Anda di halaman 1dari 28

OZAENA

Pembimbing: dr. Puji Kurniawan, Sp.THT-KL

Disusun Oleh:
Dita Titis Parameswari 20710030
Dewa Aditya Pratama Nugraha 20710155
Tika Riski Putri Setyowati 20710198

LAB/KSM ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG DAN


TENGGOROK, BEDAH KEPALA LEHER UWKS/RSUD
SIDOARJO

SURABAYA
Pendahuluan
Rinitis atrofi adalah infeksi hidung kronik, yang
ditandai adanya atrofi progresif pada mukosa dan
tulang konka dan pembentukan krusta. Disebut
juga rinitis chronica atrophicanscum foetida.
Secara klinis, mukosa hidung menghasilkan sekret
yang kental dan cepat mengering, sehingga
terbentuk krusta yang berbau busuk.
Beberapa ahli mengatakan akibat infeksi bakteri
Klebsiella ozaenae dan Bacillus foetidus. Faktor
lain yang diduga sebagai penyebab yaitu adanya
defisiensi nutrisi (vitamin A dan zat besi), endokrin
(estrogen) dan herediter
Anatomi Hidung

Hidung merupakan organ berbentuk


piramid yang bagian luarnya terdiri
atas :

pangkal hidung (bridge)

batang hidung (dorsum)

puncak hidung (tip)

ala nasi

kolumela

lubang hidung (nares anterior).


Anatomi Hidung
Kerangka tulang rawan terdiri dari:terdiri dari beberapa
Kerangka tulang terdiri dari: pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung,

a. Os. Nasal yaitu :

b. Processus frontalis os. Maxilla a. Sepasang kartilago nasalis lateralis superior

c. Processus nasalis os. Frontal b. Sepasang kartilago nasalis superior

c. Tepi anterior kartilago septum nasi


Anatomi Hidung

Pada dinding lateral terdapat empat buah konka :


• Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah
konka inferior
• kemudian yang lebih kecil ialah konka media,
• lebih kecil lagi ialah konka superior
• yang terkecil disebut konka suprema. Konka suprema ini
biasanya rudimenter

Diantara konka - konka dan dinding lateral hidung


terdapat rongga sempit yang disebut meatus
• Meatus inferior : terbesar di antara ketiga meatus, mempunyai
muara duktus naso-lakrimalis
• Meatus medius : terdapat muara sinus frontal, sinus maksila,
dan sinus etmoid anterior.
• Meatus superior : terdapat muara sinus etmoid posterior dan
sinus sphenoid.
Fisiologi Hidung

• Fungsi respirasi

• Fungsi penghidu

• Fungsi fonetik
Untuk resonansi suara, membantu proses bicara dan
pembentukan kata-kata.
• Fungsi static dan mekanik
untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap
trauma dan pelindung panas
• Reflek nasal
Berupa reflex bersin, reflex yang merangsang sekresi
kelenjar liur dan kelenjar saluran pencernaan.
PEMBAHASA
N 1 DEFINISI

2 EPIDEMIOLOGI

3 ETIOLOGI

4 KLASIFIKASI

5 PATOFISIOLOGI

6 GEJALA KLINIS
Definisi

Ozaena atau biasa dikenal dengan Rinitis atrofi adalah


infeksi hidung kronik, yang ditandai adanya atrofi progresif
pada mukosa dan tulang konka dan pembentukan krusta.
Karakteristiknya ialah adanya atropi mukosa dan jaringan
pengikat submukosa struktur fossa nasalis, disertai adanya
crustae yang berbau khas dan menyebabkan obstruksi
hidung, anosmia, dan mengeluarkan bau busuk.
Epidemiologi
Ozaena merupakan penyakit yang umum di negara-negara
berkembang. Penyakit ini muncul sebagai endemi di daerah
subtropis dan daerah yang bersuhu panas seperti Asia Selatan,
Afrika, Eropa Timur dan Mediterania. Pasien biasanya berasal
dari kalangan ekonomi rendah dengan status higiene buruk

Penyakit ini dikemukakan pertama kali oleh dr.Spencer Watson


di London pada tahun 1875. Penyakit ini paling sering
menyerang wanita usia 1 sampai 35 tahun, terutama pada usia
pubertas dan hal ini dihubungkan dengan status estrogen (faktor
hormonal).

Di Indonesia, Data yang didapatkan dari RS H. Adam Malik


dari Januari 1999 sampai Desember 2000 ditemukan 6
penderita rinitis atrofi, 4 wanita dan 2 pria, umur berkisar dari
10-37 tahun.
Etiologi
 Infeksi setempat/ kronik spesifik. Paling banyak disebabkan oleh
Klebsiella Ozaena
 Defisiensi Fe dan vitamin A.
Penyebab rinitis atrofi (Ozaena) belum diketahui  Infeksi sekunder. Sinusitis kronis.
sampai sekarang. Terdapat berbagai teori
mengenai penyebab rinitis atrofik dan penyakit  Kelainan hormon. Ketidak seimbangan hormon estrogen.
degeneratif sejenis. Beberapa penulis  Penyakit kolagen. Penyakit kolagen yang termasuk penyakit
menekankan faktor herediter.Namun ada beberapa
keadaan yang dianggap berhubungan dengan autoimun.
terjadinya rinitis atrofi (Ozaena), yaitu  Teori mekanik dari Zaufal.
 Ketidakseimbangan otonom. Variasi dari Reflex Sympathetic
Dystrophy Syndrome (RSDS).
 Herediter.
 Supurasi di hidung dan sinus paranasal.
 Golongan darah.
Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya rhinitis atrofi dibedakan menjadi :

Rhinitis atrofi primer Rhinitis atrofi sekunder

Merupakan bentuk klasik rhinitis Merupakan komplikasi dari suatu


atrofi. Terjadi pada hidung tanpa
tindakan atau penyakit. Penyebabnya
kelainan sebelumnya. Penyebabnya
adalah mikroorganisme Klebsiella bisa karena bedah sinus, radiasi, trauma,
Ozaena serta penyebaran infeksi lokal setempat.
Patofisiologi

Pada rinitis atrofi, lapisan Glandula mukosa mengalami


epitel mengalami atrofi yang parah atau secara patologis, rinitis atrofi
metaplasia squamosa dan menghilang sama sekali
bisa dibagi menjadi dua :
kehilangan silia.Hal ini sehingga terjadi kekeringan.
andarteritis obliteran (yang
mengakibatkan hilangnya dapat menjadi penyebab
kemampuan pembersihan terjadinya rinitis atrofi atau
hidung dan kemampuan sebagai akibat dari proses
membersihkan debris. penyakit rinitis atrofi itu
sendiri).mukosa mengalami
Glandula a) Tipe I : adanya endarteritis dan periarteritis pada
arteriole terminal akibat infeksi kronik; membaik
dengan efek vasodilator dari terapi estrogen.

b) Tipe II : terdapat vasodilatasi kapiler, yang


bertambah jelek dengan terapi estrogen.
Gejala Klinis

Keluhan penderita rinitis atrofi (ozaena) biasanya berupa hidung tersumbat, gangguan penciuman (anosmia), ingus
kental berwarna hijau, adanya krusta (kerak) berwarna hijau, sakit kepala, epistaksis dan hidung terasa kering.
Keluhan subjektif lain yang sering ditemukan pada pasien biasanya napas berbau (sementara pasien sendiri menderita
anosmia) jadi penderita sendiri (-), orang lain (+) penciumannya.
Pasien mengeluh kehilangan indra pengecap dan tidak bisa tidur nyenyak ataupun tidak tahan udara dingin

Pemeriksaan THT pada kasus rinitis atrofi (ozaena) dapat ditemukan rongga hidung dipenuhi krusta hijau, kadang-
kadang kuning atau hitam; jika krusta diangkat, terlihat rongga hidung sangat lapang, atrofi konka (konka nasi media
dan konka nasi inferior mengalami hipotrofi atau atrofi), sekret purulen dan berwarna hijau, mukosa hidung tipis dan
kering. Bisa juga ditemui ulat/ telur larva (karena bau busuk yang timbul)
Sutomo dan Samsudin membagi ozaena
secara klinik dalam tiga tingkat :

a) Tingkat I : Atrofi mukosa hidung, mukosa tampak kemerahan dan berlendir, krusta sedikit.

b) Tingkat II : Atrofi mukosa hidung makin jelas, mukosa makin kering, warna makin pudar,
krusta banyak, keluhan anosmia belum jelas.

c) Tingkat III : Atrofi berat mukosa dan tulang sehingga konka tampak sebagai garis, rongga
hidung tampak lebar sekali, dapat ditemukan krusta di nasofaring, terdapat anosmia yang
jelas.
PEMBAHASA
N 7 TANDA KLINIS

8 DIAGNOSIS

9 DIAGNOSIS BANDING

10 PENATALAKSANAAN

11 KOMPLIKASI

12 PROGNOSIS
Tanda Klinis

• Foeter ex nasi

• Krusta dihidung berwarna kuning,


hijau, atau hitam

• Pelepasan kusta akan


memperlihatkan ulserasi dan
perdarahan mukosa hidung
DIAGNOSIS

0 Anamnesis
1

0 Pemeriksaan Fisik
2

0 Pemeriksaan Penunjang
3
Pemeriksaan Penunjang
1. Foto rontgen hidung dan sinus
paranasalis

2. CT scan sinus paranasalis

3. Pemeriksaan mikroorganisme

4. Pemeriksaan histopatologi
• Uji resistensi kuman
• Pemeriksaan darah tepi
• Pemeriksaan serologi darah (Protein
Serum, Pemeriksaan Fe serum,
Pemeriksaan darah rutin, ANA dan
anti-DNA antibody)
Diagnosis Banding

0 Rinitis atrofi 0 Sinusitis


1 2

Nasofaringitis
0
3 kronis
Diagnosis Banding
Rinitis atrofi Sinusitis Nasofaringitis kronis

• Sekret bilateral • Sekret melimpah dapat bilateral atau • Sekret post nasal bilateral
unilateral

• Penderita tidak membau • Penderita dan orang lain disekitarnya • Penderita membau sedangkan
sedangkan orang lain membau membau orang lain tidak membau

• Lebih banyak menyerang wanita • Dapat terjadi pada anak-anak maupun • Tidak ada perbedaan frekuensi
dari pada pria, terutama sekitar orang dewasa antara pria dan wanita
usia pubertas
Penatalaksanaan
Terapi Topikal Terapi Sistemik Terapi Bedah
Terdapat beberapa variasi tipe dari• Terapi sistemik biasa digunakan secaraBeberapa teknik operasi yang
bahan irigasi : simultan dengan terapi topikal dilakukan :
• Betadin solution dalam 100 ml • Operasi Young (Penutupan total
air hangat • Terapi yang biasa digunakan ialah dengan rongga hidung dengan flap)
pemberian antibiotik menggunakan
• Larutan garam dapur aminoglikosida oral atau streptomisin• Operasi Young yang dimodifikasi
injeksi (Penutupan lubang hidung dengan
• Campuran meninggalkan 3mm yang terbuka)
- Na bikarbonat 28,4 g
- Na diborat 28,4 g • Operasi Lautenschlager
- NaCl 56,7 g (Memobilisasi dinding medial
- dicampur 280 ml air hangat antrum dan bagian dari etmoid
kemudian dipindahkan ke lubang
• Larutan antibiotik berupa hidung)
Gentamisin 80 mg dalam satu
liter NaCl
Komplikasi
• Perforasi septum

• Faringitis

• Sinusitis

• Miasing hidung

• Hidung pelana
Prognosis

• Operasi dapat membantu


perbaikan mukosa dan
keadaan penyakitnya

• Pada  pasien yang berusia


diatas 40 tahun, beberapa
kasus menunjukkan
keberhasilan dalam
pengobatan
Ringkasan
Rinitis atrofi adalah infeksi hidung kronik, yang
ditandai adanya atrofi progresif pada mukosa dan
tulang konka, serta pembentukan krusta. Disebut juga
rinitis chronica atrophicanscum foetida. Secara klinis,
mukosa hidung menghasilkan sekret yang kental dan
cepat mengering, sehingga terbentuk krusta yang
berbau busuk.
Penyakit ini dikemukakan pertama kali oleh
dr.Spencer Watson di London pada tahun 1875.
Penyakit ini paling sering menyerang wanita usia 1
sampai 35 tahun, terutama pada usia pubertas dan
hal ini dihubungkan dengan status estrogen (faktor
hormonal). Di Indonesia, Data yang didapatkan dari
RS H. Adam Malik dari Januari 1999 sampai Desember
2000 ditemukan 6 penderita rinitis atrofi, 4 wanita
dan 2 pria, umur berkisar dari 10-37 tahun.
Ringkasan
Diagnosis rhinitis atrofi dilakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis banding rinitis atrofi sebagai berikut rinitis
atrofi, sinusitis, dan nasofaringitis kronis.
Pada rinitis atrofi terdapat tiga macam teknik
penatalaksanaan yaitu secara topikal, sistemik, dan
pembedahan. Keseluruhan teknik ini bertujuan untuk
pemulihan hidrasi nasal dan meminimalisir
terbentuknya krusta.
Operasi dapat membantu perbaikan mukosa dan
keadaan penyakitnya. Pada  pasien yang berusia
diatas 40 tahun, beberapa kasus menunjukkan
keberhasilan dalam pengobatan.
Terima Kasih
Daftar Pustaka
1) Hayati R. Tiga Kasus Rinitis Atrofi Primer (Ozaena) Dalam Satu Keluarga (Laporan kasus). SMF Ilmu
THT-KL. RSUD DR. Soetomo Surabaya
2) Hollinshead, W.H. 1966. The Nose and Sinus Paranasal. In : anatomy for surgeons, The Head and
Neck. Reprinted Edition. A Hober-Harper International Edition. New York, Page : 270-345.
3) Freeman SC. Physiology Nasal[Internet]. Statspearls[Cited on 02 Januari 2022]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK526086/
4) Satvinder SB. Atrophic Rhinitis. J Allergy Clin Immunol Pract.2019;7:2850
5) Sampan SB. Primary Atrophic Rhinitis: A Clinical Profile, Microbiological and Radiological Study. ISRN
Otolaryngology. 2012
6) Braun JJ. Atrophic Rhinitis - Empty Nose Syndrome: A Clinical, Endoscopic and Radiological Entity. J
Otol Rhinol. 2014; 3:4
7) Ballenger JJ and Snow JB. Atrophic Rinitis Dalam: Ballenger JJ and Snow JB. Ballenger's
Otorhinolaryngology Head & Neck Surgery 16th Ed. Hamilton:BC Decker inc; 2003 h: 750-751.
Daftar Pustaka
8) Lalwani AK. Nonallergic & Allergic Rinitis Dalam: Lalwani AK.Current Diagnosis and Treatment in
Otolaryngology - Head and Neck Surgery. New York: McGrawhill; 2007 Ch:13
9) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-6. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.
10) Vanessa IDA. Rinitis Atrofi. Mataram:Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. 2008 h:1-11
11) Adams, L. G. et al. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Ed. ke-6. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.1997
12) Soedarjatni, dr. Foetor Ex Nasi, Cermin Dunia Kedokteran . 1997; 9 : 21 – 24
http://id.scribd.com/doc/7492449/cdk008THT diakses tanggal 19 Desember 2012
13) Anonim.Atrophic Rhinitis. [online] tersedia di URL: http://www.yasser-nour.com/atrophic-rhinitis.pdf .
diakses tanggal 19 Desember 2012
14) Asnir, Rizalina Arwinati. Rinitis Atrofi, Cermin Dunia Kedokteran 2004;144: 5 – 7 D.
http://id.scribd.com/doc/7493478/cdk009THT diakses tanggal 19 Desember 2012

Anda mungkin juga menyukai