Anda di halaman 1dari 21

ACARA I OLAHAN DAN UJI DAGING

A. Metodologi
1. Alat
a. Uji pH
1. Alumunium foil
2. Gelas beker
3. Kertas lakmus pipet ukur
4. Pisau
5. Propipet
b. Uji Eber
1. Tabung reaksi
2. Kapas
3. Pipet ukur
4. Propiprt
5. Rak
6. Alumunium foil
7. Pisau
c. Bakso
1. Baskom
2. Blender
3. Kompor
4. Panci
5. Penumbuk
6. Pisau
7. Sendok
8. Solet
9. Telenan
10. Timbangan
d. Nugget
1. Baskom
2. Blender
3. Kompor
4. Penumbuk
5. Pisau
6. Sendok
7. Solet
8. Spatula
9. Telenan
10. Timbangan
11. Wajan
e. Furikake
1. Baskom
2. Kompor
3. Panci
4. Penumbuk
5. Pisau
6. Sendok
7. Solet
8. Spatula
9. Wajan
2. Bahan
a. Uji pH
1. Daging segar 5 gram
2. Daging refrigerator 5 gram
3. Daging beku 5 gram
4. Larutan eber
b. Uji Eber
1. Daging segar 5 gram
2. Daging refrigerator 5 gram
3. Daging beku 5 gram
4. Larutan eber
c. Bakso
1. Daging sapi 250 gram
2. Bawang putih
3. Garam
4. Lada
5. Tepung terigu
6. Tepung kanji
d. Nugget
1. Air es
2. Bawang putih
3. Daging ayam 25 gram
4. Garam
5. Lada
6. MSG
7. Polifosfat 0,25%
8. STPP
9. Tepung terigu
e. Furikake
1. Bawang merah
2. Bawang putih
3. Daun salam
4. Ebi
5. Garam
6. Gula merah
7. Ikan tongkol
8. Kacag tanah
9. Ketumbar
10. Lengkuas
11. Santan
12. Serai
13. Teri
3. Cara Kerja
a. Uji pH
Daging segar, daging refrigerator, daging
beku 5gr

Pemasukan kedalam gelas beker

Penambahan
Aquadest 5 ml

Pengamatan pH pada hari ke- 0, 2 dan 7

Gambar 1.1 Diagram Alir Uji pH


b. Uji Eber
Daging segar, daging refrigerator, daging
beku 5gr

Pemasukan kedalam tabung reaksi

Penambahan dan penutupan dengan kapas


Larutan Eber

Pengamatan kabut pada hari ke- 0, 2 dan 7

Gambar 1.2 Diagram Alir Uji Eber

c. Pembuatan Bakso
Daging 250 gram

Penggilingan

Bawang putih, garam, lada Penambahan bumbu

Pendiaman 5-10 menit

Tepung terigu, tepung kanji Pencampuran

Pembentukan adonan

Pemasakan dalam air mendidih hingga


mengapung

Pendinginan

Bakso

Gambar 1.3 Diagram Alir Pembuatan Bakso


d. Pembuatan Nugget

Daging ayam 250 gram

Penggilingan

MSG, garam 3,2gram, pilifosfat 0,25% Penambahan

Pendiaman 5-10 menit

Lada 1,3 gram, bawang putih, air es 44ml Penambahan

Pencampuran hingga rata

Tepung terigu 15 gram Penambahan

Pengadukan hingga kalis

Pembentukan adonan

Pendinginan dalam kulkas

Penggorengan

Penirisan

Nugget

Gambar 1.4 Diagram Alir Pembuatan Nugget


e. Pembuatan Furikake
Ikan tongkol, serai, daun salam

Perebusan 20 menit
Perebusan selama 30 menit

Penyuwiran

Bawang merah, bawang putih, gula


merah, ketumbar, garam (bumbu halus), 200 gr ikan suwir
lengkuas, santan

Minyak goreng Pemasakan hingga kering

Kacang tanah, teri, ebi Penambahan (bahan pelengkap)

Furikake
Gambar 1.5 Diagram Alir Pembuatan Furikake

B. Hasil dan Pembahasan


Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Uji pH pada Daging
Sampel Hasil uji pH hari ke-
0 2 7
Daging segar 6 9 9
Daging dingin 6 9 11
Daging beku 6 9 10

pH merupakan faktor penentu faktor penentu dari pertumbuhan mikroba, maka pH


akhir dari daging sangat penting untuk ketahanan penyimpanan daging. Prinsip kerja dari
uji pH adalah sampel dicincang, ditambah aquades dan diuji dengan menggunakan kertas
indikator pH. Sepotong daging diletakkan pada gelas beker kemudian dimasukkan aquades
hingga tercampur dan diaduk hingga terbentuk endapan. Selanjutnya kertas lakmus
dicelupkan kemudian diamati perubahan warnanya dan disesuaikan apakah pH daging
tersebut bersifat asam atau basa (Aritonang dan Mihrani, 2008). Uji pH berfungsi untuk
mengetahui keasaman suatu daging yang akan menguji seberapa besar tingkat kebusukan
daging tersebut derajat keasaman akan semakin meningkat seiring dengan tingkat
kebusukannya (Akhtar, 2013).
Langkah yang dilakukan untuk uji pH daging yaitu daging segar, daging
refrigerator, daging beku diambil 5 gram dicacah kecil dan dimasukkan kedalam gelas
beker. Aquadest sebanyak 5 ml ditambahkan. Kemudian pengamatan dilakukan pada hari
ke-0,2 dan 7 dengan mengunakan kertas lakmus.
Berdasarkan Tabel 1.1 pengamatan uji pH pada hari ke-0 sampel daging segar
memiliki pH sebesar 6, untuk sampel daging beku memiliki pH 6, dan sampel daging beku
memiliki pH 6. Pada hari ke-2 sampel daging segar memiliki pH 9, untuk sampel daging
dingin memiliki pH 9 dan untuk sampel daging beku memiliki pH 9. Pada hari ke-7 uji pH
untuk sampel daging segar memiliki pH 9, untuk sampel daging dingin pH nya 11 dan
untuk sampel daging beku pH nya 10.
Hasil praktikum tidak sesuai dengan teori Pambudi dkk (2014) yang menyatakan
bahwa pH pada daging segar menujukkan sifat asam yang masuk kategori asam lemah
(kadar pH 4,7-4,9), sedangkan pada daging busuk menunjukkan kadar pH yang lebih
kecil, yaitu masuk dalam kategori asam kuat, dengan kadar pH 3,3-3,6. pH normal daging
adalah 5,4-5,8. Faktor yang berpengaruh terhadap pH daging diantaranya adalah stress
sebelum pemotongan, injeksi hormon atau obat-obatan, spesies, individu ternak dan
macam otot, stimulasi listrik, aktivitas enzim dan terjadinya glikosis. Pengaruh temperatur
terhadap perubahan pH daging adalah sebagai akibat pengaruh langsung dari temperatur
terhadap glikolisis postmortem. Glikolisis adalah pembebasan energi melalui oksidasi unit
glukosa yang diawali dengan degradasi glikogen secara enzimatik (glikogenolisis)
Estoepangestie dkk (2011),
Tabel 1.2 Uji Eber pada Daging Sapi Dengan Berberapa Perlakuan
Kelompok Sampel Hasil uji eber hari ke-
0 2 7
1,4,7,10 Daging segar + + ++
2,5,8 Daging dingin + + ++++
3,6,9 Daging beku + + +++
Sumber: Laporan Sementara
Keterangan:
+ : Tidak mengandung gas
++ : Mengandung sedikit gas
+++ : Mengandung sedang gas
++++ : Mengandung banyak gas
Uji eber merupakan uji yang dilakuakan untuk mengetahui adanya pembusukan
pada daging dengan cara meletakkan daging dalam 5ml reagen eber dalam tabung reaksi
kemudian tabug reaksi ditutup rapat. Jika terdapat kabut berwarna putih maka
menandakan daging telah membusuk (Hadiwiyoto, 2005). Fungsi uji eber adalah
untuk mengetahui daya simpan daging dan kualitas daging dimana untuk mengetahui
pembusukan pada daging. Pada uji eber jika daging mengalami pembusukan, maka daging
akan mengeluarkan gas NH3. Gas NH3 ini kemudian berikatan dengan asam kuat (HCl)
sehingga membentuk NH4Cl (gas). Daging yang busuk akan menghasilkan gas putih pada
dinding tabung raksi. Jika terjadi pembusukan, maka pada uji ini ditandai dengan
terjadinya pengeluaran asap di dinding tabung, dimana rantai asam amino akan terputus
oleh asam kuat (HCl) sehingga akan membentuk NH4Cl (gas) (Dengen, 2015).
Langkah yang dilakukan untuk pengujian eber pada daging yaitu sampel daging
segar, daging refrigerator dan daging beku masing-masing dicacah dimasukkan sebanyak 5
gram kedalam tabunng reaksi. Kemudian larutan eber ditambahkan dan ditutup engan
kapas. Pengamatan uji dilakukan pada hari ke-0, 2 dan 7.
Berdasarkan tabel 1.2 pada sampel daging segar hari ke-0 sampel tidak
mengandung gas, untuk daging dingin sampel tidak mengandung gas, dan untuk daging
beku sampel juga tidak mengandung gas. Pada uji eber hari ke-2 sampel daging segar
tidak mengandung gas, untuk sampel dagig beku tidak mengandung gas, dan untuk sampel
daging beku tidak mengandung gas. Pada hari ke-7 sampel daging segar mengandung
sedikit gas, untuk sampel daging dingin mengandung banyak gas, dan untuk sampel
daging beku mengandung sedang gas. Sehingga didapatkan hasil pada uji eber hari ke-0
dan hari ke-2 sampel tidak menganung gas artinya sampel dagig masih bagus tetapi pada
hari ke-7 mulai terlihat adanya kebusukan.
Berdasarkan praktikum sampel yang paling baik yaitu daging segar kemudian
daging beku dan untuk daging yang paling tidak bagus yaitu daging dingin. Hasil
praktikum tidak sesuai dengan teori Estoepangestie dkk (2011), yang menyebutkan bahwa
hasil uji eber yang disimpan pada suhu ruang lebih cepat megalami awal pembusukan
daripada daging yang disimpan pada suhu chilling. Menurut Dengen (2015), hal tersebut
bisa disebabkan oleh adanya mikroba yang mengkontaminasi yang dapat menyebabkan
kebusukan. Kontaminasi dapat terjadi pada saat proses penyembelihan seperti dari alat-alat
penyembelihan, bangunan, kontak oleh manusia, dan kontak antar karkas. Bakteri yang
sering berperan sebagai pembusuk adalah Pseudomonas, Acinetobacter atau Moraxella,
Aeromonas, Alteromonas putrefaciens, Lactobacillus, dan Brochothrix thermosphacta.
Ciri-ciri daging segar adalah daging berwarna merah, tidak pucat, tidak kotor,
bertekstur kenyal yang apabila ditekan sedikit daging tersebut akan kembali ke posisi
semula, memiliki aroma khas daging dan cairan merah mirip darah yang terdapat pada
daging bukanlah darah melainkan sari dari daging tersebut (Sarwan, 2015). Sedangkan
ciri-ciri daging yang busuk yaitu berbau busuk, bisa saja berjamur, tidak elastis, berair, dan
jika ditekan akan mengeluarkan air dan sudah tidak berbau khas daging (Yuyun, 2010).
Menurut Prasetyo dan Kendriyanto (2010), Penyimpanan daging segar yaitu
dengan refrigerator pada suhu dingin antara 0-4oC. Penyimpanan dingin konvensional ini
hanya berfungsi untuk mencegah daging cepat rusak secara fisik dan oleh mikroba.
Keasaman daging ditunjukkan dengan nilai pH. pH ultimat daging sapi adalah 5,4-5,8 dan
nilai pH daging dipengaruhi oleh kandungan glikogen daging serta daya ikat air daging.
Sapi yang diistirahatkan sebelum disembelih akan mempunyai cadangan glikogen tinggi
sehingga berpengaruh baik pada kualitas daging. Nilai pH daging bisa juga dipengaruhi
aktivitas bakteri dalam daging yang mendukung terjadinya proses fermentasi selama
penyimpanan.
Menurut Zymon et al (2007), pembekuan adalah metode yang paling alami dalam
mempersiapkan daginguntuk penyimpanan lama, memungkinkan nilai gizi yang penuh
pada daging terjaga sebelum disajikan. Selama pembekuan dan penyimpanan beku, daging
mengalami perubahan kualitatif fisikokimia tertentu, jenis dan luas yang sangat tergantung
pada metode dan laju pembekuan. Sebagian besar perubahan ini, termasuk perubahan
konsistensi, perubahan warna atau berat daging menurun terkait dengan pembentukan
kristal es. Selama penyimpanan beku, lipid mengalami beberapa perubahan, terutama
autooksidasi dan perubahan hidrolitik.
Suhu yang rendah, dapat menghambat penurunan nilai pH pada daging. Hal ini
dapat dilihat pada laju glikolisis daging yang dihambat oleh rendahnya suhu sehingga
penurunan pH terhambat antara pH 5,5 sampai dengan 5,6. Daging dengan pH akhir yang
rendah sekitar 5,1 sampai dengan 6,1 mempunyai struktur yang terbuka yang
memudahkan penetrasi zat-zat tertentu ke dalam daging seperti pada proses pengasinan
daging. Struktur terbuka ini diduga akan memudahkan masuknya enzim proteolitik dan zat
antimikroba. Kisaran pH optimal untuk aktivitas proteolitik adalah 5,0 sampai dengan 6,0
(Komariah dkk, 2004).
Tabel 1.3 Hasil Uji Organoleptik Bakso
Kode Parameter
sampel Warna Rasa Aroma Tekstur Overall
123 3.12a 3.04bc 3.12a 2.80a 2.64a
231 3.24a 3.12c 3.24a 2.96a 3.52b
312 3.04a 2.08a 2.80a 2.76a 3.20b
214 3.12a 2.52ab 2.84a 2.84a 2.64a
Keterangan:
Nilai yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang
berbeda nyata pada taraf signifikan 5%
Semakin besar nilai, menunjukkan tingkat kesukaan panelis tinggi
Kode sampel:
123 = Kanji 25 gram
231 = Terigu 25 gram
312 = Kanji 5 gram, terigu 20 gram
214 = Kanji 20 gram, terigu 5 gram
Bahan-bahan yang digunakan alam pembuatan bakso yaitu daging sapi, bawang
putih, garam, lada, tepung kanji, tepung terigu. Setiap bahan mempunyai fungsi masing-
masing, seperti daging, daging berfungsi sebagai bahan utama pembuatan bakso dan
memberi aroma dan rasa khas daging. Daging yang digunakan untuk membuat bakso
adalah daging segar yang segera setelah pemotongan tanpa mengalami proses
penyimpanan sehingga dapat menghasilkan bakso dengan kualitas baik. Daging yang
banyak digunakan untuk membuat bakso adalah daging penutup, pendasar, gandik,
lemusir, paha depan, dan daging iga (Sudrajat, 2007).
Penambahan tepung terigu agar adonan bakso tidak lengket. Sedangkan
penambahan tepung kanji digunakan sebagai pengenyal dan perekat alami. Biasanya
tepung kanji dicampur dalam adonan bakso agar lebih kenyal dan tidak pecah ketika
direbus. Garam dapur atau NaCl mempunyai fungsi untuk meningkatkan cita rasa produk
bakso, sebagai pelarut protein yaitu miosin sehingga menstabilkan emulsi daging, sebagai
pengawet karena dapat mencegah pertumbuhan mikroba sehingga memperlambat
kebusukan dan untuk meningkatkan daya mengikat air. Garam dapat memperbaiki sifat
fungsional produk daging dengan mengekstrak protein miofibril dari sel-sel otot selama
perlakuan mekanis dan berinteraksi dengan protein otot selama pemanasan sehingga
terbentuk matriks yang kuat dan mampu menahan air bebas serta membentuk tekstur
produk. Penambahan garam sebaiknya tidak kurang dari 2% atau lebih dari 4% karena
konsentrasi garam kurang dari 1,8% menyebabkan rendahnya protein terlarut (Sudrajat,
2007).
Merica atau lada merupakan salah satu bahan bumbu untuk memberikan kesan rasa
pedas pada produk pangan serta dapat memperbaiki rasa dan aroma. Manfaat lain untuk
meningkatkan nafsu makan, karena efek stimulan dalam saluran usus, sehingga
memberikan reaksi rasa pedas dari pengaruh non volatil ether extract yang terkandung
alam merica (Hasrati dan Rusnawati, 2011). Bawang putih yang
digunakan sebagai bumbu merupakan salah satu rempah yang biasa digunakan sebagai
pemberi rasa dan aroma makanan, bawang putih terutama ditujukan untuk menambah
flavor sehingga produk akhir mempunyai flavor yang menarik. Fungsi bawang putih selain
sebagai antimikrobia juga dapat digunakan sebagai bahan pengawet (Puspitasari, 2008).
Pembuatan bakso terdiri dari tahapan proses yaitu daging sapi dibersihkan dan
dipisahkan dari lemak dan uratnya lalu dipotong-potong kecil (dicincang) baru di lakukan
penggilingan hingga halus (lumat), penggilingan ini bertujuan untuk mempermudah
pembentukan adonan. Daging yang sudah benar-benar halus (lumat) dan bersih siap untuk
dicampurkan dengan bahan lain. Daging yang telah lumat dicampur dengan tepung
tapioka dan bumbu-bumbu yang telah dihaluskan. Bila perlu digiling kembali, sehingga
dihasilkan adonan bakso yang benar-benar telah homogen dan benar-benar sudah halus.
Adonan yang telah dibentuk dituang ke dalam wadah dan siap untuk dibentuk bola-bola
kecil. Pencetakan dilakukan dengan tangan, dengan cara mengepalngepal adonan dan
kemudian ditekan sehingga adonan yang telah memadat akan keluar berupa bulatan.
Dapat juga digunakan sendok untuk membentuknya. Adonan yang telah dibentuk
langsung direbus dalam air yang mendidih. Perebusan dilakukan sampai bakso matang,
matangnya bakso ditandai dengan mengapungnya bakso di atas permukaan air perebusan,
kemudian ditiriskan bakso dan setelah dingin dapat dikemas lalu dipasarkan dan
kemudian dikonsumsi (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Pada proses pembuatan bakso yang paling penting adalah proses pencampuran
bahan. Adonan bakso juga ditambahkan bumbu-bumbu. Bumbu merupakan salah satu
faktor yang mendukung keberhasilan pembuatan bakso dan berfungsi memperbaiki atau
memodifikasi rasa serta daya simpan produk olahan daging. Bumbu-bumbu yang
digunakan dalam pembuatan bakso daging sapi adalah garam dapur halus dan bumbu
penyedap yang terbuat dari campuran bawang putih dan merica. Penambahan bumbu ini
berfungsi untuk meningkatkan nilai cita rasa dan aroma pada bakso (Wibowo, 2014).
Pada pembuatan bakso daging sapi sebanyak 250 gram digiling kemudian
ditambahkan bawang putih yang sudah dihaluskan, garam, dan lada, lalu didiamkan
selama 5-10 menit. Kemudian tepung terigu dan tepung kanji dicampurkan dan dibentuk
adonan bulat-bulat. Setelah itu dimasukkan dalam air mendiih hingga mengapung,
ditiriskan. Kemudian dilakukan uji organoleptik.
Menurut Hasrati dan Rini (2011), kenampakan bakso daging adalah berbentuk
bulat, halus, seragam, bersih dan cemerlang, tidak kusam sedikitpun, tidak berjamur dan
tidak berlendir. Warna bakso daging adalah coklat muda cerah atau sedikit agak
kemerahan atau coklat muda hingga coklat muda agak keputih putihan atau abu abu. Dan
warna tersebut merata tanpa warna lain yang mengganggu. Bau bakso adalah bau khas
daging segar rebus dominan, tanpa bau tengik/ masam/ basi/ busuk dan bau bumbu cukup
tajam, tapi tidak berlebihan. Rasa bakso adalah memiliki rasa lezat, enak, rasa daging sapi
dominan dan rasa bumbunya cukup menonjol tetapi tidak berlebihan. Tidak terdapat rasa
asing. Tekstur bakso daging adalah kompak, elastis, kenyal tetapi tidak membal , tidak
ada serat dagingnya, tidak lembek, tidak basah berair dan tidak rapuh.
Parameter uji organoleptik pada pembuatan bakso didasarkan pada warna, rasa,
aroma, tekstur dan overall. Pada pembuatan bakso digunakan empat formulasi yang
berbeda yaitu pada kode 123 formulasi penambahan kanji 25 gram, kode 231
penambahan terigu 25 gram, kode 312 dengan formulasi kanji 5 gram dan terigu 20 gram,
kode 214 dengan formulasi kanji 20 gram dan terigu 5 gram. Pada parameter warna dari
yang paling disukai hingga yang paling tidak disukai yaitu kode 231 dengan nilai 3.24
dengan formulasi penambahan terigu 25 gram kemudian kode 214 dan kode 123 dengan
nilai pada kode 214 sebesar 3.12 dengan formulasi kanji 20 gram dan terigu 5 gram,
untuk kode 123 dengan nilai 3.12 dengan formulasi penambahan kanji 25 gram. Untuk
kode sampel yang paling tidak disukai yaitu kode 312 dengan nilai 3.04 dengan formulasi
kanji 5 gram dan terigu 20 gram. Pada parameter warna tidak ada beda nyata, sehingga
perbedaan formulasi yang digunakan tidak meyebabkan perbedaan warna.
Pada parameter rasa dari yang paling disukai hingga yang paling tidak disukai
yaitu kode 231 dengan nilai 3.12 dengan formulasi terigu 25 gram, kemudian kode 123
dengan nilai 3.04 dengan formulasi kanji 25 gram. Lalu kode 214 dengan nilai 2.52
dengan formulasi kanji 20 gram dan terigu 5 gram. Untu kode sampel yang paling tidak
disukai yaitu kode 312 dengan nilai 2.08 dengan formulasi kanji 5 gram dan terigu 20
gram. Pada parameter rasa ada beda nyata, artinya perbedaan formulasi yang digunakan
mempengaruhi rasa bakso.
Pada parameter aroma dari yan paling isukai hingga yang paling tidak disukai
yaitu kode 231 dengan nilai 3.24 dengan formulasi terigu 25 gram, kemudian kode 123
dengan nilai 3.12 dengan formulasi kanji 25 gram. Lalu kode 214 dengan nilai 2.84
dengan formulasi kanji 20 gram dan terigu 5 gram. Untuk kode sampel yang paling tidak
disukai yaitu kode 312 dengan nilai 2.80 dengan formulasi kanji 5 gram dan terigu 20
gram. Pada parameter aroma tidak ada beda nyata, sehingga perbedaan formulasi tiak
menyebabkan perbedaan aroma.
Pada parameter tekstur kode sampel dari yang paling disukai hingga yang paling
tidak disukai yaitu kode 231 dengan nilai 2.96 dengan formulasi terigu 25 gram,
kemudian kode 214 dengan nilai 2.84 dengan formulasi kanji 20 gram dan terigu 5 gram.
Selanjutnya kode sampel 123 dengan nilai 2.80 dengan formulasi kanji 25 gram. Untuk
kode sampel yang paling tidak disukai yaitu kode 312 dengan nilai 2.76 dengan formulasi
kanji 5 gram dan terigu 20 ram. Pada parameter tekstur tidak ada beda nyata, artinya
perbedaan formulasi tidak menyebabkan adanya perbedaan tekstur bakso.
Pada parameter overall atau secara keseluruhan kode sampel dari yang paling
disukai hingga yang paling tidak disukai yaitu pada kode sampel 231 dengan nilai 3.52
dengan formulasi terigu 5 gram. Kemudian kode 312 dengan nilai 3.20 dengan formulasi
kanji 5 gram dan terigu 20 gram. Kemudian kode 123 dan koe 214, pada kode sampel 123
dengan nilai 2.64 dengan formulasi kanji 25 gram, untuk kode 214 dengan nilai 2.64
dengan formulasi kanji 20 gram dan terigu 5 gram.
Menurut Triatmojo (1992), kualitas bakso ditentukan antaralain oleh banyaknya
bahan pengisi atau pengikat yang ditambahkan. Padaumumnya, bahan pengisi atau
pengikat yang dipakai adalah bahan-bahan yang mengandung pati.Substitusi daging
dengan bahan pengisi dianjurkan tidakmelebihi 50% karena dapat mempengaruhi
komposisi, kualitas fisik danorganoleptik produk. Selain itu penambahan air pada adonan
bakso juga mempengaruhi tekstur bakso yang dihasilkan. Air diberikan dalam bentuk es
batu atau air es, supaya suhu adonan selama penggilingan tetap rendah. Jumlah
penambahan air biasanya berkisar antara 20-50% dari berat tepung yang ditambahkan.
Untuk menghasilkan tekstur adonan yang sama, semakin banyak penambahan tepung
semakin banyak air yang harus ditambahkan.
Tabel 1.4 Hasil Uji Organoleptik Nugget Ayam
Kode Parameter
sampel Warna Aroma Rasa Tekstur Overall
657 3.64ab 3.64ab 3.76ab 3.68a 3.84a
732 3.24a 3.34ab 3.48a 3.40a 3.60a
236 3.36ab 3.20a 3.64ab 3.44a 3.56a
273 3.72b 3.84b 4.04b 3.60a 3.92a
Keterangan:
Nilai yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang
berbeda nyata pada taraf signifikan 5%
Semakin besar nilai, menunjukkan tingkat kesukaan panelis tinggi
Kode sampel:
657 = Penambahan STPP + garam + MSG
732 = Penambahan garam
236 = Penambahan STPP + garam
273 = Penambahan MSG + garam
Daging ayam merupakan bahan utama dalam pembuatan chicken nugget. Daging
ayam merupakan salah satu jenis pangan sumber protein yang biasa digunakan dalam
pembuatan nugget. Semakin segar daging semakin bagus mutu nugget yang
dihasilkan.bawang putih mempunyai aroma yang sangat khas sekali dan merupakan salah
satu bahan yang berfungsi sebagai bumbu yang memberikan rasa gurih dan aroma yang
harum dalam pembuatan nugget. Bau khas dari bawang putih berasal dari minyak volatil
yang mengandung komponen sulfur. Penggunaan bawag putih dallam pembuatan nugget
dihaluskan agar bisa tercampur rata dalam adonan (Yuliani, 2013).
Fungsi MSG yaitu untuk meningkatkan rasa yang diinginkan dan mengurangi rasa
yang tidak diinginkan. MSG murni tidak berbau, tetapi memiliki cita rasa yang nyata yaitu
campuran rasa manis dan asin yang terasa enak dimulut.fungsi tepung terigu pada nugget
yaitu untuk memperbaiki sifat elastis, warna dan kekuatan gel. Tepung terigu mengandung
gluten yang tinggi sehingga dapat mengikat air lebih banyak.tepung terigu mmengandung
gluten yang tinggi sehingga dapat mengikat air lebih banyak.STPP mempunyai fungsi
meningkatkan pH dan daya mengikat air, menurunkan penyusutan makanan karena dapat
mengurangi air yang hilang selama pemasakan, meningkatkan keempukan dan
menstabilkan warna dan keseragaman, sebagai antioksidan serta meningkatkan mutu
produk (Sudrajat, 2007).
Penambahan air es untuk melarutkan garam dan mendistribusikannya secara
merata keseluruh bagian masa daging, memudahkan ekstraksi protei serabut otot,
membantu pembentukan emulsi dan mempertahankan suhu adonnan akibat pemanasan
mekanis.selain itu penambahan air es juga digunakan untuk menjaga kelembaban prouk
akhir agar tidak kering, meningkatkan keeempukan dan sari minyak (juiceness) daging.
Jumlah air es yang ditambahkan dalam adonan mempengaruhi kadar air, daya mengikat
air, penambahan dianjurkan sebanyak 20% dari berat daging yang digunakan (Sudrajat,
2007).
Lada atau merica merupakan salah satu bahan yang termasuk dalam bumbu
mempunyai aroma khas dan rasa sedikit pedas. Rasa pedas merica isebabkan oleh adanya
zat piperin dan piperanin, serta chavicia yang merupakan persenyawaan dari piperin
dengan alkaloida. Penggunaan lada atau merica dalam pembuatan nugget agar mempunyai
rasa sedikit pedas. Garam merupakan komponen bahan makanan yang itambahkan dan
digunakan untuk penegas cita rasa dan bahan pengawet. Penggunaan garam tidak boleh
terlalu banyak karena akan menyebabkan terjadinya penggumpalan (salting out) dan rasa
produk menjadi asin. Konsentrasi garam yang ditambahkan biasanya berkisar 2 sampai
3% dari berat daging yang digunakan (Yulianti, 2013).
Tahapan dalam membuat nugget menurut Yulianti (2013) yaitu:
a. Penimbagan bahan
Penimbangan bahan merupakan kegiatan menimbang semua bahan sesuai dengan
formula yang ditentukan. Semua harus ditimbang dengan benar agar tidak terjadi
kesalahan dalam pembuatan nugget.
b. Penggilingan
Tahap ini dilakukan untuk membuat tekstur daging ayam menjadi lebih halus agar
mudah dicampur dan dicetak dengan bahan lain.
c. Pencampuran bahan
Semua bahan dicampur dan diaduk agar menjai suatu adonan nugget yang homogen.
Pencampuran bahan meliputi ayam, MSG, garam, polifenol, lada, bawang putih, air es
an tpung terigu.
d. Pencetakan
Adonan nugget dicetak dengan rapi, pencetakannya dilakukan dengan cara dibentuk
degan tangan atau bisa juga dicetak dengan plastik.
e. Pemaniran
Pemaniran merupakan proses yang harus dilakukan dalam pembuatan nugget. Dengan
cara menutupi seluruh permukaan nugget degan tepung roti atau tepung panir.hal ini
dilakukan agar nugget mempunyai lapisan tepung roti dan bertekstur renyah setelah
digoreng
f. Pengggorengan
Penggorengan awal (pre frying) adalah langkah yang terpenting dalam aplikasi
pemaniran. Tujuan penggorengan awal adalah untuk menempelkan perekat tepung
pada produk. Penggorengan merupakan proses termal yang umum dilakukan orang
dengan menggunakan minyak atau lemak pangan. Bahan pangan yang digoreng
mempunyai permukaan luar berwarna coklat keemasan. Warna yang muncul
disebabkan karena reaksi pencoklatan
Tahapan proses yang dapat menentukan mutu para nugget ialah pada proses
penggilingan dan penggorengan. Tahap penggilingan daging ini sangat penting karena
jika tidak ada protein yang terekstrak, maka serpihan daging tidak dapat saling berikatan
selama proses pemasakan dan tidak menghasilkan produk yang bermutu baik. Kemudian
pada tahap penggorengan, pada saat nugget digoreng akan terjadi pindah panas dari
sumber panas penggoreng ke bahan pangan, dimana minyak goreng ini sebagai media
pemindah panas yang menyebabkan perubahan pada warna, aroma, rasa dan tekstur
nugget
(Muchtadi dan Ayustaningwarno, 2010).
Pembuatan nugget diawali dengan penyiapan daging ayam sebanyak 250 gram
kemudian daging ayam digiling. Ditambahkan MSG, garam, polifosfat 0,25% didiamkan
selama 5-10 menit. Kemudian ditambahkan lada, bawang putih, dan air es dan dicampur
hingga rata, kemudian ditambahkan tepug terigu sedikit demi sedikit dan diaduk hingga
kalis. Adonan nugget dibentuk sesuai keiinginan selanjutnaya diberi tepung panir atau
tepung roti. Nugget digoreng ditiriskan dan diuji organoleptik.
Pengujian organoleptik pada nugget ayam didasarkan pada empat parameter yaitu
warna, aroma, rasa, tekstur dan overall dengan penggunaan empat formulasi yang
berbeda. Untuk kode sampel 657 menggunakan formulasi penambahan STPP + garam +
MSG, untuk kode 732 dengan formulasi penambahan garam, untuk kode 236 dengan
formulasi penambahan STPP + garam, dan untuk kode 273 dengan formulasi
penambahan MSG + garam. Pada parameter warna yang paling disukai hingga yng tidak
disukai yaitu kode 273 dengan nilai 3.72 dengan formulasi penambahan MSG + garam,
kemudian kode 657 dengan nilai 3.64 dengan formulasi penambahan STPP + garam +
MSG, lalu kode 236 dengan nilai 3.36 dengan formulasi penambahan STPP + garam.
Untuk kode yang paling tidak disukai yaitu kod 732 dengan nilai 3.24 dengan formulasi
penambahan garam. Pada uji organoleptik parameter warna terdapat beda nyata, artinya
perbedaan formulasi yang digunakan menyebabkan perbedaan warna yang dditimbulkan.
Pada parameter aroma dari yang paling disukai hingga yang tidak disukai yaitu
pada kode 273 dengan nilai 3.84 dengan formulasi penambahan MSG + garam.
Kemudian kode 657 dengan nilai 3.64 dengan formulasi penambahan STPP + garam +
MSG, kemudian kode 732 dengan nilai 3.34 dengan formulasi penambahan garam. Untuk
kode sampel yang paling tidak disukai yaitu koe 236 dengan nilai 3.20 dengan formulasi
penambahan STPP + garam. Pada parameter aroma tidak ada beda nyata, sehingga
perbedaan formulasi menyebabkan adanya perbedaan aroma.
Pada parameter rasa dari yang paling disukai hingga yang paling tidak disukai
yaitu pada kode sampel 273 dengan nilai 4.04 dengan formulasi penambahan MSG +
garam, kemudian koe 657 dengan nilai 3.76 dengan formulasi penambahan STPP +
garam + MSG. Kemudian kode 236 dengan nilai 3.64 dengan formulasi penambahan
STPP + garam. Untuk kode yang paling tidak disukai yaitu kode 732 dengan nilai 3.48
dengan formulasi penambahan garam. Untuk parametr rasa ada beda nyata,berarti
perbedaan penambahan formulasi menyebabkan perbedaan rasa.
Pada parameter tekstur dari yang paling disukai hingga yang paling tidak disukai
yaitu pada kose 657 denga nilai 3.68 dengan formulasi penambahan STPP + garam +
MSG, kemudian kode 273 dengan nilai 3.60 dengan formulasi penambahan MSG +
garam. Lalu kode 236 dengan nilai 3.44 dengan formulasi penambahan STPP + garam.
Untuk kode 732 dengan nilai 3.40 dengan formulasi penambahan gara. Pada parameter
tekstur tidak ada beda nyata, perbedaan penggunaan formulasi tidak menyebabkan
perbedaan tekstur.
Pada parameter overall kode sampel dari yang paling disukai hingga yang paling
tidak disukai yaitu pada kode 273 dengan nilai 3.92 dengan formulasi penambahan MSG
+ garam, kemudian kode 657 dengan nilai 3.84 dengan formulasi penambahan STPP +
garam + MSG. Kemudian kode sampel 732 dengan nilai 3.60 dengan formulasi
penambahan garam. Untuk kode sampel yang paling tidak disukai yaitu kode 236 dengan
nilai 3.56 dengan formulasi penambahan STPP + garam. Pada parameter overall atau
secara keseluruhan tidak ada beda nyata, berarti perbedaan penggunaan formulasi tidak
menyebabkan adanya perbedaan secara keseluruhan.
Menurut Permadi dkk. (2011), faktor yang mempengaruhi kualitas nugget ayam
yang dihasilkan diantaranya adalah pertama proses penggorengan kemungkinan
menyebabkan warna nugget menjadi agak coklat karena adanya reaksi pencoklatan non-
enzimatik dari gula pereduksi yang dikandungnya, dimana warna pada daging olahan
dapat diperoleh dari pengaruh cara pengolahan dan bahan yang ditambahkan. Faktor
kedua adalah penggilingan atau pengecilan ukuran berfungsi agar area permukaan daging
meluas sehingga dapat terjadi ekstraksi protein. Ekstraksi protein sangat penting karena
apabila tidak terjadi ekstraksi maka daging tidak dapat menyatu saat dimasak, dan hal ini
dapat mempengaruhi tekstur nugget yang dihasilkan. Faktor ketiga adalah rasa nugget
kemungkinan merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kesukaan panelis.
Semakin enak rasanya dan gurih, semakin besar tingkat kesukaan panelis terhadap produk
nugget yang disajikan, dan sebaliknya. Faktor yang terakhir adalah permukaan yang halus
dari nugget bukan merupakan karakteristik yang diharapkan oleh konsumen. Lemak
dalam bahan makanan dapat menyebabkan lebih enaknya makanan tersebut, karena
lemak dapat mengabsorpsi dan menambah flavor.
Tabel 1.5 Hasil Uji Organoleptik Furikake
Kode Parameter
sampel Warna Aroma Rasa Tekstur Overall
125 3.48b 3.32b 3.28b 3.00ab 3.32b
315 3.20b 2.92ab 3.12ab 3.01ab 3.12b
754 3.48b 3.20ab 3.56b 3.44b 3.52b
453 3.29a 2.84a 2.64a 2.76a 2.68a
Keterangan:
Nilai yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang
berbeda nyata pada taraf signifikan 5%
Semakin kecil nilai, menunjukkan tingkat kesukaan panelis kecil
Kode sampel:
125 = Tanpa penambahan (Kontrol)
315 = Penambahan kacang tanah
754 = Penambahan Ebi
453 = Penambahan Teri
Menurut Hardiyanto (2013), furikake adalah bumbu yang berupa butiran tepung
yang mirip dengan abon ikan yang ditaburkan diatas nasi. Furikake dibuat dari campuran
ikan teri dengan ikan cakalang yang tulangnya kemudian ditumbuk dan dihaluskan. Dalam
istilah Indonesia furikake sering disebut dengan abon ikan.
Pembuatan furikake yaitu pertama ikan tongkol, serai dan daun salam direbus
selama 20 menit. Perebusan disertai serai dan daun salam bertujuan agar tidak ada bau
amis tongkol. Kemudian disuwir. Bumbu bawang merah, bawang putih, gula merah,
ketumbar, garam (bumbu halus), lengkuas santan dicampur terlebih dahulu bumbu-bumbu
dihaluskan. Kemudian ditambahkan dengan 200 gram ikan tongkol yang disuwir. Minyak
goreng dimasukkan dalam wajan kemudian bahan dimasukkan dimasak hingga
mengering. Kemudian ditambahkan bahan pelengkap terdapat empat perbedaan formulasi
yaitu penambahan kacang tanah, penambahan ebi, penambahan teri dan perlakuan kontrol
(tanpa penambahan). Menurut Kusumayani dkk (2011), proses pembuatan furikake atau
abon ikan adalah sebagai berikut: ikan yang sudah dicuci, dibersihkan kemudian disiangi,
dikukus dan dicabik-cabik, setelah itu ikan dimasukkan kedalam wajan, diberi bumbu,
santan, lalu digoreng hingga kering, abon yang sudah jadi kemudian ditiriskan atau
dipress, diangin-annginkann dan siap untuk dikemas.
Menurut Hadi (2013), proses pembuatan furikake terdiri dari perebusan daging,
penyeratan daging, penghalusan bumbu, pencampuran bumbu dengan seratan daging,
penggorengan dan pengepresan. Lama perebusan daging dan lama penggorengan sangat
berpengaruh terhadap sifat organoleptik, terutama terhadap warna, bau, dan rasa.
Perebusan daging berguna untuk membunuh bakteri juga berguna untuk meningkatkan
keempukan daging, tetapi perebusan yang terlalu lama justru akan merusak protein daging
dan daging menjadi hancur sehingga sulit untuk dilakukan penyeratan daging.
Berdasarkan tabel 1.5 hasil uji organoleptik furikake dengan empat formulasi
berbeda yaitu kode 125 tanpa penambahan (kontrol), kode 315 penambahan kacang tanah,
kode 754 penambahan ebi, dan kode 453 dengan penambahan teri dan pengujian dengan
lima parameter yaitu warna, aroma, rasa, tekstur dan overall. Pada parameter warna yang
paling disukai adalah kode 125 dengan nilai 3.48 dan kode 754 dengan nilai 3.48, untuk
kode 125 dengan formulasi tanpa penambahan (kontrol), untuk kode 754 dengan formulasi
penambahan ebi, kemudian kode 453 nilai 3.29 dengan formulasi penambahan teri. Untuk
yang tidak disukai kode 315 dengan nilai 3.20 dan formulasi penambahan kacang tanah.
Pada parameter warna terdapat beda nyata, yang berarti perbedaan penambahan bahan
tambahan menyebabkan adanya beda nyata.
Untuk parameter aroma yang paling disukai kode 125 dengan nilai 3.32 dan
formulasi tanpa penambahan, kemudian kode 754 dengan nilai 3.20 dan formulasi
penambahan ebi. Lalu kode 315 dengan nilai 2.92 dan formulasi penambahan kacang
tanah. Untuk yang tidak disuakai yaitu kode 453 dengan nilai 2.84 dan formulasi
penambaha teri. Pada parameter aroma terdapat beda nyata yang berarti perbedaan
formulasi penambahan bahan menyebabkan adanya beda aroma
Untuk parameter rasa dari yang paling disukai hingga yang tidak disukai yaitu pada
kode 754 dengan nilai 3.56 dan formulasi penambahan ebi, kemudian kode 125 dengan
nilai 3.28 dan dengan tanpa penambahan apapun (kontrol). Kemudian kode 315 dengan
nilai 3.12 dengan formulasi penambahan kacang tanah. Kemudian untuk kode yang tidak
disukai yaitu kode 453 dengan nilai 2.64 dengan formulasi penambahan teri. Pada
parameter rasa terdapat perbedaan nyata, sehingga pada perbedaan formulasi
menimbulkan rasa yang berbeda.
Pada parameter tekstur dari yang paling disukai hingga ynag tidak disukai yaitu
kode sampel 754 dengan nilai 3.56 dengan formulasi penambahan ebi, kemudian kode 125
dengan nilai 3.28 dengan tanpa penambahan (kontrol). Kemudian kode 315 dengan nilai
3.12 dengan formulasi penambahan kacang tanah. Untuk sampe yang paling tidak disukai
yaitu kode 453 dengan nilai 2.64 dengan formulasi penambahan teri. Pada parameter rasa
terdapat beda nyata, artinya perbedaan formulasi penambahan bahan menyebabkan adanya
beda nyata.
Pada parameter tekstur yang paling disukai yaitu kode 754 dengan nilai 3.44
dengan penambahan formulasi penambahan ebi, kemudian kode 315 dengan nilai 3.01
dengan penambahan formulasi kacang tanah. Lalu kode 125 dengan nilai 3.00 dengan
tanpa penambahan formulasi (kontrol). Untuk kode yang plaing tidak disukai yaitu kode
453 engan nilai 2.76 dengan formulasi penambahan teri. Pada parameter tekstur ada beda
nyata, jadi perbedaan formulasi bahan tambahan menyebabkan adanya perbedaan tekstur.
Pada parameter overall atau secara keseluruhan kode sampel dari yang paling
disukai hingga yang tidak disukai yaitu kode sampel 754 dengan nilai 3.52 dengan
formulasi penambahan ebi. Kemudian kode 125 degan nilai 3.32 dengan formulasi tanpa
penambahan (kontrol). Lalu kode 315 dengan nilai 3.12 dengan formulasi penambahan
kacang tanah. Untuk kode sampel yang paling tidak disukai yaitu kode 453 dengan nilai
2.68 dengan formulasi penambahan teri. Secara keseluruhan atau overall terdapat beda
nyata artinya perbedaan pformulasi penambahan bahan menyebabkan adanya perbedaan.
Pada proses pemasakan furikake ditambahkan juga kacang tanah dan juga ikan teri.
Penambahan kacang tanah dalam pemasakan furikake berfungsi untuk menambah nilai
gizi dari furikake karena dalam kacang tanah terdapat sumber-sumber mineral penting
seperti magnesium, tembaga, fosfor, kalium, dan seng. Dalam kacang tanah juga
mengandung resveratrol, salah satu senyawa fitokimia yang merupakan senyawa alami
yang berguna bagi kesehatan. Kacang tanah juga kaya akan fitosterol yang sangat
bermanfaat untuk mereduksi penyakit kanker dan tumor (Astawan, 2009). Penambahan
ikan teri dalam pembuatan furikake juga digunakan untuk menambah nilai gizi pada
produk furikake yang dihasilkan, terutama kandungan kalsium. Ikan teri dapat dimakan
bersama tulangnya yang begitu kaya akan mineral kalsium. Kalsium berfungsi untuk
menjaga keseimbangan asam basa darah yang akan mengoptimalkan pembentukan
hormon-hormon yang ada dalam tubuh (Apriadji, 2007).

Anda mungkin juga menyukai