin lama semakin membesar, 1 tahun SMRS benjolan mulai dirasakan
sebesar biji salak, terasa nyeri dan mulai bertambah di sekitar leher.
• Terdapat 3 benjolan yang dirasakan pasien yang letaknya berdekatan, 2 benjolan lain sebesar
biji jagung tidak terasa nyeri dan panas yang terdapat pada leher kiri bagian bawah dan dada
kiri dekat ketiak. 1 bulan kemudian ( 11 bulan SMRS) benjolan pecah dan mengeluarkan
cairan berwarna putih diikuti cairan bening, benjolan berubah menjadi luka “basah”. Keadaan
ini diikuti dengan bertambah besarnya 2 benjolan lain dan mulai terasa nyeri. 6 bulan
kemudian ( 5 bulan SMRS) luka basah itu mengering dan membentuk koreng berwarna
kekuningan, tidak terasa nyeri.
• 2 benjolan lain nya mulai menjadi luka basah setelah sebelumnya pecah sama seperti benjolan
yang pertama kali dirasakan. Terdapat adanya demam selama 2 tahun dengan demam naik-
turun yang tidak menghilang dengan obat warung. Pasien telah mencoba pengobatan , yaitu
meminum obat herbal untuk mengurangi keluhan sejak 2 tahun SMRS namun keluhan tidak
membaik hingga sekarang.
• Riwayat Penyakit Dahulu: Terdapat riwayat penurunan berat badan pada 6 bulan terakhir,
penurunan terjadi ± 7 kg. Tidak ada riwayat batuk lama dan batuk mengeluarkan darah dan
pasien menyangkal riwayat pencabutan gigi.
• Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak terdapat anggota keluarga yang mengalami batuk-batuk
lama dan mengeluarkan darah ataupun mengalami demam yang lama serta tidak kunjung
sembuh. Tidak terdapat riwayat keganasan (kanker) pada keluarga.
• Riwayat Pengobatan : Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat anti tuberkulosis (OAT)
• Riwayat Pribadi dan Sosial : Riwayat alergi : (–) Riwayat merokok : (+) Riwayat Alkohol :(+)
STATUS GENERALIS

• Keadaan Umum : Baik.


• Kesadaran : Compos mentis
• Keadaan Gizi. : kurus ( IMT =17.2 ) ( TB: 174 cm, BB: 52 kg)
Tanda Vital
• Tekanan darah. : 110/70 mmHg
• Nadi. : 110x/ menit, reguler, kuat angkat
• Pernafasan. : 26x/menit.
• Suhu. : 37.30C
• Kepala: Normocephali, distribusi rambut merah rata

• Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor ø ± 3mm.

• Hidung: Simetris, deviasi septum (-), sekret (-), darah (-).

• Telinga: Normotia, liang telinga lapang, sekret (-)

• Mulut: Bibir simetris, sianosis (-), lesi di sekitar bibir (-).

• Tenggorokan: Faring hiperemis (-), tonsil T1-T2 normal

• Leher: terdapat pembesaran KGB pada regio coli sinistra , tidak nyeri pada palpasi, teraba kenyal, ukuran
1x2cm.Terdapat krusta pada regio coli sinistra daerah KGB jugularis inferior dan supraklavikular.
Thorax :
• Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga (–)
• Palpasi : Fremitus vokal dan taktil simetris kanan dan kiri
• Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
• Auskultasi : Ronkhi basah (+/+) terutama di bagian paru kiri atas,wheezing (–/–)
Jantung
• Perkusi : Ictus cordis terlihat di ICS V Linea mid clavicularis sinistra
• Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V Linea mid clavicularis sinistra
• Perkusi : Batas jantung kanan di ICS III Linea parasternalis dextraBatas jantung kiri di
ICS V Linea mid sternalis sinistra
• Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, takikardia, murmur (+),gallop (–)
Abdomen
• Inspeksi : Abdomen datar

• Palpasi : Nyeri epigastrium (–), turgor baik, hepar dan lien tidakteraba

• Perkusi: Timpani pada ke empat kuadran abdomen

• Auskultasi : Bising usus (+/+) normal

Ekstremitas
• Superior : Tonus normal, akral hangat, edema (–), sianosis (–), turgor baik

• Imderior : Tonus normal, akral hangat, edema (–), sianosis (–), turgor baik

Genital
• Tidak dilakukan pemeriksaan
STATUS DERMATOLOGIKUS

• Lokasi : regio coli sinistra


• Efloresensi : 3 buah berwarna kekuningan disertai hiperpigmentasi di sekitarnya, batas tegas,
diameternya berkisar antara ± 2-3 cm.
• Lokasi : regio aksila anterior sinistra
• Efloresensi: ulkus bentuk tidak teratur, pinggir meninggi,dinding bergaung, bagian tengah
terdapat krusta berwarna kekuningan disertai jaringan granulasi pada dasarnya tertutup oleh
pus berwarna kekuningan, diameter ± 3cm, daerah sekitar ulkus tampak livide, tidak terasa
nyeri.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Test Mantoux: (+) 25mmx24mm


• Pemeriksaan bakteri tahan asam (BTA) I, II, dan III: (+++)
RESUME

• Laki-laki usia 25 tahun, dikonsulkan dari bagian penyakit dalam ke poli kulit dengan keluhan didapatkan
adanya luka yang sulit sembuh pada regio coli sinistra dan regio axila anterior sinistra. Keluhan diawali
dengan terdapatnya benjolan pada regio coli sinistra tidak terasa nyeri sejak 2 tahun SMRS. Benjolan
membesar dalam waktu 1 tahun , menjadi nyeri dan bertambah banyak. Terdapat 3 benjolan, 2 di regio coli
sinistra dan 1 pada regio axila anterior sinistra. Benjolan setelah bertambah besar pecah dengan sendirinya
dan mengeluarkan cairan berwarna putih diikuti cairan bening. Kemudian menjadi luka basah yang sulit
sembuh. Terapat demam selama 2 tahun dengan demam naik turun diikuti penurunan berat badan selama 6
bulan terakhir. Tidak didapatkan adanya riwayat keganasan pada keluarga .Pada pemeriksaan fisik
didapatkan kesan gizi underweight, terdapat pembesaran KGB pada regio coli sinistra , tidak nyeri pada
palpasi, ukuran 1x2cm dan terdapat krusta pada regio coli sinistra daerah KGB jugularis inferior dan
supraklavikular. Pada pemeriksaan BTA (+++) dan test mantoux dengan hasil 25mmx24mm.
DIAGNOSIS BANDING

• Scrofuloderma
• Hidradenitis supuratifa
• Limfogranuloma venerum
• Aktinomikosis
DIAGNOSIS KERJA

• Scrofuloderma
PENATALAKSANAAN

Non medikamentosa :
• Minum obat harus teratur dan harus tuntas, bila perlu diadakan orang sebagai pengawas minum
obat.
• Perbaikan ventilasi rumah
• Bila di sekitar ada gejala serupa segera ke kesehatan terdekat untuk pemeriksaan
• Medikamentosa :

Topikal: Kompres luka dengan Nacl

Sistemik: : 2RHZ/4RH2 bulan pertama Inh (H) 300 mg tab 1x2


Rifampisin (R) 450 mg kapsul 1x1 kapsul
Pirazinamid (Z) 500 mg tab 1x2 tab
PROGNOSIS

• Quo ad vitam: ad bonam


• Quo ad functionam: dubia ad bonam
• Quo ad sanationam: ad bonam.
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI

• Skrofuloderma atau yang dikenal sebagai Tuberculosis colliquativa cutis adalah tuberkulosis
subkutan yang mengarah pada pembentukan abses dingin dan kehancuran sekunder dari kulit di
atasnya (James, dkk. 2016). Hal ini terjadi akibat penjalaran langsung dari suatu organ bawah kulit
yang mengandung kuman TB dan meluas melalui dermis, contohnya limfadenitis TB, TB tulang
dan sendi, atau epididimitis TB (Sethi, 2012).
EPIDEMIOLOGI

• Bakteri Mycobacterium tuberculosis hanya sekitar 5-10% infeksi menunjukkan manifestasi klinis.
Bakteri ini memiliki distribusi di seluruh dunia, lebih umum di daerah dengan iklim dingin dan
lembab, tetapi juga dapat terjadi di daerah tropis. Kini skofuloderma paling sering terdapat pada
anak-anak dan imigran dewasa dari negara-negara berkembang. Konsumsi susu yang belum
dipasteurisasi dan mengandung Mycobacterium bovis adalah penyebab umum terjadinya
skrofuloderma di negara berkembang . Prevalensinya lebih tinggi pada anak, remaja, dan orang tua.
•  
ETIOLOGI

• Skrofuloderma diakibatkan kuman tb yang secara langsung menginvasi kulit (ekstensi dari suatu
fokus tuberkulosis ke jaringan luar sehingga menimbulkan kerusakan jaringan kulit dan luka
terbuka). Mycobacterium tuberkulosis merupakan penyebab utama dari skrofuloderma. Bakteri ini
adalah bakteri aerobik, non motil, tahan terhadap asam dan alkohol yang dibungkus oleh senyawa
lipid kompleks sehingga membuat bakteri ini resisten terhadap degradasi setelah fagositosit.
Mycobacterium scrofulaceum, Mycobacterium bovis, Mycobacterium avium, juga merupakan
etiologi lain dari skrofuloderma
PATOGENESIS

• Skrofuloderma timbul akibat penjalaran per kontinuitatum dari organ di bawah kulit yang telah diserang penyakit tuberkulosis, yang
tersering berasal dari kelenjar getah bening, juga dapat berasal dari sendi dan tulang. Oleh karena itu tempat predileksinya pada tempat-
tempat yang banyak didapati kelenjar getah bening superfisialis, yang tersering pada leher, kemudian disusul di ketiak dan yang terjarang
di lipatan paha.
• Porte d’entree skrofuloderma di daerah leher ialah pada tonsil atau paru. Jika di ketiak maka kemungkinan porte d’entree pada apeks
pleura, jika dilipat paha pada ekstremitas bawah. Kadang-kadang ketiga tempat predileksi tersebut diserang sekaligus, yakni pada leher,
ketiak dan lipat paha. Pada kejadian tersebut kemungkinan besar terjadi penyebaran secara hematogen.
• Kelenjar limfe yang terinfeksi tuberkulosis akan mengalami adenitis, kemudian periadenitis. Akibatnya satu kelenjar dengan kelenjar
lain yang bersamaan terinfeksi dapat bergabung menyebabkan perlengketan kelenjar tersebut dengan jaringan sekitarnya. Kelenjar-kelenjar
tersebut akan melunak membentuk abses, lalu membentuk fistula dan ulkus ke permukaan kulit secara per kontinuitatum. Sifat khas ulkus
berbentuk linier atau ireguler dengan terowongan dibawahnya, daerah sekitar berwarna merah kebiru-biruan, dasar jaringan yang
bergranulasi, dan teraba lunak. Dapat pula terbentuk jaringan parut menghubungkan daerah yang mengalami ulserasi atau bahkan kulit
normal. Kadang-kadang di atas sikatriks (jaringan parut) tersebut terdapat jembatan kulit (skin brigde).
MANIFESTASI KLINIS

• Skrofuloderma paling sering timbul di regio parotid, submandibula, dan supraklavicula, serta di
leher sebelah lateral. Hal ini diduga merupakan penjalaran dari kelenjar getah bening (KGB)
servikal, sedangkan lokasi lain yang cukup sering adalah aksila dan inguinal.
• Skrofuloderma diawali dengan limfadenitis tuberkulosis, setelah berbulan-bulan, liquifaksi dan
perforasi terjadi, membentuk ulkus dan sinus. Karakteristik ulkus yaitu bentuk memanjang, tidak
panas maupun nyeri tekan, serpiginosa, tidak teratur, dengan dasar yang cekung, sekitarnya
berwarna merah kebiru-biruan (livid), menggaung, lunak dengan dasar jaringan granulasi tertutup
pus seropurulen. Terdapat saluran-saluran sinusoid di bawah kulit.
• Saluran sinusoid yang terbentuk dapat berhubungan langsung dengan area infeksi organ dalam, atau
membentuk saluran menuju fokus primer infeksi terutama di leher, dinding dada, dan pelvis.
Kadang-kadang terbentuk cordlike scars atau jaringan parut. Jaringan parut ini menghubungkan
area ulseratif atau bahkan menarik kulit normal dengan proses penyembuhannya memakan waktu
yang lama.
DIAGNOSIS

Anamnesis
Pemeriksaan fisik
• Pembesaran kelenjar getah bening
• Abses dan multipel sinus
• Ulkus yang khas
• Jaringan parut
• Jembatan kulit (skin bridge)
PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Uji Kulit Tuberkulin


• Tes ini bergantung dari reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap tuberculoproteins, yang
diperantarai oleh sel limfosit yang tersensitisasi. Bahan tes tuberkulin juga dapat diperoleh dari
ekstrak protein yang mengandung basil tuberkel. Purified Protein Derivative (PPD) merupakan
campuran protein, karbohidrat dan lemak yang diperoleh dari presipitasi culture supernatant dari M.
tuberculosis yang sudah mengalami proses autolisis akibat pemanasan (Jawas, 2007)
• Sensitivitas terhadap tes ini mulai tampak dalam beberapa minggu sejak onset infeksi
M.tuberculosis, dan biasanya bertahan seumur hidup. Jika reaksi yang terjadi sangat kuat,
mengindikasikan telah terjadi tuberkulosis yang aktif (Barakbah, 2007).
Teknik tes kulit ini ada 2 (dua) jenis, yaitu :
• Tes Mantoux
• Tes Heaf

Pemeriksaan Basil Tahan Asam


• Pemeriksaan mikroskopik untuk menemukan basil tahan asam dilakukan pewarnaan spesimen kulit
dengan cara Ziehl-Neelsen. Pemeriksaan ini harus dilakukan jika pada anamnesis dan pemeriksaan
fisik mengarah diagnosis TB kutis. Hasil positif jika ditemukan 104 bakteri per milimeter.
• Histopatologi
• Pemeriksaan histopatologi sangat penting dalam diagnosis TB kutis. Pemeriksaan histopatologik
memiliki karakteristik granuloma dengan sel epitelioid, sel raksasa Langhan, dan limfosit.
Klasifikasi dan diagnosis varian TB kulit dibangun berdasarkan gambaran distribusi granuloma
pada dermis, nekrosis, dan perubahan spesifik epidermal (Andriani, 2014).
• Pemeriksaan histopatologi skrofuloderma ditemukan nekrosis pengkijuan dan berbentuk abses di
tengah lesi yang tidak spesifik. Pada tepi abses atau sinus memperlihatkan granuloma tuberkuloid
(Andriani, 2014).
Biakan Mycobacterium tuberculosis
• Pembiakan kuman Mycobacterium tuberculosis dapat menggunakan media Lowenstein-Jensen atau
menggunakan sistim BACTEC® radiometri 460. Mycobacterium tuberculosis akan tumbuh dalam
3-4 pekan dengan media tersebut (Andriani, 2014)
Fine Needle Aspiration Cytology (FNAC)
• Fine Needle Aspiration Cytology (FNAC) merupakan salah satu teknik diagnostik yang telah
diterima dengan baik dalam rangka penatalaksanaan penderita dengan pembesaran kelenjar limfe,
seperti halnya pada penderita skrofuloderma
Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)

• Untuk mendektetsi DNA


Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED)
• Pada tuberkulosis kutis LED meninggi, tetapi peninggian LED ini lebih penting untuk pengamatan
hasil pengobatan daripada untuk membantu penegakkan diagnosis. Peninggian LED berarti terjadi
kerusakan jaringan.
DIAGNOSIS BANDING

• Limfoma
• Actinomycosis
• Limfogranuloma venerum
• Hidradenitis supuratifa
TATALAKSANA

• Farmakologi

Prinsip penatalaksanaan skrofuloderma adalah sama seperti pengoobatan TB paru yaitu harus secara teratur,
menggunakan kombinasi dengan minimal 3 (tiga) macam obat anti-TB dan perbaikan keadaan umum (Barakbah,
2007).

OAT Kategori I
OAT kategori I diindikasikan pada penderita baru BTA positif, penderita baru dengan BTA negatif dengan kelainan
radiologis yang luas dan penderita TB ekstraparu berat misalnya TB ginjal, TB milier, meningitis TB, peritonitis
TB, perikarditis TB, efusi pleura bilateral, osteomielitis dan spondilitis. Regimen pengobatan terdiri dari
pemberian Isoniazid, rifamfisin, pirazinamid, dan etambutol (2HRZE/ 4H3R3).
• OAT kategori II
• OAT kategori II diindikasikan untuk kasus gagal, kambuh dan pengobatan setelah lalai. Regimen
OAT kategori II juga tersedia dalam bentuk KDT dan kombipak, terdiri dari isoniazid, rifamfisin,
pirazinamid, sterptomisin dan etambutol (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3) (Dinihari dan Siagian
2014).
NON FARMAKOLOGI

Pembedahan

• Pada kasus skrofuloderma dengan melakukan eksisi kelenjar getah bening akan tetapi perlu dilakukan
pemeriksaan yang teliti sebelumnnya untuk melihat adanya keganasan. Tindakan eksisi pada keganasan dapat
memperburuk penyakit.
EDUKASI

• Edukasi yang perlu disampaikan kepada pasien :


• Bahwa pengobatan penyakit ini dalam jangka waktu lama, dan kemungkinan efek samping dari
pengobatan. Jelaskan efek samping yang perlu dilakukan penatalaksanaan dan tidak.
• Pasien dianjurkan untuk minum obat secara teratur dan kontrol teratur setiapbulan jika obat habis
selama jangka waktu pengobatan guna mencegah terjaidnya resistensi.
• Menjaga hygene peroral.
• Memakai masker, memisahkan alat makan, edukasi untuk menggunakan sarung tangan apabila akan
melakukan kontak dengan luka.
PROGNOSIS

Penyembuhan spontan pada skrofuloderma dapat terjadi, namun ini terjadi secara amat lambat dan
dapat berlangsung selama bertahun-tahun sebelum lesi digantikan sepenuhnya oleh jaringan parut
(Sethi, 2012)
DAFTAR PUSTAKA

• Andriani PI. Pendekatan Klinis Infeksi Tuberkulosis pada Kulit. CDK 2014;41(8): 584-588
• James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew’s Disease of the Skin Clinical Dermatology. 12th ed.
Philadelphia: Elsevier; 2016. p.319-325
• .Ramos-e-Silva M, Ribeiro de Castro MC. Mycobacterial Infections. In: Bolognia JL, Jorizzo JL,
Schaffer JV, editors. Dermatology. 3rd ed. Philadelphia: Saunders; 2012:1228–35
• Sethi A. Tuberculosis and infections with atypical mycobacteria. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchress
BA, Paller AS, Lefel DJ, Wolff K, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine Volume 2. 8th
ed. New York: The McGraw-Hill Companies; 2012. p.2225-41
• Siregar S.R. saripati penyakit kulit. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2015.

Anda mungkin juga menyukai