Case Overview
Tahun 2004 The United Nations memprediksi sebanyak 3 juta orang meninggal dari 5
juta orang yang terinfeksi Virus AIDS di tahun sebelumnya dan yang terinfeksi virus tersebut
meningkat sekitar 40 juta orang. Data menjelaskan bahwa 70% dari wilayah terinfeksi
tersebut bertempat di negara-negara sub sahara. Dengan penderita sebanyak itu, negaranegara tersebut hampir putus asa mendapatkan pengobatan yang sesuai dan terjangkau.
Antiretroviral adalah obat yang dapat memperpanjang harapan hidup dari para penderita
HIV/AIDS. Sayangnya para penderita dan juga yang berpotensi terinfreksi tidak mampu
membeli antibiotik tersebut yang harganya sekitar $10,000 hingga $15,000 untuk supply
selama satu tahun. Perusahaan yang mematenkan antiretrovial AIDS
di WTO adalah
Pertanyaan:
1. Explain, in light of their theories, what Locke, Smith, Ricardo, and Marx
probably say about the events in this case.
2. Explain which of property-Lockes or Marxs-lies behind the positions of the
drug companies GlaxoSmithKline and Bristol-Myers Squibb and of the Indian
companies such a Cipla. Which of the two groups-GlaxoSmithKline and BristolMyers Squibb on other one hand, and the Indian companies on the other-do you
think holds the correct view of property in this case? Explain your answer.
3. Evaluate the position of Cipla and of GlaxoSmithKline and Bristol-Myers
Squibb in terms of utilitatianism, rights, justice, and caring. Which of these two
positions do you think is correct from an ethical point of view?
- Menurut prinsip etika utilitarianisme, glaxo dan bristol melanggar prinsip ini
sebab perusahaan tersebut tidak memperhatikan keuntungan sosial dan
mengorbankan
biaya
tinggi
terhadap
sosial.
Sebenarnya
akan
lebih
menguntungkan jika glaxo dan bristol menjual dengan harga yang lebih murah,
sebab akan semakin banyak obat yang akan terjual dengan begitu keuntungan
sosial yang didapat juga semakin besar, seperti yang dilakukan Cipla dan
perusahaan lainnya di india mampu memberikan kentungan sosial yang lebih
besar seperti kesembuhan dan terhindar dari HIV/AIDS daripada biaya yang
ditimbulkan seperti kematian bila Cipla tersebut tidak melakukan copy atas obat
antiretrovirals.
-
Untuk prinsip rights, glaxo dan bristol melanggar prinsip ini karena sebagai
perusahaan yang mampu membuat obat untuk melindungi kesehatan penduduk
yang berpotensi terinfeksi memang seharusnya terus mengembangkan obatnya
dan juga menjualkan dengan harga yang terjangkau. Dengan banyaknya pasien
yang terinfeksi AIDS di negara-negara sub sahara sekitar 70% dan ekonomi
nasional di negara sub sahara yang hampir kolaps, maka seharusnya pasien AIDS
di negara sub sahara berhak untuk mendapatkan pengobatan yang sesuai dan
terjangkau dan meningkatkan harapan hidup bagi penderita AIDS yang tidak
mampu..
Untuk prinsip justice, walaupun Cipla memproduksi obat AIDS dengan cara
mengcopy dari glaxo dan bristol, namun Cipla telah memberikan keadilan bagi
para penderita AIDS di Afrika untuk bertahan hidup dengan menyediakan obat
yang dapat dijangkau. Namun Cipla berlaku tidak adil terhadap GlaxoSmithKline
dan Bristol-Myers Squibb yang telah susah payah melakukan pengembangan dan
menghabiskan biaya yang besar untuk menghasilkan obat ini namun dicopy hak
patennya oleh Cipla, diproduksi dan dijual dengan harga 3% dari harga
GlaxoSmithKline dan Bristol-Myers Squibb.
-
Dan untuk prinsip caring, meskipun perusahaan farmasi asal india itu juga ingin
mendapatkan laba yang besar, namun Cipla juga memikirkan hak asasi manusia
yaitu hak untuk bertahan hidup dengan memproduksi obat antiretroviral dengan
harga yang lebih terjangkau meskipun dengan cara mencopy obat buatan
GlaxoSmithKline dan Bristol-Myers Squibb, sehinga meningkatkan harapan hidup
bagi penderita AIDS yang tidak mampu dan dapat menyelamatkan banyak nyawa.