Anda di halaman 1dari 13

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi
1. Clavicula
a. Anatomi tulang
Clavicula merupakan tulang yang berbentuk seperti huruf S, pada
ujung sisi medial berbentuk cembung dan ujung sisi lateral berbentuk
cekung. Pada proyeksi axial, tulang klavikula baik sisi medial maupun
lateral mempunyai permukaan yang datar, dihubungkan oleh bagian
tengah klavikula yang berbentuk seperti tabung dan tipis. Area transisi
pertengahan tulang klavikula menunjukkan struktur penghubung yang
lemah. Pertengahan klavikula, merupakan daerah yang paling sering
terjadi fraktur. Pada akhirnya, jika terlihat pada potongan sagital, luas
daerah transisi tulang klavikula dari anterior ke posterior dapat terlihat
dengan jelas (Koval & Zuckerman, 2006).

Gambar 1. Anatomi Tulang Clavicula

b. Anatomi otot
Clavicula memiliki origo dan insersio dari beberapa otot-otot
penting. Pada bagian medial, terdapat origo dari pectoralis mayor dan
sternohyoid. Sudut dari fraktur clavicula yang paling penting, yaitu
pada superomedial klavikula dengan origo pada sternocleidomastoid.
Pada fraktur pertengahan clavicula, origo tersebut dikonversikan kepada
insersio, sternocleidomastoid menjadi elevator medial dari clavicula.
Pada permukaan bawah pertengahan clavicula merupakan titik insersi
dari otot subclavius. Pada bagian lateral, anterior clavicula merupakan
tempat dari origo deltoid bagian anterior dengan clavicula bagian

posterosuperior juga menjadi insersio tambahan dari otot trapezius. Otot


lain yang penting yang berhubungan dengan anatomi clavicula yaitu
platysma. Otot platysma berlokasi pada jaringan subcutan pada fascia
cervical, platysma mempunyai origo diatas deltoid dan pectoralis mayor
dan menyilang pada permukaan anterior superfisial clavicula sebelum
berinsersi pada mandibula, kulit, dan otot mulut (Kleinhenz, 2016).
Terdapat enam ligamen yang memiliki fungsi untuk membantu
menopang tulang clavicula. Ligamen tersebut adalah :

Ligamen medial berfungsi menyokong sendi sternoclavicular.


Ligamen kapsul Kapsul posterior merupakan struktur yang paling
penting dalam menahan pergeseran/translasi ke arah anterior maupun

posterior pada sendi sternoclavicular.


Ligamen interclavicula merenggang pada saat bahu diangkat tetapi

menghambat pergeseran yang menurun dari ujung lateral clavicula.


Ligamen costoclavicula berfungdi menstabilkan bagian medial

clavicula melawan rotasi keatas dan kebawah.


Ligamen acromioclavicular berfungsi menahan

pergeseran

anteroposterior dari distal clavicula (Banerjee, et al. 2011).


B. Definisi Fraktur
Fraktur didefinisikan sebagai patahnya kontinuitas tulang, biasanya
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Jika kulit di atas tulang yang fraktur
masih utuh disebut fraktur tertutup, sedangkan jika kulit atau salah satu
rongga tubuh tertembus disebut fraktur terbuka (Apley & Salomon, 2005).
Fraktur clavicula adalah kerusakan dari tulang clavicula (biasanya
disebut dengan tulang selangka). Tulang tersebut menghubungkan sternum ke
bahu (Rasjad, 2007). Kebanyakan fraktur clavicula banyak disebabkan oleh
karena jatuh dan trauma langsung pada bahu (Gaudinez & Hoppenfeld, 2011).
C. Epidemiologi

Kejadian Fraktur clavicula merupakan 2,6% hingga 5% dari seluruh


kasus fraktur (Jeray, 2007). Sekitar 80 % dari fraktur clavicula merupakan
fraktur pada bagian tengah. Kebanyakan patah tulang klavikula ini terjadi
pada pasien yang lebih muda dari usia 40 tahun atau lebih tua dari usia 70
tahun (Gao, et al. 2016).
D. Mekanisme Fraktur
1. Fraktur clavicula
Fraktur clavicula banyak disebabkan oleh jatuh atau trauma
langsung pada bahu, clavicula biasanya mengalami tarikan dan patah di
atas fulkrum kosta pertama. Jatuh dengan tangan terbuka (outstrecthed
hand) memiliki persentase yang lebih kecil untuk dapat menyebabkan
fraktur clavicula (Gaudinez & Hoppenfeld, 2011).
E. Klasifikasi Fraktur
1. Clavicula
Fraktur clavicula diklasifikasikan oleh beberapa ahli. Menurut
Allman fraktur clavicula terbagi menjadi (Kleinhenz, 2016) :
a) Fraktur mid clavikula ( fraktur 1/3 tengah clavikula)
b) Fraktur 1/3 lateral clavikula
c) Fraktur 1/3 medial clavikula
Neer membagi klasifikasi berdasarkan Allman tipe 2 menjadi tiga
tipe (Banarjee, et al. 2011) :
a) Tipe I : Ligamen coracoclavicular utuh.:
b) Tipe II : Ligamen coracoclavicular lepas dari segmen medial tetapi
ligamen trapezoid utuh sampai ke segmen distal.
Tipe IIA :Conoid dan trapezoid menempel sampai ke segmen distal.
Tipe IIB : Ligamen Conoid sobek, trapezoid menempel sampai ke
segmen distal.
Tipe III : Intra-articular meluas sampai ke sendi acromioclavicular.
c) Subgrup tipe III yaitu:

Type I: Pergeseran minimal.


Type II: Bergeser .
Type III:Intraarticular.
Type IV: Terpisah pada epifisis.
Type V: Komunitif.
Klasifikasi fraktur clavicula menurut Craig :
a) Grup I : Fraktur pertengahan klavikula.
b) Grup II: Fraktur sepertiga distal klavikula.
Tipe 1 : pergeseran minimal (antar ligamen).
Tipe 2: pergeseran sekunder garis fraktur medial sampai ligamen
coracoclavicular.
A : Ligamen conoid dan trapezoid tetap utuh.
B : Ligamen conoid robek, trapezoid tetap utuh.
Tipe 3: Fraktur Intra artikular.
Tipe 4: Ligamen-ligamen menempel pada periosteum dengan

pergeseran pada fragmen proximal.


Tipe 5: Fraktur komunitif dengan ligamen-ligamen tetap menempel

dengan fragmen komunitif bagian inferior.


c) Grup III Fraktur sepertiga proksimal.
Tipe1: Pergeseran minimal.
Tipe 2: Pergeseran yang signifikan (ligament-ligamen ruptur).
Tipe 3: Fraktur intraartikular.
Tipe 4: Separasi dari epifisis (Apley & Salomon, 2005).
F. Fase Penyembuhan Fraktur
Terdapat beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang yang terdiri
dari: fase inflamasi, fase proliferasi sel, fase pembentukan kalus, fase
osifikasi, dan fase remodeling.
1. Fase Pembentukan Hematom
Putusnya pembuluh darah pada permukaan fraktur dan terbentuk
hematoma di sekitar dan di dalam fraktur. Tulang yang tidak dapat
persediaan darah pada permukaan, akan mati sepanjang satu atau dua
milimeter.
2. Fase Inflamasi dan Proliferasi Seluler

Terjadi reaksi inflamasi akut dan Proliferasi sel di bawah


periosteum dan kanalis medularis. Jaringan seluler menjembatani tempat
fraktur. Bekuan hematoma secara lambat diabsorbsi dan terjadi
neovaskularisasi pada celah fraktur
3. Fase Pembentukan Kalus
Terjadi proliferasi sel-sel kondrogenik dan osteogenik pada tahap
ini. Pembentukan tulang dan juga kartilago terjadi pada daerah fraktur. Sel
osteoklas mulai membersihkan jaringan tulang yang mati. Massa selluler
dengan pulau-pulau tulang dan kartilago immatur membentuk kalus dan
membebat periosteum dan permukaan endosteum. Pergerakan pada tempat
fraktur menurun progresif dan sekitar 4 minggu setelah cidera fraktur akan
menyatu (Luqmani, et al. 2008).
4. Fase Konsolidasi
Aktifitas osteoklastik dan osteoblastik terus berlanjut. Anyaman
tulan berubah menjadi tulang lamelar. Osteoklas menggali melalui debris
tempat fraktur dan osteoblast mengisi celah antara fragment dengan tulang
baru. Fase ini berlangsung beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat
untuk menopang beban normal.

5. Fase Remodeling
Tulang baru yang terbentuk mendekati struktur normal. Selama
beberapa bulan atau tahun, proses remodeling dibentuk ulang oleh proses
resorpsi dan formasi tulang yang terus menerus. Selama pertumbuhan
memanjang tulang, maka daerah metafisis mengalami remodeling
(pembentukan) dan pada saat yang bersamaan epifisis menjauhi batang
tulang secara progresif. Remodeling tulang terjadi sebagai hasil proses
antara deposisi dan resorpsi osteoblastik tulang secara bersamaan. Proses
remodeling tulang berlangsung sepanjang hidup, dimana pada anak-anak
dalam masa pertumbuhan terjadi keseimbangan (balance) yang positif,

sedangkan pada orang dewasa terjadi keseimbangan yang negative.


Remodeling juga terjadi setelah penyembuhan suatu fraktur (Apley &
Salomon, 2005).
G. Penatalaksanaan
a. Prinsip umum penanganan fraktur terdiri dari 4R :
1. Recognition : Mendiagnosis secara tepat mengenai fraktur berdasarkan
anamnesis, waktu kejadian dan lokasi yang cedera.
2. Reposition : Mengembalikan tulang yang patah ke arah/alignment yang
benar, pengembalian

fragment

distal

terhadap

proksimal

dan

memastikan kedudukan serta neurovascular terjamin baik.


3. Retaining : Tindakan mempertahankan kedudukan hasil reposisi,
fiksasi luar dengan gips dan dalam dengan implant seperti K-wire,
plate dan screw.
4. Rehabilitation : Mengembalikan fungsi alat atau anggota gerak karena
penyambungan fraktur butuh waktu yang lama (Rasjad, 2007).
b. Penatalaksanaan Fraktur Clavicula :
1. Non-operatif:
Sling atau Imobilisasi Suportif
Indikasi dari penggunaan metode ini adalah pada sebagian besar
kasus fraktur clavicula. Tidak terdapat perbedaan penggunaan sling
biasa atau brace angka delapan (figure of eight) pada proses
penyembuhan (Sheps, 2016). Namun brace angka delapan dapat
membahayakan sistem saraf dan pembuluh darah di sekitar aksila serta
dapat menyebabkan rusaknya kulit.
Cara penyembuhan tulang dengan metode sling adalah dengan
penyembuhan sekunder. Penyembuhan sekunder terjadi dengan proses
pembentukan kalus (Seth, 2016).
2. Operatif :
Open Reduction dan Internal Fixation
Penyembuhan dengan metode operatif memiliki beberapa indikasi.
Contoh Indikasi pada metode ini adalah fraktur terbuka, multi trauma,
fraktur yang disertai kerusakan neurovaskuler, fraktur yang menonjol
ke kulit (terutama pasien cedera kepala atau gangguan neurologis) dan

fraktur sepertiga tengah dengan dislokasi menyeluruh. Fraktur


Clavicula distal tipe II Neer juga paling baik ditangani dengan operasi
(Kleinhenz, 2016).

H. Tujuan Rehabilitasi Medik Pada Fraktur Clavicula


1. Tujuan Jangka Panjang
a. Range of Motion
Mengembalikan dan memperbaiki range of motion pada gerakan
sendi bahu.
Gerakan
Abduksi
Adduksi
Fleksi
Ekstensi
Rotasi Interna dengan lengan di
samping
Rotasi Ekterna dengan lengan di
samping
Rotasi Interna dengan lengan
abduksi
Rotasi Eksterna dengan lengan
abduksi

Normal
0 - 1800
0 - 450
0 - 1800
0 - 600

Fungsional
0 - 1200
0 - 300
0 - 1200
0 - 400

0 - 700

0 - 300

0 - 800

0 - 450

650 - 700

0 - 500

0 - 100

0 - 500

Tabel 1. Range of motion clavicula

b. Kekuatan otot
Memperbaiki

kekuatan

otot-otot

berikut

muskulus

sternokleidomastoideus (rotasi leher), muskulus pectoralis mayor


(adduksi lengan) dan muskulus deltoideus (abduksi lengan).

c. Sasaran fungsional
Memperbaiki dan mengembalikan fungsi bahu untuk dapat
menjalankan pekerjaan dan aktivitas sehari-hari pasien.

I. Penanganan Terapi Rehabilitasi Medik pada Fraktur Clavicula


Penanganan rehabilitasi pada fraktur clavicula memakan waktu 12
minggu.
1. Hari ketika cidera sampai satu minggu
a. Pemeriksaan fisik
Evaluasi pengisian kapiler, sensasi dan aktif ROM serta pasif
ROM ekstremitas yang terkena. Periksa sling, lengan harus dalam
posisi rotasi interna dan siku fleksi 900.
b. ROM : Bahu dipertahankan dalam posisi adduksi dan rotasi interna.
Hindari gerak pada bahu, Siku dipertahankan pada posisi 900 jika
menggunakan sling. Gerak aktif diperbolehkan pada pergelangan
tangan, tangan dan jari-jari.
c. Kekuatan otot : Isometric exercise ringan pada siku dan pergelangan
tangan 3-4 hari setelah fraktur. Fleksi dan ekstensi aktif disarankan
untuk kekuatan triseps dan biseps.
d. Aktifitas fungsional : Pasien memerlukan bantuan saat mengenakan
pakaian pada eksterimitas atas, aktivitas dilakukan dengan lengan yang
sehat. Pasien diinstruksikan berguling pada sisi yang sehat pada saat
akan duduk di tempat tidur.
e. Weight bearing : Non Weight Bearing.
f. Metode penanganan :
Sling : periksa ukuran sling
Open reduction dan internal fixation : periksa adanya eritema, cairan
atau nanah pada luka. Mulai latihan pendulum bahu dengan lembut
3-5 hari setelah fiksasi stabil.

2. Dua minggu
a. Pemeriksaan fisik
Periksa gerakan bahu dan siku. Periksa sling agar nyaman dan
lihat apakah terjadi abrasi kulit. lengan harus dalam posisi rotasi interna
dan siku fleksi 900.
b. ROM : Lanjutkan gerak penuh pada siku, pergelangan tangan, tangan
dan jari-jari. Mulai latihan pendulum bahu sampai batas toleransi. Aktif
ROM diperbolehkan pada pergelangan tangan dan jari-jari.
c. Kekuatan otot : Lanjutkan isometric excercise pada siku dan
pergelangan tangan. Mulai penguatan deltoid secara isometric.
d. Aktifitas fungsional : Ekstremitas yang sehat digunakan untuk higiene
dan perawatan diri.
e. Weight bearing : Non Weight Bearing.
f. Metode penanganan :
Sling : periksa ukuran sling.
Open reduction dan internal fixation : Lepaskan benang jahitan.
Periksa adanya eritema, cairan atau indurasi pada luka.
3. Empat hingga enam minggu
a. Pemeriksaan fisik
Periksa tempat fraktur, apakah terdapat nyeri tekan

dan

stabilitas. Lanjutkan pemakaian sling jika terdapat nyeri tekan atau


gerakan pada palpasi. Jika tidak terdapat nyeri tekan dan gerakan saat
palpasi, sling dapat dilepaskan.
b. ROM : Pada akhir minggu ke 6, sling dapat dilepas jika tempat fraktur
sudah stabil. Gerakan aktif dan pelan diperbolehkan pada bahu. Batasi
abduksi 800 dan rotasi interna untuk hindari tekanan pada daerah fraktur.
Fleksi dan ekstensi penuh pada siku diperbolehkan.
c. Kekuatan otot : Pada akhir minggu ke-6, latihan penguatan otot rotator
cuff diperbolehkan. Lanjutkan dengan isometric excercise pada otot
fleksor dan ekstensor siku. Latihan Silly Putty dilakukan untuk
pertahankan genggaman pasien. Latihan pendulum dapat dilakukan
pada bahu dan sangat dianjurkan.

d. Aktifitas fungsional : Pasien dapat mengenakan pakaian pada


ekstremitas yang sakit dahulu, jika ingin melepaskan mulailah
dariekstremitas yang sehat.
e. Weight bearing : Non Weight Bearing.
f. Metode penanganan :
Sling : tidak ada perubahan bermakna
Open reduction dan internal fixation : Perhatiakan adanya tanda
infeksi.
4. Enam hingga delapan minggu
a. Pemeriksaan fisik
Pastikan pasien mencapai ROM yang memadai tanpa krepitasi
pada tempat fraktur.
b. ROM : Lanjutkan ROM pada semua bidang.
c. Kekuatan otot : Latihan penguatan tahanan bahu. Pasien dapat
menggunakan ekstremitas yang sehat untuk memberikan tahanan pada
sendi bahu yang sakit saat memfleksikan dan mengekstensikan
ekstremitas tersebut.
d. Aktifitas fungsional : Pasien dapat menggunakan ekstremitas yang sakit
untuk aktifitas ringan seperti higiene dan perawatan diri.
e. Weight bearing : Jika secara klinis sudah sembuh, pasien dapat
menanggung beban saat bangkit dari kursi atau tempat tidur. Dapat juga
menggunakan alat bantu crutch aksiler dan tongkat.
f. Metode penanganan :
Sling : Sling dapat dilepas jika sebelumnya belum dilepas.
Open reduction dan internal fixation : Perhatiakan adanya tanda
infeksi.
5. Delapan hingga dua belas minggu
a. Pemeriksaan fisik
Periksa nyeri tekan dan gerakan pada tempat fraktur. Periksa
kembali ROM dan kekuatan otot.
b. ROM : Pasien dianjurkan latihan aktif, aktif dengan bantuan dan pasif.
Gerakan abduksi dianjurkan. Keterbatasan dalam elevasi bahu dapat
terjadi dan dapat dilakukan peregangan sedikit.

c. Kekuatan otot : Lanjutkan latihan tahanan progresif pada bahu. Pasien


dapat menggunakan beban. Latihan isometrik dan isotonik pada otot
bahu, pectoralis mayor dan strenocleidomastoideus..
d. Aktifitas fungsional : pasien dapat menggunakan ekstremitas yang sakit
untuk semua aktivitas seperti perawatan diri, higiene, makan dan
berpakaian.
e. Weight bearing : Beban penuh diperbolehkan.
f. Metode penanganan :
Sling : Sling dapat dilepas jika sebelumnya belum dilepas.
Open reduction dan internal fixation : Pertimbangkan pengangkatan
pin jika menjol keluar (Gaudinez & Hoppenfeld, 2011).
Pasien harus menghindari olahraga yang berisiko tinggi setidaknya 4
hingga 6 bulan. Olahraga yang menempatkan clavicula dalam keadaan
berisiko tinggi dapat memicu refraktur (Kleinhenz, 2016).

Daftar Pustaka
Apley & Salomon (2005). Buku Ajar Orthopedi dan Fraktur Sistem Apley. (Alih
bahasa Edi, N). (Edisi 7). Jakarta: Widya Medika.
Banerjee, R., Waterman, B., Padalecki, J., Robertson, W. 2011. Management of
Distal clavicle fracture. University of Texas Southwestern Medical
Center : Journal of American Academy Orthopaedic Surgeon,: p392-401.

Koval, K.J. & Zuckerman, J.D. 2006. Interthrochanteric Fractures. In : Bucholz


RW, Heckman JD, Rockwood CA, Green DP, eds. Rockwood & Green's
Fractures in Adults. 6th Edition. Vol 2. Philadhelphia: Lippincott Williams
& Wilkins. p1109-1122.
Gao, Y., Chen, W., Liu, Y.J., Li, X., Wang, H., dan Chen, Z. 2016. Plating versus
intramedullary fixation for mid-shaft clavicle fractures: a systemic review
and meta-analysis. PeerJ DOI 10.7717/peerj.1540.
Gaudinez, R.F. & Hoppenfeld, S. 2011. Fraktur Clavicula. Dalam : Terapi &
Rehabilitasi Fraktur. Editor : Hoppenfeld & Murthy. Jakarta: EGC, p64-75
Jeray, K.J. 2007. Acute Midshaft Clavicular Fracture. Journal of the American
Academy of Orthopaedic Surgeons. Vol. 15:4. p239248.
Kleinhenz,

B.P.

2016.

Clavicle

Fractures.

Medscape.

http://emedicine.medscape.com/article/92429-overview. Diakses tanggal :


21 September 2016.
Luqmani R., Robbs J., Porter D., Keating J. 2008. Trauma. Textbook of
Orthopaedics, Trauma, and Rheumatology. 1st ed. Mosby Elsevier.
Michael A. Anatomi dan fisiologi tulang dan sendi. Dalam : Patofisologi, konsep
klinis proses-proses penyakit. Ed 6. Editor : Sylivia.A, Lorraine M.
Jakarta: EGC, 2005p1357-64
Dorland, W.A Newman. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC,
2002
Rasjad, C. 2007. Trauma. Dalam: Rasjad MI, Rasyid MY, penyunting. Pengantar
Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: Yarsif Watampone. p318-475.
Seth,

U.

2016.

Clavicle

Fractures.

Orthobullets

Journal.

http://www.orthobullets.com/trauma/1011/clavicle-fractures.

Diakses

tanggal 22 September 2016.


Sheps, D. 2016. Medical management of displaced mid-shaft clavicle fractures.
BCMC

Medical

Journal.

Vol.

58

http://www.bcmj.org/worksafebc/medical-management-displaced-midshaft-clavicle-fractures. Diakses tanggal 2 September 2016.

1.

Sjamsuhidajat, de Jong. Sistem Muskuloskeletal. Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah.


Ed 3. Jakarta: EGC, 2010. p959-1083.

Anda mungkin juga menyukai