Anda di halaman 1dari 9

Data Percobaan

Tabel 1 Hasil percobaan uji kepekaan mencit


Mencit
Mencit I
Mencit II
Mencit III

Kelompok I
Berat
Tail Flick
Badan (g)
(detik)
26,7
3,74
25,5
2,63
26,3
1,73

Kelompok II
Berat
Tail Flick
Badan (g)
(detik)
22,3
1,60
23,1
2,08
22,8
1,43

Gambar 1. Kurva hubungan antara berat badan mencit (gram) dengan waktu respon (detik)
pada uji Tail Flick.
Tabel 2 Data perlakuan pengujian analgetik pada mencit
Mencit
I
II
III

Kelompok I
Bobot (gram)
Vol. Injeksi (ml)
26,7
Metampiron 5,0%
= 0,35 (0,03)*
25,5
Tramadol 1,0%
= 0,33 (0,03)*
26,3
-

Mencit
I
II
III

Kelompok II
Bobot (gram)
Vol. Injeksi (ml)
22,3
Metampiron 2.5%
= 0,118 = 0,12
23,1
Tramadol 0,5%
= 0,115 = 0,12
22,8
-

Keterangan Tabel
*) Terdapat kesalahan perhitungan. Secara teoritis, volume yang diinjeksikan adalah sebesar
0,03 mL, namun pada saat percobaan, volume yang diinjeksikan pada mencit I adalah
0,35 mL, sedangkan pada mencit ke II sebesar 0,33 mL.

Mencit I

: Mencit diberi perlakuan metampiron

Mencit II

: Mencit diberi perlakuan tramadol

Mencit III

: Kontrol

Contoh perhitungan untuk volume injeksi metampiron 2,5%


Diketahui bobot mencit = 22, 30 gram
Berdasarkan Tabel Konversi perhitungan dosis untuk berbagai jenis hewan dan manusia
(Lawrence and Bacharach, 1964) :
Mencit (20 gram) Manusia (70 gram) = Konversi 0,0026
Untuk bobot mencit 20 gram, maka besarnya konversi menjadi :
= (22,30 gram 0,0026) / (20 gram)
= 0,002899 (Besarnya konversi untuk bobot mencit sebesar 26,7 gram)
Diketahui dosis yang diberikan adalah 1000 mg/ 70 kg untuk manusia, maka besarnya dosis
yang akan diberikan pada mencit dengan bobot 26,7 mg adalah :
= 0,002899 1000 mg
= 2,899 mg (Dosis metampiron yang diberikan kepada mencit)
Diketahui konsentrasi metampiron yang tersedia adalah 2,5%, maka besarnya volume yang
diinjeksikan kepada tikus adalah :
2,5% = 2,5 gram/ 100 mL = 2500 mg/ 100 mL
Volume metampiron 2,5% yang diinjeksikan
= (2,899 100) / (2500)
= 0,11596 mL dibulatkan menjadi 0,12 mL (Volume Metampiron 2,5% yang
diinjeksikan).

Tabel 2 Hasil pengamatan terhadap efek geliat pada mencit yang diinduksi asam asetat
Jumlah Geliat Kelompok I
Mencit I
Mencit II
Mencit III

(Menit)
5
10
15
20
25
30

18
15
13
6
3
-

5
25
27
30
27
10

80
56
39
37
29

Jumlah Kelompok II
Mencit I
Mencit II
Mencit III
4
11
10
7
7
3

16
30
28
35
18
9

Tidak bisa diamati

Waktu

Keterangan :
Mencit I

: Perlakukan dengan metampiron (Kelomp. 1= 500 mg; Kelomp. 2= 100 mg)

Mencit II

: Perlakuan dengan tramadol (Kelomp. 1 = 1000 mg; Kelompo. 2= 200 mg)

Mencit III

: Kelompok kontrol NaCl

Gambar 2 Kurva hubungan waktu terhadap jumlah geliat hewan coba.

Pembahasan

Penelitian ini bertujuan melihat efek analgesik dari metampiron dan tramadol pada
berbagai dosis terhadap hewan uji (mencit) yang diberikan rangsang nyeri, dalam hal ini
asam asetat digunakan untuk menginduksi rasa nyeri. Rasa nyeri disebabkan oleh rangsangan
mekanik atau kimiawi, panas, atau listrik yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan
melepaskan zat yang disebut mediator nyeri. Pada penelitian ini, rangsang yang diberikan
menggunakan metode geliat (Writhing Refelx Test atau Abdominal Constriction Test).
Rangsang panas yang diberikan menyebabkan hewan uji melakukan perlindungan diri dengan
respon merenggangkan badan (geliat).
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan
kerusakan jaringan, keadaan psikis yang sangat mempengaruhi nyeri. Rasa nyeri timbul jika
rangsang mekanik, termal, kimia, atau listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai
ambang nyeri) dan karena itu menyebabkan kerusakan jaringan dengan pembebasan senyawa
nyeri (Mutschler, 1991).
Rasa nyeri bersifat subjektif, dimana ambang toleransi nyeri akan berbeda beda
disetiap individu. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh letak dari nosireseptor yang berbeda
beda, yaitu pada kulit (kutaneus), somatik (dalam somatik), dan pada pada daerah viseral.
Perbedaan letak nosireseptor juga dapat mengakibatkan perbedaan sensasi nyeri yang
ditimbulkan (Mustchler, 1991). Walaupun demikian, batas nyeri untuk suhu adalah konstan,
yakni pada suhu 44 45 C (Tjay dan Rahadja, 2010). Oleh karena batas nyeri suhu adalah
konstan, maka dasar ini dilakukan untuk uji pendahuluan terhadap kepekaan pada hewan uji,
dimana pada uji pendahulan ini diharapkan setiap mencit dalam percobaan akan memberikan
respon dalam 20 detik.
Berdasarkan data hasil pengujian pendahuluan respon mencit pada Tabel 1, terdapat
adanya kecenderungan bahwa dengan semakin tingginya berat badan suatu hewan uji, maka
respon terhadap penjetikkan ekor akan lebih lama, walaupun terdapat beberapa data yang
menujukkan hal sebaliknya, seperti pada mencit yang memiliki berat badan 22,80 gram (1,43
detik) memiliki respon yang lebih cepat dengan mencit yang memiliki berat badan 22,30
gram (1,60 detik) dan juga pada mencit berat badan 26,30 gram (1,73 detik) menunjukkan
respon yang lebih cepat dibandingkan dengan mencit dengan berat badan 25,50 gram (2,63
detik). Peningkatan antara waktu respon terhadap bobot mencit dapat disebabkan oleh daya
hantar rangsang nyeri yang diberikan pada permukaan ekor mencit berbobot besar lebih lama
pada mencit berbobot kecil dimungkinkan terjadi karena adanya perbedaan ketebalan lapisan

kulit. Walaupun terdapat perbedaan respon nyeri, waktu respon yang didapatkan untuk setiap
mencit dibawah 20 detik. Oleh karena itu, setiap mencit dapat digunakan untuk percobaan
selanjutnya. Adapun kurva hubungan antara berat badan mencit (gram) dan waktu respon
yang dihasilkan sebagai respon terhadap radiasi panas yang diberikan dapat dilihat pada
Gambar 1.
Metode uji yang digunakan untuk melihat efektivitas suatu analgesik pada percobaan
ini adalah menggunakan metode geliat Writhing Refelx Test atau Abdominal Constriction
Test). Dalam metode ini, kemampuan analgesik suatu obat dinilai berdasarkan
kemampuannya dalam menekan atau menghilangkan rasa nyeri yang diinduksi secara
peritonial dengan asam asetat pada hewan mencit. Manifestasi nyeri akan menimbulkan
refleks respon geliat (writhing) yang berupa tarikan kaki ke belakang, penarikan kembali
abdomen (retraksi) dan kejang tetani dengan membengkokkan kepala dan kaki kepala
(Gambar 3). Frekuensi dari gerakan tersebut diukur dalam waktu tertentu untuk menyatakan
derajat nyeri yang dirasakannya (Milind dan Monu, 2013). Metode uji geliat tidak hanya
sederhana dan dapat dipercaya, tetapi juga dapat memberikan evaluasi cepat terhadap jenis
analgesik perifer (Gupta, Mazumder, Kumar, & Kumar, 2003).

Gambar 3 Respon geliat mencit.


Asam asetat digunakan sebagai penginduksi nyeri karena asam asetat dapat
mengaktivasi ERK, JNK, p38 (MAP Kinase), PI 3K dan mikroglia. Aktivasi dari spinal MAP
Kinase berkontribusi untuk menimbulkan hyperalgesia yang dimodulasi oleh kanal ion,
peningkatan produksi sitokin dan mediator nyeri lainnya, sehingga menginduksi sensitisasi
pada nosiseptor (Pavao-de-Souza, et. al., 2012). Respon mencit terhadap sensitisasi
nosiseptor ditunjukkan dengan respon geliat. Induksi asam asetat dilakukan secara intra
peritoneal, yakni dilakukan pada perut sebelah kanan garis tengah. Pemberian secara intra
peritoneal bertujuan efek nyeri yang ditimbulkan kuat karena asam asetat langsung diabsorbsi
oleh darah, tidak diresorpsi usus terlebih dahulu (Tjay dan Rahardja, 2010). Selain itu, karena
sifat dari asam asetat yang dapat mengiritasi (European Commision, 2012), sehingga

dikhawatirkan akan merusak jaringan tubuh jika diberikan secara peroral, karena sifat
kerongkongan cenderung tidak tahan terhadap pengaruh asam.
Percobaan uji efektivitas analgesik dengan metode geliat dilakukan dengan membagi
menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok uji (metampiron dan tramadol).
Setiap kelompok hanya terdiri dari satu hewan uji. Kelompok kontrol diperlukan untuk
sebagai dasar melihat seberapa besar efektivitas analgetik obat uji dalam mengurangi rasa
nyeri dari kelompok kontrol (Puspitasari, Listyawati, & Widiyani, 2003). Pada kelompok
kontrol, diberikan akuades sebagai pengganti dari obat uji.
Larutan asam asetat diberikan setelah 30 menit pemberian obat uji. Hal ini dilakukan
untuk memastikan bahwa obat uji sudah mengalami fase absorbsi untuk meredakan rasa
nyeri. Pengamatan geliat dilakukan dan dihitung sejak 5 menit pertama pemberian asam
asetat 0,75%. Pengamatan dilakukan selama 30 menit, dimana jumlah geliat dihitung setiap 5
menit.
Berdasarkan hasil percobaan pada Tabel, terlihat bahwa dengan adanya pemberian
metampiron dan tramadol jumlah geliat yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan jumlah
geliat pada kontrol (Gambar 2). Hal ini membuktikan bahwa baik tramadol maupun
metampiron dapat mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa keduanya memiliki aktivitas sebagai analgesik.
Pada percobaan, terdapat kesalahan dalam penghitungan volume injeksi metampiron
(Dosis 500 mg) dan tramadol (100 mg). Pada dosis metampiron 500 mg, volume metampiron
yang seharusnya diinjeksikan kepada mencit secara teroritis adalah sebesar 0,03 mL, tetapi
pada percobaan volume yang diinjeksikan adalah sebesar 0,35 mL. Hal ini juga terjadi pada
tramadol (100 mg), dimana volume yang diinjeksikan secara teoritis 0,33 mL, tetapi pada
kenyataannya volume yang diberikan adalah sebanyak 0,33. Berdasarkan hal tersebut, dapat
dikatakan bahwa dosis yang diberikan menjadi 10x lebih besar daripada yang seharusnya
diberikan, sehingga diperkirakan dosis metampiron dari 500 mg menjadi 5000 mg, sedangkan
tramadol dari 100 mg menjadi 1000 mg. Hal ini dapat menyebabkan kerancuan dalam
pengambilan kesimpulan terhadap perubahan respon akibat pemberian dosis metampiron dan
tramadol yang diberi rangsang nyeri.
Jika dosis metampiron 1 yang diasumsikan menjadi 5000 mg (berdasarkan volume
injeksi yang diberikan pada saat percobaan), dibandingkan dengan dosis metampiron 2 (1000

mg), terlihat bahwa jumlah respon geliat yang dihasilkan dengan pemberian metampiron 1
lebih kecil dibandigkan dengan metampiron 2 (Gambar 2). Hal ini dapat dimungkinkan
terjadi karena pemberian dosis metampiron 1 jauh lebih besar dibandingkan dengan
metampiron 2, sehingga daya analgesik yang ditimbulkan juga semakin kuat. Hal yang sama
terjadi ketika pemberian tramadol, dimana ketika diberikan tramadol 1 (1000 mg) akan
menghasilkan jumlah geliat yang lebih kecil dibandingkan ketika diberikan dosis tramadol 2
(200 mg). Berdasarkan hal tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan adanya
pemberian dosis yang semakin tinggi, maka efek analgesik yang ditimbulkan juga akan
semakin kuat, sehingga efektif dalam menurunkan rasa nyeri, ditandai dengan jumlah geliat
yang dihasilkan semakin kecil.
Berdasarkan kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua kelompok besar,
yakni analgetika perifer (non-narkotik) dan analgetik narkotik. Analgetika perifer (nonnarkotik) merupakan analgetika yang terdiri dari obatobat yang tidak bersifat narkotik dan
tidak bekerja secara sentral. Analgetika perifer bekerja dengan merintangi terbentuknya
rangsangan pada reseptor nyeri perifer. Analgetik narkotik merupakan analgetika yang
bekerja secara perifer dan pada umumya digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti
pada fractura dan kanker. Analgetik narkotika bekerja dengan cara memblokir pusat nyeri di
Sistem Syaraf Pusat (SSP) (Tjay dan Rahardja, 2010).
Tramadol adalah analog kodein sintetik yang merupakan agonis reseptor yang
lemah. Afinitas terhadap reseptor hanya 1/6000 morfin, tetapi metabolit utama hasil
demetilasi 2 4 kali lebih poten dari obat induk dan berperan untuk menimbulkan sebagian
efek analgetiknya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tramadol sama efektifnya dengan
morfin dan meperidin untuk nyeri ringan sampai sedang, tetapi untuk nyeri berat atau kronik
lebih lemah. Sebagian dari efek analgetik yang ditimbulkan oleh inhibisi ambilan
norepinefrin dan serotonin (Dewoto, 2012).
Metampiron merupakan analgetika perifer (non narkotik). Obat ini dapat secara
mendadak dan tak terduga menimbulkan kelainan darah, dan karena dapat menyebabkan
agranulositosis, obat ini sudah lama dilarang peredarannya (Tjay dan Rahardja, 2010). Di
Indonesia, berdasarkan Daftar Obat Esensial Nasional (2008), metampiron injeksi i.m. telah
dikeluarkan peredarannya dari Indonesia karena alasan keamanan.
Jika dibandingkan antara mencit yang diberikan metampiron dan tramadol terhadap
jumlah geliat yang dihasilkan, berdasarkan Gambar 2, terlihat bahwa pemberian metampiron

akan menghasilkan jumlah geliat yang lebih sedikit dibandingkan dengan pemberian
tramadol.

). Metode uji geliat tidak hanya sederhana dan dapat dipercaya, tetapi juga dapat
memberikan evaluasi cepat terhadap jenis analgesik perifer (Gupta, Mazumder, Kumar, &
Kumar, 2003).

Daftar Pustaka

Dewoto, H. R. (2012). Farmakologi dan Terapi. Dalam : Sulistia Gan Gunawan, Rianto
Setiabudy, Nafrialdi, Elysabeth, editor. Edisi ke-5. Jakarta : Departemen
Farmakolologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
European Commision (2002). Recommendation from The Scientific Committee on
Occupational Exposure Limits for Acetic Acid. Employment, Social Affairs, and
Inclusion Scoel, European Commison.
Gupta, M., Mazmuder, U. K., Kumar, & R. S. (2003). Studies on Anti Inflammatory,
Analgesic, and Antipyretic Properties of Methanol Extract of Caesalpinia bonducella
leaves in Experimental Animals Models. Iranjian Journal of Pharmacology and
Therapeutics, 2 : 30 34.
Milind, P. dan Manu, Y. (2013). Laboratory Models for Screening Analgesic, International
Research Journal of Pharmacy, 4 (1) : 15 19.
Mutschler, E. (1991). Dinamika Obat Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi. Edisi ke-5.
(Mathilda B. Widiyanto & Anna Setiadi Ranti, Penerjemah). Bandung : Penerbit ITB.
Pavao-de-Souza, et. al. (2012). Acetic acid and Phenyl-P-Benzoquinone-Induced Overt PaintLike Behavior Depends on Spinal Activation of MAP Kinases, PI3K and Microglia in
Mice. Pharmacology, Biochemistry, and Behaviour, 1 : 320 328.
Puspitasari, H., Listyawati, S., & Widiyani, T. (2003). Aktivitas Analgesik Ekstrak Umbi Teki
(Cyperus rotundus L.) pada Mencit Putih (Mus musculus L.) Jantan. Biofarmasi, 1 (2)
: 50 57.
Tjay, T. H. dan Rahardja, K. (2010). Obat Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek
Efek Sampingnya. Edisi ke-6. Cetakan ke-3. Jakarta : PT. Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai