Anda di halaman 1dari 55

Masa Dewasa , Perkawinan, peran

pasangan terhadap Kesehatan mental


Perempuan, Psikologi Perempuan

Rosnalisa Z Psikolog
A. Masa Dewasa Dini (18/21-40
th)
Masa dewasa dini adalah
masa pencaharian
kemantapan dan masa
reproduktif yaitu suatu
masa yang penuh dengan
masalah, ketegangan
emosional, periode isolasi
sosial, periode komitemen
dan masa ketergantungan,
perubahan nilai-nilai dan
kreatifitas, dan
penyesuaian diri pada pola
hidup yang baru.
1. Tugas Perkembangan Masa Dewasa Dini

a. Mulai Bekerja
b. Memilih Pasangan
c. Belajar hidup dengan pasangan
d. Mulai membina keluarga
e. Mengelola rumah tangga
f. Mengambil tanggung jawab sebagai warga
negara
g. Mencari kelompok social yang lebih
menyenangkan
2. Bantuan untuk menguasai Tugas
Perkembangan

a. Efisiensi fisik
b. Kemampuan Motorik (20 – 25)
c. Kemampuan mental untuk menyesuaikan
diri pada situasi-situasi baru
d. Motivasi
e. Model Peran yang diteladani
3. Hambatan Penguasaan Tugas
a. Dasar yang buruk selama masa kanak-kanak
(Perkembangan optimal pada masa remaja
bergantung penguasaan tugas perkembangan
pada masa bayi dan anak-anak, Eisenberg,
1965)
b. Terlambat matang
c. Terlampau lama diperlakukan seperti anak-anak
d. Perubahan peran
e. Ketergantungan yang terlampau lama
4. Beberapa masalah yang membutuhkan
kesiapan dan persiapan utama
a. Persiapan pernikahan/perkawinan
b. persiapan hidup dengan pasangan
c. penyesuaian seksual
d. persiapan menghadapi masa kehamilan
e. persiapan pada masa setelah kelahiran
f. masa mengasuh anak dan menjadi orang
tua
g. penerimaan status ekonomi keluarga
h. hubungan dengan keluarga pasangan
i. perubahan peranan
B. Masa Perkawinan
Adalah suatu penyatuan
jiwa raga 2 (dua)
manusia berlawanan
jenis dalam suatu ikatan
yang suci mulia di
bawah lindungan hukum
secara syah dan Tuhan
Yang Maha Esa…
1. Ada 7(tujuh) macam Perkawinan
a. Perkawinan Poligami dan poliandri, dimana
seorang suami mempunyai lebih dari 1 (satu)
isteri. Ada banyak alasan pria menjalankan
bentuk perkawinan ini antara lain anak, jenis
kelamin anak, ekonomis, status sosial…, ada
juga Poliandri (seorang perempuan dengan lebih
dari satu suami)
b. Perkawinan Eugenis, Suatu bentuk perkawinan
untuk memperbaiki/memulai ras. Saat PD II
Hitler memerintahkan penculikan thd gadis
cantik dan pintar di negaranya, mereka dipaksa
untuk digauli oleh lelaki jerman pilihan utuk
tujuan lahirnya ras Aria Yang unggul
c. Perkawinan Monogami/biasa, perkawinan ini
dilandaskan rasa cinta setiap pasangan dan
berhasrat dengansepenuhnya untuk
membinanya dengan baik dan melanjutkan
keturunan sebagai mana layaknya sebuah
keluarga.
d. Perkawinan sejenis
a. Homoseksual, sejenis (laki laki)
b. Lesbian, sejenis (perempuan)
e. Term Mariage
Perkawinan periodik dengan
merencanakan kontrak tahap pertama
selama 3 – 5 tahun sedang tahap ke dua 10
tahun, perpanjangan kontrak mencapai
tahap ke tiga yg memberikan hak pada ke
dua partner untuk saling memiliki secara
permanen.
Perkawinan homoseks dan lesbian
Macam keluarga : ini keluarga atau
bukan?
Ini keluarga atau bukan?
f. Trial Marriage
Kawin percobaan dengan ide melandaskan
pertimbangannya cocok atau tidak cocok,
bila sama-sama cocok dalam penyesuaian
perkawinan bisa diteruskan.
g. Companionate marriage
Perkawinan ini disebut sebagai kawin
percobaan, pola ini menganjurkan dengan
bentuk perkawinan tanpa anak, dengan
melegalisir keluarga berencana atau
pengendalian kelahiran juga melegalisir
perceraian atas dasar persetujuan bersama.
Model relasi seksual (trial marriage
dan lesbian)
2. Faktor yang mempengaruhi Penyesuaian
seksual dalam Perkawinan
a. Perilaku thd seks, halini sangat dipengaruhi oleh
informasi yang diterima pasangan selama masa
anak-anak dan remaja.
b. Pengalaman seks masa lalu, terutama bila ada
pengalaman seks yang tidak menyenangkan
c. Dorongan seks, pada laki-laki lebih dulu, sedang
pada wanita muncul periodik dan urun naik selama
siklus mensruasi, sehingga varuasinya berbeda.
d. Pengalam seks marital awal
e. Sikap terhadap penggunaan alat kontrasepsi, bisa
konflik bila ada pasangan yg krg setuju
penggunaannya/beda pendapat.
f. Efek Vasektomi, sering mempengaruhi
pria maupun wanita ttg kehamilan yang
tidakdiinginkan.
3. Faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri
dengan pihak keluarga pasangan dalam
perkawinan
a. Stereotipe tradisional, kesan representative
terhadap ibu mertua sering kali tidak
menyenangkan bahkan sebelum perkawinan,
karena mereka dianggap sering campur tangan.
b. Keinginan untuk mandiri, kadang kala banyak
keluarga muda yang enggan mendapat
petunjuk/saran dari orag tua mereka walau
mereka masih menggantung.
c. Keluargaisme, banyak salah satu pasangan yang
terpengaruh oleh keluarga, sehingga sering
memunculkan konflik
d. Mobilitas Sosial, orang dewasa muda yang status
sosialnya meningkat, mobilitasnya menjadi
tinggi, mereka sering menjadi konflik dengan
keadaan ini kemudian.
e. Anggota keluarga berusia lanjut, merawat
manula memang pelik dalam penyesuaian
perkawinan sekarang, karena munculnya
berbagai sikap tertentu pada manula.
f. Bantuan keuangan untuk keluarga pasangan, ini
sering terjadi sehingga muncul sikap seperti
marah, tersinggung yang membawa hubungan ke
arah yang tidak baik.
4. Kesulitan-kesulitan dalam Penyesuaian
Perkawinan
a. Persiapan yang terbatas untuk perkawinan
b. Perubahan peranan dalam perkawinan
c. Kawin muda
d. Konsep yang tidak realistis tentang perkawinan
e. Perkawinan dengan budaya campur
f. Pacaran yang dipersingkat
g. Konsep perkawinan yang romantis
h. Kurangnya identitas
5. Faktor yang mempengaruhi penyesuaian
terhadap pasangan
a. Konsep pasangan ideal
b. Pemenuhan kebutuhan
c. Kesamaan latar belakang
d. Minat dan kepentingan bersama
e. Keserupaan nilai
f. Konsep peran
g. Perubahan dalam pola hidup
PSIKOLOGI PEREMPUAN
APA DAN BAGAIMANA………….
8 DAMPAK NEGATIF DARI KEKERASAN TERHADAP
ANAK (Megawangi, Wiyono, Puspitawati 2006)

1. MENUMPULKAN HATI NURANI


2. MEMBUAT ANAK TERLIBAT
PERBUATAN KRIMINAL
3. MEMBUAT ANAK GEMAR
MELAKUKAN TEROR DAN
ANCAMAN
4. MEMBUAT ANAK MENJADI
PEMBOHONG
5. MEMBUAT ANAK RENDAH
DIRI/MINDER
6. MENIMBULKAN KELAINAN
PERILAKU SEKSUAL
7. MENGGANGGU
PERTUMBUHAN OTAK ANAK

ustration: Gregory Nemec


8. MEMBUAT PRESTASI BELAJAR
om "Teachers College Reports," Columbia University, ANAK RENDAH
l. 3, No. 1, Winter 2001
Kemitraan Gender dalam Perkawinan
Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi

Perbedaan mekanisme kerja otak antara laki-


laki dan perempuan (Brizendin 2006).

Perempuan Laki-laki
Menggunakan sekitar 20 000 kata Menggunakan sekitar 7 000
per hari kata per hari
Keluarga Responsif Gender

Mengingat rincian pertengkaran Tidak dapat diingat sama


sekali
Pikiran tentang seks di otak Setiap menit
perempuan setiap dua hari sekali
Tahu apa yang dirasakan orang Tidak dapat melihat emosi
lain kecuali seseorang menangis
Cenderung membentuk ikatan Cenderung kurang membentuk
yang lebih dalam dengan teman ikatan yang lebih dalam
perempuan dengan teman lelaki
Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Tipe, Latar Belakang dan Proses Perkawinan
Hak dan Kewajiban Pasangan Suami dan Istri
 ” … bahwa untuk membina rumahtangga bahagia, kedua
pihak harus menjunjung tinggi hak dan kewajiban masing-
masing, saling hormat menghormati, sopan santun, saling
bantu membantu, lapang dada, nasihat-menasihati, dapat
memberi dan menerima dan tidak mau menang sendiri, akan
tetapi penuh pengertian dan cinta kasih dipayungi Ridha
Tuhan yang pengasih .......”.
Selanjutnya saya mengucapkan sighat ta'lik atas istri saya
Keluarga Responsif Gender


seperti berikut: “ Sewaktu-waktu saya: (1) Meninggalkan
istri saya tersebut dua tahun berturut-turut, (2) atau saya
tidak memberi nafkah wajib kepadanya tiga bulan lamanya,
(3) atau saya menyakiti badan/jasmani istri saya itu, atau
(4) atau saya membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya
itu enam bulan lamanya, kemudian istri saya tidak ridla dan
mengadukan halnya kepada pengadilan Agama atau petugas
yang diberi hak mengurus pengaduan itu, dan pengaduannya
dibenarkan serta diterima oleh pengadilan atau petugas
tersebut, dan istri saya itu membayar uang sebesar Rp…..
sebagai 'iwadl (pengganti) kepada saya maka jatuhlah talak
satu kepadanya.” .......”.
Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Tipe, Latar Belakang dan Proses Perkawinan
Hak dan Kewajiban Pasangan Suami dan Istri
Suami-istri memikul kewajiban yang luhur untuk
menegakkan rumahtangga yang menjadi sendi dasar dari
susunan masyarakat Indonesia (UU Perkawinan No.1 Tahun
1974, Bab VI Kewajiban Suami Istri – Pasal 30).
Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan
kedudukan suami dalam kehidupan rumahtangga dan
pergaulan hidup bersama dalam masyarakat; Masing-masing
Keluarga Responsif Gender

pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum; Suami


adalah Kepala Keluarga dan istri ibu rumahtangga (UU
Perkawinan No.1 Tahun 1974, Bab VI Kewajiban Suami Istri
– Pasal 31 Ayat 1-3).
Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap;
Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (l)
Pasal ini ditentukan oleh suami-istri bersama (UU
Perkawinan No.1 Tahun 1974, Bab VI Kewajiban Suami Isteri
– Pasal 32 Ayat 1-2).
Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Tipe, Latar Belakang dan Proses Perkawinan
Hak dan Kewajiban Pasangan Suami dan Istri
 Suami istri wajib saling cinta mencintai hormat-
menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang
satu kepada yang lain (UU Perkawinan No.1 Tahun 1974,
Bab VI Kewajiban Suami Isteri – Pasal 33).
 Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala
sesuatu keperluan hidup berumahtangga sesuai dengan
kemampuannya; istri wajib mengatur urusan rumahtangga
Keluarga Responsif Gender

sebaik-baiknya; Jika suami atau istri melalaikan


kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan
kepada Pengadilan (UU Perkawinan No.1 Tahun 1974, Bab VI
Kewajiban Suami Isteri – Pasal 34 Ayat 1-3).
 Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi
harta bersama; Harta bawaaan dari masing-masing suami
dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing
sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan
masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain
(UU Perkawinan No.1 Tahun 1974, Bab VII Harta Benda
Dalam Perkawinan – Pasal 35 Ayat 1-2).
Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Kualitas Perkawinan
 Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
menyatakan bahwa keluarga berkualitas adalah keluarga yang
dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan
sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang
ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Pasal 1).
 Kualitas perkawinan terdiri atas dua dimensi yakni
Keluarga Responsif Gender

kebahagiaan perkawinan dan kepuasan perkawinan (Conger et


al 1994).
 Perkawinan yang berkualitas menjamin kehidupan perkawinan
yang bahagia dan memuaskan, menjadi harapan dan idaman
pada setiap pasangan sejak awal terjadinya sebuah
pernikahan. Kepuasan perkawinan sebagai perasaan subjektif
baik suami/ istri, misalnya bagi suami berarti terpenuhinya
perasaan dihargai, kesetiaan dan perjanjian terhadap masa
depan dari hubungan tsb, sedangkan bagi istri berarti
terpenuhinya rasa aman scr emosional, komunikasi dan
terbinanya kedekatan (Duvall & Miller 1985).
Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Kualitas Perkawinan
 Perkawinan yang bahagia mempunyai
komponen rasa cinta, komitmen dan bebas
kekerasan yang tidak berarti adanya diskusi
dan perdebatan. Perdebatan dalam sebuah
perkawinan menandakan bahwakondisi
pasangan suami istri berada pada suatu
permasalahan dan pencarian penyelesaian
Keluarga Responsif Gender

masalah. Konflik merupakan permasalahan


yang normal dalam sebuah perkawinan.
Adapun perkawinan yang sehat adalah
perkawinan tanpa adanya kekerasan baik
kekerasan fisik, verbal-emosi atau ekonomi
(Maerzyda 2007).
Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Kualitas Perkawinan
Dengan demikian kualitas perkawinan secara garis besar:

Kebahagiaan adalah keadaan subjektif pikiran,


perasaan, kondisi dan pengalaman personal.
Konsep dimensi kualitas perkawinan berkaitan dengan
penyesuaian dan keharmonisan sebagai proses untuk
mencapai satu tujuan perkawinan, yaitu kebahagaian
Keluarga Responsif Gender

dalam kehidupan perkawinan (marital happiness in


marriage).
a.Jadi perkawinan yang bahagia adalah perkawinan yang
dilandasi dengan cinta (sebagai objek) dapat membuat
orang merasakan kenikmatan (joy) terhadap apa yang
diraihnya, tapi dengan tidak mengabaikan apa yang telah
menjadi kebutuhan dasar manusia dalam rangka
memenuhi kepuasannya.
PERKAWINAN BAHAGIA
Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi

perkawinan yang dilandasi dengan keikhlasan


atas dasar cinta (sebagai objek) atau kesadaran
Keluarga Responsif Gender

tanggung jawab sebagai manusia yang dapat


membuat orang merasakan kenikmatan (joy)
dan bersyukur terhadap apa yang diraihnya
dengan tetap berusaha untuk memperjuangan
kebahagiaan (pursuit of happiness) dalam
rangka memenuhi kepuasannya (satisfaction).
Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi
Keluarga Responsif Gender
Pentingnya Ketahanan Perkawinan
Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Penyesuaian Interaksi Suami dan Istri dalam Perkawinan

KUALITAS
INTERAKSI SUAMI DAN ISTRI
Keluarga Responsif Gender

PERKAWINAN

Gambar 10.2. Perubahan status dan peran dari bujangan


menjadi berkeluarga.
Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi
Keluarga Responsif Gender WUJUD INTERAKSI ANTARA SUAMI DAN ISTRI
Kemitraan Gender dalam Perkawinan
Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi

Perempuan Tipe 1 adalah Konsekuansi dari Perempuan Tipe 1 bagi


perempuan yang mempunyai Suami adalah:
talenta tinggi dan kualitas  Perempuan akan mengembangkan karirnya
profesional yang tidak kalah Perempuan cenderung mandiri secara
dengan laki-laki, dengan finansial
demikian, tipe perempuan seperti Perempuan akan mensubstitusi peran
ini adalah perempuan yang domestik dan pengasuhan anak pada orang
berkeinginan dan berkemampuan lain
untuk bekerja mencari nafkah. Perempuan akan sering meninggalkan rumah
untuk bekerja
Perempuan Tipe 2 adalah
perempuan yang mempunyai Konsekuansi dari Perempuan Tipe 2 bagi
cukup talenta dan tidak terlalu Suami adalah:
Keluarga Responsif Gender

ingin bekerja untuk mencari  Perempuan tidak akan mengembangkan


nafkah namun tidak terlalu karirnya
bersedia menjadi ibu rumahtangga Perempuan kurang mandiri secara finansial
saja, dengan demikian, tipe Perempuan masih cenderung melakukan
perempuan seperti ini adalah peran domestik dan pengasuhan anak
ISTRI
perempuan yang tidak terlalu Perempuan tidak akan sering meninggalkan SUAMI
berkeinginan dan berkemampuan rumah untuk bekerja
untuk bekerja mencari nafkah.
Konsekuansi dari Perempuan Tipe 3 bagi
Suami adalah:
Perempuan Tipe 3 adalah  Perempuan tidak akan bekerja
perempuan yang cukup Perempuan sangat tergantung pada suami
mempunyai talenta yang tidak secara finansial
berkeinginan dan kurang Perempuan akan tinggal di rumah untuk
berkemampuan untuk bekerja melakukan peran domestik dan pengasuhan
mencari nafkah anak
Perempuan akan selalu tinggal di rumah

Gambar 10.4. Pemetaan tipe perempuan yang harus diketahui oleh laki-laki beserta
konsekuensinya seandainya menjadi pasangan suami dan istri.
Kemitraan Gender dalam Perkawinan
Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi

PERSAMAAN KEBUTUHAN UMUM


 Kebutuhan Fisik (makan, pakaian, tempat tinggal, perawatan kesehatan,
ruang gerak, dll)
Kebutuhan Sosial-Ekonomi (pendidikan/pengetahuan, pekerjaan, status
sosial, pengakuan sosial, komunikasi, kecerdasan sosial, berhubungan dengan
orang lain, pekerjaan, uang dan barang, dll)
Kebutuhan Psikologi/Emosi (dicintai/mencintai, perlindungan psiko-sosial,
manajemen stres, peningkatan kecerdasan emosi, pemantapan karakter, dll)
Kebutuhan Spiritual (Beragama, kecerdasan spiritual, dll)
Keluarga Responsif Gender

Istri Suami
PERBEDAAN BIOLOGIS PERBEDAAN BIOLOGIS
 Hormon: estrogen, progresteron  Hormon: testosteron
Alat Reproduksi: vagina, rahim, sel
Alat Reproduksi: kemaluan,
telur
sperma
Fungsi Biologis: menstruasi, hamil,
Fungsi Biologis: membuahi
melahirkan dan menyusui

PERBEDAAN PSIKOSOSIAL
 Personalitas individu adalah unik (sifat/karakter, perilaku, cara
berbicara, cara berkomunikasi/menyampaikan pendapat, dll)
Nilai-nilai individu dipengaruhi latar belakang sosial, ekonomi dan
budaya (menentukan standar hidup, perilaku hidup, mind-set, dll)

Gambar 10.5. Persamaan dan perbedaan biologis dan


psikososial antara suami dan istri.
Kemitraan Gender dalam Perkawinan
Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi

Peran saya kan lebih berat Meskipun peran biologis saya


dan lebih mulia dari Mas, Cuma beberapa menit, tapi
mulai hamil sembilan bulan, kalau tidak ada saya kan adik
melahirkan taruhannya gak bisa hamil….gak bisa
nyawa, dan menyusui selama melahirkan apalagi
eksklusif 6 bulan.. Peran Mas menyusui…Jadi.. Peran saya
kan paling beberapa menit adalah vital dan sebagai
saja…Juga syurga kan faktor ‘aksi’, tidak ada faktor
ditelapak kaki kaum ibu,
‘reaksi’ kalau tidak ada ‘aksi’
bukan ditelapak kaki kaum
bapak.
Keluarga Responsif Gender

Istri Suami
Memang tidak adil dunia ini… Menurut budaya patriarkhi,
kenapa saya harus selalu saya adalah pemimpin
dibelakang dan keluarga, dan pemimpin
dinomorduakan… Saya kaum perempuan…. Jadi adik
merasa tidak mempunyai hak itu harus menurut apa kata
individu untuk melakukan saya… kalau saya ijinkan baru
hal-hal yang saya inginkan adik boleh lakukan, kalau
atau yang saya butuhkan. tidak saya ijinkan, adik harus
Semua perilaku saya sudah di menurut…TITIK
atur melalui kacamata
‘kepantasan’ menurut
budaya.

Gambar 10.6. Contoh debat ketidakselarasan prinsip hidup


berumahtangga antara suami dan istri
Peran dan tanggung jawab perempuan
 Perempuan seringkali menghadapi banyak faktor pemicu masalah
kesehatan mental.
 Dalam ranah domestik, perempuan lebih banyak terlibat dalam
pengasuhan anak ketimbang pria. Begitu pula dengan peran
perempuan yg sering mengambil tanggung jawab jika ada anggota
keluarga yg mengalami kecacatan atau lanjut usia.
 Kultur masyarakat kita selalu membebankan pengasuhan anak kpd
pihak perempuan saja. Padahal pengasuhan itu tugas sangat berat yg
seharusnya dilakukan seimbang oleh ibu dan ayah. Hal ini penting
karena tidak hanya terkait kesetaraan peran, tapi juga tumbuh
kembang anak.
 Perempuan yg memiliki tanggung jawab yg lebih seperti itu akan mudah
mengalami kecemasan dan depresi.
 perempuan yang hidup dalam kemiskinan dibandingkan prianya, akan
menimbulkan rasa tidak aman dan terisolasi.
 Faktor lain nya adalah kenyataan bahwa kasus kekerasan dan pelecehan
seksual hampir selalu terjadi pada perempuan dan anak-anak. Perempuan
yg mengalami pengalaman traumatis lebih rentan terhadap PTSD ( Post
Traumatis Stress Disorder) dan dampak mental jangka panjang.
 Sementara itu lingkungan yg diskriminatif dan tidak ramah juga mampu
mempengaruhi kesehatan mental Perempuan. Situasi lain yg tidak
menguntungkan adalah tuntutan lingkungan berupa beauty standard yg
mengakibatkan 80 persen perempuan terkena gangguan makan akibat
stress dan keinginan untuk diet.
Macam Stress pada Wanita
1. Stress yang berhubungan dengan
fisiologi wanita berkembangnya
payudara, haid, kehamilan, menopause.
2. Stress yang berhubungan dengan
perubahan hidup mereka menjadi istri,
menjadi ibu, menjadi wanita usia 40
tahun dalam sautu budaya kecantikan
remaja, menjadi janda yang bukan janda
kembang atau mengatur hidupnya
kembalio setelah anak-anak dewasa.
3. Stress psikologis yang sering dirasakan
oleh gadis lajang yang dianggap hidup
santai, tetapi dibesasrkan secara kuno
dari wanita rumah tangga
Lanjutan……
4. Stress yang tersembunyi
yang mengganggu,
merisaukan dan membuat
sedih
5. Stress krisis kehidupan
yang sebagian besar jatuh
dipundak wanita merawat
orang sakit atau sekarat,
membesarkan anak cacat dan
mengupayakan kelangsugnan
hidup dengan beban keluarga
yang banyak ….
PENTINGNYA MENTAL HEALTH bagi
seorang ibu

 Bukan sekali duakali berita2 seorang ibu menganiaya atau bahakan


mem....uh anaknya.
 MENGAPA?? ADA APA DENGAN KEJIWAAN PARA IBU2?
 perasaan terisolasi, kehilangan tujuan dan identitas, serta kurangnya
interaksi sosial karena terlalu banyak menghabiskan waktu di rumah
adalah pemicu DEPRESI pada ibu rumah tangga.
 Mengatur rumah tangga bukan perkara gampang, menjaga anak-anak kecil,
mengatur situasi rumah tangga, tak hanya butuh kesehatan fisik yang
prima, tapi juga MENTAL yang stabil.
 Waktu yang terkuras karena mengurus rumah tangga membuat ibu rumah
tangga MENGABAIKAN kebutuhannya sendiri. Hal inilah yang membuat
ibu rumah tangga kurang menghargai dirinya sendiri.
 Ternyata rasa rendah diri, bahkan lebih besar tekanannya ketika seorang
perempuan yang dulunya adalah wanita bekerja tiba-tiba berubah menjadi
ibu rumah tangga. Kehilangan identitas dan kemandiriannya sebagai
perempuan pekerja bisa jadi pemicu depresi.
 Selain hal-hal internal dan perubahan “profesi”, pola asuh dan pandangan
mengenai PERAN laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga bisa
menjadi faktor lainnya. Terutama bila laki-laki tidak memberikan peran
yang sewajarnya dalam rumah tangga, sehingga bisa jadi menambah beban
emosi pada ibu rumah tangga.
 Emosi akhirnya berpengaruh pada Pola Asuh Anak.
 Bila menggali lebih dalam dampak stres ataupun depresi pada ibu rumah
tangga yang tinggal di rumah, tak jauh-jauh akan juga terkait pada pola asuh
anak. Ini nantinya akan berpengaruh bagaimana ibu mengasuh anak dan
bukan tak mungkin malah menularkan stres ke anak-anak.
 Ibu rumah tangga yang mengalami depresi cenderung
melampiaskan amarah dan emosi negatifnya ke anak,
dan ini sangat tidak baik terhadap perkembangan
psikologis anak.
 Disinilah PENTINGNYA peranan suami, orang2
terdekat dan lingkungan agar lebih jeli terhadap
mental ibu rumahtangga, apalagi yg sedang momong
anak balita dan bayi (apalagi yg melakukan kerjaan
rumah dan momong anak mandiri tanpa bantu
Peran pasangan
 Menjadi teman bercerita dan tempat
berkeluh kesah
 Membantu isteri mngerjakan pekerjaan
rumah
 Bergantian menjaga anak
 Mendampingi isteri saat keadaan terberat
yang dirasakannya
 Mengajak isteri mencari udara segar
Kesehatan mental isteri dapat mempengaruhi
kondisi keluarga dan pola pengasuhan anak,
bagi ibu bekerja, tekanan social di luar
pekerjaan dan rumah dapat memicu stress,
sementara bagi ibu rumah tangga, stress bisa
terjadikarena gangguan rumah tangga yang
dialami berulang, tanpa penyelesaian tepat.
Oleh karena itu dukungan pasangan sangat
dibutuhkan, agar tidak ada kasus bunuh diri
Bersama anak anaknya.
C. Masa Dewasa Madya (40 -60 th)
Masa dewasa madya ialah periode yang panjang
dalam rentang kehidupan manusia, biasanya usia
tersebut dibagi-bagi kedalam 2 sub bagian yaitu :
 Usia madya dini yang membentang dari usia
40 – 50 tahun.
 Usia madya tua yang membentang dari usia
50 – 60 tahun.
1. Tugas Perkembangan Dewasa
Madya
 Mencapai tanggung jawab sosial dan dewasa sebagai
warga negara
 Membantu anak remaja belajar untuk menjadi orang
dewasa yang bertanggung jawab dan bahagia
 Mengembangkan kegiatan pengisi waktu luang utk
orang dewasa
 Menghubungkan diri sendiri dan pasangan hidup
sebagai suatu individu
 Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-
perubahan fisiologis yang terjadi pada tahap ini
 Mencapai/mempertahankn prestasi karier pekerjaan
 Menyesuaikan peran orang tua yg semakin tua
lanjutan
 Penyesuaian diri dengan perubahan fisik pada
masa usia madya biasanya sulit, terutama dalam
penampilan, fungsi fisiologis dan seksual.
Keberhasilan dalam penyesuaian diri dengan
berbagai perubahan fisik pada masa usia madya
dikarena oleh usaha untuk menyembinyikan
tanda-tanda ketuaan.
 Perhatian terhadap agama bagi orang berusia
madya biasanya lebih besar dibandingkan dengan
masa dewasa dan kadang-kadang dilandasi
kebutuhan pribadi dan sosial.
lanjutan
Ada 4 perubahan penting tentang keinginan
terhadap kegiatan yang bersifat rekreasional
bagi oarang berusia madya :
1. Lebih tertarik kepada kegiatan rekreasi yang
ringan yang lebih bersifat hiburan
2. Perubah dari senang berekreasi dalam kelompok
bersar ke rekreasi yang hanya melibatkan
beberapa orang saja.
3. Rekreasi yang lebih bersifat dewasa dari pada
yang berorientasi pada keluarga.
4. Keinginan untuk berekreasi berkurang.
 Tingkat penyesuaian terhadap pekerjaan pada usia
madya dapat dinilai dengan menggunakan 2 kriteria,
yaitu : prestasi dan kepuasan. Sedang kepuasan
memberikan kontribusi yang paling penting dari pada
prestasi.
 Usia madya disebut “tahap mengecil daur
keluarga” dalam kehidupan berumah tangga, karena
perubahan terpenting pada periode tersebut dibantu
dengan kekurangan jumlah anggota keluarga yang
tinggal dirumah.
 Usia madya juga disebut periode “sarang kosong”
yaitu suatu periode dimana perubahanperan secara
drastis terjadi baik pada suami maupun istri yang
kurang menyebabkan traumatik dapi pada sebab yang
ditimbulkan oleh kepercayaan yang ditimbulkan oleh
kepercayaan yang sudah popular dalam masyarakat
tentang periode sarang kosong yang mengerikan.
Ada 2 cara penyesuaian terhadap keluarga
pihak pasangan yang harus dilakukan oleh
sebagaian bersar orang usia madya :
 Penyesuaian diri terhadap anak-anak
 Penyesuaian diri untuk merawat orang tua
lanjut usia
2. Tingkatan keberhasilan wanita
menyesuaiankan diri dengan usia madya
dapat dicapai 4 kriteria :
 Prestasi
 Tingkat emosional
 Pengaruh perubahan fisik
 Tingkat kepuasan dan kebahagiaan yang
diperoleh seseorang pada usia tersebut.

Anda mungkin juga menyukai