Preseptor :
dr. Hj. Dessi Malinda,
Sp.PD.FINASIM
KEPANITERAAN KLINIS SENIOR BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD DR. ACHMAD
MOCHTAR BUKITTINGGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
2023
LATAR BELAKANG
Diabetes melitus merupakan keadaan defisiensi insulin absolut atau relatif dan
gangguan fungsi insulin.
Diabetes melitus diklasifikasikan atas DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain, dan
DM pada kehamilan.
Sembilan puluh persen dari kasus diabetes adalah DMT2 dengan karakteristik
gangguan sensitivitas insulin dan/atau gangguan sekresi insulin.
Decroli E.Diabetes Melitus Tipe 2 ebook. Pusat Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.2019.1-2p.
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah masa eritrosit (red
cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam
jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity).
Kelainan ini merupakan penyebab debilitas kronik (chronic debility) yang mempunyai
dampak besar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta kesehatan fisik. Oleh
karena frekuensinya yang demikian sering, anemia, terutama anemia ringan seringkali
tidak mendapat perhatian dan dilewati oleh para dokter di praktek klinik
Bakta Im. Pendekatan Diagnosis Dan Terapi Terhadap Penderita Anemia. Bali Heal J 2017; 1: 36–48
DIABETE
S
MELITUS
DEFINISI
Penyakit metabolik
Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FK UI jilid II. Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing, 2015: 2325-29.
Insulin merupakan hormon yang diproduksi di pankreas,
yang akan menjadikan glukosa dari aliran darah memasuki sel –
sel tubuh dan akan diubah serta disimpan menjadi energi.
Kekurangan insulin atau ketidakmampuan sel untuk
merespon insulin akan menyebabkan kadar glukosa darah menjadi
tinggi disebut dengan kondisi hiperglikemia .
International Diabetes Federation (IDF). International Diabetic Federation Diabetic Atlas 10th edition. IDF;2021
IDF (2021) → melaporkan terdapat 537 juta orang dewasa
pada usia 20 - 79 tahun di dunia menderita diabetes melitus
Dunia dengan prevalensi sebesar 10,5%.
EPIDEMIOLOGI
KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI DIABETES
MELITUS
Menurut International Diabetes Federation (IDF) 2021,terdapat 3 jenis diabetes melitus :
DIABETES DIABETES DIABETES MELITUS
1 2 MELITUS TIPE 2 3 GESTASIONAL
MELITUS TIPE 1
Adanya reaksi autoimun Produksi insulin yang Diabetes pada ibu hamil
dimana sistem tidak adekuat dan dengan kapasitas
kekebalan tubuh ketidakmampuan tubuh sekresi insulinnya turun
menyerang sel beta dalam merespon insulin atau disebut resistensi
penghasil insulin secara total, disebut insulin disebabkan
dipankreas. sebagai resistensi produksi hormon oleh
insulin. plasenta.
International Diabetes Federation (IDF). International Diabetic Federation Diabetic Atlas 10th edition. IDF;2021
PATOGENESIS
Diagnosis
Penegakan diagnosis diabetes melitus berdasarkan pemeriksaan kadar glukosa
darah dan HbA1c. Dianjurkan untuk pemeriksaan glukosa darah secara
enzimatik menggunakan bahan plasma darah vena. Glukometer sebagai
pemantau hasil pengobatan.
Keluhan lain perlu diperhatikan, antara lain :
1. Keluhan klasik diabetes melitus : poliuria, polidipsia, polifagia dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
2. Keluhan lain : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 126 mg/dL. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan
kalori minimal 8 jam
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dL 2- jam setelah Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL dengan keluhan klasik atau
krisis hiperglikemia
Atau
Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh
National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP) dan Diabetes
Control and Complications Trial assay (DCCT)
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria diabetes melitus
digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi Toleransi Glukosa Terganggu
(TGT) dan Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT).
1. Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) : Hasil pemeriksaang lukosa plasma puasa
antara 100 – 125 mg/dL dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam < 140 mg/dL
2. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) : hasil pemeriksaan glukosa plasma 2–jam
setelah TTGO antara 140 – 199 mg/dL dan glukosa plasma puasa < 100 mg/dL
3. Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1C
yang menunjukkan angka 5,7 – 6,4 % 10
Kadar Tes Laboratorium Darah untuk Diagnosis Diabetes dan Prediabetes
Edukasi
Latihan Fisik
Perkeni P. Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia 2021. (2021). PB PERKENI. 2021. 46 p
.
PENATALAKSANAAN
Terapi farmakologis Golongan Obat Cara Kerja Utama Efek Samping Penurunan
Utama HbA1c
Metformin Menurunkan produksi Dispepsia, diare, 1,0-1,3%
glukosa hati dan asidosis laktat
meningkatkan sensitifitas
terhadap insulin
KRONIS
Penyakit makrovaskuler (
AKUT
penyakit jantung
Diabetes Ketoasidosis koroner,penyakit arteri perifer,
Indriani S, Amalia IN, Hamidah H. Hubungan Antara Self Care Dengan Insidensi Neuropaty Perifer Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II RSUD Cibabat Cimahi
2018. J Ilmu Kesehat Bhakti Husada Heal Sci J. 2019;10(1):54–67.
Infeksi kaki dan jaringan lunak atau skin and soft tissue infections (SSTI) pada diabetes
merupakan komplikasi paling sering yang memerlukan rawat inap dan pencetus paling
umum yang menyebabkan amputasi ekstremitas bawah, salah satunya abses.
Staphylococcus
aureus
Abses terjadi karena reaksi pertahanan tubuh dari jaringan untuk menghindari penyebaran
infeksi dalam tubuh. Agen penyebab infeksi menyebakan peradangan dan infeksi sel di
sekitarnya sehingga menyebabkan mengeluarkan toksin. Toksin tersebut menyebabkan sel
radang, sel darah putih menuju tempat peradangan atau infeksi. Terbentuk dinding abses
untuk mencegah infeksi meluas ke bagian tubuh lain.
Pemeriksaan laboratorium pada abses
a) leukositosis bisa terjadi terutama saat kondisi akut;
b) pemeriksaan gram dari pus menunjukkan kumpulan kokus gram positif;
c) kultur didapatkan pertumbuhan Staphylococcus Aureus;
d) ultrasonografi bisa dilakukan jika diagnosis klinis meragukan.
Anemia
Definisi
Penurunan jumlah massa eritrosit shg tidak dapat
memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dlm
jumlah yg cukup ke jaringan perifer
Kriteria anemia menurut WHO
KELOMPOK KRITERIA ANEMIA
(Hb)
Laki-laki dewasa ˂ 13 g/dl
1 2 3
Gangguan Perdarahan Proses penghancuran
pembentukan eritrosit eritrosit sebelum
oleh SST waktunya (hemolisis)
Klasifikasi anemia berdasarkan gambaran morfologis :
3. Anemia makrositer
( MCV > 95 fl )
Tabel 2.5 Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi.15
Nós
Tabel 2.5 Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi.15
Gejala anemia
1. Gejala umum anemia (sindrom anemia):
rasa lemah, lesu, cepat lelah, tinnitus, mata berkunang-kunang,
kaki terasa dingin, sesak nafas dan dispepsia
• anemia berat : An. Def. besi, an. Aplastik, an. Pd leukemia akut,
an. Hemolitik didapat atau kongenital ( talassemia mayor ), an.
Pasca perdarahan akut, an. pd GGK stadium terminal.
• An. ringan-sedang , jarang sampai berat :
anemia akibat penyakit kronik, anemia pada penyakit sistemik
Pendekatan Klinis
Gallop : (-)
Murmur : (-)
M1 M2 : M1 > M2
A2 P2 : P2 > A2
M.Pembuluh Darah
A.Temporalis : Teraba Sama Kiri Dan Kanan
A. carotis : Teraba Sama Kiri Dan Kanan
A. brachialis : Teraba Sama Kiri Dan Kanan
A. radialis : Teraba Sama Kiri Dan Kanan
A. femoralis : Teraba Sama Kiri Dan Kanan
A. Poplitea : Melemah di sebelah kiri
A. Tibialis Posterior : Melemah di sebelah kiri
A. dorsalis pedis : Melemah di sebelah kiri
N. Abdomen
P. Alat Kelamin
Tidak Dilakukan
Deskripsi:
• Ukuran jantung kesan tidak membesar.
• Aorta dan mediastimum superior tidak melebar
• Takea relatif di tengah. Kedua hilus tidak menebal
• Corakan bonkovaskuler kedua para baik.
• Tidak tampak infiltrate di kedua lapangan paru
• Dafragma dan sinus kostofrenikus bilateral normal
• Tulang yang tervisualisasi optimal dan jaringan lunak dinding
dada intak
Kesan: Tidak tampak kelainan radiologis pada jantung dan paru
Radiografi Cruris Sinistra Proyeksi AP dan Lateral
Deskripsi:
• Kedudukan tulang tibia-fibula sinistra
normal
• Struktur tulang intak, tidak tampak
destruksi/erosi atau fraktur
• Sendi proksimal dan distal cruris sinistra
normal
• Jaringan lunak femur kiri menebal dan
lebih opak
Kesan: Tidak tampak kelainan radiologis
pada cruris sinistra
Diagnosis Kerja
Diagnosis primer
1. Abses regio femur sinistra
2. Diabetes Melitus Tipe 2 tidak terkontrol normoweight
Diagnosis Sekunder
1. Anemia ringan mikrositik hipokrom ec penyakit kronik
2. Hipokalemia
Diagnosis Banding
Anemia defisiensi besi
TERAPI
TERAPI NON FARMAKOLOGI
1. Kebutuhan Gizi
BBI = ( (Tinggi Badan dalam cm – 100) x 1 kg) x 90%
= ((150-100) x 1 kg) x 90%
= 45
Kalori basal = BBI x 25 kkal = 45x25= 1125 kkal
Total kebutuhan kalori harian = kalori basal+ koreksi faktor aktivitas- koreksi faktor usia
= 1125+ 15% +20% - 5%
= 1474.8 kkal (Diet DM III)
Protein =15% x 1474.8 kkal = 221.22 : 4 = 55.3 gram
Lemak = 25% x 1474.8 kkal = 368.7 : 9 = 40.96 gram
Karbohidrat = 60% x 1474.8 kkal = 884.88 : 4 = 221.22 gram
Pemeriksaan Anjuran
Hitung Retikulosit, Besi Serum, TIBC, dan ferritin
Prognosis
1. Quo ad vitam : dubia ad bonam
2. Quo ad sanationam : dubia
3. Quo ad functionam : dubia
Abses pecah pada tanggal 29/09/23--> darah bercampur nanah sebanyak 1 gelas sedang
Nyeri kaki kiri sudah berkurang
Badan terasa lemah masih dirasakan
02/10/2023 Mual sudah berkurang
S/
Demam sudah tidak ada
Jari tangan dan kaki kebas sesekali
Mata kabur masih dirasakan
Sesak napas dirasakan jam 04.00 dan sudah dalam perbaikan
Farmako :
Non farmako : - D 10%
- Oksigen 2-5L/menit - inj pantoprazole 1x40 mg
- transfusi PRC - inj ondansetron 3x 2mg/ml
- inj ceftriaxon 2x1 gram
30/09/23 1 kolf - Patral 2x1 tab
P/ 01/10/23 2 kolf - inf metronidazole 3x 500 mg/100 ml
02/01/23 1 kolf - kalnex 3x1
- Diet DM III - vit k
- inbumin 3x1
Anus nyeri dan tidak bisa kentut
Abses dan nyeri di kaki sudah dalam perbaikan
03/10/2023 S/ Sesak napas setelah transfusi darah semalam
Badan terasa lemah masih dirasakan
demam sudah tidak ada
Albumin= 1.9 g/dl
laboratorium (03/10/2023) RET%= 1.22 %
TD : 113/72 mmHg HGB=12.7 g/dl RET-He= 29.7 pg
HR : 82 x/menit
RBC= 4.710.000/ uL Glucose= 103 mg/dl
RR : 18x/menit
SpO2 : 98 % HCT= 38 % PT= 13.4 sec
O/ APTT= 25.4 sec
Suhu : 36.6 C MCV=80.7 fL
INR: 1.24
VAS : 4
MCH= 27.0 pg
GDS : 103 Anti HCV= non reaktif
WBC= 10.940/ uL HBsAg= non reaktif
Anti HBsAg= non reaktif
PLT= 218.000/ uL
GDS 06.00 : 81
TD : 110/64 mmHg
HR : 72 x/menit 6DS 07.30 : 84
RR : 18 x/menit GDS 09.30 : 172
O/ SpO2 : 93 %
Suhu : 36.9 C GDS 17.00 : 197
VAS : 3
GDP= 81 mg/dl
TD : 80/60 mmHg
HR : 122 x/menit GDS 06.00 : 221
RR : 19 x/menit
O/ SpO2 : 97 % GDP= 221 mg/dl
Suhu : 36.6 C 2jpp= 223 mg/dl
VAS : 3
Non farmako :
- Diet DM III
- Patral 2x1
- inf metronidazole 3x 500 mg/100 ml
Farmako : - rhodium 3x1
- kalnex 3x 500 mg
- NaCl 0.9% - vit k
P/
- inj pantoprazole 1x40 mg - inbumin 3x1
- Inj meropenem 3x1 gram
- inj ondansetron 3x2mg/ml
- inj ceftriaxon 2x1 gram
Anus nyeri sudah berkurang
Sudah dilakukan operasi debridement
06/10/2023
S/ Sesak napas sudah tidak ada
Badan terasa lemah masih dirasakan
demam sudah tidak ada
TD : 98/59 mmHg
HR : 104 x/menit laboratorium (06/10/2023)
RR : 18 x/menit HGB=7.7 g/dl WBC= 14.760/ uL
SpO2 : 91 %
Suhu : 36.7 C RBC= 28.110.000/ uL PLT= 213.000/ uL
O/
VAS : 3 HCT= 23.2 % RET%= 2.81 %
GDS 06.00 : 221
MCV=80.7 fL RET-He= 31.4 pg
GDS 17.00 : 221
MCH= 27.0 pg
TD : 130/70 mmHg
HR : 102 x/menit
RR : 18 x/menit GDS 06.00 : 170
O/ SpO2 : 92 %
Suhu : 36.5 C GDS 12.00 : 143
VAS : 3 GDS 17.30 : 135
TD : 130/70 mmHg
HR : 102 x/menit
RR : 18 x/menit GDS 06.00 : 170
O/ SpO2 : 92 %
Suhu : 36.5 C GDS 12.00 : 143
VAS : 3 GDS 17.30 : 135
Tanda inflamasi
Infeksi demam
Komplikasi kronis
Perdarahan akut
Konjungtiva anemis
Anemia telapak tangan dan kaki pucat,
Keluhan sindrom dispepsia
Transfusi PRC inj ceftriaxon 2x1 gram noverapid 8 IU inj pantoprazole 1x1 (IV)
Patral 2x1 Azelin 10 IU (malam) inj ondansetron 3x1
KESIMPULAN
Peningkatan terjadinya anemia seiring dengan meningkatnya durasi DM oleh karena efek kronis
hiperglikemia. Hiperglikemia kronis yang berhubungan dengan diabetes dapat menyebabkan lingkungan hipoksia kronis pada
interstitium ginjal dan gangguan organisasi interstisial atau arsitektur pembuluh darah, pertumbuhan sel atipikal dan
proliferasi kolagen pada sel tubulus dan fibroblas peritubular, yang menyebabkan gangguan sintesis eritropoietin oleh
fibroblas peritubular. Selain itu, pada pasien dengan kondisi hiperglikemik berkepanjangan, sel prekursor eritrosit di sumsum
tulang mungkin terkena toksisitas glukosa langsung dalam waktu lama yang menyebabkan gangguan pada produksi eritrosit
bahwa sintesis eritropoietin dapat dihambat sebelum waktunya pada pasien dengan kontrol glikemik yang buruk. Selain itu,
pada partisipan dengan DM yang tidak terkontrol, prekursor eritrosit di sumsum tulang juga dapat terkena efek toksik glukosa
langsung yang berkepanjangan atau sel darah merah matang dapat terpengaruh oleh stres oksidatif sehingga menyebabkan
gangguan pada fungsi sel darah merah. Faktor tambahan yang terlibat dalam risiko anemia yang berhubungan dengan
hiperglikemia meliputi; kerusakan inflamasi sistemik pada arsitektur ginjal dan akibat pembentukan AGEs serta pengaruhnya
terhadap sumsum tulang.