Anda di halaman 1dari 18

PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DI SEKOLAH

Strategi Internalisasi Pendidikan Antikorupsi di Sekolah

Perangkum
Ririn Trianingsih

150731606562

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
SEMESTER II

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat, taufik
serta hidayahNya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas resume buku yang
berjudul Pendidikan Antikorupsi di Sekolah.
Di dalam buku ini berisi mengenai pembahasan bagaimana membentuk
generasi-generasi muda yang memiliki karakter antikorupsi yang kuat terhadap
budaya korupsi yang kian menjamur di Indonesia melewati bidang pendidikan.
Saya mengucapkan terimakasih kepada Bapak Kasimanuddin Ismain
M.Pd. selaku dosen pembimbing matakuliah Pengantar Pendidikan yang telah
memberikan arahan. Saya menyadari bahwa hasil resume saya masih jauh dari
kata sempurna, untuk itu saya berharap kritik dan saran yang bersifat membangun
demi perbaikan kualitas dikemudian hari.

Malang, 9 April 2016


Penyusun

i
2

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI .....................................................................................................ii
BAB I: IDENTITAS BUKU..............................................................................4
BAB II: RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN.............................................5
A. Rangkuman..................................................................................................5
B. Pembahasan................................................................................................16
BAB III PENUTUP..........................................................................................20
3.1 Kesimpulan.....................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................21

ii

BAB I
3

IDENTITAS BUKU

A. Nama Buku
B.
C.
D.
E.
F.

: PENDIDIKAN ANTI KORUPSI DI SEKOLAH (Strategi

Internalisasi Pendidikan Antikorupsi di Sekolah)


Penulis Buku : Agus Wibowo
Penerbit
: Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2013.
Jumlah bab
:V
Jumlah halaman
: 226 halaman
Warna cover buku
: Merah dan Abu-abu

BAB II
RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN
2.1 RANGKUMAN
Dalam buku ini telah dirangkum pada setiap bab yang akan dipaparkan
sebagai berikut.
Bab I PENDAHULUAN
A. Mentalitas Bangsa yang Korup dan Menerabas
Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan TICPI tiga tahun lalu,
Indonesia berada pada posisi terburuk dalam hal korupsi dengan Skala IPK 2,4.
Angka tersebut menyimpulkan bahwa Indonesia adalah negara miskin dengan

angka korupsi yang sangat tinggi. Kita tahu bahwa korupsi di Indonesia telah
menjadi budaya di sedtiap aspek pemerintahan dari tingkat pusat hingga daerah.
Rusaknya mental koruptor membuat pencegahan praktek korupsi sulit
dikendalikan.
Beberapa mentalitas buruk yang mengakar pada rakyat Indonesia di
antaranya: suka menerabas meremehkan kualitas, tidak percaya diri, berdisiplin
semu, dan suka mengabaikan tanggung jawab. Umumnya masyarakat lebih suka
mendapatkan sesuatu dengan cepat dan mudah. Praktiknya dalam kehidupan
sehari-hari masyarakat memang erat dengan kebudayaan menerabas adalah
kebocoran soal UN disetiap tahunnya dan perjokian. Ketidakpercayaan diri
membuat masyarakat lebih memilih jalur alternatif yang salah demi mendapatkan
hasil sesuai yang diharapkannya tanpa melihat proses. Di sisi lain, praktik
kenegaraan dan politik telah penuh dengan ketidakjujuran bahkan tidak transparan
kepada rakyat. Secara nyata, ketidakjujuran telah mengiring bangsa Indonesia
pada perjalanan hidup yang kiat rumit, berbelit, meniadakan orientasi visi nan
jelas.
B. Saatnya Memutus Mata Rantai Korupsi
Karena itu, muncul ide yang memasukkan kurikulum antikorupsi dalam
pendidikan tingkat dasar hingga perguruan tinggi sebagaimana yang telah digagas
KPK belum lama ini. Transformasi sekaligus internalisasi nilai-nilai moralitas,
sensibilitas sosial dan tata nilai lainnya akan lebih efektif melalui pendidikan.
Khususnya pendidikan dasar jenjang SD-SMP dan menengah pada jenjang SMA.
Hal tersebut karena karakteristik dasar anak didik SD-SMA tengah menjalani
tahapan-tahapan proses psikologis yang sangan dominan pada pembentukan
karakternya. Jika dalam fase perkembangan ditata secara baik struktur maupun
nilai kejujuran serta anti KKN, maka akan menjadi dasar yang kuat dalam
melandasi sikap, langkah dan gerak hidup di masa mendatang.
Karena itu, internalisasi kurikulum mesti merambah pada tiga aspek
kecerdasan peserta didik. Yaitu aspek kecerdasan (kognitif), sikap (afektif), dan
perilaku (psikomotorik). Internalisasi pada aspek kognitif di antaranya melalui
pemberian berbagai informasi mengenai KKN, konsekuensi hukum dan dampak
negatif terhadap kehidupan bangsa. Aspek afektif meliputi penumbuhan minat,
sikap, nilai dan apresiasi anti KKN dalam kehidupan peserta didik sehari-hari.
Sedangkan aspek psikomotorik ditandai dengan peserta didik enggan melakukan
5

praktik KKN dalam bentuk kecil maupun besar. Kurikulum anti korupsi tidak
harus terwujud dalam satu mata pelajaran, namun menjadi semacam hidden
kurikulum yang diselipkan dalam berbagai mata pelajaran di sekolah. sehingga
guru selalu mengaitkan persoalan KKN dalam tema pembelajaran.Hasil yang
diharapkan adalah peserta didik akan merasakan kebencian yang mendalam
terhadap para koruptor sehingga secara tidak langsung mereka akan ikut menjadi
motor penggerak perang melawan korupsi.
Tahap internalisasi kurikulum perlu melibatkan unsur tri pusat pendidikan
lainnya seperti masyarakat dan keluarga. Kurikulum antikorupsi membutuhkan
dukungan dari semua pihak. Harapan awal, pendidikan antikorupsi akan
berdampak langsung pada lingkungan sekolah. lingkungan sekolah diharapkan
menjadi pioner bagi pemberantasan korupsi dan akan merembes ke semua aspek
kehidupan bangsa.
Bab II PENDIDIKAN ANTIKORUPSI
A. Apa Itu Korupsi?
Dalam KBBI, korupsi berasal dari bahasa latin, yaitu corruptio yang
berarti busuk, palsu, dan suap. Korupsi merupakan penyalahgunaan wewenang
yang ada pada seseorang khususnya pejabat atau pegawai negeri demi keuntungan
pribadi maupun kelompoknya yang dapat merugikan orang lain. Korupsi tidak
saja menghambat pembangunan, tapi juga merugikan negara, merusak sendi-sendi
kebersamaan, dan mengkhianati cita-cita perjuangan bangsa.
Korupsi memiliki dampak negatif di berbagai bidang, seperti :
a. politik, misalnya terjadi pengambil alihan kekuasaan dan ketidakstabilan politik.
b. sosial, rakyat semakin miskin dan tidak bisa menikmati hasil SDA secara
maksimal karena dikuasai negara lain, hilangnya kepercayaan terhadap negara
lain yang menyebabkan hubungan antar negara tidak harmonis.
c. ekonomi, misalnya dalam bidang ekonomi, korupsi dapat mempersulit
pembangunan ekonomi negara dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan
dalam tata administrasi dsb.
B. Jenis-jenis Korupsi
Berdasarkan UU No.31 Tahun 1999 menyebutkan jenis-jenis korupsi di
1.
2.
3.
4.
5.

antaranya :
Korupsi yang terkait dengan kerugian keuangan negara
Korupsi yang terkait dengan suap menyuap
Korupsi yang terkait penggelapan dalam jabatan
Korupsi yang terkait dengan pembuatan pemerasan
Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan.
6

C. Penyebab Korupsi
Pendapat beberapa peneliti, penyebab korupsi disebabkan oleh beberapa
faktor. Dalam penelitian Singh (1974), korupsi disebabkan kelemahan moral,
tekanan ekonomi, hambatan struktur administrasi dan hambatan struktur sosial.
Menurut Alatas (1983), korupsi disebabkan adanya penyalahgunaan kekuasaan
demi kepentingan pribadi. Menurut Onghokham (1983), fenomena korupsi ada
ketika kerajaan di Indonesia melakukan venalty of power, dimana kedudukan
diperjualbelikan kepada bangsawan, kemudian mereka diberi kedudukan dan
berhak memungut pajak tanpa dikontrol hukum. Contoh jelas dari fenomena ini
terjadi pada zaman VOC. Berdasarkan data sejarah tersebut, korupsi di Indonesia
mempunyai akar historis yang cukup kuat dalam kehidupan masyarakat.
Sedangkan menurut Merican, korupsi di Indonesia terjadi disebabkan pleh
1.
2.
3.
4.
5.
D.

beberapa hal, di antaranya:


Warisan dari pemerintah kolonial Belanda
Kemiskinan, ketidaksamaan, dan ketidakmerataan
Gaji yang rendah
Pengetahuan yang kurang
Perumusan perundang-undangan yang kurang sempurna
Apa Itu Pendidikan Antikorupsi?
Pendidikan mampu menjadi upaya preventif bagi berkembangnya sikap,
perilaku, dan budaya korupsi meskipun secara empiris jelas tidak cukup
mengingat faktor pressure sosial politik yang juga dapat mendistorsi peran
normatif tersebut. Namun, jika ada kemauan keras dari segenap komponen bangsa
untuk menjadikan pendidikan dalam melawan korupsi, itu bukan hal yang
mustahil direalisasikan. Apalagi, saat ini telah diberlakukan pendidikan karakter di
berbagai jenjang pendidikan. Diharapkan pendidikan anti korupsi semakin
memperkuat pendidikan karakter apabila dilakukan secara beriringan dan saling
sinergi.
Pendidikan antikorupsi adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan proses belajar mengajar yang kritis terhadap nilai-nilai anti korupsi.
Pendidikan antikorupsi bukan sekedar media bagi transfer pengalihan
pengetahuan (kognitif), namun juga menekankan pada upaya pembentukan
karakter (afektif), dan kesadaran moral dalam melakukan perlawanan
(psikomotorik) terhadap penyimpangan perilaku korupsi. Program pendidikan
antikorupsi ini bertujuan untuk menciptakan generasi muda yang bermoral baik

dan berperilaku antikoruptif dengan cara membangun karakter teladan agar anak
tidak melakukan korupsi sejak dini.
Untuk mewujudkan pendidikan antikorupsi, pendidikan di sekolah harus
diorientasikan pada tataran moral action agar peserta didik tidak hanya berhenti
pada kompetensi saja tetapi memiliki kemauan dan kebiasaan dalam mewujudkan
nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari. Supaya pendidikan antikorupsi berjalan
optimal, menurut Kemendikbud (2012), perlu dukungan dari segenap elemen
bangsa.
E. Urgensi Pendidikan Antikorupsi
Pendidikan diyakini menjadi akar dalam menyelesaikan setiap kasus
kehidupan. Pendidikan berfungsi untuk menjadikan manusia seutuhnya. Untuk
mewujudkan pendidikan antikorupsi, pendidikan di sekolah harus diorientasikan
pada tataran moral action yang diperlukan tiga proses pembinaan yang
berkelanjutan mulai dari proses moral knowing, moral feeling, hingga moral
action.

Ketiganya harus dikembangkan secara seimbang agar potensi

peserta didik mampu berkembang secara optimal.


Menurut Biyanto (2010), beberapa urgensi diterapkannya pendidikan
antikorupsi di antaranya:
1. Lembaga pendidikan umumnya memiliki eperangkat pengetahuan untuk
memberikan pencerahan terhadap kesalahpahaman dalam usaha pemberantasan
korupsi.
2. Lembaga pendidikan penting dilibatkan dalam pemberantasan korupsi karena
memiliki jaringan yang kuat hingga keseluruh penjuru tanah air.
3. Lembaga pendidikan dapat dimaksimalkan fungsinya sehingga mampu
memberikan sumbangan yang berharga untuk pemberantasan korupsi dan
penegakan integritas publik.
F. Nilai-nilai dalam Pendidikan Antikorupsi
Kurikulum pendidikan antikorupsi cukup diintegrasikan pada kurikulum
yang sudah ada dengan menanamkan nilai-nilai pendidikan antikorupsi. Seperti
kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras,
kesederhanaan, keberanian dan keadilan yang kemudian direalisasikan peserta
didik dalam sebuah tindakan di kehidupannya sehari-hari. Penanaman nilai ini
tidak hanya sebatas pada insersi mata pelajaran, tetapi perlu diberikan paada
semua lini pendidikan. Menurut Dikti (2011), para guru harus mampu menjadi
komunikator, fasilitator dan motivator yang baik. Selain itu, peran kepala sekolah

juga diperlukan untuk menciptakan sekolah sebagai land of integrity yang


mendukung efektifitas pendidikan antikorupsi itu sendiri.
Bab III INTEGRASI PENDIDIKAN ANTIKORUPSI
A. Pengembangan Pendidikan Antikorupsi
Salah satu hal yang perlu diperhatikan sekolah dalam penginternalisasian
pendidikan antikorupsi adalah mengembangkan kurikulum di sekolah, dengan
cara memperbaiki atau melengkapi kekurangan kurikulum sebelumnya maupun
saat ini. Kurikulum pendidikan antikorupsi terintegrasi ke dalam mata pelajaran,
pengembangan diri, dan budaya sekolah. terdapat empat prinsip penting dalam
mengembangkan pendidikan antikorupsi adalah: berkelanjutan; melalui semua
mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah; nilai tidak diajarkan tapi
dikembangkan; proses pendidikan ditekankan agar anak didik aktif dan gembira.
Untuk melaksanakan strategi tersebut, guru merencanakan kegiatan belajar yang
menyebabkan peserta didik aktif merumuskan pertanyaan, mencari sumber
informasi, dan mengumpulkan informasi dari sumber, mengolah informasi,
merekonstruksi data dan fakta, menyajikan hasil rekonstruksi, menumbuhkan nilai
antikorupsi pada diri mereka melalui berbagai kegiatan di sekolah maupun tugas
di luar sekolah.
B. Pengintegrasian Pendidikan Antikorupsi
Guru dan sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai yang dikembangkan
dalam pendidikan antikorupsi kedalam kurikulum yang dijalankan saat ini
maupun silabus serta RPP yang sudah ada. Pendidikan antikorupsi harus
membangun kesadaran, pengetahuan, waawasan, dan nilai berkenaan dengan
lingkungan tempat diri dan bangsanya hidup (aspek geografi), nilai yang hidup
dimasyarakat (aspek antropologi), sistem sosial yang berlaku dan berkembang
(aspek sosiologi), sistem ketatanegaraan, pemerintahan, dan politik 9aspek
kewarganegaraan), bahasa Indonesia dengan cara berpikirnya, IPTEK maupun
seni. Artinya, perlu upaya terobosan kurikulum berupa pengembangan nilai-nilai
yang menjadi dasar bagi pendidikan antikorupsi. Prosedur pengintegrasian
1.
2.
3.
4.

pendidikan antikorupsi ke dalam RPP, di antaranya:


Menyisipkan indikator materi pendidikan antikorupsi
Menyisipkan materi pendidikan antikorupsi pada tujuan pembelajaran
Menguraikan indikator pendidikan antikorupsi pada materi pembelajaran
Merencanakan pemberian materi pendidikan antikorupsi dalam langkah-langkah
pembelajaran
9

5. Menambahkan sumber belajar


6. Menyisipkan instrumen tentang materi pendidikan antikorupsi dalam penilaian
pelajaran
C. Penilaian Hasil Belajar Pendidikan Antikorupsi
Penilaian pencapaian dalam pendidikan antikorupsi didasarkan pada
indikator (Kemendiknas,2011). Penilaian dilakukan secara berkala setiap guru
berada di kelas. Menggunakan model anecdotal record, yaitu catatan yang dibuat
guru ketika melihat adanya perilaku yang berkenaan dengan nilai yang
dikembangkan. Guru dapat memberikan tugas berupa persoalan yang memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan nilai yang dimilikinya. Dari
hasil pengamatan, catatan anekdotal, tugas, laporan dan sebagainya guru dapat
memberikan pertimbangan tentang pencapaian suatu indikator sebagai bahan
evaluasi yang dapat dinyatakan dalam pernyataan kualitatif yang telah ditetapkan
sekolah. kemudian guru dapat melakukan tindak lanjut terhadap peserta didik
yang memiliki nilai kurang.
D. Guru dan Pendidikan Antikorupsi
Menurut Baedowi (2009), penerapan pendidikan antikorupsi aspek
kejujuran kepada siswa diwujudkan dalam bentuk: tidak mencuri/mencontek,
tidak melakukan kekerasan fisik maupun verbal, dan tidak merokok di lingkungan
sekolah. sedangkan penerapan terhadap guru diwujudkan dalam bentuk: tidak
bolos mengajar, wajib membaca buku yang berkaitan dengan IPTEK, tidak
melabel siswa, dan tidak menghukum siswa tanpa pelanggaran yang jelas.
Guru akan mampu mengemban dan melaksanakan tanggungjawabnya
dalam internalisasi pendidikan antikorupsi jika memiliki berbagai kompetensi
yang relevan. Kompetensi adalah kemampuan seseorang melaksanakan sesuatu
yang diperoleh melalui pelatihan atau pendidikan. Misalnya guru harus menguasai
cara belajar yang efektif, mampu membuat model satuan pelajaran, mampu
memahami kurikulum secara baik, mampu mengajar dikelas, mampu menjadi
model sebagai sosok tauladan yang baik bagi siswanya, mampu memberi nasehat
dan arahan yang berguna, menguasai teknik dalam memberikan bimbingan dan
penyuluhan, mampu menyusun dan melaksanakan prosedur penilaian kemajuan
belajar, dan sebagainya (Hamalik, 2008:40).
Terdapat empat spektrum kompetensi guru yang menggambarkan sosok
utuh guru sebagai tenaga profesi dalam bidang pendidikan, yaitu :

10

1. Kompetensi pedagogik, adalah pemahaman guru terhadap anak didik,


perencanaan, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan
pengembangan anak didik untuk mengaktualisasikan sebagai potensi yang
dimilikinya. Mencangkup konsep kesiapan mengajar (Alma, 2008:141).
2. Kompetensi kepribadian, berupa kepribadian yang mantap dan stabil, dewasa, dan
akhlak mulia sehingga dapat menjadi teladan bagi siswanya.
3. Komoetensi profesional, adalah penguasaaan guru atas materi pembelajaran
secara luas dan mendalam serta menguasai struktur dan metode keilmuan terhadap
bidang studi yang diajarkan. Guru yang mampu menguasai materi secara
mendalam akan mampu menjelaskan materi dengan ilustrasi yang jelas dan
landasan yang mapan serta memberikan contoh yang kontekstual sehingga mudah
dipahami oleh peserta didik tanpa menimbulkan kesulitan dan keraguan.
4. Kompetensi sosial, adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi, menjalin
kerjasama dan berinteraksi secara efektif dan efisien di lingkungan sekolah
maupun luar sekolah. Tujuannya agar terjalin hubungan yang baik dan erat yang
dapat memeberikan manfaat kepada semua pihak.

Bab IV MANAJEMEN PENDIDIKAN ANTIKORUPSI


A. Apa Itu Manajemen dan Manajemen Pendidikan?
Manajemen merupakan suatu proses yang khas, terdiri atas perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan dan pengontrolan guna mencapai tujuan
menggunakan SDM dan sumber daya lainnya. Sedangkan manajemen pendidikan
adalah usaha yang dilakukan secara bersama-sama oleh anggota organisasi
pendidikan dengan menggunakan seluruh potensi yang dimiliki untuk mencapai
tujuan yang ditetapkan secara efektif dan efisien.
B. Fungsi-fungsi Manajemen Pendidikan
Berdasarkan pendapat Suharsimi Arikunto (2008), fungsi manajemen
pendidikan meliputi:
1. Perencanaan, adalah keputusan yang diambil dalam perencanaan berkaitan erat
dengan rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan guna mencapai tujuan di masa
yang akan datang.
2. Pengorganisasian, adalah sarana yang digunakan untuk meraih apa yang telah
direncanakan.

11

3. Pengarahan, adalah kegiatan mengarahkan semua SDM agar mau bekerja sama
secara efektif dan efisien dalam membantu tercapainya tujuan. Pengarahan
dilakukan oleh pimpinan dengan menugaskan bawahan agar mengerjakan
tugasnya dengan baik.
4. Pengkoordinasian, adalah sebuah usaha yang dilakukan oleh pimpinan untuk
mengatur, menyinkronisasi, mengintegrasikan semua kepentingan dan kegiatan
yang dilakukan oleh bawahan guna mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
5. Pengkomunikasian, adalah suatu usaha yang dilakukan oleh pimpinan lembaga
untuk menyebarluaskan informasi yang terjadi di dalam maupun di luar lembaga
secara lisan maupun tertulis yang ada kaitannya dengan kelancaran tugas
mencapai tujuan bersama.
6. Pengawasan, adalah proses kontrol yang bertujuan untuk mengukur tingkat
efektifitas kegiatan pendidikan yang telah dilakukan. Serta mengetahui apakah
strategi, metode dan teknik yang ditetapkan dalam perencanaan sudah tepat atau
masih perlu perbaikan.
C. Tujuan Manajemen Pendidikan
Tujuan pendidikan nasional tidak akan tercapai tanpa didukung oleh
manajemen pendidikan yang efektif. Adapun tujuan manajemen pendidikan
1.
2.
3.
4.
5.

menurut Usman (2009) :


Mewujudkan suasana dan proses pembelajaran secara PAKEMB
Membentuk anak didik yang aktif dalam mengembangkan potensinya
Tercapainya tujuan pendidikan yang efektif dan efisien
Teratasinya masalah pendidikan
Meningkatnya citra positif pendidikan di sekolah
Seringnya muncul problem dalam pendidikan nasional kita umumnya
disebabkan adanya kesalahan dalam manajemen pendidikan nasional. Beberapa

kesalahan tersebut di antaranya:


1. Kebijakan manajemen pendidikan nasional kita menggunakan pendekatan
educational production function dan kurang memperhatikan pada proses
pendidikan.
2. Manajemen pendidikan nasional dilakukan secara birokratik-sentralistik sehingga
sekolah bergantung pada keputusan birokrasi.
3. Peran wali peserta didik masih sangat minim dalam memajukan manajemen
pendidikan.
D. Ruang Lingkup manajemen Pendidikan
Menurut Piet Suhartian (1994), bidang garapan manajemen pendidikan
meliputi: pengelolaan kesiswaan, pengelolaan personalia, pengelolaan peralatan

12

sekolah, pengelolaan gedung, pengelolaan keuangan sekolah dan hubungan


dengan masyarakat.
E. Manajemen Pendidikan Antikorupsi
Merupakan manajemen pendidikan yang mengelola internalisasi
pendidikan antikrupsi di sekolah agar efektif. Dapat dikatakan efektif jika fungsi
manajemen tersebut mendukung tercapainya tujuan pendidikan anikorupsi.
Adapun uraian pelaksanaan manajemen pendidikan dalam pendidikan antikorupsi,
yaitu:
1. Manajemen kesiswaan, adalah penataan dan pengaturan terhadap kegiatan yang
berkaitan dengan siswa. Terdapat empat kelompok kegiatan dalam manajemen
kesiswaan, meliputi: ketatausahaan siswa, pencatatan bimbingan dan penyuluhan,
dan pencatatan prestasi belajar.
2. Manajemen kurikulum, dalam arti sempit menyangkut usaha dalam rangka
melancarkan pelaksanaan jadwal pelajaran. Sedangkan dalam arti luas
menyangkut kegiatan pengelolaan yang terarah pada efektivitas pelaksanaan
kurikulum. Agar pelaksanaan kurikulum berjalan secara efektif, pemerintah pusat
telah mengeluarkan pedoman sebagai berikut:
Struktur program, penyusunan jadwal pelajaran, penyusunan kalender pendidikan,
pembagian tugas guru, pengaturan atau penempatan siswa dalam kelas,
penyusunan RPP, pelaksanaan kurikulum dengan tiga tahapan penting, yakni
tahap persiapan; tahap pelaksanaan pembelajaran; serta penutup. Adapun
manajemen kurikulum terkait dengan pendidikan antikorupsi dilakukan dengan
cara memodifikasi materi pembelajaran, proses KBM, lingkungan belajar serta
pengelolaan kelas.
3. Manajemen personil tenaga kependidikan, adalah segenap proses penataan yang
berkaitan dengan masalah memperoleh dan menggunakan tenaga kerja secara
efisien demi tercapainya tujuan yang ditentukan sebelumnya. Urutan proses
penataan tersebut meliputi: perencanaan pegawai; rekruitmen pegawai,
penempatan dan penugasan pegawai; pembinaan dan pengembangan pegawai.
4. Manajemen komunikasi hubungan masyarakat, adalah kegiatan manajemen
pendidikan yang mengelola hubungan masyarakat dengan sekolah. Secara
terperinci, komunikasi dibedakan sebagai berikut: komunikasi kepala sekolah
dengan guru, komunikasi antara kepala sekolah dengan tata usaha, komunikasi
kepala sekolah dengan siswa, komunikasi antar guru, komunikasi antara guru
dengan tata usaha, komunikasi antara guru dengan siswa, komunikasi antara siswa
13

dengan tata usaha, komunikasi antar siswa. Karena itu, hendaknya masyarakat
dilibatkan dalam pembangunan pendidikan di daerah. Untuk menarik simpati
masyarakat agar bersedia berpartisipasi memajukan sekolah perlu dilakukan
berbagai hal, antara lain memberitahu masyarakat mengenai program sekolah.

Bab V Penutup
Dapat disimpulkan bahwa korupsi merupakan penyalahgunaan wewenang
yang dilakukan seseorang demi kepentingan pribadinya. Korupsi dapat
menghambat pembangunan negara bahkan merugikan negara terutama rakyat
kecil. Pendidikan merupakan instrumen penting dalam pembangunan bangsa baik
sebagai pengembang dan peningkat produktivitas nasional maupun sebagai
pembentuk karakter bangsa. Pendidikan mampu menjadi upaya preventif bagi
berkembangnya sikap, perilaku dan budaya korupsi meskipun secara empiris tidak
jelas cukup mengingat faktor pressure sosial politik yang dapat mendistorsi
peraan normatif tersebut.
Untuk mewujudkan pendidikan antikorupsi harus diorientasikan pada
tataran moral action, agar peserta didik juga memiliki kemampuan dan kebiasaan
dalam mewujudkan nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai bagian dari
pendidikan karakter, pendidikan antikorupsi merupakan bagian dari kurikulum
pendidikan itu sendiri. Pihak sekolah tidak perlu membuat kurikulum baru, namun
cukup mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan antikorupsi kedalam kurikulum
yang sudah ada. Guru yang berkarakter adalah faktor utama keberhasilan
pelaksanaan pendidikan antikorupsi. Guru harus memiliki kompetensi yang
relevan agar dapat menjadi sosok teadan bagi siswanya.
Pelaksanaan manajemen pendidikan yang baik merupakan salah satu
keberhasilan pelaksanaan pendidikan antikorupsi. Manajemen pendidikan
antikorupsi di sekolah adalah manajemen yang mengelola internalisasi pendidikan
antikorupsi di sekolah agar efektif. Hal tersebut dilakukan dengan cara strategi
sebagai upaya keberhasilan pendidikan sesuai dengan kurikulum yang dibentuk.

14

Dalam mencapai keberhasilan tersebut diperlukan dukungan masyarakat dalam


membangun pendidikan yang bermoral serta berjiwa antikorupsi.

2.2 PEMBAHASAN
Korupsi merupakan masalah negara yang sulit diselesaikan dari akarnya
karena di Indonesia korupsi sudah menjadi kebudayan dari zaman kolonialisme.
Maraknya kasus korupsi di Indonesia disebabkan berbagi faktor, salah satunya
adalah sikap masyarakat yang suka menerabas, meremehkan kesalahan kecil
sehingga mereka terbiasa melakukan kesalahan tanpa pengawasan yang ketat. Tak
hanya itu, sistem hukum di Indonesia yang kurang ditegakkan serta dilaksanakan
sesuai kesepakatan bersama membuat praktik korupsi kian menjamur di negeri
ini. Hingga berujung pada terhambatnya pembangunan negara.
Untuk memutus mata ranta korupsi, KPK telah berupaya untuk
memasukkan pendidikan antikorupsi di setiap jenjang pendidikan untuk
membentuk karakter generasi penerus bangsa yang antikorupsi. Karena
pendidikan merupakan salaah satu upaya preventif yang dapat mengatasi masalah
kehidupan termasuk budaya korupsi yang sudah mengakar kuat dalam diri bangsa
Indonesia. Oleh karena itu, karakter serta moral generasi penerus bangsa perlu
ditata kembali melewati jenjang pendidikan guna menciptakan bangsa yang bersih
akan budaya korupsi.
Internalisasi kurikulum pendidikan antikorupsi mencangkup dalam tiga
aspek kecerdasan peserta didik, yaitu kognitif, afektif, serta psikomotorik. Karena
pendidikan mampu menjadi upaya preventif bagi berkembangnya sikap, perilaku
dan budaya antikorupsi.
Pendidikan antikorupsi adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan proses belajar mengajar yang kritis terhadap nilai-nilai antikorupsi.
Menurut Sanaky (dalam Wibowo, 2013) untuk mewujudkannya harus
diorientasikan pada tataran moral action, agar peserta didik tidak hanya berhenti
pada kompetensi, tetapi sampai pada kemauan dan kebiasaan dalam mewujudkan
nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari. Kita mengetahui, bahwa kurikulum yang
disajikan kepada peserta didik sudah cukup banyak, maka strategi dalam
kurikulum pendidikan antikorupsi dalah dengan penyisipan materi antikorupsi
pada setiap mata pelajaran. Melalui cara inserting pelaksanaan pendidikan
15

antikorupsi dapat dilaksanakan secara fleksibel tanpa harus mengubah kurikulum


yang sudah ada.
Pengembangan nilai-nilai pendidikan antikorupsi diintegrasikan dalam
setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran. Nilai tersebut dicantumkan dalam
silabus dan RPP yang ditempuh melalui cara sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi SK dan KD yang akan menjadi materi pengintegrasian
pendidikan antikorupsi,
2. Menambah indikator tentang materi korupsi
3. Menambahkan materi pokok tentang korupsi yang sesuai dengan indikator
4. Menyisipkan instrumen yang berkaitan dengan korupsi untuk mengevaluasi
pelaksanaan pendidikan antikorupsi
5. Menambahkan sumber belajar tentang korupsi.
Adapun penilaian keberhasilan pelaksanaan pendidikan antikorupsi
1.
2.
3.
4.
5.

dilakukan melalui langkah-langkah berikut:


Menetapkan indikator dari nilai-nilai yang telah disepakati
Menyusun instrumen penilaian
Melakukan pencatatan terhadap pencapaian indikator
Melakukan analisis dan evaluasi
Melakukan tindak lanjut.
Pelaksanaan pendidikan antikorupsi membutuhkan guru yang menguasai
kompetensi secara relevan. Menurut Crow (dalam Wibowo, 2013) kemampuan

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

guru dalam melaksanakan pembelajaran meliputi hal-hal berikut:


Penguasaan subject-matter yang akan diajarkan
Keadaan fisik dan kesehatannya
Sifat-sifat pribadi dan kontrol emosinya
Memahami sifat hakekat dan perkembangan manusia
Pengetahuan dan kemampuannya untuk menerapkan prisnsip belajar
Kepekaan dan aspirasinya terhadap perbedaan
Minatnya terhadap perbaikan profesional dan pengayaan kultural yang terus
dilakukan.
Agar pendidikan antikorupsi dapat dilaksanakan secara efektif, maka
diperlukan manajemen pendidikan antikorupsi yang efektif pula. Dikatakan
efektif jika fungsi-fungsi manajemen dapat mendukung tercapainya tujuan
pendidikan antikorupsi dengan serangkaian kegiatan, strategi yang dilaksanakan
oleh pihak sekolah. Fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian. Sedangkan
keefektifan manajemen pendidikan antikorupsi disekolah adalah tercapainya
target yang dikehendaki sekolahyang kaitannya dengan internalisasi pendidikan

16

antikorupsi dengan menggunakan sarana, prasarana, dan waktu tertentu. Adapun


pelaksanaan manajemen pendidikan dalam pendidikan antikorupsi, yaitu:
1. Manajemen kesiswaan, merupakan kegiatan pencatatan siswa dari siswa
mendaftar hingga lulus dari sekolah. kegiatannya meliputi: ketatausahan
kesiswaan, pencatatan bimbingan dan penyuluhan, pencatatan prestasi belajar.
2. Manajemen kurikulum, merupakan program pendidikan yang belum terlaksana
secara rinci. Agar efektif, pemerintah pusat telah mengeluarkan pedoman sebagai
berikut: struktur program, penyusunan jadwal pelajaran, penyusunan kalender
pendidikan, pembagian tugas guru, pengaturan atau penempatan siswa di kelas,
penyusunan RPP, pelaksanaan kurikulum secara sistematis.
3. Manajemen personil tenaga kependidikan, merupakan proses penataan yang
berkaitan dengan masalah memperoleh dan menggunakan tenaga kerja secara
efisien. Proses penataan sebagai berikut: perencanaan pegawai, pengadaan
pegawai, penempatan dan penugasan pegawai, pembinaan dan pengembangan
pegawai.
4. Manajemen komunikasi hubungan masyarakat, merupakan kegiatan yang
mengelola hubungan masyarakat dengan sekolah. tujuannya supaya terjalin
hubungan yang harmonis antara institusi sekolah dengan masyarakat maupun
dengan institusi lainnya agar mereka bersedia berpartisipasi dalam mewujudkan
pendidikan antikorupsi yang kondusif bagi generasi penerus bangsa guna
mencetak moral yang bebas dari budaya korupsi.

17

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Korupsi merupakan masalah negara yang sulit diselesaikan dari akarnya karena di
Indonesia korupsi sudah menjadi kebudayan dari zaman kolonialisme (sejak

zaman VOC).
KPK telah berupaya untuk memasukkan pendidikan antikorupsi di setiap jenjang

pendidikan untuk membentuk karakter generasi penerus bangsa yang antikorupsi.


Internalisasi kurikulum pendidikan antikorupsi mencangkup dalam tiga aspek

kecerdasan peserta didik, yaitu kognitif, afektif, serta psikomotorik.


Pendidikan antikorupsi adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
proses belajar mengajar yang kritis terhadap nilai-nilai antikorupsi yang dapat

diwujudkan dengan strategi moral action.


Pengembangan nilai-nilai pendidikan antikorupsi diintegrasikan dalam setiap
pokok bahasan dari setiap mata pelajaran, jadi tidak membentuk kurikulum baru.

Cukup diselipkan pada setiap materi yang diajarkan guru.


Pelaksanaan pendidikan antikorupsi membutuhkan guru yang menguasai

kompetensi secara relevan.


Agar pendidikan antikorupsi dapat dilaksanakan secara efektif, diperlukan

manajemen pendidikan antikorupsi yang efektif pula.


Dalam pelaksanaan pendidikan antikorupsi oleh pihak sekolah, perlu mendapat
dukungan penuh dari setiap wali peserta didik dan masyarakat agar terwujud
sesuai tujuan yang telah disepakati.

DAFTAR PUSTAKA
Wibowo, Agus. 2013. Pendidikan Antikorupsi di Sekolah. Strategi Internalisasi
Pendidikan Antikorupsi di Sekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

18

Anda mungkin juga menyukai