Anda di halaman 1dari 12

PENGARUH MUTU FISIK DAN SENSORI PADA PEMBUATAN JAHE

INSTAN SERTA JAHE CELUP

Alifianita P., Diny Ambar L., Dwi Cahya P., Kind Aisyah A., Nanda Apreliya
H., M Abdan Danial H., Muhammad Haikal., Ridzkia Anggiaputri E

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember


Jl. Kalimantan No. 37, Kampus Tegalboto, Sumbersari, Jember

ABSTRAK
Jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu tanaman komersial yang
memiliki banyak manfaat. Jahe umumnya digunakan sebagai rempah-rempah dan
bumbu masak, dalam kegiatan industri jahe termasuk komoditi pertanian.
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh mutu fisik dan sensori pada
pembuatan jahe instan serta jahe celup. Metode praktikum ini meliputi pembuatan
jahe instan dan pembuatan jahe celup kemudian pengujian fisik secara
organoleptik. Warna jahe instan lebih pekat (kuning kecoklatan) dengan nilai
rata-rata 3,04 dan jahe celup sebesar 1,90. Rasa jahe celup memiliki nilai rata -
rata 2,78 dan jahe instan sebesar 2,51. Aroma jahe celup lebih kuat dengan nilai
rata-rata 2,95 dan jahe instan sebesar 2,34. Jahe instan memiliki kekentalan lebih
tinggi dengan nilai rata-rata 2,59 dibanding jahe celup sebesar 1,78. Uji fisik
(warna dan kekentalan) jahe instan lebih pekat (kuning kecoklatan) karena adanya
proses penambahan gula dan pemanasan, sedangkan uji organoleptik (rasa dan
aroma) pada jahe celup lebih memiliki rasa hangat dan pedas serta aroma khas
jahe karena tidak adanya proses penambahan gula.

Kata kunci : Jahe instan, Jahe celup.

PENDAHULUAN
Indonesia memiliki sumber kekayaan alam yang berlimpah, termasuk jenis
tanaman-tanaman herbal. Dari berbagai macam tanaman herbal, beberapa jenis
yang telah diketahui manfaatnya bagi kesehatan karena terbatasnya pengetahuan
masyarakaat dalam mengolah tanaman-tanaman herbal tersebut menjadi minuman
fungsional yang bermanfaat bagi kesehatan. Proses pengolahan tanaman herbal
menjadi minuman fungsional memerlukan pengetahuan tentang kandungan
senyawa aktif dan teknik formulasi agar cita rasa yang dihasilkan dapat diterima
masyarakat serta fungsinya bagi kesehatan.
Jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu tanaman komersial yang
memiliki banyak manfaat. Jahe umumnya digunakan sebagai rempah-rempah dan
bumbu masak, dalam kegiatan industri jahe termasuk komoditi pertanian.
Rimpang jahe berbentuk jemari yang menggembung di ruas-ruas tengah (Hernani
dan Winarti, 2014 ).
Jahe memiliki rasa dominan pedas yang disebabkan senyawa keton
bernama zingeron. Jahe kering mempunyai kadar air 7-12%, minyak atsiri 1-3%,
oleoresin 5-10%, pati 50-55% dan sejumlah kecil protein, serat, lemak sampai 7%
(Eze dan Agbo 2011). Kandungan minyak atsiri jahe merah sekitar 2,58 2,72%.
Kandungan minyak atsiri jenis jahe yang lain jauh berada dibawahnya. Minyak
atsiri umumnya berwarna kuning sedikit kental dan merupakan senyawa yang
memberikan aroma yang khas pada jahe.
Hasil penelitian farmokologi dalam jahe terdapat senyawa antioksidan
alami yang cukup tinggi dan sangat efisien dalam menghambat radikal bebas
penyebab kanker, non-toksik, non-mutagenik, anti inflamasi, dan analgesic.
Jahe Bubuk
Produk olahan jahe sudah banyak jenisnya diantaranya permen jahe, teh jahe,
wedang uwuh, jus jahe, anggur jahe. Pada praktikum ini dilakukan pembuatan
serbuk jahe diantaranya jahe instan dan jahe celup.
Penimbangan Praktikum ini bertujuan untuk
30 gram
mengetahui pengaruh mutu fisik dan sensori pada pembuatan jahe instan serta
jahe celup.Air Ekstraksi 5 menit
mendidih
500 ml METODOLOGI PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Pelaksanaan Filtrasi Ampa
Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan
s
Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember
pada bulan maret 2017. Ekstrak
Alat dan Bahan Jahe
Alat yang digunakan adalah kain nilon, kompor, neraca, panci, spatula
kayu, teflon, ayakan, baskom, sendok, beaker glass
Penambahan gula dan gelas sloki. Bahan yang
225 gr
digunakan adalah jahe bubuk, air galon, gula kristal putih, label dan benang.
Prosedur Praktikum
1. Pembuatan Jahe Instan Pemanasan hingga
mengkristal

Pendinginan

Pengecilan Ukuran

Pengayakan

Pemasukan dalam
plastik

Jahe Instan
Gambar 1. Skema Kerja Pembuatan Jahe Instan

Pertama siapkan jahe bubuk, kemudian ditambahkan air panas 500 ml dan
diamkan selama 5 menit, fungsi pendiaman adalah untuk memaksimalkan proses
ekstraksi. Kemudian di filtrasi untuk memisahkan ekstrak jahe dan ampas jahe.
Selanjutnya dilakukan penambahan gula sebanyak 225 gr, penambahan gula
berfungsi sebagai pemanis dan sebagai pengikat air agar dapat terbentuk kristal.
Kemudian dilakukan pemanasan ekstrak jahe diatas teflon sampai terjadi proses
kristalisasi ditandai dengan larutan mengental. Selanjutnya adonan didinginkan
sambil terus diaduk hingga menjadi bubuk. Bubuk yang dihasilkan tidak seragam
dan masih terdapat bubuk berukuran besar sehingga perlu dilakukan pengecilan
ukuran menggunakan mortar. Selanjutnya jahe bubuk diayak supaya didapat jahe
instan dengan ukuran yang seragam. Jahe
2. Pembuatan Jahe Celup Bubuk
Penimbangan 10 g
sebanyak 3 kali

Pemasukan
dalam kain nilon
Air Penyeduhan 5
panas menit
200 ml
Jahe
Celu
p
Pengujian Fisik dan
Gambar 2. Skema Kerja Pembuatan Jahe Celup

Pertama-tama siapkan jahe bubuk, kemudian timbang masing-masing 10 g


sebanyak 3 kali. Lalu, jahe bubuk dimasukkan kedalam kain nilon agar pada saat
penyeduhan ampas bisa tersaring. Penyeduhan dilakukan selama 5 menit
menggunakan air panas agar kandungan yang ada di dalam jahe bubuk bisa cepat
larut dalam air. Selanjutnya dilakukan pengujian organolepetik dan fisik.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Warna
Menurut Soekarto (1990) dalam Rifkowaty (2016), warna mempunyai arti
dan peranan yang sangat penting pada komoditas pangan dan hasil-hasil pertanian
lainnya. Hal ini dikarenakan warna merupakan kriteria penting yang dapat
mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk. Selain itu warna
merupakan unsur yang pertama kali dinilai oleh konsumen sebelum unsur lain
seperti rasa, tekstur, aroma dan beberapa sifat fisik lain. Berikut ini hasil seduhan
pada minuman jahe instan (369) dan jahe celup (823).

Gambar 3. Seduhan Jahe Instan (369) dan Jahe Celup (823)


Gambar 4. Mutu Sensoris Warna Jahe Instan dan Jahe Celup
(jahe instan , jahe celup )

Berdasarkan Gambar 4 menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai warna


seduhan jahe instan (369) dengan rata-rata sebesar 3,04878, sedangkan jahe celup
(823) memiliki nilai rata-rata sebesar 1,902439. Semakin mendekati nol maka
tingkat kesukaan panelis terhadap warna seduhan jahe semakin rendah,
sedangkan semakin menjauhi nol maka tingkat kesukaan panelis semakin tinggi.
Hasil tersebut menunjukkan warna seduhan jahe instan lebih menarik panelis
dengan hasil warna kuning kecoklatan.

Tabel 1. Hasil Sensoris Jahe Instan dan Jahe Celup


Sumber F
Variasi db jk rk
Hitung Table
Total 81 48.45122
Sampel 1 26.93902 26.93902 142.5176 4.08
Panelis 40 13.95122 0.34878 1.84518 0.1
Error 40 7.5609 0.189023

Berdasarkan hasil uji ANOVA pada jahe instan (369) dan jahe celup (823)
diperoleh nilai F hitung lebih besar dibandingkan F tabel. Hal tersebut
menunjukkan bahwa adanya pengaruh secara signifikan terhadap perbedaan suhu,
lama pemanasan dan konsentrasi gula yang ditambahkan, yang ditunjukkan pada
P=0,05.
Perbedaan warna yang terbentuk antara sampel jahe instan (369) dan jahe
celup (823) dapat disebabkan karena ada tidaknya pemanasan pada proses
pembuatan hingga terbentuknya serbuk jahe instan. Menurut (Satriyanto, 2012)
intensitas kecerahan pada produk minuman jahe cenderung mengalami penurunan
(gelap) seiring dengan naiknya suhu ekstraksi dan lama waktu ekstraksi. Kenaikan
suhu dan lama pemanasan dapat menyebabkan peningkatan kadar komponen hasil
ekstraksi. Hal tersebut karena peningkatan suhu dan lama pemanasan
menyebabkan laju ekstraksi semakin tinggi.selain itu, gula juga berpengaruh
terhadap warna dari minuman jahe yang terbentuk. Gula merupakan produk yang
dibuat dengan menambahkan unsur kimia dalam produksi pemutihan dan
kristalisasi (ditambah zat pemutih dan zat pengkristal). Penurunan gradasi warna
ini diduga karena pada proses pemasakan gula dan ekstrak bahan (kristalisasi)
unsur kimia yang terkandung didalam gula bereaksi kembali dengan ekstrak
bahan tersebut sehingga warnanya semakin memudar. Terbentuknya warna coklat
yang semakin banyak diakibatkan pula karena peningkatan jumlah gugus
pereduksi dari karbohidrat yang bereaksi dengan gugus amino dari protein melalui
rekasi Maillard. Salah satu komponen yang mempengaruhi warna dari ekstrak
jahe yaitu oleoresin. Semakin lama waktu ekstraksi maka kandungan oleoresin
juga akan semakin tinggi. Oleoresin jahe berwarna kuning cerah, kuning sampai
coklat gelap (Oktara, 2007). Oleoresin yang diduga menyebabkan warna
kekuningan pada ekstrak jahe merupakan salah satu komponen yang tidak mudah
menguap. Oleoresin jahe adalah hasil pengolahan lebih lanjut dari tepung jahe.
Bentuknya berupa cairan coklat dengan kandungan minyak atsiri 15 % - 35 %.
Kandungan oleoresin tersebut mempengaruhi rasa pedas dan pahit pada jahe.
Oleoresin juga berpengaruh pada warna seduhan jahe yang dihasilkan (Harmono
dan Andoko, 2005).

2.9 2.78048
8
2.8
2.7
2.51219
2.6 5
2.5
2.4
2.3
369 823

Gambar 5. Mutu Sensoris Rasa Jahe Instan dan Jahe Celup


(jahe instan , jahe celup )
Rasa merupakan salah satu faktor yang paling penting untuk diperhatikan
karena rasa dapat merangsang tingkat penerimaan konsumen terhadap produk
pangan yang ditawarkan. Indera pengecap yang terlibat dalam hal rasa yang
mampu membangkitkan selera untuk memakannya. Jahe berfungsi sebagai bahan
utama dalam pembuatan jahe instan, karena jahe memiliki rasa yang hangat dan
pedas yang dihasilkan oleh senyawa zingeron untuk diolah menjadi jahe instan
dengan rasa yang khas. Rasa minuman jahe yang disukai panelis yaitu jahe celup
(823) dengan rata rata 2,78 sedangkan jahe instan (369) sebanyak 2,51. Hal
tersebut dapat terjadi karena Rasa jahe celup disebabkan oleh kandungan dari jahe
itu sendiri. Rasa hangat dan pedas pada disebabkan oleh kandungan senyawa
keton bernama zingeron. Selain zingeron, juga ada senyawa oleoresin (gingerol,
shogaol), senyawa paradol yang turut menyumbang rasa pedas ini. Menurut
Hernani dan Winarti (2011), molekulnya yang besar dan gugus karbonil yang
polar pada rantainya membuat molekul zingeron saling tarik menarik secara kuat.
Hai ini menyebabkan zingeron tidak mudah menguap sehingga bau zingeron pada
jahe ini tidak kuat. Namun ekor hidrokarbonnya memberikan rasa pada jahe
ketika senyawa ini kontak dengan reseptornya (indra perasa) berdaasarkan data
hasil pengamatan yang diperoleh, respon panelis terhadap minuman jahe instan
terdapat nilai yang hampir mendekati nol yang berarti tingkat kesukaan panelis
tersebut semakin rendah.
Tabel 2. Hasil Sensoris Jahe Instan dan Jahe Celup
Sumber F
Variasi db jk rk
hitung Table
Total 81 70.7439
Sampel 1 1.47561 1.47561 1.371882 4.08
Panelis 40 26.2439 0.656098 0.609977 0.1
Error 40 43.02439 1.07561
Berdasarkan hasil uji annava pada perlakuan jahe instan (369) dan jahe
celup (823) nilai F hitung (1.371882) lebih kecil daripada nilai F table (4.08). Hal
ini menunjukkan bahwa ada pengaruh secara signifikan terhadap suhu, lama
pemanasan dan konsentrasi gula yang ditunjukkan pada p=0,05. Hal tersebut
terjadi karena Rasa jahe celup disebabkan oleh kandungan dari jahe itu sendiri.
Rasa hangat dan pedas pada disebabkan oleh kandungan senyawa keton bernama
zingeron. Selain zingeron, juga ada senyawa oleoresin (gingerol, shogaol),
senyawa paradol yang turut menyumbang rasa pedas ini. Menurut Hernani dan
Winarti (2011), molekulnya yang besar dan gugus karbonil yang polar pada
rantainya membuat molekul zingeron saling tarik menarik secara kuat. Hai ini
menyebabkan zingeron tidak mudah menguap sehingga bau zingeron pada jahe ini
tidak kuat. Namun ekor hidrokarbonnya memberikan rasa pada jahe ketika
senyawa ini kontak dengan reseptornya (indra perasa) berdasarkan data hasil
pengamatan yang diperoleh, respon panelis terhadap minuman jahe instan terdapat
nilai yang hampir mendekati nol yang berarti tingkat kesukaan panelis tersebut
semakin rendah.

Gambar 6. Mutu Sensoris Aroma Jahe Instan dan Jahe Celup


(jahe instan , jahe celup )
Berdasarkan data pengamatan didapatkan nilai rata rata pada sampel jahe
instan (369) yaitu 2,34 dan pada sampel jahe celup (823) yaitu 2,95. Hal ini
menunjukkan bahwa aroma pada sampel jahe celup(823) lebih kuat daripada
sampel jahe instan(369).

Tabel 3. Hasil Sensoris Jahe Instan dan Jahe Celup


Sumber F
db jk rk
Variasi Hitung tabel
Total 81 62,7439
Sampel 1 7,621951 7,621951 9,873618 4,08
Panelis 40 24,2439 0,606098 0,78515 0,1
Error 40 30,87805 0,771951
Berdasarkan hasil uji anava pada perlakuan 369 (jahe instan) dan 823 (jahe
celup) nilai F hitung lebih besar daripada f tabel hal ini menunjukkan bahwa ada
pengaruh secara signifikan terhadap perbedaan suhu, lama pemanasan dan
konsentrasi gula yang ditambahkan, yang ditunjukkan pada p= 0,05. Aroma
adalah salah satu parameter yang mempengaruhi persepsi rasa atau bau enak dari
suatu makanan. Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya
senyawa - senyawa yang mudah menguap sebagai akibat reaksi enzim atau dapat
juga terbentuk tanpa bantuan reaksi enzim (Winarno, 2008). Aroma biasanya
muncul dari bahan yang diolah karena senyawa volatile yang terkandung pada
bahan pangan yang keluar melalui proses pengolahan atau perlakuan tertentu,
utamanya untuk produk yang mengandung minyak atsiri yang terdapat pada
rongga-rongga dalam jaringan pada bumbu atau rempah sehingga akan keluar
akibat dari pemanasan sehingga zat-zat kimia dalam bahan akan bereaksi dan
menimbulkan perubahan flavor. Jahe mempunyai bau yang khas aromatik karena
mengandung minyak atsiri dengan komponen utamanya zingiberene dan
zingiberol yang menyebabkan jahe berbau harum. Penambahan sukrosa memiliki
peranan penting dalam teknologi pangan karena fungsinya yang beraneka ragam,
salah satunya yaitu sebagai pembentuk aroma.
Gambar 7. Mutu Fisik KekentalanJahe Instan dan Jahe Celup
(jahe instan , jahe celup )

Mutu pangan adalah nilai suatu pangan yang ditentukan berdasarkan


kriteria fisik, kimia atau mikrobiologi. Salah satu parameter mutu penting untuk
produk cair atau semipadat adalah viskositas. Viskositas akan menentukan
penerimaan konsumen terhadap produk tersebut. Pada gambar 7 menunjukan
sampel 369 (jahe instan) kekentalannya lebih disukai oleh panelis dibandingkan
dengan sampel 823 (jahe celup). Dari 41 panelis, rata-rata panelis yang memilih
sampel 369 (jahe instan) adalah 2,59 sedangkan rata-rata panelis yang memilih
sampel 823 (jahe celup) adalah 1,78. Nilai rata-rata yang mendekati nol maka
tingkat kesukaan panelis terhadap kekentalan jahe instan semakin rendah,
sedangkan semakin menjauhi nol maka tingkat kesukaan panelis semakin tinggi.
Hal ini dikarenakan penambahan gula yang lebih banyak pada sampel 369 sebesar
30 gram.
Tabel 4. Hasil Fisik Jahe Instan dan Jahe Celup
Sumber F
Variasi db jk Rk
Hitung Table
Total 81 62.2561
Sampel 1 13.28049 13.28049 34.90385 4.08
Panelis 40 33.7561 0.843902 2.217949 0.1
Error 40 15.21951 0.380488

Berdasarkan hasil uji anava pada perlakuan 369 (jahe instan) dan 823 (jahe
celup) nilai F hitung lebih besar dari pada pada F table hal ini menunjukkan
bahwa ada pengaruh secara signifikan terhadap perbedaan penambahan gula yang
ditambahkan, yang ditunjukkan pada p=0,05. Hal ini dapat disebabkan karena
sukrosa memiliki peranan penting dalam teknologi pangan karena fungsinya yang
beraneka ragam, salah satunya yaitu sebagai pembentuk kekentalan (Rifkowaty
dan Martanto, 2016).

KESIMPULAN
Respon panelis dilihat dari rata-rata hasil uji fisik (warana dan kekentalan)
serta uji organolepik (aroma dan rasa). Warna jahe instan lebih pekat (kuning
kecoklatan) dengan nilai rata-rata 3,04 dan jahe celup sebesar 1,90. Rasa jahe
celup memiliki nilai rata - rata 2,78 dan jahe instan sebesar 2,51. Aroma jahe
celup lebih kuat dengan nilai rata-rata 2,95 dan jahe instan sebesar 2,34. Jahe
instan memiliki kekentalan lebih tinggi dengan nilai rata-rata 2,59 dibanding jahe
celup sebesar 1,78. Uji fisik (warna dan kekentalan) jahe instan lebih pekat
(kuning kecoklatan) karena adanya proses penambahan gula dan pemanasan.
Sukrosa memiliki peranan penting sebagai pembentuk kekentalan dan perubahan
warna, sedangkan uji organoleptik (rasa dan aroma) pada jahe celup lebih
memiliki rasa hangat dan pedas serta aroma khas jahe karena tidak adanya proses
penambahan gula.

DAFTAR PUSTAKA

Eze, J.I. dan K.E. Agbo. 2011. Comparative studies of sun and solar drying of
peeled and unpeeled ginger. Am. J. Sci. Ind. Res. 2 : 136-143.

Harmono dan A. Andoko. 2005. Budidaya dan Peluang Bisnis Jahe. Jakarta:
Agromedia Pustaka.

Hernani dan Winarti, C. 2014. Kandungan Bahan Aktif Jahe dan Pemanfaatannya
Dalam Bidang Kesehatan. Bogor: Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian.

Hernani dan Winarti. 2011. C. Kandungan Bahan Aktif Jahe dan Pemanfaatannya
dalam Bidang Kesehatan : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen Pertanian.

Oktora, R. 2007. Gambaran Penderita Hipertensi Yang Dirawat Inap di Bagian


Penyakit Dalam RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari Sampai
Desember 2005. Riau: FK UNRI

Rifkowaty dan Martanto. 2016. Minuman Fungsional Serbuk Instan Jahe


(Zingiber Officinalerosc) Dengan Variasi Penambahan Ekstrak Bawang
Mekah (Eleutherine Americana Merr) Sebagai Pewarna Alami. Jurnal
Teknik Pertanian Lampung Vol. 4, No. 4:315-324.
Satriyanto. (2012). Stabilitas Warna Ekstrak Buah Merah (Pandanus conoideus)
Terhadap Pemanasan Sebagai Sumber Potensial Pigmen Alami. Jurnal
Teknologi Pertanian Vol.13 No. 3. Malang: Universitas Brawijaya.
Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi: Edisi Terbaru. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai