Anda di halaman 1dari 14

PENDAHULUAN

Kelainan kongenital merupakan suatu kelainan struktur yang terjadi pada bayi yang
timbul sejak awal kehidupan bayi setelah persalinan. Pada ginjal dan sistem urologi, dapat pula
terjadi berbagai macam kelainan atau penyakit kongenital, seperti horseshoe kidney disease atau
penyakit ginjal tapal kuda yang merupakan anomali fusi atau terjadinya penyatuan anatomi dua
ginjal atau lebih dari satu. Ginjal tapal kuda biasanya terletak setinggi vertebra lumbal bawah,
karena proses naiknya terhambat oleh pangkal arteri mesenterika inferior (T.W. Sadler,2013).
Selain horseshoe kidney, terdapat pula kelainan kongenital lainnya yaitu polycystic
kidney disease atau penyakit ginjal polikistik yaitu terbentuknya banyak kista, penyakit tersebut
dapat diwariskan sebagai penyakit resesif otosom yang merupakan suatu penyakit progresif yang
ditandai dengan kista-kista yang terbentuk dari duktus koligentes, selain itu, terdapat juga
penyakit ginjal polikisti dominan otosom yaitu kista terbentuk dari semua segmen nefron dan
biasanya tidak menyebabkan gagal ginjal sampai masa dewasa (T.W. Sadler,2013).
Kelainan kongenital yang dapat terjadi juga adalah hypospadias yang berupa muara
uretra yang terletak di sebelah ventral penis dan proksimal ujung penis. Berdasarkan letak muara
uretra, hipospadia terbagi dalam tiga bagian besar, yaitu (Basuki B. Purnomo, 2011)
1. Hipospadia anterior yang terdiri atas tipe glanular, subkoronal, penis distal
2. Hipospadia medius yang terdiri atas midshaft dan penis proksimal
3. Hipospadia posterior yang terdiri atas penoskrotal, scrotal, dan perineal.
Anomali kongenital dari ginjal dan saluran kemih dapat dideteksi dengan berbagai teknik
dan metode diagnostik, termasuk antenatal dan postnatal skrining ultrasonografi, analisis urin,
dan ginjal biopsy. Ultrasonografi. mudah diakses, non-invasif, dan merupakan metode yang telah
digunakan sejak beberapa tahun yang lalu untuk menentukan anomali ginjal dan saluran kemih.
Dengan tidak adanya penyakit sistemik, prevalensi bawaan anomali ginjal dan saluran kemih
ditemukan berada di sekitar 0,1% dengan antenatal ultrasonografi dan lebih dari 1% dengan
postnatal ultrasonografi (Yilmaz Tabel,et al,2010).

TINJAUAN PUSTAKA

1. HORSESHOE KIDNEY DISEASE

Fig. 1. Horseshoe kidney showing anterior view
A-Aorta, RRA-Right renal artery, RARA-Rt. accessory renal artery. IVC-Inferior, vena cava, ARAI-Accessory
renal artery to isthmus, LARA-Left Accessory renal artery, LRA-Left renal artery, SMA-Superior mesenteric
artery., IMA-Inferior mesenteric artery, RRP-Rt renal pelvis, LRP-Lt renal pelvis, RU-Rt ureter, LU-Lt ureter,
RCIA-Rt Common iliac artery, LCIALt Common iliac artery.


Fig. 2. Horseshoe kidney showing posterior view
A=Aorta, RRA=Right renal artery, RARA=Right accessory renal artery. IVC=Inferior vena cava, ARAI=Accessory
renal artery to isthmus, LARA=Left Accessory renal artery, LRA=Left renal artery (L1-L5 Shows vertebral levels
of renal arteries).

EPIDEMIOLOGI
Kelainan kongenital seperti horseshoe kidney disease terjadi pada 1 per 400-800
kelahiran, yang lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita. Tidak ada determinan genetik
yang diketahui, meskipun telah dilaporkan dalam kembar identik dan saudara kandung dalam
keluarga yang sama (Robert C. Allen). Insiden ginjal tapal kuda adalah antara 1/400 dan 1/800
orang, dengan rasio laki-laki berbanding perempuan yaitu sekitar 2: 1. Dalam 90% kasus, ginjal
menyatu di bawah kutub, baik simetris (midline fusion) vs asimetris (L-shaped fusion) (Rispoli
et al, 2014).
ETIOLOGI
Hingga saat ini belum ada teori pasti yang dapat menjawab etiologi dari kelainan
kongenital sistem urogenital secara jelas. Beberapa peneliti hanya sepakat bahwa kejadian
kelainan kongenital sistem urogenital dikarenakan multi faktor yang berhubungan dengan faktor
dari ibu dan janin di antaranya infeksi intrauterin, obat-obatan, usia ibu (35-40 tahun), gizi ibu,
riwayat obstetrik, penyakit yang diderita ibu, antenatal care, prematur dan mutasi gen (Cohen
HL, et al.2004).
MANIFESTASI KLINIS
Pada pasien dengan kelainan kongenital yaitu horseshoe kidney disease, memiliki beberapa
manifestasi seperti (Muttarak M, 2011)
- Nyeri pada bagian perut
- Demam
- Hematuria
- Massa yang dapat teraba
- Asymptomatic
- Poliuria
- Disuria
- Kekaburan pada penglihatan
- Sakit kepala dengan kelemahan pada ekstremitas bagian kiri.
PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik didapatkan letak ginjal tapal kuda lebih rendah daripada posisi
yang normal, dan istmus letaknya setinggi vertebra lumbal 4-5. Jika tidak menimbulkan
komplikasi, anomali ini tidak menimbulkan gejala, dan secara tak sengaja hanya terdeteksi pada
saat dilakukan pemeriksaan pencintraan saluran kemih untuk mencari anomali ditempat lain.
Keluhan muncul jika disertai obstruksi pada uretropelvic junction atau refluk vesiko ureter
(VUR) yaitu berupa nyeri atau timbulnya masa pada pinggang. Obstruksi atau VUR ini dapat
menimbulkan infeksi dan batu saluran kemih (Basuki B. Purnomo, 2011).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah :
- Pemeriksaan intravena urografi (IVU) yang akan menunjukan ginjal tampak menyatu
pada bagian kaudal dengan sumbu yang mengarah dari kranio lateral ke kaudo medial,
dan kadang-kadang ditemukan adanya dilatasi pelvikalises (Basuki B. Purnomo, 2011).
- Pemeriksaan USG dan sintigrafi untuk mengetahui kemungkinan timbulnya penyulit
berupa hidronefrosis, kerusakan ginjal, ataupun timbulnya batu saluran kemih.
- Pemeriksaan computed tomography (CT) dan kadang-kadang, magnetic resonance
imaging (MRI), digunakan karena dapat menghasilkan gambar tiga dimensi dan tidak
terganggu oleh gas usus. CT dan MRI berguna untuk mengkonfirmasi ada tidaknya
kelainan atau massa anatomis lesi pada ginjal yang kongenital dari bentuk yang tidak
biasa (Muttarak M, 2011).
TATALAKSANA
Jika tidak menimbulkan komplikasi, anomali ginjal tapal kuda tidak perlu diterapi,
kemungkinan hanya dibutuhkan control secara teratur, dan apabila terdapat obstruksi uretro
pelvis diperlukan pyeloplasti (Basuki B. Purnomo, 2011).


PROGNOSIS
Penyakit kongenital ginjal tapal kuda memiliki prognosis yang baik apabila tidak
menimbulkan komplikasi ataupun penyulit-penyulit seperti hidronefrosis, kerusakan ginjal, dan
timbulnya batu saluran kemih.

2. POLYCISTIC KIDNEY DISEASE

The polycystic kidney roughly retains the same shape as the healthy kidney.
EPIDEMIOLOGI
Polyistic kidney merupakan kelainan kongenital yang paling umum dari ginjal. Gejala
polycystic kidney dimulai pada bulan awal kehidupan bahkan sejak dalam kandungan. Gejala
biasanya berkembang antara usia 30 dan 40, namun dapat mulai lebih awal, bahkan di masa
kanak-kanak. Jika salah satu orangtua memiliki penyakit tersebut, terdapat kemungkinan 50
persen bahwa gen penyakit akan mengenai anak. Dalam beberapa kasus, kemungkinan terdapat
10 persen polycystic kidney yang terjadi secara spontan pada pasien, dan di Amerika Serikat,
terdapat sekitar 600.000 orang mengalami polycystic kidney disease (National Institutes Of
Health).


ETIOLOGI
Penyebab terjadinya polycystic kidney yaitu :
- Ginjal Polikistik Resesif Autosomal ( Autosomal Resesif Polycystic Kidney /ARPKD).
Disebabkan oleh mutasi suatu gen yang belum teridentifikasi pada kromosom 6p.
Manifestasi serius biasanya sudah ada sejak lahir, dan cepat meninggal akibat gagal
ginjal. Ginjal memperlihat banyak kista kecil dikorteks dan medulla sehingga ginjal
tampak seperti spons
- Ginjal polikistik dominan autosomal (Autosomal Dominant Polycistic Kidney/ADPKD).
Kemungkinan disebabkan karena kegagalan fusi antara glomerulus dan tubulus sehingga
terjadi pengumpulan cairan pada saluran buntu tersebut. Kista yang semakin besar akan
menekan parenkim ginjal sehingga terjadi iskemia dan secara perlahan fungsi ginjal akan
menurun. Hipertensi dapat terjadi karena iskemia jaringan ginjal yang menyebabkan
peningkatan rennin angiotensin.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari kelianan kongenital polycystic kidney disease, diantaranya adalah
(Patrick S. Parfrey,et al, 1990) :
- Hipertensi sistolik dan diastolic
- Penurunan creatinin clearance kurang dari 1,2 ml per detik (70 ml per menit)
- Peningkatan serum kreatinin sebesar 120mol per liter
- Gagal ginjal
PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik dapat didapatkan :
- Massa pada abdomen
- Keluhan dari komplikasi yakni batu ginjal atau perdarahan
- Nyeri tumpul pada daerah lumbar, yang menandakan terjadinya iritasi pada daerah
peritoneal
- Pembesaran ginjal yang merupakan penyebaran kista pada ginjal dan disertai dengan
penurunan fungsi ginjal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang dapat dilakukan berupa :
- Pemeriksaan ultrasonografi untuk melihat proporsi kista pada ginjal. Selain itu juga dapat
terlihat gambaran dari cairan yang terdapat dalam cavitas karena pantulan yang
ditimbulkan oleh cairan yang mengisi kista akan memberi tampilan berupa struktur yang
padat
- Pemeriksaan IVU
- Pemeriksaan USG ginjal
- CT scan
- Pemeriksaan sitologi untuk memeriksa kemungkinan adanya keganasan
TATALAKSANA
Terapi yang dilakukan bertujuan untuk mempertahankan fungsi ginjal antara lain adalah :
- Mengontrol infeksi saluran kemih yang terjadi
- Terapi untuk mengatasi dan mengobati hipertensi
- Penanganan pada batu ginjal
- Mengobati dan mengendalikan sembelit
- Kontrol nyeri
- Mengatur pola makan
- Kemungkinan memerlukan dialysis dan transplantasi

PROGNOSIS
Prognosis ginjal polikista sangat buruk karena pasien yang mengalami ginjal polikista
tersebut akan jatuh dalam kondisi terminal

3. HYPOSPADIA


EPIDEMIOLOGI
Hipospadia yang memiliki angka kejadian sebanyak 3,2 dari 1000 kelahiran hidup
(Basuki B. Purnomo,2011). Penyakit tersebut paling banyak terjadi pada kelahiran anak laki-laki
(Frank H. Pierik).
ETIOLOGI
Penyebab terjadinya hipospadia diantaranya adalah :
- Gangguan dan ketidakseimbangan hormon (Hormon Androgen)
- Genetika (terjadi karena gagalnya sintesis androgen)
- Lingkungan (polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi)

MANIFESTASI KLINIS
Hipospadia memiliki manifestasi klinis sebagai berikut, yaitu :
- Lubang penis dibawah atau didasar penis
- Penis melengkung ke bawah
- Kelainan pada kulit depan penis (berkerudung)
- Jika berkemih, anak harus duduk
- Tidak didapatkan prepusium ventral sehingga prepusium dorsal menjadi berlebihan
(dorsal hood)
- Korde (penis angulasi ke ventral)
- Stenosis meatus uretra
- Testis maldesensus dan hernia inguinalis
- Kelainan kongenital pada ginjal

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik hipospadia adalah :
- Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukakan yang dangkal di bagian bawah
penis yang menyerupai meatus uretra eksternus
- Preputium tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk dibagian punggung penis
- Kulit penis bagian bawah sangat tipis
- Adanya chordee yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang hingga
ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar
- Tunika dartos, facia buch dan korpus spongiosum tidak ada
- Testis tidak turun ke kantong skrotum

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain adalah :
- Uteroskopi praoperatif untuk melihat kemungkinan adanya pembesaran utrikulus
prostatikus yang mungkin terdapat keraguan jenis kelamin, yang biasa dilakukan pada
hipospadia posterior dengan disertai testis maldesensus.


TATALAKSANA
Penatalaksanaan hipospadia dapat dilakukan dengan tindakan operasi yang memiliki
tujuan yaitu (Basuki B. Purnomo,2011) :
- Kosmetik penis sehingga fungsi miksi dan fungsi seksual normal (ereksi lurus dan
pancaran ejakulasi kuat)
- Penis dapat tumbuh dengan normal.
Tahapan rekonstruksi yang dilakukan yaitu :
- Koreksi korde (ortoplasti)
- Membuat neouretra dari kulit penis (uretroplasti)
- Membuat glans

PROGNOSIS
Hipospadia memiliki prognosis yang buruk jika terdapat penyulit yang terjadi akibat
operasi seperti fistula urektrokutan, stenosis meatus uretra, striktura uretra, korde yang belum
sepenuhnya terkoreksi, dan timbulnya divertikel uretra (Basuki B. Purnomo, 2011).


LAPORAN KASUS :

Maternal exposure to ethylene glycol monomethyl ether acetate and hypospadia in offspring

Wanita yang lahir pada tahun 1959, pernah bekerja di sebuah industri laboratorium untuk
lak dan kawat yang dilapisi porselen sejak 1974, di laboratorium tersebut terdapat kandungan
EGMEA (Ethylene glycol monomethyl eter asetat ) sebagai pelarut utama. Selama wanita
tersebut berada pada kehamilan pertama pada tahun 1980, ia membersihkan gelas dan peralatan
lain yang digunakan di laboratorium setidaknya empat jam sehari. Untuk membersihkan gelas
dan peralatan lain tersebut, digunakan EGMEA sebagai pelarut, saat melakukan pembersihan,
wanita tersebut jarang menggunakan sarung tangan. EGMEA juga terdapat pada kain dan dapat
menyebar melalui gesekan pada permukaan benda, sehingga kulit wanita tersebut sering
mengalami kontak langsung dengan EGMEA karena jarang memakai pelindung seperti sarung
tangan. Selama kehamilan kedua , ia membersihkan gelas selama sekitar satu jam sehari, sama
seperti biasanya, ia selalu mengalami kontak langsung dengan EGMEA. Pada tahun 1981 anak
laki-laki lahir dengan berat badan yang normal dan terdapat malformasi berikut yaitu perineum
hypospadia, mikropenis, dan bifida skrotum. Seks tidak dapat pasti ditentukan tanpa analisis
kromosom. Pemeriksaan klinis menunjukkan tidak ada kelainan lebih lanjut,hasil laboratorium
menunjukan hasil yang normal yaitu TPHA-test (sifilis), tes Guthrie (kelainan bawaan ofamino
asam metabolisme), TSH-test, uji mekonium, ketosteroid ekskresi (metabolit steroid
androgenik), dan ekskresi pregnantriol (metabolit progesteron). Analisis kromosom
menunjukkan laki-laki yang normal kariotipe (46XY), pyelogram intravena dan cystoscopy yang
dilakukan memberikan hasil yang normal. Pada tahun 1984 lahir anak laki-laki kedua dengan
berat badan normal, didapatkan penis hypospadia dan Jenis bifida skrotum. Semua pemeriksaan
medis seperti pada anak pertama dilakukan kecuali bahwa cystoscopy digantikan oleh
ultrasonografi. Tidak ada hasil patologis tambahan yang ditemukan. Pada tahun-tahun berikutnya
kedua anak menjalani operasi. Perineal dan penis hipospadia dikoreksi, chordee telah
dihilangkan pada anak, dan testis yang tidak turun dipindahkan ke skrotum. Selain itu, anak yang
lebih tua diperlakukan dengan chorionic gonadotropin, pengobatan ini menyebabkan testis
berukuran normal.
ANALISIS KASUS :
Laporan kasus pada jurnal yang saya pilih menceritakan tentang seorang wanita yang
bekerja di laboratorium yang sering terekspos atau terkena kontak langsung dengan suatu pelarut
industri, yaitu Ethylene glycol monomethyl eter asetat (EGMEA) yang mengakibatkan kedua
anaknya mengalami hipospadia. EGMEA merupakan suatu zat teratogenik dan fetotoksik,
karena sebelumnya telah di uji cobakan pada tikus dan memberikan hasil kelainan tulang serta
atrofi testis unilateral. Anak pertama dan kedua adalah laki-laki yang saat kelahirannya
mengalami hipospadia, mikropenis, dan bifida skrotum. Pemeriksaan klinis menunjukkan tidak
ada kelainan lebih lanjut,hasil laboratorium menunjukan hasil yang normal yaitu TPHA-test
(sifilis), tes Guthrie (kelainan bawaan ofamino asam metabolisme), TSH-test, uji mekonium,
ketosteroid ekskresi (metabolit steroid androgenik), dan ekskresi pregnantriol (metabolit
progesteron). Analisis kromosom menunjukkan laki-laki yang normal kariotipe (46XY),
pyelogram intravena dan cystoscopy yang dilakukan memberikan hasil yang normal. Kedua anak
tersebut menjalani operasi Perineal dan penis hipospadia dikoreksi, chordee telah dihilangkan
pada anak, dan testis yang tidak turun dipindahkan ke skrotum. Selain itu, anak yang lebih tua
diperlakukan dengan chorionic gonadotropin, pengobatan ini menyebabkan testis berukuran
normal.
Menurut literature yang ada, hipospadia yang dialami kedua anak tersebut kemungkinan
dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti :
- Gangguan dan ketidakseimbangan hormon (Hormon Androgen)
- Genetika (terjadi karena gagalnya sintesis androgen)
- Lingkungan (polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi)

Pada laporan kasus diatas, dijelaskan bahwa sang ibu saat kehamilannya sering mengalami
kontak langsung dengan EGMA yang merupakan suatu zat yang bersifat teratogenik dan dapat
mengakibatkan mutasi. Kemungkinan hipospadia yang dialami kedua anak laki-laki tersebut
adalah karena faktor lingkungan. Untuk faktor genetik dan gangguan ketidak seimbangan
hormon kemungkinan dapat disangkal karena menurut sejarah keluarga maupun pemeriksaan
medis tidak menunjukan adanya kelainan.
Penanganan yang dilakukan pada kedua anak tersebut adalah dengan tindakan operasi, yang
sesuai literature memiliki tujuan sebagai berikut :
- Kosmetik penis sehingga fungsi miksi dan fungsi seksual normal (ereksi lurus dan
pancaran ejakulasi kuat)
- Penis dapat tumbuh dengan normal.
Tahapan rekonstruksi yang dilakukan yaitu :
- Koreksi korde (ortoplasti)
- Membuat neouretra dari kulit penis (uretroplasti)
- Membuat glans

Pada laporan kasus diatas, chordee pada kedua anak telah dihilangkan, karena chordee
merupakan jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang hingga ke glans
penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar, selain itu, pada anak pertama diberikan
chorionic gonadotropin yaitu suatu pengobatan yang dapat membuat penis anak tersebut
dapat tumbuh dengan nor
KESIMPULAN

Penyakit kongenital merupakan suatu kelianan bawaan yang dapat muncul pada bayi dan
dapat terlihat bahkan sejak awal kehidupan, penyakit kongenital dapat berupa kelainan pada
ginjal, maupun pada saluran kemih atau sistem urogenital, yang memiliki tanda dan gejala yang
berbeda-beda. Oleh kare itu, diagnosis yang tepat sangat dibutuhkan untuk dapat menyingkirkan
penyakit-penyakit yang menjadi diagnosis diferential dari suatu penyakit kongentil tersebut,
selain itu juga agar dapat memberikan penatalaksanaan atau terapi-terapi yang sesuai dengan
penyakit kongenital yang dialami oleh pasien.














DAFTAR PUSTAKA

1. Frank H. Pierik, et al. 2004. Maternal and Paternal Risk Factor for Cryptorchidism and
Hypospadia. Retrieved from: http://www.nejm.org/
2. National Institue of Health. 2000. Polycistic Kidney Disease. Retrieved from:
http://kidney.niddk.nih.gov/
3. Basuki B. Purnomo.2011. Dasar-Dasar Urologi.
4. Muttarak, M, et al. 2011. Congenital Renal Anomalies Detected in Adulthood. Retrieved
from: www.biij.org
5. Patrick S. Pafrey, et al. 1990. Diagnosis anda Prognosis of Autosomal Dominant
Polycistic Kidney Disease. Retrieved from: www.nejm.org
6. Universitas Sumatra Utara. Hipospadia. Retrieved from: http://ocw.usu.ac.id/
7. T.W. Sadler. Embriologi Kedokteran. Edisi 10. Jakarta:EGC
8. Yilmaz Tabel, et al. 2010. Ultrasonographic Screening of Newborns for Congenital
Anomalies of The Kidney and The Urinary Tracts. Retrieved from:
www.urologyjournal.org
9. Pietro Rispoli, et al. 2014. Inverior Vena Cava Prosthetic Replacement in a Patient With
Horseshoe Kidney and Metastatic Testicular Tumor: Tehnical Consideration and Review
The Literature. Retrieved from: www.biomedcentral.com
10. Universitas Sumatra Utara. Polycistic Kidney Disease. Retrieved from:
http://ocw.usu.ac.id/
11. H M Bolt, K Golka. Maternal Exposure To Ethylene Glycol Monomethyl Ether Acetate
and Hypospadia in Offspring: A Case Report. British Journal of Industrial Medicine
1990;47:352-353
12. Vaniya V.H. 2004. Horsehoe Kidney With Multiple Renal Arteries and Extrarenal
Calyces- A Case Report. Retrieved from: http://medind.nic.in/

Anda mungkin juga menyukai