Anda di halaman 1dari 82

DIABETES MELITUS

TIPE II & ANEMIA


PRESENTAN :
Lahyunda Aidatul Yumna 22-117
Apsari Adelia Adrian 22-119

Preseptor :
dr. Hj. Dessi Malinda,
Sp.PD.FINASIM

KEPANITERAAN KLINIS SENIOR BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD DR. ACHMAD
MOCHTAR BUKITTINGGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
2023
LATAR BELAKANG
Diabetes melitus merupakan keadaan defisiensi insulin absolut atau relatif dan
gangguan fungsi insulin.
Diabetes melitus diklasifikasikan atas DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain, dan
DM pada kehamilan.

Sembilan puluh persen dari kasus diabetes adalah DMT2 dengan karakteristik
gangguan sensitivitas insulin dan/atau gangguan sekresi insulin.

Diabetes melitus yang tidak terkontrol dengan baik dapat menimbulkan


berbagai komplikasi yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronis

Decroli E.Diabetes Melitus Tipe 2 ebook. Pusat Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.2019.1-2p.
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah masa eritrosit (red
cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam
jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity).

Kelainan ini merupakan penyebab debilitas kronik (chronic debility) yang mempunyai
dampak besar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta kesehatan fisik. Oleh
karena frekuensinya yang demikian sering, anemia, terutama anemia ringan seringkali
tidak mendapat perhatian dan dilewati oleh para dokter di praktek klinik

Bakta Im. Pendekatan Diagnosis Dan Terapi Terhadap Penderita Anemia. Bali Heal J 2017; 1: 36–48
DIABETE
S
MELITUS
DEFINISI
Penyakit metabolik

Diabetes Melitus Hiperglikemia

Kelainan sekresi insulin,


kerja insulin atau kedua-
duanya

Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FK UI jilid II. Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing, 2015: 2325-29.
Insulin merupakan hormon yang diproduksi di pankreas,
yang akan menjadikan glukosa dari aliran darah memasuki sel –
sel tubuh dan akan diubah serta disimpan menjadi energi.
Kekurangan insulin atau ketidakmampuan sel untuk
merespon insulin akan menyebabkan kadar glukosa darah menjadi
tinggi disebut dengan kondisi hiperglikemia .

International Diabetes Federation (IDF). International Diabetic Federation Diabetic Atlas 10th edition. IDF;2021
IDF (2021) → melaporkan terdapat 537 juta orang dewasa
pada usia 20 - 79 tahun di dunia menderita diabetes melitus
Dunia dengan prevalensi sebesar 10,5%.

Rikesdas tahun 2018 menunjukkan terdapat peningkatan prevalensi


diabetes melitus di Indonesia mengalami peningkatan dari 6,9 % pada
Indonesia tahun 2013 menjadi 8,5 % pada tahun 2018

Riskesdas (2018) → prevalensi penderita diabetes melitus


Sumatera 1,6 %
Barat
DKK Padang (2020) → penderita diabetes melitus sebanyak
9.471 orang dengan penderita yang mendapat pelayanan
Kota Padang kesehatan sesuai standar sebanyak 7.218 orang atau sekitar
76,2%.

EPIDEMIOLOGI
KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI DIABETES
MELITUS
Menurut International Diabetes Federation (IDF) 2021,terdapat 3 jenis diabetes melitus :
DIABETES DIABETES DIABETES MELITUS
1 2 MELITUS TIPE 2 3 GESTASIONAL
MELITUS TIPE 1

Adanya reaksi autoimun Produksi insulin yang Diabetes pada ibu hamil
dimana sistem tidak adekuat dan dengan kapasitas
kekebalan tubuh ketidakmampuan tubuh sekresi insulinnya turun
menyerang sel beta dalam merespon insulin atau disebut resistensi
penghasil insulin secara total, disebut insulin disebabkan
dipankreas. sebagai resistensi produksi hormon oleh
insulin. plasenta.

International Diabetes Federation (IDF). International Diabetic Federation Diabetic Atlas 10th edition. IDF;2021
PATOGENESIS
Diagnosis
Penegakan diagnosis diabetes melitus berdasarkan pemeriksaan kadar glukosa
darah dan HbA1c. Dianjurkan untuk pemeriksaan glukosa darah secara
enzimatik menggunakan bahan plasma darah vena. Glukometer sebagai
pemantau hasil pengobatan.
Keluhan lain perlu diperhatikan, antara lain :
1. Keluhan klasik diabetes melitus : poliuria, polidipsia, polifagia dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
2. Keluhan lain : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 126 mg/dL. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan
kalori minimal 8 jam

Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dL 2- jam setelah Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram

Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL dengan keluhan klasik atau
krisis hiperglikemia

Atau
Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh
National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP) dan Diabetes
Control and Complications Trial assay (DCCT)
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria diabetes melitus
digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi Toleransi Glukosa Terganggu
(TGT) dan Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT).

1. Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) : Hasil pemeriksaang lukosa plasma puasa
antara 100 – 125 mg/dL dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam < 140 mg/dL
2. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) : hasil pemeriksaan glukosa plasma 2–jam
setelah TTGO antara 140 – 199 mg/dL dan glukosa plasma puasa < 100 mg/dL
3. Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1C
yang menunjukkan angka 5,7 – 6,4 % 10
Kadar Tes Laboratorium Darah untuk Diagnosis Diabetes dan Prediabetes

HbA1c (%) Glukosa darah puasa Glukosa plasma 2


(mg/dL) jam setelah TTGO
(mg/dL)

Diabetes ≥ 6,5 ≥ 126 ≥ 200


Pre- 5,7 – 6,4 100 - 125 140 – 199
diabetes
Normal < 5,7 70 - 99 70 - 139
PENATALAKSANAAN
NON
FARMAKOLOGI

Edukasi

Terapi Nutrisi Medis (TNM)

Latihan Fisik

Perkeni P. Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia 2021. (2021). PB PERKENI. 2021. 46 p
.
PENATALAKSANAAN
Terapi farmakologis Golongan Obat Cara Kerja Utama Efek Samping Penurunan
Utama HbA1c
Metformin Menurunkan produksi Dispepsia, diare, 1,0-1,3%
glukosa hati dan asidosis laktat
meningkatkan sensitifitas
terhadap insulin

Obat antihiperglikemik Thiazolidinedione Meningkatkan sensitifitas Edema 0,5-1,4%


oral terhadap insulin

Sulfonilurea Meningkatkan sekresi BB naik, hipoglikemia 0,4-1,2%


insulin
Glinid Meningkatkan sekresi BB naik, hipoglikemia 0,5-1,0%
insulin
Penghambat Alfa- Menghambat absorpsi Flatulen, tinja lembek 0,5-0,8%
Glukosidase glukosa
Penghambat DPP-4 Meningkatkan sekresi Sebah, muntah 0,5-0,9%
insulin dan menghambat
sekresi glukagon

Penghambat SGLT-2 Menghambat reabsorbsi Infeksi saluran kemih 0,5-0,9%


glukosa di tubulus distal dan genital
Obat antihiperglikemik
Insulin digunakan pada keadaan :
Suntik • HbA1c saat diperiksa ≥ 7.5% dan sudah menggunakan
satu atau dua obat antidiabetes
Yaitu insulin, GLP-1 RA dan • HbA1c saat diperiksa > 9%
kombinasi insulin dan GLP-1 • Penurunan berat badan yang cepat
RA. • Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
• Krisis hiperglikemia
• Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
• Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark
miokard akut, stroke)
• Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional
yang tidak terkendali dengan perencanaan makan
• Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
• Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
• Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi
Jenis dan Lama Kerja Insulin
Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 6 jenis :
• Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)
• Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
• Insulin kerja menengah (Intermediate-acting insulin)
• Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
• Insulin kerja ultra panjang (Ultra long-acting insulin)
• Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja cepat
dengan menengah (Premixed insulin).Insulin campuran tetap, kerja ultra
panjang dengan kerja cepat
Terapi Kombinasi

Terapi kombinasi obat antihiperglikemia oral, baik secara terpisah


ataupun fixed dose combination, harus menggunakan dua macam obat
dengan mekanisme kerja yang berbeda.
Kombinasi Insulin
Basal dengan GLP-1
RA
GLP-1 RA adalah obat yang disuntikkan secara subkutan untuk menurunkan kadar
glukosa darah, dengan cara meningkatkan jumlah GLP-1 dalam darah. Manfaat insulin
basal terutama adalah menurunkan glukosa darah puasa, sedangkan GLP-1 RA akan
menurunkan glukosa darah setelah makan, dengan target akhir adalah penurunan HbA1c.
Algoritma Pengobatan DM Tipe 2
KOMPLIKASI

KRONIS
Penyakit makrovaskuler (
AKUT
penyakit jantung
Diabetes Ketoasidosis koroner,penyakit arteri perifer,

(DKA), hipoglikemia, dan dan penyakit serebrovaskuler)


penyakit mikrovaskuler
Hyperglycemic
meliputi (nefropati diabetik,
Hyperosmolar Nonketotic
retinopati diabetik), penyakit
Syndrom (HHNS). .
neuropati diabetik akan
mempengaruhi saraf sensori,
motorik dan otonom.

Indriani S, Amalia IN, Hamidah H. Hubungan Antara Self Care Dengan Insidensi Neuropaty Perifer Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II RSUD Cibabat Cimahi
2018. J Ilmu Kesehat Bhakti Husada Heal Sci J. 2019;10(1):54–67.
Infeksi kaki dan jaringan lunak atau skin and soft tissue infections (SSTI) pada diabetes
merupakan komplikasi paling sering yang memerlukan rawat inap dan pencetus paling
umum yang menyebabkan amputasi ekstremitas bawah, salah satunya abses.

Abses Penumpukan nanah di dalam rongga di bagian


tubuh setelah terinfeksi bakteri

Staphylococcus
aureus
Abses terjadi karena reaksi pertahanan tubuh dari jaringan untuk menghindari penyebaran
infeksi dalam tubuh. Agen penyebab infeksi menyebakan peradangan dan infeksi sel di
sekitarnya sehingga menyebabkan mengeluarkan toksin. Toksin tersebut menyebabkan sel
radang, sel darah putih menuju tempat peradangan atau infeksi. Terbentuk dinding abses
untuk mencegah infeksi meluas ke bagian tubuh lain.
Pemeriksaan laboratorium pada abses
a) leukositosis bisa terjadi terutama saat kondisi akut;
b) pemeriksaan gram dari pus menunjukkan kumpulan kokus gram positif;
c) kultur didapatkan pertumbuhan Staphylococcus Aureus;
d) ultrasonografi bisa dilakukan jika diagnosis klinis meragukan.
Anemia
Definisi
Penurunan jumlah massa eritrosit shg tidak dapat
memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dlm
jumlah yg cukup ke jaringan perifer
Kriteria anemia menurut WHO
KELOMPOK KRITERIA ANEMIA
(Hb)
Laki-laki dewasa ˂ 13 g/dl

Wanita dewasa tidak ˂ 12 g/dl


hamil
Wanita hamil ˂ 11 g/dl
Etiologi

1 2 3
Gangguan Perdarahan Proses penghancuran
pembentukan eritrosit eritrosit sebelum
oleh SST waktunya (hemolisis)
Klasifikasi anemia berdasarkan gambaran morfologis :

1. Anemia mikrositer hipokrom


( MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg )

2. Anemia normositik normokrom


(MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg)

3. Anemia makrositer
( MCV > 95 fl )
Tabel 2.5 Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi.15

Nós
Tabel 2.5 Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi.15
Gejala anemia
1. Gejala umum anemia (sindrom anemia):
rasa lemah, lesu, cepat lelah, tinnitus, mata berkunang-kunang,
kaki terasa dingin, sesak nafas dan dispepsia

2. Gejala khas masing-masing anemia :


- An. Def.besi : disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis,
dan kuku sendok (koilonychia)
- An. Megaloblastik : glositis, gangguan neurologik pd def. vit. B
12
- Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali, dan hepatomegali
- Anemia aplastik: perdarahan dan tanda-tanda infeksi
3. Gejala penyakit dasar
akibat infeksi cacing tambang : sakit perut
Diagnosis
Tahap-tahap dlm diagnosis anemia :
● menentukan adanya anemia
● menentukan jenis anemia
● menentukan etiologi atau penyakit dasar anemia
● menentukan ada/tidaknya penyakit penyerta yg akan
mempengaruhi hasil pengobatan
Pendekatan Klinis

1. Kecepatan timbulnya penyakit (awitan anemia) :


• Anemia yg timbul cepat ( bbrp hari-minggu) : perdarahan
akut, an. Hemolitik yg didapat (AIHA), anemia akibat
leukemia akut, krisis aplastik
• Anemia yg timbul pelan-pelan : an. Def.besi, an. Def. folat
atau vit. B 12, anemia akibat penyakit kronik, an. Hemolitik
kronik yg bersifat kongenital
Pendekatan Klinis

Berdasarkan beratnya anemia :

• anemia berat : An. Def. besi, an. Aplastik, an. Pd leukemia akut,
an. Hemolitik didapat atau kongenital ( talassemia mayor ), an.
Pasca perdarahan akut, an. pd GGK stadium terminal.
• An. ringan-sedang , jarang sampai berat :
anemia akibat penyakit kronik, anemia pada penyakit sistemik
Pendekatan Klinis

Berdasarkan sifat gejala anemia :

 gejala anemia lbh menonjol dibanding gejala penyakit dasar


dijumpai pada : an. Def. besi, an. Aplastik, an. Hemolitik
 Gejala penyakit dasar lbh menonjol dibanding anemia : an.
Akibat penyakit kronik, an. Sekunder (an. Akibat penyakit
sistemik )
Pemeriksaan untuk diagnosis anemia
Pemeriksaan Laboratorium :

1. Pemeriksaan penyaring : kadar Hb, indeks


eritrosit, hapusan darah tepi.
2. Pemeriksaan darah seri anemia: hitung
leukosit, trombosit, retikulosit, LED
3. Pemeriksaan sumsum tulang: untuk anemia
aplastik, anemia megaloblastik, sindrom
mielodispasia.
4. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan khusus :
Dikerjakan hanya atas indikasi khusus, misalnya pada :

• Anemia def.besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin,


protoporfirin eritrosit, feritin serum, reseptor transferin,
pengecatan besi pada sumsum tulang
• Anemia megaloblastik : folat serum, vit. B 12 serum,
tes supresi deoksi uridin
• Anemia hemolitik : bilirubin serum, tes coomb,
elektroforesis Hb
• Anemia aplastik : biopsi sumsum tulang
Tatalaksana
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dlm pemberian
terapi pd pasien anemia :

1. Pengobatan hendaknya diberikan berdasarkan


diagnosis definitif yg telah ditegakkan
2. Pemberian hematinik tanpa indikasi yg jelas tdk
dianjurkan
Tatalaksana
3. Pengobatan anemia dapat berupa :

a. terapi utk keadaan darurat : pada perdarahan akut


b. terapi suportif
c. terapi yang khas utk msg-msg anemia
d. terapi kausal utk mengobati penyakit dasar

4. Dalam keadaan dimana diagnosis definitif tdk dpat ditegakkan, kita


terpaksa memberikan terapi percobaan ( ex juvantivus)
Tatalaksana
5. Transfusi diberikan pada anemia pasca perdarahan akut dengan
tanda2 gangguan hemodinamik.

Pada anemia kronik, transfusi hanya diberikan jika anemia bersifat


simtomatik atau adanya ancaman payah jantung. Tranfusi diberi dgn
tetesan pelan dan diberikan furosemid sebelum transfusi
Gambar 2.2 Algoritma Pendekatan Diagnostik anemia hipokromik mikrositer.14
Gambar 2.3 Algoritma Pendekatan Diagnostik Anemia Normoromik Normositer.14
Gambar 2.2 Algoritma Pendekatan Diagnostik Anemia Makrositer.14
LAPORAN
KASUS
1. Identitas Pasien
Nama : Rosneli
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 50 tahun
Pekerjaan : Penjahit
Alamat : Bukit Lurah, Kabupaten Agam
Status Perkawinan : Menikah
Suku Bangsa : Indonesia
MR : 585612
Keluhan Utama
Nyeri pada paha kiri meningkat 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
• Nyeri pada paha kiri yang terasa panas, memerah, dan membengkak.
• Nyeri dirasakan menetap sejak 1 bulan yang lalu dan meningkat 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
• Pasien hanya tebaring di tempat tidur sejak 20 hari sebelum masuk rumah sakit.
• Penglihatan kabur sejak 6 bulan yang lalu. Penglihatan kabur dirasakan ketika melihat dari jarak
dekat dan melihat objek menjadi dua ketika melihat jauh.
• Kedua jari tangan dan jari kaki dirasakan kebas-kebas sejak 3 bulan yang lalu. Kebas dirasakan
hilang timbul.
• Demam dirasakan hilang timbul sejak 20 hari sebelum masuk rumah sakit dan dirasakan tidak
menggigil.
• Badan terasa lemah sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
• Nyeri di ulu hati sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan hilang timbul.
• Mual dirasakan 3 hari sebelum masuk rumah sakit
• BAB dan BAK dalam batas normal
• Pasien dikenal dengan diabetes melitus tidak terkontrol sejak 3 tahun yang lalu
Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Penyakit Keluarga
• Pasien tidak pernah memiliki keluhan yang • Riwayat diabetes melitus ada pada saudara
sama sebelumnya. ibu pasien.
• Riwayat hiperurisemia 1,5 bulan yang lalu. • Riwayat hipertensi tidak ada.
• Riwayat penyakit hipertensi tidak ada • Riwayat penyakit jantung tidak ada.
• Riwayat penyakit jantung tidak ada • riwayat hiperurisemia tidak ada
• Riwayat penyakit ginjal tidak ada • Riwayat penyakit ginjal tidak ada
• Riwayat keganasan tidak ada • Riwayat keganasan tidak ada
Riwayat Sosial dan Kebiasaan
Seorang wanita berusia 50 tahun telah menikah, memiliki 3 orang anak yang
tinggal bersama suami dan anak bekerja sebagai penjahit tidak memiliki kebiasaan
minum minuman manis, merokok, dan alkohol.
Pemeriksaan Fisik
A. Tanda
Vital
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Composmetis Kooperatif
Tekanan Darah : 130/70Mmhg
Frekuensi Nadi : 80 x/Menit
Frekuensi Napas : 18 x/Menit
Suhu : 37°C
VAS : 6
Tinggi Badan : 150 cm
Berat Badan : 55 kg
BMI : 24,4 (Normoweight)
B. Kulit
Warna kuning langsat, efloresensi (-), kolateral vein (-), palmar eritem (-), scar (-),
hipopigmentasi (-), hiperpigmentasi (+), icterus (-), sianosis (-), spider nevi (-), telapak
tangan dan kaki pucat (+), turgor < 1 detik, edema (+).
C. Kepala
Bentuk normochepal, simetris, deformitas (-), rambut bewarna hitam bercampur putih dan
tidak mudah dicabut, sikatrik (-), edema (-).
D. Mata
Exophtalmus (-/-), konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-), pupil isokor
(2mm/2mm), lensa keruh (-/-), fundus dan visus dalam batas normal, reflek cahaya (+/+).
E. Telinga
Cairan (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan di processus mastoid (-/-), pendengaran
dalam batas normal, bunyi mendenging (+/+)
F. Hidung
Bagian luar dalam batas normal, septum nasi simetris, sekret (-/-), penyumbatan (-/-),
perdarahan (-/-), penciuman dalam batas normal.
G. Mulut
Bibir sianosis (-), gigi geligi caries (-), bau pernafasan khas (-), palatum tidak hiperemis,
lidah kotor (-), tonsil dalam batas normal (T1/T1), gangguan mengecap (-), lidah simetris,
atrofi papil lidah (-), gusi tidak ada pendarahan.
H. Tenggorok
Nyeri (-), disfagia (-), kemerahan (-).
I. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, kelenjar tiroid membesar (-), tekanan vena
jugularis 5+2 cm H2O, kaku kuduk (-), trakea relatif di tengah, tumor (-).
J. Dada
Bentuk normal, spider nevi (-), buah dada kanan dan kiri simetris.
K. Paru –
Paru

Inspeksi : Simetris kanan kiri dalam keadaan


: statis dan dinamis.
Palpasi : Stem fremitus sama kanan dan kiri.
Perkusi : Sonor di paru kiri dan kanan.
Auskultasi : vesikuler, ronchi (-/-), wheezing (-/-).
L. Jantung Inspeksi : Iktus cordis terlihat.
Palpasi : Iktus cordis teraba.

Perkusi Batas – Batas Jantung


 Kiri : Linea midclavicularis sinistra RIC V
 Kanan : Linea Parasternalis Dextra RIC V
 Atas : RIC II
Auskultasi
 Irama Jantung : Reguler

 Gallop : (-)

 Murmur : (-)
 M1 M2 : M1 > M2
 A2 P2 : P2 > A2
M.Pembuluh Darah
A.Temporalis : Teraba Sama Kiri Dan Kanan
A. carotis : Teraba Sama Kiri Dan Kanan
A. brachialis : Teraba Sama Kiri Dan Kanan
A. radialis : Teraba Sama Kiri Dan Kanan
A. femoralis : Teraba Sama Kiri Dan Kanan
A. Poplitea : Melemah di sebelah kiri
A. Tibialis Posterior : Melemah di sebelah kiri
A. dorsalis pedis : Melemah di sebelah kiri
N. Abdomen

Inspeksi : Spider Nervi(-), Kolateral Vein(-), Caput Medusase (-), Sikatrik


(-), Pembesaran Perut Ada (-) Asites (-), striae (+).

Palpasi : Nyeri Tekan (-), nyeri lepas (-).

Hepar : Tidak Teraba pembesaran

Limpa : Tidak Teraba pembesaran

Ginjal : Ballotement (-/-)

Perkusi : Timpani, Shifting Dullnes (-), Undulasi (-).

Auskultasi : Bising Usus 18 x/Menit.


O. Punggung

Inspeksi : Semetris kanan dan kiri.


Palpasi : Fremitus Kiri Dan Kanan Sama, Nyeri Tekan (-), Nyeri
Ketok CVA CVA (-/-).
Gerakan : Dalam Batas Normal.

P. Alat Kelamin
Tidak Dilakukan

Q. Anus dan Rectum


Tidak Dilakukan
R. Ektremitas Superior
-Inspeksi : Deformitas (-/-), edema (-/-), hiperpigmentasi (-/-), hipopigmentasi (-/-),
ulkus (-/-), clubbing finger (-/-), tangan tremor(-/-),
-PalpasI : Akral teraba hangat (+/+), edema (-/-), kekuatan otot 555/555
-Refleks
Fisiologis Kiri : ++ Kanan : ++
Patologis Kiri : - Kanan : -
-Sensibilitas
Halus : +/+
Kasar : +/+
S. Ektremitas Inferior
-Inspeksi : Deformitas (-/-), edema (-/+), hiperpigmentasi (-/+),
hipopigmentasi (- /-), ulkus (-/+), clubbing finger (-/-),
tangan tremor(-/-),
-Palpasi : Akral teraba hangat (+/+), edema (-/+), kekuatan otot 555/333
-Refleks Fisiologis Kiri : tidak dapat dilakukan Kanan : ++
Patologis Kiri :- Kanan : -
-Sensibilitas
Halus : +/+
Kasar : +/+
Pemeriksaan Penunjang
A. Laboratorium
EKG
Interpretasi:
• Kalibrasi : 25 mm/s
• Aksis : Normoaksis
• Irama : Sinus
takikardia
• HR : 119x/menit
• Gelombang P : Normal
• Interval PR : 0.12 s
• Interval QT : Normal (QTc=445)
• Durasi QRS : 0.06 s
• Segmen ST : Isoelektrik
• T Inverted : II, III, aVF , V1, V6
• Q Patologis : Tidak ada
• RVH : Tidak ada
• LVH : Tidak ada
• Gelombang U : Tidak ada
Radiografi Thorax Proyeksi AP

Deskripsi:
• Ukuran jantung kesan tidak membesar.
• Aorta dan mediastimum superior tidak melebar
• Takea relatif di tengah. Kedua hilus tidak menebal
• Corakan bonkovaskuler kedua para baik.
• Tidak tampak infiltrate di kedua lapangan paru
• Dafragma dan sinus kostofrenikus bilateral normal
• Tulang yang tervisualisasi optimal dan jaringan lunak dinding
dada intak
Kesan: Tidak tampak kelainan radiologis pada jantung dan paru
Radiografi Cruris Sinistra Proyeksi AP dan Lateral

Deskripsi:
• Kedudukan tulang tibia-fibula sinistra
normal
• Struktur tulang intak, tidak tampak
destruksi/erosi atau fraktur
• Sendi proksimal dan distal cruris sinistra
normal
• Jaringan lunak femur kiri menebal dan
lebih opak
Kesan: Tidak tampak kelainan radiologis
pada cruris sinistra
Diagnosis Kerja

Diagnosis primer
1. Abses regio femur sinistra
2. Diabetes Melitus Tipe 2 tidak terkontrol normoweight

Diagnosis Sekunder
1. Anemia ringan mikrositik hipokrom ec penyakit kronik
2. Hipokalemia

Diagnosis Banding
Anemia defisiensi besi
TERAPI
TERAPI NON FARMAKOLOGI
1. Kebutuhan Gizi
BBI = ( (Tinggi Badan dalam cm – 100) x 1 kg) x 90%
= ((150-100) x 1 kg) x 90%
= 45
Kalori basal = BBI x 25 kkal = 45x25= 1125 kkal
Total kebutuhan kalori harian = kalori basal+ koreksi faktor aktivitas- koreksi faktor usia
= 1125+ 15% +20% - 5%
= 1474.8 kkal (Diet DM III)
Protein =15% x 1474.8 kkal = 221.22 : 4 = 55.3 gram
Lemak = 25% x 1474.8 kkal = 368.7 : 9 = 40.96 gram
Karbohidrat = 60% x 1474.8 kkal = 884.88 : 4 = 221.22 gram

2. Rutin membersihkan dan mengganti perban untuk mencegah penyebaran infeksi


Terapi farmakologi
IVFD NaCl 3% 12 jam/kolf
inj pantoprazole 1x 40 mg
inj ondansetron 3x 2 mg/ml
inj ceftriaxon 2x1 gram
noverapid 8 IU
Azelin 10 IU (malam)
Patral 2x1 tab

Pemeriksaan Anjuran
Hitung Retikulosit, Besi Serum, TIBC, dan ferritin
Prognosis
1. Quo ad vitam : dubia ad bonam
2. Quo ad sanationam : dubia
3. Quo ad functionam : dubia
 Abses pecah pada tanggal 29/09/23--> darah bercampur nanah sebanyak 1 gelas sedang
 Nyeri kaki kiri sudah berkurang
 Badan terasa lemah masih dirasakan
02/10/2023  Mual sudah berkurang
S/
 Demam sudah tidak ada
 Jari tangan dan kaki kebas sesekali
 Mata kabur masih dirasakan
 Sesak napas dirasakan jam 04.00 dan sudah dalam perbaikan

 TD : 112/72 mmHg laboratorium (29/09/2023) laboratorium (30/09/2023)


 HR : 87 x/menit
 RR : 24 x/menit SGPT= 8U/L HGB=6.8 g/dl
 SpO2 : 100 % SGOT= 8U/L RBC= 2.500.000/ uL
 Suhu : 36.8 C Albumin= 2.6 g/dl HCT= 20.3 %
 VAS : 4
O/  GDS 06.00 = 43 Cholesterol total= 93 mg/dl MCV=81.2 fL
 GDS 09.30 = 68 Glucose (10:34)= 265 mg/dl MCH= 27.2 pg
 GDS 10.30 = 109 HDL Chol= 28 mg/dl WBC= 14.280/ uL
 GDS 15.00 = 134
 ABI Ka = 1.125 Trigliserida= 72 mg/dl PLT= 192.000/ uL
 ABI Ki = 1.160 C-LDL= 51 mg/dl Albumin= 1.9 g/dl
- Abses regio femur sinistra
- DM Tipe 2 tidak terkontrol normoweight
A/ - Hipoglikemia
- Anemia berat normositik normokrom ec perdarahan akut

Farmako :
Non farmako : - D 10%
- Oksigen 2-5L/menit - inj pantoprazole 1x40 mg
- transfusi PRC - inj ondansetron 3x 2mg/ml
- inj ceftriaxon 2x1 gram
30/09/23 1 kolf - Patral 2x1 tab
P/ 01/10/23 2 kolf - inf metronidazole 3x 500 mg/100 ml
02/01/23 1 kolf - kalnex 3x1
- Diet DM III - vit k
- inbumin 3x1
Anus nyeri dan tidak bisa kentut
Abses dan nyeri di kaki sudah dalam perbaikan
03/10/2023 S/ Sesak napas setelah transfusi darah semalam
Badan terasa lemah masih dirasakan
demam sudah tidak ada
Albumin= 1.9 g/dl
laboratorium (03/10/2023) RET%= 1.22 %
TD : 113/72 mmHg HGB=12.7 g/dl RET-He= 29.7 pg
HR : 82 x/menit
RBC= 4.710.000/ uL Glucose= 103 mg/dl
RR : 18x/menit
SpO2 : 98 % HCT= 38 % PT= 13.4 sec
O/ APTT= 25.4 sec
Suhu : 36.6 C MCV=80.7 fL
INR: 1.24
VAS : 4
MCH= 27.0 pg
GDS : 103 Anti HCV= non reaktif
WBC= 10.940/ uL HBsAg= non reaktif
Anti HBsAg= non reaktif
PLT= 218.000/ uL

- Abses regio femur sinistra


A/ - DM Tipe 2 tidak terkontrol normoweight
Farmako :
- D 10%
- inj pantoprazole 1x40 mg
- inj ondansetron 3x 2mg/ml
Non farmako : - inj ceftriaxon 2x1 gram
- Patral 2x1
Oksigen 2-5L/menit - inf metronidazole 3x 500 mg/100 ml
P/ Diet DM III - rhodium 3x1
- kalnex 3x500 mg
- vit k
- inbumin 3x1
- albuminar 25% (2.5 kolf)
Anus nyeri sudah berkurang dan tidak bisa kentut masih ada
Abses dan nyeri di kaki sudah dalam perbaikan
04/10/2023
S/
Sesak napas sudah tidak ada
Badan terasa lemah masih dirasakan
demam sudah tidak ada
pasien pindah bedah 16.00 -> debridema

GDS 06.00 : 81
TD : 110/64 mmHg
HR : 72 x/menit 6DS 07.30 : 84
RR : 18 x/menit GDS 09.30 : 172
O/ SpO2 : 93 %
Suhu : 36.9 C GDS 17.00 : 197
VAS : 3
GDP= 81 mg/dl

Abses regio femur sinistra


A/ DM Tipe 2 tidak terkontrol normoweight
Hipoglikemia
Non farmako :
- Diet DM III
- Patral 2x1

Farmako : - inf metronidazole 3x 500 mg/100 ml


- D10 % - rhodium 3x1
P/ - inj pantoprazole 1x40 mg - kalnex 3x500 mg (k/p)
- inj ondansetron 3x 2mg/ml
- vit k (k/p)
- inj ceftriaxon 2x1 gram
- inbumin 3x1
EKG
Interpretasi:
• Kalibrasi : 25 mm/s
• Aksis : Normoaksis
• Irama : Sinus rhtym
• HR : 76x/menit
• Gelombang P : Normal
• Interval PR : 0.12 s
• Interval QT : Memanjang (QTc=544)
• Durasi QRS : 0.06 s
• Segmen ST : Isoelektrik
• T Inverted : V2-V4
• Q Patologis : Tidak ada
• RVH : Tidak ada
• LVH : Tidak ada
• Gelombang U : Tidak ada
Anus nyeri sudah berkurang dan tidak bisa kentut masih ada
05/10/2023
Nyeri kaki dalam perbaikan
S/ Sesak napas sudah tidak ada
Badan terasa lemah masih dirasakan
demam sudah tidak ada

TD : 80/60 mmHg
HR : 122 x/menit GDS 06.00 : 221
RR : 19 x/menit
O/ SpO2 : 97 % GDP= 221 mg/dl
Suhu : 36.6 C 2jpp= 223 mg/dl
VAS : 3

Abses regio femur sinistra


A/ DM Tipe 2 tidak terkontrol normoweight

Non farmako :
- Diet DM III
- Patral 2x1
- inf metronidazole 3x 500 mg/100 ml
Farmako : - rhodium 3x1
- kalnex 3x 500 mg
- NaCl 0.9% - vit k
P/
- inj pantoprazole 1x40 mg - inbumin 3x1
- Inj meropenem 3x1 gram
- inj ondansetron 3x2mg/ml
- inj ceftriaxon 2x1 gram
Anus nyeri sudah berkurang
Sudah dilakukan operasi debridement
06/10/2023
S/ Sesak napas sudah tidak ada
Badan terasa lemah masih dirasakan
demam sudah tidak ada

TD : 98/59 mmHg
HR : 104 x/menit laboratorium (06/10/2023)
RR : 18 x/menit HGB=7.7 g/dl WBC= 14.760/ uL
SpO2 : 91 %
Suhu : 36.7 C RBC= 28.110.000/ uL PLT= 213.000/ uL
O/
VAS : 3 HCT= 23.2 % RET%= 2.81 %
GDS 06.00 : 221
MCV=80.7 fL RET-He= 31.4 pg
GDS 17.00 : 221
MCH= 27.0 pg

Abses regio femur sinistra


DM Tipe 2 tidak terkontrol normoweight
A/
Anemia sedang normositik normokrom ec perdarahan akut
Non farmako :
- Diet DM III
- Patral 2x1
Farmako :
- inf metronidazole 3x 500 mg/100 ml
- NaCl 0.9% - rhodium 3x1
- inj pantoprazole 1x 40 mg - kalnex 3x 500 mg
P/ - vit k
- inj ondansetron 3x 2mg/ml - inbumin 3x1
- inj ceftriaxon 2x1 gram - Inj Meropenem 3x1 gram
- Novorapid 3x 4 IU sebelum makan
Nyeri pada kaki sudah berkurang
07/10/2023
Nyeri pada anus sudah dalam perbaikan
S/ Sesak napas sudah tidak ada
Badan terasa lemah sudah berkurang
demam sudah tidak ada

TD : 130/70 mmHg
HR : 102 x/menit
RR : 18 x/menit GDS 06.00 : 170
O/ SpO2 : 92 %
Suhu : 36.5 C GDS 12.00 : 143
VAS : 3 GDS 17.30 : 135

Abses regio femur sinistra


DM Tipe 2 tidak terkontrol normoweight
A/
Anemia sedang normositik normokrom ec perdarahan akut
Non farmako :
transfusi PRC
7/10/23 1 kolf
- DIET DM III rhodium 3x1

Farmako : kalnex 3x1 (k/p)


NaCl 0.9%
inj pantoprazole 1x 40 mg
vit k (k/p)
P/
inj ondansetron 3x 2mg/ml
inbumin 3x1
Novorapid 3x 4 IU sebelum makan
Patral 2x1 Inj meropenem 3x1 gram
inf metronidazole 3x 500 mg/100 ml
Nyeri pada kaki sudah berkurang
08/10/2023
Nyeri pada anus sudah dalam perbaikan
S/ Sesak napas sudah tidak ada
Badan terasa lemah sudah berkurang
demam sudah tidak ada

TD : 130/70 mmHg
HR : 102 x/menit
RR : 18 x/menit GDS 06.00 : 170
O/ SpO2 : 92 %
Suhu : 36.5 C GDS 12.00 : 143
VAS : 3 GDS 17.30 : 135

Abses regio femur sinistra


DM Tipe 2 tidak terkontrol normoweight
A/
Anemia sedang normositik normokrom ec perdarahan akut
Non farmako :
transfusi PRC
7/10/23 1 kolf
- DIET DM III rhodium 3x1

Farmako : kalnex 3x1 (k/p)


NaCl 0.9%
inj pantoprazole 1x 40 mg
vit k (k/p)
P/
inj ondansetron 3x 2mg/ml
inbumin 3x1
Novorapid 3x 4 IU sebelum makan
Patral 2x1 meropenem 3x1 gram
inf metronidazole 3x 500 mg/100 ml
BAB IV
DISKUSI
Nyeri kaki kiri
( memerah, panas, bengkak )

Tanda inflamasi

Infeksi  demam

Abses Komplikasi akut DM

Komplikasi kronis

Jari tangan dan kaki kebas -> neuropati diabetikum


Penglihatan kabur  retinopari diabetikum
Abses pecah

Perdarahan akut

Konjungtiva anemis
Anemia telapak tangan dan kaki pucat,
Keluhan sindrom dispepsia

Besi serum, TIBC, Ferritin, Retikulosit


( untuk menyingkirkan diagnosis)
Tatalaksana

Anemia Abses Diabetes Melitus Sindrom Dispepsia

Transfusi PRC inj ceftriaxon 2x1 gram noverapid 8 IU inj pantoprazole 1x1 (IV)
Patral 2x1 Azelin 10 IU (malam) inj ondansetron 3x1
KESIMPULAN
Peningkatan terjadinya anemia seiring dengan meningkatnya durasi DM oleh karena efek kronis
hiperglikemia. Hiperglikemia kronis yang berhubungan dengan diabetes dapat menyebabkan lingkungan hipoksia kronis pada
interstitium ginjal dan gangguan organisasi interstisial atau arsitektur pembuluh darah, pertumbuhan sel atipikal dan
proliferasi kolagen pada sel tubulus dan fibroblas peritubular, yang menyebabkan gangguan sintesis eritropoietin oleh
fibroblas peritubular. Selain itu, pada pasien dengan kondisi hiperglikemik berkepanjangan, sel prekursor eritrosit di sumsum
tulang mungkin terkena toksisitas glukosa langsung dalam waktu lama yang menyebabkan gangguan pada produksi eritrosit
bahwa sintesis eritropoietin dapat dihambat sebelum waktunya pada pasien dengan kontrol glikemik yang buruk. Selain itu,
pada partisipan dengan DM yang tidak terkontrol, prekursor eritrosit di sumsum tulang juga dapat terkena efek toksik glukosa
langsung yang berkepanjangan atau sel darah merah matang dapat terpengaruh oleh stres oksidatif sehingga menyebabkan
gangguan pada fungsi sel darah merah. Faktor tambahan yang terlibat dalam risiko anemia yang berhubungan dengan
hiperglikemia meliputi; kerusakan inflamasi sistemik pada arsitektur ginjal dan akibat pembentukan AGEs serta pengaruhnya
terhadap sumsum tulang.

Anda mungkin juga menyukai