Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks, yang dapat meluas
melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka secara langsung.
Masalah kompleks ini mempengaruhi semua sistem tubuh dan beberapa keadaan
yang mengancam kehidupan.
Dua puluh tahun lalu, seorang dengan luka bakar 50% dari luas permukaan
tubuh dan mengalami komplikasi dari luka dan pengobatan dapat terjadi
gangguan fungsional, hal ini mempunyai harapan hidup kurang dari 50%.
Sekarang, seorang dewasa dengan luas luka bakar 75% mempunyai harapan hidup
50%, dan bukan merupakan hal yang luar biasa untuk memulangkan pasien
dengan luka bakar 95% yang diselamatkan. Pengurangan waktu penyembuhan,
antisipasi dan penanganan secara dini untuk mencegah komplikasi, pemeliharaan
fungsi tubuh dalam perawatan luka dan tehnik rehabilitasi yang lebih efektif
semuanya dapat meningkatkan rata-rata harapan hidup pada sejumlah pasien
dengan luka bakar serius.
I.2 Rumusan Masalah
Bagaimana definisi, etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan luka
bakar ?
I.3 Tujuan
Mengetahui definisi, etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan
luka bakar.
I.4 Manfaat
I.4.1 Menambah wawasan mengenai penyakit bedah khususnya luka bakar

I.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti
kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit bedah.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Luka bakar adalah trauma yang disebabkan oleh termis, elektris, khemis dan
radiasi yang mengenai kulit, mukosa, dan jaringan yang lebih dalam
(Syamsuhidayat, 2007).
2.2 Etiologi
Beberapa penyebab luka bakar menurut Syamsuhidayat (2007) adalah sebagai
berikut:
a. Luka bakar suhu tinggi (thermal burn)
Benda panas: padat, cair, udara/uap
Api
Sengatan matahari/ sinar panas
b. Luka bakar bahan kimia (chemical burn), misalnya asam kuat dan basa
kuat.
c. Luka bakar sengatan listrik (electrical burn), misalnya aliran listrik
tegangan tinggi.
d. Luka bakar radiasi (radiasi injury)

2.3 Patofisiologi

2.4 Fase Luka Bakar


Untuk mempermudah penanganan luka bakar maka dalam perjalanan
penyakitnya dibedakan dalam 3 fase: akut, subakut dan fase lanjut. Namun demikian
pembagian fase menjadi tiga tersebut tidaklah berarti terdapat garis pembatas yang
tegas diantara ketiga fase ini. Dengan demikian kerangka berpikir dalam penanganan
penderita tidak dibatasi oleh kotak fase dan tetap harus terintegrasi. Langkah
penatalaksanaan fase sebelumnya akan berimplikasi klinis pada fase selanjutnya
(Sunarso, 2008).
a. Fase akut

Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme
bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat
terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi
obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca
trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase
akut
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
b. Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka
yang terjadi menyebabkan :

Proses inflamasi dan infeksi


Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka yang tidak

berepitel luas atau pada struktur atau organ fungsional


Keadaan hipermetabolisme

c. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka
dan pemulihan fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyakit
berupa sikatrik yang hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan
kontraktur.
2.5 Diagnosis
Diagnose luka bakar didasarkan pada:
a. Luas luka bakar
b. Derajat (kedalaman) luka bakar
c. Lokalisasi
d. Penyebab
2.5.1 Luas Luka Bakar
Wallace membagi tubuh atas 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan
nama rule of nine atau rule of Wallace:
a.
b.
c.
d.
e.

Kepala dan leher


Lengan masing-masing 9%
Badan depan 18%
Tungkai masing-masing 18%
Genetalia perineum
Total

: 9%
: 18%
: 36%
: 36%
: 1%
: 100 %

Gambar 1. Luas luka bakar berdasarkan Wallace


Rumus rule of nine dari Wallace tidak digunakan pada anak dan bayi karena
luas relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan

kaki lebih kecil. Oleh karena itu, digunakan rumus 10 untuk bayi, dan rumus
10-15-20 dari Lund and Browder untuk anak.

Gambar 2. Luas luka bakar pada anak.


Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor
antara lain:
a. Persentasi area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh
b. Kedalaman luka bakar
c. Anatomi/lokasi luka bakar
d. Umur penderita
e. Riwayat pengobatan yang lalu
f. Trauma yang menyertai atau bersamaan
2.5.2 Derajat Luka Bakar
Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada derajat
panas, sumber, penyebab dan lamanya kontak dengan tubuh penderita. Dahulu

Dupuytren membagi atas 6 tingkat, sekarang lebih praktis hanya dibagi 3


tingkat/derajat, yaitu sebagai berikut:
a. Luka bakar derajat I:
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (surperfisial), kulit hiperemik
berupa eritema, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri karena ujung-ujung saraf
sensorik teriritasi. Penyembuhan terjadi secara spontan tanpa pengobatan
khusus.

Gambar 3. Derajat I luka bakar


b. Luka bakar derajat II
Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi
disertai proses eksudasi. Terdapat bullae, nyeri karena ujung-ujung saraf
sensorik teriritasi, dibedakan atas 2 (dua) bagian:
a. Derajat II dangkal/superficial (IIA)
Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari corium/dermis.
Organ organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebecea masih banyak.
Semua ini merupakan benih-benih epitel. Penyembuhan terjadi secara
spontan dalam waktu 10-14 hari tanpa terbentuk sikatrik.
b. Derajat II dalam/deep (IIB)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa sisa jaringan
epitel tinggal sedikit. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar
keringat, kelenjar sebacea tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama

dan disertai parut hipertrofi. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu


lebih dari satu bulan.

Gambar 4. Derajat II luka bakar


c. Luka bakar derajat III
Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam sampai
mencapai jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ kulit mengalami
kerusakan, tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak dijumpai bullae, kulit
yang terbakar berwarna abu-abu dan lebih pucat sampai berwarna hitam
kering. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal
sebagai esker. Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi karena ujungujung sensorik rusak. Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi
epitelisasi spontan.

Gambar 5. Derajat III luka bakar


3.5.3 Kriteria Berat Ringan luka bakar
Kriteria berat ringannya luka bakar menurut American Burn Association yakni :
a. Luka Bakar Ringan.
- Luka bakar derajat II <15 %
- Luka bakar derajat II < 10 % pada anak anak
- Luka bakar derajat III < 2 %
b. Luka bakar sedang
- Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa
- Luka bakar derajat II 10 20% pada anak anak
- Luka bakar derajat III < 10 %
c. Luka bakar berat
- Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa
- Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak anak.
- Luka bakar derajat III 10 % atau lebih
-Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan
genitalia/perineum.
- Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.
2.6 Penatalaksanaan
Prinsip terapi pada luka bakar dibedakan menjadi dua:
a. Terapi fase akut
1. Hentikan dan hindarkan kontak langsung dengan penyebab luka bakar.
2. Menilai keadaan umum penderita: adanya sumbatan jalan nafas, nadi,
tekanan darah dan kesadaran (ABC)
- Bila terjadi obstruksi jalan nafas: Bebaskan jalan nafas
- Bila terjadi shock: segera infuse (grojog) tanpa memperhitungkan luas
-

luka bakar dan kebutuhan cairan (RL).


Bila tidak shok: segera diinfus sesuai dengan perhitungan kebutuhan

cairan.
3. Perawatan luka
- Luka dicuci dan dibersihkan dengan air steril dan antiseptic

10

Bersihkan luka dengan kasa atau handuk basah, inspeksi tanda-tanda


infeksi, keringkan dengan handuk bersih dan re-dress pasien dengan
menggunakan medikasi topikal. Luka bakar wajah superficial dapat
diobati dengan ointment antibacterial. Luka sekitar mata dapat diterapi
dengan ointment antibiotik mata topical. Luka bakar yang dalam pada
telinga eksternal dapat diterapi dengan mafenide acetat, karena zat
tersebut dapat penetrasi ke dalam eschar dan mencegah infeksi purulen

kartilago.
Obat- obat topical yang digunakan untuk terapi luka bakar seperti:
silver sulfadiazine, contoh Silvaden, Burnazine, Dermazine, dll.
Kulit yang terkelupas dibuang, bulae (2-3 cm) dibiarkan
Bula utuh dengan cairan > 5 cc dihisap, < 5 cc dibiarkan
Bula sering terjadi pada jalur skin graft donor yang baru dan pada luka
yang ungraft. Membrane basal lapisan epitel baru kurang berikatan
dengan bed dari luka bakar. Struktur ini dapat mengalami rekonstruksi
sendiri dalam waktu beberapa bulan dan menjadi bullae. Bulla ini
paling baik diterapi dengan dihisap dengan jarum yang bersih,
memasang lagi lapisan epitel pada permukaan luka, dan menutup

dengan pembalut adhesif. Pembalut adhesive ini dapat direndam.


Pasien dipindahkan ke tempat steril
Pemberian antibiotic boardspectrum bersifat profilaksis.
Berikan analgetik untuk menghilangkan nyeri dan antacid untuk

menghindari gangguan pada gaster.


- Berikan ATS untuk menghindari terjadinya tetanus
- Pasang catheter folley untuk memantau produksi urine pasien
- Pasang NGT (Nasogastric tube), untuk menghindari ileus paralitic.
b. Terapi fase pasca akut
- Perawatan luka
- Eschar escharectom (Eschar : jaringan kulit yang nekrose, kuman
-

yang mati, serum, darah kering)


Gangguan AVN distal karena tegang

escharotomi atau fasciotomi


Kultur dan sensitivity test antibiotika Antibiotika diberikan sesuai

hasilnya
Dimandikan tiap hari atau 2 hari sekali

(compartment syndrome)

11

- Kalau perlu pemberian Human Albumin


Keadaan umum penderita
Dilihat keadaan umum penderita dengan menilai beberapa hal seperti
kesadaran, suhu tubuh, dan sirkulasi perifer. Jika didapatkan penurunan
kesadaran, febris dan sirkulasi yang jelek, hal ini menandakan adanya

sepsis.
- Diet dan cairan
2.6.1 Penanganan Pernapasan
Trauma inhalasi merupakan faktor yang secara nyata memiliki kolerasi
dengan angka kematian. Kematian akibat trauma inhalasi terjadi dalam waktu
singkat 8 sampai 24 jam pertama pasca operasi. Pada kebakaran dalam ruangan
tertutup atau bilamana luka bakar mengenai daerah muka / wajah dapat
menimbulkan kerusakan mukosa jalan napas akibat gas, asap atau uap panas
yang terhisap. Edema yang terjadi dapat menyebabkan gangguan berupa
hambatan jalan napas karena edema laring. Trauma panas langsung adalah
terhirup sesuatu yang sangat panas, produk produk yang tidak sempurna dari
bahan yang terbakar seperti bahan jelaga dan bahan khusus yang menyebabkan
kerusakan dari mukosa lansung pada percabangan trakheobronkhial.
Keracunan asap yang disebabkan oleh termodegradasi material alamiah dan
materi yang diproduksi. Termodegradasi menyebabkan terbentuknya gas toksik
seperti hydrogen sianida, nitrogen oksida, hydrogen klorida, akreolin dan
partikel partikel tersuspensi. Efek akut dari bahan kimia ini menimbulkan
iritasi dan bronkokonstriksi pada saluran napas. Obstruksi jalan napas akan
menjadi lebih hebat akibat adanya tracheal bronchitis dan edem. Efek
intoksikasi karbon monoksida (CO) mengakibatkan terjadinya hipoksia
jaringan. Karbon monoksida (CO) memiliki afinitas yang cukup kuat terhadap
pengikatan hemoglobin dengan kemampuan 210 240 kali lebih kuat
disbanding kemampuan O2. Jadi CO akan memisahkan O2 dari Hb sehingga
mengakibatkan hipoksia jaringan. Kecurigaan adanya trauma inhalasi bila pada
penderita luka bakar mengalami hal sebagai berikut.
a. Riwayat terjebak dalam ruangan tertutup.
b. Sputum tercampur arang.

12

c. Luka bakar perioral, termasuk hidung, bibir, mulut atau tenggorokan.


d. Penurunan kesadaran termasuk confusion.
e. Terdapat tanda distress napas, seperti rasa tercekik. Tersedak, malas
bernafas atau adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau
tenggorokan, menandakan adanya iritasi mukosa.
f. Adanya takipnea atau kelainan pada auskultasi seperti krepitasi atau ronhi.
g. Adanya sesak napas atau hilangnya suara.
Bilamana ada 3 tanda / gejala diatas sudah cukup dicurigai adanya trauma
inhalasi. Penanganan penderita trauma inhalasi bila terjadi distress pernapasan
maka harus dilakukan trakheostomi. Penderita dirawat diruang resusitasi
instalasi gawat darurat sampai kondisi stabil.
2.6.2 Penanganan Sirkulasi
Pada luka bakar berat / mayor terjadi perubahan permeabilitas kapiler yang
akan diikuti dengan ekstrapasi cairan (plasma protein dan elektrolit) dari
intravaskuler ke jaringan interfisial mengakibatkan terjadinya hipovolemik intra
vaskuler dan edema interstisial. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik
terganggu sehingga sirkulasi kebagian distal terhambat, menyebabkan gangguan
perfusi/sel/jaringan/organ. Pada luka bakar yang berat dengan perubahan
permeabilitas kapiler yang hampir menyeluruh, terjadi penimbunan cairan
massif di jaringan interstisial menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan
intravaskuler mengalami deficit, timbul ketidakmampuan menyelenggaraan
proses transportasi oksigen ke jaringan. Keadaan ini dikenal dengan sebutan
syok. Syok yang timbul harus diatasi dalam waktu singkat, untuk mencegah
kerusakan sel dan organ bertambah parah, sebab syok secara nyata bermakna
memiliki korelasi dengan angka kematian. Beberapa penelitian membuktikan
bahwa penatalaksanaan syok dengan metode resusutasi cairan konvensional
(menggunakan regimen cairan yang ada) dengan penatalaksanaan syok dalam
waktu singkat, menunjukkna perbaikkan prognosis, derajat kerusakan jaringan
diperkecil (pemantauan kadar asam laktat), hipotermi dipersingkat dan

13

koagulatif diperkecil kemungkinannya, ketiganya diketahui memiliki nilai


prognostic terhadap angka mortalitas.
2.6.3 Resustasi Cairan
BAXTER formula
Hari Pertama :
Dewasa : Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas luka bakar per 24 jam
Anak : Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3
2 cc x berat badan x % luas luka ditambah kebutuhan faali.
Kebutuhan faali :
< 1 Tahun : berat badan x 100 cc
1 3 Tahun : berat badan x 75 cc
3 5 Tahun : berat badan x 50 cc
jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama.
diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua
Dewasa : hari I
Anak : diberi sesuai kebutuhan faali
Menurut Evans - Cairan yang dibutuhkan :
1. RL / NaCl = luas combustio % X BB/ Kg X 1 cc
2. Plasma = luas combustio % X BB / Kg X 1 cc
3. Pengganti yang hilang karena penguapan D5 2000 cc
Hari I

8 jam X
16 jam X

Hari II hari I
Hari ke III hari ke I
2.6.4 Perawatan Luka Bakar
Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi cairan
dilakukan perawatan luka. Perawatan tergantung pada karakteristik dan ukuran
dari luka. Tujuan dari semua perawatan luka bakar agar luka segera sembuh
rasa sakit yang minimal.

14

Setelah luka dibersihkan dan didebridement, luka ditutup. Penutupan luka


ini memiliki beberapa fungsi: pertama dengan penutupan luka akan melindungi
luka dari kerusakan epitel dan meminimalkan timbulnya koloni bakteri atau
jamur. Kedua, luka harus benar-benar tertutup untuk mencegah evaporasi
pasien tidak hipotermi. Ketiga, penutupan luka diusahakan semaksimal
mungkin agar pasien merasa nyaman dan meminimalkan timbulnya rasa sakit
Pilihan penutupan luka sesuai dengan derajat luka bakar. Luka bakar
derajat I, merupakan luka ringan dengan sedikit hilangnya barier pertahanan
kulit. Luka seperti ini tidak perlu di balut, cukup dengan pemberian salep
antibiotik untuk mengurangi rasa sakit dan melembabkan kulit. Bila perlu
dapat diberi NSAID (Ibuprofen, Acetaminophen) untuk mengatasi rasa sakit
dan pembengkakan. Luka bakar derajat II (superfisial ), perlu perawatan luka
setiap harinya, pertama-tama luka diolesi dengan salep antibiotik, kemudian
dibalut dengan perban katun dan dibalut lagi dengan perban elastik. Pilihan
lain luka dapat ditutup dengan penutup luka sementara yang terbuat dari bahan
alami (Xenograft (pig skin) atau Allograft (homograft, cadaver skin) atau
bahan sintetis (opsite, biobrane, transcyte, integra). Luka derajat II (dalam) dan
luka derajat III, perlu dilakukan eksisi awal dan cangkok kulit (early exicision
and grafting ).
2.6.5 Nutrisi
Penderita luka bakar membutuhkan kuantitas dan kualitas yang berbeda
dari orang normal karena umumnya penderita luka bakar mengalami keadaan
hipermetabolik.
Kondisi yang berpengaruh dan dapat memperberat kondisi hipermetabolik
yang ada adalah:

Umur, jenis kelamin, status gizi penderita, luas permukaan tubuh,


massa bebas lemak.

Riwayat penyakit sebelumnya seperti DM, penyakit hepar berat,


penyakit ginjal dan lain-lain.

Luas dan derajat luka bakar

15

Suhu dan kelembaban ruangan ( memepngaruhi kehilangan panas


melalui evaporasi)

Aktivitas fisik dan fisioterapi

Penggantian balutan

Rasa sakit dan kecemasan

Penggunaan obat-obat tertentu dan pembedahan.

Penatalaksanaan nutrisi pada luka bakar dapat dilakukan dengan beberapa


metode yaitu : oral, enteral dan parenteral. Untuk menentukan waktu
dimulainya pemberian nutrisi dini pada penderita luka bakar, masih sangat
bervariasi, dimulai sejak 4 jam pascatrauma sampai dengan 48 jam
pascatrauma.
2.7 Permasalahan Pasca Luka Bakar
Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah jaringan parut yang
dapat berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu
fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi atau menimbulkan cacat estetik yang
buruk sekali sehingga diperlukan juga ahli ilmu jiwa untuk mengembalikan
kepercayaan diri.
Permasalahan-permasalahan yang ditakuti pada luka bakar:
Infeksi dan sepsis
Oliguria dan anuria
Oedem paru
ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome )
Anemia
Kontraktur
Kematian

16

2.8 Komplikasi
Gagal ginjal akut
Gagal respirasi akut
Syok sirkulasi
Sepsis
2.9 Prognosis
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas permukaan
badan yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi, dan kecepatan
pengobatan medikamentosa. Luka bakar minor dapat sembuh 5-10 hari tanpa
adanya jaringan parut. Luka bakar moderat dapat sembuh dalam 10-14 hari dan
mungkin menimbulkan luka parut. Luka bakar mayor membutuhkan lebih dari
14 hari untuk sembuh dan akan membentuk jaringan parut. Jaringan parut akan
membatasi gerakan dan fungsi. Dalam beberapa kasus, pembedahan diperlukan
untuk membuang jaringan parut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Luka bakar adalah trauma yang disebabkan oleh termis, elektris, khemis dan
radiasi yang mengenai kulit, mukosa, dan jaringan yang lebih dalam. Beberapa
penyebab luka bakar menurut Syamsuhidayat (2007) adalah suhu tinggi, bahan
kimia, sengatan listrik, dan radiasi. Untuk mempermudah penanganan luka bakar
maka dalam perjalanan penyakitnya dibedakan dalam 3 fase: akut, subakut dan fase
lanjut. Diagnose luka bakar didasarkan pada luas luka bakar, derajat (kedalaman)

luka bakar, lokalisasi dan penyebab. Prinsip terapi pada luka bakar dibedakan
menjadi dua yaitu terapi fase akut dan terapi pasca akut. Adapun terapi fase akut
meliputi menghindari kontak dengan faktor penyebab, menilai keadaan umum
penderita dan melakukan perawatan luka. Sedangkan terapi pasca akut yaitu
perawatan luka, menilai keadaan umum pasien, diet dan cairan untuk menghindari

17

timbulnya komplikasi. Komplikasi yang terjadi misalnya gagal ginjal akut, gagal
nafas akut, syok sirkulasi, dan sepsis.

18

DAFTAR PUSTAKA
Gallagher JJ, Wolf SE, Herndon DN. Burns. In: Townsend CM, Beauchamp RD,
Evers BM, Mattox KL. Editors. Sabiston Textbook of Surgery. 18 th Ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier. 2008.
Gibran NS. Burns. In: Mulholland MW, Lillemoe KD, Doherty GM, Gerard M,
Ronald V, Upchurch GR. Editors. Greenfields Surgery: Scientific Principles
and Practice. 4th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2006.
Klein MB. Thermal, Chemical and Electrical Injuries. In: Thorne CH, Beasley RW,
Aston SJ, Bartlett SP, Gurtner GC, Spear SL. Editors. Grab and Smiths
Plastic Surgery. 6th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2007.
R Sjamsuhidajat. Wim De Jong. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah Penerbit Buku
Kedokteran. EGC.
Rue, L.W. & Cioffi, W.G. 1991. Resuscitation of thermally injured patients. Critical
Care Nursing Clinics of North America, 3(2),185
Wachtel & Fortune 1983, Fluid resuscitation for burn shock. In T.L. Wachtel et al
(Eds.), Current topic in burn care (p. 44). Rockville,MD: Aspen Publisher, Inc.

Anda mungkin juga menyukai