Anda di halaman 1dari 13

Keuangan dan Perbankan Indonesia

Inisiasi Tuton Ke- 3


Mata Kuliah Tugas Akhir Program ESPA4500
Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi

Penulis: Faizal Amir, S.E, M.Si


E-mail: faizalbkl63@gmail.com
Penelaah: Dr. Etty Puji Lestari, S.E., M.Si
E-mail: ettypl@ecampus.ut.ac.id
PEMBAHASAN

1. Sejarah Perkembangan dan Kebijakan Perbankan


2. Perbankan Pada Periode Krisis 1997/1998
3. Deregulasi Perbankan
4. Perbankan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat
5. Keuangan Mikro
6. Otoritas Jasa Keuangan
7. Konsep Dasar Keuangan Negara
8. Kebijakan Anggaran
Sejarah Perkembangan dan Kebijakan Perbankan

• Pada akhir pemerintahan Orde Lama (tahun 1959-1965) dikeluarkannya kebijakan


yang berdampak terhadap kinerja perbankan sampai awal tahun 1960-an, yaitu
dikeluarkannya peraturan pemerintah dalam pengendalian moneter tanggal 24
Agustus 1959
1. Adanya kebijakan pemotongan nilai uang kertas atau sanering. Kebijakan ini
memotong uang Rp500,00 dan Rp1000,00 menjadi tinggal sepersepuluhnya (10
persennya).
2. Pembekuan simpanan di bank-bank sebesar 90 persen untuk jumlah simpanan di
atas Rp25.000,00.
3. Penghapusan sistem bukti ekspor menjadi pungutan ekspor dan pungutan impor.
Lanjutan
• Masa represi keuangan terjadi antara periode tahun 1966-1983, yakni pada saat
peralihan dari masa Orde Lama ke Orde Baru. Kebijakan represi keuangan
pemerintah Orde Baru meliputi program stabilisasi dan rehabilitasi, sedangkan
dalam jangka panjang diarahkan dalam bentuk program pembangunan

• Setelah periode tersebut mulailah terjadi perubahan sistem perbankan di antaranya


melalui pembentukan BRI unit desa dan kredit program (subsidized credit)
• Dalam penyaluran kredit program Bimbingan Massal (BIMAS), BRI menjadi bank
pelaksana yang ditunjuk oleh pemerintah. Salah satu tugas dari bank pelaksana
program ini adalah menyediakan kebutuhan dana bagi pembiayaan sarana
produksi seperti bibit, pupuk, dan pestisida
Perbankan Pada Periode Krisis 1997/1998

• Krisis perekonomian Indonesia yang mencapai puncaknya pada tahun 1997-1998


itu, telah melahirkan perdebatan publik, khususnya mengenai pilihan kebijakan
(policy response) yang diambil Pemerintah pada waktu itu
• Penyaluran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) merupakan pilihan kebijakan
yang paling banyak disorot karena menyangkut aliran dana yang sangat besar dan
sangat berpengaruh bagi pengelolaan keuangan negara pasca krisis
• Kredit macet yang terjadi pada tahun 1997 mencapai 7,7 persen atau sebesar
Rp.10,2 triliun
• Mengingat kondisi perbankan saat itu yang kurang kondusif, maka pemerintah
melakukan penjaminan terselubung (implicit guarantee) dari Bank Sentral agar
bank yang tidak sehat tetap dipertahankan dengan alasan mencegah kegagalan
sistemik perbankan
Deregulasi Perbankan
• Pada periode sebelum krisis yakni tahun 1983 sampai 1997 terdapat beberapa
kebijakan perbankan yang berpengaruh luas terhadap perekonomian
• Paket Kebijakan Juni 1983 (Pakjun’83) dan yang kedua adalah Paket Kebijakan
Oktober 1988 (Pakto’88)

Paket kebijakan yang kedua (Pakto’88)


dilakukan untuk: pertama meningkatkan
Paket
Paket Kebijakan Juni 1983 ditujukan untuk Paketpengerahan dana masyarakat,
mendorong ekspor non-migas sebagai kedua memperluas jangkauan layanan bagi
kebijakan
antisipasi atas merosotnya penerimaan kebijakan
masyarakat terutama pelaku ekspor,
devisa dari minyak ketiga mendorong tercapainya efisiensi dan
pertama keduaprofesionalisme dalam pengelolaan bank
dengan kompetisi yang sehat
Perbankan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

Salah satu upaya tersebut misalnya memberikan akses dalam


mendapatkan fasilitas finansial, seperti kredit mikro dari sektor
perbankan

Sejauh ini alokasi kredit yang diberikan kepada bank-bank lebih


banyak masuk ke sektor modern, yang secara relatif hanya
sebagian kecil masyarakat menggelutinya

Masalah kekurangan kapital (investasi) yang dihadapi Indonesia


dipecahkan dengan pola investasi yang padat tenaga kerja
Keuangan Mikro

• Menurut Krisnamurti (2013), keuangan mikro dapat menjadi faktor kritikal dalam
usaha penanggulangan kemiskinan yang efektif
• Peningkatan akses dan pengadaan sarana penyimpanan, pembiayaan dan
asuransi yang efisien dapat membangun keberdayaan kelompok miskin dan
peluang mereka untuk ke luar dari kemiskinan, melalui:
1. tingkat konsumsi yang lebih pasti dan tidak befluktuasi,
2. mengelola resiko dengan lebih baik,
3. secara bertahap memiliki kesempatan untuk membangun aset,
4. mengembangkan kegiatan usaha mikronya,
5. menguatkan kapasitas perolehan pendapatannya, dan
6. dapat merasakan tingkat hidup yang lebih baik.
Otoritas Jasa Keuangan

• Otoritas Jasa Keuangan atau OJK dibentuk pada tahun 2011


berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan
• Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa OJK adalah
lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak
lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan
• OJK pada dasarnya didirikan untuk menggantikan tugas dan
fungsi dari Bapepam - LK terkait dengan perannya dalam
pengaturan dan pengawasan pasar modal dan lembaga
keuangan, serta menggantikan peranan Bank Indonesia
mengatur dan mengawasi operasional perbankan di Indonesia
Konsep Dasar Keuangan Negara

• APBN sering diartikan sebagai daftar terinci mengenai penerimaan dan


pengeluaran suatu negara selama periode satu tahun
• Untuk membiayai pencapaian tujuan nasional, pemerintah yang memperoleh
amanat dari rakyat, menggali sumber-sumber penerimaan seperti halnya pajak,
penggalian sumber daya alam, dan laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
• Dipandu adanya tujuan nasional, pemerintah menentukan macam-macam
pengeluaran (belanja) negara seperti gaji pegawai, subsidi (pendidikan, kesehatan,
dan BBM), membiayai program pembangunan, belanja daerah, termasuk untuk
membayar utang dalam dan luar negeri
Postur Anggaran APBN 2018
Kebijakan Anggaran

• Guna memastikan bahwa alokasi APBN disesuaikan dengan tujuan-tujuan tersebut,


diperlukan kebijakan anggaran
• Tidak benar bahwa APBN dan kebijakan anggaran diatur untuk memenuhi target
dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi
• Pertumbuhan ekonomi dapat saja tinggi, seperti halnya pada era Orde Baru, namun
hal itu dihasilkan dari kebijakan anggaran yang tidak ditujukan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat banyak, melainkan hanya untuk kepentingan segelintir elit
pemerintah
• Mubyarto (2005) menyarankan agar dalam perencanaan APBN pemerintah tidak
berlaku “lebih besar pasak daripada tiang”. Artinya, sedapat mungkin dihindari
pengeluaran yang lebih besar dibanding penerimaan negara, atau yang disebut
sebagai kebijakan anggaran defisit, apalagi jika pemerintah belum mampu
mengelola anggaran secara efektif dan efisien
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai