Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan tektologi, hal ini tentunya membuat
beberapa aktivitas manusia dapat dibuat lebih praktis, efektif dan efisien dari sebelumnya
melalui produk-produk yang dihasilkan oleh industri (elektronik, manufaktur, tekstil,
petrokimia, dll). Berdasarkan data badan pusat statistik tahun 2014 saat ini 25,56% rakyat
indonesia bekerja di sektor pertanian dan 18,95% sektor industri. Namun, beberapa kegiatan
manusia tersebut ternyata selalu mengeluarkan hasil samping (by product) yang terkadang
dapat mengancam kualitas ekosistem di bumi khususnya tanah, air dan udara.
Aktivitas industri yang berjalan setiap harinya tentu akan mengeluarkan limbah baik
dalam bentuk padatan, cairan maupun gas. Hal ini tentu akan merusak keseimbangan alam
yaitu dengan adanya pencemaran lingkungan. Selain industri, kini, sektor pertanian pun
memberi sumbangsing yang cukup besar dalam penurunan kualitas ekosistem yaitu dengan
pemakaian pestisida yang tidak terkendali. Akibatnya, akan terjadi putusnya salah satu rantai
makanan dan menurunkan salahsatu populasi juga meningkatkan jumlah populasi yang lain.
Selain ketidakseimbangan populasi dalam rantai makanan, kandungan bahan kimia DDT
(dichloro-diphenyl-trichloroethane) juga dapat mengkontaminasi organisme-organisme pada
rantai makanan sehingga terjadi akumulasi DDT dalam organisme pada rantai makanan dan
mengakibatkan berbagai penyakit.
Oleh karena itulah, penulis akan membahas definisi, jenis-jenis, permasalahan dan
peristiwa terkini mengenai tanah, air tanah dan pestisida agar dapat menambah pengetahuan
akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka penulis menetapkan beberapa permasalah :
1. Apa yang dimaksud dengan tanah, air tanah, pestisida?
2. Apa saja jenis-jenis tanah, air tanah dan pestisida?
1

3. Bagaimana kualitas tanah secara umum di Indonesia?


4. Bagaimana kualitas air tanah secara umum di Indonesia?
5. Apakah penyebab turunnya kualitas tanah dan Air tanah di Indonesia?
6. Bagaimana pengaruh pestisida terhadap kualitas lingkungan di indonesia?
7. Apa solusi untuk permasalahan tanah, air tanah, dan penggunaan pestisida yang
tak terkendali?
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah di atas penulis bertujuan untuk :
1. Mengetahui landasan teori tentang tanah, air tanah dan pestisida
2. Mengetahui jenis-jenis tanah, air tanah dan pestisida
3. Mengetahui kualitas tanah dan air tanah secara umum di indonesia
4. Mengetahui pengaruh penggunaan pestisida terhadap kualitas ekosistem
5. Mengetahui sumber, jenis, proses, dampak dan solusi untuk permasalahan
tentang tanah, air tanah dan penggunaan pestisida
1.4 Manfaat
Dari tujuan di atas maka kita akan mendapatkan beberapa manfaat setelah
mengkaji materi tersebut, manfaat itu diantaranya;
1. Bagi mahasiswa
Mahasiswa dapat memahami pengaruh aktivitas industri dan pertanian
(penggunaan pestisida) terhadap kualitas lingkungan (tanah, air tanah).
Sehingga diharapkan hal ini dapat menstimulus mahasiswa untuk berfikir
kreatif dalam menangani masalah lingkungan.
2. Bagi Pemerintah

Dapat dijadikan sebagai sumber informasi guna dijadikan bahan untuk


tolak ukur pencapaian (prestasi) kementerian/departemen terkait mengenai
penanganan masalahan lingkungan
3. Bagi Masyarakat
Dapat memberikan informasi presisi mengenai tanah, air tanah dan
pestisida berikut dengan berbagai permasalahan dan solusinya sehingga
diharapkan mampu meningkatkan kesadaran dan kreatifitas masyarakat dalam
menjaga dan memperbaiki lingkungan.
1.5 Metode Penulisan
Metode Penulisan yang digunakan oleh penulis adalah dengan studi pustaka dari
beberapa sumber terpercaya. Selain itu penulis juga menggunakan media internet sebagai
jalan untuk mendapatkan informasi aktual mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi
yang sesuai dengan bahasan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tanah
2.1.1 Definisi Tanah
Tanah adalah akumulasi tubuh alam bebas, berdimensi tiga, menduduki sebagian
(besar) permukaan bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman, dan memiliki sifat
sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk pada
kondisi topografi/relief tertentu dan selama waktu tertentu (Donahue, 1970). Jadi Tanah
merupakan fungsi dari iklim, jasad hidup, bahan induk, topografi, dan waktu:
T = f {iklim ,jasad hidup, bahan induk, topografi, waktu}
2.1.2 Proses Pembentukan Tanah
Factor pembentuktanah
a. IklimAktif
b. OrganismeAktif
c. Bahan indukPasif
d. Topografi/reliefPasif
e. WaktuNetral
Proses Pelapukan batuan induk menjadi bahan induk dibedakan dalam dua kategori.
a. Pelapukan fisika disintegrasi
b. Pelapukan kimia dan transformasi dekomposisi
2.1.2.1 Proses Pembentukan Tanah secara Fisika (Disintegrasi)

Merupakan proses mekanik, dimana batuan-batuan masif pecah menjadi fragmen


berukuran kecilnamun tanpa perubahan kimia. Faktor yang sangat dominan berpengaruh
adalah suhu dan air.
Contoh:
Air masuk ke dalam celah batuan membeku volumenya bertambah
besar memberikan tekanan batuan pecah proses hydrothermal.
Batuan terdiri dari berbagai mineral dengan sifat berbeda. Jika suhu berubah
dengan tiba-tiba, mineral dalam batuan berkontraksi dan berekspansi batuan pecah.
Gerakan akar tumbuhan mempunyai tekanan yang cukup memecahkan batuan. Berikut
adalah beberapa contoh desintegrasi batuan :
a. Pembekuan dan pencairan
Gaya yang dihasilkan oleh air saat membeku cukup kuat untuk
memisahkan/memecahkan mineral/batu. Tekanannya dapat mencapai 146 kg/cm2.
b. Pemanasan dan pendinginan
Perbedaan temperatur dapat menimbulkan ekspansi dan kontraksi
diferensial, yang mampu memecahkan mineral.
c. Pembasahan dan pengeringan
Pembasahan

dan

pengeringan

menyebabkan

pengembangan

dan

pengkerutan, serta abrasi diantara partikel dalam tanah sehingga membuat partikel
lebih halus.
d. Tindakan penggosokan (saling berbenturan)
Gesekan (gosokan) batuan atau partikel tanah yang bergerak apakah
karena air, angin, atau gravitasi menyebabkan desintegrasi yang efektif.
e.

Tindakan organisme (tanaman, binatang, dan manusia)


Gerakan akar cukup mampu untuk memecahkan batuan hal ini

dikarenakan

pada

ujung

akar

terdapat

senyawa

asam

(asam

idiol
5

asetat/auksin/IAA) yang dapat membantu proses pelapukan pada batuan sehingga


dihasilkan butiran-butiran tanah. Pengerongan/ pelubangan yang terus menerus
oleh binatang juga menambah aksi disintegrasi fisik tanah. Sedangkan tindakan
manusia mempercepat proses pelapukan fisik dengan pembajakan dan
penanaman.
2.1.2.2 Proses Pembentukan Tanah secara Kimiawi (Dekomposisi)
Merupakan proses kimiawi dan menyebabkan terjadinya perubahan kimiawi
mineral / batuan (dekomposisi).
Terdiri dari proses-proses:
1. Yang menyebabkan perubahan kelarutan
a. Pelarutan
NaCl + H2O Na+ + Cl- + H2O
Garam Air

(Ion-ion terlarut dalam air)

b. Hidrolisis (yang terpenting dalam pelapukan kimia)


Tergantung pada disosiasi partial air menjadi H+ dan OH-, dibantu oleh
CO2- dan asam-asam organik.
KAlSi3O8 + H2O

HAlSi3O8 +

Ortoklas

asam silikat

KOH

lempung
(proses ini dianggap sebagai awal terbentuknya lempung)
c. Karbonatasi (persenyawaan dengan asam karbonat)
CO2 + H2O H+ + HCO3CaCO3 + H+ + HCO3-
Kalsit

Asam

Ca(HCO3)2
Kalsium bikarbonat
6

Karbonat

mudah larut

2. Yang menyebabkan perubahan Struktur


a. Hidrasi/Hidratasi
2Fe2O3 + 3 H2O 2Fe2O3 3H2O
hematite

limonit

merah

kuning

b. Oksidasi (penambahan oksigen pada mineral)


4FeO + O2 ------ 2Fe2O3
Ferroues

Ferric

3. Reduksi (pemindahan oksigen)


Terjadi pada kondisi air tergenang redoks potensial rendah
2Fe2O3 ------ 4FeO + O2
Ferric

Ferroues

(hematit)

2.1.3 Genesa Tanah


2.1.3.1 Faktor Penentu Genesa Tanah
1. Bahan Induk dan Proses Pembentukannya
Lumut mati pembusukan peningkatan bahan organik asam-asam
organik mempercepat penghancuran batuan.
Contoh:
batuan granit melapuk melepaskan hara-hara rendah, dan pasiran

2. Iklim dan Pembentukan Tanah


Faktor iklim yang dominan terhadap pembentukan tanah adalah curah
hujan dan suhu.
Pengaruh langsung iklim terhadap pembentukan tanah :
a.

akumulasi kapur

b.

tanah masam (di wilayah humid)

c.

erosi

d.

pengendapan bahan-bahan tanah ke lapisan bagian bawah

e.

pelapukan, pelindian dan erosi

Pengaruh tidak langsung Iklim terhadap Pembentukan tanah


a.

Hutan (vegetasi dominan daerah humid) profil berkembang


banyak horison.

b.

Padang rumput (daerah arid, semi arid)

profil tanah sedikit

berkembang horison sedikit


c.

Hutan banyak B.O aktivitas organisme banyak horison

d.

Padang

lapisan permukaan

aktivitas

organisme

horison
e.

Rumput kurang terdekomposis kurang

sedikit

3. Organisme (biosfer) dan Pembentukan Tanah


Aktivitas tanaman dan binatang, serta dekomposisi bahan organik, yang
dominan berperan adalah:
a.

Akar tanaman

b.

Binatang penggali tanah (cacing, serangga tanah, tikus, kelinci)

c.

Manusia (kegiatan manusia merubah struktur tanah)


8

d.

Mikro organisme (jamur, bakteri)

PEDOTURBASI

: proses bercampurnya tanah secara fisik.

ARGILI-PEDOTURBASI

: by shrinking and swelling to clay.

CRYO

: by growth of ice crystal followed by freezing and


thawing

SEISMI

: by earth quake

ANTHRO

: by human activity (plowing and cultivation).

4. Relief Tanah
Relief mempengaruhi pembentukan tanah melalui terutama yang
berhubungan dengan hubungan air dan suhu. Tanah-tanah yang berada dalam
area iklim yang sama, dibentuk dari bahan induk yang sama dan berkembang
pada tebing yang curam umumnya memiliki horison A dan B yang tipis, karena
sedikitnya air yang meresap ke dalam profil (sebagai akibat dari runoff yang cepat
dan karena permukaan tanah tererosi dengan cepat).
Tanah yang terdapat pada tebing yang landai memiliki kemampuan
meloloskan air ke profilnya lebih banyak. Profil tanah umumnya lebih dalam,
lebih banyak variasi vegetasinya, dan kandungan bahan organik juga lebih tinggi
dibandingkan dengan yang terdapat pada tebing yang lebih curam.
Dalam daerah geografik tertentu, sifat-sifat tanah berikut umumnya
berhubungan dengan relief.
a.

kedalaman solum tanah

b.

ketebalan dan kandungan bahan organik dalam horison A

c.

kebasahan (kelengasan) profil tanah

d.

warna profil

e.

derajat/tingkat diferensiasi horison

f.

reaksi tanah

g.

kandungan garam-garam terlarut

h.

macam dan tingkat perkembangan pan

i.

suhu tanah

5. Waktu Pementukan Tanah


Lamanya waktu yang dibutuhkan suatu tanah untuk mengembangkan
lapisan-lapisan yang disebut horison bergantung pada beberapa faktor yang saling
berkaitan. Faktor-faktor tersebut adalah iklim, sifat bahan induk, organisme, dan
relief.
Horison cenderung berkembang pesat pada kondisi: (a) hangat/panas; (b)
humid/lembab; (c) kondisi hutan dimana tersedia cukup air untuk memindahkan
koloid dan menyebabkan bahan organik mudah dirombak.
Pada kondisi yang ideal, profil tanah yang lengkap dibentuk dalam kurun
waktu 200 tahun. Pada kondisi yang kurang mendukung, waktu tersebut dapat
diperpanjang sampai ribuan tahun.
Faktor-faktor yang menghambat perkembangan profil tanah:
a.

curah hujan rendah pelapukan lambat, sedikit pencucian

b.

kelembaban relatif rendah sedikit lumut, jamur, dan algae

c.

kandungan kapur (Ca, Mg) atau Na bikarbonat bahan induk, tinggi

d.

Tanah didominasi oleh pasir kuarsa dengan sedikit debu dan


lempung yang mudah dilapukkan pelapukan lambat, sedikit
koloid dapat dipindahkan

e.

Kandungan lempung yang tinggi aerasi buruk, pergerakan air


lambat

f.

Bahan induk yang resisten (tahan lapuk), seperti granit

pelapukan lambat

10

g.

Kemiringan lereng yang curam hilangnya tanah karena erosi,


sedikit air yang masuk ke dalam tanah, mengurangi pencucian

h.

Muka air tanah yang tinggi daya pencucian rendah, kecepatan


pelapukan rendah

i.

Temperatur rendah/dingin proses kimia diperlambat

j.

Akumulasi bahan tanah secara konstan oleh deposisi bahan


selalu baru untuk membentuk tanah baru

k.

Erosi angin dan air yang hebat terhadap bahan tanah

memunculkan bahan baru


l.

Pencampuran oleh tindakan hewan (penggali lubang) dan manusia


(pengolahan tanah, penggalian)

2.1.4

Sifat Fisik Tanah


Sifat fisik tanah meliputi:
a. Tekstur

(Texture)

b. Struktur

(Structure)

c. Kerapatan

(Density)

d. Konsistensi

(Consistency)

e. Porositas

(Porosity)

f. Warna

(Color)

g. Temperatur

(Temperature)

Sifat fisik tanah sangat mempengaruhi: pertumbuhan tanaman dan


produksi tanaman. Sebab, sifat fisik tanah menentukan:
a.

Retensi/penahanan air mobilitas air dalam tanah

b.

Drainase
11

c.

Aerasi/pengudaraan tanah ketersediaan O2

d.

Nutrisi tanaman
Sifat fisik tanah juga mempengaruhi sifat kimia dan biologi tanah. Sifat

fisik tanah bergantung pada:


a. Jumlah, ukuran, bentuk, susunan, dan komposisi mineral dari pertikel tanah.
b. Macam dan jumlah bahan organik tanah.
c. Volume dan ukuran pori-porinya, serta perbandingan air: udara yang
menempatinya.
2.1.5

Jenis-Jenis Tanah di Indonesia

Jenis tanah yang terdapat di Indonesia bermacam-macam, antara lain:


A. Organosol atau Tanah Gambut atau Tanah Organik
Jenis tanah ini berasal dari bahan induk organik seperti dari hutan rawa atau
rumput rawa, dengan ciri dan sifat: tidak terjadi diferensiasi horizon secara jelas,
ketebalan lebih dari 0,5 meter, warna coklat hingga kehitaman, tekstur debu lempung,
tidak berstruktur, konsistensi tidak lekat-agak lekat, kandungan organik lebih dari 30%
untuk tanah tekstur lempung dan lebih dari 20% untuk tanah tekstur pasir, umumnya
bersifat sangat asam (pH 4,0), dan kandungan unsur hara rendah.
Berdasarkan penyebaran topografinya, tanah gambut dibedakan menjadi tiga
yaitu:
1.

gambut ombrogen:
Terletak di dataran pantai berawa, mempunyai ketebalan 0,5 16 meter,
terbentuk dari sisa tumbuhan hutan dan rumput rawa, hampir selalu tergenang air,
dan bersifat sangat asam. Contoh penyebarannya di daerah dataran pantai
Sumatra, Kalimantan dan Irian Jaya (Papua);

2.

gambut topogen:
Terbentuk di daerah cekungan (depresi) antara rawa-rawa di daerah
dataran rendah dengan di pegunungan, berasal dari sisa tumbuhan rawa, ketebalan
12

0,5 6 meter, bersifat agak asam, kandungan unsur hara relatif lebih tinggi.
Contoh penyebarannya di Rawa Pening (Jawa Tengah), Rawa Lakbok (Ciamis,
Jawa Barat), dan Segara Anakan (Cilacap, Jawa Tengah).
3.

gambut pegunungan:
terbentuk di daerah topografi pegunungan, berasal dari sisa tumbuhan
yang hidupnya di daerah sedang (vegetasi spagnum). Contoh penyebarannya di
Dataran Tinggi Dieng.

Berdasarkan susunan kimianya tanah gambut dibedakan menjadi:


1.

gambut eutrop, bersifat agak asam, kandungan O2 serta unsur


haranya lebih tinggi;

2.

gambut oligotrop, sangat asam, miskin O2 , miskin unsur hara,


biasanya selalu tergenang air; dan

3.

gambut mesotrop, peralihan antara eutrop dan oligotrop.

B. Aluvial
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami perkembangan, berasal dari bahan
induk aluvium, tekstur beraneka ragam, belum terbentuk struktur, konsistensi dalam
keadaan basah lekat, pH bermacam-macam, kesuburan sedang hingga tinggi.
Penyebarannya di daerah dataran aluvial sungai, dataran aluvial pantai dan daerah
cekungan (depresi).
C. Regosol
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami diferensiasi horizon, tekstur pasir,
struktur berbukit tunggal, konsistensi lepas-lepas, pH umumnya netral, kesuburan sedang,
berasal dari bahan induk material vulkanik piroklastis atau pasir pantai. Penyebarannya di
daerah lereng vulkanik muda dan di daerah beting pantai dan gumuk-gumuk pasir pantai.
13

D. Litosol
Jenis tanah ini berupa tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan profil,
batuaninduknya batuan beku atau batuan sedimen keras, dan kedalaman tanah dangkal (<
30 cm) bahkan kadang-kadang merupakan singkapan batuan induk (outerop). Tekstur
tanah beranekaragam, dan pada umumnya berpasir, umumnya tidak berstruktur, terdapat
kandungan batu, kerikil, dan kesuburannya bervariasi. Tanah litosol dapat dijumpai pada
segala iklim, umumnya di topografi berbukit, pegunungan, lereng miring sampai curam.
E. Latosol
Jenis tanah ini telah berkembang atau terjadi diferensiasi horizon, kedalaman
dalam, tekstur lempung, struktur remah hingga gumpal, konsistensi gembur hingga agak
teguh, warna coklat merah hingga kuning. Penyebarannya di daerah beriklim basah,
curah hujan lebih dari 300 1000 meter, batuan induk dari tuff, material vulkanik, dan
breksi batuan beku intrusi.
F. Grumusol
Jenis tanah ini berupa tanah mineral yang mempunyai perkembangan profil, agak
tebal, tekstur lempung berat, struktur kersai (granular) di lapisan atas dan gumpal hingga
pejal di lapisan bawah, konsistensi bila basah sangat lekat dan plastis, bila kering sangat
keras dan tanah retak-retak, umumnya bersifat alkalis, kejenuhan basa, dan kapasitas
absorbsi tinggi, permeabilitas lambat, dan peka erosi. Jenis tanah ini berasal dari batu
kapur, mergel, batuan lempung atau tuff vulkanik bersifat basa. Penyebarannya di daerah
iklim sub humid atau sub arid, dengan curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun.
G. Podsolik Merah Kuning

14

Jenis tanah ini berupa tanah mineral yang telah berkembang, solum (kedalaman)
dalam, tekstur lempung hingga berpasir, struktur gumpal, konsistensi lekat, bersifat agak
asam (pH kurang dari 5,5), kesuburan rendah hingga sedang, warna merah hingga
kuning, kejenuhan basa rendah, dan peka erosi. Tanah ini berasal dari batuan pasir kuarsa,
tuff vulkanik, dan bersifat asam. Tanah ini tersebar di daerah beriklim basah tanpa bulan
kering, dengan curah hujan lebih dari 2500 mm/tahun.
H. Podsol
Jenis tanah ini telah mengalami perkembangan profil, susunan horizon terdiri dari
horizon albic (A2) dan spodic (B2H) yang jelas, tekstur lempung hingga pasir, struktur
gumpal, konsistensi lekat, kandungan pasir kuarsanya tinggi, sangat masam, kesuburan
rendah, kapasitas pertukaran kation sangat rendah, peka terhadap erosi, batuan induk
batuan pasir dengan kandungan kuarsanya tinggi, batuan lempung dan tuf vulkan masam.
Penyebaran di daerah beriklim basah, curah hujan lebih dari 2000 mm/tahun tanpa bulan
kering, dan topografi pegunungan. Daerahnya di Kalimantan Tengah, Sumatra Utara, dan
Irian Jaya (Papua).
I. Andosol
Jenis tanah ini berupa tanah mineral yang telah mengalami perkembangan profil,
solum agak tebal, warna agak coklat kekelabuan hingga hitam, kandungan organik tinggi,
tekstur geluh berdebu, struktur remah, konsistensi gembur dan bersifat licin berminyak
(smeary), kadang-kadang berpadas lunak, agak asam, kejenuhan basa tinggi dan daya
absorpsi sedang, kelembaban tinggi, permeabilitas sedang dan peka terhadap erosi. Tanah
ini berasal dari batuan induk abu atau tuff vulkanik.
J. Mediteran Merah Kuning
Jenis tanah ini mempunyai perkembangan profil, solum sedang hingga dangkal,
warna coklat hingga merah, mempunyai horizon B argilik, tekstur geluh hingga lempung,
15

struktur gumpal bersudut, konsistensi teguh dan lekat bila basah, pH netral hingga agak
basa, kejenuhan basa tinggi, daya absorbsi sedang, permeabilitas sedang dan peka erosi,
berasal dari batuan kapur keras (limestone) dan tuff vulkanis bersifat basa. Penyebaran di
daerah beriklim sub humid dan bulan kering nyata dengan curah hujan kurang dari 2500

16

mm/tahun, di daerah pegunungan lipatan, topografi Karst dan lereng vulkan


ketinggian di bawah 400 m. Khusus tanah mediteran merah kuning di daerah topografi
Karst disebut terra rossa.
K. Hodmorf Kelabu (gleisol)
Jenis tanah ini perkembangannya lebih dipengaruhi oleh faktor lokal, yaitu
topografi merupakan dataran rendah atau cekungan, hampir selalu tergenang air,
solum tanah sedang, warna kelabu hingga kekuningan, tekstur geluh hingga lempung,
struktur berlumpur hingga masif, konsistensi lekat, bersifat asam (pH 4,5 6,0), dan
kandungan bahan organik. Ciri khas tanah ini adanya lapisan glei kontinu yang
berwarna kelabu pucat pada kedalaman kurang dari 0,5 meter akibat dari profil tanah
selalu jenuh air. Penyebaran di daerah beriklim humid dan sub humid dengan curah
huan lebih dari 2000mm/tahun.
L. Tanah Sawah
Tanah sawah ini diartikan tanah yang karena sudah lama (ratusan tahun)
dipersawahkan memperlihatkan perkembangan profil khas, yang menyimpang dari
tanah aslinya. Penyimpangan antara lain berupa terbentuknya lapisan bajak yang
hampir kedap air disebut padas olah, sedalam 10 15 cm dari muka tanah dan setebal
2 5 cm. Di bawah lapisan bajak tersebut umumnya terdapat lapisan mangan dan
besi, tebalnya bervariasi antara lain tergantung dari permeabilitas tanah. Lapisan
tersebut dapat merupakan lapisan padas yang tak tembus perakaran, terutama bagi
tanaman semusim. Lapisan bajak tersebut nampak jelas pada tanah latosol, mediteran
dan regosol, samar-samar pada tanah aluvial dan grumusol.
2.2

Air Tanah

2.2.1

Definisi Air Tanah


Menurut Budhikuswansusilo, air tanah (Groundwater) adalah nama untuk
menggambarkan air yang tersimpan di bawah tanah dalam batuan yang permeabel.
Periode penyimpanannya dapat berbeda waktunya bergantung dari kondisi
17

geologinya (beberapa minggu tahun). Pergerakan air tanah dapat muncul ke


permukaan, dengan manifestasinya sebagai mata air (spring) atau sungai (river).
Menurut Herlambang (1996:5) air tanah adalah air yang bergerak di dalam
tanah yang terdapat didalam ruang antar butir-butir tanah yang meresap ke dalam
tanah dan bergabung membentuk lapisan tanah yang disebut akifer. Lapisan yang
mudah dilalui oleh air tanah disebut lapisan permeable, seperti lapisan yang terdapat
pada pasir atau kerikil, sedangkan lapisan yang sulit dilalui air tanah disebut lapisan
impermeable, seperti lapisan lempung atau geluh. Lapisan yang dapat menangkap
dan meloloskan air disebut akuifer.
Undang Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (UU No.
7/2004) mendefinisikan air tanah sebagai air yang terdapat dalam lapisan tanah atau
batuan di bawah permukaan tanah. Sementara beberapa ahli di dalam buku-buku
teks memberikan definisi seperti berikut:
Air tanah adalah sejumlah air di bawah permukaan bumi yang dapat
dikumpulkan dengan sumur-sumur, terowongan atau sistem drainase atau dengan
pemompaan. Dapat juga disebut aliran yang secara alami mengalir ke permukaan
tanah melalui pancaran atau rembesan (Bouwer, 1978; Freeze dan Cherry, 1979;
Kodoatie, 1996). Sedangkan menurut
Soemarto (1989) air tanah adalah air yang menempati rongga-rongga dalam
lapisan geologi. Lapisan tanah yang terletak di bawah permukaan tanah dinamakan
lajur jenuh (saturated zone), dan lajur tidak jenuh terletak di atas lajur jenuh sampai
ke permukaan tanah, yang rongga-rongganya berisi air dan udara.
Air yang berada pada lajur jenuh adalah bagian dari keseluruhan air bawah
permukaan yang biasa disebut air tanah (groundwater). Air bawah bawah
tanah (underground water dan sub terranean water) adalah istilah lain yang
digunakan untuk air yang berada pada lajur jenuh, namun istilah yang lazim
digunakan adalah air tanah (Johnson, 1972).
Pada kedalaman tertentu, pori-pori tanah atau batuan mulai terisi air dan
mulai jenuh. Batas atas lajur jenuh air disebut dengan muka air tanah (water table).
Air yang tersimpan pada lajur jenuh disebut dengan air tanah, yang kemudian
18

bergerak sebagai aliran air tanah melalui batuan dan lapisan-lapisan tanah yang ada
di bumi sampai air tersebut keluar sebagai mata air, atau terkumpul masuk ke kolam,
danau, sungai, dan laut (Fetter, 1994).
Air bawah permukaan adalah segala bentuk aliran air hujan yang mengalir di
bawah permukaan tanah sebagai akibat struktur perlapisan geologi, beda
potensi kelembaban tanah, dan gaya gravitasi bumi. Air bawah permukaan tersebut
biasa dikenal dengan air tanah (Asdak, 2002). Air yang berada di bawah muka
air pada umumnya disebut air tanah, dan lajur di bawahnya disebut sebagai lajur
jenuh.
Curah hujan yang masuk ke dalam tanah dan meresap ke lapisan yang ada di
bawahnya, yang kemudian tertampung pada lapisan di bawah pemukaan tanah
disebut air tanah (Wilson, 1993).
Jumlah air tawar yang terbesar, menurut catatan yang ada, tersimpan di
dalam perut bumi, yang dikenal sebagai air tanah (Chow, 1978). Berdasarkan
Perkiraan Jumlah Air di Bumi (UNESCO, 1978 dalam Chow et al, 1988) dijelaskan
bahwa jumlah air tanah yang ada di bumi ini jauh lebih besar dibanding jumlah air
permukaan (98% dari semua air di daratan tersembunyi di bawah permukaan tanah
dalam pori-pori batuan dan bahan-bahan butiran).
2.2.2

Jenis-jenis Air Tanah


Sebelum menjelaskan tentang jenis-jenis air tanah, tentu kita harus
mengetahui macam-macam akifer. Akifer adalah lapisan bawah tanah yang
mengandung air dan dapat mengalirkan air. Melalui akuifer inilah air tanah dapat
diambil. Menurut Krussman dan Ridder (1970) dalam Utaya (1990:41-42) bahwa
macam-macam akifer sebagai berikut:
a. Akifer Bebas (Unconfined Aquifer)
yaitu lapisan lolos air yang hanya sebagian terisi oleh air dan berada di atas
lapisan kedap air. Permukaan tanah pada aquifer ini disebut dengan water table
(preatiklevel), yaitu permukaan air yang mempunyai tekanan hidrostatik sama dengan
atmosfer.
19

b. Akifer Tertekan (Confined Aquifer)


yaitu aquifer yang seluruh jumlahnya air yang dibatasi oleh lapisan kedap air,
baik yang di atas maupun di bawah, serta mempunyai tekanan jenuh lebih besar dari
pada tekanan atmosfer.
c. Akifer Semi tertekan (Semi Confined Aquifer)
yaitu aquifer yang seluruhnya jenuh air, dimana bagian atasnya dibatasi oleh
lapisan semi lolos air dibagian bawahnya merupakan lapisan kedap air.
d. Akifer Semi Bebas (Semi Unconfined Aquifer)
yaitu aquifer yang bagian bawahnya yang merupakan lapisan kedap air,
sedangkan bagian atasnya merupakan material berbutir halus, sehingga pada lapisan
penutupnya masih memungkinkan adanya gerakan air. Dengan demikian aquifer ini
merupakan peralihan antara aquifer bebas dengan aquifer semi tertekan. Berikut
adalah

jenis-jenis

air

1.

tanah

berdasarkan

letak

keberadaan

airnya

Air Tanah Freatik, merupakan air tanah dangkal,


contohnya air sumur yang terletak di antara air permukaan dan lapisan kedap air
(impermeable).

2.

Air Tanah Dalam (Artesis), meruapakan air


tanah dalam, terletak di antara lapisan akuifer dengan lapisan batuan kedap air
(akuifer terkekang).

3.

Air Tanah Meteorit (Vados), merupakan air tanah


yang berasal dari proses presipitasi (hujan) dari awan yang mengalami
kondensasi bercampur debu meteorit.

4.

Air Tanah Baru (Juvenil), merupakan air tanah yang terbentuk


dari dalam bumi karena intrusi magma. air tanah juvenil ditemukan dalam bentuk
air panas (geyser).

5.

Air Konat, merupakan air tanah yang terjebak pada lapisan


batuan purba sehingga sering copypaste dari fuat cepat disebut fosil water.

20

sumber: Bambang Hermanto. 2012. Super Trik Geografi SMA. Jogja: Pustaka
Widyatama

2.2.3

Manfaat Air Tanah


Air tanah mempunyai 3 (tiga) fungsi bagi manusia (Toth, 1990) yaitu:
a. Sebagai sumber alam yang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia.
b. Bagian dari hidrologi dalam tanah yang mempengaruhi keseimbangan
siklus hidrologi global.
c. Sebagai anggota/agen dari geologi.

2.3

Pestisida

2.3.1

Definisi Pestisida
Menurut The United States Environmental Pesticide Control Act, pestisida
adalah sebagai berikut.
a.

Semua zat atau campuran zat yang khusus


digunakan untuk mengendalikan, mencegah, atau menangkis gangguan
serangga, binatang pengerat, nematoda, gulma, virus, bakteri, jasad renik
yang dianggap hama, kecuali virus, bakteri atau jasad renik lainnya yang
terdapat pada manusia dan binatang.

b.

Semua zat atau campuran zat yang digunakan


untuk mengatur pertumbuhan tanaman atau pengering tanaman
(Djojosumarto, 2004).

Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 tentang pengawasan atas


peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida, pestisida adalah semua zat
kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :
a. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang
tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian
b. Memberantas rerumputan
c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan
d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian
tanaman tidak termasuk pupuk

21

e. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan


atau ternak
f. Memberantas atau mencegah hama-hama air
g. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik
dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan.
h. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan
penggunaan pada tanaman, tanah atau air

2.3.2

Penggolongan Pestisida
Pestisida mempunyai sifat-sifat fisik, kimia dan daya kerja yang berbedabeda, karena itu dikenal banyak macam pestisida. Pestisida dapat digolongkan
menurut berbagai cara tergantung pada kepentingannya, antara lain: berdasarkan
sasaran yang akan dikendalikan, berdasarkan cara kerja, berdasarkan struktur
kimianya dan berdasarkan bentuknya.
Penggolongan pestisida berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan yaitu
(Wudianto, 2001):
a. Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa
mematikan semua jenis serangga.
b. Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa
digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi/cendawan.
c. Bakterisida. Disebut bakterisida karena senyawa ini mengandung bahan aktif
beracun yang bisa membunuh bakteri.
d. Nematisida, digunakan untuk mengendalikan nematoda/cacing.
e. Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang
mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh
tungau, caplak, dan laba-laba.
f. Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang
digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya tikus.
g. Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu siput telanjang,
siput setengah telanjang, sumpil, bekicot, serta trisipan yang banyak terdapat di
tambak.
h. Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untuk
membunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma.
22

Sedangkan jika dilihat dari cara kerja pestisida tersebut dalam membunuh hama
dapat dibedakan lagi menjadi tiga golongan, yaitu (Ekha, 1988):
a. Racun perut
Pestisida yang termasuk golongan ini pada umumnya dipakai untuk
membasmi serangga-serangga pengunyah, penjilat dan penggigit. Daya
bunuhnya melalui perut.
b. Racun kontak
Pestisida jenis racun kontak, membunuh hewan sasaran dengan masuk ke
dalam tubuh melalui kulit, menembus saluran darah, atau dengan melalui
saluran nafas.
c. Racun gas
Jenis racun yang disebut juga fumigant ini digunakan terbatas pada
ruanganruangan tertutup.
Menurut Dep.Kes RI Dirjen P2M dan PL 2000 dalam Meliala 2005,
berdasarkan struktur kimianya pestisida dapat digolongkan menjadi :
a. Golongan organochlorin misalnya DDT, Dieldrin, Endrin dan lain-lain
Umumnya golongan ini mempunyai sifat: merupakan racun yang
universal, degradasinya berlangsung sangat lambat larut dalam lemak.
b. Golongan organophosfat misalnya diazonin dan basudin
Golongan ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : merupakan racun
yang tidak selektif degradasinya berlangsung lebih cepat atau kurang persisten
di lingkungan, menimbulkan resisten pada berbagai serangga dan
memusnahkan populasi predator dan serangga parasit, lebih toksik terhadap
manusia dari pada organokhlor.
c. Golongan carbamat termasuk baygon, bayrusil, dan lain-lain
Golongan ini mempunyai sifat sebagai berikut : mirip dengan sifat
pestisida organophosfat, tidak terakumulasi dalam sistem kehidupan, degradasi
tetap cepat diturunkan dan dieliminasi namun pestisida ini aman untuk hewan,
tetapi toksik yang kuat untuk tawon.
d. Senyawa dinitrofenol misalnya morocidho 40EC
Salah satu pernafasan dalam sel hidup melalui proses pengubahan
ADP(Adenesone-5-diphosphate) dengan bantuan energi sesuai dengan
kebutuhan dan diperoleh dari rangkaian pengaliran elektronik potensial tinggi
ke yang lebih rendah sampai dengan reaksi proton dengan oksigen dalam sel.

23

Berperan memacu proses pernafasan sehingga energi berlebihan dari yang


diperlukan akibatnya menimbulkan proses kerusakan jaringan.
e. Pyretroid
Salah satu insektisida tertua di dunia, merupakan campuran dari beberapa
ester yang disebut pyretrin yang diekstraksi dari bunga dari genus
Chrysanthemum. Jenis pyretroid yang relatif stabil terhadap sinar matahari
adalah : deltametrin, permetrin, fenvalerate. Sedangkan jenis pyretroid yang
sintetis yang stabil terhadap sinar matahari dan sangat beracun bagi serangga
adalah : difetrin, sipermetrin, fluvalinate, siflutrin, fenpropatrin, tralometrin,
sihalometrin, flusitrinate.
f. Fumigant
Fumigant adalah senyawa atau campuran yang menghasilkan gas atau uap
atau asap untuk membunuh serangga , cacing, bakteri, dan tikus. Biasanya
fumigant merupakan cairan atau zat padat yang murah menguap atau
menghasilkan gas yang mengandung halogen yang radikal (Cl, Br, F),
misalnya chlorofikrin, ethylendibromide, naftalene, metylbromide,
formaldehid, fostin.
g. Petroleum
Minyak bumi yang dipakai sebagai insektisida dan miksida. Minyak tanah
yang juga digunakan sebagai herbisida.
h. Antibiotik
Misanya senyawa kimia seperti penicillin yang dihasilkan dari
mikroorganisme ini mempunyai efek sebagai bakterisida dan fungisida. Bentuk
pestisida yang merupakan formulasi ada berbagai macam. Formulasi ini perlu
dipertimbangkan sebelum membeli untuk disesuaikan dengan ketersediaan alat
yang ada, kemudahan aplikasi, serta efektivitasnya (Wudianto, 2001). Berikut
adalah beberapa bentuk pestisida antibiotik yang penggunaan dalam wujudnya
dapat disesuaikan dengan kebutuhan
1) Tepung hembus, debu (dust=D)
Bentuk tepung kering yang hanya terdiri atas bahan aktif, misalnya
belerang, atau dicampur dengan pelarut aktif yang bertindak sebagai
karier, atau dicampur bahan-bahan organik seperti walnut, talk. Dalam
penggunaannya pestisida ini harus dihembuskan menggunakan alat khusus
yang disebut duster.
2) Butiran (Granula=G)
Pestisida ini berbentuk butiran padat yang merupakan campuran
bahan aktif berbentuk cair dengan butiran yang mudah menyerap bahan
24

aktif. Penggunaanya cukup ditaburkan atau dibenamkan disekitar


perakaran atau dicampur dengan media tanaman.
3) Tepung yang dapat disuspensi dalam air (wettablebpowder = WP)
Pestisida berbentuk tepung kering agak pekat ini belum dapat
secara langsung digunakan secara langsung untuk memberantas jasad
sasaran, harus terlebih dulu dibasahi air. Hasil campurannya dengan air
disebut suspensi. Pestisida jenis ini tidak larut dalam air, melainkan hanya
tercampur saja. Oleh karena itu, sewaktu disemprotkan harus sering diaduk
atau tangki penyemprot digoyang-goyang.
4) Tepung yang larut dalam air (water-soluble powder = SP)
Jenis pestisida ini sepintas mirip dengan bentuk WP, penggunaan
juga dicampur dengan air. Perbedaanya jenis ini larut dalam air jadi dalam
penggunaanya dalam penyemprotan, pengadukan hanya dilakukan sekali
pada waktu pencampuran.
5) Suspensi (flowable concentrate = F)
Formulasi ini merupakan campuran bahan aktif yang ditambahkan
pelarut serbuk yang dicampur dengan sejumlah kecil air. Hasilnya adalah
seperti pasta yang disebut campuran pasta.
6) Cairan (emulsifiable = EC)
Bentuk pestisida ini adalah cairan pekat yang terdiri dari campuran
bahan aktif dengan perantara emulsi. Dalam penggunannya, biasanya
dicampur dengan bahan pelarut berupa air. Hasil pengecerannya atau
cairan semprotnya disebut emulsi.
7) Ultra Low Volume (ULV)
Pestisida bentuk ini merupakan jenis khusus dari formulasi
S(solution). Bentuk murninya merupakan cairan atau bentuk padat yang
larut dalam solven minimum. Konsentrat ini mengandung pestisida
berkonsentrasi tinggi dan diaplikasikan langsung tanpa penambahan air.
8) Solution(S)
Solution merupakan formulasi yang dibuat dengan melarutkan
pestisida ke dalam pelarut organik dan dapat digunakan dalam
pengendalian jasad pengganggu secara langsung tanpa perlu dicampur
dengan bahan lain.
9) Aerosol (A)
Aerosol merupakan formulasi yang terdiri dari campuran bahan
aktif berkadar rendah dengan zat pelarut yang mudah menguap (minyak)
25

kemudian dimasukkan ke dalam kaleng yang diberi tekanan gas propelan.


Formulasi jenis ini banyak digunakan di rumah tangga, rumah kaca, atau
perkarangan.
10) Umpan beracun (Poisonous Bait = B)
Umpan beracun merupakan formulasi yang terdiri dari bahan aktif
pestisida digabungkan dengan bahan lainnya yang disukai oleh jasad
pengganggu.
11) Powder concentrate (PC)
Formulasi ini berbentuk tepung, penggunaanya dicampur dengan
umpan dan dipasang di luar rumah. Pestisida jenis ini biasanya tergolong
Rodentisida yaitu untuk memberantas tikus.
12) Ready Mix Bait (RMB)
Formulasi ini berbentuk segi empat (blok) besar dengan bobot
300gram dan blok kecil dengan bobot 10-20 gram serta pellet. Formulasi
ini berupa umpan beracun siap pakai untuk tikus.
13) Pekatan yang dapat larut dalam air (Water Soluble Concentrate = WSC)
Merupakan formulasi berbentuk cairan yang larut dalam air. Hasil
pengecerannya dengan air disebut larutan.
14) Seed Treatment (ST)
Formulasi ini berbentuk tepung. Penggunaanya dicampurkan
dengan sedikit air sehingga terbentuk suatu pasta. Untuk perlakuan benih
digunakan formulasi ini.
2.3.3

Dampak Penggunaan Pestisida

2.3.3.1 Dampak Pestisida Terhadap Pengguna Pestisida


Risiko bagi keselamatan pengguna adalah kontaminasi pestisida secara
langsung, yang dapat mengakibatkan keracunan, baik akut maupun kronis.
Keracunan akut dapat menimbulkan gejala sakit kepala, pusing, mual, muntah,
dan sebagainya. Beberapa pestisida dapat menimbulkan iritasi kulit, bahkan dapat
mengakibatkan kebutaan.
Keracunan pestisida yang akut berat dapat menyebabkan penderita tidak
sadarkan diri, kejang-kejang, bahkan meninggal dunia. Keracunan kronis lebih
sulit dideteksi karena tidak segera terasa, tetapi dalam jangka panjang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan (Djojosumarto, 2004).
26

Sering kali orang tidak menyadari bahwa mereka keracunan pestisida


karena gejala-gejalanya mirip dengan masalah kesehatan lainnya misalnya pusing
dan kudis. Juga, karena kebanyakan gejala-gejala ini tidak muncul dengan cepat,
seperti gangguan sistem syaraf atau kanker, orang tidak menyadari bahwa
penyakit mereka mungkin disebabkan oleh pestisida (Quijano, 1999).
2.3.3.2 Dampak Pestisida Terhadap Hasil Pertanian
Risiko bagi konsumen adalah keracunan residu (sisa-sisa) pestisida yang
terdapat dalam hasil pertanian. Risiko bagi konsumen dapat berupa keracunan
langsung karena memakan produk pertanian yang tercemar pestisida atau lewat rantai
makanan. Meskipun bukan tidak mungkin konsumen menderita keracunan akut,
tetapi risiko konsumen umumnya dalam bentuk keracunan kronis, tidak segera terasa,
dan

dalam

jangka

panjang

mungkin

menyebabkan

gangguan

kesehatan

(Djojosumarto, 2004).
2.3.3.3 Dampak Pestisida Terhadap Lingkungan
Dibalik manfaatnya yang besar, pestisida memiliki dampak yang cukup
merugikan pada pemakaiannya. Pestisida dapat merusak ekosistem air yang berada di
sekitar lahan pertanian. Jika pestisida digunakan, akan menghasilkan sisa-sisa air
yang mengandung pestisida. air yang mengandung pestisida ini akan mengalir
melalui sungai atau aliran irigasi (Dhavie, 2010).
Penggunaan pestisida oleh petani dapat tersebar di lingkungan sekitarnya; air
permukaan, air tanah, tanah dan tanaman. Sifat mobil yang dimiliki akan
berpengaruh terhadap kehidupan organisme non sasaran, kualitas air, kualitas tanah
dan udara. Pestisida sebagai salah satu agen pencemar ke dalam lingkungan baik
melalui udara, air maupun tanah dapat berakibat langsung terhadap komunitas
hewan, tumbuhan terlebih manusia.
Pestisida yang masuk ke dalam lingkungan melalui beberapa proses baik pada
tataran permukaan tanah maupun bawah permukaan tanah. Penurunan kualitas air
tanah serta kemungkinan terjangkitnya penyakit akibat pencemaran air merupakan
implikasi langsung dari masuknya pestisida ke dalam lingkungan. Aliran permukaan
27

seperti sungai, danau dan waduk yang tercemar pestisida akan mengalami proses
dekomposisi bahan pencemar. Dan pada tingkat tertentu, bahan pencemar tersebut
mampu terakumulasi.
Pestisida di udara terjadi melalui proses penguapan oleh foto-dekomposisi
sinar matahari terhadap badan air dan tumbuhan. Selain pada itu masuknya pestisida
diudara disebabkan oleh driff yaitu proses penyebaran pestisida ke udara melalui
penyemprotan oleh petani yang terbawa angin. Akumulasi pestisida yang terlalu
berat di udara pada akhirnya akan menambah parah pencemaran udara.
Gangguan pestisida oleh residunya terhadap tanah biasanya terlihat pada
tingkat kejenuhan karena tingginya kandungan pestisida persatuan volume tanah.
Unsurunsur hara alami pada tanah makin terdesak dan sulit melakukan regenerasi
hingga mengakibatkan tanah-tanah masam dan tidak produktif (Sulistiyono, 2004).

2.4

Permasalahan mengenai Tanah, Air Tanah, dan Penggunaan Pestisida

2.4.1

Tanah

2.4.1.1 Pencemaran Tanah oleh Pestisida


Sumber

: Penggunaan pestisida tak terkendali dari sektor pertanian

Jenis Polutan : Organoposfat,organoklorin, DDT, karbamat, siklodiena


Proses

: Pestisida yang tidak dapat terurai akan terbawa aliran air dan

masuk ke dalam sistem biota air (kehidupan air). Konsentrasi pestisida yang tinggi
dalam air dapat membunuh organisme air diantaranya ikan dan udang. Sementara
dalam kadar rendah dapat meracuni organisme kecil seperti plankton. Bila
plankton ini termakan oleh ikan maka ia akan terakumulasi dalam tubuh ikan.
Tentu saja akan sangat berbahaya bila ikan tersebut termakan oleh burung-burung
atau manusia.
Dampak

: Akan terjadi akumulasi senyawa berbahaya dalam tubuh

komponen biotik dan akan meracuni seluruh organisme terkait yang ada dalam
rantai makanan. Setelah teracuni maka keselamatan organisme tersebut akan
terancam bahkan dapat menebabkan kematian. Selain itu senyawa berbahaya
28

dalam pestisida juga akan mengkontaminasi komponen abiotik sekitar sehingga


menurunkan kualitas lingkungan.
Solusi

sebagai

tindakan

prepentif

maka

pemeritah

harus

mengsosialisasikan tentang bagaimana cara menggunakan pestisida yang baik dan


benar serta menetapkan konsentrasi maksimal penggunaan pestisida. Sebagai
tindakan rehabilitasi maka harus diadakan mediasi dan remediasi secara in situ
dan ex situ.
Contoh Kasus

: Kondisi tanah di Lembang dan Pengalengan Jawa Barat

berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dr. Theresia (1993) sudah tercemar
pestisida. Di daerah Lembang, contoh tanah yang diambil dari sekitar ladang
tomat, kubis, buncis dan wortel, mengandung residu organoklorin yang cukup
tinggi. Penggunaan pestisida dan tertinggalnya residu dapat sangat menurunkan
populasi hewan tanah.
Residu pestisida terdapat pula pada daging dan susu berasal dari ternak
yang diberi makan rumput dan limbah pertanian yang telah tercemar pestisida. Di
Pengalengan, Jawa Barat tahun 1987, susu sapi yang dipelihara petani mempunyai
kandungan turunan DDT sebanyak 0,0162 ppm. (Kompas, Mei 1993)
2.4.1.2 Pencemaran Tanah oleh Logam Berat
Sumber

: Aktivitas Pertambangan, Fungisida

Jenis Polutan

: Logam Berat (Kation dengan berat atom lebih dari 23 u)

Proses

: Aktivitas pertambangan yang menggunakan Hg sebagai

bahan pemisah antara emas dengan logam lainnya. Air yang digunakan untuk
proses itu terkontaminasi Hg dengan kadar tak wajar sehingga mencemari
perairan dan tanah di daerah sekitar Pertambangan.
Hg yang mudah tersedia adalah yang bervalensi dua, yaitu Hg++. Mulamula Hg dalam bentuk anorganik yamg sukar larut dan tak tersedia bagi
organisme,

kemudian

berubah

menjadi

bentuk

organic

yang

mudah

29

diasimilasikan. Hg++ oleh mikrobia diubah menjadi ion methyl merkuri yang
kemudian berubah menjadi dimethyl merkuri.
Hg++ CH3Hg+ dapat berlangsung dalam suasana aerobik
CH3Hg+ CH3HgCH3,

maupun anaerobic.

Methyl air raksa dapat tertimbun dalam tubuh tanaman melalui akar tanama dan
dapat mencapai tingkat racun bagi manusia jika mengkonsumsi produk dari
tanaman tersebut.
Dampak

: Tumbuhan, Hewan dan manusia keracunan(Hydrargria)

karena mereka berada dalam satu rantai makanan.


Keracunan Hg yang akut dapat menyebabkan terjadinya kerusakan saluran
pencernaan, gangguan kardiovasculer, kegagalan ginjal akut maupun shock. Pada
pemeriksaan laboratorium tampak terjadinya denaturasi protein enzim yang tidak
aktif dan kerusakan membran sel.
Metil maupun etil merkuri merupakan racun yang dapat mengganggu
susunan syaraf pusat (serebrum dan serebellum) maupun syaraf perifer. Kelainan
syaraf perifer dapat berupa parastesia, hilangnya rasa pada anggota gerak dan
sekitar mulut serta dapat pula terjadi menyempitnya lapangan pandang dan
berkurangnya pendengaran. Keracunan merkuri dapat pula berpengaruh terhadap
fungsi ginjal yaitu terjadinya proteinuria. Pada karyawan yang terpapar kronis
oleh fenil dan alkil merkuri dapat timbul dermatitis. Selain mempunyai efek pada
susunan syaraf, Hg juga dapat menyebabkan kelainan psikiatri berupa insomnia,
nervus, kepala pusing, gampang lupa, tremor dan depresi. (Prof. Mukono,
Kesehatan Masyarakat UNAIR, September 2009)
Solusi

: Dengan menyebar karbon aktif di 5% permukaan lahan

yang sudah tercemar, jumlah polusi metil merkuri yang diserap oleh cacing bisa
dikurangi hingga lebih dari 90%. Teknologi ini memberikan cara baru guna
mengurangi pencemaran merkuri pada tanah yang mampu mengurangi
kerusakan lingkungan akibat penggalian atau pengerukan.
30

Contoh Kasus

: Pada tahun 1968 Katsuna melaporkan adanya epidemi

keracunan Hg di Teluk Minamata, dan pada tahun 1967 terjadi pencemaran Hg di


sungai Agano di Nigata. Pada saat terjadi epidemi, kadar Hg pada ikan di Teluk
Minamata sebesar 11 ug/kg berat basah dan di sungai Agano sebesar 10 ug/kg
berat basah. Kejadian di Irak pada tahun 1971-1972 terjadi keracunan alkil
merkuri akibat mengkonsumsi gandum yang disemprot dengan alkil merkuri yang
menyebabkan 500 orang meninggal dunia dan 6000 orang masuk rumah sakit.
2.4.1.3 Pencemaran Tanah oleh Bahan Organik dan Olahan Makanan
Sumber

: Rumah tangga, pasar, industri pengolah bahan pangan,

restaurant dll.
Jenis Polutan

: Sampah organik (sisa sayuran, makanan, serat dll yang

umumnya basah), kotoran ternak, tinja manusia, urine dll


Proses

: senyawa organik yang dibuang akan diproses oleh

mikroorganisme baik itu aerob maupun anaerob sehingga menghasilkan senyawasenyawa baru (nitrat, amoniak, logam berat, metana, etanol, dll) yang tidak
terkontrol jumlahnya sehingga membahayakan lingkungan.
Dampak

: Comberan kotoran ternak mempunyai kadar logam berat

dan senyawa racun anorganik yang cukup besar. Selain itu aktivitas mikroba dapat
merubah pH tanah.
Solusi

: mengolah sampah organik menjadi energi terbarukan dan

juga bioproperty sehingga dapat dihasilkan produk yang lebih menguntungkan.


Sedangkan untuk sampah organik yang tidak bisa dikonversikan menjadi bentuk
yang lain dapat dibuang namun kita harus mempertahankan pH di lingkungan
sekitar pembuangan agar selalu dalam kondisi asam. Hal ini dilakukan agar
bakteri tidak memproduksi logam berat yang berbahaya untuk lingkungan.
Contoh Kasus

: 1 Februari 2005 pada dini hari, gunungan sampah pada

tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Leuwigajah longsor dan mengubur 143
orang tewas seketika. Sekitar 137 rumah di Desa Batujajar Timur, Kecamatan
31

Batujajar, Kabupaten Bandung dan dua rumah di Desa Leuwigajah, Cimahi,


Provinsi Jawa Barat juga tertimbun longsoran sampah dengan ketinggian
mencapai 30 meter.
2.4.1.4 Pencemaran Tanah oleh Radionuklida
Sumber

: Ledakan reaktor nuklir

Jenis Polutan

: Radiasi sinar Alpha, Beta, Gamma, 90 Sr, 131 J

Proses

: Biasanya pencemaran radioaktif dikarenakan adanya

kebocoran pada reaktor nuklir sehingga mencemari daerah sekitar. Penyebab


kebocoran dapat diakibatkan oleh beberapa faktor misalnya gempa bumi (alam),
kecerobohan manusia (pemasangan alat yang kurang sempurna, dll)
Dampak

: Apabila ada makhluk hidup yang terkena radiasi atom

nuklir yang berbahaya biasanya akan terjadi mutasi gen karena terjadi perubahan
struktur zat serta pola reaksi kimia yang merusak sel-sel tubuh makhluk hidup
baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan atau binatang. Selain itu berbagai jenis
kangker dapat diderita akibat radiasi radioaktif seperti kangker kulit, tulang, dll.
Solusi

Contoh Kasus

: Diperkirakan sekitar 56 kematian yang terjadi sebagai

akibat langsung dari bencana ini, 47 orang di antaranya adalah pekerja reaktor
nuklir tersebut, sedangkan 9 lainnya adalah anak-anak yang mengidap kanker
thyroid. Sedangkan diperkirakan 4.000 korban meninggal dunia akibat efek
radiasi jangka panjang. Tetapi dikarenakan saat itu Uni Soviet berusaha menutupnutupi jumlah korban sebenarnya, jumlah yang pasti tidaklah bisa diketahui, tetapi
WHO me-release korban yang meninggal dunia sebagai akibat tidak langsung
sebesar 9.000 orang.
Pada 2011 lalu terjadi gempa yang sangat dahsyat dan menimbulkan
tsunami yang melanda Jepang. Pada saat terjadi tsunami tersebut kira-kira 220 ton
air dalam instalasi nuklir PLTN Fukushima bocor. Dalam insiden ini pemburu

32

paus menemukan 2 paus dilaut jepang terkontaminasi radiasi walaupun masih


dibawah batas normal.
2.4.2

Air Tanah

2.4.2.1 Pencemaran Air Tanah oleh Pestisida


Sumber

: Kebocoran pabrik pestisida, penggunaan pestisida

berlebih, air sisa pencucian buah dan sayur.


Jenis Polutan

: Organoposfat,organoklorin, DDT, karbamat, siklodiena,

endrin
Proses

: Kebocoran bak penampung pestisida pada pabrik yang

diakibatkan gempa atau kecerobohan manusia, penggunaan pestisida secara tidak


wajar menyebabkan lingkungan tercemar khususnya air tanah, kemudian pestisida
yang larut dalam tanah mengkontaminasi komponen biotik lingkungan sekitar dan
terjadi akumulasi pada tiap-tiap organismenya.
Dampak

: Keracunan pestisida pada organisme, penurunan kualitas

air tanah.
Solusi

: Menggunakan biopestisida, melakukan reverse osmosis

ketika konsumsi air minum, mulai mengknsumsi makanan organik.


Contoh Kasus

: Di Amerika, di tepi sungai Mississipi (dekade 60-an).

Akibat bocornya pabrik tersebut, ribuan ton pestisida (endrin) terbuang percuma
ke sungai Mississipi dan ribuan ton ikan, yang diperkirakan 150 juta ekor ikan
mati sia-sia. Nasib sengsara bagi masyarakat sekitarnya. Kebutuhan ikan
masyarakat Mississipi sekarang tidak dapat lagi terpenuhi. Timbul bau busuk yang
dihasilkan.

33

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan paparan materi, ragam masalah dan contoh kasus diatas dapat
disimpulkan bahwa:
1. Tanah adalah akumulasi tubuh alam bebas, berdimensi tiga, menduduki sebagian
(besar) permukaan bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman, dan memiliki sifat
sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk
pada kondisi topografi/relief tertentu dan selama waktu tertentu.
2. Air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat didalam ruang antar
butir-butir tanah yang meresap ke dalam tanah dan bergabung membentuk lapisan
tanah yang disebut akifer
3. Pestisida adalah semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk
mengendalikan, mencegah, atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat,
nematoda, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama, kecuali virus,
bakteri atau jasad renik lainnya yang terdapat pada manusia dan binatang.
4. Pencemaran tanah, air tanah dapat diakibatkan oleh faktor alam (gempa bumi,
tornado, dll) yang menyebabkan kebocoran pada penampung senyawa kimia yang
seharusnya tidak berada di lingkungan bebas. Pencemaran tanah, air tanah pula dapat
diakibatkan oleh kecerobohan manusia ataupun ketidakpedulian manusia terhadap
lingkungan.
5. Penggunaan pestisida sintetis dapat mengakibatkan beberapa dampak negatif bagi
kehidupan makhluk hidup di bumi seperti akumulasi DDT mengingat adanya
keterkaitan (interaksi) antara komponen biotik dan abiotik.

3.2 Saran
Setelah menyusun makalah tanah, air tanah dan pestisida penulis mengalami
berbagai peristiwa sehingga penulis mengajukan beberapa saran guna meningkatkan proses
penulisan hal sejenis untuk kedepannya. Saran penulis diantaranya :
1. Alangkah lebih baik jika dalam penulisan makalah terjadi interaksi yang baik antara
pembimbing dengan mahasiswanya sehingga dapat idapatkan hasil yang presisi
dalam penulisan.

34

2. Alangkah lebih baik jika pembimbing memberikan beberapa buku referensi


mengenai hal yang dikaji guna meningkatkan wawasan dan pemahaman mengenai
hal yang dikaji

35

DAFTAR PUSTAKA
Brady, Hopkins. 2007.US Environmental. Columbia. University of Columbia
Pandunata, Martinus dkk. 2008. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jember.Universitas Jember.

36

Anda mungkin juga menyukai