Anda di halaman 1dari 15

NALAR MISTIS DALAM PENAFSIRAN AYAT-AYAT HUKUM DALAM

PANDANGAN KH BISRI MUSTHOFA DALAM TAFSIR AL-IBRIZ


M. Khoirul hadi al-asy ari
Alumni Pasca Sarjana Hukum Islam UIN Sunan Kaljaga Yogyakarta
Hadiari701@gmail.com
Abtracs : This research is based on studies library or library
research, in this paper will be discussed in the interpretation of
Reason mystical verses by KH Mustafa Bisri law in the interpretation
of al-Ibrisz, in this peper three research questions, the first in what is
referred with mystical reason, both mythical interpretation of how
reasoning passages law in view of KH Mustafa bisri, and third how
life boigrafi KH musthofa Bisri, the content analysis approach will
read mystical concept of reason in the interpretation of legal texts in
the view of KH Bisri Musthofa, and historical approach to assessing
sosiohistoris KH Bisri Musthofa life, the results of this study are,
first, to know about the science of Reason mythical, mystical reason
both know that there is in the interpretation of verses by KH Bisri
Musthofa law in the interpretation of al-Ibrisz, and third to know the
biography KH Bisri Musthofa life.
Kata Kunci : Nalar Mistis, Tafsir, Hukum.
Abtraks : Penelitian ini adalah penelitian yang berbasis pada kajian
Pustaka atau library research, dalam paper ini akan di bahas Nalar
Mistis dalam penafsiran ayat-ayat Hukum menurut KH Musthafa
Bisri dalam tafsir al-Ibrisz, dalam peper ini ada tiga pertanyaan
penelitian, pertama apa yang di sebut dengan nalar mistis, kedua
bagaimana nalar mistis penafsiran ayat-ayat Hukum dalam
pandangan KH Musthafa bisri, dan ketiga bagaimana boigrafi
kehidupan KH musthofa Bisri, dengan pendekatan konten analisis
akan membaca konsep nalar mistis dalam tafsir ayat-ayat hukum
menurut pandangan KH Bisri Musthofa, dan pendekatan historis
untuk mengkaji sosiohistoris kehidupan KH Bisri Musthofa, hasil
dari penelitian ini adalah, pertama, mengetahui keilmuan tentang
Nalar mistis, kedua mengetahui nalar mistis yang ada dalam
penafsiran ayat-ayat Hukum oleh KH Bisri Musthofa dalam tafsir al-
Ibrisz, dan ketiga mengetahui biografi kehidupan KH Bisri Musthofa.
Kata Kunci : Nalar Mistis, Tafsir, Hukum.
PENDAHULUAN

Indonesia yang mempunyai konteks kultur dan sosial yang majemuk, membuat
dakwah Islam yang berkembang di masyarakat Nusantara juga bersifat Majemuk,
kegiantan dakwah tersebut sering disebut dengan Mauidhoh atau ceramah secara lisan.
Tetapi hal itu tidak benar secara keseluruhan, karena jika kita lihat secara historis dapat
kita temukan berbagai manuskrip yang ditulis oleh kalangan Ulama-Ulama Nusantra
ketika Islam masih berkembang secara pesat di Bumi Nusantara ini. Merujuk pada kajian
Islah Gusmian Intelektual Muda dair IAIN Surakarta yang sudah hampir sepuluh Tahun
mencoba mengeluti berbagai manuskrip yang ada dan masih ada di Indonesia yang
pernah di tulis oleh para Ulama Indonesia.1
Para Ulama tersebut berusaha melakukan Ijtihad dengan menuangkan gagasannya
dan pemikirannya lewat tulisan dengan menulis berbagai karya, mulai dengan KH Ihsan
Jampes Kediri yang menulis Sirajut Thalibin, dan begitu juga Ulama Pendahulunya yang
menulis tentang bidang Tafsir hadis, dan kitab-kitab Fiqh, misalnya Syeikh Nawawi al-
banteni, karya belia mulai dari Niahayah al-Zein, dalam bidang Fiqh, Tafsir al-Munir
dalam bidang Tafsir al-Quran, Quratul al-Uyun dalam bidang hukum Keluarga, serat
karya-karya lainnya, tidak hanay Ulama Jawa, Ulama Sumatra dan Kalimantan juga
mempunyai kajian yang serius dalam bidang menuangkan gagasannya dalam bentuk
Tulisan, salah satu yang terkenal adalah Syeikh Yasin al-Padangi, beliau adalah Guru dari
KH Sahal Mahfudz yang mengarang kitab syarah terpenting dalam menjelaskan kitab
karangannya Asbah Wa an-Nazhair yang di karanya oleh Imam As-Syuyuti yang
didalam kitab tersebut ada Nzaham-Nazham Indah yang berkaiatan dengan Kaidah
Fiqhiyyah yang akhirnya di jelaskan secara terperinci oleh Syeikh Yasin al-Padangi
dengan karyanya yang berjudul Fwaidul Janiyyah Bi Sharhi Faraidul al-bahiyyah kitab
ini sangat di gemari oleh karangan Pesantren yang menyukai fan Ushul fiqh dan Kaidah
Fiqhiyyah. Selain itu ada Ulama yang mencoba menerjemahkan al-Quran dan
menafsirkan Al-Quran salah satu Ulama Tersebut adalah KH Bisri Musthofa yang
mengarang kitab tafsir berjudul Al-Ibriz Limarifati Tafsiril Al-Quran al-Aziz Bi Al-
Lughah al-Jawiah, yang menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan bahasa Jawa, memang
jik akita merujuk pada Ulama-Ulam Tafsir Indonesia mengarang juga menggunakan
bahasa Arab, akan tetapi ada juga sebaimana KH Bisri Musthofa yang lebih
menggunakan bahasa lokal atau bahasa Nusantara untuk menjelaskan kedalam makna-
makna Al-Quran. Dalam paper ini penulis mencoba mengkaji aspek lokalitas yang di
serap dalam bagian Tafsir dengan Bahasa Jawa, yang didalamnya terkandung nalar-nalar
yang bersinggungan dengan lokalitas yang hidup di sekitar penafsir, misalnya nalar
syariah, nalar mistis dan nalar nalar yang lain yang belum terungkap. Dan hal ini
menjadi salah satu kajian yang unik dalam dunai Interpretasi.
BIOGRAFI KH. BISRI MUSTHAFA
Bisri Musthafa adalah seorang Kiai yang Kharismatik dan juga seorang pendiri
pondok Pesantren Raudhatu at-Thalibin Rembang Jawa Tengah. Dia dilahirkan di
kampong Sawahan Gang Palen Rembang Jawa Tengah pada thuan 1915. Sewaktu kecil
dia diberi Nama Mashadi oleh kedua Orang tuanya yaitu H. Zainul Musthafa dan
Chodijah. Setelah menusaikan Ibadah Haji pada tahun 1923 dia menganti namnaya
dengan Bisri.2

1
Tentang istilah masih ada dan ada di Indonesia ini mempunyai sejarah yang tersendiri,
berdasarkan analisa penulis dan hasil bacaan penulis, bahwa banyak manuskrip-Manuskrip langka yang
telah sengaja di jarah atau di pinjam untuk sekedar koleksi oleh penjajah dan sarjana Barat, masih
ingatkah bahwa ketika Jendral Refles masuk ke Jogjakarta dan menguasai Jogjakarta, dia menjarah hampir
dua gudang Manuskirp Keraton yang akhirnya di bawa ke London Inggris, selanjutkan Martin yang
mempunyai koleksi manuskrip yang dia telusuri di pedalaman Kalimantan, lMartin, Lembaran-Lembaran
Kitab Kuning , (Yogyakarta : LKIS, )
Ketika masa kecil beliau atau Bisri Musthofa merupakan sosok anak yang malas
belajar dan mengaji di Pondok Pesantren. Bahkan dia lebih suka menyukai bekerja untuk
mencari uang dari pada mengaji. Akan tetapi hal tersebut tidak berlangsung lama, yang
pada akhirnya dia mau belajar mengaji dan menekuni ilmu-ilmu Agama, pada awalnya
Bisri Musthofa menekuni belajara Agama di Pesantren Kasingan Rembang yang diasuh
oleh Kiai Cholil. Di pesantren Kasingan inilah dia menekuni berbagai ilmu Agama yang
nantinya memberikan bekal berharga dalam menapakai kehidupannya. Setelah
menyelesaikan pendidikan di Pesantren Kasingan. Bsri melanjukan pengembaraan Ilmu
Agama di bbeberapa Pesantren. Biasanya dia ikut mengaji Pasanan3 salah satu tujuan
tempat ngaji Pasanan adalah Pesantren Tebuireng Jombang, yang pada waktu itu diasuh
oleh KH Hasyim Asyari dan hal ini sebgai upaya untuk memperdalam ilmunya dalam
bidang hadis yang memang pada saat itu pembacaan Kitab hadis yang paling terkenal
dilakukan oleh KH Hasyim Asyari. Ternyata gairah keilmuan dan haus akan keilmuan
yang dimiliki oleh Bisri masih menggelora, sehingga mebawa Bisri Musthofa untuk
melanjutkan belajar ke kota Suci yaitu ke Mekkah sekitar Tahun 1936. Dan di Kota
tersebut Bisri Musthofa mempelajar dan mendalami fan ilmu seperti Tafsir, Hadis dan
fiqh. Diantara guru-gurunya adalah :
1. KH Bakir, kepadanya Bisri Musthofa belajar untuk mendalami kitab Lubb al-
Ushul karya Ulama besar Syaikh al-Islam Abi Yahya Zarkashi dan Kitab Umdat
Al-Abrar karya Muhammad bin Ayyub dan kitab Tafsir al-Kassyaf karya
Zamakhsari.
2. Syeikh Umar Khamdan, dengan beliau Bisri Musthofa belajar kitab hadis yaitu
dua kitab Hadis yang terkenal Sahih Bukhari dan Sahih Muslim.
3. Syeikh Ali al-Maliki, dengan beliau Bisri memperdalami beberapa Kitab penting
yaitu, Al-Asbah Wa al-Nazhair karya Ima Jalaludin Asy Syuyuthi dan Kitab Al-
hajaj Karya Al-Qusyaisyri dan karya al-Naisaburi.
4. Sayyid Amin, dengannya Bisri belajar Kitab Alfiyah Ibnu Aqil Karya Ibn Malik.
5. Syaikh Hasan Masysth, kepdanya Bisri belajar untuk mendalami kitab Manhaj
Dzawi Al-Nazhar Karya Syaikh Mahfudz al-Termasi.
6. Dengan Sayyid Al-maliki, denganya Bisri Belajar Tafsir Jalalain, Karya Imam
Jalalain Al-Suyuthi dan Imam Jalalain Al-Mahalli.
Selain Sebagai guru Kiai Chalil ada;ah mertua Bisri Musthofa karena dia dinikahkan
dengan putrinya yang bernama Marufah, pernikahan dengan Marufah ini dikaruniai
dengan delapan Orang anak, yaitu Chalil, Musthofa, Adieb, Faridah, Najichah, Labib,
Nihayah dan Atikah, kehidupan Bisri Musthofa mengalami berbagai dinamika seiring
dengan berjalannya waktu dengan kondis zaman waktu tersebutia mengalami
2
A. Zaenul Huda. Kiai Bisri Musthafa dalam www.gusmus.net Diakses pada tanggal 13 Juni
2015.
3
Istilah ngaji Pasanan adalah istilah ngaji jawa atau ngaji yang dilakukan pada waktu bulan
puasa yang banyak dilakukan oleh para santri dari berbgai daerah pada pondok-pondok yang mempunyai
spesialis yang mumpuni dalam bidang-bidang ilmu tertentu, misalnya fak ushul fiqh, hadis dan tasawuf .
pahitnya hidup dalam zaman penjajahan Jepang mas Awal Kemerdekaan sampai pada
masa Pemberontakan G 30 S. PKI.
Setelah Wafatnya Kiai Chalil, Bisri Musthofa ikut Aktif dalam mengajar santri-
santri di Pondok Pesantren Kasingan Rembang, oleh karena Pendudukan Jepang
pondok tersebu dihanguskan. Selanjutnya kemudian Bisri Musthofa melanjutkan
membuat Pesantren di Leteh, Rembang, yang di beri Nama Raudhatul at-Thalibin. 4
Bisri Musthofa adalah seorang yang berdikasi tinggi untuk dunia Pendidikan meski
sangat sibuk tapi dia jarang absen untuk mengajar para santrinya.
KARIR POLITIK DAN KARYA-KARYANYA
Selain sebgai Kiai, Bisri Musthofa adalah seorang politikus handal, yang disegani
oleh semua kalangan, sebelum NU keluar dari Masyumi, Bisri adalah seorang aktivis
Masyumi yang sangat gigih berjuang, akan tetapi setelah NU menyatakan diri keluar
dari Masyumi, dia keluar dari Masyuni dan berjuang di NU. Pada pemilu 1955 Bisri
Musthofa terpilih sebgai Kontituante yang merupakan wakil dari Partai NU, setelah
dekrit Presiden bargaung pada tahun 1959 yang membubarkan Dewan Kontituante
dan di bentuk Dean Perwakilan Rakyat Sementara (MPRS) Bisri Musthofa juga di
tunjuk sebgai anggota MPRS dari kalangan Ulama, kemudian pada pemilu 1971 dia
tetap Konsisten berjuang di Partai NU yang selanjutnya menghantarkan dirinya
menjadi anggota MPR dari Jawa Tengah.5
Ketika zaman memasuki pemrintahan Orde Baru menerapkan pengabungan atas
pastai-partai yang ada, Partai NU juga di tuntut untuk berafiliasi dengan Partai
Pembangunan (PPP). Bisri Musthofa akhirnya bergabung di PPP dan
memperjuangkan partai tersebut. Pada pemilu tahun 1977 dia masuk dalam daftar
calon legislative (Caleg) dari PPP dari daerah pemilihan Jawa Tengah, akan tetapi
ketika masa Kampanye hampir tiba, tepatnya Hari Rabu tanggal 17 Februari 1977 (27
Shafar 1397 H) menjelang waktu ashar Bisri Musthofa Menggal Dunia.
PEMIKIRAN DAN SOSOK KH. BISRI MUSTHOFA
KH Bisri Musthofa adalah sosok yang handal dalam bidang Politik, walaupun
lahir dari Rahim Pesantren, dalam setiap Kampanye dia selalu dijadikan juru bicara
Partai. Kemampuannya dalam bidang bahasa dan penguasaan Panggung memang
diakui oleh banyak kalangan. Benar sekali apa yang telah di ceritakan oleh KH
Syaifudin Zuhri yang menyatakan Bisri Musthofa adalah seorang Orator, seorang ahli
pidato yang mengutarakan hal-hal yang sebenarnya sulit menjadi lebih mudah di
pahami. Mudah diterima oleh orang desa dan maupun orang kota. Perkara yang
sebenarnya membosankan menjadi sebuah yang mengasikkan. Kritikan-kirtikan tajam
semula yang sangat membosankan meluncur dengan tajam lancar dan menyegarkan.
Pihak yang terkena kritik tidak marah karean penyampaiannya secara sopan dan
menyenangkan. Selain itu dia juga menghibur dengan humor-humornya yang
membuat semua orang tertawa.
4
Ibid,
5
Ibid.
Oleh banyak kalangan, Bisri Musthofa mempunyai pemikiran yang cukup cerdas
dan moderat, dia dalah tokoh Ulama Sunni yang sangat gigih memperjuangkan Ahlu
Sunnah Wal-Jamaah seklaigus yang sering menyerukan Amar Maruf Nahi Mungkar
yang oleh Bisri Musthofa disejajarkan dengan konsep Rukun Islam. Dan seandainya
saja boleh maka rukun Islam yang kelima itu di tambah dengan konsep rukun Islam
yang keenam yaitu Amar Maruf Nahi Mungkar. Jika kita mau mempelajari konsep
pemikiran yang di miliki oleh Bisri Musthofa maka dapat kita baca dalam karya-
karyanya, antara lain yang sekarang telah menjadi rujukan oleh banyak Ulama yang
mengajar di Pesantren dan pegangan bagi para Kiai dan Santri, bahkan menurut Kiai
Cholil Bisri bahwa seluruh Hasil Karya Bisri Musthofa yang di cetak kira-kira
Jumblahnya 176 buku/kitab.6
SEJARAH RINGKAS TAFSIR AL-IBRIZ
Secara sejarah singkat tidak di temukan latar belakang yang utuh dalam penulisan
Tafsir al-Ibriz ini, akan tetapi secara ekplisit Penulis dalam Muqaddimahnya
menyatakan bahwa pada dasarnya penerjemahan serta sekaligus penafsiran ini
hanyalah ingin mengikuti kalangan Umat Muslim sebelum Bisri Hidup, karena
kalangan Umat Muslim sebelumnya telah banyak juga melakukan terjemahaman atau
sekaligus penafsiran dalam berbagai bahasa, ada yang bahasa Indonesia ada yang
bahasa Jerman, ada yang bahasa Inggris, bahkan dalam bentuk bahasa lokal di
nusantara, misalnya adalah Tafsir dalam bahasa Jawa dan tafsir dalam bahasa
Sunda.7misalnya kitab Tafsir dalam Bahasa Jawa karya Imam Nawawi Bin Umar al-
Nawawi al-Banteni Al-Munir Li Marifati At-Tanzil, selanjutnya adalah Kiai Sholeh
Darat yang di karang pada abad ke 19, yang berjudul Faidur Rohman, (limpahan
Tuhan) kitab yang mencapai 5 jilid Besar yang di cetak di Singapura tahun 1987. 8
Selanjutnya adalah Raudhotul Irfan Li Marifatul Al-Quraan. Karya KH Ahmad
Sanusi bin Abdur Rahim Tafsir al-Iklil Li Maani al-tanzil, karya KH Misbah bin
Zein Musthofa adik kandung KH Bisri Musthofa, selanjutnya Tafsir Nur Al-Ihsan
yang di tulis oleh Muhammad Said bin Umar Qadi al-Qodah dengan bahasa Melayu,
Azikro Terjemah dan Tafsir Al-Quran Oleh Bachtiar Surin.9

6
Bidang Tafsir (Tafsir al-Ibriz, Tafsir Surat Yasin, Kitab al-Iksier), Hadist (Sulamu afham, Al-
Awzahad Al Musthowafiyyah Al-Mandhomatul Baiquniyyah) AQidah Rawihatul Aqwam, Dururul Aqwam,
Dururul Bayan ) Syariah (Sullamu al-Afham li Marifati Adillatil Ahkam fi Bulughul Maram, Qawaidul
Bahiyyah, Tuntunan Sholat dan Manasik Haji. Islam dan Sholat, ) Akhlaq Tasawuf (Washaya al-Abda lil
Abna, Syiir Ngudi Susilo, Mitra Sejati Qasidah al-Taliqatu al-Mufidah) Ilmu Bahasa Arab (Jurumiyyah,
Nadham Imrithi, Alfiyah Ibnu malik, Nadham al-Maqsud, Syarah Jauhar Maknun) Ilmu Mantiq /logika
( Tarjamah Sullamu al-Munawarrah, dan lain sebagainya. Lihat. www.pondokpesantrennet. Diakses pada
tanggal 19 Juni 2015.
7
Bisri Musthofa, Al-Ibriz Li Marifatul Tafsir Al-Quran Al-Aziz Bi Al-Lughah Al-Jawiyah,
(Kudus : Menara Kudus, tt) halaman 1.
8
Ling Misbahudin, Tafsir al-Ibriz Li Marifati Tafsir al-Quran Al-Azizi , Karya KH Bisri
Musthofa Rembang, Study Metodologi dan Pemikiran, Tesis Pasca Sarjana IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta 1989, halaman 97-98,
9
Ibid halaman 97-98.
Salah satu alasan yang yang menjadi motivasi yang bisa di jadikan landasan
dalam keperangan tafsir ini adalah karena adanya upaya khidmah yang dilakukan
oleh KH Bisri Musthofa terhadap Al-Quran, Bisri Mushtofa memandang bahwa Al-
Quran adalah Kitab Suci yang istimewa. Al-Quran di turunkan Kepada Nabi
Muhammad SAW sebgai sebuah petunjuk bagi kehidupan Umat Manusia melalui
Malaikat Jibril As. Dengan kemulian dan kemujizatan tersebut KH Bisri Musthofa
meyakini bahwa dengan membaca al-Quran dan meskipun dia belum memahami isi
dari pada bacaan tersebut. Dia sudah mendapat ganjara atau pahala. 10namun tidak di
pungkiri bahwa pemahaman terhadap Kitab Suci al-Quran adalah sebuah keharusan,
karena tanpa sebuah pemahaman Umat Islam tidak akan berdialog secara baik dalam
memahami arti-arti ayat tersebut sebagai sebuah petunjuk.
Jika di lihat pada waktu itu, islam di Jawa atau Umat Islam d jawa serta orang
jawa yang masuk Islam masih sangat sulit memahami arti ayat-ayat al-Quran. Dengan
kondisi tersebut terketuklah KH Bisri Musthofa untuk berkhidmat dengan menulis
terjemahan sekaligus tafsir Al-quran sebgai wasilah bagi umat Islam untuk bisa
memahami ayat-ayat al-Quran. Dengan menggunakan bahasa Jawa, dan yang KH
Bisri Musthofa gunakan adalah bahasa Jawa ala Pesantren yaitu Jawa Pegon.11 Jika
kita kaji secara mendalam bahwa Tafsir al-Ibriz adalah tarjamah dan juga sekaligus
tafsir, pengarang sendiri menyatakan ini sebagai tarjamah. 12 Tetapi jika kita melihat
dan jeli membaca karya tersebut maka akan kita temukan banyak konten-konten
menarik yang dilakukan oleh KH Bisri Musthofa melakuka penafsiran terhadap
beberapa ayat al-Quran, yang menurut pandangan Bisri Musthofa dianggap penting
dan harus di jelaskan dengan melakukan penafsiran. Model yang digunakan oleh KH
Bisri Musthofa dalam penafsiran ini adalah penafsiran yang cukup simple dimana
kederhanaan kata dan mudah dipahmi, hal ini menunjukkan bahwa sasaran tafsir al-
Ibriz memang di tulis untuk para pembaca yang awam dalam pemahaman
Keagamaan.
Jika kita runut lebih jauh lagi, munculnya Tafsir Al-Ibriz sebenarnya sangat
berkaiatan erat dengan kajian atau penyelenggaraan pengajian tafsir yang di lakukan
pad ahari selasa dan Jumat, dari pengajian tersebut muncullah Tafsir al-Ibriz , hal ini
juga di nyatakan secara langsung oleh KH Cholil Bisri (Putra Pertama KH. Bisri
Musthofa ) bahwa :
Kegiatan menulis Bisri dimulai dan diawali oleh kegiatan
member makna kitab kuning yang digunakan dalam pesantren,
dan karena dorongan teman-teman Bisri, maka kegiatan
member makna tersebut di tingkatkan dengan menjadi buku
dan disebarluaskan di Pesantren-Pesantren, khusus ketiak

10
Bisri Musthofa al-Ibriz, halaman 1.
11
Bahasa Arab pegon adalah atau jawa pegon adalah bahasa jawa yang ditulis dengan huruf-huruf
Arab, kaedah penulisannya pun berbeda sedikt dengan bahasa arab pada umumnya. Disana ada
karakteristik seperti adanya tambahan titik tiga pada huruf kaf, untuk melambangkan huruf G, huruf Ain
dengan titik 3 yang melambangkan ng dan sebgainya.
12
Bisri Musthofa, Al-Ibriz, halaman 2.
Bisri menulis Tafsir al-Ibriz yang dianggap karya yang paling
besar, Bisri selalu dalam kondisi yang paling suci dan tidak
dalam kondisi yang berhadas dan disertai dengan ibadah
Puasa sunnah hari Senin dan Kamis, Bisri menulis tafsir al-
Ibriz lebih kurang selama Empat Tahun, jadi kira-kira pada
tahun 1957-1960. Setiap mendapt satu juz, bisri mengajak
murid-murid yang dekat untuk berziarah di Makam Sembilan
wali.13
Sebelum Tafsi ini disebarkan dikalangan Pesantren Tafsir ini telah di Tashih oleh
beberapa kiai sepuh di Tanah Jawa ini, Kiai Arwani Amin, Kiai Abu Umar K.
Hisyam, dan K. Syaroni Ahmad14 kitab ini selesai di tulis dan disebarluaskan dalam
bentuk tiga Jilid Besar yang mencakup, Jilid Pertama (Juz 1-10) Jilid kedua (Juz 11-
20) dan jilid ke Tiga (Juz 21-30). Keseluruhan tafsir ini mencapai 2270 lembar.
SUMBER DAN METODE PENAFSIRAN (TARJAMAH)
Dalam penulisan tafsir al-ibriz selalu mengambil dari sumber-sumber tafsir klasik
dan kontemporer, dan hal itu beliau sampaikan dalam Mukaddimah Tarsir Al-Ibriz :
:Dene Bahan-bahanipun Tarjamah Tafsir engkang Kaula Segahaken
punika, amboten sanes inggih naming metik sangking kitab-kitab
Tafsir (tafasir al-Mutabarah) kados Tafsir Jalalain, dan Tafsir
Baidhawi Tafsir Khazin, lan sepinunggalipun.15
Selain kitab-kitab tafsir yang ada dan di sebutkan dalam Mukaddimah Al-Ibriz,
KH Bisri Musthofa juga menyempatkan untuk mengkaji dan menelaah karya-karya
tafsir-tafsri Moderen, Tafsir Al-manar (Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha) Tafsir
Fi Dhilali Al-Quran (Sayid Qutub) dan Tafsir al-Jawahir (Jauhar Tanthawi).
Mahasin al-Takwil (Al-Qasimi). Mayaza Al-Quran (Abu Suud).16 Kitab Al-Ibriz
adalah salah satu karangan Ulama Muslim yang mengedepankan aspek lokalitas
dalam penafsiranya, hal ini Nampak dari bahasa yang digunakan yaitu dengan
menggunakan bahasa Jawa sebgai pengantar dari tafsi al-Ibriz ini. Dalam metode
pemaknaan saja cukup unik karean Mualif kitab Ini yaitu KH Bisri Musthofa
mencoba menerjemahkan dengan bahasa yang unik. Karean dalam
menerjemahkannya dalam menafsirkan atau menerjemahkan sang Mualif
menggunakan tiga langkah sekaligus, pertama, dengan memberikan Makna Gandul
sebagai makna khas Pesantren dan menunjukkan tafsir ini adalah khazanah
Pesantren.17yaitu dengan mengartikan secara lughawi Nahwi, dan Shorfi, selain itu
keunikan dari kitab ini adalah menapilkan makna cirri khas pesantren, yaitu makna
13
Ibid, Ling Misbahudin, Tafsir Al-Ibriz, halaman 98.
14
Ibid, Bisri Musthofa, Al-Ibriz,

15
Ibid, halaman 1.

16
Ling Misbahuddin, Ibriz, halaman 101.

17
Ibid, halaman 2.
Utawi, iku, Kelawan, ing dalem,dan sebgainya, dan metode yang pertama ini
langsung ada dan ditulis di bawah ayat yang di maknai gandul. Sehingga menurut
teori kaidah kebahasaaan pemberian makna gandul adalah bentuk dari ketelitian
pemberian kaidah kebahasaaan dalam arti setiap lafadz dan kedudukan dalam susunan
kalimat tersebut.
Adapun langak kedua adalah dengan menerjemahkan dalam bahasa Jawa dengan
sekaligus, dan hal itu diletakkan di samping dalam lembaran-lembaran kitab, terjemah
di awali dengan penomoran sesuai dengan ayat yang di terjemahkan, hal ini
berkebalikan dengan ayat, jika ayat penomoran terletak di akhir maka terjemahana
nomor ayat terletak diawal. Dan ketiga, melengkapi terjemahan dengan keteranga-
keterangan tertentu yang berkaitan dengan ayat, keterangan tersebut ada yang
disebutkan dengan tanbih, Faidah, Muhimmah, Qishah, dan Mujarrab, penjelasannya
tersebut pada dasarnya dapat di bedakan dari aspek kontennya. (isinya). Jika isi
tersebut adalah sebuah peringatan maka Muallif menyebutkan dengan kata tanbih
dalam hal ini tanbih adalah upay memberikan keterangan tambahan yang penting di
perhatikan oleh seorang pembaca dalam kitab tafsir al-Ibriz, misalnya dalam Surat QS
al-Kahfi 23-24. Tanbuhun
Dan Ketiga, melengkapi terjemahan dengan keterangan-keterangan penafsiran ayat
secara sekaligus dengan bahasa Jawa yang di letakkan di sisi samping dalam setiap
lembaran-lembaran kitab. Terjemah di awali dengan penomoran-penomoran sesuai
dengan ayat. Keterrang tersebut ada yang disebut dengan Tanbih, Muhimmah, Qishah,
dan Mujarrab, penjelasan tersebut pada dasarnya dapat di bedakan dari aspek kontenya
(isi dari konten-konten tersebut).

Jika keterangan tersebut bersifat Peringatan maka Muallif menyebutkannya


dengan Istilah Tanbih, misalnya dalam QS al-Kahfi:23-24. Tanbihun Mulo Wahyu
nganti pedot Limolas dini iku, perlune kanggo mulang marang Kanjeng Nabi, supoyo sak
badane iku, ora kesupen Moco Insya allah, semono ugo kito yen kabeh iku kondo-kondo
iyo ojo lali muni Insya Allah, nanging ojo salah faham ! Insya Allah itu Istitsna dadi
Mustasna Minhu-ne Kudu di tutur, Umpomo ono Wong ngulemi marang sampean
mengkene, mas benjing Injing Sampeyan kulo aturi Rawuh ing griyo kulo, yen pancen
sampeyan sanggup, wangsulono! Inggih, Inya allh. Ojo nganti naming Sampeyan
wangsuli: Insya allah (Tok), luwih-luwih upomo sampean sakbenere ora sanggup. Dadak
muni Inya Allah iku ora keno 18

Dan jika sebuah Tambihun itu adalah sebuah Irsyad (Pendidikan) yang
didalamnya kadang terbentuk dalam katagori amaliyah dan (praktis), Mouidhoh
(Nasehat). Ataupun berupa Tamsil (Perumpamaan). Maka sanga Muallif akan
menyebutkan dengan Faidah-Faidah, sedangkan Faidah-Faidah tersebut diambil dari
hadist-hadis Fadhoil Amal maupun pandangan atau pendapat Ulama salaf. Contoh dapat
kit abaca dalam Akhir Surat Al-Baqarah dan al-Kahfi 45. Faedah ono hadist kang
18
Bisri Musthofa, Al-Ibriz, Juz 11-20, halaman 891.
nerangaken suroso mengkene: seng sopo wonge moco telung ayat saking pungkasane
surat Baqarah iki iyo iku wiwit : Lillahi Ma Fi Samawati, Tumoko : fansurna ala al-
Qaumi al-Kafirin setan ora wani merek-merek omahe wong kang moco mau sak jerone
Telung Wengi, Wallahu Alam.19

Ada juga keterangan yang menurt penulis sangat penting untuk di ungkapkan
dalam tulisan ini baik hal tersebut adalah hal baru yang berkaitan dengan sosial keilmuan
dan ataupun tentang Asbabun Nuzul, dalam hal ini Muallif menggunakan ungkapan
Muhimmah seperti dalam mengungkapkan dalam Surat Al-Kahfi 28, Ar-Radu : 12.
Muhimmah siji dino Kanjeng Nabi ketamunan Uyainah Ibnu Hisnin sak kancane,
golongan wong-wong sugeh, naliko iku Kanjeng Nabi nuju rubung dening Sahabat
Salman sak Kancane golongan wong-wong kang faqir kang jalaran Faqire, wis mesti bae
sandangane yo orang salin, gandane kecut kummel, Naliko semono Uyainah matur
marang kanjeng Nabi: menopo panjenengan mboten munek-munek mambet gandanipun
tiyang-tiyang meniko,kulo meniko sejatosipun kepengen anderek panjenengan, nagging
kaweratan, inggih jalaran kempal kaliyan tiyang-tiyang ngaten meniko, menopo mboten
prayogi tiyang-tiyang meniko panjenengan damelaken majlis piyambak ?? jalaran anane
peristiwa iki, ayat no 27 iki temurun, Wallahu Alam.20

Selain itu juga ada Qishah dalam kitab Tafsir al-Ibriz, serta Hikayat , seperti
dijelaskan dalam surah Al-Lahab yang menerangkan kisah istrinya Abu Lahab dan
Hikayat yang menceritakan tentang Tahun kelahiran Nabi di Surah al-Fiil. Al-Qishah
Bojone Abu Lahab (Ummu Jamil) iki bencine marang Kanjeng Nabi, nemen Banget,
sangkeng Nemene nganti direwangi golek carang-carang, utowo kayu-kayu kang ono
erine di gendong dewe, siji dini deweke golek kayu, jalran sayah leren ngasu, Tali
sangking Lulup kang biasane kanggo ngendong kayu di kalungke gulene, Dilalah Emboh
Kepiye, weruh-weruh Ummi Jamil wis mati ketekek, mestine kan nekek iyo malaikat,
sapo maneh ?. disisi lain Muallif juga menyebutkan Mujarrab keterangan ini
digunakan untuk menambah keterangan yang bersifat amaliyah dan berbau mistis
bahasan tambahan ini biasannya berkaiatan dengan pengobatan dan lain sebgainya,
seperti dalam QS an-Nahl: 69.

Mujarrob Madu yen di campur karo peresan jahe iku kanggo tombo loro weteng,
Madu, Samin lan endok Pitik, Taker podo di adeng kaya srikoyo, biso nambah tenogo
muda, lan liya-liyane maneh.

Dan dalam menjelaskan ayat-ayat Al-Quran Ling Misbahudin mengamati


penafsiran Bisri yang sangat memperhatikan beberapa hal, sebgai berikut, pertama,
penekanan terhadap pendekatan kebahasaan yang sangat kuat, hal ini terlihat dari

19
Ibid, Juz 1-10, halaman 121.

20
Ibid, juz 11-20, halaman 894.
penjelasan dan uraian makna setiap ayat yang diiringi dengan menjelaskan kedudukan
atau tarkib setiap lafadz, kedua, memperhatikan Asbabun Nuzul dalam menjelaskan
beberapa ayat yang berkaitan dengan dengan sebab turun, Bisri Musthofa tidak lupa
menyebutkan riwayat asbabun nuzulnya, akan tetapi tidak menyebutkan sanad dan
perawinya. Ketiga, memperhatikan kisah tentang umat-umat terdahulu atau seorang
tokoh yang di kemukakan dalam al-Quran, untuk ayat yang berkaitan dengan Kisah, Bisri
menjelaskan kisah tersebut dengan sangat terperinci dan jelas, Barangkali karean
terpengaruh oleh kitab tafsir al-Khazin yang menjadi salah satu refrensi penulisan tafsir
al-Ibriz, dan ketika menjelaskan tentang kisah tidak menjelaskan tentang asl-usul, sanad
dan perawi kisah, dan tidak menjelaskan apakah kisah itu merupakan Israiliyat atau
bukan. Keempat, ketika menafsirkan ayat-ayat tentang Kauniyah, Bisri sangat
memperhatikan segi-segi pengalaman kehidupan nyata dan ilmu pengetahuan, gaya
bahasa yang ia Gunakan adalah bahasa popular daerah, yakni bahasa jawa, hal ini tak
terlepas dari kondisi sosial masyarakat yang memang memerlukan pemahaman terhadap
al-Quran dengan mudah.kelima, Bisri juga sangat memperhatikan Qiraah. Keenam, dan
dalam menafsirkan ayat-ayat teologi dan kauniyah, Bisri banyak menggunakan cara
penalaran dari pada periwayatan.

Yang menjadikan unik antara lain adalah KH Bisri Musthofa dalam melakukan
penafsiran jarang dan sedikit sekali mengutip tentang hadis Nabi, hanya terkadang ada
beberapa ayat saja yang terkadang diikuti oleh beberapa hadis, hal yang paling mendasar
untuk menjadi catatan kita adalah dalam tafsir al-Ibriz ini, perujukan terhadap kitab-kitab
Klasik, seperti Tafsir jalalain, Tafsir Baedhawi dan Tafsit al-Khazin. Selain itu dalam
tafsir al-Ibriz, banyak diwarnai oleh riwayat-riwayat atau cerita israiliyat yang diambil
dari kitab-kitab klasik, tanpa melakukan kritik terhadap otensitas riwayat tersebut, hal
inilah yang menurut sebagian peneliti menjadi titik kelemahan dalam tafsir al-Ibriz,
meski demikian, dalam kontek lokal penafsiran justru mendapat sambutan dan apreasiasi
dari kalangan masyarakat, sebab kontruk nilai keagamaan dan kebudayaan yang
terbentuk pada masa lalu, khususnya dalam masyarakat jawa, yang didalamnya masih
sangat kental dengan ungsur-ungsur mistisisme dalam memori kehidupannya. Sehingga
jika tafsir al-Ibriz ini mengandung ungsur-ungsur mistis, maka hal itu wajar, karena
sangat sesuai dengan latar belakang kehidupan sang Muallif dan Masyarakat sebgai
Mukhatab yang menjadi objek Penafsiran.

Corak Penafsiran Bisri Musthofa

Dalam pembahasan Tafsir corak adalah merupakan sebuah keniscayaan yang


sangat melekat dalam sebuah tafsir, dan hal tersebut memang tidak bisa di hindari, sebab
seorang mufassir pasti akan membawa sebuah identitas yang tak pernah terlepas dari
keterkaitan ruang dan waktu (locus dan Tempus) , dia bergaul dengan masyarakat dan
ikut berpasrtisipasi dalam perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan masyarakat.
Perjumpaan inilah yang kemudian membentuk horizontal-horizon dan disan pula terjadi
proses Ke-Ter-saling-an yaitu saling di pengaruhi dan mempengaruhi. Sehingga
kondisi sosial dan beckground keilmuan merupakan ungsur Utama yang membuat
sebuah penafsiran menjadi berwarna, hidup (setidaknya untuk konteks masyarakat
setempat) dan berbeda dengan PenafsiranPenafsiran lain.

Maka jika dilihat dari aspek itu corak penafsiran manjadi sangat unik dan penting
di teliti dan di telaah, apabila seorang entitas seorang penafsir berad dalam kutub dan
organisasi politik tertentu, seperti halnya Bisri Musthofa yang sangat terlibat secara
cultural dan sosial serta politik dengan organisasi terbesar dan berpengaruh di Indonesia
yaitu Nahdhatul Ulama, jelas latar belakang ini sedikt berpengaruh pada terhadap
penafsirannya. Keberadaan Bisri sebgai Pimpinan Pesantren (Kiai) juga menjadi petunjuk
bahwa dirinya termasuk kalangan yang menjaga Tradisi dan ini menjadi sebuah
dinamika sendiri dalam hubungannya dengan kontek Penafsiran, disisi lain, berhubungan
secara intim dengan konteks Nasional yang multicultural dan dekat dengan modernitas.
Aspek-aspek inilah yang perlu menjadi bahan tolak ukur dalam menilai corak tafsir al-
Ibriz.

Secara teoritis, beberpa Ulama telah mencoba melakukan upaya klsifikasi


terhadap corak penafsiran menjadi lima garis besar corak penafsiran. Yaitu pertama, Sufi
Taswuf , sedangkan yang kedua, adalah corak fiqhi (Fiqih) ketiga, Ilmi, (Ilmu) keempat,
falsafi (Filsafat), kelima, Adab-Ijtimai (Sastra Sosial).21 selain itu Muhammad Husain
Adz-Zhahabi juga mencoba mengelompokkan beberpa corak tafsir para Ulama, baik dari
zaman tradisonal, sampai kontemporer menjadi empat corak penafsiran, corak ilmi
(Ilmu) ilhadi (menyimpang) Mazhabi (Fanatisme manzhab) dan Adab al-IjtimaI (Sastra-
Sosial). 22

Terhadap klasifikasi corak penafsiran diatas, penulis hanya menjadikan sebuah landasan
teoritis untuk melihat katagori corak penafsiran Bisri Musthofa, sebab jika di telaah lebih
dalam pada dasarnya corak penafsiran telah mengalami perkembangan yang cukup
progresif, corak merupakan identitas tertentu yang menampil pad sebuah tafsir, dan
ketika tafsir berjumpa dengan kondisi dan zaman yang berbeda, maka tafsir akan
memunculkan sebuah karakter tersediri yang mungkin hal tersebut tidak tercakup dalam
klasifikasi corak tersebut, misalnya corak kalam yang sangat popular pada abad klasik,
corak liguistik yang telah mengalami perkembangan biasa pad abad pertengahan dengan
abd modern corak pergerakan (Hirarkhi) yang muncul pada abad modern dengan tokoh
Sayyid Qutb; dan corak mistik mungkin kental dengan percampuran budaya-budaya
sinkretik; dan lain sebagainya.

21
Abd Al-Hayy Al-Farmawy, Metode tafsir MaudhuI Suatu Pengantar terj. : Suryan A Jamrah, (PT
Garfinda Persada 1994) halamn 12.

22
Muhamad Husain Azh-Zhahabi, At Tafsir Wa al-Mufassirun Juz 2( Cairo: Maktabah Wahbah,tt)
halaman 364.
Sejauh pengamatan penulis, Kitab Tafsir al-Ibriz ini paling tidak mempunyai
kecenderungan dalam corak Adab IjtimaI ilmi dan mistik meski dalam tafsir tersebut
tersebut cukup banyak dan bahkan mencakup keseluruhan corak penafsiran yang telah
menjadi kerangka di atas, namun ketiga corak inilah yang mempunyai keunikan tersendiri
dalam menggambarkan kitab tafsir tersebut.

CORAK ADAB IJTIMAI

Corak ini pada umumnya mempunyai krakteristik pada aspek kebahasaaan dan
dimensi sosial yang ada dalam sebuah tafsir, dan hal tersebut penulis temukan dalam
tafsir al-Ibriz. Namun corak kebahasaan yang di paparkan oleh Bisri tidaklah bercorak
sastrawi, akan tetapi lebih pada pemaparan yang mudah di pahami oleh para audiens.
Sehingga bahasa yang digunakan oleh dalam Tafsir al-Ibriz bukanlah bahasa yang rumit,
namun lugas, bermakna dan berdimensi Sosial. sebagai contohnya adalah dalam
menafisrkan huruf-huruf Muqathaah (Seperti Fawatihu As-Suwar i) Bisri Musthofa
selau mengkaiatkan dengan dimensi sosial yang terjadi di masyarakat sekitar, sehingga
pemahaman terhadap huruf Muqathaah tersebut mampu diserap dengan mudah oleh
Masyarakat.

Alif Mim lan ugo huruf-huruf kang dadi kawitane surah kaya; qaf nun lan shad
lan liya-liyane iku ora ono kang pirso tegese, kejobo Allah Taala dewe. Mengkono
munguhe dawuhe Ulama-Ulama salaf = sak weneh Ulama ono kang duwe penemu yen
alif iku tegese Allah, Lam tegese Latif, Mim tegese Majid. Dadi Alif Lam Mim itu rumus
kang tegese Allah Taala iku Maha Welas lan Maha Agung. Sakweneh Ulama Maneh ono
kang duwe penemu yen Alif Lam Mim iku minongko wiwitan dawuh, seperlu mundut
perhatian menungso, Umpamane mengkene wong-wong wes podo hadir kabeh ujug-ujug
banjur pidato, mestine ora oleh perhatian soko hadirin, nanging yen pimpinan rapat sak
durunge miwiti guneman nuli andodok mejane dingin, dok,dok,dok iku biasane hadirn
banjur anggeteaken. Sak badanipun hadirn Anggeteaken lagi ketua rapat miwiti pidatone,
semunu ugo Alif Lam Mim naliko wong lagi podo ketungkul dumadakan suwara kang
ora den ngerteni tegese (Alif Lam Mim) nuli podo ngadep anggeteaken, sak wuse lagi
didawuhi: Dzalika kitabu ila Akhir.23

CORAK MISTIS

Selain Aspek bahas yang di pahami, dimensi kebudayaan juga sering terlihat
dalam Tafsir al-Ibriz, misalnya aspek lokalitas, yang cenderung pada budaya dan sikap
mistisisme. Bentuk penafsiran seperti ini agaknya sulit untuk dihindari, namun justru
model penafsiran seperti ini telah menjadi kekayaan sendiri dalam yang mampu
menjelaskan kondisi sosial budaya masyarakat saat itu. Sebagaimana telah dijelaskan
oleh Sahiron Syamsudin bahwa dalam proses penafsiran hubungan antara penafsir

23
Bisri Musthofa, Al-Ibriz, Juz 1-10, halamn 4.
dengan realitas sosial sangatlah erat. Sehingga pada dasarnya penafsir membutuhkan
usaha yang ekstra untuk mendialogkan teks dengan realitas kehidupannya.24 Dan dari titik
ini bahwa kita mendapatkan bahwa relasi antara Bisri dan realita kehidupan merupakan
refleksi dari sebuah perkembangan peradaban umat Islam dan gambaran dari taraf
kemajuan Ilmu Pengetahuan saat itu,

Di sini penulis akan memberikan contoh bentuk tafsir yang cenderung pada aspek
budaya mistisisme,

Faidah Ashabul Kahfi pitu mau, asma-asmane kaya kang kesebut ngisor iki:
pertama, Maksalmina, kedua, talmikha, ketiga, martunus, Keempat, nainus, kelima,
sarayulus. Keenam, dzutuannus, ketujuh, palyastatyunus, nuli asune aran kedelapan,
qitmir, sakweneh Ulama kuno ana kang ngendiko : (Embuh Dasare) anak-anak iro
wulangen asma-asmane ashabul Kahfi, jalaran setengah saking khasiate,yen Asma-
asmane Ashhabul kahfi iku di tulis ono ing lawange omah, aman sangking kobong, ditulis
ana ing bondo, aman sangking kemalingan, di tulis ana ing perahu, aman sangking
kerem, kabeh mau bi Idzillah Taaala karomatan li Ashahabil Kahfi, sedulur kang
kepingin pirso jembare dak aturi mirsani ana ing jamal tafsir ala al-jalalain juz 3 shahifah
nomer 17.25

Dari diskripsi diatas dapat digarisbawahi bahwa Bisri sangat akomodatif terhadap
isu-isu mistisisme. Dan penjelsan tersebut menyuguhkan kepad kita betapa realitas saat
itu sangat kental dengan mistis. Adanya Jimat, hizib, doa-doa nya tertentu dan
terkadang disertai dengan amalan khusus, seperti puasa dan ziarah ke makam wali dan
sebagainya. Merupakan bentuk-bentuk ekpresi keagamaan yang menjadi khazanah
Keislaman Nusantara.

CORAK ILMI

Selain kental dengan insur budaya lokal, di dalam tafsir al-Ibriz juga terlihat
adanya apreasiasi yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan (science). Hal itu bisa saya lihat
dari beberapa penafsiran yang cenderung mengaitkan sebuah ayat dengan gejala atau
fenomena ilmu alam teori-teori ilmu pengetahuan, sebgai contoh diskripsi di bawah ini :

Muhimmah miturut-miturut keterangan-keterangan lan teori-teorine Ahli Ilmu


Haiah, ono ing wektu ketigo iku jarak antarane serngenge lan bumi iku luwih parek
ketimbang ono ing wektu rending srengenge kan tansah bendino nyorot marang bumi
daratan lan lautan. Biso nimbulake hawa panas kang kekandung ana ing bumi lan lan
bisa ngungahake uap kang nuli dadi mendung kumambang ano ing awing-awang kang

24
Sahiron Syamsudin, Relasi antara Tafsir dan Realitas Kehidupan, dalam kata Pengantar Al-
Quran dan Isu-Isi Kontemporer, (Yogyakarta : ElsaQ Press :2011) halaman vi.

25
Bisri Musthofa, Al Ibriz, Juz 11-20, halaman 890.
duwur banget.jarak antarane srengenge lan bumi soyo adoh sosyo adoh, kang jalan
mengkono iku mendung kang ngembang banyu iku nuli-nuli soyo parek soyo parek karo
bumiendeke mendung kang anduweni watak adem iku nyebabake timbale hawa panas
kang kekandung ana ing bumi, sehingga hawa panad lan hawa adem iku kang biso
nimbulake suara kang di sebut geluduk (rad) sanget bangete tempuke nuli biso nimbulake
padang-padang kang disebut kilat (barq) ora bedo karo tumpuke wesi lan watu. Kadang-
kadang biso nimbulake geni (shaiqah) iku kabeh ora tentangan karo keterangan-
keterangane Ulama kuno-kuno kang ngandarake menawa geluduk iku suwarane malaikat
kang angering mendung, lan kilat iku cemetine malaikat, lan liyan-liyane maneh. Sebab
keterangan-keterangan ing ngarep mau naming teori syari;at bae, adoh epreke jarak
antarane srengenge lan bumi, medune mendung, melakune mendung, munggahe howo
panas, tumpuke hawa adem lan hawa panas, lan liya-liyane maneh, kabeh mau ora bakal
biso dumadi kejobo kelawan qudrah irodahe Allah Taala utawa kanti ridakake malaikat
kang di tugasi dening Allah Taala. Mugo siro kabeh ojo kesusu pada salah paham.26

Diskripsi di atas merupakan penjelasan Bisri terhadap pandangan QS ar-Radu,


13. Dalam pemaparan diatas aspek ilmiah tersebut Nampak dari penjelsan tentang
terjadinya hujan, petis dan gemuruh, dalam teori tersebut dijelaskan bahwa pada saat
kemarau jarak antara bumi dan matahari semakin dekat, sehingga menibulkan hawa
panas terhadap bumi, dan pada saat ini pula dan panas bumi menguap dalam lama-lama
menjadi awan mendung dan menjadi awan mendung. Dan pada saat akan hujan, jarak
antara awan dan mendung dan bumi menjadi dekat, mendung yang mempunyai sifat
sejuk kemudian bertemu dengan hawa panas yang terkandung dalam bumi, sehingga
gesekan kedua hawa tersebut yang menurut Bisri bisa menimbulkan suara gemuruh, dan
karean banyaknya gesekan yang terjadi maka timbulah suara gemuruh, dan karena
banyakknya gesekan yang terjadi maka timbullah petir yang terkadang malam
menimbulkan api.

Dari paparan teori ilmiah diatas, ternyata dapat kita ketahui bahwa ungsur ilmiah
tersebut tidak murni, sebab di sis lain Bisri juga mengakomodir pendapat Ulama yang
cenderung mistis, yang mengakui pendapat bahwa petir kilat dan gemuruh, merupakan
tindakan malaikat, dalam pandangan tersebut, suara gemuruh petir dipahami sebagai
cambukan malaikat, ini adalah cirri khas dari Tafsir al-Ibriz, meski pengarang
menggunakan teori-teori ilmiah, namun aspek mistik agaknya tidak bisa dihilangkan,
dengan mengutip beberpa pendapat Ulama Bisri kemudian memaparkan secara singkat
ringkas dan padat, sehingga antara kedua perpektif tersebut (ilmiah dan mistis). Yang
pada dasarnya bertolak belakang mampu mengakomodir dalam satu penjelasan yang
terintegrasi.

KESIMPULAN

26
Ibid halaman 721-722
Hadirnya sebuah karya tak bisa dari konteks kehidupan yang melingkupinya,
faktor-faktor ekternal itulah yang cukup dominan muncul dalam lingkup keilmuan tafsir,
sebab tafsir buka lagi sebgai entitas personal, namun lebih pada usaha pemahaman yang
di tujukan kepad sosial, dalam hal itu, persilangan horizon pemikiran mutlak terjadi
dalam penafsiran dan itulah yang menjadikan sebuah tafsir mempunyai karakteristik yang
berbeda dengan yang lainya. Demikan hlanya dengan karya Tafsir al-Ibriz, aspek
lokalitas yang Nampak dalam tafsir ini sangat kaya berupa ungsur-ungsur mistisime yang
telah mengakar kuat di dalam kebudayaan jawa, namun demikian, penulis menenggarai
adanya talik ulur kecenderungan dari pengarang (Author), dimana dalam satu aspek
sangat sarat akan budaya mistis dan di sisi lain ada persinggungan dengan budaya
modernis, hal ini menjadikan penafsiran Bisri Musthofa berada pada dua kutub yang
belum berintegrasi secara utuh dan berdiri secara vis avis, oleh karenannya penulis
menyimpulkan bahwa tafsir al-Ibriz berada pada posisi transisi keilmuan, dari
Tradisional-mistis menuju modern-quasi sains, yang mana kenadali penafsiran masih di
dominasi dan dominan berpihak pad akar kebudayaan.

DAFTAR PUSTAKA
Adz-Dzhabi, Muhammad Husain, At-Tafsir Wa Al-mufassiriun, Cairo Maktabah
Wahbah,tt.
Anshari, Nur Said, Penafsiran Ayat-Ayat Tentang Syirik : Kajian kajian Tafsir al-
Ibriz karya Bisri Musthafa, Skripsi, 2008.
Huda, Zaenal, Kiai Bisri Musthofa dalam www,gusmus.net.
Misbahuddin, Ling, Tafsir al-Ibriz Limarifati Tafsir Al-Quran Al-Azizi Karya: KH
Bisri Musthofa Rembang: Studi Metodologi dan pemikiran, Tesis Pascasarjana IAIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, 1989.
Musthofa, Bisri, Al-Ibriz Li Marifatil Tafsir Al-Quran Al-Aziz Bi Al-Lughah Al-
Jawawiyah,Kudus, Manara Kudus, tt.
Solihin, Muhammad, Penafsiran KH Bisri Musthofa terhadap ayat-ayat
Mutashabihat Dalam Tafsir Al-Ibriz, Skripsi, UIN Sunan Kalijaga 2007.
Ulum, Miftahul, Komparasi Penafsiran Surat Al-maun KH Bisri Musthofa dan Nur
Khalik Ridwan. Skripsi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,2011.
www.pondok pesantren Net.

Anda mungkin juga menyukai