Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi dan Melengkapi Salah Satu Syarat


Pada Mata Kuliah Perbandingan Madzhab
Dosen : Dra. Hj. Siti Nurjannah, M.Ag

Disusun Oleh
Nama
NPM
Fakultas
Prodi
Semester

:
:
:
:
:

Ujang Mahmud
12210096
Tarbiyah
PAI
VII

INSTITUT AGAMA ISLAM MAARIF (IAIM) NU

METRO-LAMPUNG
2014

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur yang kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan hidayah untuk berpikir sehingga dapat menyelesaikan makalah pada
mata kuliah Perbandingan Madzhab yang berjudul Biografi Singkat Imam Abu
Hanifah dan Metode Penetapan Hukum Madzhab Hanafiah
Dalam penulisan ini kami tulis dalam bentuk sederhana, sekali mengingat
keterbatasan yang ada pada diri penulis sehingga semua yang ditulis masih sangat
jauh dari sempurna.
Atas jasanya semoga Allah SWT memberikan imbalan dan tertulisnya
laporan observasi ini dapat bermanfaat dan kami minta maaf sebelumnya kepada
Dosen, apabila ini masih belum mencapai sempurna kami sangat berharap atas
kritik dan saran-saran nya yang sifatnya membangun tentunya.

Metro,

Penulis

Oktober 2014

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I

PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 2


A. Riwayat Hidup Hanafiyah ........................................................... 2
B. Metode Penetapan Hukum Mazhab Hanafiyah........................... 6
BAB III KESIMPULAN ................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 10

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Imam Abu Hanifah An-Numan bin Tsabit al-Kufiy merupakan orang
yang faqih di negeri Irak, salah satu imam dari kaum muslimin, pemimpin
orang-orang alim, salah seorang yang mulia dari kalangan ulama dan salah
satu imam dari empat imam yang memiliki madzhab. Di kalangan umat Islam,
beliau lebih dikenal dengan nama Imam Hanafi.
Nasab dan Kelahirannya bin Tsabit bin Zuthi (ada yang mengatakan
Zutha) At-Taimi Al-Kufi Beliau adalah Abu Hanifah An-Numan Taimillah
bin Tsalabah. Beliau berasal dari keturunan bangsa persi. Beliau dilahirkan
pada tahun 80 H pada masa shigharus shahabah dan para ulama berselisih
pendapat tentang tempat kelahiran Abu Hanifah, menurut penuturan anaknya
Hamad bin Abu Hadifah bahwa Zuthi berasal dari kota Kabul dan dia terlahir
dalam keadaan Islam. Adapula yang mengatakan dari Anbar, yang lainnya
mengatakan dari Turmudz dan yang lainnya lagi mengatakan dari Babilonia.
B. Batasan Masalah
1. Untuk mengetahui riwayat hidup hanafiyah
2. Untuk mengetahui metode penetapan hukum mazhab hanafiyah?

BAB II
PEMBAHASAN

A. RIWAYAT HIDUP HANAFIYAH


Imam Abu Hanifah di lahirkan di Kota Kuffah pada tahun 80 H (699 M).
Beliau mula-mula mempelajari Ilmu Kalam, kemudian mempelajari Ilmu
Fiqih dengan seorang yang bernama Hamad Bin Sulaiman di Kota Kufah dan
wafat pada tahun 150 H (769) di Baghdad.
Irak dimana Abu Hanifah dilahirkan suatu daerah yang penuh dengan
pergolakan politik dan letaknya jauh dari kota Madinah yang tentunya jumlah
hadits yang ada di daerah ini sangat sedikit dan juga kalangan Khawarij dan
Syiah yang berupaya menarik perhatian umat Islam untuk memperkuat
propaganda politik mereka.
Dasar-dasar Istidlal yang digunakan oleh Abu Hanifah adalah AlQuran, Sunnah dan Ijtihad dalam pengertian luas. Artinya jika Nash AlQuran dan Sunah secara jelas-jelas menunjukkan suatu hukum itu disebut,
maka beliau mengambil dari keduanya. Tetapi bila nash tersebut menunjukkan
secara

tidak

langsung/hanya

memberikan

kaidah-kaidah

dasar

yang

menunjukkan moral, Illat maka pengambilan hukum tersebut melalui Qiyas.


Dalam pernyataan tersebut Abu Hanifah tidak menyebutkan Qiyas dan
Ihtisshan kedalam dasar-dasar yang menjadi pijakan dalam berijtihad sebab
yang Beliau maksudkan ialah dasar Naqliyah sementara Qiyas dan Istihsan
merupakan metode Istidlal Aqliyah.
Masalah ini dapat dipahami dari pernyataan Abu Hanifah bahwa Beliau
tidak merujuk pada pendapat sahabat kecuali apabila tidak ditemukan dalam
Kitabullah dan Sunnah Nabi. Demikian pula apabila tidak ditemukan dalam
pendapat sahabat dan masalahnya sampai pada tabiin maka Beliau berijtihad
sebagaimana mereka berijtihad.
Dalam masalah ini sebenarnya belum ada perbedaan dengan para imam
yang lain. Semua imam sepakat tentang keharusan merujuk pada Al-Quran

dan Sunnah. Yang membedakan dasar-dasar pemikiran Abu Hanifah dengan


yang lain sebenarnya terletak pada kegemaran Beliau dalam menyelami suatu
hukum, mencari tujuan moral dan kemaslahatan yang menjadi sasaran utama
disyariatkannya suatu hukum. Termasuk dalam hal ini adalah teori
penggunaan qiyas, istihsan, urf (adat kebiasaan), kemaslahatan dan lainnya.
Perbedaan yang lebih tajam lagi bahwa Abu Hanifah menggunakan teori-teori
tadi dan sangat ketat dalam penggunaan hadits ahad, tidak seperti para imam
lainnya. Imam Abu Hanifah sering menafsirkan suatu nash dengan membatasi
konteks aplikasinya dalam kerangka, Illat, hikmah, dan tujuan-tujuan moral
dan bentuk kemaslahatan yang beliau pahami. Betapapun Abu Hanifah
terkenal dengna mazhab rasionalis yang acapkali menyelami dibalik arti dan
ilat suatu hukum dan sering mempergunakan Qiyas tetapi itu tidak berarti
beliau telah mengabaikan nash-nash Al-Quran dan Sunnah. Tidak ada riwayat
shohih yang menyebutkan bahwa Abu Hanifah mendahulukan rasion daripada
sunnah. Bahkan jika beliau menemukan pendapat sahabat yang benar beliau
menolak untuk berijtihad. Dengan kata lain pemikiran fikih Abu Hanifah tidak
berdiri sendiri, tetapi malah berakar kuat pada pendahulunya di Irak dan juga
para ahli hadits di Hijaz.
Muhammad Bin Ahsan, seperti yang dikutip oleh Abu Zahrah
membenarkan dalam masalah hukum seseorang melakukan hubungan dengan
istrinya sebelum Tawaf, Abu Hanifah mengambil pendapat Ibnu Abbas
seorang ulama Ahli Hadits Makkah dan menolak pendapat Ibrahim yang
dikenal banyak mewariskan pemikiran fiqih rasional kepadanya.
Secara faktual pemikiran Abu Hanifah memang sangat mendalam dan
rasional. Beliau memberi syarat yang cukup ketat dan selektif dalam
penerimaan hadits ahad. Bagi Abu Hanifah ada 3 syarat yang harus di penuhi
dialam penerimaan hadits ahad sebagai berikut :

1.

Orang yang meriwayatkan hadits tidak boleh berbuat/berfatwa yang


bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan.

2.

Hadits ahad tidak boleh menyangkut persoalan umum dan sering terjadi
sebab kalau menyangkut persoalan umum dan sering terjadi mestinya
hadits tersebut diriwayatkan oleh banyak perawi tidak seorang saja.

3.

Hadits ahad tidak boleh bertentangan dengan kaidah-kaidah umum atau


dasar-dasar kulliyah.
Abu Hanifah lebih mengutamakan hadits yang diriwayatkan oleh

fuqoha dan pada seorang ahli hadits kejujuran saja belum cukup unutk
mengetahui seluk beluk hadits apalagi yang menyangkut hukum.. Oleh karena
itu Abu Hanifah lebih mengutamakan hadits yang diriwayatkan oleh orangorang yang mengerti masalah fiqih.
Kondisi

sosiologis

dimana

Abu

Hanifah

dibesarkan

tentu

mempengaruhi cara berfikir. Dengan sikap selektif dalam penerimaan hadits


ahad Abu Hanifah dapat lebih leluasa melakukan penafsiran hadits-hadits
shahih, menyelami tujuan moral dan banyak mempergunakan rasio sehingga
mampu memberi jawaban perkembangan terhadap berbagai perkembangan
pada saat itu. Para ahli fiqih diwilayah Kufah lebih banyak mengenal dan
mengerti hadits dan fuqoha bukan dan para muhaddisin. Sudah barang tentu
Abu Hanifah dituntut untuk menyeleksi hadits yang sampai ke Kufah atau
minimal menyangsikan kesahihan hadits atau perawinya yang tidak memenuhi
persyaratan. Dan situ beliau cenderung memakai rasio dan ijtihad.
Dr. Faruq Abu Zaid menyebut beberapa faktor lain yang melatar
belakangi kecenderungan dan metode rasional Abu Hanifah. Penduduk Kufah
tempat Beliau dilahirkan dan dibesarkan merupakan masyarakat yang sudah
banyak mengenal kebudayaan dan peradaban. Fuqoha daerah ini sering
dihadapkan pada berbagai pedoman hidup berikut problematikanya yang
beranekaragam. Untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut mereka
terpaksa memakai ijtihad dan akal. Keadaan ini berbeda dengan Hijaz.
Masyarakat daerah ini masih diliputi oleh suasana kehidupan Badawah
(sederhana) seperti keadaan pada masa Nabi. Untuk mengatasi berbagai

masalah dalam kondisi seperti ini para ahli fiqih merasa cukup dengan
mengandalkan Al Quran, Sunnah dan Ijma para sahabat. Karena itulah
mereka tidak merasaperlu berijtihad seperti fliqoha Irak.
Faktor lain yang menyebabkan Abu Hanifah menjadi seorang
rasionalis bahwa Beliau tidak Iangsung menggumuli Ilmu-ilmu syariat. Pada
awal kehidupan Iklmiahnya Beliau mempelajari Ilmu kalam kemudian belajar
Fiqih kepada Syeh Hammad Bin Sulaiman. Beliau juga seorang pedagang
kain yang menyebabkan Beliau mempunyai pengalaman yang luas dalam
bidang perdagangan. Studinya dalam Ilmu kalam membuatnya tampil dalam
menggunakan logika untuk mengatasi berbagai persoalan Fiqih.
Abu Hanifah Numan bin Tsabit (80-150 H) yang terkenal dengan
sebutan Imamul A`dzham (Imam Agung) adalah salah satu dari ulama besar
dan termasuk fukaha terpandang Ahlusunnah. Nama lengkap beliau Abu
Hanifah Numan Ibn Tsabit bin Numan bin Zuthi bin Marzaban Tsabit.
Beliau keturunan Iran dan berasal dari kota Kabul. Kakek Abu Hanifah
berasal dari mawali (budak yang dimerdekakan). Abu Hanaifah sendiri
dilahirkan pada tahun 80 Hijrah di kota Kufah.
Dalam pandangan ulama Ahlusunnah, Imam Abu Hanifah Numan bin
Tsabit termasuk fukaha terbesar. Menurut keterangan dari Abu Hanifah
sendiri, beliau pernah belajar fikih dan ushul kepada Imam Jafar ash-Shadiq.
Tetapi pendapatnya tersebut ditolak oleh kalangan Ahlusunnah. Banyak sekali
riwayat yang menceritakan bahwa Abu Hanifah pernah berjumpa dengan
Imam Bagir di kota Madinah dimana ayah dari Imam ash Shadiq ini
mengatakan bahwa metodologi qiyas yang dianut oleh Abu Hanifah telah
menyimpang dari ajaran Nabi Muhammad.
Pada masa pemerintahan Mansur Abbasi, Abu Hanifah diminta agar
menjadi qodhi (hakim), akan tetapi beliau menolak permintaan tersebut.
Karena itu, beliau dijebloskan ke penjara dan disiksa. Akhirnya Abu Hanifah
wafat di penjara pada tahun 150 H karena racun yang diberikan padanya.

B. Metode Penetapan Hukum Mazhab Hanafiyah


Umumnya para ulama mengenal Abu Hanifah sebagai seorang fuka
yang reformis. Berkaitan dengan istinbath hukum syari, beliau memiliki
metodologi yang berbeda dengan para fukaha lainnya. Diriwayatkan bahwa
Abu Hanifah berkata: Sekiranya Rasulullah berada di tengah-tengah kita
sekarang ini, pastilah beliau akan mengatakan apa yang saya katakan. Para
pengikut Abu Hanifah menamakan mazhab dan metodologinya sebagai
mazhab ahli rayu (mazhab pendapat). Sebab, Abu Hanifah cenderung
mengedepankan pendapat pribadinya dimana setelah mengeluarkan suatu
fatwa beliau mengatakan: Ini adalah pendapat kami. Abu Hanifah berbeda
pendapat dengan para ahli hadis. Beliau lebih mendukung hadis-hadit yang
mutawatir saja yang diriwayatkan oleh para tabiin sedangkan hadis dan
khabar mufrad dengan tegas ditolaknya. Seperti yang dituturkan oleh Ibnu
Khaldun bahwasanya, dari sekian banyak hadis yang dinisbatkan kepada Nabi
Muhammad hanya 17 hadis saja yang diterima/dipercaya oleh Abu Hanifah.
Mungkin hal ini dipengaruhi oleh latarbelakang beliau sebagai ahli kalam
dimana hal ini mempengaruhi metodologi fikh yang dikembangkannya. Beliau
menerima qiyas dan istihsan sebagai dasar dalam ijtihad.
Secara garis besar bahwa dasar-dasar Mazhab Hanafi bersandar
kepada:
1. Al-Quran
2. Sunnah Rasulullah saw
3. Fatwa sahabat
4. Qiyas dan rayu (pendapat pribadi)
5. Istihsan
6. Ijma
7. Urf (adat/tradisi yang berlaku dikalangan masyarakat Islam).

Berkaitan dengan masalah iman dan kufr (kekafiran), Abu Hanifah


berpendapat bahwa keduanya tidak bertambah dan tidak berkurang. Dasar
iman adalah tashdiq (pembenaran), sedangkan dasar kekafiran adalah inkar
1

Syukah, Mustafa, Aimatul ar-baah, cetakan Beirut, tahun terbit 1985. hal. 65

(pengingkaran). Dalam kajian jabr dan ikhtiar, beliau berkeyakinan bahwa


manusia itu bebas untuk beramal. Abu Hanifah memperhatikan sumber
perbuatan manusia dimana dalam hal ini beliau menyatakan: Dalam
kaitannya dengan qadha dan qadar, perbuatan manusia seperti pantulan
cahaya matahari yang kembali ke matahari itu sendiri. Di antara ciri khas
fatwa yang dikeluarkan Abu Hanifah yang dicatat oleh para peneliti dan para
fukaha adalah transparansi, ketegasan dan toleransi.
Dalam perkembangannya Abu Hanifah memiliki banyak sekali murid,
diantara murid-muridnya; Zafar bin Hudail, Dawud ath-Thai, Abu Yusuf
Qadhi, Abu Muthi Balhi, Muhammad bin Hasan Syaibani, Asad bin Amr
Bajli, Hasan bin Ziyad Lului dan putranya Humad bin Abu Hanifah,
Abdullah bin Mubarak, Jarud Naisaburi, Abdul Karim Jarjoni, Abu Naim dan
Waki.
Adapun karya-karyanya seperti dalam ilmu hadis kitab Musnad
yang dikumpulkan oleh murid-muridnya; al-Maharij dalam bidang fikih
yang merupakan periwayatan Abu Yusuf dari beliau. Sebagian orang
menisbatkan beberapa kitab yang salah kaprah kepada Abu Hanifah,
diantaranya Fiqh Akbar yang menjelaskan akidah asli Abu Hanifah, alAlim wal Mutaalim dan Fiqh al Absath.
Dalam bidang fikih, Abu Hanifah menjadi pelopor utama dari empat
fukaha Ahlusunnah yang secara tertib nama-nama mereka sebagai berikut ini:
1. Abu Hanifah Numan bin Tsabit
2. Malik bin Anas
3. Muhammad Idris Syafii
4. Muhammad bin Hambal
Pengikut Abu Hanifah terkenal dengan sebutan Mazhab Hanafi.
Berikut ini adalah guru-guru Abu Hanifah:
1. Akromah Maula Abdullah bin Abbas wafat 104 H
2. Atho bin Abu Rubah wafat 114 H
3. Nafi Maula Ibn Umar wafat 117 H

10

4. Hamad bin Abu Sulaiman wafat 129 H. 2


Murid-murid
Diantara murid-muridnya yang ternama antara lain:
1. Zafar bin Zuhail wafat 158 H
2. Abu Yusuf Yaqub bin Ibrahim Anshari Wafat 182 H
3. Muhammad bin Hasan Syibani wafat 189 H
4. Dawud Thai
5. Asad bin Amr
6. Hasan bin Ziyad Lului Kufi wafat 204 H.

Dedi Supriayadi, Perbandingan Madzhab Dengan Pendekatan Baru, CV. Pustaka Setia,
Bandung, 2008, hal.102

11

BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan makalah di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa


Imam Abu Hanifah An-Numan bin Tsabit al-Kufiy merupakan orang yang faqih
di negeri Irak, salah satu imam dari kaum muslimin, pemimpin orang-orang alim,
salah seorang yang mulia dari kalangan ulama dan salah satu imam dari empat
imam yang memiliki madzhab.
Imam Abu Hanifah di lahirkan di Kota Kuffah pada tahun 80 H (699 M).
Beliau mula-mula mempelajari Ilmu Kalam, kemudian mempelajari Ilmu Fiqih
dengan seorang yang bernama Hamad Bin Sulaiman di Kota Kufah dan wafat
pada tahun 150 H (769) di Baghdad.
Dasar-dasar Istidlal yang digunakan oleh Abu Hanifah adalah Al-Quran,
Sunnah dan Ijtihad dalam pengertian luas. Artinya jika Nash Al-Quran dan Sunah
secara jelas-jelas menunjukkan suatu hukum itu disebut, maka beliau mengambil
dari

keduanya.

Tetapi

bila

nash

tersebut

menunjukkan

secara

tidak

langsung/hanya memberikan kaidah-kaidah dasar yang menunjukkan moral, Illat


maka pengambilan hukum tersebut melalui Qiyas.
Secara faktual pemikiran Abu Hanifah memang sangat mendalam dan
rasional. Beliau memberi syarat yang cukup ketat dan selektif dalam penerimaan
hadits ahad. Bagi Abu Hanifah ada 3 syarat yang harus di penuhi dialam
penerimaan hadits ahad sebagai berikut :
1.

Orang yang meriwayatkan hadits tidak boleh berbuat/berfatwa yang


bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan.

2.

Hadits ahad tidak boleh menyangkut persoalan umum dan sering terjadi
sebab kalau menyangkut persoalan umum dan sering terjadi mestinya hadits
tersebut diriwayatkan oleh banyak perawi tidak seorang saja.

3.

Hadits ahad tidak boleh bertentangan dengan kaidah-kaidah umum atau


dasar-dasar kulliyah.

12

DAFTAR PUSTAKA

Syukah, Mustafa, Aimatul ar-baah, cetakan Beirut, tahun terbit 1985


Dedi Supriayadi, Perbandingan Madzhab Dengan Pendekatan Baru, CV. Pustaka
Setia, Bandung, 2008
indotopsite.com/search/sejarah+wahabi

13

Anda mungkin juga menyukai